Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah proses yang tidak akan ada hentinya, sejak seseorang dilahirkan

hingga akhir hayatnya. Pendidikan merupakan elemen yang penting bagi berlangsungnya

hidup suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat

penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan peranannya

dalam masyarakat. Pendidikan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa.

Pembangunan akan maju apabila didukung dengan pendidikan yang bermutu. Pendidikan

dikatakan bermutu apabila proses pembelajaran berlangsung efektif dan peserta

memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya. Di dalam Undang–Undang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dikemukakan pengertian dari pendidikan yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Bangsa kita dituntut untuk dapat mempersiapkan diri khususnya dalam

mempersiapkan SDM yang unggul, padahal faktor utama yang menentukan mampu

tidaknya bersaing adalah SDM yang memiliki kompetensi, menguasai ilmu pengetahuan

dan teknologi, serta mampu menghasilkan produk unggul. Karena itu, mempersiapkan

SDM harus dilaksanakan secara sungguh dan terencana dengan baik. Jenis pendidikan

yang dibutuhkan untuk situasi seperti sekarang adalah pendidikan yang dapat membekali

peserta didik, melalui ketramplian aplikatif yang dikemudian hari bisa dirasakan dalam

lingkungan masyarakat. Eksistensi pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya

manusia. Indikasi sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya adalah

terbentuknya tenaga kerja profesional yakni terampil dan ahli dalam bidangnya. Salah

1
2

satu lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga profesional adalah Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan juga bahwa Standar kompetensi

lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Pendidikan profesionalisme tidak dapat sepenuhnya dapat dilakukan oleh sekolah.

Kegiatan profesional bisa dicapai salah satunya melalui kegiatan langsung melakukan

kegiatan sesungguhnya. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

menggariskan bahwa arah pengembangan pendidikan kejuruan pada SMK akan

dibangun dan didorong sehingga mampu menuntaskan misinya dengan tujuan yang

terukur, yaitu : (1) menghasilkan lulusan yang memiliki bekal ketrampilan kompetensi

tertentu, (2) menghasilkan lulusan yang profesional untuk dapat mengisi keperluan

industrialisasi dan pembangunan nasional, dan (3) menghasilkan lulusan yang mampu

mengikuti perkembangan iptek dan mampu meningkatkan kualitas dirinya secara

berkelanjutan.

Pada sisi lain, keadaan pendidikan kejuruan yang ada saat ini cukup

memprihatinkan. Keadaan ini ditandai dengan adanya isu bahwa terdapat kesenjangan

antara pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki lulusan pendidikan kejuruan dengan

pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Hal ini sesuai dengan

pendapat Slamet (dalam Warseno, 1997) yang mengatakan bahwa penyiapan tenaga

kerja lewat jalur pendidikan kejuruan masih mengandung banyak kelemahan, baik

tingkat konsep maupun pada praktiknya.

Salah satu pembaharuan yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan

mencanangkan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yaitu sebuah sistem program


3

pembelajaran siswa diluar sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah dengan

dunia kerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan sebagai kontribusi

nyata dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan di SMK. Pendidikan

Sistem Ganda merupakan salah satu model pendidikan yang dipandang mampu

menjembatani dan paling efektif untuk mendekati kesesuaian antara penyediaan dan

permintaan (supply and demand) ketenagakerjaan (Dit. Dikmenjur, 1993 : 3). Sistem ini

juga sesuai dengan kebijaksanaan Kementrian Pendidikan tentang keterkaiatan dan

kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan

Sistem Ganda memiliki tujuan-tujuan penting sehingga bisa membentuk lulusan yang

berkualitas diantaranya adalah memberikan gambaran awal tentang dunia kerja dan

memberikan wawasan baru yang tidak di dapat di bangku sekolah. Pendidikan Sistem

Ganda merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyelaraskan atau

membandingkan ilmu yang sudah didapat di sekolah dengan yang ada di lapangan. Dalam

kegiatan Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa dituntut untuk mampu hidup ditengah –

tengah masyarakat dan secara langsung mengidentifikasi serta menangani masalah –

masalah yang dihadapi. Oleh karena itu Pendidikan Sistem Ganda ini sangat penting bagi

para siswa, karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

pesat serta lapangan pekerjaan yang semakin sulit. Maka diharapkan dengan adanya

Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa mendapat pengalaman serta pengetahuan yang

lebih luas dalam dunia kerja yang nantinya setelah keluar sekolah dapat temotivasi untuk

memciptakan lapangan kerja sendiri. Saat ini salah satu program yang merupakan bagian

dari pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda adalah Praktek Kerja Industri atau lebih

dikenal denga Prakerin.

