Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENGERTIAN DASAR

A. Ruang Lingkup Ekonomi Makro dan Perbedaannya Dengan Ekonomi


Mikro
Pada dasarnya teori ekonomi dibagi menjadi dua bagian besar (Suherman
Rosidi, 1984) yaitu :
a. Teori ekonomi mikro (Microeconomic theory)
b. Teori ekonomi makro (Macroeconomic theory)
Teori ekonomi mikro lebih menekankan aspek analisisnya terhadap aliran
barang-barang dan jasa-jasa pada masyarakat, aliran faktor produksi,
terbentuknya harga dan sebagainya. Sedangkan teori ekonomi makro menitik
beratkan analisanya terhadap persoalan-persoalan agregat seperti : pendapatan
keseluruhan, investasi keseluruhan, produksi secara keseluruhan dan lain-lain.
Beberapa perbedaan penting antara teori ekonomi mikro dengan teori
ekonomi makro diantaranya :
Pertama: Perbedaan pokok yang menyangkut luas sempitnya ruang lingkup
bahasan. Apabila kita berbicara tentang bagaimanakah harga
ditentukan disuatu pasar tertentu, maka teori ekonomi mikrolah yang
menjadi pokok bahasan. Tetapi apabila kita berbicara tentang cara-cara
yang ditempuh pemerintah suatu Negara untuk memperluas
kesempatan kerja bagi rakyatnya, berarti kita berbicara teori makro.
Dengan kata lain apabila teori ekonomi makro memperhatikan soal
“aggregat” (totalitas atau keseluruhan). maka ekonomi mikro justru
memperhatikan bagian-bagian dari keseluruhan (dissaggretgation).
Kedua : Perbedaan tentang kesempatan kerja (employment). Teori ekonomi
mikro bahwa anggapan semua sumber-sumber sudah bekerja penuh
(full employment) sehingga tak satu pun yang menganggur. Tetapi teori
ekonomi makro mempunyai anggapan dasar bahwa perekonomian
tidaklah selalu berada dalam full employment, tetapi mungkin sekali
terdapat pengangguran.
Variabel-variabel ekonomi makro dan mikro dapat dilihat dalam tabel berikut
(Winardi, 2000).

Variabel-variabel ekonomi Mikro Variabel-variabel ekonomi Makro


y = Pendapatan perorangan Y = Pendapatan Total/Nasional
c = Konsumsi perorangan C = Konsumsi Total
s = Tabungan tertentu S = Tabungan Total
p = Harga barang tertentu P = Harga barang Total
dd = Permintaan perorangan DD = Permintaan Total
ss = Penawaran perorangan SS = Penawaran Total

1
q = Output tertentu Q = Output Total

Perkembangan Ekonomi Makro melihat dari masalah-masalah yang


pernah terjadi, maka dapat dilihat perkembangan perekonomian secara makro:

B. Perkembangan Analisis Makro


Ketika terjadi great depression/pengangguran besar-besaran tahun 1929-
1931, maka terjadi kemunduran ekonomi Dunia, pandangan mashab klasik yaitu
Adam Smith, 1776 dengan teorinya invisible hand (pasar bebas) dan Keynes
(1936) tidak banyak berpendapat kenapa terjadi inflasi dan pengangguran serta
ketidakstabilan ekonomi dan pertumbuhan yang merosot. Teori Adam Smith
mengatakan bahwa full employment akan selalu tercapai dalam perekonomian
secara otomatis, apabila terjadi pengangguran maka makanisme pasar akan
menciptakan penyesuaian, bila terjadi banyak pengangguran maka tak akan mau
dibayar dengan upah lebih rendah dari harga pasar. Sedangkan menurut Keynes
full employment jarang terjadi karena kekurangan permintaan agregat dalam
perekonomian, besarnya tabungan masyarakat bukan disebabkan tingkat bunga,
tapi besarnya pendapatan dalam masyarakat. Investasi oleh pengusaha lebih
rendah dari tabungan rumah tangga dalam kondisi full employment, karena itu
permintaan agregat akan lebih rendah dari produksi, kegiatan ekonomi Negara
ditentukan oleh permintaan efektif.

C. Tujuan Kebijakan makro


a. Stabilitas kegiatan ekonomi (penggunaan tenaga Kerja tinggi/full employment,
harga stabil, keseimbangan eksport, import dan lalu lintas devisa).
b. Mencapai tingkat penggunaan Tenaga Kerja penuh tanpa inflansi.
c. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (menyerap Tenaga kerja dan
peningkatan kemakmuran).
d. Menghindari inflansi.

Masalah Ekonomi Makro


Secara teoritis masalah-masalah ekonomi makro meliputi:
1. Pertumbuhan ekonomi: perkembangan perekonomian yang menyebabkan
produksi barang dan jasa meningkat sehingga kemakmuran meningkat.
2. ketidakstabilan kegiatan ekonomi: tingkat kegiatan ekonomi yang berada
dibawah kurve PPC (Production Possibility Curve) menyebabkan faktor
produksi menganggur.

2
Y
PPC

Underemployment

0 X
3. Pengangguran : yaitu seseorang yang tergolong angkatan kerja belum
memperoleh pekerjaan. Kondisi ini menimbulkan pendapatan dan pengeluaran
agregat yang rendah.
4. Masalah inflansi : kenaikan harga-harga yabg berlaku dalam sesuatu
perekonomian. (moderat 5-10%), penyebab umunya ada dua, pertama adalah
pengeluaran agregat melebihi kapasitas produksi, kedua kenaikan tuntutan
upah.
5. Masalah neraca pembayaran (balance of payment): yaitu ringkasan
pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran dari luar ke dalam dan
sebaliknya dalam kasus perekonomian terbuka. Sedangkan bila hanya aliran
import dan eksport disebut neraca perdagangan.

Bentuk Kebijakan Makro


a. Kebijakan Fiskal dengan pengaturan Tx dan G untuk mempengaruhi
pengeluaran agregat.
b. Kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengatur
penawaran uang beredar.
c. Kebijakan segi penawaran yaitu kebijakan dengan peningkatan efisiensi
produksi bertujuan menawarkan harga barang yang lebih murah dengan
kualitas lebih baik.
Menurut definisi Ekonomi Makro adalah salah satu cabang ilmu ekonomi
yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa ekonomi secara keseluruhan atau
secara nasional dalam suatu perekonomian. Dengan demikian didalam Ekonomi
Makro banyak dibahas menganai masalah pendapatan nasional, termasuk,
didalamnya mengenai kesempatan kerja (pengangguran), perubahan harga
(inflansi/deflasi) dan neraca pembayaran internasional dari suatu perekonomian.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibayangkan betapa luasnya
masalah-masalah yang dipelajari dalam Teori Ekonomi Makro. Untuk
mempermudah dalam mengamati bekerjanya perekonomian secara keseluruhan,
masyarakat suatu perekonomian dibagi menjadi beberapa sector, yaitu:

3
1. Sektor Rumah Tangga
2. Sektor Perusahaan
3. Sektor pemerintahan
4. Sektor Luar Negeri dan
5. lembaga Keuangan
Sektor perusahaan memerlukan faktor-faktor produksi yang berasal dari
sektor rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi (seperti tanah, modal,
tenaga kerja dan skill) memerlukan barang-barang dan jasa-jasa yang akan
digunakan untuk keperluan konsumsi yang dihasilkan oleh sektor perusahaan.
Kemudian pemerintah juga mengkonsumsi, memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa untuk sektor Luar Negeri.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah yang dipelajari dalam
Ekonomi Makro sangat luas. Dengan demikian berarti tolak ukur dari masalah-
masalah yang akan dipelajari sangat kompleks. Pendapatan Nasional adalah
merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam perubahan Ekonomi
Makro. Sehingga yang dimaksud dengan Pendapatan Nasional adalah jumlah
nilai yaitu harga pasar dari seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan
oleh suatu masyarakat selama waktu satu (1) tahun.

4
BAB II
PENDAPATAN NASIONAL

A. Pengertian, Metode pendekatan atau Cara menghitung Pendapatan


Nasional
1. Pengertian Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional adalah jumlah atau total dari pada barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh masyarakat dalam suatu perekonomian atau Negara
yang umumnya dihitung dalam suatu periode tertentu (satu tahun) berdasarkan
harga pasar.
Pendapatan Nasional merupakan indikator keadaan ekonomi suatu
Negara. Disamping itu Pendapatan Nasional dapat disebut dalam berbagai
istilah yaitu:
a. GNP (Groos National Produk) atau PNB (Produk Nasional Bruto).
GNP adalah pendapatan nasional dari sisi produksi (Produktion Approach).
b. GDP (Gross Domestic Produk) atau PDB (Produk Domestic Bruto).
GDP adalah pendapatan nasional dari sisi produksi (Produktion Approach).
c. National Income atau Pendapatan Nasional. National Income atau
pendapatan Nasional adalah pendapatan nasional dari sisi penerimaan atau
penghasilan (Income Approach).
d. Identitas Y = C + I + G + (X-M). Y adalah pendapatan nasional dari
pengeluaran (Expenditure Approach).
a. GNP adalah seluruh (total) barang dan jasa akhir (final), yang
diproduksi oleh seluruh input (faktor produksi), milik warga Negara
(bangsa) Indonesia, baik faktor produksi tersebut dipekerjakan dalam
negeri maupun diluar negeri, dalam satu periode tertentu, biasanya satu
tahun, dan dinilai dalam harga pasar.
b. GDP adalah seluruh (total) barang dan jasa akhir (final), yang
diproduksi oleh seluruh input (faktor produksi), baik faktor produksi
tersebut memiliki warganegara Indonesia maupun milik orang asing,
yang dipekerjakan di dalam negeri, dalam satu periode tertentu,
biasanya satu tahun, dan dinilai dalam harga pasar.
Jadi pada prinsipnya,
GNP : Dihitung berdasarkan pendapatan atau hasil atau output dari faktor
produksi atau input, milik warganegara (bangsa) Indonesia, baik
faktor produksi tersebut dipekerjakan di dalam negeri maupun
dipekerjakan di luar negeri, jadi dihitung berdasarkan konsep
kewarganegaraan.
GDP : Dihitung berdasarkan pendapatan atau hasil atau output dari
produksi atau input baik faktor produksi tersebut milik warganegara
(bangsa) Indonesia maupun milik warga Negara asing, yang

5
dipekerjakan di dalam negeri, jadi dihitung berdasarkan konsep
kewilayahan.
Selisih antara GDP dengan GNP adalah pembayaran keluar negeri (dikurangi
dengan pembayaran dari luar negeri kalau ada). Net Faktor Income to abroad
(Pendapatan Neto) terhadap luar negeri dari faktor produksi. Jadi GNP – Net
Faktor Income to Abroad ini = GNP.
Tujuan penyelidikan tentang Pendapatan Nasional itu mempunyai
beberapa peranan penting, diantara lain:
a. Pendapatan nasional itu merupakan alat ukur bagi tinggi rendahnya tingkat
hidup atau kemakmurannya suatu bangsa. Secara kuantitatif, tingkat hidup
suatu masyarakat itu ditentukan oleh perbandingan antara jumlah
pendapatan nasional dengan jumlah penduduknya (pendapatan per kapita)
b. Berguna untuk mengetahui struktur perekonomian Negara yang
bersangkutan, seperti apakah agraris, industry dan sebagainya, dan
besarnya peranan masing-masing sektor itu dalam komposisi pembentukan
pendapatan nasional.
c. Berguna untuk menentukan dan kemudian menyusun berbagai
kebijaksanaan yang lebih lanjut. Dari sektor pertanian umpamanya,
kemudian dapatlah disusun berbagai kebijaksanaan pengadaan pangan,
industri pupuk sebagai suatu penunjang pertanian, kebijaksanaan
transmigrasi, irigasi dan sebagainya.
d. Dengan memperbandingkan antara neraca pendapatan nasional dengan
neraca pembayaran internasional, dapatlah diperoleh kesimpulan tentang
sampai berapa jauh kemanfaatan dan artinya hubunga ekonomi luar negeri
terhadap perekonomian nasional.
e. Data-data kuantitatif tentang output, pengeluaran masyarakat, konsumsi
tabunga dan investasi, adalah merupakan landasan untuk menyusun
perencanaan kegiatan ekonomi, di masa-masa mendatang.
f. Berguna untuk mengetahui dan memperbandingkan kegiatan ekonomi
masyarakat itu sendiri, dari tahun ke tahun (konjunktur).
Transaksi-transaksi Yang Tidak Dimasukkan Perhitungan Pendapatan
Nasional.
Setiap kegiatan yang dapat menambah nilai dapat dikatakan sebagai
suatu proses produksi. Akan tetapi ada beberapa kegiatan yang dapat
menambah nilai, tetapi tidak dimasukkan dalam perhitungan pendapatan
nasional. Hal ini bukan bertentangan dengan konsep perhitungan pendapatan
nasional, akan tetapi hanya karena alasan praktis saja.
Transaksi-transaksi yang tidak resmi dimasukkan dalam
perhitungan pendapatan nasional antara lain:
a. Perubahan nilai barang-barang sebagai akibat dari perubahan harga barang
tersebut.
b. Kegiatan-kegiatan yang tidak resmi (illegal), misalnya penyelundupan
barang-barang dagang, produksi ganja dan lain sebagainya.

