Anda di halaman 1dari 83

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SAKSI

PIDANA PENJARA KEPADA KORBAN PENYALAHGUNA


NARKOTIKA

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEMAK NOMOR


27/PID.SUS/2019/PN. DMK JO PUTUSAN
NOMOR 172/PID.SUS/2019/PT SMG.)

Yori Samuel Kaban


312018241

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
JUNI 2022
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SAKSI
PIDANA PENJARA KEPADA KORBAN PENYALAHGUNA
NARKOTIKA

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEMAK NOMOR


27/PID.SUS/2019/PN. DMK JO PUTUSAN
NOMOR 172/PID.SUS/2019/PT SMG.)

SKRIPSI
Diajukan untuk Gelar Sarjana Hukum

Oleh:
Yori Samuel Kaban
312018241

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
JUNI 2022
Lembar Persetujuan
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SAKSI
PIDANA PENJARA KEPADA KORBAN PENYALAHGUNA
NARKOTIKA

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEMAK NOMOR


27/PID.SUS/2019/PN. DMK JO PUTUSAN
NOMOR 172/PID.SUS/2019/PT SMG.)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana

Yori Samuel Kaban


312018241

Pembimbing

Dr. Christina Maya Indah S.,S.H.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KRISTEN SATYA


WACANA
SALATIGA
JUNI 2022
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Yori Samuek Kaban
NIM : 312018241
Judul Skripsi : Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Saksi Pidana Penjara
Kepada Korban Penyalahguna Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Demak Nomor 27/Pid.Sus/2019/Pn. Dmk Jo Putusan Nomor 172/Pid.Sus/2019/PT
Smg.)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang ditulis ini tidak mempunyai
persamaan dengan skripsi lain.
Demikian pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila
pernyataan ini tidak benar, maka akan diberikan sanksi oleh Pimpinan Fakultas.

Salatiga, Juni 2022

Yori Samuel Kaban


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Skripsi ini mengangkat judul “Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Saksi


Pidana Penjara Kepada Korban Penyalahguna Narkotika (Studi Putusan
Pengadilan Negeri Demak Nomor 27/Pid.Sus/2019/Pn. Dmk Jo Putusan Nomor
172/Pid.Sus/2019/PT Smg)”.
Skripsi ini terbagi dalam 3 (tiga) bab yang diuraikan sebagai berikut. Bab I
membahas mengenai pendahuluan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitiaan dan metode penelitian dari skripsi ini.
Dalam Bab II dari skripsi ini mengenai Tinjauan Pustaka, hasil penelitian
dan analisis. Dan pada Bab III dari skripsi ini ialah penutup yang diisi dengan

Salatiga, Juni 2022

Yori Samuel Kaban


ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyalahgunaan Narkotika dalam kalangan masyarakat kota-kota besar

maupun kota-kota kecil sangat sulit dihentikan. Dengan menggunakan narkotika,

sifat yang jahat dan berbahaya yang menyebabkan penggunanya menjadi

kecanduan dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan narkoba tersebut.

Narkotika di Indonesia sekarang bukan hal yang sulit di dapat dan bukan lagi

barang mahal dan dapat dijangkau oleh siapa saja.

Pada dasarnya narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat

dan diperlukan dalam pengobatan penyakit tertentu. Narkotika awalnya ditemukan

di Samaria kurang lebih 2000 SM dan di dapat dari Sari bunga opinon. Kemudian

penyebaran selanjutnya adalah ke daerah India, Cina dan wilayah Asia dan

Eropa.1

Karena pengaruh peredaran narkotika di Indonesia sudah sangat luas.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 telah memberikan perlakuan yang berbeda

bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika ditunjukan dengan

adanya bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika atau korban penyahgunaan

narkotika adalah suatu proses pengobat agar membebaskan pecandu atau

penyalahguna dari ketergantungan narkotika dan masa dari menjalani rehabilitasi

tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi juga


1
Sujono dan Bony Daniel, KOMENTAR & PEMBAHASAN UNDANG-UNDANG NOMOR
35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA, Sinar Grafika, Jakarta,2011, hal., 2.
merupakan bentukan perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu

narkotika ke dalam tertib sosial.2 Rehabilitasi diyakini mampu mengembalikan

kehidupan normalnya sehari-hari, baik di rumah, sekolah/kampus, tempat kerja

dan lingkungan sosialnya.3

Alasan mengapa dilakukan rehabilitasi karena pengaruh narkotika tersebut,

pengaruh narkotika yang bukan hanya berdampak pada fisik dan psikis, namun

berpengaruh pada kehidupan sosialnya, ekonomi, masyarakat, kehilangan

pekerjaan ataupun kehilangan keluarga, sehingga dapat menimbulkan kejahatan

tingkat kriminalitas yang tinggi. Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari

perilaku meyimpang yang selalu melakat pada bentuk masyarakat.4

Pengaruh narkotika menurut Smith Kline dan French Clinical Staff (1968)

zat-zat obat dari narkotika mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan

dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral. 5 Maka

dari itu tingkat kriminalitas rata-rata berhubungan dengan orang yang

menyalahgunakan narkotika.

Kemudian dalam rehabilitasi, ada beberapa tahapan dalam rehabilitasi.

Masing-masing dari tahapan memakan waktu tergantung tingkat

2
Lysa Angrayni, EFEKTIVITAS REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KEJAHATAN DI INDONESIA, Cetakan Ke I, Uwais
Inspirasi Indonesia, Desember 2018, hal., 8.
3
Dadang Hawari, PENYALAHGUNAAN & KETERGANTUNGAN NAZA (NARKOTIKA,
ALKOHOL, & ZAT ADIKTIF), Gaya Baru, Jakarta 2006,, hal., 132.
4
Hanafi Amrani, SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERKEMBANGAN
DAN PENERAPAN, RAJA GRAFINDO PERSADA, Jakarta, 2015. hal., 11.
5
Hari Sasangka, NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DALAM HUKUM PIDANA
UNTUK MAHASISWA DAN PRAKTISI SERTA PENYULUH MASALAH NARKOBA, Bandung:
Mandar Maju, 2003, hal., 33.
ketergantungannya. Setiap tahapan disusun bertahap agar memulihkan

ketergantungan. Tahapan-tahapannya antara lain;

1. Tahap Transisi

Tahapan ini dijadikan dengan cara membantu korban agar

menyadari dirinya sedang menghadapi masalah ketergantungan

narkoba. Dengan cara latar belakang korban, lamanya

ketergantungan, jenis obat apa saja yang dipakai. Hal ini dilakukan

karena dasar proses rehabilitasi harus dari kesadaran pemakainya.

2. Rehabilitasi Intensif

Tahapan ini dilakukan dengan cara penyembuhan psikis, motivasi

dan potensi dirinya. Hal ini menyangkut beberapa pihak seperti

konselor, psikolog dan semua pihak di panti rehabilitasi dengan

membangun tekad agar menjauh dari barang haram tersebut.

3. Tahap Rekonsililasi

Pada tahapan ini beberapa korban akan berinteraksi secara bebas

dengan masyarakat, agar korban benar-benar siap secara mental

dan rohani agar kembali ke lingkungannya semula.

4. Pemeliharaan lanjut

Tahapan ini dilakukan jika dinyatakan sudah sehat dan psikis sudah

pulih kemudian akan melewati tiga titik situasi yaitu, mengubah

dan menjauhi kenang-kenangan terhadap kesenangan narkoba dan

melibatkan diri dalam gerakan kelompok bersih narkoba.6

6
Laurensius atum, REHABILITASI BAGI KORBAN NARKOBA, Cetakan Ke I, Desember
2006, hal., 28.
Dalam proses rehabilitasi yang berwenang melakukan proses tersebut

adalah BNN (Badan Narkotika Nasional) dan sudah di atur dalam Pasal 70 sampai

Pasal 72 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Kewenangan

BNN diperkuat dengan kerja sama baik bilateral, regional, maupun internasional

serta adanya peran masyarakat. BNN dinilai berhasil dalam pencapaian target

maupun sasaran nasional pemberantasan narkoba. Pada tahun 2003 BNN baru

mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN

tersebut BNN terujus berupaya meningkatkan kinerjanya.7

Bahwa salah satu pelaku penyalahgunaan narkotika adalah sebuah tindak

kejahatan dan tindak pidana tersebut harus dihukum dengan pidana. Dalam

menentukan pelaku penyalahgunaan narkotika adalah hakim. Dalam proses

peradilan hakim bersifat bebas dan tidak memihak agar mewujudkan tujuan

sistem peradilan pidana. hakim yang bebas dan tidak memihak adalah sebuah ciri

negara hukum dan telah menjadi ketentuan universal.8 Namun menurut Prof.

Oemar Senoadji S.H kebebasan hakim diartikan “kebebasan sekehendak hati”

karena tentu kebebasan tersebut diberikan dengan tujuan untuk mengakkan prinsip

dan kebenaran.9

Undang-undang narkotika mengatur tentang cara penyelsaian tindak

pidana narkotika mulai dari tahap penyidikan, penyadapan, penyitaan barang bukti

7
Irwan Jasa Tarigan, Badan Narkotika Nasional dengan organisasi sosial kemasyarakatan
dalam penanganan pelaku penyalahgunaan narkotika, Cetakan Ke I, DEEPUBLISH, Sleman,
Agustus 2017, hal., 8.
8
Ruslan Renggong, HUKUM ACARA PIDANA MEMAHAMI PERLINDUNGAN HAM
DALAM PROSES PENAHANAN DI INDONESIA, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hal., 224.

9
Wahyu Afandi, HAKIM DAN PENEGAKAN HUKUM, Alumni, Bandung, 1981, hal.,
76.
narktoika, hingga tata cara di sidang pengadilan yang berussaha menjaga

keamanan pelapor. Tetapi semua proses tersebut harus mengacu kepada Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana sebagaimana

dijelaskan pasal 73 Undang-undang Narkotika. Kewenangan hakim dalam

memberikan keputusan dapat berupa pidana penjara atau denda dan juga berupa

rehabilitasi. Putusan rehabilitasi ditujukan khusus bagi pecandu narkotika antara

lain;

1. Hakim dapat memerintahkan menjalani rehabilitasi jika pecandu

narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana

narkotika

2. Hakim dapat memerintahkan terdakwa menjalani pengobatan

rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah

melakukan tindak pidana narkotika

3. Jika terdakwa melakukan tindak pidana narkotika, masa penjalanan

pengobatan bagi pecandu narkotika diperhitungkan sebagai masa

menjalani hukuman.

Pemberian rehabilitasi adalah sebuah apresiasi karena masih

memerhatikan hak-hak korban yang bukan pelaku kriminal. Tetapi, ada beberapa

hal yang perlu di pertanyakan terkait sejauh mana dasar pertimbangan hakim

dalam memberikan rehabilitasi bagi seorang pecandu. Dan juga, jika seorang

melakukan tindak pidana dapat membuktian ia seorang pecandu atau korban

penyahguna narkotika maka dapat diputus pemidanaan rehabilitasi terkait

kewajiban pecandu narkotika.


