Anda di halaman 1dari 8

PROSES MANAJEMEN PENDIDIKAN KEJURUAN

Oleh:

DYAH AYU SEKTI NURTYAS GIGIH PANGANTI (220132918316)


LINA (220132918373)

PRODI S3 MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MALANG
2023
Vocation dan Perspektif Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan atau vocational education diadaptasi dari kata vocation yang berasal
dari bahasa latin vocacio, yang berarti summons (panggilan), dan kata vocāre, yang merujuk pada
to a call (memanggil atau suara). Vocation adalah keinginan yang kuat untuk melakukan suatu
pekerjaan, tugas atau fungsi tertentu (khusus). Kata vocation bersinonim dengan kata profesi dan
pekerjaan, bahkan pada level tertinggi dimaknai sebagai misi. Etimologi ini mengimplikasikan
bahwa pendidikan kejuruan seharusnya menjadikan seseorang ahli atau terampil (proficient)
terhadap suatu pekerjaan, tugas, atau fungsi tertentu yang menjadi panggilannya, berbeda dengan
pendidikan umum yang utamanya mengembangkan kualitas seseorang terlepas dari panggilan
yang dimilikinya (Billett, 2011; Merriam-Webster Dictionary, 2023; Snedden, 1914). Billett
(2011) berpendapat bahwa pendidikan kejuruan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dari
sisi personal individu di mana siswa memilih pendidikan kejuruan berdasarkan niat, aspirasi, dan
ketertarikannya terhadap bidang tertentu. Dalam perspektif ini, pendidikan kejuruan diarahkan
untuk memahami minat dan kapasitas individu serta berfungsi sebagai jalur pengembangan diri
untuk membantu siswa memaksimalkan potensi diri demi tercapainya tujuan pribadi individu.
Pendidikan kejuruan dalam perspektif ini bertujuan membantu siswa mengidentifikasi
panggilannya kemudian membantu siswa mewujudkan tujuan panggilan tersebut.
Perspektif kedua, dari sisi pragmatis pekerjaan, pendidikan kejuruan sering dituntut harus
sangat responsif terhadap harapan dan standar industri, kebutuhan pengusaha, serta kepentingan
pemerintah dalam bidang ekonomi. Hal ini terutama terjadi ketika terdapat kekurangan
keterampilan atau sebaliknya, tingkat pengangguran yang tinggi, terutama pada generasi muda.
Pada perspektif ini, fungsi utama pendidikan kejuruan adalah sebagai tempat persiapan dan transisi
keterampilan yang efektif bagi siswa sebelum memasuki dunia praktik pekerjaan. Pendidikan
kejuruan diarahkan pada pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan cara yang memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat
akan tenaga kerja terampil.
Berdasarkan sejumlah regulasi, maka pendidikan kejuruan di Indonesia utamanya
menganut perspektif kedua. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan bertujuan
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Sementara itu,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2018
Tentang Standar Nasional Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
juga menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia
Indonesia perlu dilakukan revitalisasi pendidikan kejuruan melalui penyempurnaan dan
penyelarasan kurikulum dengan kompetensi sesuai kebutuhan stakeholder, salah satunya dunia
usaha/industri. Selain itu, juga terdapat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020-
2024; serta Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17/M/2021 Tentang
Penyelenggaraan SMK PK, yang semuanya berfokus pada keselarasan keterampilan lulusan
pendidikan kejuruan dengan kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, pembahasan mengenai
