Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

KATA
PENGAN
TAR
Puji dan Syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia-
Nya kami diberikan kemudahan sehingga dapat menyusun buku Basis Data Spasial
Kehutanan Provinsi Papua Barat Tahun 2015.

Terima kasih dan apreasiasi yang tinggi kepada seluruh staf Balai Pemantapan Kawasan
Hutan wilayah XVII Manokwari yang terlibat dalam mendukung pengembangan serta
pemutakhiran basis data spasial kehutanan Provinsi Papua Barat yang berujung pada
tersusunnya buku ini.

Kami sadar dalam perkembangannya sampai dengan Tahun 2015, masih banyak kendala
dan kekurangan dari kami sebagai institusi penyedia data dan informasi spasial kehutanan
di Provinsi Papua Barat baik dari segi pengelolaan basis data spasial kehutanan maupun
dari segi pelayanan. Oleh karena itu, masukan dan saran dari semua pihak demi
penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.

Akhirnya, besar harapan kami semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Manokwari, November 2015


Kepala BPKH Wilayah XVII

Ir. Arnold Manting


NIP. 19650430 199203 1 002

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISIDAFTAR TABEL.........................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................vi

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Ruang Lingkup

PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN BASIS DATA SPASIAL

A. Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
5. Undang-Undang No. 04 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial
B. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 Tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik
C. Peraturan Presiden
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Jaringan
Informasi Geospasial Nasional
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi
Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveD...............................Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.59/Menhut-II/2008 Tentang Penunjukan
Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat ii


2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.02/Menhut-II/2010 Tentang Sistem
Informasi Kehutanan
3. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor: P.7/Menhut-II/2011
Tentang Pelayanan Informasi Publik di lingkungan Kementerian Kehutanan.
4. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.781/Menhut-II/
2012 Tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Tahun 2011
5. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.511/Menhut-V/
2011 Tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai
6. Peraturan Menteri Kehutanan P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kehutanan.
7. Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan
Nomor: SK.187/II-Kum/2013 tentang Tim Pengelola Jaringan Data Spasial
Kehutanan
E. Tugas Pokok Jaringan Data Spasial

INFORMASI SPASIAL KEHUTANAN PROVINSI PAPUA BARAT


A. Kawasan Hutan
B. Kawasan Hutan per Kabupaten
C. Pemanfaatan Hutan
D. Penggunaan Kawasan Hutan / Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
E. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
F. Penutupan Lahan
G. Indikasi Penundaan Pemberian Izin BaruH.....Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan
.........................................................................................................................................25
I. Kesatuan Pengelolaan Hutan...........................................................................................26
PENUTUP

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat iii


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Kawasan pada masing-masing Fungsi Hutan.............................................15


Tabel 2. Luas Kawasan pada masing-masing fungsi hutan dan non hutan pada
Kabupaten di Provinsi Papua Barat.....................................................................17
Tabel 3. Daftar Pemegang Izin IUPHHK-HA di Provinsi Papua Barat............................18
Tabel 4. Daftar Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Provinsi Papua
Barat.....................................................................................................................20
Tabel 5. Daftar Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Perkebunan................21
Tabel 6. Daftar Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Pemukiman................22
Tabel 7. Penutupan lahan Provinsi Papua Barat tahun 2014.............................................23
Tabel 8. Luas Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (Revisi VIII) di Provinsi
Papua Barat..........................................................................................................24
Tabel 9. Status Penetapan Kawasan Hutan........................................................................25
Tabel 10. Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua Barat........................................26

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat iv


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Persentase Perbandingan Luas Kawasan Hutan dan Non Kawasan...................15

Gambar 2. Persentase Perbandingan Luas Fungsi Hutan.....................................................15

Gambar 3. Persentase Luas Kawasan Hutan pada Kabupaten di Provinsi Papua Barat......16

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat v


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Papua Barat
Lampiran 2A. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2B. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Sorong
Lampiran 2C. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kota Sorong
Lampiran 2D. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Sorong Selatan
Lampiran 2E. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Tambrauw
Lampiran 2F. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Maybrat
Lampiran 2G. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Manokwari
Lampiran 2H. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Manokwari
Selatan
Lampiran 2I. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Pegunungan Arfak
Lampiran 2J. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Teluk Bintuni
Lampiran 2K. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Fakfak
Lampiran 2L. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Kaimana
Lampiran 2M. Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Kabupaten Teluk Wondama
Lampiran 3. Peta Sebaran Lokasi Pemanfaatan Kawasan Hutan
Lampiran 4. Peta Sebaran Lokasi Penggunaan Kawasan Hutan
Lampiran 5. Peta Sebaran Lokasi Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan
Lampiran 6. Peta Penutupan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2014
Lampiran 7. Peta Indikasi Penundaan Pemberian Izin Baru (Revisi VIII)
Lampiran 8. Peta Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan
Lampiran 9. Peta KPH

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat vi


PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Papua barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan sumberdaya hutan.
Pada tahun 2014 telah dilakukan review tata ruang wilayah Provinsi Papua Barat yang
berujung dengan ditetapkannya keputusan Menteri Kehutanan tentang Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Papua Barat (SK.783/Menhut-II/2014). Keputusan ini
mengakomodir perubahan-perubahan pada kawasan hutan yang sebelumnya dilakukan
secara parsial. Selain itu, kebutuhan penggunaan kawasan hutan untuk pengembangan
wilayah juga telah diakomodir dalam keputusan tersebut. Berdasarkan analisis yang
dilakukan, lebih dari 90% daratan Provinsi Papua Barat ditunjuk sebagai kawasan hutan
dalam SK.783 di atas dan hanya sekitar 8% yang bukan merupakan kawasan hutan.
Besarnya persentase kawasan hutan yang dimiliki Provinsi Papua Barat berimplikasi pada
tanggung jawab untuk menyelenggarakan tata kelola hutan yang lestari sehingga luasnya
kawasan hutan di atas kertas juga diiringi dengan keberadaan tegakan hutan yang lestari.

Balai Pemantapan Kawasan Hutan wilayah XVII memegang peran kunci dalam hal
prakondisi pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Papua Barat guna mendukung
pembangunan nasional dan mencapai pengelolaan hutan lestari. Untuk mencapai kedua hal
tersebut, pemantapan kawasan hutan merupakan prasyarat utama yang harus diwujudkan.
Salah satu unsur penting dalam mewujudkan kawasan hutan yang mantap adalah
tersedianya data dan informasi mengenai kawasan hutan dan sumberdaya hutan yang ada
di wilayah Provinsi Papua Barat. Keberadaan data, khususnya terkait dengan data
spasial/keruangan tematik kehutanan yang berkualitas, merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi.

Permasalahan yang ada di lingkup pengelolaan data dan informasi kehutanan adalah
ketidak-selarasan data numerik dengan data spasial. Banyak faktor yang menyebabkan
munculnya masalah tersebut, salah satunya adalah kurangnya kualitas data dan informasi
spasial yang dimiliki. Di lain pihak, kebutuhan akan ketersediaan data dan informasi yang
handal dan berkualitas serta transparansi data dan informasi dalam pengelolaan hutan
sudah tidak dapat ditunda lagi, seiring dengan amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 1


Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain bermanfaat dalam mendukung kegiatan
keplanologian, ketersediaan data dan informasi spasial kehutanan yang valid juga
bermanfaat untuk kepentingan pengelolaan hutan secara umum.

Dalam konsep pengelolaan data spasial, Kementerian Kehutanan telah menetapkan


walidata sebagai penanggungjawab data spasial tematik tertentu. Data tersebut kemudian
dikelola dalam format geodatabase berbasis jaringan, sehingga dimungkinkan
pengelolaannya dapat dilakukan langsung oleh walidata secara real time dan online. Pada
tanggal 29 Juli 2010 telah dilaksanakan Peluncuran WebGIS Kementerian Kehutanan oleh
Menteri Kehutanan. WebGIS Kementerian Kehutanan merupakan Situs Informasi
Geografi/Data Spasial Kehutanan yang dapat diakses oleh publik dengan alamat situs:
http://webgis.dephut.go.id/ dimana datanya didukung dari basis data spasial kehutanan.

Namun, meskipun WebGIS seyogyanya dapat diakses oleh publik di Provinsi Papua Barat,
tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa daerah masih terhambat oleh keterbatasan
infrastruktur jaringan internet sehingga WebGIS tersebut tidak berfungsi dengan optimal
untuk mendukung pengambilan keputusan untuk pembangunan daerah. Alasan tersebutlah
yang mendorong tersusunnya buku Basis Data Spasial Provinsi Papua Barat ini sehingga
diharapkan pengguna yang dapat memanfaatkan basis data spasial kehutanan menjadi
semakin luas.