6
c. Pembayaran transfer yang dilakukan dari pihak yang satu kepada pihak
yang lain.
Misalnya pembayaran subsidi, sumbangan bencana alam, hadiah, warisan
dan sebagainya.
d. Kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikerjakan oleh orang lain, tetapi
dikerjakan sendiri. Misalnya jasa ibu rumah tangga dan sebagainya.

2. Metode Pendekatan atau Cara Menghitung Pendapatan Nasional


a. Sisi Produksi atau Production Approuch atau Value Added Approuchi
Menurut definisi (by definition) GNP dan GDP adalah pendapatan nasional
sisi produksi, yaitu dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh nilai pasar
dari barang dan jasa akhir (final goods and services). Cara ini mustahil
dilakukan karena 2 alasan:
1) Sukar membedakan suatu barang/jasa apakah merupakan barang/jasa
akhir atau bukan, karena menurut definisinya, barang dan jasa akhir
(final goods and services) adalah barang dan jasa yang siap
dikonsumsikan oleh konsumen, tanpa memerlukan proses lebih lanjut.
Jadi penyebutan kata “akhir” disini ditentukan oleh konsumennya.
Contoh: Tepung Terigu yang dibeli oleh ibu rumah tangga merupakan
barang akhir, tetapi jika pembelinya perusahaan roti tepung terigu
tersebut bukan barang akhir melainkan bahan baku untuk diproses lebih
lanjut untuk membuat roti.
2) Perhitungan berdasarkan nilai barang/jasa akhir akan menimbulkan
“perhitungan ganda” atau double counting. Misalkan nilai tepung terigu
yang sudah dihitung sebagai barang akhir, akan terhitung lagi pada
waktu menghitung nilai roti.

a. Sebagai jalan keluarnya, yang dijumlahkan adalah “nilai


tambah” atau “value added”nya.
Value added adalah:
a) Nilai yang ditambahkan pada suatu barang/jasa.
b) Nilai barang Jadi – Nilai bahan Baku.
Contoh Penghitungan:
Menghitungkan Pendapatan Nasional sisi Produksi Sektor
Perusahaan Roti.
Harga
Rp. 200, Jual
Roti
Rp. 300, Rp. 1000,-
Rp. 200,-

Rp. 500,- Rp. 500,-

7
Besarnya Pendapatan Nasional sisi Produksi Sektor Perusahaan Roti
adalah = Rp. 500,- + Rp. 300,- + Rp. 200,- = Rp. 1000,- Semakin
panjang mata rantai penambahan Value added semakin besar
pendapatan nasionalnya.

b. Sisi Pendapatan atau Income Approach


Pendapatan Nasional sisi Pendapatan atau Income Approach dihitung
dengan cara menjumlahkan seluruh penerimaan atas faktor produksi,
antara lain yaitu:
Upah gaji sebagai penerimaan atas tenaga kerja,
Sewa sebagai penerimaan atas property,
Bunga sebagai penerimaan dari keahlian,
Kontra prestasi dri keahlian (skill),dll.

c. Sisi Pengeluaran atau Expenditure Approach


Pendapatan Nasional sisi Pengeluaran atau Expenditure Approach
dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang
dilakukan oleh para penerima pendapatan dari Income Appoach.
Biasanya ditulis dengan suatu persamaan identitas yang disebut
Identitas Pendapatan Nasional atau National Income Identity, sebagai
berikut.
Y = C + I + G +(X – M)
Y = Pendapatan Nasional G = Pengeluaran Pemerintah
C = Pengeluaran Konsumsi X = Ekspor
I = Pengeluaran Inventasi M = Impor
Secara teori, jika tidak ada hal-hal yang lain yang berpengaruh,
besarnya Pendapatan Nasional Sisi Produksi = besarnya Pendapatan
dari sisi Penerimaan = besarnya Pendapatan Nasional Sisi
Pengeluaran.

B. Konsep dan Distribusi Pendapatan Nasional


1. Konsep Pendapatan Nasional
Produk yang dihasilkan oleh masyarakat suatu Negara selama jangka
waktu tertentu terdiri dari barang-barang untuk keperluan konsumsi, barang-
barang untuk keperluan inventasi, barang-barang yang dibeli pemerintah dan
barang-barang untuk keperluan luar negeri. GNP (Groos National Product)
merupakan penjumlahan dari keempat unsur-unsur ini.
Sehingga GNP = C + I + G + (X-M). dimana C = barang untuk keperluan
konsumsi I = barang untuk keperluan investasi ; G = barang untuk keperluan
pemerintah (Government Expenditure) ; X = barang ekspor ; M = barang impor ;
jadi (X-M) adalah ekspor netto.

8
Dipihak lain pendapatan yang diterima sebagai jumlah balas jasa faktor
produksi, oleh masyarakat akan dibelanjakan untuk memenuhi keperluan akan
barang konsumsi, barang investasi, barang keperluan pemerintah dan juga untuk
perdagangan dengan luar negeri. Jadi GNI (Groos National Income) pada pihak
ini mencerminkan hal yang sama seperti pada GNP.
Hasil produksi barang dan jasa dari pada perusahaan-perusahaan asing
yang beroperasi dalam suatu Negara dan juga hasil dari produksi barang-barang
dan jasa perusahaan Negara yang besangkutan yang beroperasi di luar negeri
perlu juga diperhitungkan dalam pendapatan nasional. Hasil produksi barang-
barang dan jasa suatu Negara ditambah dengan hasil produksi barang-barang dan
jasa-jasa orang-orang dan perusahaan asing yang beroperasi di Negara yang
bersangkutan disebut dengan product disingkat dengan Produk dometic bruto
atau Groos domestic bruto disingkat dengan GDP. Selisih antara GDP dan GNP
adalah pembayaran keluar negeri dikurangi pembayaran dari luar negeri (bila
ada). Selisih ini disebut “Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor
produksi” atau “net factor income abroad” atau juga “net faktor payment”. GDP
dikurangi dengan net factor income to abroad disebut dengan GNP. Apabila
pembayaran penggunaan jasa faktor-faktor produksi oleh suatu Negara keluar
negeri lebih besar dari pembayaran hal yang sama diterima dari luar negeri maka
GDP Negara bersangkutan lebih besar dari GNP-nya.
Apabila perhitungan pendapatan nasional menggunakan investasi bruto
maka akan diperoleh pendapatan nasional bruto (GNP). Oleh karena itu dengan
mengurangkan besarnya penyusutan terhadap investasi dalam pendapatan
nasional, akan diperoleh investasi netto dan pendapatan nasional dengan
investasi netto ini disebut dengan product nasional netto atau net national
product (NNP). Jadi NNP masih terkandung didalamnya pajak tidak langsung
seperti pajak penjualan, bea masuk dan semua jenis pajak tak langsung lainnya.
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang dalam pembayarannya dapat dialihkan
kepada pihak lain. Dengan mengurangkan pajak tak langsung terhadap NNP akan
diperoleh net national income disingkat NNI. Untuk memperoleh besarnya
pendapatan pribadi (Personal Income disingkat PI) maka NNI perlu dikurangi
dengan antara lain biaya asuransi, Pajak laba perseroan. Laba tak dibagi
(Undestribute Profit) dan ditambahkan dengan penerimaan seperti pembayaran
transfer (transfer payment), bunga netto (net interest) dan lainnya. Personal
income bila dikurangi dengan kewajiban pembayaran pajak langsung (direct
taxes) akan diperoleh pendapatan siap pakai atau disposable income inilah yang
akan dipergunakan untuk konsumsi dan tabunga.

2. Proses Perhitungan Pendapatan Disposible (Pendapatan Siap Belanja):


 Gross National Product
Depreciation (penyusutan) - (dikurangi)
 Net National Product

9
Indirect taxes (pajak tak langsung) - (dikurangi)
Subsidi + (ditambah)
 Net National Income
Undistribution Profit / laba yang ditahan - (dikurangi)
Insurance (asuransi) - (dikurangi)
Corporate Profit Tax / pajak laba perseroan - (dikurangi)
Transfer Payment + (ditambah)
Net Interest / bunga netto + (ditambah)
 Personal Income
Direct Taxes / pajak langsung - (dikurangi)
 Disposible Income = Konsumsi + Tabunga
Y=C+S

3. Distribusi Pendapatan Nasional atau Pembagian Pendapatan Nasional


Pembagian atau distribusi pendapatan nasional itu adalah sesuatu yang
sudah tertentu/distribusi pendapatan nasional tergantung kepada peranan
masing-masing orang didalam perekonomian secara keseluruhan.
Keadaan distribusi pendapatan nasional dapat digambarkan melalui
sebuah kurve Lorentz dibedakan :
a. Keadaan distribusi yang sangat merata (Absolute Equality Income
Distribution)
b. Keadaan distribusi pendapatan aktual, yang sesuai dengan kenyataan yang
terjadi (Actual Inequality Income Distribution)
c. Keadaan distribusi pendapatan nasional yang sangat tidak merata
(Absolute Inequality Income Distribution.

GNP TOTAL DAN GNP PER KAPITA


GNP Total
GNP / Kapita =

Jumlah Penduduk
GNP / Kapita Melihat juga distribusinya per penduduk
Indikator suatu, perekonomian yang terbaik adalah GNP Per Kapita Riil,
namun demikian masih harus didampingi dengan :
1. Indeks Gini dan 2. Angka Idikator Kesejahteraan

Distribusi Pendapatan Kurva Lorentz Dan Angka Indeks Gini

10
Arti diagonal 0 A :
Titik B menunjukkan bahwa :
10 %  Penduduk menerima 10 %  Pendapatan, berarti
90 %  Penduduk menerima 90 % Pendapatan
Titik C menunjukkan bahwa :
20 %  Penduduk menerima 20 %  Pendapatan, berarti
80 %  menerima 80 %  Pendapatan

Jadi, diagonal 0A adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan


distribusi pendapatan yang adil.
Diluar diagonal
Titik D menunjukkan bahwa :
20 %  Penduduk menerima 10 %  Pendapatan, berarti
80 %  Penduduk menerima 90 %  Pendapatan
Titik E menunjukkan bahwa :
50 %  Penduduk menerima 90 %  Pendapatan
Titik E menunjukkan bahwa :
Semakin menjauhi diagonal OA, distribusi pendapatannya semakin tidak adil.
Kurva-kurva 1,2 dan 3 adalah Kurva Lorentz, yang menunjukkan keadilan
atau pemerataan distribusi pendapatan. Andaikata 1,2 dan 3 adalah Negara-
negara, maka distribusi pendapatan di Negara 1 disebut adil sempurna, di

11
Negara 2 kurang adil dibanding Negara 1, dan Negara 3 paling tidak adil
diantara ketiga Negara tersebut.
Angka Indeks Gini =
Luas Bulan Sabit yang dibatasi oleh
Diagonal 0A dan Kurva Lorentz
X 100
Luas Segitiga, 0 G A

Semakin menjauhi diagonal 0A Angka Indeks Gini semakin besar. Angka


Indeks Gini terkecil adalah bila Kurva Lorentz berimpit dengan diagonal 0A
(seperti Negara 1), Angka Indeks Gininya = 0
Angka Indeks Gini terbesar adalah Kurva Lorentz berimpit dengan sudut
0GA, Angka Indeks Gininya = 100.

12
BAB III
TEORI KONSUMSI DAN TABUNGAN

A. Grafik Fungsi Konsumsi dan Tabunga:


1. Grafik Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubunga antara
variable pendapatan nasional (Y) dengan variable pengeluaran konsumsi (C).
Fungsi Konsumsi jangka pendek diperkenalkan oleh John Maynard Keynes.
Cs = Co + by C = Co + by
Keterangan :
Cs = Pengeluaran konsumsi jangka pendek.
Co = Pengeluaran konsumsi otonomi / autonomous
b/MPC = Marginal Propensity to Consume
APC = Average Propensity to Consume = c / y
Y = Pendapatan Nasional

Karakteristik Fungsi Konsumsi Keynes


1. Besarnya pengeluaran konsumsi (C) dipengaruhi secara positif atau
searah oleh besarnya pendapatan (Y).
2. Merupakan fungsi konsumsi jangka pendek, ditunjukkan oleh adanya
pengeluaran konsumsi otonom sebesar Co.
3. Co = Autonomous Consumption atau pengeluaran konsumsi adalah :
Pengeluaran konsumsi pada pendapatan = 0. Artinya : Orang tetap
berkonsumsi meskipun tidak mempunyai pendapatan. In hanya terjadi
pada jangka pendek dan Pengeluaran konsumsi yang tidak dipengaruhi
oleh pendapatan. Sedangkan (b atau MPC) = Marginal Prospensity to
Consume (MPC) = kecenderungan marginal untuk berkonsumsi (b atau
C dc
MPC) = = = Mengukur perubahan pengeluaran konsumsi setiap
Y dy
ada perubahan 0 < MPC < 1 atau MPC nilainya positif dan kurang dari 1,
artinya :
a. Setiap ada pertambahan pendapatan akan menambah pengeluaran
konsumsi, konsumsi MPC > 0
b. Besarnya tambahan pengeluaran konsumsi kurang dari pertambahan
pendapatan, maka MPC < 1.
y = Pendapatan Nasional yang siap dibelanjakan. Kalau dalam
perekonomian ada sektor pemerintahan, ditulis Yd (disposibel income),
dimana Yd = Y – T (pajak) + F (subsidi).
C
= APC = kencederungan rata – rata untuk berkonsumsi.
Y

13
C Co+ MPCy co
APC = = = + MPC
Y Y y
1. Besarnya APC tidak konstan, tetapi membesar dengan semakin
besarnya y.
2. Dalem jangka pendek, APC > MPC,

2. Grafik Fungsi Tabunga (Saving)


Tabunga Dan Fungsi Tabunga
Tabunga atau saving yang biasa dinotasikan dengan s, dapat saja
didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki arti
yang sama. Berarti ada satu pengertian yang harus benar tentang tabunga ini.
Dibawah ini akan diberikan pengertian tentang tabunga:
a. Tabunga (S) adalah fungsi dari pendapatan nasional (y), atau dapat ditulis
sebagai S = f(y). Hal ini berarti bahwa besar kecilnya tabunga
dipengaruhi secara positif oleh besar kecilnya pendapatan nasional,
dimana semakin besar pendapatan nasional semakin besar pula
tabungaya.
b. Tabunga (S) adalah sisa pendapatan (Y) setelah dipergunakan untuk
konsumsi (C) atau dapat ditulis sebagai S = Y – C
a. Besarnya tabunga baru diketahui setelah besarnya konsumsi
diketahui.
b. Fungsi tabunga baru diketahui setelah fungsi konsumsi diketahui.