Seperti kasus dalam Putusan Pengadilan Demak dengan Nomor

27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk bahwa Joko Sulistiyo Bin Sunarto selaku terdakwa

melakukan tindak pidana penyalahan narkoba Golongan I dilakukan dengan cara-

cara sebagai berikut: Pada hari Jumat, tanggal 19 Oktober 2018 sekitar pukul

13.30 WIB ketika saksi Hartono Bin Kusaeri tidur dirumah terdakwa Joko

Sulistiyo Bin Sunarto yang terletak di Desa Wonowoso, Rt. 01. Rw. 02,

Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, dibangunkan oleh saudara

terdakwa dan saudara Kaper yang sudah siap untuk menyahgunakan narkotika

jenis shabu lalu sekitar 10 menit kemudian saudara Judi datang, selanjutnya

menyalahgunakan narkotika jenis shabu bersama-sama dan setelah selesai

kemudian saudara Kaper dan saudara Judi pergi dan saksi Hartono melanjutkan

tidur di rumah terdakwa. Bahwa narkotika jenis shabu yang membawa adalah

saudara Kaper sebanyak 1 (satu) bungkus ¼ gram, kemudian narkotika jenis

shabu tersebut ditujukkanan oleh Saudara Kaper, selanjutkan Saksi Hartono dan

Saudara Kaper memasukkannya ke dalam pipa kaca, sedangkan terdakwa

menyiapkan bong/alat hisap shabunya, setelah itu yang pertama menyalahgunakan

adalah Saudara Kaper, dilanjutkan oleh Saksi Hartono, kemudian Saudara Jadi

dan yang terakhir adalah terdakwa, masing-masing melakukan hisapan sekitar 2

(dua) sampai 3 (tiga) kali sedotan dan hal itu diulang hingga 3 (tiga) kali putaran,

sehingga masing-masing melakukan hisapan 6 (enam) sampai 9 (sembilan) kali

sedotan. Bahwa pada saat melakukan penyalahgunaan narkotika jenis shabu,

masing-masing menguasai alat hisap/bong yang sudah terdapat narkotika jenis

shabu di di dalamnya. Barang bukti yang telah disita dalam perkara ini
diantaranya: 1 (satu) buat tube plastik yang berisi sampel urine, 2 (dua) buah pipa

kaca bekas, 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terbuat dari botol plastik

bekas polos lengkap dengan sedotannya, 1 (satu) buah potongan sedotan, 1 (satu)

buah bungkus bekas tempat rokok sampoerna mild, 3 (tiga) buah korek api gas

dan 1 (satu) unit hanphone merk OPPO warna putih gold besera nomornya

081390650988 dan 081217340149. Berita Acara Pemerikssaan Laboratoris

Kriminalistik NO. LAB. : 2251/NNF/2018 tanggal 30 Oktober 2018 yang dibuat

oleh Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri Laboratorium Forensik Cabang

Semarang, dengan hasil kesimpulan : BB-4792/2018/NNF (A) berupa pipa kaca

tersebut diatas adalah NEGATIF (tidak mengandung Narkotika/ Psikotropika).

BB-4792/2018/NNF (B) berupa pipa kaca, BB-4792/2018/NNF (C) dan BB-

4792/2018/NNF (D) berupa urine tersebut diatas adalah mengandung

METAMFETAMINA terdaftar dalam Golongan I (satu) Nomor urut 61 lampiran

Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dari tindakan yang

telah dilakukan terdakwa beserta barang bukti yang telah disiti, maka terdakwa

didakwakan dengan Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI

No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika atau Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-

Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Pada pengadilan tingkat pertama terdakwa, saksi Hartono, Kaper, maupun

Jadi tidak memiliki izin berkaitan dengan penggunaan narkotika, hal ini berarti

terdakwa maupun saksi Hartono, Kaper, dan Jadi secara hukum tidak berhak

untuk menggunakan nerkotika baik untuk digunakan bagi sendiri atau kepentian
lainya. Tindakan terdakwa telah dinyatakan memenuhi unsur-unsur pasal 127 ayat

(1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55

ayat (1) ke 1 KUHP. Dengan barang bukti sebagai berikut:

1. 1 (satu) buah tube plastik yang berisi sampel urine.

2. 2 (dua) buah pipa kaca bekas.

3. 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terbuat dari botol plastik

bekas polos lengkap dengan sedotannya.

4. 1 (satu) bungkus rokok sampoerna mild.

5. 3 (buah) buah korek api gas

6. 1 (satu) buah hanphone merk OPPO warna putih gold beserta

nomornya 081390650988 dan 081217340149.

Sehingga penulis berniat membahas kasus ini dengan judul “Pertimbangan

Hakim Dalam Menjatuhkan Saksi Pidana Penjara Kepada Korban Penyalahguna

Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Demak Nomor 27/Pid.Sus/2019/PN.

Dmk Jo Putusan Nomor 172/Pid.Sus/2019/PT SMG.)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diuraikan di atas:

Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana

penjara selama 1 (satu) tahun kepada korban penyalahguna narkotika?

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk

menemukan, menggambarkan dan menganalisis pertimbangan hakim dalam

memberikan sanksi pidana kepada korban penyalahguna narkotika, serta

menambah pengetahuan tentang perkara tindak pidana narkotika.

D. Manfaat Penelitian

Adapun diadakannya penelitian hukum ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian Diharapkan penulisan

ini dapat menjadi sumber bacaan dan penambahan ilmu khususnya

untuk para kalangan mahasiswa dan akademisi dalam penelitian ini

dan penulisan lebih lanjut terhadap kasus yang sama. Serta diharapkan

hasil penulisan ini dapat menjadi bahan acuan dan kajian untuk

membangun penegakan hukum di Indonesia terutama mengenai

permasalahan yang terkait dengan tindak pidana narkkotika golongan

1 bukan tanaman.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dicapai dari penelitian ini adalah

sebagaiberikut:

Penulis mengharapkan dari tulisan penulis ini memberikan sumbangan

pemikiran kepada masyarakat luas perihal rehabilitasi bagi korban

penyalahguna narkotika. Serta diharapkan diharapkan memberikan

gambaran secara jelas kepada masyarakat luas terkait pertimbangan


hakim dalam putusan nomor: 27/Pid.Sus/2019/PN. Dmk dan putusan

nomor: 172/Pid.Sus/2019/PT.SMG.

E. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Pendekatan perundang-Undangan (statute approach)

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah

penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statute approach), Pendekatan Perundang-undangan

(statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan

dengan isu hukum yang ditangani yakni hukum pidana

persetubuhan terhadap anak di Indonesia. Pendekatan ini beranjak

dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang

di dalam ilmu hukum dan dapat menjadi pijakan untuk

membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum

yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide

dengan memberikan pengertian-pengertian hukum,konsep

hukum,maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini yakni tentang tindak pidana


persetubuhan yang dilakukan oleh terhadap anak dibawah umur,

pendekatan ini juga diperlukan guna mengkaji lebih lanjut

mengenai dasar pertimbangan hukum majelis Hakim dari sisi

yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam menjatuhkan pidana

kepada terdakwa dalam Putusan No : 27/Pid.Sus/2019/PN Dmk

Jo No. 127/Pid.Sus/2019/PT SMG.

b. Pendekatan Studi Kasus (case study)

Selain menggunakan pendekatan perundang-undangan, penulis

juga menggunakan penelitian studi kasus (case study). Menurut

Suharsi Arikunto studi kasus adalah pendekatan yang dilakukan

secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap gejala-gejala

tertentu. Pengertian studi kasus menurut Basuki adalah suatu

bentuk penelitian atau studi masalah yang memiliki sifat

kekhususan,dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif

maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan ataupun kelompok

bahkan masyarakat luas. Studi kasus yang penulis gunakan adalah

Putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor : 27/Pid.Sus/2019/PN

Dmk Jo Putusan No. 127/Pid.Sus/2019/PT SMG, yang dalam

kasus tersebut adalah tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh

Joko Sulistiyo Bin Sutarni sebagai Terdakwa.

c. Pendekatan Analisis (analytical approach)

Pendekatan analisis dilakukan dengan mencari makna pada istilah

hukum, sehingga digunakan penulis melihat suatu fenomena


kasus yang telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat

analisis yang dilakukan oleh ahli hukum yang digunakan hakim

dalam pertimbangannya.

2. Bahan Hukum

Bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah sebagai

berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

utama,sebagai bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan

hukum yang mempunyai otoritas, bahan hukum primer meliputi

peraturan perundang-undangan dan segala dokumen resmi yang

memuat ketentuan hukum. Maka bahan hukum yang digunakan

dalam penulisan ini adalah:

 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.

12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Layanan

Rehabilitasi Narkotika Bagi Tahanan Dan Warga Binaan

Pemasyarakatan

 Putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN Dmk

 Putusan No. 127/Pid.Sus/2019/PT SMG

b. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti

buku-buku, artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah, dan lain

sebagainya yang berhubungan dengan penulisan ini

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini penulisa membagi menjadi:

1. Bab I: Pendahuluan

Dalam bab ini berisikan uraian orientasi tentang penelitian yang akan

dilakukan meliputi hakikat permasalahan (apa yang oleh Penulis

dianggap atau diperlakukan sebagai masalah, problematik atau

difficulties), exsisting knowledge, serta tesis/argument yang akan

dipertahankan oleh Penulis. Uraian tersebut dituangkan menjadi

yaitu:

a. Latar Belakang Masalah;

b. Rumusan Masalah;

c. Tujuan Penelitian;

d. Manfaat Penelitian;

e. Metode Penelitian:

 Jenis Penilitian; dan

 Bahan Hukum

2. Bab II: Pembahasan


Dalam bab ini berisikan uraian pembahasan atau analisis terhadap

permasalahan penelitian yang merupakan legal analysis yang memuat

teori - teori tekait dengan masalah yang diteliti, serta jawaban terhadap

seluruh pertanyaan penelitian yang terdapat dalam perumusan masalah

yang dikemukakan sebelumnya oleh Penulis.