pendidikan kejuruan akan berfokus pada perspektif kedua ini.
Manajemen Pendidikan Kejuruan
Sistem pendidikan kejuruan mengkombinasikan secara proporsional instruksi teknis,
penggunaan teknologi, serta sejumlah besar mata pelajaran akademik, untuk mengembangkan dan
mentransformasi pengetahuan, keterampilan, serta motivasi siswa. Proses pendidikan kejuruan
yang efektif harus tersentralisasi secara dominan pada bentuk lokakarya, kerja lapangan, atau
sejenisnya, sehingga para pendidik pendidikan kejuruan haruslah mereka yang memiliki
pengalaman pelatihan dan praktik dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Hal ini tentu saja
mempengaruhi dan membatasi kapasitas manajemen pendidikan kejuruan untuk segera bereaksi
terhadap perubahan di pasar tenaga kerja yang sangat sulit diprediksi. Permintaan akan
keterampilan cenderung fluktuatif sehingga sulit menetapkan jumlah pekerja terampil yang harus
diproduksi dalam berbagai kualifikasi pekerjaan untuk periode waktu tertentu. Perubahan dan
inovasi dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan persyaratan untuk mempersiapkan pekerja
berpengetahuan, bersamaan dengan tuntutan yang dipaksakan oleh perubahan sifat dunia kerja,
menimbulkan tantangan bagi pendidikan kejuruan. Perubahan pola persaingan ekonomi dan
organisasi kerja telah menyebabkan adanya kebutuhan yang lebih besar terhadap soft-skills seperti
kerja tim, etos kerja, serta fleksibilitas dan manajemen perubahan. Fleksibilitas dan kemampuan
beradaptasi yang dibutuhkan oleh industri tidak dikembangkan oleh pendidikan kejuruan saat ini
di sekolah. Kebutuhan untuk merefleksikan pergerakan di pasar tenaga kerja dan untuk mengikuti
atau bahkan meramalkan perubahan adalah salah satu tantangan paling sulit bagi manajemen
pendidikan kejuruan. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang fleksibel dan terdesentralisasi.
Identifikasi berbagai jenis sistem pendidikan kejuruan diperlukan agar manajemen pendidikan
kejuruan menjadi efektif karena model pendidikan kejuruan yang berbeda-beda mempengaruhi
struktur organisasi, yang tentu saja, akan menentukan proses manajemen (Gasskov, 2000; Pavlova,
2009).
Manajemen sistem pendidikan kejuruan harus dipahami sebagai interaksi produktif dari
pemerintah (pusat maupun daerah) dan otoritas pendidikan dengan otoritas lokal, lembaga
pendidikan kejuruan, perusahaan, organisasi bisnis, organisasi non-pemerintah, yang bertujuan
untuk memastikan berfungsinya dan pengembangan lembaga pendidikan kejuruan secara optimal
untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar internasional layanan pendidikan dan untuk
menerima hasil pelatihan kejuruan yang baru secara kualitatif (Kamasheva et al., 2016). Upaya
peningkatan manajemen pendidikan kejuruan dapat dilakukan dengan cara: (1) meningkatkan
peran dan fungsi guru; (2) meningkatkan cara belajar; (3) menjalin hubungan dan kerja sama
dengan masyarakat; (4) meningkatkan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yaitu program bersama
antara SMK dengan industri pasangannya yang dilakukan di dua tempat di mana sebagaian
program teori dan praktik dasar kejuruan dilakukan di sekolah (SMK), dan sebagian lainnya
dilaksanakan di dunia kerja; (5) meningkatkan praktek kerja industri (prakerin); (6) mengadakan
dan meningkatkan program kecakapan hidup; (7) meningkatkan teknologi informasi (TI),
meningkatkan perencanaan IT (Arsini, 2016; Murniati & Usman, 2009). Hal ini sesuai dengan