Penjelasan secara matematikan berikut ini akan memperjelas pengertian


akan tabunga:
Jika diketahui fungsi konsumsi C f(y) C = Co+by
Maka fungsi tabunga pastilah S f(y) S = -Co + (1-b)y
karena C = Co + by
S = -Co+(1-b)y +
C + S = 0+1y atau C + S = y
Jika S = f – c maka S = y – (Co + MPCY)
= y – Co – MPCY
= -Co + (1 – MPC) y
= -Co + MPS y
Penjelasan fungsi tabunga:
S = Pengeluaran tabunga,

14
-Co = autonomous saving = tabunga otonom = tabunga pada saat y =
0
(1 – MPC)y  MPS y = Induced saving yaitu tabunga yang
dipengaruhi y
ΔS
MPS = = Marginal Prospensity to saving
ΔY
= Slope fungsi tabunga
= Koefisien fungsi tabunga
Tetapi dengan pengertian tentang tabunga yang telah dijelaskan diatas,
maka fungsi tabunga secara langsung ditulis sebagai berikut:
S = -Co + (1 – MPC)y
Dimana
-Co =  atau autonomous
(1 – b) = MPS atau Induced Saving
Karena MPS = 1 – MPC, maka besarnya koefisien hasrat menabung
tergantung pula pada besarnya hasrat konsumsinya. Semakin besar
hasrat berkonsumsi semakin kecil hasrat menabung.
Contoh soal: Diketahui fungsi cons C = 400 + 5/6y
Maka fungsi tabunga S = -400 + 1/6y
c. BEP (Break Event Point): artinya seluruh pendapatan di pergunakan
untuk konsumsi jadi:
Y=C
Y = CO + bY
Y – bY = CO
(1-b) Y = C0
C0 C0
Y BEP = 1−b = MPS
400
Dengan contoh soal fungsi Consumsi C = 400 + 5/6 YBEP = =
1/6
2400.
Grafik Fungsi Consumsi, Fungsi Tabunga

15
3. Hubunga Fungsi Konsumsi, APC dan MPC
Bila besarnya APC dan MPC suatu masyarakat diketahui, maka
persamaan garis fungsi konsumsi masyarakat itupun bisa diketahui, yaitu
dengan menggunakan persamaan:
C = (APCn – MPCn + MPC. Y
dimana APCn = besarnya Averages Propensity to Consume pada tingkat
pendapatan nasional sebesar (n). APC adalah perbandingan antara besarnya
konsumsi pada suatu tingkat pendapatan nasional dengan besarnya pendapatan
nasional itu sendiri. Dengan demikian maka:

16
Dari gambar tersebut dapat ditemukan:
A = Yn - MPC.Yn – (Yn APC. Yn)
= Yn - MPC.Yn – Yn APC. Yn
= APCn. Yn – MPC. Yn

= (APCn – MPC) Yn
Co

Oleh karena perumusan umum fungsi konsumsi adalah: C = a + MPC. Y, maka


perumusan kembali fungsi konsumsi itu adalah C = (APCn – MPC)Yn + MPC. Y
Contoh soal:
Bila pada tingkat pendapatan sebesar Rp. 200 milyar besarnya konsumsi adalah
Rp. 180 milyar dan pada tingkat pendapatan sebesar Rp. 220 milyar, besarnya
konsumsi adalah Rp. 195 milyar, maka tentukanlah:
a. Persamaan fungsi konsumsi
b. Letaknya titik break even

B. Teori Konsumsi
Teori konsumsi yang dikemukakan sebelumnya merupakan teori
konsumsi yang sangat sederhana. Dalam teori tersebut dikemukakan bahwa yang
menentukan besar-kecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan atas besar-
kecilnya tingkat pendapatan masyarakat.
Selain pendapatan, sesungguhnya pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain, seperti kekayaan, tingkat sosial ekonomi, tingkat harga,
selera, tingkat bunga, dan lain-lain.
Dari kenyataan ini terdapat beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi
yang menghubungkan pengeluaran konsumsi dengan faktor-faktor lain selain
pendapatan. Teori-teori tersebut antara lain Teori Konsumsi dengan Hipotesis
Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis), Teori Konsumsi dengan Hipotesis
Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis) dan Teori Konsumsi dengan
Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis).

1. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)


Teori konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Andro,
Brumberg dan Modigliani yaitu tiga ekonom besar hidup di abad 18.
Menurut teori ini faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola
konsumsi orang tersebut. Teori ini membagi pola konsumsi menjadi 3 bagian.
Bagian pertama yaitu dari seseorang berumur nol tahun sehingga berusia
tertentu di mana orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri.

17
Sebelum orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia
mengalami dissaving (ia berkonsumsi akan tetapi tidak menghasilkan
pendapatan). Kemudian pada bagian kedua dimana seorang berusia kerja dan
dapat menghasilkan pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran
konsumsinya. Dan pada bagian tiga dimana ia tepat pada saat berusia tidak
bisa bekerja lagi. Pada bagian dua, ia mengalami saving. Dan bagian ketiga
ketika seseorang pada usia tua di mana orang tersebut tidak mampu lagi
menghasilkan pendapatan sendiri. Pada keadaan in ia mengalami dissaving
lagi.

Dengan menggunakan grafik, pola konsumsi seseorang dapat digambarkan


berikut:

Gambar 4-1
Kurva Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup
Sumbu vertikal menunjukkan tingkat konsumsi seseorang dan sumbu
horizontal menunjukkan waktu (umur) orang tersebut.
Pada bagian I, yaitu pada umur 0 sampai sampai dengan t 3’ seseorang
mengalami dissaving. Ini terjadi karena orang tersebut mulai menghasilkan
pendapatan sedangkan ia perlu konsumsi. Pada umut t o orang tersebut mulai
menghasilkan pendapatan. Akan tetapi hingga umur sebelum t 1 masih
melakukan dissaving, karena pengeluaran konsumsi lebih besar dari
pendapatan yang dihasilkan.

18
Kemudian pada bagian II, yaitu pada umur t 1 sampai t2’ seseorang
mengalami saving. Pada keadaan ini ia sudah menghasilkan pendapatan yang
lebih besar dari pengeluaran konsumsi.
Pada bagian III, yaitu pada umur lebih dari t2’ orang tersebut kembali
melakukan dissaving. Karena pada umur t 2 ia tidak sanggup lagi menghasilkan
pendapatan cukup untuk menutupi pengeluaran konsumsinya.
2. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income
Hypothesis)
Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif
dikemukakan oleh James Duesenberry. Menurut hipotesis ini, pengeluaran
konsumsi dipengaruhi oleh besarnya pendapatan tertinggi yang pernah
dicapai. Apabila terjadi kenaikkan pendapatan, maka pengeluaran konsumsi
akan cenderung meningkat dengan proporsi tertentu. Sedangkan apabila
pendapatan turun, maka pengeluaran konsumsi juga turun akan tetapi
proporsinya lebih kecil dan dari pada proporsi kenaikan pengeluaran
konsumsi akibat kenaikan pendapatan.
Kemudian faktor lain yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi
masyarakat adalah pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat di
lingkungannya. Apabila seseorang tinggal di lingkungan masyarakat yang
mempunyai pola pengeluaran konsumsi yang tinggi, maka orang tersebut
cenderung mengikuti pola konsumsi masyarakat lingkungannya dengan pola
konsumsi yang tinggi juga. Dan sebaliknya, apabila ia tinggal di lingkungan
orang yang mempunyai pola konsumsi yang rendah, maka ia cenderung
mengikuti pola konsumsi yang rendah juga.

3. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent


Income Hypothesis)
Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan
oleh M. Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pendapatan permanen (Permanent Income) dan
pendapatan sementara (Transistory Income). Pendapatan permanen
merupakan pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan
pendapatan sementara adalah tambahan atau pengurangan pendapatan yang
tidak diperkirakan (diharapkan).
Pengeluaran konsumsi seseorang dipengaruhi pendapatan permanen
secara proporsional. Kemudian pengeluaran konsumsi akan bertambah apabila
terjadi penambahan pendapatan akibat dari adanya pendapatan sementara
(pendapatan sementara bernilai positif), dan pengeluaran konsumsi akan
berkurang apabila terjadi pengurangan pendapatan akibat adanya pendapatan
sementara (pendapatan sementara bernilai negatif).

19
BAB IV
INVESTASI

A. Pengertian, Jenis dan Pelaksanaan Investasi


1. Pengertian Investasi
Dalam ekonomi makro, Inevstasi adalah pengeluaran sektor bisnis.
Investasi berarti penambahan barang-barang modal baru misalnya pembelian
mesin baru.
Dari komponen pendapatan nasional ternyata bahwa investasi adalah
suatu variabel yang musang goncang dan sangat tidak stabil, karena investasi
dan kegoncangannya sangat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
psikologi pada pihak pengusaha. Mengingat pentingnya peranan serta
pengaruh investasi terhadap pendapatan nasional, maka seharusnyalah dibahas
masalah investasi itu yakni dalam keadaan apakah para pengusaha akan
melakukan, menambah atau mengurangi investasi dan faktor-faktor manakah
yang mempengaruhi perkembangan investasi tersebut. Masalah investasi
adalah suatu masalah yang langsung bertalian dengan besarnya pengharapan
akan pendapatan dari barang modal di masa depan. Pengharapan akan
pendapatan di masa depan inilah faktor yang sangat penting untuk penentuan
besarnya Investasi.

2. Jenis dan pelaksanaan Investasi


- Jenis Investasi yang terdiri dari :
a. Investasi Otononi (Autonomous Investment)
Adalah investasi yang besarnya ditentukan dari dalam perekonomian
itu sendiri (biaya besar, tidak tergantung dengan pendapatan,
dilakukan untuk kepentingan umum, tidak mencari keuntungan)
b. Investasi terpengaruh (Induced Investment)
Adalah Investasi yang besar kecilnya dipengaruhi oleh variabel-
variabel yang diuraikan dalam model yang digunakan (biayanya tidak
begitu besar, tergantung dengan pendapatan, dilakukan oleh swasta,
tujuannya memperoleh untung sebesar-besarnya).

Pelaksanaan Investasi yaitu :


a. Pemerintah (Public Investment)
b. Swasta (Private Investment)
c. Pemerintahan dan Swasta
Public Investment umumnya dilakukan dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (nasional) seperti jaringan jalan raya, irigasi, rumah
sakit, pelabuhan dan sebagainya. Investasi-investasi ini sering disebut dengan
Social Overhead Capital (SOC). Social Overhead Capital ini sering disebut

20
dengan Economic Overhead Capital (EOC) dan (SOC). SOC adalah barang-
barang yang memberikan faedah umum (Public Utolities) seperti pelabuhan-
pelabuhan, jalan-jalan raya, jalan-jalan kereta api dan sebagainya. Sedang
Social Overhead Capital (SOC) itu contohnya, sekolah-sekolah, rumah sakit
dan sebagainya.
Public Investment ini sering juga disebut sebagai investasi yang otonom,
yaitu investasi yang timbul bukan karena adanya tambahan pendapatan. Pihak
swasta tidak tertarik pada jenis investasi ini karena investasi-invesatsi ini
memerlukan biaya yang sangat besar, dan investasi ini tidak memberikan
keuntungan secara langsung, melainkan secara berangsur-angsur dalam
beberapa tahun.
Private Investment adalah jenis investasi, yang dilakukan oleh swasta dan
ditunjukkan untuk memperoleh pendapatan/laba. Investasi yang ditimbulkan
oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya terletak pada
penambahan pendapatan disebut Induced Investment.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Investasi


1. Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi volume Investasi :
a. Suku Bunga
b. Marginal Effciency of Capital
Suku bunga adalah tingkat bunga dari pada uang, yakni beberapa
persenkah dari sejumlah uang tertentu yang dibayarkan karena dipakainya
uang itu. Marginal Efficiency of Capital (r) menyatakan besarnya keuntungan
yang akan diperoleh dengan ditanamnya modal.
Bila seseorang yang memiliki uang dan dengan uangnya ia berhasrat
untuk menanam modal (melakukan investasi) maka kedua kekuatan yaitu :
Tingkat bunga dan MEC mempengaruhi sebagai berikut :
a. Jika suatu bunga lebih tinggi dari MEC, maka ia berfikir bahwa uangnya
sebaiknya dipinjamkan kepada orang lain.
b. Jika suatu bunga lebih rendah dari MEC, maka jelaslah ia sebaiknya
menanam dalam bentuk Investasi.