3. Bab III: Penutup

Dalam bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan (jawaban atas

permasalahan yang dirumuskan Penulis) dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN

ANALISIS
A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Tindak Pidana

1.1 Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah

hukum yang telah dikodifikasikan dalam suatu Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini Wirjono Prodjodikoro

mengungkapkan mengenai definisi hukum pidana yaitu “hukum

pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana”.10 Sementara

menurut R. Soesilo, tindak pidana yautu suatu perbuatan yang dilarang

atau yang diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan

atau diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan

diancam dengan hukuman.11 Sedangkan Menurut Moeljanto

“peristiwa pidana itu ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan

manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan

undang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman”.12 Simon menyatakan bahwa peristiwa pidana adalah

perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld)

seseorang yang mampu bertanggung jawab, kesalahan yang dimakdu

oleh Simons ialah kesalahan yang meliputi dolus dan culpulate.13

10
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi. Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.
Storia Grafika. Jakarta. 2002. hal. 86.
11
R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus,
Politeia, Bogor, 1991, hal. 11
12
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 62
13
Ibid, Hal. 63
Perumusan menurut pendapat Simon menunjukkan unsur-unsur dari

perbuatan pidana sebagai berikut:14

a. Perbuatan manusia;

b. Perbuatan manusia itu melawan hukum (wederechttelijk);

c. Perbuatan itu diancam dengan pidana oleh undang-undang;

d. Pelakunya harus orang yang mampu bertanggung jawab;

e. Perbuatan itu terjadi karena kesalahan pembuat.

Istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda ialah strafbaarfeit.15

W. P. J Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif strafbaar

feit adalah tidak lain daripada feit, yang diancam pidana dalam

ketentuan undang-undang. Volgens ons positieve recht is het strafbare

feit niets Andres dan een feit, dat it oen wettelijke strafbepaling als

strafbaar in omschreven. Beliau mengatakan, bahwa menurut teori,

strafbaar feit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum

dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. 16 Syarat

memungkinkan adanya penjatuhan pidana adalah adanya perbuatan

manusia yang menenuhi rumusan delik dalam undang-udang hal

tersebut adalah konsekuensi dari asas legalitas.17

Cara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum

pidana adalah membicarakan 3 (tiga) hal, yaitu :18

14
E.Y. Kanter, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni
AHMPTHM, Jakarta, 1992, hal. 205
15
M. Haryanto dan Christina Maya Indah S.,Hukum Pidana. Cetakan I, Griya Media,
Salatiga, 2018. hal., 53.
16
Ibid, hal. 59
17
Ibid, hal.69
18
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 44
a. Perbuatan yang dilarang

Di mana dalam pasal-pasal ada dikemukakan masalah

mengenai perbuatan yang dilarang dan juga mengenai

masalah pemidanaan seperti yang termuat dalam Titel XXI

Buku II KUH Pidana.

b. Orang yang melakukan perbuatan dilarang

Tentang orang yang melakukan perbuatan yang dilarang

(tindak pidana) yaitu: setiap pelaku yang dapat dipertanggung

jawabkan secara pidana atas perbuatannya yang dilarang

dalam suatu undang-undang.

c. Pidana yang diancamkan

Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku yaitu

hukuman yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang

melanggar undnag-undang, baik hukuman yang berupa

hukuman pokok maupun sebagai hukuman tambahan

1.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam mengemukakan apa yang merupakan unsur-unsur tindak

pidana, umumnya dikemukakan terlebih dahulu pembedaan dasar

antara unsur (bagian) perbuatan dan unsur bagian kesalahan

(pertanggungjawaban pidana). Unsur (bagian) subjektif. Selanjutnya

dikemukakan unsur-unsur (sub-sub unsur) yang lebih terinci dari

masing-masing unsur (bagian) dasar tersebut.19

19
Frans Maramis, ”Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia”,
PT.Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm.65-66
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya

dijabarkan kepada 2 (dua) macam unsur, yaitu unsur objektif dan

unsur subjektif. Yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur

yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana

tindakan dari si pelaku itu harus dilaksanakan, sedangkan unsur

subjektif adalah unsur yang melekat.20

Pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku.

Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana adalah:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

seperti yang dimaksud di dalam pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain.

d. Merencakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti

misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan

menurut pasal 340 KUHP.

Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat

didalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP. Unsur

objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:

a. Elemen perbuatan atau kelakukan orang dalam hal berbuat

atau tindak berbuat (een doen of een nalaten).


20
Anselmus S.J Mandagie,”Proses Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan
Oleh Anak Dibawah Umur Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak”, ,Vol.9,No.2,April-Juni 2020,Hlm.53-54
b. Elemen akibat perbuatan yang terjadi dalam delik selesai.

Elemen ini telah dianggap pada suatu perbuatan. Rumusan

undang-undang, kadang-kandang elemen akibat tidak

dipentingkan dalam delik formal, akan tetapi kadang-kadang

elemen akibat dinyatakan dengan tegas dan terpisah dari

perbuatannya seperti terdapat dalam delik materil.

c. Elemen subjektif, yaitu kesalahan yang diwujudkan dengan

kata-kata sengaja (opzettelijk) dan (culpa).

d. Elemen melawan hukum ((waderrechttelijkkeheid).

e. Dan sederetan elemen-elemen lain menurut rumusan undang-

undang dan dibedakan menjadi segi objektif, misalnya di

dalam pasal 160 KUHP diperlakukan adanya elemen di muka

umum dan segi subjektif. Misalnya pasal 340 KUHP

diperlukan unsur untuk direncakan lebih dahulu

(voordebachte).

Dengan demikian, apakah suatu peristiwa itu telah memenuhi

unsur-unsur dari suatu delik yang dirumuskan dalam pasal undang-

undang, maka diadakanlah penyesuaian atau pencocokan

(bagian/kejadian) dari peritiwa tersebut pada unsur-unsur dari delik

yang didakwakan. Dalam hal ini unsur-unsur dari delik yang

didakwakan. Dalam hal ini unsur-unsur dari delik tersebut disusun

terlebih dahulu seperti tersebut di atas. Jika ternyata sudah cocok,

maka dapat ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak


pidana yang telah terjadi dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari

pengkajian ini dapat diambil suatu kesimpulan yang dapat dijadikan

dasar pedoman bahwa:21

a. Tindak pidana tanpa telah terjadi sesuatu tindakan yang telah

terlarang dan diancam pidana oleh undang-undang.

b. Tiada pidana tanpa kesalahan.

c. Tiada pidana tanpa sifat melawan hukum (dari tindakan

tersebut).

d. Tiada pidana tanpa subjek

e. Tiada pidana tanpa unsur-unsur objektif

Ke 5 (lima) unsur di atas dapat diserdehanakan lagi sebagai berikut:

a. Unsur subjektif

b. Unsur objektif

Unsur subjektif, yaitu perbuatan seseorang berakibat tidak

dikehendaki oleh undang-undang. Disini sifat unsur ini

mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang),

sedangkan unsur objektif, yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang

bertentangan dengan hukum tanpa mengindahkan akibat yang oleh

hukum dilarang dan diancam pidana. Disini yang dijadikan titik utama

dari pengertian objektif adalah tindakannya.

2. Tindak Pidana Narkotika

2.1 Pengertian Narkotika


21
Ibid. hlm. 54-55
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009

tentang narkotika. Narkotika adalah zah atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi sampai menghilangnya rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan.22 Sementara menurut Mardani

narkotika ialah “obat atau zat yang dapat menenangkan syarat,

mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, menghilangkan rasa

sakit dan nyeri, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang, dapat

menimbulkan efek stupor, serta dapat menimbulkan adiksi atau

kecanduan dan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai

narkotika.23

Dadang Hawari menggolongkan penyalahgunaan narkotika

menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Penyalahguna narkotika dengan ketergantungan primer,

golongan ini gejala-gejalanya: adanya kecemasan dan

depresi. Hal ini terjadi pada orang yang kepribadiannya tidak

stabil;

b. Penyalahguna narkotika dengan ketergantungan simtomatis.

Biasanya pemakai menggunakan narkotika untuk kesenangan

semata. Hal ini terjadi pada orang dengan kepribadian

psikopatik (anti sosial) dan kriminal;


22
Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
23
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, PT. Rja Grafindo Persada, Jakarta, , 2008, hlm. 80.
c. Penyalahguna narkotika dengan ketergantungan reaktif. Hal

tersebut terjadi disebabkan rasa keingintahuan, pengaruh

lngkungan, dan pengaruh teman sebaya (peer group presure).

Penyalahguna narkotika golongan ini biasa adalah remaja.

Penentuan tiga golongan tersebut di atas penting dalam menentukan

berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan atau dapat juga untuk

menentukan pengguna penyalahguna tersebut merupakan penderita

(pasien), sebagai korban (victim), atau pelaku kriminal.24

2.2 Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika dapat dapat diartikan suatu perbuatan

yang melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur Pasal 111 sampai

dengan Pasal 148 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal

tersebut dapat diketahui dari pendapat Supramono bahwa apabila

narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan,

maka perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut merupakan

kejahatan (tindak pidana).25

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis-

jenis dari narkotika digolongkan sebagai berikut:

a. Narkotika golongan I

Golongan ini: “hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan


24
Dadang Hawari, Al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Dana Bakti
Primayasa, Yogyakarta, 1997, hlm. 102.
25
Supramono, G. Hukum Narkotika Indonesia. Djambatan, Jakarta. , 2001, hlm. 12.
ketergantungan, antara lain: tanaman Papaver Somniferum L

dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,

kecuali bijinya; opium mentah, yaitu getah yang membeku

sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L

yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk

pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar

morfinnya; tanaman koka, tanaman dari semua genus

Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah

dan bijinya”.

b. Narkotika golongan II

Golongan ini: “dapat dipakai dalam pengobatan, namun

berpotensi adiksi tinggi. Pemakaian untuk pengobatan

sebagai pilihan terakhir.

Antara lain seperti: Alfasetilmetadol dan Alfameprodina.”

c. Narkotika golongan III

Golongan ini: “berkhasiat obat dan potensi

ketergantungannya rendah. Golongan ini antara lain seperti:

Asetildihidrokodeina dan Dekstropropoksifena: α-(+)-4-

dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat”.

2.3 Subjek Tindak Pidana Narkotika

Subjek-subjek tindak pidana narkotika diantaranya sebagai

berikut:
a. Korporasi

Korporasi menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah: “kumpulan

terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan

badan hukum maupun bukan badan hukum”.26

b. Perorangan

“Perbuatan pidana disebut juga dengan tindak pidana atau

delik, perbuatan ini dilakukan oleh orang maupun oleh badan

hukum sebagai subyek-subyek hukum dalam hukum pidana”.

Sebagaimana dikatakan Wirjono Prodjodikoro pengertian

tindak pidana, “Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang

pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini

dapat dikatakan merupakan subyek tindak pidana”.