prinsip Kemandirian, Kemitraan dan Partisipatif dalam Lampiran VII Permendikbud Nomor 34
Tahun 2018 Tentang Standar Nasional Pendidikan Menengah Kejuruan/Madrasah Kejuruan.
Upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan secara strategis, dimulai dari: (1) perumusan strategi;
(2) pelaksanaan strategi; (3) merancang sasaran tahunan, kebijakan, alokasi sumber daya,
membuat sistem informasi; (4) evaluasi dan pengendalian strategi (Finlay, 1996).
Secara umum, proses manajemen pendidikan kejuruan dimulai dari perencanaan,
mencakup seluruh komponen di lingkungan pendidikan kejuruan, jenis, program dan kompetensi
keahlian. Perencanaan dilakukan secara rasional, empiris dan sistematis, termasuk menentukan
pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten (Murniati & Usman, 2009). Proses ini
menghasilkan rencana strategis (Renstra) lalu menjadi perencanaan operasional. Penetapan
Renstra dan langkah kegiatan melibatkan kepala sekolah untuk mencapai seluruh misi
organisasi, dan untuk mempertahankan sekolah itu sendiri. Penyusunan memerlukan keterlibatan
semua pihak, selain itu juga perlu masukan dari stakeholders dan masyarakat. Selanjutnya,
proses pengorganisasian dan pelaksanaan yaitu implementasi Renstra dengan dukungan
berbagai pihak dan kesepakatan terhadap visi/misi dan tujuan sekolah sebagai pedoman (Finch &
Crunkilton, 2000).
Proses pengendalian dan evaluasi yang melibatkan detector (menggambarkan dan
membandingkan kinerja pendidikan kejuruan dengan hasil evaluasi pengawasan) serta asesor
(membandingkan kinerja saat ini dengan standar yang telah ditetapkan). Standar tersebut dapat
berupa rencana strategis, rencana tahunan, atau Standar Nasional Pendidikan. Setiap guru mata
pelajaran mempunyai kewenangan dan tanggung jawab terhadap perkembangan potensi peserta
didik. Proses pembelajaran di SMK tanggung jawab para guru dengan bimbingan pengawas.
Manajemen sekolah menetapkan pedoman tata tertib untuk siswa, peringatan dan sanksi di
lingkungan sekolah. Hasil pengawasan dijadikan rujukan dalam pembinaan proses pendidikan di
SMK.
Indikator keberhasilan proses manajemen pendidikan kejuruan dapat dilihat dari: (1)
sekolah mandiri dan memiliki kemitraan; (2) dipercaya masyarakat; (3) terbuka untuk informasi
dan tanggung jawab atas segala kinerja di sekolah tersebut; (3) memiliki akuntabilitas yang besar;
(4) rapat antara orang tua peserta didik dan komite menghasilkan hasil rapat yang berkualitas; (5)
terlibatnya tokoh masyarakat untuk pengembangan pendidikan; (6) kualitas pembelajaran seperti
hasil ujian nasional, kedisiplinan, dan prestasi non-akademik (Schippers & Patriana, 1993).
Model Manajemen Pendidikan Kejuruan
No. Judul Penelitian Penulis Publikasi Hasil Penelitian
• Lulusan IT dari pendidikan kejuruan lebih
Analysis and practice banyak dibandingkan jumlah profesional IT
on the training of key dari pendidikan kejuruan.
Procedia
ability of students • Kemampuan individu terbagi 3:
Computer
1. majoring in (Li, 2021) kemampuan dasar (basic abilities),
Science 183
electronic kemampuan khusus (special abilities), dan
(2021) 791–793
information in higher kemampuan kunci (key abilities).
vocational education • Kemampuan kunci meliputi profesionalitas,
metodologi, dan sosial, dan semakin
No. Judul Penelitian Penulis Publikasi Hasil Penelitian
dibutuhkan untuk adaptasi perubahan di
dunia kerja sehingga menjadi penting
diajarkan di pendidikan kejuruan.