2. Hubunga Investasi dan Tingkat Bunga


Sehubunga Investasi dan tingkat bunga dalam hubunga yang bersifat
negatife (mempunyai hubunga yang berlawanan) dijelaskan melalui gambar
sebagai berikut :

21
i
Pada tingkat bunga setinggi 0il investasi
Yang terlalu sama sebanyak 0il, sedang
i2 kan pada tingkat bunga setinggi 0i2
investasi terlaksana sebanyak 0i2 jadi
l = f (i) semakin tinggi tingkat bunga maka
semakin sedikit investasi yang dapat
dilaksanakan dan sebaliknya turunnya
i1 tingkat bunga mendorong semakin
banyak investasi yang dilaksanakan

I
0 I2 I1

Hubunga Investasi dengan Marginal Efficiency of Capital


Semakin banyak investasi terlaksana, maka semakin sedikit investasi dengan
MEC tinggi dapat terlaksana, sebaliknya semakin sedikit investasi yang
terlaksana maka semakin banyak kemungkinan investasi dengan MEC tinggi
dapat dilaksanakan.
Hubunga Antara APC, MPC, dan MPS

Pendapatan Konsumsi Tabunga APC APS MPC MPS


Disposibel
0 200 200 - - - -
1.000 1.000 0 1,00 0 0,8 0,2
2.000 1.800 200 0,90 0,10 0,8 0,2
3.000 2.600 400 0,87 0,13 0,8 0,2
4.000 3.400 600 0,85 0,15 0,8 0,2
5.000 4.200 800 0,84 0,16 0,8 0,2

C. PENDAPATAN NASIONAL KESEIMBANGAN


(DALAM PEREKONOMIAN DUA SEKTOR)

Y=C+I Y = Co + by + I
C = Co + by Y – by = Co + I
Atau (1 - b)y = Co + I
YE = Co + I YE = Co + I
1+b 1–b

22
Syarat keseimbangan :
S=I
YE = 100 + 125 = 225
1 – 0,80 0,2
= 1125

Dengan fungsi konsumsi C = 100 + 0,8 y, sebelum ada investasi tingkat


keseimbangan pendapatan nasional kita Y = c = 500. Kemudian dengan adanya
investasi I = 125 tingkat nasional yang baru akan meningkat menjadi Y = 1125.
Dalam kasus ini kita melihat pendapatan nasional meningkat dari 500 menjadi
1125 (y = 625) dengan adanya investasi sebesar 125 (I = 125). Dengan kata
lain dengan adanya tambahan permintaan agregat sebesar I = 125 menyebabkan
y 625
adanya tambahan pendapatan (y = 625). = = 5 Angka ini kita sebut
I 125
dengan angka penggandaan / Multiplier/ KI

1. Multiplier
Angka penggandaan (Multiplier) kita definisikan sebagai angka yang
menunjukkan kenaikan pendapatan nasional sebagai akibat dari kenaikan
Investasi.
Angka penggandaan ini sesungguhnya, dapat kita turunkan melalui identitas
kesamaan pendapatan nasional sebagai berikut :
Y = Co + I
1–b
Apabila pada tahun berikutnya investasi meningkat maka pendapatan nasional
keseimbangan pun akan meningkat menjadi :
Y + y = C0 + I + I
1–b
Y + y = C0 + 1 + I
1 – b 1-b
Y = C0 + I
1–b
dikurangkan

y = I
1-b
y = I y (KI) = 1/1-b
I 1-b I

2. Azaz Accelerator

23
Mengikuti hukum Keynes yaitu bilamana pendapatan bertambah, maka
konsumsi pun bertambah pula. Dengan bertambahnya pengeluaran konsumsi
ini, maka para pengusaha barang-barang konsumsi akan memperluas
produksinya. Untuk perluasan produksi ini diperlukan pertambahan peralatan
produksi yaitu barang-barang modal, atau dengan kata lain dibutuhkan
investasi baru, seperti bahan-bahan mentahnya, peralatan-peralatan mesinnya,
perluasan gedungnya dan sebagainya.
Jelasnya ialah bahwa terjadinya investasi baru ini karena adanya
pertambahan konsumsi. Proses inilah yang disebut dengan proses Accelerator
I
 . Dan proses ini sering juga disebut Principle of devided demand atau
C
permintaan yang tidak langsung. Sebab permintaan atau investasi itu timbul
secara tidak langsung yaitu sebagai akibat dari naiknya permintaan atas
barang-barang konsumsi.

3. Leverage Effect
Bilamana kita menggandengkan proses multiplier dengan proses
accelerator disatu pihak dengan pendapatan nasional dipihak lain, maka effect
multiplier atas pendapatan nasional itu diperluas lagi oleh effect accelator
hingga dalam pertambahan pendapatan nasional terasa adanya pengaruh yang
komulatif kombinasi antara efek multiplier dan efek accelerator itu disebut
dengan leverage effect. Proses tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut :
S

I Y C I Y C

Mulitiplier Accelerator Leverage Effeck

24
BAB V
PEREKONOMIAN TIGA SEKTOR

A. Peranan Sektor Pemerintah Dalam Pembentukan Pendapatan Nasional


Dengan melibatkan sektor pemerintah dalam perekonomian, maka itu berarti
kita telah memasuki tahapan analisa 3 (tiga) sektor. Peranan pemerintah dapat
sebagai lembaga stabilisator yaitu: menciptakan keadaan keseimbagan/stabilitas
perekonomian secara keseluruhan termasuk penciptaan lapangan kerja serta
dapat berperan sebagai dinamisator, yaitu suatu peran yang dapat mendorong/
menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka dapat memenuhi
kedua (2) fungsi utama tersebut diatas, pemerintah menuangkan kebijakan
ekonominya melalui kebijakan Anggaran belanja dan Pendapatan pemerintah
pada dasarnya memiliki beberapa fungsi seperti:

1. Fungsi Alokasi
Yaitu : berperan mengelokasikan faktor-faktor produksi yang ada untuk dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Fungsi Distribusi
Yaitu : berfungsi untuk dapat menyelenggarakan pembagian pendapatan
nasional yang adil/merata.

3. Fungsi Stabilitas
Yaitu : berperan untuk dapat mempengaruhi suatu perekonomian melalui
kebijaksanaan-kebijaksanaanya agar dapat tercipta stabilitas ekonomi yang
mantap (terhindar dari inflasi yang tinggi, kelesuan ekonomi/resesi ekonomi)
ataupun dapat menciptakan lapangan kerja untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi serta menghindari terjadi krisis sosial dari pengengguran.
Dalam lanjutan terhadap peranan pemerintah dalam pembentukan pendapatan
nasional, dapat dilihat dari pergolongan transaksi-transaksi pemerintah dengan
menggunakan 2 (dua) pendekatan sebagai berikut:

a. Penerimaan
Penerimaan pemerintah dapat bersumber dari penerimaan pajak, hasil
pelelangan barang-barang sitaan, laba yang diperoleh dari BUMN dan
sebagainya. Namun untuk mempermudah analisa diasumsikan bahwa
penerimaan pemerintah hanya bersumber dari pajak yang terpungut,
dengan notasi T.

25
b. Pengeluaran
Pengeluaran pemerintah lebih lanjut dibedakan untuk:
1. Pengeluaran konsumsi pemerintah, yang umum disebut juga
“Government Expenditure”
2. Pengeluaran pemerintah berupa Government Expenditure (TR) yaitu
bentuk pengeluaran pemerintah tanpa imbalan balas jasa langsung
seperti:

- Pembayaran dana pension


- Beasiswa
- Pemberian subsidi
- Bantuan untuk kaum miskin, pengangguran dan sebagainya.
Secara teoritis melalui pendekatan matematis, pengeluaran konsumsi pemerintah
(G) akan berarti secara langsung dapat memperbesar pendapatan nasional.
Keadaan ini dapat dilihat pada pembuktian pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap pendapatan nasional sebagai berikut:
Dalam perekonomian dua (2) sektor, pendapatan nasional tercipta sebesar:
Y = C + I atau
Y = a + bY + I
Dengan adanya pengeluaran untuk konsumsi pemerintah maka pendapatan
nasional berubah menjadi :
Y = a + bY + I + G
Jika dalam contoh yang terdahulu tingkat pendapatan nasional yang tercipta
sebesar 300 pada saat fs, C = 25 + 0,75Y serta besarnya investasi = 50. Maka jika
selanjutnya dimisalkan pada perekonomian tiga (3) sektor ini pemerintah
melakukan pengeluaran untuk konsumsi sebesar 50, maka pendapatan nasional
yang akan tercipta sebesar:
Y = 25 + 0,75 + 50 + 50
Y = 125 + 0,75Y
Y – 0,75Y = 125
(1 – 0,75)Y = 125
0,25Y = 125
Y = 500
Perubahan dalam konsumsi akan terjadi sebesar:
Y = 500
Maka;
Konsumsi yang baru adalah
= 25 + 0,75 (500)
= 25 + 375
= 400
Tabunga ekuilibrium yang baru berubah menjadi:

26
Y = 500
S = -25 + 125
S = 100
Perlu diperhatikan dengan demikian bahwa syarat keseimbangan perekonomian
pada tiga (3) sektor tidak lagi S = I tetapi menjadi S = I + G
Artinya seluruh kebocoran (Leakages) dalam bentuk tabunga (S) bagi suatu
perekonomian harus sama dengan perekonomian tersebut. Masukkan dalam
perekonomian pada kaitan ini jelas terbentuk I dan G. Jadi keseimbangan itu
tercapai pada saat
S = I + G atau
100 = 50 + 50
Jika pengeluaran konsumsi pemerintah tersebut juga masih disertai oleh transper
pemerintah (TR) maka peranan TR akan secara langsung dapat mempengaruhi
pendapatan siap pakai (Disposible Income) dari masyarakat atau secara singkat
TR dapat membesarkan pendapatan masyarakat. Pendapatan seperti ini jelas akan
mempengaruhi kemampuan untuk melakukan konsumsi. Ringkasannya
pendapatan baru dari masyarakat menjadi
Pendapatan lama + Pendapatan Pemerintah
Y1 = Yo + Tr
Yo + Tr disebut Disposible Income (YD)
Jadi pengaruhnya pada pendapatan nasional dengan demikian akan menjadi:
Y = a + b (Yo + Tr) + I + G
Atau
Y = a + b Yo
Contoh :
Jika dimisalkan sekarang Tr = 20 pada saat variabel- variabel lainnnya tetap
seperti pada contoh-contoh terdahulu
Maka;
Y = 25 + 0,075 (Y + 20) + 50 + 50
Y = 25 + 0,075Y + 15 + 50 +50
Y = 140 + 0,75Y
Y – 0,75 Y = 140
0,25Y = 140
Y = 560
Konsumsi (C) tercipta sebesar:
C = 25 + 0,75 (560 + 20)
3
C = 25 + (580)
4
= 25 + 435
= 460
Tabunga (S) tercipta sebesar
S = -a + (1 – b) Yd

27
= -25 – 0,25 (Y + Tr)
= -25 – 0,25 (560 + 20)
= -25 + 145
= 120
Persyaratan keseimbangan;
S = I + S + Tr atau
120 = 50 + 50 + 20 (terbukti)
Untuk dapat mengetahui secara pasti berapa besar pengaruh G (konsumsi
Pemerintah ataupun pengaruh Tr (Transfer pemerintah) terhadap perubahan
pendapatan nasional hendaknya terlebih dahulu dicari besarnya nilai Multilplier
pengeluaran pemerintah (KG) ataupun Multiplier Transfer Pemerintah (KTr).
Secara ringkas mula-mula rumusan pendapatan nasional (Y) tanpa diperoleh
sebesar:
a+1
Y=
1−b
Maka dengan adanya G yang menyebabkan terjadinya Y maka keadaannya
dapat ditulis sebagai berikut:
a+ I +G
Y + Y =
1−b
a+ I G
Y + Y =
1−b 1−b
+
G
Y + Y = Y +
1−b
G
Y=
1−b

Y/G = KG (Multiplier Pengeluaran Konsumsi Pemerintah)


1
=
1−b
Atau dengan cara lain juga diperoleh nilai KG ataupun KTr sebagai berikut:
Y = a + bYd + I + G
Y = a + b (Y + Tr) + I +G
Y = a + (bY + bTr) + I + G
Y – bY = a + bTr + I + G
(1-b)Y = a + bTr + I + G
a+bTr + I +G+G
Y =
1−b
a+bTr + I +G G
Y+Y =
1−b
+ 1−b
G
Y+Y = Y +
1−b

28
G
Y =
1−b
Y 1
KG = =
G 1−b

G
Y =
1−b
G
Y/G = KG =
1−b
Untuk KTr :
Tr  Y
a+b ( Tr +Tr ) I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr + bTr + I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr + I +G b Tr
Y + Y =
1−b
+ 1−b
b Tr
Y =
1−b
Y b
=
T 1−b

Y b
adalah KTr =
Tr 1−b

Kebijakan Fiskal
Untuk dapat menutupi pengeluaran dalam bentuk konsumsi ataupun Transfer
Pemerintah seperti tersebut diatas, pemerintah sering (Diasumsikan)
mengimbanginya melalui penerimaan dari pajak. Dalam bahasan ini sistem pajak
yang dipergunakan terbatas pada sistem pajak:
1. Sederhanakan
Yaitu : sistem perpajakan yang jumlah pungutan pajak secara absolut telah
ditetapkan oleh pemerintah, sehingga pajak disini sepenuhnya merupakan
“Exogeneus variabel”.
2. Flexible
Yaitu : sistem perpajakan yang jumlah pungutan pajaknya ditentukan oleh
besar/kecilnya pendapatan sehingga pajak disini akan merupakan
“Endogenous variabel”.

