Karya Ilmiah Jul Khairil Bayu Saputra 043053126
Karya Ilmiah Jul Khairil Bayu Saputra 043053126
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
2023
ABSTRAK
Kasus narkotika di Indonesia mengalami kenaikan, di tahun 2023 sejak Januari hingga Juli
tercatat 1.125 kasus dengan 1.625 tersangka. Meningkatnya penyalahgunaan narkotika
disebabkan banyak permintaan dan tersedia pasokan narkotika, yang berimbas pada narapidana
narkotika menjadi dominan di Lapas/Rutan se-Indonesia. Per 09 November 2023 tercatat
sebanyak 772 dari total 1157 narapidana kasus narkotika di Lapas Kelas IIA Pamekasan, ini
berarti >50% dihuni narapidana dengan kasus narkotika. Oleh karenanya Kementerian Hukum
dan HAM Republik Indonesia melalui Ditjenpas bekerjasama dengan BNN menangani
narapidana narkotika dengan mencanangkan program rehabilitasi untuk pulih dari adiksi melalui
2 (dua) mekanisme rehabilitasi yakni rehabilitasi medis dan sosial, sebagaimana diatur dalam
Permenkumham Nomor 12 Tahun 2017. Lebih lanjut, peneliti menggunakan metode pendekatan
hukum empiris, yang kajiannya menganalisa implementasi hokum yang berlaku di lingkungan
masyarakat sebagai perilaku nyata yang sifatnya tak tertulis, dan dialami dalam bermasyarakat.
Sedangkan untuk analisisnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Pengambilan data di
Lapas Kelas IIA Pamekasan melalui observasi, wawancara, data informasi narapidana, asesmen
dan pengisian angket WHOQoL-Bref sebagai instrument pengukur kualitas kehidupan.
Kemudian, penelitian ini didasarkan pada bahan hukum primer antara lain Permenkumham
Nomor 12 Tahun 2017, serta bahan hukum sekunder antara lain buku dan jurnal hukum, guna
mendeskripsikan implementasi Pasal 3 Permenkumham Nomor 12 Tahun 2017 dan mengetahui
kualitas hidup narapidana dalam program rehabilitasi. Sehingga diketahui bahwa program
rehabilitasi adiksi narkotika di Lapas Kelas II A Pamekasan telah berjalan sistematis dan
terdokumentasi sesuai dengan tujuan yang tertuang pada Pasal 3 Permenkumham Nomor 12
Tahun. Sehingga berdampak positif terhadap tumbuhnya produktifitas dan kenaikan kualitas
hidup narapidana, selaras dengan tujuan pelaksanaan rehabilitasi yakni memberikan pelayanan,
jaminan perlindungan, memulihkan, menstabilkan kesehatan narapidana yang terdiri atas aspek
psikologi, sosial maupun biologis serta terhindar dari adiksi narkotika maupun psikotropika. Yang
pada akhirnya setelah keluar dari Lapas, maka siap bersosialisasi kembali ke masyarakat.
METODE
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yakni penelitian hukum yuridis empiris,
yang menurut Hartiwinigsih (2019), kajiannya menganalisa implementasi hukum yang berlaku di
lingkungan masyarakat sebagai perilaku nyata yang sifatnya tak tertulis, dan dialami dalam
bermasyarakat. Sedangkan, penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan yakni Pendekatan
sosiologi hukum dan psikologi hukum. Menurut muhaimin (2020), pendekatan sosiologi hukum
merupakan pendekatan yang menganalisis tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi
ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Sedangkan, pendekatan psikologi hukum
merupakan pendekatan dimana hukum dilihat pada kejiwaan manusia. Kejiwaan manusia tentu
menyangkut tentang kepatuhan dan kesadaran masyarakat tentang hukum. Lalu, metode
analisisnya yakni menggunakan deskriptif-kualitatif, dimana pengumpulan data diambil pada
Lapas Kelas II A Pamekasan melalui observasi (interaksi langsung), wawancara (pembinaan
komunal), data informasi narapidana (catatan petugas pengamanan, registrasi F, putusan
pengadilan dan lain-lain), asesmen dan pengisian form The World Health Organization Quality
Of Life (WHOQOL)-Bref sebagai instrument pengukur kulaitas hidup narapidana. Kemudian,
penelitian ini didasarkan pada bahan hukum primer antara lain Permenkumham Nomor 12 Tahun
2017, serta bahan hukum sekunder antara lain buku dan jurnal hukum.