2. Maksud dan Tujuan


Penyusunan buku basis data spasial kehutanan Provinsi Papua Barat ini dimaksudkan
untuk memberikan informasi tentang Data Spasial di lingkup Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Adapun tujuannya adalah untuk
mempublikasikan informasi basis data spasial kehutanan dalam bentuk buku agar cakupan
pengguna basis data spasial kehutanan menjadi semakin banyak.

3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan buku Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 ini mencakup:
a. Peraturan perundangan terkait pengelolaan basis data spasial di Kementerian
Kehutanan;
b. Informasi tentang kawasan hutan, pemanfaatan kawasan hutan, penggunaan kawasan
hutan (ijin pinjam pakai kawasan hutan), perubahan peruntukan kawasan hutan untuk
kebun dan transmigrasi, penutupan lahan, indikasi penundaan pemberian izin baru di

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 2


Provinsi Papua Barat, perkembangan penetapan kawasan hutan, dan KPH.

PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN


BASIS DATA SPASIAL

Pelaksanaan tugas pengelolaan basis data spasial kehutanan dilaksanakan berdasarkan


amanat peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan Menteri.
A. Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
Pada Pasal 1 yang dimaksud dengan sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur
hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang
bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem. Sementara itu di Ayat (2) disebutkan bahwa konservasi sumber daya alam
hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan


Dalam Pasal 10 Ayat (1) disebutkan bahwa pengurusan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a. bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Pada Ayat (2)
disebutkan bahwa Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi
kegiatan penyelenggaraan Perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan
pengawasan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan
arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan (Pasal 11
Ayat (1)).

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 3


Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat,
partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah (Pasal 11
Ayat (2)). Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2)
Huruf a. meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan
kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana
kehutanan (Pasal 12).

Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan


informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya
secara lengkap (Pasal 13 Ayat (1)). Hasil inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) antara lain dipergunakan sebagai dasar
pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber daya hutan, penyusunan
rencana kehutanan, dan system informasi kehutanan (Pasal 13 Ayat (4)).

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 1). Penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang
wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang
wilayah kabupaten / kota (Pasal 5 Ayat (3)).

4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik


Berdasarkan undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik pada Pasal 7 disebutkan bahwa :
a. Badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan
informasi publik yang berada dibawah kewenangannya kepada pemohon

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 4


informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
b. Badan publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar,
dan tidak menyesatkan.
c. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), badan
publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan
dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien
sehingga dapat diakses dengan mudah.
d. Badan publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap
kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik.
e. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) antara lain memuat
pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan
keamanan negara.
f. Dalam rangka memenuhi kewajiban Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) badan
publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non
elektronik.

5. Undang-Undang No. 04 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial


Berdasarkan undang-undang Nomor 04 Tahun 2011 tentang informasi geospasial
pada penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) dilakukan melalui kegiatan:
pengumpulan Data Geospasial (DG); pengolahan DG dan IG; penyimpanan
dan pengamanan DG dan IG; penyebarluasan DG dan IG; dan penggunaan IG.

Pada Pasal 41 disebutkan bahwa penyebarluasan DG dan IG sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 huruf d merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan
pertukaran DG dan IG yang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik
dan media cetak. Data geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau
ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di
bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. Informasi geospasial adalah data
geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan ruang kebumian. Informasi Geospasial Dasar yang selanjutnya
disingkat IGD adalah IG yang berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung
atau diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang tidak berubah dalam
waktu yang relatif lama. Informasi Geospasial Tematik yang selanjutnya disingkat

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 5


IGT adalah IG yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat
mengacu pada IGD.

B. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya
disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan DAS adalah
upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian
dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam
bagi manusia secara berkelanjutan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 Tentang


Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Yang dimaksud dengan Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung system
penyangga kehidupan tetap terjaga. Reklamasi hutan adalah usaha untuk
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah
usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan
penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan


Pada Pasal 3 Ayat (1) disebutkan bahwa Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan:
inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan,
pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Ayat (1) diatas didukung peta
kehutanan dan atau data numerik. Pada Pasal 5 Ayat (1) disebutkan bahwa
inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Ayat (1) huruf a.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 6


dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang
sumberdaya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap.
Selanjutnya pada Pasal 14 Ayat (1) disebutkan bahwa hasil inventarisasi hutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dikelola dalam suatu system informasi
kehutanan.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 Tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik
Pada Pasal 1 dijelaskan bahwa informasi public adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan public yang berkaitan
dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan public lainnya sesuai dengan undang-undang tentang
keterbukaan informasi public serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik.

Pada Pasal 5 dijelaskan bahwa Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi,


selanjutnya disingkat PPID, adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di
badan publik.

C. Peraturan Presiden
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Jaringan
Informasi Geospasial Nasional
Pada Pasal 1 disebutkan bahwa Jaringan Informasi Geospasial Nasional yang
selanjutnya disebut Jaringan IGN adalah suatu system penyelenggaraan pengelolaan
IG secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta
berdayaguna. Pada Pasal 3; Jaringan IGN berfungsi sebagai sarana berbagi pakai
Informasi Geospasial (IG) dan penyebarluasan Informasi Geospasial (IG). Jaringan
IGN terdiri atas Jaringan IG pusat dan Jaringan IG daerah (Pasal 4).

Jaringan IG pusat sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 di atas meliputi lembaga


tinggi negara, instansi pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Adapun jaringan IG daerah adalah meliputi Pemerintah
Daerah. Jaringan IG pusat dan jaringan IG daerah tersebut bertugas sebagai simpul
jaringan. Seluruh simpul jaringan diintegrasikan oleh penghubung simpul jaringan.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 7


Simpul jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 bertugas menyelenggarakan
IG berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Untuk melaksanakan tugas Simpul Jaringan, pimpinan simpul
jaringan menetapkan:
a. Unit kerja yang melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan DG dan IG; dan
b. Unit kerja yang melaksanakan penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan
DG dan IG.

Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas meliputi data hasil


pengumpulan dan pengolahan DG dan IG. Adapun Penyimpanan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b meliputi IG yang telah siap untuk disebarluaskan. Selain
melaksanakan penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan DG dan IG, unit
kerja sebagaimana disebutkan di atas, simpul jaringan juga bertugas (1) melakukan
penyebarluasan IG yang diselenggarakan melalui Jaringan IGN sesuai dengan
prosedur operasional standar dan pedoman teknis penyebarluasan IG; (2)
membangun, memelihara, dan menjamin keberlangsungan system akses IG yang
diselenggarakan; dan (3) melakukan koordinasi dengan unit kerja dalam
penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan IG beserta metadatanya.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi


Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang selanjutnya disingkat
SNPEM adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan
pengelolaan ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan
berdasarkan sumberdaya yang tersedia sebagai bagian integral dari system
Perencanaan pembangunan nasional.

D. Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.59/Menhut-II/2008 Tentang Penunjukan
Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan.
Sesuai dengan Pasal 2, Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan diketuai
Kepala Badan Planologi Kehutanan. Unit Kliring Data Spasial Departemen
Kehutanan mempunyai tugas:
a. Menyelenggarakan pengumpulan, pemeliharaan dan pemutakhiran data spasial

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 8


dan mengintegrasikan hasilnya, serta mengintegrasikan hasil pelaksanaan kegiatan
pembangunan metadata dari setiap pengelola data spasial di lingkungan
Departemen Kehutanan;
b. Menyusun tata kerja pengelolaan Unit Kliring Data Spasial Departemen
Kehutanan;
c. Melaksanakan penyiapan bahan penyusunan kebijakan teknis di
bidang kliring data spasial
bidang kehutanan di lingkungan Departemen Kehutanan;
d. Melaksanakan pemantauan standar-standar yang telah diberlakukan Departemen
Kehutanan dan Standar Nasional Indonesia tentang data spasial di lingkungan
Departemen Kehutanan, serta kebutuhan masyarakat pengguna data spasial
bidang kehutanan;
e. Melaksanakan pertukaran dan penyebarluasan data spasial dan metadata antar
instansi kepada masyarakat.

Unit kerja setingkat Eselon I di lingkungan Departemen Kehutanan bertugas:


a. Melakukan pengelolaan data spasial dan metadata di bidangnya masing-masing;
b. Menyampaikan data spasial dan metadata di bidangnya masing-masing kepada
Unit
Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan untuk penyebarluasannya melalui
Jaringan Data Spasial Nasional.

2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.02/Menhut-II/2010 Tentang Sistem


Informasi Kehutanan
Dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa basis data adalah koleksi dari sekumpulan data yang
berhubungan atau terkait satu sama lain, disimpan dan dikontrol bersama dengan
suatu skema atau aturan yang spesifik sesuai dengan struktur yang dibuat.

Sistem informasi kehutanan adalah kegiatan pengelolaan data kehutanan yang


meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian serta tata caranya secara
digital.