Sebagai gambaran penelitian ini mengambil SMK Negeri 3 Pacitan. Sekolah yang

awalnya merupakan SMP N 5 Pacitan / SLTP 5 Pacitan ini beralih fungsi menjadi SMK
4

N 3 Pacitan pada tanggal 08 Januari 2002 yang beralamat di Jl. Letjend Soeprapto No. 47

Pacitan Jawa Timur tersebut kini semakin maju dan semakin menjadi salah satu sekolah

kejuruan bidang teknologi yang diminati oleh lulusan siswa menengah pertama.

Mempunyai lima jurusan yaitu Teknik Mekanik Otomotif (Teknik Speda Motor dan

Teknik Kendaraan Ringan), Teknik Audio Video, Teknik Jasa Boga, Teknik Busana

Batik, dan Teknik Pengolahan Hasil Perikanan. Guna menunjang sarana belajar mengajar

di SMK, pihak sekolah telah menyediakan berbagai fasilitas pendukung. Adapun fasilitas

yang disediakan adalah Bengkel Otomotif + Unit Produksi, Bengkel Audio ,Video Lab

Tata Busana + Unit Produksi, Lab Restoran + Unit Produksi, Lab Pengolahan Hasil

Perikanan, lab Komputer, Hotspot Area, Radio Pendidikan MP3 FM, TV Edukasi, Bursa

Kerja Khusus (BKK), peralatan musik lengkap, lapangan olah raga, ruangan ekstra

kurikuler dan sarana umum lainnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap salah satu

anggota kelompok kerja prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan pada tanggal 9 Januari 2013

diketahui bahwa dalam proses pengelolaan Prakerin dilaksanakan kurang lebih sama

dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Proses yang dilakukan meliputi

pembentukan panitia, penyebaran angket wali murid, pemetaan awal, pembentukan

pendamping Prakerin, pembekalan siswa, pelaksanaan, monitoring, pelaporan, dan

evaluasi. Dalam pelaksanaannya permasalahan yang sering dihadapi adalah

ketidakcocokan peserta dengan dunia usaha/industri, pembimbingan yang kurang optimal,

dan tidak dilaksanakannya uji kompetensi. Tentunya permasalahan seperti di atas perlu

ditindaklanjuti agar pelaksanaan program selanjutnya dapat berjalan sesuai dengan

pedoman yang telah ditetapkan.


5

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan

terhadap pelaksanaan Prakerin pada jurusan Teknologi Kendaraan Ringan SMKN 3

Pacitan Jawa Timur.

B. Identifikasi Masalah

Masalah–masalah yang dapat diidentifikasi dalam penyelenggaraan Prakerin antara

lain:

1. Pengelolaan Administrasi Prakerin

Kesiapan administrasi sangat diperlukan dalam menghadapi pelaksanaan

Prakerin. Dengan handalnya administrasi atau manajemen sekolah akan

memudahkan terjalinnya hubungan antara sekolah dan industri sebagai pasangannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan

administrasi Prakerin mencapai rata-rata 69,33 % termasuk dalam kategori sedang.

Aspek kesiapan perencanaan prosedur pelaksanaan Prakerin mencapai kategori

sedang (58,33 %) dan aspek kesiapan pengarahan kepada siswa dalam rangka

pembekalan baru mencapai tingkat sedang, yaitu 50 %. Dari gambaran tersebut

seharusnya sekolah yang sudah menyelenggarakan Prakerin sejak lama dalam

pengelolaan administrasi dapat optimal. Suharsimi Arikunto (1988:30)

mengemukakan menurut pengertian modern administrasi adalah suatu usaha bersama

sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektf dan efisien

menggunakan dana dan daya yang ada. Berdasarkan uraian tersebut seharusnya

kesiapan administrasi Prakerin merupakan ketersediaan usaha dan kegiatan yang

meliputi pengelolaan, pengaturan, dan manajemen untuk mencapai tujuan Prakerin

secara efektif dan efisien yang berhubungan dengan kegiatan kantor atau tata usaha,

yang ditandai dengan kesiapan prosedur perencanaan pelaksanaan Prakerin,


6

pembentukan organisasi dan penujukan personel pengelola Prakerin, adanya

koordinasi pelaksanaan Prakerin, pelaksanaan pengarahan kepada siswa, dan

kesiapan dana atau biaya Prakerin.

