Kelompok 1 Hukum Penitensier
Kelompok 1 Hukum Penitensier
1
A. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia
Negara Indonesia mengembangkan sistem penjara menjadi sistem
pemasyarakatan yang bertujuan untuk mengendalikan pemidanaan sebagai suatu
perbaikan bagi warga binaan supaya setelah mendapat pelayanan pemasyarakatan
menjadi warga negara yang baik. Pergantian sistem kepenjaraan menjadi sistem
pemasyarakatan dilatarbelakangi oleh ketidakefektifan sistem kepenjaraan yang
menggunakan metode kekerasan untuk memberikan efek jera. Sistem pemasyarakatan
saat ini lebih mengedepankan pelaksanaan pembinaan dan reintegrasi sosial guna
memulihkan kembali kesatuan hidup dan kesesuaian terhadap tujuan hukum yaitu
mengembalikan pada keadaan semula (Nugraha, 2020).
Pengertian sistem pemasyarakatan menurut Pasal 1 angka 2 Undang - Undang
No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan adalah sebagai suatu tatanan mengenai
arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi pemasyarakatan secara terpadu.
Berlandaskan kepada pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sistem
pemasyarakatan merupakan tata cara untuk membina seseorang yang telah melakukan
kesalahan supaya dapat memperbaiki kesalahannya dan dapat diterima kembali dalam
kehidupan bermasyarakat (Situmorang, 2019). Pemasyarakatan adalah bagian dari
rangkaian atau subsistem dari pelaksanaan sistem peradilan pidana yang dilakukan oleh
negara untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat (Prakoso S & Subroto,
2023). Sistem Pemasyarakatan di Indonesia melalui Undang - Undang No. 22 Tahun
2022 tentang Pemasyarakatan diberikan suatu arahan guna memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang meliputi membimbing,
melayani, membina, merawat, memberikan perlindungan, serta melaksanakan
pemenuhan hak asasi manusia. Sistem Pemasyarakatan sebagai suatu tahapan terakhir
dalam subsistem peradilan pidana memiliki tugas untuk membina dan membimbing
warga binaan akibat dari adanya hukuman pencabutan kemerdekaan. (Salsabila DM &
Pratomo, 2017). Di dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan dilaksanakan dalam
dua segi, yaitu segi pengamanan dan segi pembinaan yang saling bersinergi guna
menjaga dan memelihara ketertiban serta melancarkan pembinaan terhadap warga
binaan (Wulandari, n.d., 2020).
Hasil dari sistem pemasyarakatan pada masa kini dianggap tidak sesuai dengan
tujuan pemasyarakatan karena beberapa hal, seperti adanya pungutan liar dalam lapas,
diskriminasi, dan overcrowding dalam lapas yang menyebabkan sulitnya
penyelenggaraan pemasyarakatan. Dalam data yang dikutip dari jurnal Sains Sosio dan
2
Humaniora, Indonesia mengalami peningkatan sebanyak lebih dari 2 kali lipat jumlah
warga binaan lapas pada rentang waktu 2015 -2019, kepadatan penjara atau lapas ini
dapat diakibatkan oleh peningkatan kejahatan dan masih dominannya pidana penjara
dalam regulasi di Indonesia. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana di Indonesia,
persentase tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara adalah 98%, sedangkan
untuk tindak pidana diluar KUHP memiliki ancaman pidana sebanyak 92%(Nugraha,
2020). Faktor lain yang dapat menimbulkan asumsi bahwa sistem pemasyarakatan di
Indonesia saat ini adalah masih adanya stigma masyarakat bahwa seorang mantan
narapidana adalah orang yang kotor dan layak dijauhi yang pada dasarnya salah satu
tujuan utama sistem pemasyarakatan adalah untuk memperbaiki warga binaan agar
dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Sistem Pemasyarakatan di Swedia
Sistem pemasyarakatan di Swedia adalah salah satu sistem pemasyarakatan
modern di dunia. Sistem pemasyarakatan di negara ini mengedepankan nilai
humanisme dan sudah menghapuskan hukuman mati. Lembaga pemasyarakatan
(penjara) di Swedia juga memberikan pelayanan terbaik bagi para penghuninya.
Menurut Kepala penjara dan layanan masa percobaan Swedia bernama Nils Oberg
dalam wawancaranya dengan theguardian.com, penjara di Swedia bukanlah tempat
untuk menghukum, melainkan untuk mengubah seseorang menjadi lebih baik (Fachri
Syawal, Padmono Wibowo, 2021). Ia juga mengumumkan bahwa pada bulan
November 2013 empat penjara Swedia akan ditutup karena penurunan jumlah tahanan
yang “luar biasa”. Layanan pemasyarakatan di Swedia ini ditangani oleh suatu lembaga
di bawah Kementerian Kehakiman yang bernama Layanan Penjara dan Masa
Percobaan Swedia ( Swedia : Kriminalvården ). Lembaga ini memiliki tugas sebagai
penjaga penjara, menahan tersangka yang ditangkap di penjara dan melacak narapidana
yang melarikan diri.