Teknologi informasi adalah suatu Teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,


menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan/atau menyebarkan
informasi.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 9


Aplikasi khusus adalah perangkat lunak (program komputer) yang dikembangkan
untuk kepentingan internal dan disesuaikan dengan system yang telah ada. Adapun
maksud penetapan system informasi kehutanan sesuai Pasal 2 Ayat (1) adalah
sebagai acuan dalam penyelenggaraan system informasi kehutanan di tingkat
nasional serta sebagai norma, standar, prosedur dan kriteria dalam penyelenggaraan
system informasi kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Pada Pasal 2 Ayat (1) tujuan penetapan system informasi kehutanan adalah
terlaksananya penyelenggaraan system informasi kehutanan secara terkoordinasi dan
terintegrasi sebagai pendukung dalam proses pengambilan keputusan serta
peningkatan pelayanan bagi public dan dunia usaha di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota serta unit pengelolaan/kesatuan pengelolaan hutan.

Berdasarkan Pasal 3, ruang lingkup system informasi kehutanan meliputi:


a. Jenis data kehutanan, prosedur pengelolaan data kehutanan serta informasi
kehutanan;
b. Dukungan sumberdaya manusia dan teknologi informasi;
c. Penyelenggaraan Sistem Informasi Kehutanan pada tingkat Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Unit Pengelolaan/Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Pasal 12 Ayat (2) pengelolaan data dilakukan secara terintegrasi dan mencakup:
pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan/pemeliharan, pemutakhiran dan
penyajian.

3. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor: P.7/Menhut-II/2011


Tentang Pelayanan Informasi Publik di lingkungan Kementerian Kehutanan.
Mengacu pada Pasal 1 dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini, yang dimaksud
dengan Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda
yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya
yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun non elektronik.

Informasi public adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,


dan/atau diterima oleh suatu badan public yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan public

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 10


lainnya, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang disingkat PPID adalah pejabat
yang bertanggung jawab dibidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,
dan/atau pelayanan informasi di badan publik.

Penyedia informasi public adalah Pusat Hubungan Masyarakat dan Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kehutanan yang memberikan pelayanan informasi public di
lingkungan Kementerian Kehutanan.

Sumber informasi adalah lembaga pemerintah atau non pemerintah atau individu
yang memberikan data atau informasi kepada penyedia informasi.

Berdasarkan Pasal 2 menyatakan bahwa azas pelayanan informasi public di


lingkungan Kementerian Kehutanan adalah:
a. Setiap informasi public bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna
informasi publik, kecuali informasi yang dikecualikan;
b. Informasi public yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas dan rahasia sesuai
dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada
pengujian tentang konsekuensi.

Pada Pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan informasi public di lingkungan Kementerian


Kehutanan adalah:
a. Mewujudkan komunikasi dua arah yang harmonis antara penyedia informasi
dengan pemohon dan pengguna informasi kehutanan;
b. Mewujudkan pengintegrasian antara penyedia informasi kehutanan dengan PPID
lingkup Kementerian Kehutanan dalam pelayanan informasi kehutanan kepada
publik.

Berdasarkan Pasal 9 Informasi public yang tersedia setiap saat diantaranya meliputi:
a. Rencana dan Kebijakan Kehutanan, antara lain Rencana Pembangunan Jangka
Panjang, Rencana Kerja Tingkat Nasional, Rencana Strategis dan Rencana makro
bidang kehutanan;
b. Kawasan hutan dan Konservasi perairan antara lain informasi luas dan
penyebaran, status pengukuhan kawasan, perubahan peruntukan, perubahan fungsi
dan pinjam pakai kawasan hutan;
c. Penutupan hutan, perubahan penutupan hutan, kondisi social ekonomi masyarakat

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 11


sekitar hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan;
d. Daftar nama dan sebaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK),
Hutan Alam (HA) / Hutan Tanaman (HT) / Restorasi Ekosistem (RE), Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD),
Hutan Tanaman Hasil Reboisasi (HTHR), Jatah Penebangan Tahunan dan Izin
Usaha Wisata Alam;
e. Penggunaan kawasan hutan antara lain untuk pertambangan dan pembangunan
infrastruktur;
f. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi (KPHK) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL);
g. Produksi dan peredaran hasil hutan kayu dan bukan kayu;
h. Tata cara permohonan perijinan usaha bidang kehutanan;
i. Kawasan hutan produksi yang belum dibebani hak yang dicadangkan untuk izin
usaha pemanfaatan;
j. Data pelepasan kawasan hutan masing-masing provinsi;
k. Gangguan terhadap kawasan hutan;
l. Rehabilitasi hutan dan lahan;
m. Daerah Aliran Sungai (DAS);
n. Perbenihan tanaman hutan;
o. Rencana dan hasil penelitian;
p. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK);
q. Rencana dan hasil pendidikan dan latihan;
r. Kawasan konservasi, keanekaragaman hayati, wisata alam dan jasa lingkungan
peredaran dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar;
s. Pengadaan barang dan jasa;
t. Produk hukum bidang kehutanan;
u. Kerjasama bidang kehutanan;
v. Komitmen internasional;
w. Sertifikasi pengelolaan hutan lestari; dan
x. Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 12


4. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.781/Menhut-II/2012
Tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Tahun 2011
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Kegiatan rehabilitasi dilakukan di semua hutan
dan lahan kritis. Dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada
huruf a, perlu disusun Perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan. Dalam penyusunan
perencanan rehabilitasi hutan dan lahan perlu ditetapkan peta dan data hutan dan
lahan kritis.

5. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.511/Menhut-V/2011


Tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 lampiran AA, Pembagian
urusan Pemerintah Bidang Kehutanan pada Angka 41 Sub Bidang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Pemerintah berwenang melaksanakan penyusunan rencana
pengelolaan Daerah Aliran Sungai terpadu. Kemudian berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 85 Tahun 2007, Departemen Kehutanan merupakan salah satu
simpul Jaringan Data Spasial Nasional. Maka dari itu diperlukan adanya peta yang
memuat nama, batas dan kode Daerah Aliran Sungai.

6. Peraturan Menteri Kehutanan P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata


Kerja Kementerian Kehutanan.
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di
lingkungan Kementerian Kehutanan (Pasal 6).

Biro Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kerja sama dalam


negeri, penyusunan rencana makro, program, anggaran, evaluasi, pelaporan, dan
pengelolaan data dan informasi di lingkungan Kementerian (Pasal 9).

Biro Hukum dan Organisasi mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan


peraturan perundang-undangan, penelaahan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan, pengelolaan dokumentasi hokum dan pemberian bantuan hukum serta
pembinaan kelembagaan dan ketatalaksanaan di lingkungan Kementerian (Pasal 47).

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan mempunyai tugas merumuskan serta


melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Perencanaan makro bidang

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 13


kehutanan dan pemantapan kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Pasal 105).

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mempunyai tugas


merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
perlindungan hutan dan Konservasi alam sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Pasal 232).

Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial
mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standardisasi
teknis di bidang pengelolaan daerah aliran sungai dan perhutanan social sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 371).

Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan mempunyai tugas merumuskan serta


melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang bina usaha kehutanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 482).
7. Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan
Nomor: SK.187/II-Kum/2013 tentang Tim Pengelola Jaringan Data Spasial
Kehutanan
Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Nomor:
SK.187/II-Kum/2013 tentang Tim Pengelola Jaringan Data Spasial Kehutanan
menunjuk pejabat/pegawai sebagai anggota Tim Pengelolaan Jaringan Data Spasial
Kehutanan, dengan susunan sesuai walidata di lingkup Kementerian Kehutanan.
Tujuan pembentukan tim pengelolaan jaringan data spasial kehutanan adalah untuk:
1. Menghasilkan data spasial kehutanan yang terintegrasi dan terkini yan disusun
oleh masing-masing walidata melalui infrastruktur jaringan data spasial (output);
2. Menyeragamkan penggunaan data dan metode pengolahan data spasial kehutanan
untuk mendukung pengambilan kebijakan dan proses perijinan di Kementerian
Kehutanan (outcome);
3. Percepatan proses perijinan dan pengambilan keputusan di lingkup Kementerian
Kehutanan (impact).