Sistem Pemasyarakatan
Apabila dikaji lebih mendalam mengenai Pasal 1 ayat 1 Permenkumham Nomor 12 Tahun
2017 yang menerangkan bahwa zat berbentuk obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik
sintetis atau semi sintetis, yang menurunkan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi nyeri,
dan ketergantungan merupakan definisi dari narkotika. Tidak hanya demikian, namun dijelaskan
juga pada Pasal 1 ayat 2 mengenai orang yang menyalahgunakan narkotika yang ketergantungan
pada zat narkotika dan psikotropika lainnya baik secara psikis bahkan fisik yang disebut sebagai
pecandu narkotika.
Lalu, dalam Pasal 1 ayat 3 yang termasuk pengguna narkotika tanpa hak atau melawan
hukum biasa disebut penyalahguna narkotika, sehingga perlu adanya program rehabilitasi
narkotika sebagaimana tertuang pada Pasal 1 ayat 5 yang merupakan proses pemulihan gangguan
narkotika dalam jangka waktu panjang bahkan bisa secara singkat yang berfungsi mengubah
perilaku individu di dalam sosial bermasyarakat.
Setidaknya terdapat 2 (dua) rehabilitasi, yakni menurut Pasal 1 ayat 6 dan ayat 7
menerangkan bahwa rehabilitasi medis yang merupakan kegiatan pengobatan untuk memulihkan
pecandu dari ketergantungan narkotika. Lalu, rehabilitasi sosial yang merupakan kegiatan
pemulihan, baik sosial, mental dan fisik, agar pecandu narkotika dapat kembali bersosialisasi di
masyarakat.
Pasal 1 ayat 11 dijelaskan bahwasannya Lapas adalah wadah pembinaan bagi Narapidana
dan Anak. Definisi operasional dari Warga Binaan Pemasyarakatan yakni Narapidana, Anak, dan
Klien Pemasyarakatan sesuai pasal 1 ayat 15 dan 16. Sedangkan, Tahanan merupakan orang yang
disangka atau biasa disebut dengan terdakwa dimana berada di dalam rumah tahanan.
Dalam Pasal 10 dijelaskan mengenai jenis layanan rehabilitasi yang dapat diadaptasikan
melalui Rehabilitasi Sosial dan rehabilitasi medis, sedangkan terkait jenis rehab yang
dilaksanakan menurut Pasal 8 Ayat (1) huruf b yakni Therapeutic Community atau Intervensi
Singkat bergantung pada tingkat adiksi narapidana tersebut.
Seorang narapidana dinyatakan layak atau tidak untuk mengikuti program rehabilitasi dapat
dinilai dengan Asesmen Rehabilitasi seperti dijabarkan di Pasal 1 ayat 8. Asesmen tersebut
bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang tingkat adiksi dan latar belakang
adiksi narapidana sehingga dapat diketahui rencana treatment yang sesuai.
Lebih lanjut dijabarkan pada Pasal 8 ayat 1 dan 2 tentang pelaksanaan layanan rehabilitasi
adiksi narkotika (Pasal 7 ayat 3) yakni Rehabilitasi Medis; Rehabilitasi Sosial; dan Pasca-
rehabilitasi.
Tahapan pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika bagi narapidana meliputi Skrining; Asesmen
Rehabilitasi; dan dilanjutkan dengan pemberian layanan rehabilitasi adiksi narkotika sesuai
dengan hasil asesmen.
Pasal 6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a menjelaskan bahwa skrining adalah
tahapan untuk mengidentifikasi jenis zat adiktif yang digunakan dan bagaimana tingkat resiko
yang ditimbulkan, yang dapat dilakukan oleh dokter; perawat; atau petugas pemasyarakatan yang
terlatih. Level risiko penyalahgunaan narkotika seperti pada ayat (1) yakni ringan, sedang, dan
berat. Level risiko seperti pada ayat (3) huruf a, maka akan dilakukan intervensi singkat berupa
edukasi tentang bahaya dan resiko penyalahgunaan zat adiktif tersebut. Namun, apabila
menunjukkan level risiko seperti pada ayat (3) huruf b, maka dilakukan konseling adiksi. Akan
tetapi, apabila hasil skrining memperlihatkan level risiko seperti pada ayat (3) huruf c, maka akan
ditindak lanjuti menggunakan asesmen rehabilitasi.