Pengaruh Pajak Sederhana Terhadap Tingkat Pendapatan

29
Beban pajak berarti secara langsung akan mempengaruhi pendapatan
siap pakai (Disposible Income). Sehingga dengan demikian bentuk dari pada
perumusan Diposible Income yang baru setelah beban pajak menjadi :
YD = Y + Tr – Tx
Dengan mengetahui bahwa besar/kecilnya konsumsi masyarakat tergantung pada
Disposible Income, maka formulasi konsumsi masyarakat yang baru akan
menjadi :
C = a + byD
C = a + b (Y + Tr – Tx)
Sedangkan tabunga (S) akan menjadi:
S = YD – C
S = YD – (a + byD)
S = YD – a - byD
S = -a + (1 – b) YD
Atau
S = -a (1 – b)(Y + Tr –Tx)
S = -a + (1 – b) Y + (1 – b) Tr – (1 – b)Tx
Pengaruh kebijaksanaan pajak sederhana ini terhadap pendapatan nasional
dengan demikian adalah:

Y=C+I+G
Y = a + bYD + I + G
Y = a + b(Y + Tr – Tx) + I + G
Y = a + bY + bTr – bTx + I + G
Y-by = a + bTr – bTx + I + G
(1 – b)Y = a + bTr – bTx + I + G
a+bTr −bTx+ I +G
Y=
1−b
Untuk Multiplier (KTx) yaitu : bilangan yang harus dikalikan dengan besarnya
pajak untuk dapat mengetahui perubahan (penurunan) pendapatan nasional, akan
diperoleh sebagai berikut:
a+bTr −bTx+ I +G
Y= formulasi pendapatan sebelum adanya tambahan pajak
1−b
Tx  Y sehingga
a+bTr −b ( Tx+ Tx ) + I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr −bTx−b Tx + I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr −bTx+ I +G b Tx
Y + Y =
1−b
- 1−b

30
b Tx
Y + Y =
1−b

Angka Pengganda Anggaran Belanja Berimbang (Balanced Budget Multiplier)


Dalam keadaan keseimbangan, apabila terjadi kenaikkan pengeluaran
pemerintah tersebut seluruhnya dibiayai oleh kenaikan pungutan pajak.
Besarnya angka penggandaan anggaran belanja berimbang (KB) adalah sama
dengan satu (KB = 1) . Dengan demikian apabila terjadi kenaikan pengeluaran
pemerintah dimana seluruh kenaikan tersebut dibiayai dengan kenaikan pungutan
pajak, maka besarnya kenaikan pendapatan nasional sebesar kenaikan pungutan
pajak sama dengan sebesar kenaikan pengeluaran pemerintah tersebut.
Besarnya angka penggandaan anggaran belanja berimbang dapat diperoleh
dengan jalan menjumlahkan angka penggandaan pengeluaran pemerintah (K G)
dengan angka penggandaan pajak (KTx)
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
KB = KG + KTx
1
KG =
1−b
−b
KTx =
1−b
1 −b
KB = -
1−b 1−b

1−b
KB = =1
1−b
T −b
= KTx =
Yx 1−b

Syarat keseimbangan ekonomi setelah diperhitungkan pengaruh pajak terhadap


pembentukan pendapatan nasional akhirnya akan menjadi
S + Tx = I + G + Tr

B. Peranan Pajak Fleksibel Dalam Perekonomian


Untuk pajak yang fleksibel (built infleksibel) selain berfungsi sebagai
sumber penerimaan Negara juga akan dapat berfungsi sebagai:
1. Menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata
2. Sebagai alat stabilitas ekonomi yang automatis
Oleh karenanya jumlah pajak yang terpungut disini tergantung pada tingkat
pendapatan, maka sistem ini dapat merupakan salah satu cara untuk mencapai
distribusi pendapatan yang lebih merata. Artinya semakin tinggi pendapatan
seseorang, maka semakin tinggi pajak yang harus dibayar, demikian pula

31
sebaliknya. Untuk tingkat pendapatan terendah yang ditentukan umumnya
pemerintah membebaskan dari pungutan pajak. Sedangkan terkait pada
pengertian sebagai alat stabilitas dimaksud karena sistem pajak dapat menahan
laju disposible income pada saat pendapatan meningkat, sehingga tingkat
konsumsi juga terhambat serta demikian pula akhirnya pada peningkatan
pendapatan nasional (misalnya : resesi), sistem pajak fleksibel mampu menahan
laju penurunan yang lebih cepat dari keadaan perekonomian tersebut, hal ini
disebabkan karena menurunnya pendapatan, akan menyebabkan menurunnya
jumlah pajak yang terpungut sehingga pengeluaran konsumsipun akan menurun.
Namun penurunan konsumsi masyarakat ini akan mendorong pemerintah untuk
meningkatkan Transfer pemerintah. Sehingga penurunan konsumsi dapat
diperlunak demikian pula halnya penurunan pendapatan nasional.
Secara grafis perbedaan pengaruh kedua sistem perpajakan tersebut terhadap
Fuktuasi perekonomian Nampak sebagai berikut:

Oleh karena pada sistem perpajakan built in flexible ditentukan oleh besarnya
pendapatan maka persamaannya, akan dapat ditulis sebagai berikut:
Tx = t + h.Y
Tx = Besarnya pajak yang terpungut
T = Besarnya pajak pada pendapatan nol (0)
h = Marginal Rate of Texation (MR Tx)
MRT, umumnya bernilai positif.
Dari rumusan pajak seperti tersebut diatas, maka persamaan konsumsi akan
berubah menjadi :

32
C = a + byD karena;
Maka;
C = a + b {Y + Tr – (t + hy)}
C = a + b (Y + Tr – t – hY)
C = a + bY + bTr – bt – bhY
Untuk formulasi tabunga akan diperoleh sebesar:
S = YD – C
YD = T + Tr – (t + hY)
C = a + by + bTr – bt – bhY
Maka;
S = Y + Tr – t –hY – a – bY – bTr + bt + bhY
S = Y – hY – bY + bhY – a + (Tr – bTr) – (t – bt)
S = (1 – h – b + bh) Y – a + (1 – b)Tr – (1 – b) t
S = -a + (1 – b)Tr – (1 – b)t + ( 1 – h – b + bh)Y
Sehingga S =
-a + (1 – b)Tr – (1 – b)t + (1 – h – b + bh)Y
Untuk formulasi pendapatan nasional yang baru akan diperoleh:
Y =C+I+G
C = a +byD
YD = Y + Tr - Tx
TX = t + hY
Maka;
Y = a + b {Y + Tr – (t - hY} + I + G
Y = a + bY + bTr – bt – bhY + I + G
Y – bY + bhY = a + bTr – bt + I + G
(1 – b + bhY) Y = a + bTr – bt + I + G
a+bTr −bt+ I +G
Y =
1−b+ bh
Contoh bila diketahui:
a. Fungsi konsumsi per tahun : 25 + 0,75 YD
b. Fungsi pajak : -20 + 0,20 Y
c. Transfer Pemerintah : 40 milyar per tahun
d. Pengeluaran konsumsi Pemerintah : 60 milyar per tahun
e. Investasi : 40 milyar per tahun
Dari data tersebut dia atas maka akan diperoleh :
1. Besarnya Pendapatan Nasional yang terjadi
a+bTr −bt+ I +G
Y = 1−b+ bh
25+0 , 75 ( 40 )−0 ,75 (−20 )+ 40+60
Y =
1−0 ,75+0 ,75(0 ,20)
25+30+15+ 40+60
Y =
0 , 25+0 , 15

33
170
= 0 , 40 = 425
2. Pajak ekuilibrium:
Tx = -20 + 0,20Y
Tx = -20 + 0,20(425)
Tx = -20 + 85
Tx = 65 Milyar
3. Konsumsi Ekwilibrium
C = 25 + 0,75 Yd
C = 25 + 0,75 (Y – Tx + Tr)
C = 25 + 0,75 (425 – 65 + 40)
C = 25 + 0,75 (400)
C = 325 Milyar
4. Tabunga Ekwilibrium
S = YD – C
S = (Y – Tx + Tr) – C
S = (425 – 65 + 40) – 325
S = 400 – 325
S = 75 Milyar
Sedangkan koefisien Multiplier pajak (KT x) dengan sistem pajak yang
fleksibel akhirnya akan diperoleh sebesar
T  Y
a+bTr −bt+ I +G
Y sebelum ada perubahan pajak =
1−b+ bh
Y setelah berubah pajak :
a+bTr −b ( Tx+ Tx ) + I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr −bTx−b Tx + I +G
Y + Y =
1−b
a+bTr −bTx+ I +G b Tx
Y + Y =
1−b
- 1−b

b Tx
Y + Y =
1−b+ bh

Y −b
= KTx =
T 1−b+ bh

34
BAB VI
PEREKONOMIAN TERBUKA (4 SEKTOR)

Perekonomian terbuka adalah dengan memasukkan peranan export (X) dan


import (M) pada model export akan dapat meningkatkan pendapatan nasional
Sedangkan import (M) justru akan menurunkan tingkat pendapatan nasional. Secara
sistematis perubahan perbedaan dari pengaruh X & M dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Y =C+I+G+X+M
Y = C + S  formula dasar
C+S =C+I+G+X–M
S = S0 + SY  S = MPS
M = tergantung dari tingkat pendapatan nasional sehingga M = f(y)
Atau
M = Mo + mY
Mo = Import pada saat pendapatan nasional sama dengan nol (0)
m = marginal ropencity to import (MRTm)
yaitu hasrat tambahan untuk melakukan import sebagai akibat tambahan
Pendapatan Nasional

Dan jika So dipergunakan sebagai simbol pengganti dari (-a) pada persamaan tabunga
maka akhirnya persamaan pendapatan akan diperoleh :
Y =C+I+G+X–M
Y = C + S sehingga
C+S =C+I+G+X–M
S =I+G+X–M
S+M =I+G+X
So + sY + Mo + mY = I + G + X
sY + mY = I + G + X – So - Mo
(s + m) Y = I + G + X – So - Mo
I +G+ X−So−Mo
Y =
S+M

Untuk dapat mengetahui export dan import terhadap kecepatan perubahan pendapatan
nasional maka dapat dicari koefisien Mulitplier. Dengan cara-cara seperti dahulu
(sama) maka penurunan Multiplier export (KX) akan diperoleh sebagai berikut :
X  Y
Sehingga;
I +G+ ( X+ X )−SoMo
Y + Y =
s+m

35
I +G+ X+ X−SoMo
Y + Y = s+m
Y +
I +G+ X−SoMo X
Y =
s+ m
+ s +m
X
Y + Y = Y + s +m
X
Y = s +m
1
Y/X = Kx = s +m

Untuk multiplier import oleh karena besarnya import tergantung pada pendapatan
yaitu Mo + MRTm Y, maka MRTm. Y akan merupakan variabel Endogenous
sedangkan Mo merupakan variabel Exogenous. Terkait dengan ini maka Multiplier
import akan terjadi pada perubahan variabel exogenous (Mo).
Rumusan selanjutnya dengan demikian akan menjadi:
Mo  Y

Hingga persamaan pendapatan perubahan menjadi:


I +G+ X+ So−(Mo + Mo)
Y + Y =
s+m
I +G+ X−So−Mo + Mo
Y + Y = s +m
I +G+ X−So−Mo + Mo Mo
Y + Y = s +m + s +m
Mo
Y = s +m
−1
Y/Mo = s +m

Multiplier import ternyata memiliki tanda minus ini menunjukkan bahwa import dan
mengurangi pendapatan nasional.