2. Kesiapan Guru Pembimbing

Sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pelaksanaan sistem

ganda pada SMK, guru merupakan petugas yang sangat vital keberadaannya. Guru

pembimbing mempunyai tugas mempersiapkan, mengarahkan, memotivasi, melatih,

menilai, dan membimbing siswa peserta Prakerin dalam melaksanakan kegiatan

komponen pendidikan (Dit. Dikmenjur, 1995 : 3). Untuk meningkatkan kemampuan

pembimbing perlu kalangan industri membuka diri dan bersedia menerima dan

melibatkan guru SMK pada industri.

Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menyimpulkan bahwa tingkat

kesiapan guru pembimbing siswa peserta Prakerin mencapai rata-rata 73,21 %, dan

belum ada aspek kesiapan yang mencapai 100%. Sedangkan menurut Wardiman

Djojonegoro (dalam Warseno, 1997) bahwa salah satu kurang hambatan yang

dialami pada pelaksanaan program Prakerin adalah kurangnya pengalaman dan

kemampuan guru pembimbing dalam membimbing siswa di industri. Jujur diakui

beberapa siswa SMK bahwa guru pembimbing Prakerin, kurang memberikan

bimbingan walaupun terdapat jadwal yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan

kesibukan guru pembimbing di sekolah.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kesiapan guru pembimbing belum

sepenuhnya optimal dan belum dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

Untuk dapat menjadi seorang guru pembimbing Prakerin, guru harus memenuhi

kualifikasi sesuai dengan ketentuan dari Depdikbud (Dit. Dikmenjur, 1995:3).

Kemampuan guru pembimbing yang perlu dimiliki dalam hal ini meliputi sepuluh
7

jenis, yaitu : menguasai bahan, mengelola program mengajar, menggunakan media

atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar

mengajar, menilai prestasi siswa, mengenal fungsi dan program bimbingan dan

penyuluhan, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran.

3. Pembiayaan

Pelaksananaan Prakerin tentunya juga memerlukan pembiayaan yang tidak

sedikit guna menunjang program tersebut. Irwanto (2004) Pembiayaan pelaksanaan

Prakerin meliputi operating cost dan capital cost. Operating cost merupakan biaya

operasional pelaksanaan Prakerin, yang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu

: biaya persiapan meliputi pembekalan/orientasi, administrasi perizinan; biaya

pelaksanaan ,meliputi honor dan transportasi pembimbing dalam melaksanakan

monitoring, asuransi peserta; biaya uji kompetensi, yaitu honor penguji, sertifikasi,

administrasi dan evaluasi kegiatan. Sedangkan capital cost merupakan biaya tetap

yang harus ada dalam pelaksanaan Prakerin. Biaya ini meliputi fasilitas, bahan dan

alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Prakerin di industri. Mengingat aktivitas

praktik sebagian besar dilakukan di dunia usaha/industri, maka capital cost pada

dasarnya ditanggung oleh industri terkait.

Menurut (Djauhari, 1997:19) mengatakan bahwa pembiayaan pendidikan

kejuruan dibagi menjadi dua yaitu: (1) segala bentuk pembiayaan yang diakibatkan

oleh pelatihan yang diselenggarakan di perusahaan ditanggung oleh perusahaan; dan

(2) segala bentuk pembiayaan yang dibutuhkan untuk pendidikan di sekolah kejuruan

ditanggung oleh pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Sophia Daitupen (1997)

menunjukkan bahwa dana untuk pembiayaan operasional pelaksanaan Prakerin STM

Budya Wacana dan STM Panca Sakti mendapat dana khusus dari yayasan, namun

karena keterbatasan dana tersebut sekolah masih memungut iuran dari orang tua
8

siswa. Seharusnya kalau kita mengacu sesuai peraturan yang ada telah disebutkan

bahwa Berdasarkan Permendiknas No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya Operasi

Nonpersonalia Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah

Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah

Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan

Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Biaya operasi nonpersonalia

meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP),

biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya

transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan

siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya

pelaporan. Biaya praktek kerja industri (prakerin) adalah biaya untuk

penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK.