Selanjutnya dikatakan: “Syarat untuk menjatuhkan pidana

terhadap tindakan seseorang, harus memenuhi unsur-unsur

yang terdapat dalam rumusan tindak pidana di dalam

Undang-undang”.27

c. Korban penyalahgunaan

Penyalah guna narkotika adalah mereka yang mengkonsumsi

narkotika atau pecandu narkotika tanpa sepengetahuan atau

pengawasan dokter dan melawan hukum sampai

menyebabkan ketergantungan. Menurut pasal 1 angka 15


26
Pasal 1 angka 21 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
27
Soedarto, Hukum Pidana jilid IA dan IB, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto,
1990, hlm. 62.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

Penyalah Guna adalah: “orang yang menggunakan Narkotika

tanpa hak atau melawan hukum”.28

d. Pecandu

Pecandu narkotika dalam Pasal 1 angka 13 UndangUndang

Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah: “orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam

keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik

maupun psikis”.29

e. Pengedar

Berdasarkan ketentuan pasal 115 UU No. 35 Tahun 2009

tentang narkotika menyatakan bahwa: “Setiap orang yang

tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I.30

3. Kewenangan Hakim Dalam Memeriksa dan Memutuskan

Perkara

Dalam wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara yang

diajukan ke pengadilan pada Mahkamah Agung (MA) ataupun

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA), peradilan

umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan

khusus. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sebagaimana


28
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
29
Ibid
30
Ibid
yang tertuang dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: “Hakim dan hakim

konstitusi wajib mengadili, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.31

Penjelasan dari pasal 5 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa:

”ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi

sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.” 32 Dari

penjelasan tersebut dapatlah diartikan tujuan dibuatnya ketentuan

pasal 5 ayat (1) tersebut, dimana agar supaya putusan hakim sesuai

dengan hukum dan keadilan masyarakat.33 Tujuan dari setiap putusan

hakim yang harus sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat

merupakan maksud dari eksistensi hakim dan kekuasaan kehakiman,

dimana dalam menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan

diselengarakanlah peradilan, dan dalam penyelenggaraan peradilan,

hakim diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara

yang diajukan, dan dalalam kewenanangnya untuk memeriksa dan

memutus perkara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Negara

Republik Indonesia demi terciptanya negara hukum Indonesia.34 Itu

berarti dalam kewajibannya untuk menggali, mengikuti dan

memahami nilainilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat, hakim harus menafsirkan hukum secara kontekstual, yaitu

31
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
32
Ibid
33
Immanuel Christophel Liwe, Kewenangan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutuskan
Perkara Pidana Yang Diajukan Ke Pengadilan, Vol. III, No.1, Jan-Mar,2014, hlm.135
34
Ibid
melihat nilai-nilai hukum yang ada didalam ruang dan waktu dari

masyarakat hukum yang diadilinya, dan dalam hal ini nilai-nilai

hukum yang ada pada masyarakat hukum Indonesia dizaman

postmodern. Penafsiran hukum secara kontekstual ini bertujuan untuk

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dari suatu masyarakat hukum yang ada didalam

ruang dan waktu yang merupakan tempat lahirnya hukum,

sebagaimana ungkapan dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi

societas ibi ius).35

Agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum

dan rasa keadilan dalam masyarakat sesuai yang tercantum dalam

pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, maka untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim agar

sesuai dengan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat

hakim memiliki dasar kewenangan untuk memutuskan suatu perkara

yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi, “pengadilan dilarang menolak

untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara yang

diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,

melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.36

B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

35
Ibid
36
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
1. Kasus Posisi

Sebagaimana yang tertuang dalam putusan pengadilan negeri

Demak dengan putusan No.27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk Jo putusan

pengadilan tinggi dengan putusan No. 172/Pid.Sus/2019/PN.SMG.

adapaun kronologi peristiwa berawal Pada hari Jumat, tanggal 19

Oktober 2018 sekitar pukul 13.30 WIB ketika saksi Hartono Bin

Kusaeri tidur dirumah terdakwa Joko Sulistiyo Bin Sunarto yang

terletak di Desa Wonowoso, Rt. 01. Rw. 02, Kecamatan

Karangtengah, Kabupaten Demak, dibangunkan oleh saudara

terdakwa dan saudara Kaper yang sudah siap untuk menyahgunakan

narkotika jenis shabu lalu sekitar 10 menit kemudian saudara Judi

datang, selanjutnya menyalahgunakan narkotika jenis shabu bersama-

sama dan setelah selesai kemudian saudara Kaper dan saudara Judi

pergi dan saksi Hartono melanjutkan tidur di rumah terdakwa. Bahwa

narkotika jenis shabu yang membawa adalah saudara Kaper sebanyak

1 (satu) bungkus ¼ gram, kemudian narkotika jenis shabu tersebut

ditujukkanan oleh Saudara Kaper, selanjutkan Saksi Hartono dan

Saudara Kaper memasukkannya ke dalam pipa kaca, sedangkan

terdakwa menyiapkan bong/alat hisap shabunya, setelah itu yang

pertama menyalahgunakan adalah Saudara Kaper, dilanjutkan oleh

Saksi Hartono, kemudian Saudara Jadi dan yang terakhir adalah

terdakwa, masing-masing melakukan hisapan sekitar 2 (dua) sampai 3

(tiga) kali sedotan dan hal itu diulang hingga 3 (tiga) kali putaran,
sehingga masing-masing melakukan hisapan 6 (enam) sampai 9

(sembilan) kali sedotan. Bahwa pada saat melakukan penyalahgunaan

narkotika jenis shabu, masing-masing menguasai alat hisap/bong yang

sudah terdapat narkotika jenis shabu di di dalamnya.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena

berdasarkan hal yang dimuat dalam dakwaan itu, hakim akan

memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat terdakwa

dan menurut Nederburg, pemeriksaan tidak batal jika batas-batas

dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai peristiwa-

peristiwa yang terletak dalam batas itu.37

Dalam perkara putusan pengadilan negeri No.

27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan

dakwaan yan disusun secara alternatif:

1. Perbuatan terdakwa sebagaimana yang diatur dan diancam

pidana dalam pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1)

Undang-Undang RI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

2. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI No. 35

Tahun 2009 Tentang Nerkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1

KUHP

3. Tuntutan Penuntut Umum

37
Andi Hamzah,”Hukum Acara Pidana Indonesia”,Sinar Grafika, Jakarta,2005,hlm.163
Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada

pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa JOKO SULISTIYO Bin SUTARNO

telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta

tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika

golongan I bagi diri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal

127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP;

2. Menjatuhkan pidana terdakwa JOKO SULISTIYO Bin

Sutarno dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dikurangkan

selama terdakwa ditahan dan memerintahkan agar Terdakwa

tetap dalam tahanan.

3. Menetapkan barang bukti berupa:

 1 (satu) buah tube yang berisikan sampel urine.

 2 (dua) buah pipa kaca bekas.

 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terbuat dari

botol plastik bekas polos lengkap dengan sedotan.

 1 (satu) buah potongan sedotan.

 1 (satu) buah bungkus bekas tempat rokok sampoerna

mild.

 3 (tiga) korek api gas.


 1 (satu) buah handphone merk OPPO warna putih

gold beserta nomornya 081390650988 dan

08121734014

4. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara

sebesar Rp 2.000 (dua ribu rupiah).

4. Pertimbangan Hakim

Dalam perkara ini, majelis hakim menimbang bahwa oleh

karena dakwaan penuntut umum dilakukan secara alternatif, maka

majelis hakim akan mempertimbangkan dakwaan yang paling tepat

yang diterapkan terhadap perbuatan terdakwa sesuai fakta-fakta yang

terungkap di persidangan dan memilih langsung untuk

mempertimbangkan dakwaan kedua penuntut umum yakni terdakwa

melanggar Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagai berikut:

1. Setiap Orang

2. Yang turut serta melakukan penyalahgunaan narkotika

golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri.

1. Setiap Orang

Yang dimaksud dengan setiap orang adalah subjek hukum

pelaku (dader) tindak pidana yang jelas identitasnya dan dapat

bertanggung jawab secara hukum pidana atas perbuatan yang

dilakukannya. Dalam perkara ini telah diketahui dengan jelas


identitas terdakwa sesuai dengan identitas pelaku tindak pidana

sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan penuntut umum, dan

terdakwa mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya secara

hukum pidana, maka unsur di atas telah terpenuhi.

2. Yang turut serta melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I

bukan tanaman bagi diri sendiri

Yang dimaksud dengan turut serta dalam unsur ini adalah pelaku

penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri

sendiri, berjumlah lebih dari seorang, dan masing-masing orang

memiliki kehendak untuk melakukan perbuatan tersebut,

sebagaimana yang dikehendaki oleh salah satu kualifikasi

pernyataan sebagaimana yang termuat dalam pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika golongan

I bukan tanaman bagi diri sendiri adalah denga tanpa hak atau

melawan hukum memakai untuk dirinya sendiri narkotika golongan I

bukan tanaman. Sementara yang dimaksud dengan tanpa hak atau

melawan hukum dalam hal ini adalah bahwa pelaku secara hukum

tidak berhak untuk melakukan perbuatan tersebut. Serta yang

dimaksud dengan narkotika golongan I bukan tanaman adalah

narkotika yang sebagaimana tersebut Lampiran I Undang-Undang

No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana narkotika

golongan I bukan tanaman.


Berdasarkan uraian tersebut, maka unsur ini telah terpenuhi

secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan

keadaan yang meringankan terdakwa:

Keadaan yang memberatkan:

a) Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah

dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika;

b) Perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi masyarakat

lainnya untuk menyalahgunakan narkotika;

c) Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangannya;

d) Terdakwa adalah anggota Polri yang seharusnya

menegakkan hukum;

Keadaan yang meringankan:

a) Terdakwa sopan dipersidangan;

b) Terdakwa mempunyai tanggungjawab keluarga;

c) Terdakwa belum pernah dihukum.

5. Putusan

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang telah

penulis uraikan di atas, bahwa putusan yang dijatuhkan menurut

majelis hakim kepada terdakwa telah memenuhi rasa keadilan hukum


dan keadilan masyarakat sebagai preventif agar masyarakat tidak

melakukan hal yang sama seperti terdakwa.

Maka dalam kasus ini dengan Putusan No.

27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk. majelis hakim menjatuhkan putusan

sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa JOKO SULISTIYO Bin SUTARNO

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana turut serta penyalahgunaan

narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa JOKO SULISTIYO

Bin SUTARNO oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 1 (satu) tahun;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah

dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5. Menetapkan barang bukti berupa:

 1 (satu) buah tube plastik yang berisikan sampel urine

 2 (dua) buah pipa kaca bekas.

 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terbuat dari

botol plastik bekas polos lengkap dengan sedotannya.

 1 (satu) bungkus rokok sampoerna mild.

 3 (buah) buah korek api gas


 1 (satu) buah hanphone merk OPPO warna putih gold

beserta nomornya 081390650988 dan 081217340149.

Dimusnahkan;

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah)

C. Analisis

Penyalahgunaan Narkotika dalam kalangan masyarakat kota-kota

besar maupun kota-kota kecil sangat sulit dihentikan. Dengan menggunakan

narkotika, sifat yang jahat dan berbahaya yang menyebabkan penggunanya

menjadi kecanduan dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan narkoba

tersebut. Narkotika di Indonesia sekarang bukan hal yang sulit di dapat dan

bukan lagi barang mahal dan dapat dijangkau oleh siapa saja.