Selanjutnya, mengenai asesmen rehabilitasi seperti di deskripsikan pada Pasal 6 ayat (6)
bahwasannya Tim Asesmen Rehabilitasi yang terdiri atas Wali Pemasyarakatan, Pembimbing
Kemasyarakatan, Dokter maupun Psikolog yang tertuang dalam surat petikan keputusan
Kakanwil dalam wilayah masing-masing.
Hasil Asesmen Rehabilitasi seperti tertuang dalam ayat (1) digunakan sebagai dasar
pemberian jenis layanan rehabilitasi adiksi narkotika. Dalam pemberian jenis layanan rehabilitasi
narkotika seperti pada Pasal 8 ayat (1), dilakukan jenis layanan pendukung antara lain:
pemantauan dan perawatan kesehatan secara menyeluruh maupun fokus pada dampak
penyalahgunaan narkotika; pemantauan dan perawatan mental dan spiritual; pemberian
pendidikan dan pelatihan kemandirian (vokasional).
Oleh sebab itu, pada Lapas Kelas IIA Pamekasan melalui Permenkumham Nomor 12 Tahun
2017 ditunjuk untuk menyelenggarakan program Rehabilitasi Sosial dan Rehabilitasi Medis yang
nantinya dapat memberikan dampak yang positif dengan teratur membina kepribadian para
narapidana, membimbing secara rohani/mental dan disiplin, melaksanakan kegiatan
kesenian/jasmani, diberikan pelatihan keahlian bekerja disamping menjalani terapi komunitas
baik secara sosial maupun medis yang bertujuan untuk merubah kualitas hidup secara mental,
spiritual, sikap dan perilaku narapidana.
Sejalan pada pasal 3 bahwasannya dengan dilaksanakan Program Rehabilitasi Narkotika,
tentu memiliki tujuan yaitu sebagai pemenuhan layanan dan jaminan perlindungan atas hak
narapidana, mempertahankan pemulihan kondisi kesehatan narapidana yang mencakup aspek
psikologis, sosial maupun biologis dari adiksi zat narkotika dan psikotropika lainnya,
mengoptimalkan produktifitas dan kualitas hidup narapidana, membekali narapidana agar siap
kembali ke masyarakat.
Kualitas Hidup
Menurut Nursalam (2017), dijelaskan bahwasannya kualitas hidup (quality of life) meliliki
definisi sebagai kemampuan individu untuk hidup normal yang mencakup persepsi individu
tentang standar, harapan, perhatian dan tujuan spesifik terhadap kehidupan sebagaimana
dipengaruhi nilai dan budaya pada lingkungan masing-masing.
Lalu, menurut Yuliati et al (2014), dijabarkan mengenai kualitas hidup yang terdiri atas
kesehatan fisik berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, seperti halnya kesehatan, kebutuhan
istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, ketergantungan pada bantuan medis, kelelahan, mobilitas,
aktivitas, kapasitas pekerjaan, psikologis, energi, jasmani, rasa negatif, berfikir, belajar,
keamanan, konsentrasi, mengingat, kepercayaan, hubungan sosial, hubungan pribadi, aktivitas
seksual, kondisi lingkungan, kebebasan, keselamatan fisik, kendaraan, sumber keuangan
kepedulian sosial sebagai gambaran kondisi fungsional manusia. Lebih lanjut dijabarkan
bahwasannya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, antara lain usia, jenis
kelamin, status pernikahan, pendidikan, status pekerjaan, sistem dukungan, dan latar belakang
keluarga.
Menurut Nursalam (2017), terdapat 4 (empat) domain sebagai tolok ukur kualitas hidup
yang di deskripsikan dalam beberapa aspek, yakni sebagai berikut:
1. Domain kesehatan fisik, berpengaruh pada kemampuan individu untuk beraktivitas. Yang
meliputi beberapa aspek kegiatan harian seperti ketergantungan medis, energi, mobilitas,
ketidaknyamanan dan rasa sakit, istirahat, kapasitas kerja.