E. Tugas Pokok Jaringan Data Spasial


1. Menjamin tersusunnya basis data yang berkualitas dan dapat dimanfaatkan untuk
mendukung pembangunan hutan secara lestari;

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 14


2. Mendorong peran serta unit kerja lingkup Kementerian Kehutanan sebagai wali data;
3. Meningkatkan koordinasi antara unit kerja sebagai pengolah data spasial kehutanan
baik pusat maupun daerah;
4. Menjamin kemudahan dan akses data spasial digital kehutanan; dan
5. Berperan dalam operasional pengelolaan unit kliring data spasial Kementerian
Kehutanan.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 15


INFORMASI SPASIAL KEHUTANAN
PROVINSI PAPUA BARAT

A. Kawasan Hutan (Lampiran 1)


Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/
2011, Amar Putusan halaman 160). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.783/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Papua
Barat, luas kawasan hutan dan kawasan
APL Perairan non KH
konservasi perairan di Provinsi Papua 8% 2%

Barat adalah ± 9.713.137 Ha. Sementara


itu, luas APL dan perairan yang ada di
Provinsi Papua Barat masing-masing
adalah sebesar ± 842.881 Ha dan ± Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan
162.239 Ha (berdasarkan perhitungan 91%

analisis GIS). Adapun luas masing-


Gambar 1. Persentase Perbandingan Luas
masing fungsi kawasan hutan tersaji pada Kawasan Hutan dan Non Kawasan
tabel 1.

Tabel 1. Luas Kawasan pada masing-


masing Fungsi Hutan
Fungsi Hutan Luas ( ± Ha)
KSA/KPA 1.711.908
KSAL/KPAL 928.350
HL 1.631.589
HPT 1.778.480
HP 2.188.160
HPK 1.474.650
Total Kawasan Hutan 9.713.137 HPK KSA
15% 18%
KSAL
10%

HP
23%

HPT HL
18% 17%

Gambar 2. Persentase Perbandingan Luas Fungsi


Hutan
Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 16
B. Kawasan Hutan per Kabupaten (Lampiran 2)
Data numerik kawasan hutan per kabupaten yang disajikan dalam tabel berikut diperoleh
dari analisis GIS terhadap peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Papua
Barat dengan data batas administrasi kabupaten yang terdapat dalam Peta Rupa Bumi
Indonesia. Pada gambar 3 terlihat bahwa kabupaten yang memiliki porsi kawasan hutan
paling luas adalah Kabupaten Teluk Wondama dengan 98% wilayahnya merupakan
kawasan hutan dan konservasi perairan, kemudian diikuti oleh Kabupaten Raja Ampat dan
Kabupaten Tambrauw dengan 97% wilayahnya berupa kawasan hutan dan konservasi
perairan. Sedangkan kabupaten yang paling sedikit memiliki kawasan hutan adalah Kota
Sorong (77%) dan Kabupaten Manokwari (78%).

Gambar 3. Persentase Luas Kawasan Hutan


pada Kabupaten di Provinsi Papua Barat
97 % 97 % 98 %
100 % 90 % 91 % 87 % 84 % 91 % 89 %
83 % 82 %
77 % 76 %
80 %

60 %

40 %

20 %

0%
k

k
at

el
a

el

ni
ng

ng
w
ar

pa
fa
a

an

m
au

tu
r-S
-S

br
kf

ro

ro
w

Ar

da
Am
m

in
an

ay
Fa

br
ok

So

So
So
g.

on
i

kB
M

M
Ka

m
an

Pe

ja

ta
kW
Ta

lu
M

Ra

Ko
Te

lu
Te

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 17


Tabel 2. Luas Kawasan pada masing-masing fungsi hutan dan non hutan pada Kabupaten di Provinsi Papua Barat
Kawasan Hutan Bukan Kawasan Hutan
Kabupaten
KSA/KPA KSAL HL HPT HP HPK APL Perairan
Kabupaten Fakfak 39,129 16,093 43,876 224,472 442,917 136,858 95,393 1,417
Kabupaten Kaimana 131,446 - 339,810 568,310 336,586 123,897 91,834 56,847
Kabupaten Manokwari 96,364 - 62,391 34,859 9,238 19,221 65,482 1,827
Kabupaten Manokwari Selatan 44,446 8,078 66,631 50,956 21,040 8,357 29,255 103
Kabupaten Maybrat 21,630 - 110,585 37,634 232,335 51,361 85,034 3,125
Kabupaten Pegunungan Arfak 78,481 - 158,414 37,493 4,221 - 24,537 4,415
Kabupaten Raja Ampat 404,768 188,222 149,928 7,021 18,019 143,146 24,012 602
Kabupaten Sorong 7,270 - 34,693 86,805 175,877 290,932 109,821 13,377
Kabupaten Sorong Selatan 12,071 - 159,575 17,495 123,759 198,977 92,768 21,100
Kabupaten Tambrauw 607,572 - 316,802 143,608 4,832 92,877 33,254 1,018
Kabupaten Teluk Bintuni 198,048 - 127,487 486,251 747,492 233,261 157,397 58,155
Kabupaten Teluk Wondama 69,601 715,957 54,451 78,313 68,915 150,478 21,189 153
Kota Sorong 1,081 - 6,947 5,261 2,928 25,285 12,905 99
Total 1,711,908 928,350 1,631,589 1,778,480 2,188,160 1,474,650 842,881 162,239

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 18


C. Pemanfaatan Hutan (Lampiran 3)
Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh
manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak
mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan
kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (PP Nomor 6 Tahun 2007
Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan).

Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil
hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya
(P.50/Menhut-II/2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi
Ekosistem, Atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi).

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang
sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin untuk memanfaatkan hutan
produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan,
pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) adalah suatu
kegiatan usaha di dalam kawasan hutan produksi, baik tanaman murni atau campuran untuk
menghasilkan produk utama berupa kayu, yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan,
pengolahan dan pemasaran.

Data pemanfaatan hutan yang disajikan dalam tabel 3 berikut berasal dari data pemanfaatan
kawasan hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.

Tabel 3. Daftar Pemegang Izin IUPHHK-HA di Provinsi Papua Barat


No Nama Perusahaan SK IUPHHK Tanggal SK Luas SK Kabupaten

IUPHHK-HA
SK.333/Menhut-
1 PT. Arfak Indra 15 Juni 2009 177.900 Fakfak
II/2009
PT. Manokwari Mandiri SK.366/Menhut-
2 7 Juli 2011 90.980 Teluk Bintuni
Lestari II/2011
PT. Bintuni Utama SK.213/Menhut-
3 28 Mei 2007 137.000 Teluk Bintuni
Murni Wood Industries II/2007

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 19


No Nama Perusahaan SK IUPHHK Tanggal SK Luas SK Kabupaten

PT. Yotefa Sarana SK.570/Menhut-


4 3 Oktober 2011 123.565 Teluk Bintuni
Timber II/2011
PT. Teluk Bintuni Mina SK.509/Menhut- 13 September
5 237.750 Teluk Bintuni
Agro Karya II/2012 2012
SK.477/Menhut- 31 Desember
6 PT. Wukirasari 116.320 Teluk Bintuni
II/2008 2008
PT. Papua Satya SK.647/Menhut- 15 Oktober
7 195.420 Teluk Bintuni
Kencana II/2009 2009
SK.895/Menhut- 29 September
8 PT. Hanurata Unit III 234.470 Kaimana
II/2014 2014
SK.04/Kpts-II/
9 PT. Irmasulindo 11 Januari 2001 174.540 Kaimana
2001
SK.652/Menhut- 15 Oktober
10 PT. Kaltim Hutama 161.670 Kaimana
II/2009 2009
PT. Wanakayu SK.547/Kpts-II/ 27 Agustus
11 84.000 Kaimana
Hasilindo 1997 1997
PT. Asco Prima SK.82/Menhut-
12 5 Maret 2009 171.270 Kaimana
Nusantara II/2009
PT. Kurniatama SK.648/Menhut- 15 Oktober
13 115.800 Teluk Wondama
Sejahtera II/2009 2009
SK.33/Menhut-
14 PT. Wijaya Sentosa 15 Januari 2013 130.755 Teluk Wondama
II/2013
PT. Multi Wahana SK.159/Menhut-
15 31 Maret 2011 107.740 Tambrauw
Wijaya II/2011
PT. Mitra SK.714/Menhut- 19 Oktober
16 83.950 Maybrat
Pembangunan Global II/2009 2009
PT. Mancaraya Agro SK.55/Menhut-
17 14 Maret 2006 97.820 Sorong
Mandiri II/2006
PT. Megapura SK.397/Menhut-
18 17 Juli 2006 55.100 Manokwari
Mamberamo Bangun II/2006
IUPHHK HT
PT. Kesatuan Mas SK.818/Menhut- Fakfak dan Teluk
19
Abadi II/2014 99.890 Bintuni

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 20


D. Penggunaan Kawasan Hutan / Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Lampiran 4)
Izin pinjam pakai kawasan hutan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi
dan peruntukan kawasan hutan (P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan). Sampai tahun 2015, terdapat 4 (empat) izin pinjam pakai kawasan hutan di
Provinsi Papua Barat, yang seluruhnya dipegang oleh Petrochina International (Bermuda) Ltd.