Dari uraian tersebut sudah jelas bahwa tentunya segala pembiayaan

operasional pelaksanaan Prakerin seperti buku panduan, buku kegiatan, surat

menyurat, monitoring, evaluasi, uji kompetensi, dan sertifikat sepenuhnya

diusahakan oleh sekolah dari alokasi dana yang sudah direncanakan sebelumnya

sehingga tidak memberikan beban baru pada siswa calon peserta PSG.

4. Pelaksanaan Prakerin

Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mengacu pada PP No. 17 Tahun

2010 sebagai acuan atau standar minimum yang harus dicapai. Isi program

pendidikan dan pelatihan kejuruan tersebut harus disesuaikan dan diselaraskan

dengan tuntutan lapangan kerja. Penyesuaian tersebut dilakukan bersama oleh SMK

dengan institusi pasangannya dan hasilnya disepakati untuk dilaksanakan secara

konsekuen. Kesepakatan program pendidikan dan pelatihan tersebut paling tidak


9

meliputi : (1) standar kemampuan tamatan program pendidikan dan pelatihan yang

akan dilaksanakan dengan Prakerin harus jelas mengacu


acu pada pencapaian yang

dituntut dengan dunia kerja, atau persyaratan profesi tertentu, (2) standar pendidikan

dan pelatihan diperlukan untuk mencapai penguasaan standar kemampuan tamatan

yang telah ditetapkan. Maka dari itu kesiapan mitra industri sebagai
sebaga institusi

pasangan SMK juga harus diperhatikan. Perancangan ini perlu dilakukan agar

terdapat sinkronisasi antara kesiapan mitra industri dengan sekolah. Hal ini supaya

program/kurikulum pelaksanaan Prakerin yang telah dirancang sesuai dengan

kapasitas mitra
itra industri terkait.

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Depdiknas

(2008:2), Perancangan program prakerin tidak terlepas dari implementasi silabus ke

dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi dan evaluasi pelaksanaan

yang sesuai. Rancangan prakerin sebagai bagian pembelajaran perlu memperhatikan

kesiapan dunia kerja


erja mitra dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut.

Hal ini diperlukan agar dalam pelaksanaannya, penempatan peserta didik untuk

prakerin tepat sasaran sesuai


sesuai dengan kompetensi yang akan dipelajari. Diagram di

bawah menunjukkan alur kerja perancangan program prakerin.

Gambar 1. Diagram Alir Prakerin

Dari diagram di atas menunjukkan bahwa dalam perancangan program

prakerin perlu dilakukan analisis terhadap


terhada kemampuan-kemampuan
kemampuan yang harus
10

dikuasai peserta didik berdasarkan tuntutan standar kompetensi/ kompetensi dasar

yang tertera dalam silabus. Analisis dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

kompetensi apa saja yang dapat dipelajari di sekolah dengan fasilitas yang tersedia

dan kompetensi apa saja yang dipelajari di dunia kerja. Sedangkan khusus untuk

pelaksanaan Prakerin di SMK materi/isi pendidikan dan pelatihan meliputi lima

komponen pokok (Faozan Alfi, 1992:21), yaitu : (1) komponen pendidikan umum

(normatif), dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang

baik, yang memiliki karakter sebagai warga negara dan bangsa Indonesia, (2)

komponen dasar penunjang (adaptif), untuk memberi bekal penunjang bagi

penguasaan keahlian profesi, dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan

ilmu pengetahun adan teknologi, (3) komponen teori kejuruan, untuk membekali

pengetahun tentang dunia teknik dasar keahlian kejuruan, (4) komponen praktik

dasar profesi, yaitu berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara baik

dan benar sesuai dengan tuntutan persyaratan keahlian profesi, (5) komponen

keahlian praktik profesi, yang berupa kegiatan bekerja secara terpogram dalam

situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa

aspek faktor penilaian terhadap pendukung dan partisipasi pihak industri menilai baru

mencapai tingkat sedang (40,00 %). Artinya menurut pengetahuan pihak industri,

bahwa faktor pendukung dan partisipasi terhadap program PSG baru sampai tingkat

cukup dan masih harus ditambah lagi. Rendahnya penilaian pihak industri terhadap

faktor pendukung dan partisipasi yang ada dapat berdampak buruk terhadap tanggung