• Di negara-negara dengan sistem kejuruan


ganda, pendidikan kejuruan meningkatkan
School-to-work International
(Brunetti & kemampuan kerja baik dalam jangka
transition and Journal of
pendek maupun menengah, sedangkan di
2. vocational education: Corsini, Manpower Vol.
negara-negara dengan sistem kejuruan
a comparison across 2019) 40 No. 8, 2019
berbasis sekolah, hasilnya beragam dan,
Europe pp. 1411-1437
hanya dalam beberapa kasus, efek studi
kejuruan secara signifikan positif.
• Karakteristik model nasional dan alat
universal untuk kerja sama antara lembaga
pendidikan kejuruan dan perusahaan.
• Karakteristik model nasional
memungkinkan mengidentifikasi alat kerja
sama yang paling menguntungkan;
membandingkan alat yang disarankan
dengan pengalaman orang lain dan dengan
demikian menilai relevansi dan risiko
implementasinya.
• Alat universal untuk kerja sama antara
lembaga pendidikan kejuruan dan
perusahaan diwakili oleh beberapa
kelompok: sosial-ekonomi, pendidikan,
inovasi dan teknologi.
International • Alat sosial-ekonomi meliputi: peramalan
Arrangement of Journal of kebutuhan kepegawaian; kesesuaian
cooperation between Educational permintaan pasar tenaga kerja dan
(Terentyeva
3. labour market and Management penawaran pasar jasa pendidikan;
et al., 2018)
regional vocational Vol. 32 No. 6, pertimbangan persyaratan pemberi kerja
education system 2018 pp. 1041- untuk kualitas pendidikan kejuruan;
1055 pelatihan kontrak yang ditargetkan dari
spesialis untuk perusahaan tertentu;
pemantauan pasar layanan pendidikan;
Penilaian kualitas dan aksesibilitas layanan
pendidikan
• Perangkat pendidikan meliputi: pengaturan
pengalaman kerja magang di perusahaan,
pembentukan kompetensi profesional
siswa dan program regional bimbingan
profesional untuk siswa.
• Alat inovatif dan teknologi menyarankan
kegiatan penelitian bersama dari lembaga
pendidikan kejuruan dan perusahaan
berdasarkan kontrak; konsentrasi
perusahaan di sekitar kompleks ilmiah dan
pendidikan yang kuat atau sebaliknya,
No. Judul Penelitian Penulis Publikasi Hasil Penelitian
penciptaan lembaga pendidikan yang
bertujuan untuk bekerja dengan perusahaan
teknologi tinggi.
• Holistic Skills Education (HOLSKED)
terdiri dari 6 langkah: Pre-entering
The Management
Behavior, Entering Behavior, Process,
Model of Vocational
Procedia - Social Assessment, Evaluation, and Output
Education Quality
(Munastiwi, and Behavioral • Dimulai dari saat siswa mendaftar hingga 6
4. Assurance Using
2015) Sciences 204 bulan setelah lulus.
‘Holistic Skills
Education
(2015) 218 – 230 • Produk dari model ini adalah model
(HOLSKED) jaminan mutu HOLSKED untuk SMK
meliputi aspek kemandirian, pemecahan
masalah, inovasi, dan kewirausahaan.
• Korelasi positif yang kuat ditemukan antara
konstruksi OLC (kemampuan belajar
organisasi dan TC (budaya TQM),
sementara visi bersama, fokus jangka
panjang, dan keterlibatan guru
International
diidentifikasi sebagai konstruksi TC utama
An organizational Journal of
yang dapat memiliki dampak signifikan
learning model for Quality &
(Lam et al., pada OLC dalam pendidikan kejuruan.
5. vocational education Reliability
2008) • Orientasi aturan menghambat penciptaan
in the context of Management
budaya TQM, sementara kepemimpinan
TQM culture Vol. 25 No. 3,
inovatif mendorong pembentukannya.
2008 pp. 238-255
• Model transformasi pembelajaran
organisasi untuk pendidikan kejuruan
dalam konteks budaya TQM terdiri dari
menetapkan arah, mengembangkan orang,
dan mendesain ulang organisasi.
• Mengusulkan kerangka perumusan strategi
dengan mengintegrasikan tiga alat
strategis manajemen bisnis yang banyak
e-Enterprise and
Journal of digunakan: analisis SWOT, balanced
management course
Materials scorecard (BSC), dan quality function
development using (Lee & Lo,
6. Processing deployment (QFD).
strategy formulation 2003) Technology 139 • Kombinasi ketiganya mampu
framework for
(2003) 604–612 mengidentifikasi inisiasi kurikulum
vocational education
pendidikan kejuruan yang lebih sesuai
untuk merespon kemajuan ICT abad ke-
21.