Tabel 4. Daftar Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Provinsi Papua Barat
Pemegang Luas
No. Nomor SK Tanggal SK Lokasi Keperluan
Izin (Ha)
Petrochina
Eksploitasi
International
1 SK.171/Menhut-II/2009 14 April 2009 3,31 Kab. Sorong Migas
(Bermuda)
Ltd.
Petrochina
Eksploitasi
International
2 SK.365/Menhut-II/2009 23 Juni 2009 17,1325 Kab. Sorong Migas
(Bermuda)
Ltd.
Petrochina
International Eksploitasi
3 SK.71/Menhut-II/2011 2 Maret 2011 58,285 Kab. Sorong
(Bermuda) Migas
Ltd.
Petrochina
International Eksploitasi
4 SK.628/Menhut-II/2011 2 November 2013 16,76 Kab. Sorong
(Bermuda) Migas
Ltd.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 21


E. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan (Lampiran 5)
Perubahan peruntukan kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan
kawasan hutan. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh
fungsi hutan dalam
satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan yang lain (PP No.10 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan).

Sampai dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kehutanan tentang Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Papua Barat (SK.783/Menhut-II/2014), terdapat beberapa areal
perubahan peruntukan kawasan hutan (Tabel 5), baik yang dilakukan secara parsial maupun
yang diakomodir dalam Review Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat, yang seluruhnya
telah diakomodir dalam SK.783 tersebut di atas. Sampai dengan tahun 2015, belum ada
usulan perubahan peruntukan kawasan hutan baru yang ditetapkan oleh Menteri. Tabel 5 dan
tabel 6 berikut menyajikan data perubahan peruntukan kawasan hutan di Provinsi Papua Barat
hingga tahun 2014, yang terbagi menjadi perubahan peruntukan kawasan hutan untuk
pengembangan perkebunan dan pemukiman transmigrasi.

Tabel 5. Daftar Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Perkebunan


No Pemegang Izin SK Pelepasan Tanggal SK Luas
1 PT. Perkebunan Nusantara II 638/Kpts-II/92 23 Juni 1992 17.814,56
2 PT. Nusa Irian Jaya Indah 371/KPTS-II/93 20 Juli 1993 467,00
3 PT. Adi Jaya Mulya 200/Kpts-II/1993 27 Februari 1993 10.303,90
4 PT. Varita Majutama 112/KPTS-II/96 26 Maret 1996 19.165,00
5 PT. LNG Tangguh 287/Menhut-II/2004 05 Agustus 2004 3.380,10
6 PT. Henrison Inti Persada 409/Menhut-II/2006 27 Juli 2006 32.546,30
7 PT. Aneka Bumi Papua 15/MENHUT-II/2009 16 Januari 2009 3.207,30
8 PT. Permata Putera Mandiri 731/Menhut-II/2011 21 Desember 2011 34.147,00
9 PT. Inti Kebun Lestari 262/Menhut-II/2012 25 Mei 2012 14.377,44
10 PT. Medcopapua Hijau Selaras 313/Menhut-II/2012 26 Juni 2012 6.791,24
11 PT. Inti Kebun Sejahtera 516/Menhut-II/2012 19 September 2012 19.655,35
12 PT. Putera Manunggal Perkasa 606/Menhut-II/2012 31 Oktober 2012 23.424,38
13 PT. Varita Maju Utama 46/Menhut-II/2013 18 Januari 2013 35.371,00
14 PT. Varia Mitra Andalan 462/Menhut-II/2013 27 Juni 2013 20.325,20
15 PT. Rimbun Sawit Papua 1/Menhut-II/2014 2 Januari 2014 10.102,00
16 PT. Bintuni Agro Prima Perkasa 873/Menhut-II/2014 29 September 2014 19.368,77
17 PT. Subur Karunia Raya 452/Menhut-II/2014 6 Mei 2014 38.770,00
18 PT. Inti Kebun Sawit 341/Menhut-II/2014 2 April 2014 13.385,00
19 PT. Pusaka Agro Makmur 84/Menhut-II/2014 22 Januari 2014 24.897,17
20 PT. Berkat Setiakawan Abadi 13/Menhut-II/2014 6 Januari 2014 8.937,39

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 22


Tabel 6. Daftar Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Pemukiman
WPP /
No Pemegang Izin SK Pelepasan Tanggal SK Luas
SKP / SP
1 Prafi IV / B SK.379/Kpts-II/1991 8 Juli 1991 245,00
2 Prafi IV / A SK.462/KPTS-II/1991 1 Agustus 1991 2.175,00
3 Aimas II IA / B SK.559/KPTS-II/93 28 September 1993 5.225,00
4 Prafi/Sidey IV / C / 1,2,3 SK.283/Kpts-II/1996 14 Juni 1996 2.540,83
5 Manimeri / Bintuni VA / L,M / 5 SK.284/Kpts-II/1996 14 Juni 1996 1.504,00
6 Aimas V IA / I / 1,2 SK.285/Kpts-II/1996 14 Juni 1996 2.788,75
7 Segun/Seget -/ - / 1 SK.286/Kpts-II/1996 14 Juni 1996 840,80
8 Werianggi SK.374/Menhut-II/2013 22 Mei 13 1.078,36

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 23


F. Penutupan Lahan (Lampiran 6)
Data penutupan lahan yang disajikan dalam buku ini diperoleh berdasarkan penafsiran citra
digital resolusi sedang tahun 2014 yang dilakukan pada tingkat ketelitian skala 1:50.000.
Penafsiran citra satelit resolusi sedang dilakukan secara visual, yaitu pembuatan batas setiap
kelas penutupan lahan dilakukan dengan cara delineasi di layar computer (on screen
digitizing) menggunakan perangkat lunak pengolah citra dan system informasi geografis
(Geographic Information System).

Tabel 7. Penutupan lahan Provinsi Papua Barat tahun 2014


No Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas (Km2) % Luas
A. Hutan
1 Hutan Lahan Kering Primer 5.101.464 51.015 53,0
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2.474.282 24.743 25,7
3 Hutan Mangrove Primer 367.519 3.675 3,8
4 Hutan Mangrove Sekunder 111.317 1.113 1,2
5 Hutan Rawa Primer 664.003 6.640 6,9
6 Hutan Rawa Sekunder 79.638 796 0,8
Jumlah 8.798.224 87.982 91,4
B. Non Hutan
1 Perkebunan 46.688 467 0,5
2 Permukiman 18.605 186 0,2
3 Pertambangan 9.239 92 0,1
4 Pertanian lahan kering 6.529 65 0,1
5 Pertanian lahan kering campur 109.319 1.093 1,1
6 Rawa 6.359 64 0,1
7 Rumput 165.605 1.656 1,7
8 Sawah 1.887 19 0,0
9 Semak Belukar 370.695 3.707 3,9
10 Tanah terbuka 14.584 146 0,2
11 Transmigrasi 10.095 101 0,1
12 Bandara 359 4 0,0
13 Belukar Rawa 65.989 660 0,7
Jumlah 825.953 8.260 8,6
JUMLAH TOTAL 9.624.177 96.242 100

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 24


G.Indikasi Penundaan Pemberian Izin Baru (Lampiran 7)
Indikasi penundaan pemberian izin baru (atau lebih dikenal dengan PIPPIB) merupakan
Keputusan Menteri Kehutanan yang ditetapkan dalam rangka menurunkan emisi dari
deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan Instruksi Presiden. Hingga tahun 2015, Peta
Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru telah mengalami beberapa revisi, dan yang terakhir
adalah Revisi VIII sesuai SK.2312/Menhut-VII/IPSDH/2015 tentang Penetapan Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain; tanggal 27 Mei 2015.
Adapun moratorium pemberian izin baru diberlakukan untuk kawasan hutan Konservasi dan
hutan lindung, areal dengan penutupan lahan yang masih berupa hutan primer, dan untuk
lahan gambut.

Tabel 8. Luas Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (Revisi VIII) di Provinsi Papua Barat
Moratorium
Moratorium Moratorium
Kabupaten Hutan Total
Gambut Kawasan
Primer
Kabupaten Fakfak 15.670 82.821 188.438 286.928
Kabupaten Kaimana 70.747 470.894 268.668 810.309
Kabupaten Manokwari 1.312 158.690 38.259 198.262
Kabupaten Manokwari Selatan 327 110.999 25.665 136.992
Kabupaten Maybrat 29 132.215 97.906 230.150
Kabupaten Pegunungan Arfak 1.567 236.895 23.885 262.347
Kabupaten Raja Ampat 2.547 548.182 82.066 632.795
Kabupaten Sorong 92.064 41.795 26.667 160.526
Kabupaten Sorong Selatan 179.402 171.376 69.345 420.123
Kabupaten Tambrauw 924.370 23.941 948.311
Kabupaten Teluk Bintuni 234.681 324.482 182.740 741.902
Kabupaten Teluk Wondama 6.389 123.651 56.357 186.397
Kota Sorong 7.988 71 8.059
Grand Total 604.734 3.334.359 1.084.007 5.023.100

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 25


H.Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan
Tata batas kawasan hutan merupakan inti dari kegiatan prakondisi pengelolaan kawasan hutan. Pelaksanaan tata batas terbagi menjadi
pemancangan batas sementara dan penataan batas definitif. Kegiatan tata batas sendiri tidaklah lepas dari peran serta berbagai pihak, termasuk
masyarakat dan stakeholder kehutanan di kabupaten/kota. Tabel 9 berikut menyajikan data perkembangan tata batas kawasan hutan di Provinsi
Papua Barat yang telah dilakukan oleh BPKH Wilayah XVII Manokwari.