jawab dan kesediaan industri terhadap program pendidikan di waktu yang akan

datang. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Supardi menunjukkan bahwa

komponen kegiatan masing-masing industri pasangan juga berbeda-beda. Ada


11

beberapa industri hanya memberikan satu jenis komponen kegiatan saja, misalnya

praktik dasar kejuruan atau praktik keahlian profesional. Ada beberapa industri yang

memberikan hanya dua jenis komponen kegiatan, sedangkan beberapa industri yang

lain memberikan lebih dari dua jenis komponen kegiatan, perbedaaan jenis

komponen kegiatan Prakerin di industri ini dipengaruhi oleh bidang kerja industri

yang bersangkutan. Industri yang melaksanakan proses produksinya dengan praktik

keahlian profesional, siswa peserta Prakerin dilibatkan dalam praktik keahlian

profesional juga.

Berdasarkan kenyataan pelaksanaan Prakerin di lapangan dapat diketahui

bahwa mitra industri masih rendah tingkat kesiapannya dalam pelaksanaan Prakerin

begitu juga dengan pelaksanaan komponen-komponen materi/isi pendidikan dalam

pelaksanaan PSG mitra industri belum dapat melaksanakan sepenuhnya.

5. Kelengkapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/industri

Kegiatan praktik dalam Prakerin dilakukan sepenuhnya di DU/DI. Untuk

mendukung tercapainya pelajaraan praktik dibutuhkan fasilitas sarana dan prasarana

yang memadai seperti bahan praktik, alat-alat perkakas industri, mesin-mesin, dll.

Apabila fasilitas praktik kurang memadai dan tidak lengkap sesuai kebutuhan di

bidangnya, sangat mungkin terdapat banyak kelemahan dalam komponen praktik

dasar kejuruan siswa. Fasilitas praktik suatu industri sangat ditentukan oleh jenis dan

besarnya industri yang bersangkutan. Namun secara umum fasilitas praktik yang

harus tersedia di dunia usaha/industri antara lain adalah ruang, alat, bahan, dan alat

keselamatan kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat

kesiapan DU/DI pada faktor kelengkapan praktik baru mencapai tingkat sedang

(51,43 %). Tingkat kesiapan paling tinggi dicapai pada asapek keadaan bahan
12

praktik yaitu 65 % dalam kategori tinggi. Sedangkan kesiapan paling rendah adalah

pada aspek kelengkapan peralatan praktik yaitu 40 % termasuk dalam kategori

sedang. Kelengkapan peralatan praktik yang dimaksud meliputi jumlah peralatan

yang tersedia, adanya buku petunjuk pemakain alat (manual book), adanya lembar

kerja (job sheet), gambar kerja atau sketsa-sketsa yang mendukung kegiatan praktik.

Pihak Industri tidak menyediakan sarana khusus untuk latihan kerja siswa baik ruang,

alat, bahan, maupun sarana lainnya. Jadi latihan kerja siswa di industri didukung

dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya sehingga beberapa

industri terbukti memiliki tingkatan kelengkapan fasilitas sangat rendah.

Kelengkapan fasilitas praktek di dunia usaha/industri juga harus disesuaikan

dengan kompetensi yang ditetapkan. Peran kelompok kerja PSG dalam mencari mitra

harus lebih ditingkatkan. Dunia usaha/industri yang akan dijadikan mitra usaha

tentunya harus merupakan dunia industri yang memiliki komitmen ikut memajukan

pendidikan dan tentunya yang memiliki fasilitas yang cukup memadai. Berdasarkan

Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 diatur bahwa untuk dapat menjadi mitra

industri sekolah yang menyelenggarakan PSG, harus memiliki tempat dan peralatan

kerja dan memiliki instruktur atau pembimbing atau tenaga yang dapat melaksanakan

tugas sebagai instruktur atau pembimbing. Lebih lanjut kelengkapan fasilitas praktek

di SMK mengacu berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40

Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menegah

Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

6. Uji Kompetensi dan Sertifikasi Prakerin

Uji kompetensi adalah suatu proses pengukuran dan penilaian penguasaan

keahlian seseorang, berdasarkan standar yang berlaku di lapangan pekerjaan tertentu

dan atau atas dasar kesepakatan kebutuhan lapangan kerja tertentu (Depdikbud,
13

1996:4). Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kepada tamatan atau siswa yang telah