Keseimbangan Umum dari Pasar Barang dan Pasar Uang

Telah kita ketahui bahwa berubahnya jumlah uang beredar mempunyai


pengaruh terhadap suku bunga, baik secara langsung karena perubahan jumlah uang
beredar itu sendiri, maupun secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan-
perubahan yang didorong oleh efek perubahan suku bunga terhadap tingkat investasi
dan tingkat pendapatan. Reaksi yang sama juga dapat terjadi dalam pasar barang
akhir. Tumbuhnya inovasi akan mengakibatkan skedul permintaan investasi akan

36
berpindah kekanan, hal mana selanjutnya berubahnya tingkat pendapatan, juga
mengakibatkan bertambahnya permintaan uang tunai untuk keperluan transaksi dan
untuk keperluan berjaga-jaga.
Untuk melepaskan sebagian dari uang tunai yang semula ditahan untuk tujuan
spekulasi, maka suku bunga harus dinaikkan. Tetapi kenaikan suku bunga ini akan
mengakibatkan berkurangnya investasi dan turunnya pendapatan, proses mana akan
berlangsung terus melalui rangkaian terhadap aksi dan reaksi.
Untuk menyederhanakan analisa, kita umpamakan bahwa pemerintah tidak
mengadakan campur tangan dan sistem perekonomian yang bersangkutan tidak
mengadakan perdagangan luar negeri. Dalam keadaan ini keseimbangan pasar barang
akhir menghendaki sama tabunga dan investasi (S=I)
Keseimbangan pada pasar barang ditunjukkan oleh suatu Kurva yang disebut
kurva IS. Kurva IS adalah suatu kurva yang menghubungkan titik-titik besarnya
tingkat bunga (i) pada tingkat pendapatan nasional (y) dimana pasar barang berada
dalam keadaan keseimbangan.
Namun ada perbedaannya yaitu pada perubahan sebelumnya variabel investasi
dianggap sebagai variabel eksogen atau merupakan variabel konstan akan tetapi
dalam menentukan persamaan kurva IS, variabel investasi diperlakukan sebagai
variabel endogen. Dalam hal ini besarnya pengeluaran investasi dipengaruhi oleh
tingkat bunga (i) secara persamaan dapat ditulis :
I = Io – k i

Dimana : Io adalah besarnya pengeluaran investasi pada tingkat bunga sama dengan
nol.
i adalah tingkat bunga umum
k adalah besarnya koefisien tingkat bunga
Untuk memperoleh atau menurunkan kurva IS dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu dengan cara grafik dan dengan cara matematika
Dibawah ini contih menurunkan kurva IS dengan cara matematika. Diketahui
besarnya tabunga suatu perekonomian, S = - 100 + 0,25 Y dan pengeluaran investasi
sektor perusahaan ditunjukkan oleh persamaan I = 60 – 200i
Maka persamaan kurva IS-nya yaitu :
- 100 + 0,25 y = 60 – 200i
0,25 y = 160 – 200i
y= 640 – 800i (IS)
Gambar kurva IS apabila ditunjukkan tingkat bunga 9 %, 10 %, 11 %.
Gambar dari pada keseimbangan pasar barang

37
Analisa LM (Kurva LM)
Setelah kita mempelajari kurva IS, yang menggambarkan keadaan
keseimbangan dalam pasar barang, maka selanjutnya kita perlu membicarakan
mengenai kurva LM, yang menggambarkan keadaan keseimbangan dalam pasar
uang.
Untuk bisa sampai pada bagaimana mencari kurva LM tersebut, maka terlebih
dahulu kita harus membicarakan mengenai permintaan uang dan penawaran uang.
Pasar uang dikatakan seimbang apabila permintaan akan uang (M D) sama dengan
penawaran akan uang (MS).
Penawaran akan uang (MS) adalah jumlah uang beredar di masyarakat yang
berupa penjumlahan dari uang kartal dan uang giral. Jumlah uang beredar di
masyarakat (MS) besarnya sudah tentu.
Permintaan akan uang (MD) dalam analisa Keynes terdiri dari tiga tujuan (motif)
yaitu motif Transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi.

38
Permintaan uang untuk tujuan transaksi (M t) dan permintaan uang untuk tujuan
berjaga-jaga (Mp) menurut Keynes dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat
secara matematis ditulis :
Mt + Mp = fy
Oleh karena permintaan uang dengan tujuan transaksi berjaga-jaga ini
dipengaruhi oleh faktor yang sama, maka besarnya kedua variabel ini dijadikan satu
menjadi permintaan uang untuk transaksi berjaga-jaga (M 1) atau secara matematis
dapat ditulis:
M2 = f (i)
Permintaan uang (MD) pada pasar uang merupakan penjumlahan dari permintaan
uang untuk transaksi, berjaga-jaga dan untuk tujuan spekulasi. Dengan demikian
permintaan akan hutang hutang dapat ditulis :
MD = M1 + M2
Pasar uang akan berada dalam keseimbangan apabila penawaran akan barang
(MS) sama dengan permintaan akan uang (MD) kurva yang menunjukkan
keseimbangan di pasar uang disebut kurva LM.
Kurva LM adalah satu kurva yang menghubungkan titik-titik tingkat bunga (i) pada
berbagai tingkat pendapatan nasional (y).
Seperti halnya dengan cara untuk menurunkan kurva IS, menurunkan kurva LM juga
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara grafikdan dengan cara matematis.

Contoh cara menurunkan kurva LM dengan cara grafik

39
Cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh kurva LM dengan cara
matematik .
Misalnya kita ingin mencari persamaan LM pada suatu perekonomian. Pada
perekonomian tersebut diketahui jumlah uang beredar di masyarakat M 1 = 0,2Y dan
permintaan uang untuk tujuan spekulasi ditujukan oleh persamaan M2 = 428 – 400i.
Pasar uang dalam keadaan seimbang apabila penawaran akan uang (M S) sama
dengan permintaan akan uang (MD).
Hitungan :
Ms = 500
MD = M1 + M2
= 0,2y + 428 – 400i
Ms = MD
500 = 0,2y + 428 – 400i
72 + 400i = 0,2y
Y = 360 + 2000i
Pers y = 360 + 2000i adalah persamaan kurva LM yaitu kurva yang menunjukkan
keseimbangan di pasar uang.

Keseimbangan Umum Pasar Barang Dan Pasar Uang

Untuk menentukan keadaan seimbang, baik dipasar barang maupun di pasar uang
dapat dilakukan dengan mencari titik potong antara persamaan kurva IS dan kurva
LM.
Sebagai contoh-contoh persamaan IS : y = 640 – 800i
Persamaan LM : y = 360 + 2000i
y = 640 – 800 i
y = 360 + 2000 i
0 = 280 – 2800 i
2800 i = 280
i = 0,1
i = 10%
y = 360 + 2000 (0,1)
= 360 + 200
= 560

40
Jadi pendapatan Nasional (y) sebesar 560 dan tingkat bunga (i) sebesar 10% atau
dengan kata keseimbangan umum terjadi pada pendapatan nasional sebesar 560 dan
tingkat bunga sebesar 10%.

41
BAB VII
INFLASI

A. Pengertian dan Jenis Inflasi


1. Pengertian Inflasi
Masalah lainnya yang terus menerus mendapat perhatian dari pemerintah
adalah masalah inflasi. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga
agar tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah
karena ini adalah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan
adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.
Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan
menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan harga-harga dapat
diwujudkan kembali. Uraian mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi
inflasi yang dilakukan dalam bab ini terutama menerangkan tentang bentuk
kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat
tingkatannya. Sebelum hal tersebut diterangkan terlebih dahulu akan
diperhatikan penyebab dari berlakunya tingkat inflasi yang tinggi. Pengertian
Inflasi yaitu gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
terus menerus. Sedangkan kalau deflasi merupakan kebaikan dari inflasi yaitu
gejala penurunan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.

2. Jenis-jenis Inflasi
a. Berdasarkan Tingkat Intensitasnya
- Creeping Inflation / Inflasi Lunak (6,5 %/th)
Proses kenaikan harga barang dari barang-barang secara pelan-pelan.
- Hyper Inflasi (diatas 100 %)
Proses kenaikan harga dan barang-barang secara cepat.
b. Berdasarkan menurut faktor penyebabnya
 Demand Pull Inflation
Inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat
(AD) Demand Pull Inflation

42
P (harga umum) Note :
Tekanan Inflasi ini
AS0 Disebabkan tekanan agregai
Demand dari AD0 menjadi AD1
P1 E1

P0 E0
AD1

AD0

O Y1 Y0

 Bottleneck Inflation
Inflasi yang terjadi karena perubahan struktur permintaan lebih cepat
dari pergeseran-pergeseran peredaran barang.
 Cost Push Inflation
Inflasi yang terjadi karena kenaikan biaya produksi

Tekanan inflasi ini disebabkan tekanan biaya produksi sehingga


menyebabkan Agregat supply meningkat dari AS0 menjadi AS1

43
B. Masalah Sosial Dari Inflasi

Ada beberapa masalah sosila yang muncul dari inflasi yang tinggi (> 10%
atau 2 digit) antara lain :
1. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
 Tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dari tingkat daya beli
pendapatan diperoleh sedangkan inflasi secara tidak langsung menurunkan
daya beli masyarakat.
2. Memburuknya distribusi pendapatan
 Jika misalnya inflasi yang terjadi sebesar 20% setahun, maka pendapatan
pun minimal harus meningkatnya sebesar 20%, oleh karena meningkatkan
pendapatan sebesar 20% sangat sulit maka inflasi akan memperburuk
distribusi pendapatan.
3. Terganggunya stabilitas ekonomi
 Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang
masa depan (eksploitasi) para pelaku ekonomi.
4. Inflasi dan Pengangguran
Hubunga antara inflasi dan pengangguran menjadi salah satu tema sentral
ekonomi makro hasil penelitian Prof Philips menunjukan hubunga negatif
dan non linier antara tinkat inflasi dengan tingkat pengangguran.

Keterangan
 Inflasi dan pengangguran mula-mula (P dengan U)
 Inflasi naik (P ke P1) pengangguran turun dari (U ke U1)
 Inflasi turun (P ke P1) pengangguran naik (U ke U1)

44
Sedangkan pada Hukum Okun (Okun’s Law) menyatakan hubunga
negatif antara tingkat pengangguran dengan laju pertumbuhan ekonomi. Pada
umumnya bila terdapat laju pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya bila
terdapat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, produksi barang maupun jasa
meningkat dan kerjasama dengan itu tingkat pengangguran menurun.

Pengertian dan jenis Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang sudah digolongkan dalam angkatan kerja,


yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah
tertentu, tetapi tidak memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.

Ada beberapa jenis pengangguran yaitu :


 Pengangguran alamiah
 Pengangguran friksional
 Pengangguran structural
 Pengangguran konyungtur

Pengangguran alamiah adalah :


Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh
(kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana disekitar 95
persen dari angkatan kerja dalam suatu waktu tertentu sepenuhnya
bekerja).
Pengangguran sebesar 5 persen inilah yang disebut sebagai
pengangguran alamiah atau NAIRU (Non Accelerated Inflantion
Rate of Unemployment) yang artinya tingkat pengangguran tidak
akan mempercepat tingkat inflasi.

Pengangguran Friksional (Friksional Unemployment) :


Adalah suatu jenis pengangguran yang disebabkan antara oleh
tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan
mencari kerja yang lebih baik atau lebih sesuai dengan
keinginnanya.

Pengangguran Struktural (Structural Unemployment) :


Dalam perekonomian yang mengalami pertumbuhan akan selalu
berlaku keadaan dimana beberapa industri dan beberapa
perusahaan berkembang dengan cepat dan beberapa kegiatan
ekonomi lainnya mengalami kemunduran. Kemunduran yang
berlaku di beberapa industri ini tidaklah dapat dipandang sebagai
pemerosotan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, tetapi
diakibatkan oleh kemajuan ekonomi yang berlaku. Pengangguran

45
yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi seperti ini dinamakan
pengangguran structural.

Pengangguran Konyungtur
Adalah pengangguran yang melebihi pengangguran alamiah pada
umumnya pengangguran konyutur terjadi sebagai akibat
pengangguran dalam permintaan agregat. Dampak sosial ekonomi
dari pengangguran yaitu terganggunya stabilitas perekonomian
(melemahnya permintaan agregat dan melemahnya penawaran
agregat) juga terganggunya stabilitas sosial – politik.

C. Efek Buruk Inflasi


Kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus bukan saja
menimbulkan efek buruk atas kegiatan ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran
individu dan masyarakat.

1. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi


Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat
tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka
menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai
dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Maka
ekspor akan menurun. Sebaliknya harga-harga produksi dalam negeri yang
semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor
menjadi relatif murah. Ekspor yang menurun dan diikuti pula impor yang
bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing.
2. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbul efek buruk ke atas kegiatan ekonomi Negara,
inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu dan
masyarakat :
a. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapat
tetap.
Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian
kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Nilai riilnya akan
menurunkan apabila inflasi berlaku.
c. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa
pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai riil
pendapatannya, dan pemilik kekayaan yang bersifat keuangan
mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Akan tetapi pemilik
harta-harta tetap – tanah, bangunan dan rumah dapat mempertahankan
atau menambah nilai riil kekayaannya.

46
D. Mengatasi Inflasi
Terjadinya inflasi tidak selamanya harus dicegah. Tergantung dengan tingkat
intensitas yang terjadi dan Negara yang mengalaminya. Bagi Negara-negar yang
sedang berkembang adanya inflasi seperti inflasi lunak justru menguntungkan
dalam usaha mendorong produksinya yang sekaligus berpengaruh terhadap
perluasan kesempatan kerja. Namun apabila yang terjadi inflasi dengan intesitas
tinggi upaya pengendaliannya mutlak diperlukan untuk mencegah adanya
kekacauan dalam proses produksi.
Kebijaksanaan yang umumnya ditempuh dalam mengatasi inflasi adalah :
1. Kebijakaan Moneter
Kebijakan Moneter biasanya ditempuh melalui tiga hal :
a. Politik diskonto (Rediscount Rate Policy) yaitu dengan cara menaikkan
tingkat bunga sehingga orang akan cenderung menyimpan uangnya di bank
dibandingkan dengan memegangnya sendiri. Dengan cara ini jumlah uang
beredar semakin kecil.
b. Politik Pasar Terbuka (Open Market Operation) yaitu dengan cara
memperjualbelikan obligasi kepada pemerintah. Dalam keadaan inflasi
pemerintah perlu menjual obligasi kepada masyarakat.
c. Politik Cadangan Kas (Cash Reserve Ratio) yaitu dengan cara menaikkan
cadangan kas bank-bank umum.