Tabel 9. Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
1 TW Beriat 29/10/1991 Sorong 51,84 9.193,75 31/08/1992 Penetapan
2 CA CA. Sabudatuturuga Fakfak 26,000 Definitif
3 HP DAS Karabra-Seremuk (KPHP) Sorong 64,720 16066 Definitif
DAS Warsamson-Karabra-
4 HP Sorong 180,494 Definitif
Beraur (KPHP)
DAS Warsamson-Karabra-
5 HPT Sorong 196,303 87882 Definitif
Seremuk (KPHP)
6 HL Emangsiri - Aiwasi I 15/12/2000 Fakfak 185,511 46.656,30 - Proses Pusat
7 HL Emangsiri-Aiwasi III 10/08/2001 Kaimana 20.169,000
8 HL FakFak 30/12/1989 Fakfak 85,600 - 22/12/1991 Pengesahan
9 TWA Gunung Meja 00/12/2009 Manokwari 10,824 462,166 Penetapan
10 HL HL Lobo 14/06/1999 Kaimana 40,88 Definitif
11 HL HL Makki 14/06/1999 Kaimana 10,22 Definitif
12 HL HL Makki - Sungai Kuri 16/01/1997 Kaimana 50,85 Definitif
13 HL HL Saimuni 14/06/1999 Kaimana 40,02 Definitif
14 HL HL. Kepulauan Inusi Raja ampat 29,85 879,63 Definitif
15 HL HL. Kepulauan Kamomyel Kab. Sorong 9,54 139,34 Definitif
16 HL HL. Kepulauan Sisimkuni Kab. Sorong 10,77 168,30 Definitif
17 HL HL. Kepulauan Yari Raja ampat 11,56 419,55 Definitif
18 HL HL. Peg. Tohkiki Kab. Sorong 12,23 Definitif

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 26


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
19 HL HL. Pulau Diamai (Daramai) Kaimana 22,42 1.327,60 Definitif
20 HL HL. Pulau Faur Fakfak 9,728 538,8 Definitif
21 HL HL. Pulau Folesi Kab. Sorong 2,37 22,12 Definitif
22 HL HL. Pulau Karabaik Kab. Sorong 11,18 351,83 Definitif
23 HL HL. Pulau Kayu Merah Kaimana 33,77 1.343,30 Definitif
24 HL HL. Pulau Lugo Kab. Sorong 2,09 23,98 Definitif
25 HL HL. Pulau Pan Kab. Sorong 2,23 24,34 Definitif
26 HL HL. Pulau Pele Kab. Sorong 6,14 205,34 Definitif
27 HL HL. Pulau Salutun Kab. Sorong 7,16 197,58 Definitif
28 HL HL. Pulau Samai Fakfak 34,840 Definitif
29 HL HL. Pulau Saplap Genan Kab. Sorong 3,47 60,70 Definitif
30 HL HL. Pulau Saplap Pele Kab. Sorong 3,43 50,69 Definitif
31 HL HL. Pulau Tolesi Kab. Sorong 4,53 49,22 Definitif
32 HL HL. Pulau Tuberwasak Fakfak 10,874 328,3 Definitif
33 HL HL. Pulau Urat Fakfak 11,300 Definitif
34 HL HL. Pulau Yefbie Kab. Sorong 4,63 116,79 Definitif
35 HL HL. Pulau Yefkapal Kab. Sorong 2,27 12,99 Definitif
36 HL HL. Teluk Bintuni 30/04/1999 Teluk Bintuni 36.405,800
37 HP HP. DAS Bedidi-Bomberai Fakfak 56,900 Penetapan
38 HP HP. DAS Bomberai-Uruai Fakfak 49,727 Penetapan
39 HP HP. DAS Kamundan-Sebjar Teluk Bintuni 191,500 Definitif
HP. DAS Muturi Dua -
40 HP Tlk Bin & Mansel 152,17 Definitif
Nusawamer
41 HP HP. DAS Naramasa Teluk Wondama 47,28 Definitif
42 HP HP. DAS Wagura Teluk Bintuni 11,30 Definitif
43 HP HP. DAS Wagura - Naramasa Teluk Bintuni 132,51 Definitif
HP. DAS Wagura-Kaitero-
44 HP Teluk Bintuni 81,08 Definitif
Kasuari
45 HP HP. DAS Waromge-Sekak Sorong Selatan 44,069 Definitif

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 27


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
46 HP HP. DAS Waromge-Sekak 2 Sorong Selatan 22,706 Definitif
47 HP HP. DAS Warsamson Kab. Sorong 38,00 Definitif
48 HP HP. Sebjar-Wasian II Teluk Bintuni 126,570 Definitif
49 HP HP.DAS Sebjar II Teluk Bintuni 168,145 Penetapan
50 HPK HPK Agathis- Bariat Sorong Selatan 14,60 Definitif
51 HPT HPT DAS Batu Putih Fakfak 10,32 Sementara
52 HPT HPT DAS Fakfak Fakfak 49,95 Sementara
53 HPT HPT DAS Indam Kaimana 32,86 Sementara
54 HPT HPT DAS Tarof-Wariagar Teluk Bintuni 56,195 Definitif
55 HPT HPT. DAS Bedidi-Nasawulan Fakfak 36,177 Penetapan
56 HPT HPT. DAS Jakati Naramasa Teluk Bintuni 41,34 Definitif
57 HPT HPT. DAS Sebjar Teluk Bintuni 19,415 Definitif
58 HPT HPT. DAS Sekak Sorong Selatan 21,981 Definitif
59 HPT HPT. DAS Ugar I Fakfak 32,79 1.824,10 Definitif
60 HPT HPT. DAS Wariagar Teluk Bintuni 24,774 Definitif
61 HL HPT. DAS Warsamson Kab. Sorong 26,29 Definitif
62 HPT HPT. DAS Windesi - Wosimi Teluk Wondama 45,14 Definitif
63 HPT HPT. Pulau Aiduma Kaimana 74,19 652,73 Definitif
64 SM Jamursba Medi Manokwari Proses Daerah
65 HL Kambala-Tel. Kamau I & II 29/03/2000 Fakfak 19,488 3.955,50 02/08/2002 Pengesahan
66 HL Kepulauan Boo 24/12/2013 Raja Ampat 82,294 2.298,28 Proses Pusat
67 HL Kepulauan Dapunlollu Raja Ampat 27,95 316,37 Definitif
68 HL Kepulauan Facet Raja Ampat 12,63 128,19 Definitif
69 HL Kepulauan Kofiau Raja Ampat 65,48 620,61 Definitif
70 HL Kepulauan Lenkafal Raja Ampat 28,79 467,645 Definitif
71 HL Kepulauan Manikaipopola Raja Ampat 38,05 542,34 Definitif
72 HL Kepulauan Maniyef Raja Ampat 20,39 293,66 Definitif
73 HL Kepulauan Pef Raja Ampat 20,10 196,51 Definitif