Pada dasarnya narkotika merupakan zat atau obat yang sangat

bermanfaat dan diperlukan dalam pengobatan penyakit tertentu. Narkotika

awalnya ditemukan di Samaria kurang lebih 2000 SM dan di dapat dari Sari

bunga opinon. Kemudian penyebaran selanjutnya adalah ke daerah India,

Cina dan wilayah Asia dan Eropa.

Karena pengaruh peredaran narkotika di Indonesia sudah sangat luas.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 telah memberikan perlakuan yang

berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika

ditunjukan dengan adanya bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi

vonis rehabilitasi.
Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika atau korban penyalahguna

narkotika adalah suatu proses pengobat agar membebaskan pecandu dari

ketergantungan narkotika dan masa dari menjalani rehabilitasi tersebut

diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Alasan mengapa dilakukan rehabilitasi karena pengaruh narkotika

tersebut, pengaruh narkotika yang bukan hanya berdampak pada fisik dan

psikis, namun berpengaruh pada kehidupan sosialnya, ekonomi, masyarakat,

kehilangan pekerjaan ataupun kehilangan keluarga, sehingga dapat

menimbulkan kejahatan tingkat kriminalitas yang tinggi. Kejahatan

merupakan salah satu bentuk dari perilaku meyimpang yang selalu melakat

pada bentuk masyarakat

Pengaruh narkotika menurut Smith Kline dan French Clinical Staff

(1968) zat-zat obat dari narkotika mengakibatkan ketidaksadaran atau

pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan

syaraf sentral. Maka dari itu tingkat kriminalitas rata-rata berhubungan

dengan orang yang menyalahgunakan narkotika. Kemudian dalam

rehabilitasi, ada beberapa tahapan dalam rehabilitasi. Masing-masing dari

tahapan memakan waktu tergantung tingkat ketergantungannya. Setiap

tahapan disusun bertahap agar memulihkan ketergantungan. Tahapan-

tahapannya antara lain;

1. Tahap Transisi

Tahapan ini dijadikan dengan cara membantu korban agar

menyadari dirinya sedang menghadapi masalah ketergantungan


narkoba. Dengan cara latar belakang korban, lamanya

ketergantungan, jenis obat apa saja yang dipakai. Hal ini dilakukan

karena dasar proses rehabilitasi harus dari kesadaran pemakainya.

2. Rehabilitasi Intensif

Tahapan ini dilakukan dengan cara penyembuhan psikis, motivasi

dan potensi dirinya. Hal ini menyangkut beberapa pihak seperti

konselor, psikolog dan semua pihak di panti rehabilitasi dengan

membangun tekad agar menjauh dari barang haram tersebut.

3. Tahap Rekonsililasi

Pada tahapan ini beberapa korban akan berinteraksi secara bebas

dengan masyarakat, agar korban benar-benar siap secara mental

dan rohani agar kembali ke lingkungannya semula.

4. Pemeliharaan lanjut

Tahapan ini dilakukan jika dinyatakan sudah sehat dan psikis sudah

pulih kemudian akan melewati tiga titik situasi yaitu, mengubah dan

menjauhi kenang-kenangan terhadap kesenangan narkoba dan melibatkan

diri dalam gerakan kelompok bersih narkoba.

Berdasarkan kasus posisi yang telah penulis tulis di atas, penuntut

umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif. Dakwaan pertama

ialah perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 112

ayat (1) Jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika, dan dakwaan kedua ialah perbuatan terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a
Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat

(1) ke 1 KUHP. Penuntut umum menuntut agar terdakwa Joko Sulistiyo Bin

Sutarno telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta tanpa

hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri

sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-

Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1)

ke 1 KUHP. Dalam putusan ini hakim memilih dakwaan yang kedua karena

terdakwa telah terbukti bersalah dan memenuhi unsur-unsur pasal yang

didakwakan terbukri secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “yang turut serta melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I

bukan tanaman bagi diri sendiri”. Sebagaimana diatur dalam pasal 127 ayat

(1) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo. Pasal 55

ayat (1) ke 1 KUHP. Dalam putusan pengadilan

No.27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk hakim memilih dakwaan kedua karena

terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

“penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri” sebagaimana

dakwaan kedua penuntut umum dan hakim menjatuhkan pidana kepada

terdakwa pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam memutus perkara dengan

putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk menguraikan pertimbangan-

pertimbangan yang relevan dan logis berdasarkan fakta-fakta yang

dikemukakan di muka persidangan dan terpenuhinya unsur-unsur pasal yang

didakwakan kepada terdakwa. Dan berdasarkan putusan No.


27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk bahwa terdakwa telah terbukti bersalah

melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bukan

tanaman jenis shabu untuk kepentingan sendiri. Bahwa terdakwa adalah

subjek hukum yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya

dengan demikian dalam kasus posisi dengan JOKO SULISTIYO Bin

SUTARNO sebagai terdakwa dapat dijatuhi hukuman sanksi pidana.

Menurut penulis dalam putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk majelis

hakim tidak memperhatikan dengan cermat serta teliti dalam mendalami

kasus posisi. Bahwa terdakwa Joko Sulistiyo Bin Sutarno adalah korban

penyalahguna bukan penyalahguna. Pendapat penulis terpertegas oleh

keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa narkotika golongan I bukan

tanaman jenis shabu tersebut bukan milik saudara terdakwa, melainkan

milik saudara Kaper. Terdakwa tidak tahu berapa berat narkotika golongan I

bukan tanaman jenis shabu tersebut yang dibawa oleh saudara Kaper.

Bahwa benar terdakwa menggunakan narkotika golongan I bukan tanaman

jenis shabu bersama-sama dengan saudara Hartono, saudara Kaper dan

saudara Jadi dengan bujukkan dari saudara Hartono yang menyatakan

bahwa “Lur, ini buat kebersamaan, karena Kaper takut, minta tolong biar

gak apa-apa”. Bahwa keterangan yang diberikan oleh terdakwa juga sama

dengan keterangan saksi Hartono yang memberikan keterangan dimuka

persidangan bahwa narkotika golongan I bukan tanaman jenis shabu

tersebut milik saudara Kaper. Serta pendapat penulis juga dipertegas dengan

adanya putusan banding di Pengadilan Tinggi Semarang dengan No.


172/Pid.Sus/2019/PT SMG yang menyatakan bahwa putusan pengadilan

tingkat pertama salah dan keliru dalam mempertimbangkan bukti dan fakta

hukum yang terungkap dalam persidangan. Pada pertimbangan hakim

tingkat banding angka 2 menyatakan bahwa “bahwa Putusan Pengadilan

Tingkat Pertama yang amarnya pada pokoknya menjatuhkan pidana penjara

kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun atas

perbuatannya yang telah terbukti “turut serta menyalahgunakan narkotika

golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri” adalah merupakan putusan

yang tidak mencerminkan atau memberikan rasa keadilan karena Majelis

Hakim Tingkat Pertama telah salah atau keliru dalam mempertimbangkan

penilaian pembuktian terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang

terungkap dalam persidangan, bahkan telah melanggar asas hukum pidana

mengenai tujuan pemidanaan”, sedangkan pada pertimbangan hakim angka

3 majelis hakim berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim

Tingkat Pertama yang menyatakan “tidak ditemukan adanya fakta bahwa

Terdakwa tidak sengaja menggunakan narkotika, karena telah dibujuk,

diperdaya, ditipu,dipaksa, dan diancam untuk menggunakan narkotika dan

menurut keterangan saksi Hartono bahwa ia tidak pernah menyatakan

membujuk Terdakwa” adalah merupakan pertimbangan hukum yang salah

dan keliru dalam melakukan penilaian pembuktian terhadap bukti-bukti dan

fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Sesuai dengan bukti-

bukti yang diajukan dalam persidangan, Terdakwa dalam melakukan

perbuatan menghisap atau menyedot sabu dalam bong adalah karena


bujukan atau dibujuk oleh saudara KAPER dan Saksi HARTONO. Fakta

hukum tersebut telah dikuatkan pula oleh Penuntut Umum dalam

Tuntutannya yang telah menyatakan “barang Narkotika Golongan I jenis

sabu yang membawa atau menyediakan adalah Saudara Kaper dan

Terdakwa dalam melakukan perbuatan menghisap atau menyedot sabu

dalam Bong yang telah dibakar sebanyak 4 (empat) kali adalah karena

adanya bujukan atau dibujuk oleh Saudara KAPER dan Saksi HARTONO”.

Oleh karenaya terdakwa Joko Sulistiyo Bin Sutarno dalam perkara ini ialah

korban penyalahguna bukan penyalahguna serta tidak layak untuk

mendapatkan sanksi pidana penjara 1 tahun. Berdasarkan Pasal 54 Undang-

Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa pecandu

Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Untuk pelaksanaan rehabilitasi

medis diberikan dalam bentuk penanganan kondisi gawat darurat narkotika,

detoksifikasi dan terapi simtomatik, terapi komorbiditas, terapi rumatan dan

terapi non rumatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1)

Peraturan Mentri Hukum dan HAM RI No. 12 Tahun 2017 Tentang

Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Narkotika Bagi Tahanan Dan Warga

Binaan Pemasyarakatan. Sedangkan untuk rehabilitasi sosial diberikan

dalam bentuk Therapeutic Community, Criminon, atau Intervensi Singkat

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Mentri

Hukum dan HAM RI No. 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan


Layanan Rehabilitasi Narkotika Bagi Tahanan Dan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

1. Pertimbangan Hakim Secara Yuridis

Pertimbangan hakim merupakan aspek yang sangat mendasar

dalam hakim mengadili suatu perkara yang diajukan ke pengadilan.

Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sebagaimana yang

tertuang dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: “Hakim dan hakim

konstitusi wajib mengadili, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Hakim pada tingkat pertama Pengadilan Negeri Demak dengan

putusan No. 27/Pis.Sus/2019/PN.Dmk telah menjatuhkan putusan

terhadap terdakwa dikarenakan telah terbukti melakukan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman jenis shabu

sebagaimana dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat

dakwaan kedua Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun

2009 Tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan

menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun kepada

terdakwa.

Adapun pertimbangan hakim dalam Putusan No.

27/Pid.Sus/2019/PN. Dmk yang bersifat yuridis yaitu:


a. Telah Terbuktinya Dakwaan Dari Jaksa Penuntut

Umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena

berdasarkan dakwaan dari Jaksan Penuntut Umum

pemeriksaan dipersidangan dilakukan. Surat dakwaan selain

berikan identitas dari terdakwa juga memuat tempat dan

waktu terjadinya tindak pidana yang telah dilakukan oleh

terdakwa, surat dakwaan juga memuat urian tindak pidana

yang telah dilakukan oleh terdakwa. Surat dakwaan yang

dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang telah

dibacakan di muka persidangan dalam putusan No.