Kesimpulan
Pendidikan kejuruan di Indonesia bersifat pragmatis pekerjaan di mana fungsi utamanya
adalah sebagai tempat persiapan dan transisi keterampilan yang efektif bagi siswa sebelum
memasuki dunia kerja. Pendidikan kejuruan diarahkan pada pengembangan keterampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan cara yang memenuhi kebutuhan
atau permintaan masyarakat akan tenaga kerja terampil. Manajemen sistem pendidikan kejuruan
harus dipahami sebagai interaksi produktif dari pemerintah (pusat maupun daerah) dan otoritas
pendidikan dengan otoritas lokal, lembaga pendidikan kejuruan, perusahaan, dunia usaha/industri,
dan organisasi non-pemerintah. Secara umum, proses manajemen pendidikan kejuruan terdiri dari
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Setiap proses ini
hendaknya melibatkan prinsip Kemandirian, Kemitraan, dan Pratisipasi dari satuan pendidikan
kejuruan itu sendiri dan stakeholder pendidikan. Beberapa penelitian selama satu dekade terakhir
memperlihatkan perlunya perubahan dalam manajemen pendidikan kejuruan agar tidak saja
berfokus pada kemampuan teknis tapi juga kemampuan non-teknis seiring dengan perubahan
dunia kerja dan ekonomi yang cepat berubah.

Daftar Pustaka
Arsini. (2016). Raport SMK Kurikulum 2013. https://simpelpas.wordpress.com/2013/12/14/raport-smk-
kurikulum-2013/, diakses 26 Januari 2023.
Billett, S. (2011). Vocational Education: Purposes, Traditions and Prospects. Springer.
Brunetti, I., & Corsini, L. (2019). School-to-work transition and vocational education: a comparison
across Europe. International Journal of Manpower, 40(8), 1411–1437. https://doi.org/10.1108/IJM-
02-2018-0061
Finch, C. R., & Crunkilton, J. R. (2000). Curriculum Development In Vocational And Technical
Education : Planning, Content, and Implementation. Allyn and Bacon Inc.
Finlay, lan. (1996). Changing Vocational Education and Training. Routledge.
Gasskov, V. (2000). Managing vocational training system: a handbook for senior administrators. ILO.
Kamasheva, Y. L., Goloshumova, G. S., Goloshumov, A. Y., Kashina, S. G., Pugacheva, N. B.,
Bolshakova, Z. M., Tulkibaeva, N. N., & Timirov, F. F. (2016). International Review of
Management and Marketing Features of Vocational Education Management in the Region.
International Review of Management and Marketing, 6(1), 155–159. http:www.econjournals.com
Lam, M. Y., Poon, G. K. k., & Chin, K. S. (2008). An organizational learning model for vocational
education in the context of TQM culture. International Journal of Quality & Reliability
Management, 25(3), 238–255. https://doi.org/10.1108/02656710810854269
Lee, S. F., & Lo, K. K. (2003). e-enterprise and management course development using strategy
formulation framework for vocational education. Journal of Materials Processing Technology,
139(1-3 SPEC), 604–612. https://doi.org/10.1016/S0924-0136(03)00501-6
Li, Q. (2021). Analysis and practice on the training of key ability of students majoring in electronic
information in higher vocational education. Procedia Computer Science, 183, 791–793.
https://doi.org/10.1016/j.procs.2021.02.130
Merriam-Webster Dictionary. (2023). Online. www.merriam-webster.com, diakses 29 Januari 2023
Munastiwi, E. (2015). The Management Model of Vocational Education Quality Assurance Using
‘Holistic Skills Education (Holsked).’ Procedia - Social and Behavioral Sciences, 204, 218–230.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08.144
Murniati, A. R., & Usman, N. (2009). Implementasi Manajemen Strategik dalam Pemberdayaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Cipta Pustaka Media Perintis.
Pavlova, margarita. (2009). Technology and Vocational Education for Sustainable Development. In
Technology and Vocational Education for Sustainable Development. Springer Netherlands.
https://doi.org/10.1007/978-1-4020-5279-8
Schippers, U., & Patriana, J. M. (1993). Pendidikan Kejuruan Indonesia. PT. Angkasa.
Snedden, D. (1914). FUNDAMENTAL DISTINCTIONS BETWEEN LIBERAL AND VOCATIONAL
EDUCATION. In Source: The Journal of Education (Vol. 79, Issue 11).
Terentyeva, I. V., Kirillova, O., Kirillova, T., Pugacheva, N., Lunev, A., Chemerilova, I., & Luchinina, A.
(2018). Arrangement of cooperation between labour market and regional vocational education
system. International Journal of Educational Management, 32(6), 1041–1055.
https://doi.org/10.1108/IJEM-10-2017-0296

Anda mungkin juga menyukai