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 28


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
74 HL Kepulauan Pele Raja Ampat 65,51 1.710.09 Definitif
75 HL Kepulauan Waafwal Raja Ampat 24,98 242,77 Definitif
76 TW Klamono 29/10/1991 Sorong 19,772 1.909,37 24/02/1993 Penetapan
77 APL Manggosa-Saengga 30/09/2003 Manokwari - 3.380,10 10/02/2004 Pengesahan
78 HL Maruni (I) 29/03/1996 Manokwari 20,157 969,84 13/07/1999 Penetapan
79 HL Maruni (II) 29/03/1996 Manokwari 11,037 1.639,40 13/07/1999 Penetapan
80 HL Masikeri I 19/08/2011 Teluk Wondama 59,990 6.512,00 Proses Pusat
81 HL Masikeri II 19/08/2011 Teluk Wondama 258,036 47.483,00 Proses Pusat
82 HL Misool Tahap II Raja Ampat 67,19 Definitif
83 HL Misool Tahap I Raja Ampat 136,55 Definitif
84 HL Momi Anggi Tahap I 28/02/1994 Manokwari 79,519 - 29/11/1996 Penetapan
85 HL Momi Anggi Tahap II 17/05/1999 Manokwari 62,278 - 25/05/2004 Penetapan
86 HL Mommi Anggi 10/12/2008 Manokwari 38.546,600
87 SM Mubrani-Kaironi 28/05/1994 Manokwari 36,229 170,527 Proses Pusat
88 HL P. Ayemi Raja Ampat 4,82 106,174 Definitif
89 CA P. Batanta Barat 02/12/1985 Sorong 82,830 16.749,08 19/08/1991 Penetapan
90 HL P. Batanta Timur Raja Ampat 59,70 Definitif
91 HL P. Bi Raja Ampat 3,73 37,13 Definitif
92 HL P. Gam 21/12/2010 Raja Ampat 160,018 16.430,450 18/04/2012 Penetapan
93 CA P. Mioswar 26/07/1993 Manokwari 59,974 7.212,43 08/03/1996 Penetapan
P. Pambesar (Phenemo -
94 HL Raja Ampat 29,10 549,28 Definitif
Keruwo)
95 TB P. Romberpon 13/07/1993 Manokwari 54,210 4.205,66 20/04/1998 Penetapan
96 HL P. Salawati Raja Ampat 30,75 3661,841 Definitif
97 CA P. Salawati Utara 24/04/2000 Sorong 32,711 4.550,70 22/08/2002 Pengesahan
98 HL P. Wagmap Raja Ampat 17,44 187,474 Definitif
99 CA P. Waigeo Barat (I) 04/10/1989 Sorong 53,090 - 28/12/1991 Penetapan
100 CA P. Waigeo Barat (II) 16/04/1990 Sorong 336,142 - 23/11/1991 Penetapan

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 29


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
101 CA P. Waigeo Barat (III) 27/03/1997 Sorong 10,230 - 12/10/1998 Penetapan
102 CA P. Waigeo Barat (IV) 04/01/1999 Sorong 19,650 95.200,00 - Penetapan
103 CA P. Waigeo Timur (I) 29/03/1997 Sorong 151,499 - 12/10/1998 Penetapan
104 CA P. Waigeo Timur (II) 30/03/1998 Sorong 137,797 - 09/08/1999 Penetapan
105 CA P. Waigeo Timur (III) 18/01/1999 Sorong 29,625 - 14/04/2000 Penetapan
106 HL P. Waliukum Raja Ampat 4,22 78,732 Definitif
107 HL P.Beo Raja Ampat 9,41 217,066 Definitif
108 CA Pantai Sausapor 30/03/1995 Sorong 25,652 62,66 07/05/1999 Penetapan
Pantai Wewe Kwoor/Tanjung
109 CA
Mar
110 HL Pantura 21/12/2010 Manokwari 35,018 6.494,690 30/04/2012 Pengesahan
111 TWAL Pasir Putih Manokwari
112 CA Peg. Arfak (I) 19/12/1987 Manokwari 50,415 - 27/06/1991 Penetapan
113 CA Peg. Arfak (Thp III) 12/06/1991 Manokwari 128,337 68325 26/06/1995 Penetapan
114 CA Peg. Arfak(Thp II) 13/02/1991 Manokwari 67,438 - 09/11/1991 Penetapan
115 HL Peg. Emangsiri-Aiwasi (Thp I) 20/11/2000 Fakfak 85,009 - 05/09/2003 Pengesahan
116 HL Peg. Emangsiri-Aiwasi (Thp II) 22/12/2000 Fakfak 108,558 77000 - Proses Pusat
117 Peg. Fakfak 08/07/1999 Fakfak 42.520,200
118 CA Peg. Fak-Fak (Thp I) 16/03/1992 Fakfak 145,954 - 24/09/1992 Penetapan
119 CA Peg. Fak-Fak (Thp II) 28/04/1995 Fakfak 76,100 - 29/12/1997 Penetapan
120 CA Peg. Fak-Fak (Thp III) 20/02/1998 Fakfak 15,630 34391,1 18/08/1999 Penetapan
121 CA Peg. Fak-Fak (Thp IV) 07/03/1990 Fakfak 60,120 - 31/08/1994 Pengesahan
122 CA Peg. Fak-Fak (Thp V) - Fakfak 202,000 - 29/11/1996 Pengesahan
123 CA Peg. Kumawa (BA Pemeriksaan) 18/05/1993 Fakfak 183,134 97.089,38 07/10/1996 Pengesahan
124 HL Peg. Masikeri 22/06/1998 Manokwari 113,555 - 05/01/2011 Pengesahan
125 CA Peg. Tamrau 10/12/1996 Sorong 240,000 - - Proses Pusat
126 CA Peg. Tamrau Selatan (Thp I) 30/07/1994 Manokwari 220,620 - 03/06/1999 Penetapan
127 CA Peg. Tamrau Selatan (Thp II) 23/09/1996 Manokwari 150,250 476000 18/02/1998 Penetapan

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 30


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
128 CA Peg. Tamrau Selatan (Thp III) 29/03/1999 Manokwari 81,318 - 05/09/2003 Penetapan
129 CA Peg. Tamrau Selatan (Thp IV) 29/12/2000 Manokwari 45,371 519.621,30 - Penetapan
130 CA Peg. Tamrau Utara (Thp I) 07/01/1987 Sorong 112,540 368.365,00 03/08/1991 Penetapan
131 CA Peg. Tamrau Utara (Thp II) 11/01/1992 Sorong 322,738 - 13/06/1996 Pengesahan
132 CA Peg. Tamrau Utara (Thp III) 31/10/1992 Sorong 96,932 - 04/01/1997 Penetapan
133 CA Peg. Wondiboy 30/06/1983 Manokwari 142,170 73.022,000 06/06/1992 Penetapan
134 HL Pegnungan Bansie 04/01/1999 Tambrauw 58,53 Definitif
135 PT. Inti Kebun Lestari Sorong 91.050,00 14.310,70 24-May-12 Definitif
136 PT. Inti Kebun Sejahtera Sorong 126,846,36 19,655,36 17-Sep-12
137 HL Pulau Batanta Barat Raja Ampat 33,87 Definitif
138 HL Pulau Birie Raja Ampat 14,25 492,18 Definitif
139 HL Pulau Dapatan Raja Ampat 15,04 Sementara
140 TWA Pulau Dua Tambraw
141 HL Pulau In Raja Ampat 6,80 Sementara
142 HL Pulau Khaiskale Raja Ampat 22,96 Sementara
143 TWAL Pulau Kofiau Raja Ampat
144 CA Pulau Kofiau
145 SM Pulau Kofiau (Torobi) Raja Ampat
146 HL Pulau Manil Raja Ampat 15,76 735,85 Definitif
147 HL Pulau Me Raja Ampat 7,48 185,87 Definitif
148 CA Pulau Misool Selatan Raja Ampat
149 HL Pulau Ombre Sorong 16,100 Definitif
150 HL Pulau Rambau Raja Ampat 18,80 1113,14 Definitif
151 HL Pulau Uray Raja Ampat 6,63 94,64 Definitif
152 SM Pulau Venu Fakfak
153 HL Pulau Yeben Raja Ampat 4,87 49,2 Definitif
154 HL Pulau Yenggelo/Yembraimu Raja Ampat 5,29 70,5 Definitif
155 HL Remu 04/03/1980 Sorong - 4.830,90 03/03/1982 Penetapan

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 31


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
156 HL S kanden – S. Kapur 15/12/1995 Manokwari - 35.931 - Proses Pusat
157 HL S. Kais - S. Sekak (Thp IV) - Sorong 38,115 - 12/10/1998 Pengesahan
158 SM Sabuda Tataruga Fakfak
159 SM Sidey - Wibain 28/01/1994 Manokwari - - - Proses Pusat
160 TWA Sorong 06/10/1981 Sorong 14,910 945,9
161 HL Tambara-Tel. Kamau II 29/03/2001 Fakfak 36,936 7.460,60 02/09/2002 Pengesahan
162 HL Tel. Arguni 14/06/1999 Fakfak 108,987 - 07/09/2009 Pengesahan
163 HL Tel. Arguni I (Thp I) 19/10/1998 Fakfak 40,743 - 25/05/2004 Pengesahan
164 HL Tel. Arguni I (Thp II) 15/09/1999 Fakfak 23,297 - 03/07/2003 Pengesahan
165 HL Tel. Arguni II (Thp I) 22/03/1999 Fakfak 8,578 - 30/09/2002 Pengesahan
166 HL Tel. Arguni II (Thp II) 15/09/1999 Fakfak 45,650 - 03/07/2003 Pengesahan
167 HL Tel. Arguni III (Thp I) 22/03/1999 Fakfak 80,563 - 30/09/2002 Pengesahan
168 HL Tel. Arguni III (Thp II) 07/02/2000 Fakfak 19,391 - 02/08/2002 Pengesahan
169 HL Tel. Arguni IV (Thp I) 22/03/1999 Fakfak 28,159 - 30/09/2002 Pengesahan
170 HL Tel. Ariguni IV-Kaimana (Thp II) 25/09/2000 Fakfak 23,966 10.312,80 16/07/2004 Penetapan
171 HL Tel. Ariguni V Manggai 28/02/2000 Fakfak 22,480 - 02/08/2002 Pengesahan
1.453.500,
172 TN Tel. Cenderawasih 30/11/2001 Manokwari - 27/08/2002 Penetapan
00
173 HL Tel. Kamrau 09/06/1998 Fakfak 185,938 - 03/06/1999 Pengesahan
174 HL Teluk Bintuni (Thp I) 19/01/1995 Manokwari 160,936 - 29/11/1996 Penetapan
175 CA Teluk Bintuni Tahap I 22/06/1998 Manokwari 77,248 - 08/05/2000 Penetapan
176 CA Teluk Bintuni Tahap II 29/01/2000 Teluk Bintuni 172,846 124.850,90 30/04/2012 Penetapan
177 HL Teluk Bintuni Tahap II 22/12/2004 Manokwari 133,964 52.862,400 27/12/2011 Penetapan
178 HL Tg. Sabra I 29/10/1997 Sorong 39,548 6.251,70 24/06/1999 Penetapan
179 HL Tg. Sabra II 29/10/1997 Sorong 133,246 21.861,80 24/06/1999 Penetapan
180 HL Tg. Selasi 06/04/1998 Fakfak 27,230 4.511,91 26/08/1999 Penetapan
181 HL Tg. Suabo (Thp I) 30/10/1995 Sorong 166,190 - 29/11/1996 Pengesahan
182 HL Tg. Tongerai 30/01/1999 Fakfak 50,443 - 03/07/2003 Pengesahan