27/Pid.Sus/PN. Dmk, dalam surat dakwaan tersebut Jaksa

Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan bentuk surat

dakwaan alternatif, yaitu:

Dakwaan Kesatu

Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-

Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Dakwaan Kedua

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke

1 KUHP dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

Tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan

perundang-undangan lainnya yang bersangkutan.


Sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam muka

persidangan maka Jaksa Penuntut Umum berkeyakinan

bahwa surat dakwaan kedua yang terbukti. Dimana Jaksa

Penuntut Umum menuntut terdakwa telah terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan “yang turut serta

melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bukan

tanaman bagi diri sendiri”. Sebagaimana diatur dalam

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun

2009 Tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

dan menuntut terdakwa dipidana penjara selama 1 (satu)

tahun.

b. Pertimbangan Hakim Unsur Turut Serta Melakukan

Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bukan

Tanaman Bagi Diri Sendiri

Adapun pertimbangan hakim dalam yang menjadi dasar dai

putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk ialah sebagai

berikut:

1. Menimbang, bahwa di depan persidangan telah

dibacakan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris

Kriminslistik No. LAB. : 2251/NNF/2018, dengan

kesimpulan, bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah

pipa kaca dan 2 (dua) buah tube plastik berisi urine atas

nama Bigadir Joko Sulistiyo Bin Sutarno adalah positif


mangandung Metamfetamina dan terdaftar dalam

Golongan I nomor urut 61 Lampiran I Undang-undang

Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang

Narkotika;

2. Bahwa terdakwa didakwa dengan surat dakwaan

alternatif yaitu kedua, terdakwa telah melanggar Pasal

127 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,

yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

Setiap Orang

Menimbang, bahwa setiap orang, adalah subyek hukum

pelaku tindak pidana yang jelas identitasnya dan dapat

bertanggung jawab secara hukum pidana atas perbutan

pidana yang dilakukannya.

Menimbang, bahwa telah ternyata identitas terdakwa

sesuai dengan identitas pelaku tindak pidana

sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan Penuntut

Umum, dan tidak ternyata bahwa terdakwa telah

kehilangan kemampuan bertanggung jawab secara

hukum pidana pada waktu melakukan perbuatannya

sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan Penuntut

Umum, maka unsur tersebut diatas telah terpenuhi.


Yang Turut Serta Melakukan Penyalahgunaan

Narkotika Golongan I Bukan Tanaman Bagi Diri

Sendiri

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan turut serta

dalam unsur ini adalah pelaku perbuatan

penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman

bagi diri sendiri, berjumlah lebih dari seorang, dan

masing-masing orang memiliki kehendak untuk

melakukan perbuatan tersebut, sebagaimana yang

dikehendaki oleh salah satu kualifikasi penyertaan

sebagaimana termuat dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP;

Menimbang, bahwa yang dimaksud penyalahgunaan

narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri,

adalah dengan tanpa hak atau melawan hukum

memakai untuk dirinya sendiri narkotika golongan I

bukan tanaman;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan tanpa hak

atau melawan hukum dalam hal ini adalah bahwa

pelaku secara hukum tidak berhak untuk melakukan

perbuatan tersebut;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan narkotika

golongan I bukan tanaman adalah narkotika yang


sebagaimana tersebut Lampiran I Undang-undang No.

35 tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai narkotika

golongan I bukan tanaman.

3. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi

Suparyadi dan saksi Aqunasara Guruh Putra Perdana,

yang dibenarkan oleh Terdakwa, bahwa Terdakwa

pernah mengatakan pada saksi-saksi tersebut, bahwa

Terdakwa telah memakai shabu seminggu sebelumnya,

setelah dilakukan pemeriksaan urine sementara;

4. Bahwa keteangan Saksi Hartono, saksi Suparyadi dan

saksi Aqunasara Guruh Putra Perdana dihubungan

dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris

Kriminslistik No. LAB. : 2251/NNF/2018 yang telah

dibacakan dimuka persidangan bersesuaian satu sama

lain terungkap di muka persidangan.

5. Menimbang, bahwa dari bukti surat berupa Berita

Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No.

Lab. : 2278/FKF/2018, dengan kesimpulan, yang pada

pokoknya, bahwa dari barang bukti 1 (satu) buah

handphone warna putih merk Oppo yang disita dari

Joko Sulistiyo Bin Sutarno, ditemukan informasi yang

terkait dengan maksud pemeriksaan, yaitu terjadinya

tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dari User


Account WhatsApp sebanyak 1 account, dari Contacts

sebanyak 1 nama, dari SMS Massages sebanyak 2

pesan dan dari Data File Image sebanyak 4 file gambar;

yang berisi komunikasi yang diduga berkaitan dengan

penyalahgunaan narkotika.

6. Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum

yang terungkap di persidangan, tidak ditemukan adanya

fakta bahwa Terdakwa tidak sengaja menggunakan

narkotika, karena telah di bujuk, diperdaya, ditipu,

dipaksa, dan atau diancam untuk menggunakan

narkotika, bahkan rumah Terdakwa dijadikan tempat

untuk memakai narkotika dan barang-barang yang

dipakai untuk menggunakan narkotika ditemukan di

rumah Terdakwa, serta menurut keterangan saksi

Hartono bahwa ia tidak pernah menyatakan membujuk

Terdakwa, bahkan pada waktu kejadian, Terdakwa

adalah orang yang menyiapkan bongnya (alat hisap)

dan Terdakwa telah menggunakan narkotika lebih dari

sekali;

7. Menimbang, bahwa SEMA No. 4 tahun 2010,

Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Kesehatan,

Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan


Badan Narkotika Nasional, No. 01/PB/MA/III/2014,

No. 03 tahun 2014, No. 11 tahun 2014, No.

PER005/A/JA/03/2014, No. 1 tahun 2014 dan No.

PERBER/01/III/2014/BNN, tentang Penanganan

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi; adalah

diprioritaskan bagi pecandu dan korban

penyalahgunaan narkotika;

8. Bahwa oleh karena perbuatan yang telah dilakukan

terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana

yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka

tindakan yang telah dilakukan oleh terdakwa tersebut

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “yang turut serta melakukan penyalahgunaan

narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri”

sebagaimana yang termuat dalam surat dakwaan.

9. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim

di atas, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-

unsur tindak pidana sebagaimana yang didakwakan

oleh Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 127 ayat

(1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP


10. Menimbang, bahwa dalam dipersidangan Majelis

Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat

menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik

alasan pembenar atau pemaaf, maka terdakwa

mempertanggungjawabkan perbuatannya;

11. Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang

diajukan di persidangan untuk selanjutnya

dipertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa

barang bukti berupa;

- 1 (satu) buah tube plastik yang berisi sampel urine.

- 2 (dua) buah pipa kaca bekas.

- 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terbuat dari

botol plastik bekas polos lengkap dengan sdotannya.

- 1 (satu) buah potongan sedotan.

- 1 (satu) bungkus bekas tempat rokok sampoerna mild.

- 3 (tiga) buah korek api gas.

- 1 (satu) buah handphone merk OPPO warna putih

gold beserta nomornya 081390650988 dan

081217340149

12. Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana

terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan

terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang

meringankan Terdakwa:
Keadaan Yang Memberatkan:

 Perbuatan terdakwa tidak mendukung program

pemerintah dalam pemberatasan penyalahgunaan

narkotika;

 Perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi

masyarakat lainnya untuk menyalah gunakan

narkotika;

 Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan

ketrangannya;

 Terdakwa adalah anggota Polri yang seharusnya

menegakan hukum

Keadaan Yang Meringankan

 Terdakwa sopan di persidangan

 Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga

 Terdakwa belum pernah dihukum

c. Keterangan Sanksi Mahkota

Sebelum menjatuhkan sanksi pidana penjara kepada

terdakwa, Majelis Hakim Tingkat Pertama harus

mempertimbangkan keterangan dari saksi mahkota, yaitu

saksi Hartono.

Bahwa dalam persidangan saksi mahkota dibawah sumpah

menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:

 Bahwa saksi adalah teman Terdakwa;


 Bahwa saksi sering datang ke rumah Terdakwa

untuk membantu pekerjaan serabutan;

 Bahwa pada hari Selasa tanggal 23 Oktober 2018

sekitar jam 03.00 Wib. saksi ditangkap polisi di

rumah saksi di dukuh Ngasem Barat RT.01 RW.01

desa Sukodono kecamatan Bonang kabupaten

Demak, karena kasus pencurian mobil pick up;

 Bahwa pada waktu di periksa di kantor polisi saksi

juga di test urine dan hasilnya positif memakai

narkotika jenis shabu;

 Bahwa saksi memakai shabu pada hari Jumat

tanggal 19 Oktober 2018 sekitar jam 13.00 Wib.

Bersama-sama dengan Terdakwa, kaper dan Jadi;

 Bahwa shabu tersebut milik kalper, namun yang

menyiapkan bongnya adalah terdakwa;

 Bahwa barang bukti yang ditunjukan di persidangan

adalah sebagian dari alatalat yang saksi dan

Terdakwa gunakan untuk memakai narkotika

bersama Kaper dan Jadi;

 Bahwa shabu yang dipakai seberat 1 (satu) paket ¼

gram;
 Bahwa saksi yang membakar dengan korek api

shabu dalam pipa kaca, kemudian saksi, Terdakwa,

Kaper dan Jadi, menghisap sabu dengan bong;

 Bahwa saksi melihat Terdakwa menghisap lebih

dari sekali;

 Bahwa saksi sebelumnya sudah pernah memakai

shabu bersama Terdakwa di rumah Terdakwa;

 Bahwa saksi mengetahui jika Terdakwa sudah lama

memakai shabu, yaitu sejak akhir tahun 2016

 Bahwa benar barang-barang bukti yang ditunjukan

dipersidangan ditemukan di rumah Terdakwa;

 Bahwa saksi sudah tidur di rumah Terdakwa sejak

tanggal 10 Oktober 2018;

 Bahwa saksi pernah diperiksa di penyidik yang

dituangkan dalam BAP;

 Bahwa apa yang saksi terangkan di penyidik adalah

benar;

 Bahwa saksi pada waktu diperiksa di penyidik

dalam keadaan bebas tanpa paksaan maupun

ancaman;

 Bahwa saksi dipaksa penyidik untuk mengatakan

tanggal 19 Oktober 2018.


d. Keterangan Terdakwa

Untuk mencapai rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 48

Tahun 2009, maka hakim wajib mengagali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum.