dapat menguasai kemampuan standar atau keahlian kejuruan yang diperoleh melalui

ujian kompetensi (Depdikbud, 1995:8). Uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin perlu

dilakukan pada siswa yang telah melaksanakan Prakerin sebagai bentuk upaya

tingkat pencapaian kompetensi yang diharapkan. Salah satu tujuan uji kompetensi ini

adalah untuk mengetahui ketercapaian kompetensi siswa selama melaksanakan PSG

di dunia industri. Apabila dinyatakan lulus atau memenuhi standar kompetensi yang

ditetapkan maka siswa tersebut berhak untuk mendapatkan sertifikat kelulusan

kompetensi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohadi (1999) menunjukkan bahwa

kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusan Elektronika SMK se-Kotamadya

Yogyakarta dalam pelaksanaan uji kompetensi antara lain adalah kurangnya

perhatian serta peran serta pihak dunia usaha/industri. Hal ini terutama dapat dilihat

dari peran dunia usaha/industri yang masih kurang dalam mempersiapkan materi

ujian. Materi ujian yang seharusnya dikerjakan secara bersama oleh pihak sekolah

dengan pihak industri, dalam kenyataannya hanya pihak sekolah saja yang secara

bersungguh-sungguh mempersiapkannya sehingga bobot materi yang diujikan perlu

dipertanyakan lebih lanjut. Warseno (1997) dari hasil penelitian yang dilakukannya

menunjukkan bahwa pencapaian pelaksanaan sertifikasi PSG di jurusan bangunan

sebanyak 2,81 %, listrik 3,1 %, mekanik umum 2,19 %, dan otomotif 2,19 %.

Sedangkan besarnya presentase rerata adalah 13,13 %. Data tersebut menunjukkan

bahwa pelaksanaan sertifikasi Prakerin di SMK 2 Klaten masih tergolong rendah. Hal

yang sama juga dilami oleh SMK se-kodya Surabaya dalam penelitian yang

dilakukan oleh Joko (1996) yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan Prakerin

terkategori kurang baik.


14

Menurut Depdikbud (1995) pelaksanaan uji kompetensi adalah sebagai berikut

: (1) materi ujian dikeluarkan oleh badan tertentu yang diakui sebagai badan yang

mengeluarkan sertifikat, (2) pihak sekolah dan tim penguji merumuskan pengajaran

bahan pelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagai persiapan bagi calon

peserta uji kompetensi, (3) perangkat soal ujian kompetensi disiapkan oleh unsur

dunia industri, lembaga profesi, dan sekolah, (4) ujian kompetensi dilakukan bersama

oleh sekolah, dunia industri, dan asosiasi profesi, (5) ujian kompetensi dilaksanakan

secara bertahap sesuai daya kesiapan dan kemampuan sekolah. Bagi peserta didik

yang dinyatakan lulus, akan diberikan sertifikat yang akan diterbitkan oleh Tim Uji

Profesi. Sertifikat ini diharapkan selain menjelaskan keahlian profesional yang

dikuasai oleh pemiliknya, sekaligus mengakui kewenangan pemilik sertifikat tersebut

untuk melaksankan tugas pada bidang profesi tertentu.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan uji kompetensi dan

sertifikasi Prakerin masih belum dilakukan secara optimal.

7. Monitoring dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan program Prakerin, monitoring dan evaluasi perlu

dilakukan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan program selanjutnya.

Monitoring merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru pembimbing untuk

mengetahui sejauh mana keterlaksanaan Prakerin yang disepakati bersama antara

sekolah dengan dunia kerja. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui

sejauh mana siswa peserta Prakerin mencapai tujuan (kemampuan yang diharapkan).

Monitoring dilaksanakan bersama-sama antara guru pembimbing dengan instruktur

dari dunia kerja. Monitoring sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengikuti

suatu program dan pelaksanaannya secara mantap, teratur dan terus-menerus dengan
15

cara mendengar, melihat dan mengamati, serta mencatat keadaan serta perkembangan

program tersebut.