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 32


Tanggal Panjang Tanggal
No Fungsi Hutan Nama Kelompok Hutan Kabupaten Luas TB Status
BATB TB Pengesahan
183 Hutan Penelitian Tuwanwoui 13/02/1991 Manokwari 66,921 7.656,25 05/05/1992 Penetapan
184 CA Wagura Kote ` Manokwari - 47.568,25 - Penetapan
185 HL Wetur 23/09/1996 Manokwari 52,230 14.738,41 10/02/1998 Penetapan

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 33


I. Penetapan Kawasan Hutan (Lampiran 8)
Penetapan kawasan hutan merupakan suatu bentuk final dalam bidang prakondisi pengelolaan
kawasan hutan. Hingga tahun 2014 telah dilakukan penetapan status kawasan hutan
sebagaimana tersaji dalam tabel 10 berikut.
Tabel 10. Status Penetapan Kawasan Hutan
Tanggal
Kabupaten Fungsi Nama Kelompok Hutan Sk Penetapan
Penetapan
Sorong CA 1 P. Batanta Barat 568/Kpts-II/1991 24/08/1991
2 P. Waigeo Barat SK.3689 /Menhut-VII/KUH/2014 08/05/2014
3 P. Waigeo Timur SK.3689 /Menhut-VII/KUH/2014 08/05/2014
4 Pantai Sausapor 524/Kpts-II/1999 06/07/1999
5 Peg. Tamrau Utara SK.2843/Menhut-VII/KUH/2014 16/04/2014
HL 6 Remu 188/Kpts-II/1986 09/07/1986
7 Tg. Sabra I SK.92/Menhut-II/2012 02/03/2012
8 Tg. Sabra II SK.93/Menhut-II/2012 02/03/2012
TW 9 Beriat 850/Kpts-II/1992 31/08/1992
10 Klamono 219/Kpts-II/1993 27/02/1993
Fak-Fak CA 11 Peg. Fakfak 650/Kpts-II/1999 19/08/1999
HL 12 Tel. Ariguni IV 254/Menhut-II/2004 19/07/2004
13 Tg. Selasi 672/Kpts-II/1999 27/08/1999
HP DAS Bedidi-Bomberai SK.3085/Menhut-VII/KUH/2014 23/04/2014
DAS Bomberai-Uruai SK.3085/Menhut-VII/KUH/2014 23/04/2014
HPT DAS Bedidi-Nasawulan SK.3085/Menhut-VII/KUH/2014 23/04/2014
Manokwari CA 14 P. Mioswar 84/Kpts-II/1996 11/03/1996
15 Peg. Arfak 783/Kpts-II/1992 11/08/1992
16 Peg. Tamrau Selatan SK.2813/Menhut-VII/KUH/2014 15/04/2014
17 Peg. Wondiboy 595/Kpts-II/1992 06/06/1992
18 Teluk Bintuni SK.3099/Menhut-VII/KUH/2014 25/04/2014
19 Wagura Kote SK.37/Menhut-II/2010 14/01/2010
HL 20 Maruni (I) 558/Kpts-II/1999 14/07/1999
21 Maruni (II) 557/Kpts-II/1999 14/07/1999
22 Teluk Bintuni SK.3099/Menhut-VII/KUH/2014 25/04/2014
23 Wetur 78/Kpts-II/1998 11/02/1998
TB 14 P. Romberpon 401/Kpts-II/1998 20/04/1998
TWA 24 Gunung Meja SK.91/Menhut-II/2012 03/02/2012
Hutan 25
Tuwanwoui 430/Kpts-II/1992 05/05/1992
Penelitian
TN 14 Tel. Cenderawasih 8009/Kpts-II/2002 29/08/2002
Teluk Bintuni CA 26 Teluk Bintuni SK.3099/Menhut-VII/KUH/2014 25/04/2014
HP DAS Sebjar II SK.3584/Menhut-VII/KUH/2014 2 Mei 2014
Raja Ampat HL 27 P. Gam SK.88/Menhut-II/2014 24-01-2014

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 34


J. Kesatuan Pengelolaan Hutan (Lampiran 9)
Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) merupakan suatu bentuk organisasi yang dibentuk untuk
mendorong tercapainya tujuan pengelolaan hutan, baik untuk mempertahankan hutan alam
yang tersisa maupun membangun hutan tanaman baru. Alasan utama yang mendasari
terbentuknya konsep KPH adalah tidak intensifnya pengelolaan hutan di Indonesia sehingga
marak terjadi konflik, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan dan sumberdaya
hutan. Dalam hal pengelolaan hutan, pembentukan KPH dapat saja memicu konflik
kepentingan antara KPH dengan organisasi kehutanan di daerah. Oleh karena itu, pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi KPH difokuskan pada penyelenggaraan manajemen/pengelolaan
hutan di tingkat tapak, sedangkan penyelenggaraan administrasi kehutanan tetap dijalankan
oleh Dinas Kehutanan. Adapun tugas dan fungsi KPH adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan, meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap
pemegang ijin
d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota untuk
diimplementasikan
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan
diwilayahnya.
Hingga tahun 2015, di Provinsi Papua Barat telah terbentuk 3 (tiga) kelembagaan KPH yang
terdapat di seputar Sorong Raya, dengan spesifikasi lindung (KPHL) dan produksi (KPHP),
sebagaimana tersaji dalam tabel 10 berikut.
Tabel 10. Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua Barat
No Nama KPH Nomor SK Tanggal SK Luas (Ha)
1 KPHP Model Sorong SK.701/Menhut-II/2010 20 Desember 2010 223.369
2 KPHP Model Sorong Selatan SK.771/Menhut-II/2012 26 Desember 2012 283.260
3 KPHL Model Remu SK.995/Menhut-II/2013 27 Desember 2012 12.775

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 35


PENUTUP

Besarnya persentase kawasan hutan yang dimiliki Provinsi Papua Barat berimplikasi pada
tanggung jawab untuk menyelenggarakan tata kelola hutan yang lestari sehingga luasnya
kawasan hutan di atas kertas juga diiringi dengan keberadaan tegakan hutan yang lestari.
Ketersediaan data dan informasi mengenai kawasan hutan dan sumberdaya hutan merupakan
unsur penting dalam mewujudkan kawasan hutan Provinsi Papua Barat yang mantap. Selain
bermanfaat dalam mendukung kegiatan keplanologian, ketersediaan data dan informasi
spasial kehutanan yang valid juga bermanfaat untuk kepentingan pengelolaan hutan secara
umum.
Dalam perjalanannya, penyusunan Basis Data Spasial Provinsi Papua Barat tidak terlepas dari
kendala dan hambatan, sehingga masih ada kekurangan terutama dari segi kelengkapan tema
data spasial. Hal ini tentunya harus segera dapat diatasi dan diantisipasi dalam kegiatan di
tahun-tahun mendatang. Kerjasama lintas eselon serta dukungan berbagai pihak baik dalam
bentuk data, informasi maupun pemikiran-pemikiran baru, diharapkan dapat memberikan
solusi guna mendukung pelaksanaan kegiatan di tahun-tahun mendatang.

Basis Data Spasial Kehutanan Provinsi Papua Barat 36

Anda mungkin juga menyukai