Keterangan terdakwa sangat harus dipertimbangkan untuk

memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa. Dalam persidangan

terdakwa di bawah sumpah menerangkan pada pokoknya:

 Bahwa Terdakwa adalah anggota Polri dari Sat

Sabhara Polres Demak;

 Bahwa Terdakwa pernah memakai narkotika jenis

shabu bersama dengan saksi Hartono, Kaper dan

Jadi, namun hari, tanggal dan bulannya lupa tapi

ditahun 2018 di rumah Terdakwa di lantai 2 (dua);

 Bahwa Terdakwa tidak tahu berapa berat atau

jumlah shabu tersebut;

 Bahwa shabu tersebut milik Kaper dan dibawa

Kaper untuk dipakai;

 Bahwa Terdakwa tidak tahu darimana Kaper dapat

shabu tersebut;

 Bahwa Terdakwa tidak pernah mengeluarkan uang

untuk shabu tersebut;


 Bahwa Terdakwa memakai shabu baru pertama kali,

sebelumnya tidak pernah;

 Bahwa terdakwa memakai shabu pertama kali

karena dibujuk oleh saksi Hartono dengan

mengatakan “Lur, ini buat kebersamaan, karena

Kaper takut, minta tolong biar gak apa-apa”;

 Bahwa ketika saksi Hartono memanggil Terdakwa

untuk memakai shabu, kedaan shabu sudah dibakar

di pipa kaca dan Terdakwa tinggal menghisap saja;

 Bahwa terdakwa menghisap sebanyak 4 (empat)

kali;

 Bahwa terdakwa merasa takut setelah mamakai

shabu, karena shabu adalah barang terlarang;

 Bahwa selain HP milik Terdakwa dan botol urine,

Terdakwa tidak mengetahui barang bukti yang

diperlihatkan di persidangan yang berupa peralatan

memakai shabu karena seingat Terdakwa bongnya

adalah botol aqua kecil dan telah dibuang;

 Bahwa Terdakwa tidak mengetahui mengenai

barang bukti tersebut, karena pada waktu

penggeledahan barang-barang tersebut sudah

ditemukan di lantai 2 (dua) rumah Terdakwa, dan


pada waktu Terdakwa ditangkap tidak disertai

barang bukti;

 Bahwa barang-barang tersebut bukan kepunyaan

Terdakwa;

 Bahwa Terdakwa pernah meminta asesmen di

BNNP dan telah dilaksanakan asesman;

 Bahwa Terdakwa pernah ditawari asesmen oleh

Penyidik;

 Bahwa Terdakwa menyesal karena telah

menggunakan narkotika;

 Bahwa terdakwa mempunyai tanggungan anak dan

istri;

e. Barang Bukti

Selain para saksi yang dihadirkan dalam muka persidangan,

ada juga barang bukti. Barang bukti ialah semua benda yang

disita oleh Jaksa Penuntut Umum yang dilakukan terdakwa

dalam melakukan tindak pidana. Barang bukti ini juga di

hadirkan dalam muka persidangan agar meyakinkan hakim

bahwa terdakwa benar-benar telah melakukan tindak pidana

yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


Barang bukti yang dihadirkan dalam muka persidangan

pada putusan No. 27/Pid.Sus/2019/Pn.Dmk ialah sebagai

berikut:

 1 (satu) buah tube plastik yang berisi sample urine;

 2 (dua) buah pipa kaca bekas;

 3 (tiga) buah bong/alat hisap shabu yang terdiri dari

botol bekas polos lengkap dengan sedotannya;

 1 (satu) buah potong sedotan;

 1 (satu) bungkus bekas tempat rokok sampoerna

mild;

 3 (tiga) buah korek api gas;

 1 (satu) buah hanphone merk OPPO warna putih

gold beserta nomornya 081390650988 dan

081217340149.

f. Terpenuhinya Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pembuktian dalam kasus pidana sangatlah penting, sehingga

hakim dapat mempertimbangkan bahwa terdakwa

melakukan tindak pidana atau tidak. Sehingga alat-alat dan

barang-barang bukti yang dimunculkan dalam persidangan

akan mengungkapkan kebenaran-kebenaran materil.

Melalui unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada

terdakwa, hakim mempertimbangkan apakah terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang telah


dilakukan oleh terdakwa dengan memperhatikan alat-alat

serta barang bukti sebagaimana yang tertuang dalam Pasal

184 KUHAP. Berdasarkan Surat Dakwaan Alternatif yang

didakwakan kepada terdakwa: Kesatu perbuatan terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112

ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika, Kedua perbuatan terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1)

Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Tidak hanya berdasarkan

surat dakwaan saja hakim juga mempertimbangkan alat-alat

dan barang bukti yang dihadirkan di depan muka

persidangan sehingga terungkap fakta-fatka di persidangan

kemudian hakim memutuskan bahwa perbuatan terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1)

Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Perbuatan terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur Pasal Pasal 127 ayat (1) Undang-

Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal

55 ayat (1) ke 1 KUHP, diantaranya sebagai berikut:

 Memenuhi Unsur Setiap Orang

Menimbang, bahwa setiap orang, adalah subyek

hukum pelaku tindak pidana yang jelas identitasnya


dan dapat bertanggung jawab secara hukum pidana

atas perbutan pidana yang dilakukannya.

Menimbang, bahwa telah ternyata identitas

terdakwa sesuai dengan identitas pelaku tindak

pidana sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan

Penuntut Umum, dan tidak ternyata bahwa

terdakwa telah kehilangan kemampuan bertanggung

jawab secara hukum pidana pada waktu melakukan

perbuatannya sebagaimana diuraikan dalam surat

dakwaan Penuntut Umum, maka unsur tersebut

diatas telah terpenuhi.

 Memenuhi Unsur Yang Turut Serta Melakukan

Penyalahgunaan Narkotika golongan I Bukan

Tanaman Bagi Diri Sendiri

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan turut

serta dalam unsur ini adalah pelaku perbuatan

penyalahgunaan narkotika golongan I bukan

tanaman bagi diri sendiri, berjumlah lebih dari

seorang, dan masing-masing orang memiliki

kehendak untuk melakukan perbuatan tersebut,

sebagaimana yang dikehendaki oleh salah satu

kualifikasi penyertaan sebagaimana termuat dalam

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Menimbang, bahwa yang dimaksud

penyalahgunaan narkotika golongan I bukan

tanaman bagi diri sendiri, adalah dengan tanpa hak

atau melawan hukum memakai untuk dirinya

sendiri narkotika golongan I bukan tanaman.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan tanpa

hak atau melawan hukum dalam hal ini adalah

bahwa pelaku secara hukum tidak berhak untuk

melakukan perbuatan tersebut.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan

narkotika golongan I bukan tanaman adalah

narkotika yang sebagaimana tersebut Lampiran I

Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, sebagai narkotika golongan I bukan

tanaman.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi

Hartono, yang dibantah oleh Terdakwa, bahwa pada

hari Jumat tanggal 19 Oktober 2018 kurang lebih

jam 13.30 Wib. bertempat di rumah Terdakwa di

desa Wonowoso RT.01 RW.02 kecamatan

Karangtengah kabupaten Demak, Terdakwa

bersama-sama dengan Hartono, Jadi dan Kaper

telah menggunakan shabu, dengan cara, menghisap


melalui bong setelah shabu dimasukan ke pipa kaca

dan dibakar.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi

Yuli Erwin yang dibenarkan oleh Terdakwa, bahwa

Terdakwa dan saksi Yuli Erwin serta salah satu

putusan.mahkamahagung.go.id teman Terdakwa

yang saksi tidak kenal, selalu bersama dengan

mengendarai mobil Honda Jazz warna putih milik

Terdakwa, dari jam 10.00 Wib. ketika dijemput

Terdakwa dari rumah saksi, dan kembali lagi ke

rumah saksi jam 16.30 Wib. pada hari Jumat

tanggal 19 Oktober 2019, dimana pada jam 13.30

Wib. mampir di sebuah warung sate untuk makan.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi a

de charge Ahmad Rofiq yang dibenarkan oleh

Terdakwa, bahwa pada hari Jumat tanggal 19

Oktober 2019 kurang lebih jam 14.00 Wib.

Terdakwa datang ke koperasi kantor dan bertemu

dengan saksi Ahmad Rofiq, untuk keperluan

pembelian pesawat TV sebelum atau setelah

membeli TV di toko elektronik.


Menimbang, bahwa dengan demikian dapat

dipastikan bahwa 2 (dua) diantara kejadian tersebut

tidak benar.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi

Suparyadi dan saksi Aqunasara Guruh Putra

Perdana, yang dibenarkan oleh Terdakwa, bahwa

Terdakwa pernah mengatakan pada saksi-saksi

tersebut, bahwa Terdakwa telah memakai shabu

seminggu sebelumnya, setelah dilakukan

pemeriksaan unrine sementara.

Menimbang, bahwa menurut keterangan Terdakwa,

ia pernah memakai shabu bersama-sama dengan

saksi Hartono, Kaper dan Jadi namun hari dan

tanggalnya lupa, maka unsur tersebut diatas telah

terpenuhi.

g. Hal-Hal Yang Memberatkan

Sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, hakim

harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan

hal-hal yang meringankan terdakwa. Dimana pertimbangan-

pertimbangan ini dibentuk oleh hakim untuk mewujudkan

rasa keadilan bagi terdakwa. Dalam putusan No.

27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk hal-hal yang memberatkan

terdakwa ialah sebagai berikut:


 Perbuatan terdakwa tidak mendukung program

pemerintah dalam pemberatasan penyelahgunaan

narkotika;

 Perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi

masyarakat lainnya untuk menyalah gunakan

narkotika;

 Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan

ketrangannya;

 Terdakwa adalah anggota Polri yang seharusnya

menegakan hukum.

h. Hal-Hal Yang Meringankan

Demi tercapainya rasa keadilan bagi terdakwa maka hakim

juga harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan

terdakwa. Dalam putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk

yang menjadi hal-hal yang meringankan bagi terdakwa ialah

diantaranya:

 Terdakwa sopan selama persiadangan;

 Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga;

 Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.


2. Pertimbangan Hakim Secara Sosiologis

Putusan yang memenuhi pertimbangan sosiologis yaitu putusan

yang tidak bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat

(kebiasaan masyarakat). Sedangkan pertimbangan sosiologis menurut

M Solly Lubis mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat

sebagai sarana menjamin masyarakat.

Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang sosial

seperti pendidikan, lingkungan, tempat tiggal, dan pekerjaan, serta

mengetahui motif terdakwa mengapa terdakwa melakukan tindak

pidana narkotika. Latar belakang dari terdakwa melakukan tidak

pidana ialah bukan dari keinginan terdakwa melainkan adanya ajakan

dari saksi Hartono yang menyatakan bahwa: “Lur, ini buat

kebersamaan, karena Kaper takut, minta tolong biar ga apa-apa”.