Penjara di Swedia memiliki reputasi di seluruh dunia sebagai penjara liberal dan
progresif. Penjara Swedia berhasil mempertahankan pendekatan hukuman yang
manusiawi secara luas, bahkan untuk pelanggar yang paling serius, hukuman penjara
jarang melebihi 10 tahun. Mereka yang menerima hukuman penjara seumur hidup
masih dapat mengajukan permohonan ke pengadilan setelah satu dekade agar
hukumannya diubah menjadi jangka waktu tetap, biasanya antara 18 sampai 25 tahun.
Pengaturan pidana penjara seumur hidup di Swedia tercantum dalam The 1962 Swedish
Penal Code. Kejahatan yang diancam dengan pidana seumur hidup di Swedia antara
3
lain kejahatan spionase yang serius; kejahatan pembakaran yang serius terhadap
properti; penculikan; sabotase dalam skala besar; sabotase maritim, penerbangan dan
bandara; atau kejahatan perusakan yang menyebabkan publik dalam keadaan bahaya.
Pidana penjara seumur hidup tetap diberlakukan karena dianggap masih memiliki
“fungsi simbolis” untuk menangani kejahatan, tetapi dengan syarat dijaminnya
peninjauan secara berkala terhadap narapidana seumur hidup dalam undang-undang
(Satria Manda Adi Marwan, 2021).
Swedia juga merupakan negara pertama di Eropa yang memperkenalkan
penandaan elektronik terhadap penjahat yang dihukum dan terus berusaha untuk
meminimalkan hukuman penjara jangka pendek sedapat mungkin dengan
menggunakan tindakan berbasis komunitas dan terbukti lebih efektif dalam mengurangi
pengulangan pelanggaran . Tingkat residivis di Swedia juga sangat rendah. Menurut
Kementerian Kehakiman Inggris tingkat pelanggaran ulang secara keseluruhan di
Swedia berkisar antara 30 dan 40% selama tiga tahun – sekitar setengahnya di Inggris.
Salah satu faktor yang membuat tindak pidana berulang turun dan tingkat penahanan di
Swedia adalah bahwa usia tanggung jawab pidana ditetapkan pada usia 15 tahun serta
dukungan pasca-penjara yang tersedia di Swedia ( Erwin James, 2013). Layanan masa
percobaan ditugaskan tidak hanya untuk mengawasi mereka yang dalam masa
percobaan tetapi juga menjamin penyediaan program perawatan bagi pelaku dengan
masalah narkoba/alkohol atau kekerasan. Layanan ini dibantu oleh sekitar 4.500
pengawas awam – anggota masyarakat yang secara sukarela berteman dan mendukung
pelanggar di bawah pengawasan. Selain memberikan rehabilitasi bagi pecandu narkoba,
lembaga pemasyarakatan Swedia juga mengembangkan program untuk mengatasi
perilaku seperti agresi dan kekerasan agar pelaku kejahatan tidak mengulangi
kejahatannya kembali salah satunya dengan program yoga di lembaga pemasyarakatan
yang sudah dilakukan sejak tahun 2002.
4
Aspek Indonesia Swedia
Kondisi yang ada di Lembaga pemasyarakatan di Lembaga pemasyarakatan
dalam Lembaga Indonesia yangmengalami yang ada di Swedia
Pemasyarakatan kepadatan narapidana. Kondisi cenderung mengalami
lembaga pemasyarakatan di atas
penurunan jumlah kuantitas
mengalami kelebihan penghuni,
narapidana. Hal ini dapat
kondisi tersebut juga semakin
ditinjau dari penurunan
membuat tidak berimbang
jumlah penjara yang ada di
dengan jumlah penghuni di
Swedia, penurunan jumlah
lembaga pemasyarakatan.
penjara di swedia mengalami
kemerosotan dengan
kecepatan 1 persen setiap
tahun sejak 2004, bahkan
hingga mengalami penurunan
hingga 6 persen sepanjang
2011-2012.
Peran serta dan Kinerja atau peran setiap kantor Kinerja petugas
implementasi wilayah (Kanwil)
untuk pemasyarakatan yang ada di
5
aduan lapas atau napi yang di dunia. Penjara Swedia
kekurangan air dan makanan. berhasil mempertahankan
pendekatan hukuman yang
manusiawi secara luas,
bahkan untuk pelanggar yang
paling serius, hukuman
penjara jarang melebihi 10
tahun.
6
ada 3 (tiga) elemen pokok yang mempengaruhi apabila tujuan pemasyarakatan hendak
dicapai, yaitu:
1) petugas;
2) narapidana; dan
3) masyarakat.
Adanya unsur masyarakat disini patut dipertimbangkan, dikarenakan unsur
masyarakatlah sesuatu hal yang rasional, mengingat dalam realita kehidupan yang ada,
perlu diingat kembali bahwa narapidana merupakan masyarakat yang telah melanggar
hukum, para tahanan dan juga narapidana pasca menjalankan masa hukumannya
kemudian akan dikemalikan kepada masyarakat. Sistem pemasyarakatan dibentuk
supaya para pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatannya dan dapat memperbaiki
diri untuk kedepannya, diharapkan narapidana bisa diterima kembali di dalam lingkup
sosial masyarakatnya, turut serta kembali aktif berperan dalam pembangunan, dan juga
dapat hidup secara wajar sebagai seorang warga negara.