2. Domain psikologis, berhubungan dengan kondisi mental individu yang terkait kemampuan
individu beradaptasi terhadap perubahan bergantung pada kemampuannya, mencakup
tuntutan dari intern maupun extern. Aspek psikologisberkaitan aspek fisik, dimana individu
sehat mental maka dapat beraktivitas dengan baik. Domain psikologis meliputi tampilan dan
bentuk tubuh, rasa negatif dan positif, penghargaan atas diri, keyakinan spiritual atau agama,
kepercayaan diri, berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi.
3. Domain hubungan sosial, merupakan hubungan antar individu dimana berimbas pada tingkah
laku individu sehingga akan saling mengintervensi, saling merubah, atau bahkan
memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Dalam hubungan sosial ini, individu dapat
merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya dengan cara
bersosialisasi satu sama lain. Domain ini digambarkan dalam beberapa aspek meliputi
hubungan pribadi, dukungan sosial hingga aktifitas seksual.
4. Domain lingkungan sebagai sarana tempat tinggal, mencakup keadaan tempat tinggal,
ketersediaan tempat tinggal guna menunjang aktivitas kehidupan, disamping alat penunjang
kehidupan. Domain ini memiliki beberapa aspek seperti sumber daya keuangan, kebebasan,
keamanan, dan kenyamanan fisik, kesehatan dan kepedulian sosial, aksesibilitas dan kualitas,
lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, gambaran
lingkungan secara fisik (polusi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim), fasilitas umum dan
transportasi.
Berdasarkan tabel 1 di atas, pada awal program rehabilitasi medis atau Bulan 0, Kesehatan
residen (Domain 1) berada pada kondisi sedang, sisi psikologis (Domain 2) pada kondisi baik,
aspek sosial (Domain 3) pada kondisi sedang, dan aspek lingkungan (Domain 4) pada kondisi
sedang. Pada bulan 6, aspek Kesehatan residen (Domain 1) berada pada kondisi baik, sisi
psikologis (Domain 2) pada kondisi baik dengan peningkatan nilai, aspek sosial (Domain 3) pada
kondisi baik, dan aspek lingkungan (Domain 4) pada kondisi baik. Interpretasi tersebut
menggambarkan adanya perbaikan kondisi residen jika dibandingkan saat pertama mengikuti
program dengan kondisi akhir program rehabilitasi medis dilaksanakan.
Tabel 2 menggambarkan adanya kenaikan indeks kualitas hidup dari residen Terapi
Rehabilitasi Medis. Kenaikan tersebut dapat dilihat dari Pada Bulan ke 3 jika dibandingkan
dengan bulan ke 0 (kualitas hidup awal residen), diketahui ada kenaikan indeks kualitas hidup
12.7 pada aspek Kesehatan fisik, kenaikan indeks kualitas hidup 10.2 pada aspek psikologis,
kenaikan indeks kualitas hidup 15.1 pada aspek sosial, dan kenaikan indeks kualitas hidup 13.9
pada aspek lingkungan. Pada Bulan ke 6 jika dibandingkan dengan bulan ke 3, didapatkan
kenaikan indeks kualitas hidup 6.7 pada aspek Kesehatan fisik, kenaikan indeks kualitas hidup
5.7, pada aspek psikologis, kenaikan indeks kualitas hidup 8.1 pada aspek sosial, dan kenaikan
indeks kualitas hidup 5.9 pada aspek lingkungan. Dari hasil penilaian tersebut, jelas didapatkan
adanya kenaikan kualitas hidup narapidana Lapas Kelas IIA Pamekasan setelah melakukan
rehabilitasi medis adiksi narkotika.
Berdasarkan tabel 3 di atas, pada awal program rehabilitasi sosial atau Bulan 0, Kesehatan
residen (Domain 1) berada pada kondisi baik, sisi psikologis (Domain 2) pada kondisi baik, aspek
sosial (Domain 3) pada kondisi sedang, dan aspek lingkungan (Domain 4) pada kondisi sedang.
Pada bulan 6, aspek Kesehatan residen (Domain 1) berada pada kondisi baik dengan peningkatan
nilai, sisi psikologis (Domain 2) pada kondisi baik dengan peningkatan nilai, aspek sosial
(Domain 3) pada kondisi baik, dan aspek lingkungan (Domain 4) pada kondisi baik. Interpretasi
tersebut menggambarkan adanya perbaikan kondisi residen jika dibandingkan saat pertama
mengikuti program dengan kondisi akhir program rehabilitasi sosial dilaksanakan.