Bahwa keterangan terdakwa saling berkaitan dengan keterangan saksi

Hartono yang menyatakan narkotika golongan I bukan tanaman jenis

shabu yang dihisap oleh saudara terdakwa, Kaper, Hartono, dan Jadi

bukan milik terdakwa melainkan milik saudara Kaper.

Selain dari latar belakang dari terdakwa, pertimbangan yang

tidak boleh diabaikan oleh hakim ialah seberapa banyak dampak yang

dialami oleh masyarakat akibat tindak pidana yang telah dilakukan

oleh terdakwa serta keadaan masyarakat pada saat tindak pidana ini

dilakukan. Berdasarkan putusan No. 27/Pid.Sus/2019/PN.Dmk hal-hal

yang dipertimbangkan hakim sebagai berikut:


a. Keadaan Yang Memberatkan:

 Perbuatan terdakwa tidak mendukung program

pemerintah dalam pemberantasan penyalahgunaan

narkotika. Hal ini menjadi dasar pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa,

karena perbuatan tidak pidana yang telah dilakukan

tindak mendukung program pemerintah untuk

memberantas narkotika.

 Perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi masyarakat

lainnya untuk menyalahgunakan narkotika. Hal ini

mejadi dasar hakim yang mana tindakan terdakwa ini

bisa memperngaruhi masyarakat luas untuk

menyalahgunakan narkotika.

b. Keadaan Yang Meringankan:

 Terdakwa mempunyai tanggungjawab keluarga. Hal

ini menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan

sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa,

dikarenakan terdakwa masih mempunyai

tanggungjwab keluarga yang harus dipenuhi oleh

terdakwa.

 Terdakwa belum pernah dihukum. Hal ini juga

menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam

meringankan terdakwa, karena terdakwa belum


pernah melakukan tindak pidana sebelumnya serta

belum pernah mendapat sanksi pidana.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka hakim pada tingkat pertama

menjatuhkan putusan bahwa, oleh karena dasar yuridis Pasal 127 ayat

(1) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo.

Pasal 55 ayat (1) ke KUHP, terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana narkotika “yang turut serta

melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman

bagi diri sendiri”. Hakim mempertimbangkan pertimbangan hakim

secara yuridis dan sosiologis, Hakim Pengadilan Tingkat Pertama

yaitu Pengadilan Negeri Demak menjatuhkan sanksi pidana penjara

selama 1 (satu) tahun.

Dalam pertimbangan sosiologis, hakim mempertimbangkan

keadaan yang memberatkan serta keadaan yang meringankan bagi

terdakwa, dimana hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1

(satu) tahun. Menurut penulis Hakim Pengadilan Negeri Demak

benar-benar tidak menggali serta mengikuti mengapa terdakwa

melakukan tindak pidana narkotika sehingga salah menjatuhkan

putusan serta tidak memperhatikan Pasal 54 Undang-Undang RI No.

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang menyatakan bahwa: “pecandu

Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Hakim Pengadilan Negeri

Demak menyatakan bahwa terdakwa adalah seorang penyalahguna


narkotika, penulis berpendapat bahwa apa yang dinyatakan oleh

Hakim Pengadilan Negeri Demak adalah sesuatu kekeliruan, dilihat

dari keterangan terdakwa yang diberikan di muka persidangan, bahwa

terdakwa menghisap narkotika golongan I bukan tanaman jenis shabu

karena adanya bujukan atau ajakan dari saudara Hartono yang

menyatakan bahwa “Lur, ini buat kebersamaan, karena Kaper takut,

minta tolong biar ga apa-apa”. Keterangan terdakwa dengan

keterangan saksi mahkota yaitu saudara Hartono saling berkaitan.

Saksi mahkota Hartono memberikan keterangan pada pokoknya:

bahwa benar terdakwa menghisap narkotika golongan I bukan

tanaman jenis shabu bersama-sama dengan saudara Hartono, Kaper

dan Jadi. Serta shabu tersebut bukan milik terdakwa.

Dari keterangan terdakwa dan saksi mahkota saudara Hartono

dapat penulis simpulkan bahwa saudara terdakwa adalah seorang

korban penyalahguna narkotika bukan seorang penyahguna narkotika.

Sehingga hukuman yang tepat bagi terdakwa adalah rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial bukan sanksi pidana penjara selama 1 (satu

tahun).

3. Pertimbangan Hakim Secara Filosofis


Pertimbangan filosofis, yakni pertimbangan atau unsur yang

menitikberatkan kepada nilai keadilan terdakwa dan korban. 38

Sedangkan menurut Bagir Manan, mencerminkan nilai-nilai filosofis

atau nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee). Diperlukan

sebagai sarana menjamin keadilan. Sebagaimana dalam putusan

tingkat pertama dengan No. 27/Pid.Sus/2019/PN Dmk, dilihat dari

keadaan-keadaan yang meringankan dan memberarkan terdakwa.

a. Keadaan Yang Memberatkan:

 Perbuatan terdakwa tidak mendukung program

pemerintah dalam pemberantasan penyalahgunaan

narkotika. Hal ini menjadi dasar pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa,

karena perbuatan tidak pidana yang telah dilakukan

tindak mendukung program pemerintah untuk

memberantas narkotika.

 Perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi masyarakat

lainnya untuk menyalahgunakan narkotika. Hal ini

mejadi dasar hakim yang mana tindakan terdakwa ini

bisa memperngaruhi masyarakat luas untuk

menyalahgunakan narkotika.

b. Keadaan Yang Meringankan:

38
M. Yahya Harahap, ”Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan”, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,hlm.20
 Terdakwa mempunyai tanggungjawab keluarga. Hal

ini menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan

sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa,

dikarenakan terdakwa masih mempunyai

tanggungjwab keluarga yang harus dipenuhi oleh

terdakwa.

 Terdakwa belum pernah dihukum. Hal ini juga

menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam

meringankan terdakwa, karena terdakwa belum

pernah melakukan tindak pidana sebelumnya serta

belum pernah mendapat sanksi pidana.

Jika dilihat dari keadaan-keadaan yang memberatkan dan

meringankan, hakim tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri Demak

telah mempertimbangkan bahwa terdakwa tidak mendukung program

pemerintah dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika serta

perbuatan terdakwa dapat mempengaruhi masyarakat lainnya untuk

menyalahgunakan narkotika dan Terdakwa mempunyai

tanggungjawab keluarga serta Terdakwa belum pernah dihukum,

maka hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri Demak menjatuhkan

sanksi penjara pidana selama 1 (satu) tahun kepada terkdakwa adalah

suatu ketidakadilan bagi terdakwa. Karena pada dasarnya terdakwa

bukanlah penyalahguna narkotika namun korban penyalahgunaan

narkotika. Seharusnya berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang RI No.


35 Tahun 2009 Tentang Narkotika korban penyalahgunaan narkotika

seharusnya mendapatkan rehabilitasi secara medis dan sosial.

Menurut pendapat penulis Hakim Tingkat Pertama Pengadilan

Negeri Demak dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1

(satu) tahun kepada Terdakwa adalah sesuatu ketidakadilan. Penulis

sependapat dengan pertimbangan yuridis bahwa Terdakwa telah

memenuhi unsur “Yang turut serta melakukan penyalahgunaan

narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri” dan unsur ini

tidak dibantah sama sekali dalam putusan banding No.

127/Pid.Sus/2019/PT SMG, namun penulis tidak setuju dengan

pertimbangan sosilogis dan filosofis Hakim Tingkat Pengadilan

Negeri Demak. Hakim tidak mencermati dan meneliti dengan baik

kenapa Terdakwa melakukan tindak pidana narkotika, yaitu

berdasarkan keterangan Terdakwa dan keterangan saksi Hartono yang

diberikan dalam muka persidangan bahwa Terdakwa melakukan

tindak pidana narkotika atas dasar ajakan dari saksi Hartono serta

Hakim Pengadilan Negeri Demak tidak memperhatikan pasal 54

Undang-Undang Ri No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian penulis pada bab-bab di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa dasar Hakim Tingkat Pertama Pengadilan Negeri Demak

dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun adalah

sebagai berikut:

1. Dasar Pertimbangan Hakim Secara Yuridis

Bahwa penjatuhan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun

berdasarkan putungan No. 27/Pid.Sus/2019/PN Dmk bahwa terdakwa

secara sah dan meyakinkan telah melakukan “yang turut serta

melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bukan tanaman

bagi diri sendiri” sebagaimana perbuatan terdakwa termuat dan

diancam pidana sesuai dengan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang RI

No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP.

2. Dasar Pertimbangan Hakim Secara Sosiologis

Dalam pertimbangan hakim secara sosiologis, Hakim

Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri Demak,

mempertimbangan keadaan-keadaan meringankan serta

memeberatkan dari Terdakwa, sehingga Hakim Pengadilan Negeri

Demak menjatuhkan sanksi penjara selama 1 (satu) tahun kepada


Terdakwa. Namun Hakim Pengadilan Negeri Demak tidak

mempertimbangkan kenapa Terdakwa melakukan tindak pidana

narkotika. Terdakwa melukan tindak pidana narkotika karena adanya

ajakan dari saksi Hartono, berdasarkan penjelasan Pasal 54 Undang-

Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa

Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika” adalah

seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk,

diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan

Narkotika. Sebagaimana Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun

2009 Tentang Narkotika seharusnya terdakwa mendapat rehabilitasi

secara medis dan sosial.

3. Dasar Pertimbangan Hakim Secara Filosofis

Dalam pertimbangan hakim secara filosofis, Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Demak belum mempertimbangkan keadilan bagi

terdakwa. Dalam kasus ini Terdakwa bukanlah seorang penyalahguna

narkotika melainkan seorang korban penyalahguna narkotika. Oleh

karena Putusan No. 27//Pid.Sus/2019/PN Dmk yang menjatuhkan

sanksi penjara pidana selama 1 (satu) tahun kepada terdakwa tidaklah

adil bagi terdakwa, seharusnya terdakwa mendapat rehabilitasi secara

medis ataupun sosial sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 54

Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

B. Saran
Berdasarkan uraian yang telah penulis tulis di atas, maka penulis

menyarankan kepada Majelis Hakim diantaranya:

1. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dimana tindak

pidana yang tekah dilakukan oleh terdakwa dan hakim tetap harus

berpedoman pada aturan-aturan maupun perundang-undangan yang

berlaku serta tetap mempertimbangankan hukum secara yuridis,

sosiologis dan filosofis, serta hakim dalam menjatuhkan putusan

kepada terdakwa harus memperhatikan dan mempertimbangkan

putusannya apakah putusannya tersebut sudah sangat adil bagi

terdakwa.

2. Hakim wajib menggali serta memperhatikan kerangan terdakwa dan

keterangan saksi mahkota yang diberikan dalam muka persidangan,

agar putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa sudah sangat adil bagi

Terdakwa.

Anda mungkin juga menyukai