7
perawatan, pengamanan, dan pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
Pembinaan narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang dan
harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana, yaitu :
1. Diri sendiri yaitu narapidana itu sendiri
2. Keluarga adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekatnya
3. Masyarakat adalah orang-orang yang berada disekeliling narapidana
pada saat masih di luar LP/Rutan dapat masyarakat biasa, pemuka
masyarakat atau pejabat setempat
4. Petugas dapat berupa kepolisian, pengacara, petugas keagamaan,
petugas sosial, petugas LP/Rutan, Balai Pemasyarakatan (BAPAS),
Hakim dan Lain Sebagainya (Dona Raisa Monica dan Diah Gustiniati
Maulani, 2018, hlm. 85)
Keberhasilan dalam mencapai tujuan pemasyarakatan bergantung pada
beberapa pemangku kepentingan, termasuk petugas dan profesional yang memberikan
pelatihan, instansi pemerintah terkait, dan yang paling penting, partisipasi masyarakat,
yang diharapkan dapat membantu pelaksanaan pelatihan lapas. Peran masyarakat
sangat penting dalam proses resosialisasi narapidana yang saat ini sulit dilaksanakan.
Hal ini dikarenakan setelah narapidana menjalani masa hukumannya dan siap untuk
kembali masuk ke dalam masyarakat, sering timbul permasalahan karena masyarakat
tidak mau menerima mantan narapidana.
Disinilah peran petugas lembaga pemasyarakatan dibutuhkan untuk
membimbing para narapidana dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip
pembinaan agar tidak kembali mengulangi perbuatan yang sama, maka peran aktif
petugas pemasyarakatan sangatlah dibutuhkan bagi para narapidana terkhusus
narapidana wanita agar tidak menjadi residivis, mereka kembali ke masyarakat agar
menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya dan diterima oleh masyarakat.
Tujuan diberikan pemidanaan adalah salah satu bagian dari rehabilitasi watak dan
perilaku para narapidana, selama mengalami hukumannya narapidana mendapatkan
bimbingan dan didikan yang berdasarkan pancasila. Narapidana akan kembali ke
masyarakat sebagai warga negara yang berguna dan sebisa mungkin tidak terbelakang.
Secara garis besar tugas pemidanaan ada dua faktor yaitu : pemberian hukuman dan
pemberian pembinaan. Artinya di dalam suatu pemberian pembinaan tersirat suatu
pemberian hukuman, sistem pemasyarakatan yang baik tidak meninggalkan kedua
8
unsur tersebut. Oleh karena mereka berbeda secara fisik maupun psikologis dari kaum
pria, maka dalam pola pembinaannya pun harus ada perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
9
Ismail. 2019. Pembinaan Narapidana Dalam Sistem Pemasyarakatan. Jurnal Unpal. 57-58
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
James, Erwin. 2013. Prison and Probation Why is Sweden Closing its Prisons ?, The Guardian,
Diakses pada 5 Juni 2023 jam 23.30.
Marwan, Satria Manda Adi. 2021.The existence of life imprisonment in Indonesia is viewed
from the perspective of the goals of modern criminal law Eksistensi Pidana Penjara
Seumur Hidup Di Indonesia Ditinjau Dalam Perspektif Tujuan Hukum Pidana Modern.
De Jure: Jurnal Hukum dan Syar’iah, vol 13 (1), hal 147.
Monica, Dona Raisa, Diah Gustiniati Maulani, 2018, Pengantar Hukum Penitensier dan Sistem
Pemasyarakatan Indonesia, Aura, Bandar Lampung.
Syawal, Fachri, Padmono Wibowo. 2021. Pemenuhan Hak Akomodasi Narapidana Di Lapas
Kelas I Makassar, Justitia : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, vol 8 (6), hal 1747.
Nugraha, A. (2020, Juni). Konsep Community Based Corrections Pada Sistem Pemasyarakatan
Dalam Menghadapi Dampak Pemenjaraan. Sains Sosio Humaniora, 4(1), 141 - 151.
Prakoso S, G. T., & Subroto, M. (2023, Februari). Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Penegakan Hukummenurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang
Pemasyarakatan (The Role of Correctional Institutions In a Law
EnforcementAccording to Law Number 22 of 2022 about Corrections). Komunikasi
Hukum, 9(1), 1255 - 1262.
Salsabila DM, I., & Pratomo, I. W. P. (2017, November). Jaminan HAM untuk Narapidana
dalam Kacamata Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. Lex Scientia Law Review, 1(1),
33 - 40.
Situmorang, V. H. (2019). Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Bagian Dari Penegakan Hukum
(Correctional Institution as Part of Law Enforcement). Balitbangkumham, 13(1), 85 -
98.
Wulandari, S. (n.d.). Fungsi Sistem Pemasyarakatan Dalam Merehabilitasi Dan Mereintegrasi
Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Serat Acitya.
10