Suherman dkk (1988) menjelaskan bahwa monitoring dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan, untuk mengikuti perkembangan suatu program yang dilakukan secara

mantap dan teratur serta terus menerus. Tujuan utama monitoring adalah untuk

menyajikan informasi tentang pelaksanaan program sebagai umpan balik bagi para

pengelola dan pelaksana program. Informasi ini hendaknya dapat menjadi masukan

bagi pihak yang berwenang untuk: a) memeriksa kembali strategi pelaksanaan

program sebagaimana sudah direncanakan setelah membandingkan dengan kenyataan

di lapangan, b) menemukan permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

program, c) mengetahui faktor-faktor pendungkung dan penghambat penyelenggaraan

program. Sedangkan menurut Direktur Pembinaan Sekolah Kejuruan (2008 : 11)

Program Prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk melihat

kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai

dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang harus dilakukan baik terhadap

pencapaian kompetensi peserta didik maupun terhadap program Prakerin. Evaluasi

dilakukan dengan cara : (1) melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta

didik dan hasil penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja, (2)

paparan hasil prakerin setiap peserta didik. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui

sejauh mana siswa peserta PSG telah mencapai kemampuan yang ditetapkan. Materi

pokok dalam evaluasi menyangkut aspek teknis maupun non teknis yaitu ketrampilan,

prestasi, ketekunan, kerjasama, inisiatif, presensi kehadiran, disiplin, etika, dan

tanggung jawab.

Irwanto (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa monitoring dan

evaluasi PSG dilakukan pada saat menjelang pelaksanaan praktik di industri.


16

Sehingga pada saat pelaksanaan Prakerin tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk

pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan petunjuk

pelaksanaan monitoring yang seharusnya dilakukan secara periodik, sedangkan

evaluasi dilaksanakan pada akhir program.

C. Batasan Masalah

Oleh karena luasnya permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan keterbatasan

kemampuan peneliti, waktu, tenaga, dana, jadwal akademik serta banyaknya

permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidian sistem ganda maka

penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut :

1. Kesiapan sekolah terhadap Prakerin

Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan kesiapan administrasi dan organisasi,

kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing.

2. Kesiapan Fasilitas Praktik di Industri

Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana praktik di DU/DI

3. Pelaksanaan Prakerin

Hal ini berkaitan dengan segala program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta

Prakerin di dunia usaha/industri.

4. Pelaksanaan Monitoring Prakerin.

Hal ini berkaitan dengan kegiatan pendamping dalam melakukan monitoring

pelaksanaan Prakerin di dunia usaha/industri.

5. Pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin

Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi siswa peserta

Prakerin.
17

6. Pelaksanaan Evaluasi Prakerin

Hal ini berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan Prakerin dari perencanaan hingga

sertifikasi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka peneliti merumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

2. Bagaimanakah kesiapan fasilitas praktik di Industri dalam pelaksanaan Prakerin di

Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

3. Bagaimanakah pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan

Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri?

4. Bagaimanakah pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri?

5. Bagaimanakah pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program

Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

6. Bagaimanakah evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

E. Tujuan Penulisan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui tingkat kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

2. Mengetahui kelengkapan fasilitas praktik Prakerin di DU/DI


18

3. Mengetahui pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan

SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri.

4. Mengetahui pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

5. Mengetahui pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program Keahlian

Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

6. Mengetahui evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi

Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

F. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan kejuruan baik

secara teoritis maupun praktis antara lain:

1. Teoritis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi tentang

program Prakerin.

2. Praktis

a. Bagi peserta didik:

1) Dapat memahami maksud dan tujuan dilaksanakannya Prakerin

2) Dapat mempersiapkan diri lebih matang dalam hal materi, fisik, mental, dan

ketrampilan sebelum atau ketika melaksanakan Prakerin.

b. Bagi guru:

1) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas pengelolaan

Prakerin yang sesuai dengan peraturan

2) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas siswa setelah

melaksanakan Prakerin
19

c. Bagi peneliti:

1) Sarana bagi peneliti untuk mengimplementasikan pengetahuan yang

didapatkan selama kuliah serta menambah pengetahuan dan pengalaman

peneliti.

2) Memberikan kesempatan untuk melihat secara langsung masalah-masalah

yang dihadapi Prakerin sekolah dalam proses pengelolaan Pendidikan

Sistem Ganda di SMK Negeri 3 Pacitan.

3) Memberikan pengalaman dan pengetahuan mengenai hasil dari gambaran

pengelolaan Prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan.

Anda mungkin juga menyukai