2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal menyangkut tiga aspek, yaitu :
a. Penurunan pengeluaran pemerintah
b. Menaikkan pajak
c. Mengadakan pinjaman pemerintah

3. Kebijakan Non Moneter


Ada tiga macam kebijaksanaan Non Moneter untuk mengatasi inflasi yaitu :
a. Menaikkan hasil produksi dengan maksud menambah jumlah barang
dipasaran.
b. Kebijaksanaan upah, yaitu dengan cara menstabilisasi gaji, yaitu
diusahakan untuk tidak menaikkan gaji atau gaji baru dinaikkan apabila
produktivitas dapat ditingkatkan.
c. Pengawasan harga dan distribusi barang-barang, yang biasanya dilakukan
dengan penetapan harga oleh pemerintah yang diikuti dengan pengawasan
terhadap kelancaran distribusi barang-barang. Kebijaksanaan ini cukup
sulit dilakukan karena memungkinkan timbulnya black market.

47
4. Mengatasi Inflasi dengan program bersegi banyak.
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan menempuh secara bersama-sama
kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan fiskal maupun kebijaksanaan non
moneter.
Menurut Alvin H. HANSEN*)
Serangan bersegi banyak ini dapat meliputi :
a. Pemakaian kebijaksanaan moneter yang bijaksana
b. Kebijaksanaan fiskal antara lain dengan mempertahankan pajak yang
tinggi.
c. Pengawasan-pengawasan langsung secara minimum termasuk alokasi
bahan-bahan yang jarang terdapat untuk keperluan-keperluan penting.

48
BAB VIII
KESEIMBANGAN PASAR BARANG
DAN PASAR UANG

Pada pembahasan sebelumnya, penentuan pendapatan nasional hanya merupakan


penentuan pendapatan nasional keseimbangan pada salah satu sektor ekonomi, yaitu
sektor riil (pasar barang) saja atau sektor moneter (pasar uang) saja. Pembahasan
selanjutnya adalah mengenai penentuan pendapatan nasional yang dapat
menunjukkan keseimbangan, baik di sektor riil (pasar barang) maupun sektor moneter
(pasar uang).
Pasar barang dikatakan dalam keadaan seimbang apabila penawaran pada pasar
barang sama dengan permintaan pada pasar barang tersebut. Sedangkan pasar uang
dikatakan seimbang apabila permintaan uang pada pasar uang sama dengan
penawaran uang pada pasar uang tersebut.
Untuk menjelaskan masalah ini digunakan analisis ISLM yang dikemukakan oleh
J. R. Hicks
Keseimbangan pada sektor riil (pasar barang) diformulasikan ke dalam suatu
persamaan/kurva yang disebut persamaan/kurva IS. Sedangkan keseimbangan pada
sektor moneter (pasar uang) diformulasikan ke dalam suatu persamaan/kurva yang
disebut kurva LM.

A. Pengertian Pasar Barang (Keseimbangan Pada Sektor Riil)


Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa, pasar barang dikatakan
seimbang apabila penawaran barang sama dengan permintaannya. Keseimbangan
pada pasar barang ditunjukkan oleh suatu kurva yang disebut kurva IS. Kurva IS
adalah suatu kurva yang menghubungkan titik-titik besarnya tingkat bunga (i)
pada berbagai tingkat pendapatan nasional (Y), dimana pasar barang berada
dalam keadaan seimbang.
Kurva IS adalah kurva yang menunjukkan keseimbangan di pasar barang.
Pasar barang dikatakan seimbang apabila penawaran sama dengan permintaan
atau dengan kata lain pendapatan sama dengan pengeluaran. Dengan demikian
untuk menentukan kurva IS sama halnya dengan menentukan persamaan
keseimbangan yang dibahas sebelumnya, yaitu dengan menyamakan antara
pendapatan (Y) dengan pengeluaran dari berbagai sektor ekonomi. Namun
demikian ada perbedaannya, yaitu pada pembahasan sebelumnya variabel
investasi dianggap sebagai variabel eksogen/merupakan variabel konstan. Akan
tetapi dalam menentukan persamaan IS, variabel investasi dipengaruhi ole
tingkat bunga (i).
Atau secara fungsional dapat ditulis sebagai :
I = f (i)

49
dI
dimana <0
di
dan secara persamaan dapat ditulis :
I = lo – k i
di mana lo adalah besarnya pengeluaran investasi pada tingkat bunga sama
dengan nol.
i adalah tingkat bunga umum.
k adalah besarnya koefisien tingkat bunga.
Untuk memperoleh/menurunkan kurva IS dapat dilakukan dengan 2 cara
(metode), yaitu dengan grafik dan dengan cara matematik. Menurunkan kurva IS
dengan dengan cara grafik dapat dilakukan dengan menyediakan empat buah
grafik yang masing-masing grafik menggambarkan keadaan pada sektor riil
(pasar barang). Perhatikan contoh cara menurunkan kurva IS pada gambar 6-1.

S S

S = f(Y) S=I

S0 S0
S1 S1

YY I
0 Y1 Y0 0 I1 I0

i i

i1 i1
i0 i0

I = f(i)
Y I
0 Y1 Y0 0 I1 I0
Gambar 6-1
Menurunkan Kurva IS Metode Grafik

50
Pertama-tama kita buat dulu empat buah grafik yang masing-masing grafik
diberi nama grafik I,II,III dan IV (searah dengan jarum jam). Misalnya kurva IS
akan kita buat pada grafik IV. Karena kurva IS adalah kurva yang
menghubungkan tingkat bunga dengan pendapatan nasional, maka masing-
masing sumbu pada grafik IV kita tentukan sumbu-sumbu yang ditempati
variabel tingkat bunga dan tingkat pndapatan nasional. Misalnya untuk garis
datar kita tempatkan variabel pendapatan nasional (Y) dan sumbu tegak kita
tempatkan variabel tingkat bunga(i). Dengan demikian grafik yang berada di
sebelah atas grafik IV, yaitu grafik I adalah grafik yang menggambarkan keadaan
pada pasar barang mengenai variabel ekonomi yang berhubunga dengan tingkat
pendapatan nasional.
Variabel ekonomi pada pasar barang yang berhubunga dengan pendapatan
nasional adalah tingkat tabunga (S), dimana hubunga antara tabunga dengan
pendapatan nasional ini adalah positif. Artinya makin besar pendapatan nasional,
maka tabunga yang terjadi juga makin besar. Dan sebaliknya. Dengan demikian
kurva tabunga brlereng positif.
Kemudian untuk graik yang berada di sebelah kanan grafik IV, yaitu grafik
III adalah grafik yang menggambarkan keadaan pasar barang mengenai variabel
ekonomi yang berhubunga dengan tingkat bunga. Variabel ekonomi pada pasar
barang yang berhubunga dengan tingkat bunga adalah variabel investasi (I).
hubunga antara besarnya investasi adalah negatif. Artinya apabila tingkat bunga
turun maka investasi yang diinginkan naik, dan sebaliknya. Dengan demikian
kurva investasi berlereng negatif.
Sumbu tegak pada grafik III untuk variabel tingkat bunga dan sumbu datar
untuk besarnya investasi. Selanjutnya grafik II memperlihatkan keadaan
keseimbangan di pasar barang, yaitu terjadinya kesamaan antara investasi dan
tabunga. Kurva kesamaan investasi dan tabunga adalah kurva yang ditarik dari
titik (titik pusat sumbu) yang membentuk sudut 45 0 trhadap masing-masing
sumbu.
Untuk menghasilkan kurva IS kita mulai dari grafik III dengan mengambil
salah satu titik tingkat bunga, misalnya i o. pada tingkat bunga sebesar io ,
investasi yang diinginkan sebesar Io dan dalam keadaan keseimbangan, besarnya
tabunga adalah So tabunga sebesar So terjadi apabila pendapatan sebesar Yo.
Apabila keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka kita memperoleh satu
titik dari kurva IS (mmisalnya kita beri nama titik A).
Untuk menggambarkan suatu kurva ( kita anggap kurva IS adalah linear),
maka minimal harus ada dua titik. Dengan demikian kita perlu mengambil salah
satu titik tingkat bunga lagi, misalnya i1, pada tingkat bunga sebesar I 1, investasi
yang diinginkan sebesar S1 terjadi apabila pendapatan sebesar Y1. Apabila
keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka kita mmperoleh suatu titik lagi
dari kurva IS (misalnya kita beri nama titik B). Apabila titik A dan titik B ini kita
hubungkan maka kita memperoleh kurva IS, yitu kurva yang menggambarkan
keseimbangan disektor riil (pasar Barang). Kurva IS berlerng negatif. Ini member

51
petunjuk bahwa pada sektor riil (pasar barang), apabila trjadi kenaikan tingkat
bunga, maka pendapatan nasional akan turun. Dan sebaliknya apabila tingkat
bunga turun maka pendapatan nasional akan naik.Misalnya kita ingin
menentukan persamaan kurva IS pada perekonomian dua sektor.
Pengeluaran komsumsi suatu perekonomian diketahui : C = 100 + 0,75 Y
dan pengeluaran investasi sektor perusahaan ditunjukan oleh persamaan: I = 60-
200 i.
Perekonomian dikatakan seimbang apabila pendapatan (Y0 sama dengan
pngeluaran (C + I). dengan demikian keadaan tersebut dapat ditulis :
Y= C + I
: 100 + 0,75 Y + 60 – 200
Y- 0,75 Y = 160 – 200 i
0,25 Y = 160 200 i

Y = 640 – 800 i

Persamaan Y = 640 – 800 i adalah merupakan persamaan kurva IS yaitu


kurva yang menunjukkan keseimbangan di pasar barang. Kurva IS tersebut
dapat digambarkan ke dalam sebuah grafik yang terlihat pada gambar 6-2.

640

Y = 640 – 800 i
IS
Y
O
Gambar 6-2
Menurunkan Kurva IS dengan metod Matematik

1. Kebijakan Fiskal
Posisi kurva IS dapat berubah apabila terjadi perubahan pada sektor riil (
pasar barang). Perubahan disektor riil biasanya akibat dari tindakan /
kebijakan pemerintah. Kebijakan pmerintah yang ditujukan untuk
mempengaruhi sektor riil disebut kebijakan fiscal (fiscal policy). Variabel

52
ekonomi yang biasanya dipengaruhi melalui kebijakan fiscal ini adalah
pengeluaran Pemerintah (G). pajak (Tx) dan pembayaran Transfer (Tr).
Kebijakan fiscal murni adalah kebijakan fiscal yang tidak disertai
dengan berubahnya jumlah uang beredar. Perhatikan posisi kurva IS pada
grafik di bawah ini, apabila pemerintah melakukan kebijakan fiscal.

IS1
ISo
IS2
Y
0

Gambar 6-3
Kurva IS dengan adanya Kebijakan Fisikal

Kebijakan fiskal yang ekspensif (menaikkan pengeluaran


pemerintah)/menurun kan penerimaan pajak dan menggeser kurva IS ke
kanan atas (IS1) dan sebaliknya kebijakan fiskal yang kontraktif
(menurunkan pengeluaran pemerintah)/menaikkan penerimaan pajak akan
menggeser kurva IS ke kiri bawah (IS2)

B. Keseimbangan Pada Sektor Moneter (Pasar Uang)


Pasar uang dikatakan seimbang apabila permintaan akan uang (M d) sama
dengan penawaran akan uang (Ms).
Penawaran akan uang (Ms) adalah jumlah uang beredar di masyarakat yang
berupa penjumlahan dari uang kartal dan uang giral. Jumlah uang beredar di
masyarakat besarnya sudah tertentu.
Permintaan akan uang (Md) dalam analisis Keynes terdiri dari tiga tujuan
(motif), yaitu motif Transaksi, motif berjaga-jaga dan motif Spekulasi.
Permintaan uang (Mp) menurut Keynes dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
masyarakat atau secara matematis ditulis:

53
Mt = f (Y)
Mp = f (Y)
Oleh karena permintaan uang dengan tujuan transaksi dan berjaga-jaga ini
dipengaruhi oleh faktor yang sama, maka biasanya kedua variabel ini dijadikan
satu menjadi permintaan uang untuk transaksi-berjaga-jaga (M 1). Jadi dengan
kata lain permintaan uang untuk transaksi-berjaga-jaga, yaitu yang merupakan
penjumlahan dari permintaan uang untuk tujuan dan berjaga-jaga.
Atau secara matematis dapat ditulis:
M1 = Mt + Mp
di mana : Mt = f (Y)
Mp = f (Y)
M1 = f (Y)
Kemudian permintaan uang untuk spekulasi (M2) menurut Keynes
dipengaruhi oleh besar-kecilnya tingkat bunga (i). Atau secara hubunga
fungsional dapat ditulis :
M2 = f (Y)
Permintaan uang (Md) pada pasar uang merupakan penjumlahan dari
permintaan uang untuk transaksi, berjaga-jaga dan untuk tujuan spekulasi.
Dengan demikian permintaan akan uang dapat ditulis :
Md = M1 + M2
Karena M1 = f (Y) dan M2 = f (i), maka
Md = f (Y) + (i)
Pasar uang akan berada dalam keseimbangan apabila penawaran akan uang
(Ms) sama dengan permintaan akan uang (M d). Kurva yang menunjukkan
keseimbangan di pasar uang disebut kurva LM. Kurva LM adalah suatu kurva
yang menghubungkan titik-titik tingkat bunga (i) pada berbagai tingkat
pendapatan nasional (Y).
Seperti halnya dengan cara untuk memperoleh/menurunkan kurva IS,
menurunkan kurva LM juga dapat dilakukan dengan 2 cara (metode), yaitu
dengan cara grafik dan dengan cara matematik. Menurunkan kurva LM dengan
cara grafis dapat dilakukan dengan menyediakan empat buah grafis yang masing-
masing grafis menggambarkan keadaan pada sektor moneter (pasar uang).
Perhatikan contoh cara menurunkan kurva LM dengan cara grafik seperti
dibawah ini.