Tabel 4 menggambarkan adanya kenaikan indeks kualitas hidup dari residen Terapi
Rehabilitasi Sosial. Kenaikan tersebut dapat dilihat dari Pada Bulan ke 3 jika dibandingkan
dengan bulan ke 0 (kualitas hidup awal residen), diketahui ada kenaikan indeks kualitas hidup 9.5
pada aspek Kesehatan fisik, kenaikan indeks kualitas hidup 10.3 pada aspek psikologis, kenaikan
indeks kualitas hidup 13.6 pada aspek sosial, dan kenaikan indeks kualitas hidup 12.6 pada aspek
lingkungan. Pada Bulan ke 6 jika dibandingkan dengan bulan ke 3, didapatkan kenaikan indeks
kualitas hidup 4.5 pada aspek Kesehatan fisik, kenaikan indeks kualitas hidup 4.5, pada aspek
psikologis, kenaikan indeks kualitas hidup 8.8 pada aspek sosial, dan kenaikan indeks kualitas
hidup 4.6 pada aspek lingkungan. Dari hasil penilaian tersebut, jelas didapatkan adanya kenaikan
kualitas hidup narapidana Lapas Kelas IIA Pamekasan setelah melakukan rehabilitasi sosial adiksi
narkotika.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Badan Narkotika Nasional. (2017). Peraturan Badan Narkotika Nasional Nomor 24 Tahun 2017
tentang Standar Pelayanan Rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika. Badan Narkotika Nasional.
Badan Narkotika Nasional. (2020). Potret Efektivitas Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika di
Lapas. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Badan Narkotika Nasional.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. (2020). Standar Penyelenggara Layanan Rehabilitasi
Pemasyarakatan Bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Pecandu,
Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) Di UPT Pemasyarakatan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah Deputi Bidang Rehabilitasi
Badan Narkotika Nasional. (2015). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kerjasama BNN dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. Badan Narkotika Nasional.
Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. (2018). Petunjuk Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Narkotika Bagi
Tahanan dan WBP di UPT Pemasyarakatan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Hartiwiningsih. (2019). Metode Penelitian Hukum. Universitas Terbuka.
Hiariej. OS. (2015). Hukum Acara Pidana. Universitas Terbuka.
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram University Press.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 4.
Salemba Medika.
Yunus. M, dkk. (2022). Panduan Mata Kuliah Karya Ilmiah. Universitas Terbuka.
JURNAL:
Nurfauziah Amalia Mubarak & Herry Fernandes Butar Butar, (2021). Jenis-Jenis Dan Penerapan
Program Rehabilitasi Terhadap Narapidana Kasus Narkoba Pada Lembaga Pemasyarakatan
Khusus Narkotika di Indonesia. Journal of Correctional Issues, Vol. 4 No. 2, 172-182.
Ismail. M, Mohammad, Hidayat. N & Subroto. G., (2022). Penyuluhan Hukum dalam Rehabilitasi
Sosial Lapas Narkotika Kelas IIA Kabupaten Pamekasan. Jurnal Literasi Pengabdian dan
Pemberdayaan Masyarakat, Vol. 1 No. 2, 79-90.
Azzahra Handhika G. Fajri, (2023). Pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika Sebagai Upaya
Perawatan Warga Binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lapas Kelas IIA
Cibinong. Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Budaya Sosiologi, Vol. 25 No.1, 35-53.
Farrin Rizki Fernanda, (2020). Efektivitas Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau.
Jurnal Ilmiah Indonesia Syntax Literate, Vol. 5 No. 9, 824-832.
Insan Firdaus, (2021). Harmonisasi Undang-Undang Narkotika Dengan Undang- Undang
Pemasyarakatan Terkait Rehabilitasi Narkotika Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
(Harmonizing the Narcotics Law with Correctional Laws Concerning the Rehabilitation of
Narcotics For Prisoners). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 21 No. 1, 141-159.
Putri Herdriani & Palupi Lindiasari Samputra, (2021). Pengaruh Layanan Rehabilitasi Narkotika
Terhadap Kualitas Hidup Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 21 No. 3, 1237-1244.
Yuliati, A., Baroya, N., Ririanty, M. (2014). Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di
Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol. 2 No.
1.
DASAR HUKUM:
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Narkotika bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan. https://peraturan.bpk.go.id/Details/133192/permenkumham-no-12-tahun-
2017