54
Gambar 6-4
Menurunkan Kurva LM dengan Metode grafik
Pertama-tama kita buat dulu empat buah grafik yang kemudian masing-masing
grafik diberi nama grafik I, II, III dan IV. Misalnya kurva LM akan kita buat
pada grafik IV. Karena kurva LM adalah kurva yang menghubungkan tingkat
bunga dengan pendapatan nasional, maka pada grafik IV kita tentukan sumbu-
sumbu yang akan ditempati variabel tingkat bunga dan variabel pendapatan
nasional, misalnya untuk garis datar kita tempatkan veriabel pendapatan nasional
(Y) dan sumbu tegak kita tempatkan variabel tingkat bunga (i). Dengan demikian
grafik yang berada di sebelah atas grafik IV adalah, yaitu I adalah grafik yang
menggambarkan keadaan pada pasar uang dengan variabel ekonomi yang
berhubunga dengan tingkat pendapatan nasional.
Variabel ekonomi pada pasar uang yang berhubunga dengan pendapatan
nasional adalah permintaan uang untuk tujuan spekulasi-berjaga-jaga (M 1),
dimana hubunga antara M1 dengan pendapatan nasional (Y) ini adalah positif.
Artinya makin besar pendapatan nasional, maka permintaan uang untuk tujuan
transaksi-berjaga-jaga juga makin besar. Dan sebaliknya. Dengan demikian
kurva permintaan uang untuk tujuan tarnsaksi-berjaga-jaga berlereng positif.
Kemudian untuk grafik yang berada disebelah kanan grafik IV, yaitu grafik
III adalah grafik yang menggambarkan keadaan pasar uang mengenai variabel
yang berhubunga dengan tingkat bunga. Variabel ekonomi pada pasar uang untuk
tujuan spekulasi. Hubunga antara besarnya permintaan uang untuk tujuan
spekulasi dengan tingkat bunga adalah negatif. Artinya apabila tingkat bunga

55
turun maka permintaan uang untuk tujuan spekulasi berlereng negative. Sumbu
tegak pada grafik III untuk variabel tingkat bunga dan sumbu datar untuk
besarnya permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
Selanjutnya grafik II memperlihatkan porsi permintaan akan uang sesuai
dengan jumlah uang yang ditawarkan (jumlah uang beredar). Kurva yang
menunjukkan porsi/pembagian ini memotong sumbu tegak sebesar penawaran
akan uang (jumlah uang beredar) dan memotong sumbu datar juga sebesar
penawaran akan uang. Ini mengandung arti bahwa apabila tidak ada permintaan
uang untuk tujuan spekulasi, maka seluruh penawaran uang adalah dalam bentuk
permintaan uang untuk tujuan transaksi-berjaga-jaga (M 1). Dan apabila tidak ada
permintaan uang untuk tujuan transaksi-berjaga-jag, maka seluruh penawaran
uang dalam bentuk permintaan uang untuk tujuan spekulasi (M 2). Dengan
demikian titik potong kurva dengan masing-masing sumbu (tegak dan datar)
mempunyai jarak yang sama dengan titik origin (titik pusat sumbu).
Untuk menghasilkan kurva LM kita mulai dari grafik III, yaitu dengan
mengambil salah satu titik tingkat bunga, misalnya i 0. Pada tingkat bunga sebesar
i0 permintaan uang untuk tujuan spekulasi (M2) sebesar (M2)o dan dalam keadaan
ini besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi-beraga-jaga (M 1) sebesar
(M2)o.
Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga sebesar (M 1)o terjadi pada tingkat
pendapatan sebesar Yo. Apabila keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka
kita memperoleh satu titik dari kurva LM (misalnya kita beri nama titik A).
Untuk menggambarkan suatu kurva (kita anggap kurva LM adalah linier), maka
minimal harus ada dua titik. Dengan demikian kita perlu mengambil salah satu
tingkat bunga lagi, misalnya i1. Pada tingkat bunga sebesar i1, permintaan uang
untuk tujuan spekulasi (M) sebesar (M2)1 dan dalam keadaan ini besarnya
permintaan uang untuk tujuan transaksi-berjaga-jaga (M1) sebesar (M1)1.
Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga sebesar (M 1)1 terjadi pada tingkat
pendapatan sebesar Y1. Apabila keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka
kita memperoleh satu titik lagi dari kurva LM (misalnya kita beri nama titik B).
Apabila titik A dan titik B kita hubungkan, maka akan diperoleh kurva LM, yaitu
kurva yang menggambarkan keseimbangan di sektor moneter (pasar uang).
Kurva LM berlereng positif. Ini memberikan petunjuk bahwa pada sektor
moneter (pasar uang), apabila terjadi kenaikan tingkat bunga, maka pendapatan
nasional akan meningkat. Dan sebaliknya apabila tingkat bunga turun maka
pendapatan nasional akan menurun pula.
Cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh (menurunkan) kurva LM
adalah dengan cara matematik.
Untuk menentukan persamaan kurva LM dapat dilakukan dengan menyamakan
antara penawaran akan uang dan permintaan akan uang. Ini menunjukkan
keseimbangan di pasar uang. Untuk memperjelas uraian diatas perhatikan contoh
kasus dibawah ini.

56
Misalnya kita ingin mencari persamaan kurva LM pada suatu perekonomian.
Pada perekonomian tersebut diketahui jumlah uang beredar di masyarakat (M 2)
sebesar 500. Permintaan uang untuk tujuan transaksi berjaga-jaga ditunjukkan oleh
persamaan: M1 = 0,2 Y da permintaan uang untuk tujuan spekulasi ditunjukkan
oleh persamaan: M2 = 428 – 400 i.

Pasar uang dalam keadaan seimbang apabila penawaran akan uang (M2) sama
dengan pemintaan akan uang (Md).
Ms = 500
Md = M1 + M2
= 0,2 Y + 428 – 400 i

Ms = Md

500 = 0,2 Y + 428 – 400 i


500 – 428 + 400 i = 0,2 Y
0,2 Y = 72 + 400 i
Y = 360 + 2000 i

Persamaan Y = 360 + 2000 I adalah persamaan kurva LM yaitu kurva yang


menunjukkan keseimbangan di pasar uang.

Kurva LM tersebut dapat digambarkan ke dalam sebuah grafik sebagai berikut :

57
Gambar 6-5
Menurunkan Kurva LM Dengan Metode Matematik

1. Kebijakan Moneter
Posisi kurva LM dapat berubah apabila terjadi perubahan pada sektor moneter
(pasar uang). Perubahan di sektor moneter juga biasanya akibat dari tindakan/
kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi
sektor moneter disebut kebijakan moneter (monetary policy). Variabel ekonomi yang
biasanya dipengaruhi melalui kebijakan moneter ini adalah Jumlah Uang Beredar
(JUB) dan tingkat bunga (i).
Kebijakan moneter murni adalah kebijakan moneter yang tidak disertai dengan
berubahnya pengeluaran pemerintah (G), pemungutan pajak (Tx) dan pembayaran
transfer (Tr).
Perhatikan kurva LM pada grafik dibawah ini, apabila pemerintah melakukan
kebijakan moneter.

58
Gambar 6-6
Kurva LM dengan adanya kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang ekspansif (menambah JUB) akan menggeser kurva


LM ke kanan bawah (LM1)dan sebaliknya kebijakan moneter yang kontraktif
(mengurangi JUB) akan menggeser kurva LM ke kiri atas (LM2).
Adapun instrumen (alat) yang sering digunakan pemerintah dalam melakukan
kebijakan moneter antara lain :
1. Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka).
2. Reserves Requirement (Cadangan Minimum).
3. Selective Credit Control.
Semua instrumen kebijakan moneter ini adalah tujuannya mempengaruhi
jumlah yang uang beredar di masyarakat.

1. Instrumen Open Market operation


Apabila pemerintah ingin mempengaruhi jumlah uang beredar dimasyarakat
dengan menggunakan instrument ini adalah dengan memperjual belikan surat
berharga pemerintah (misalnya hal ini bank sentral) membeli surat berharga
pemerintah yang telah dikeluarkan. Sedangkan apabila pemerintah menghendaki
jumlah uang yang beredar turun, maka pemerintah harus menjual surat berharga.

2. Instrumen Reserves Requirement


Kebijakan moneter dengan instrument Reserve Requirement adalah
kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan penentuan cadangan minimum bagi
bank umum oleh pemerintah (Bank Sentral). Cadangan minimum perbankan ini
adalah bagian (persentase) tertentu yang harus ditahan bank dari simpanan yang
diperoleh dan bagian yang ditahan ini tidak boleh dipinjamkan.
Dengan menggunakan instrumen ini apabila pemerintah menghendaki
jumlah uang beredar di masyarakat turun, maka cadangan minimum perbankan
dinaikkan. Dan sebaliknya apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar
dimasyarakat turun, maka cadangan minimum perbankan naik, maka cadangan
minimum perbankan diturunkan.

59
3. Instrumen Rediscount Policy
Kebijakan moneter dengan Instrumen Rediscount Policy adalah kebijakan
pemerintah mengubah tingkat bunga pinjaman Bank Sentral terhadap bank umum.
Apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar turun, maka pemerintah
(dalam hal ini Bank Sentral) menaikkan tingkat bunga pinjaman. Dan sebaliknya
apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar naik, maka Bank Sentral
menurunkan tingkat bunga pinjaman.

4. Instrumen Selective Credit Control


Kebijakan moneter dengan instrumenInstrumen Selective Credit Control
adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan himbauan kepada perbankan
dalam hal pemberian kredit. Apabila pemerintah menghendaki jumlah uang
beredar naik, maka pemerintah menghimbau perbankan untuk meningkatkan
kredit pemberian kredit. Dan sebaliknya apabila pemerintah menghendaki jumlah
uang beredar turun, maka pemerintah menghimbau kepada perbankan untuk
memperketat pemberian kredit. Kebijakan moneter dengan instrumen ini sifatnya
kualitatif.

C. Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang


Keseimbangan umum dapat terjadi apabila pasar barang berada dalam
keseimbangan dan pada keadaan itu pula dipasar uang berada dalam
keseimbangan. Dalam keadaan keseimbangan umum ini besarnya pendapatan
nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan baik dipasar barang maupun
dipasar uang.
Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i)
yang menjamin keseimbangan baik dipasar barang maupun dipasar uang dapat
dilakukan dengan menentukan titik potong antara kurva IS dan kurva LM.
Perhatikan grafik pada gambar 6-7.

60
Gambar 6-7
Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang

Misalnya keadaan sektor riil (pasar barang) digambarkan oleh kurva IS o dan
keadaan sektor moneter (pasar uang ) digambarkan oleh kurva LMo.
Tingkat bunga dan besarnya pendapatan nasional yang diperoleh dari
perpotongan kurva ISo dan kurva LMo adalah tingkat bunga (io) keseimbangan
dan pendapatan nasional (Yo) keseimbangan.
Apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif (pengeluaran
pemerintah naik), maka kurva IS bergeser ke kanan atas naik menjadi IS 1.
Keseimbangan pada perekonomian akan berubah. Tingkat bunga keseimbangan
naik menjadi i1 dan pendapatan nasional keseimbangan naik menjadi Y 1.
Keadaan ini akan sebaliknya apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal
yang kontraktif.
Apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter yang ekspansif (jumlah
uang beredar naik), maka kurva LM bergeser ke kanan bawah menjadi LM 1.
Akibat dari adanya kebijakan ini keseimbangan pada perekonomian akan
berubah. Tingkat bunga keseimbangan akan turun menjadi i 1 dan pendapatan
nasional akan naik menjadi Y1. Keadaan ini akan sebaliknya apabila pemerintah
melakukan kebijakan moneter yang kontraktif.
Untuk menentukan keadaan keseimbangan, baik di pasar barang maupun
dipasar uang dapat dilakukan dengan mencari titik potong antara persamaan
kurva IS dan persamaan kurva LM. Caranya adalah dengan mensubtitusikan
kedua persamaan tersebut.
Sebagai contoh, kita ambil persamaan kurva IS dan persamaan kurva LM
seperti contoh dibawah ini.
Persamaan kurva IS : Y = 640 – 800 i
Persamaan kurva LM : Y = 360 + 2000 i
Seperti yang telah dikemukakan di atas, untuk menentukan titik
keseimbangan pada dua pasar tersebut adalah dengan cara mensubtitusikan kedua
persamaan IS dan persamaan LM.
Y = 640 – 800 i
Y = 360 + 2000 i
0 = 280 – 2800 i

61
2800 I = 280
280
I= = 0,1  i = 10%
Y = 360 + 2000 i
= 360 + 2000 (0,1)
= 360 + 200
= 560
Jadi pendapatan nasional (Y) sebesar 560 dan tingkat bunga (i) sebesar 10%
adalah pendapatan nasional dan tingkat bunga yang menjamin keseimbangan
baik di pasar barang maupun di pasar uang. Atau dengan kata keseimbangan
umum terjadi pada pendapatan nasional sebesar 560 dan tingkat bunga sebesar
10%. Keadaan ini dapat digambarkan kedalam sebuah grafik, sebagai berikut:

Gambar 6-8
Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang

62
63

Anda mungkin juga menyukai