Disusun Oleh:
NIM : 23021270023
Dosen Pengampu:
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT karena dengan
karunianya yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuknya,
sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, petunjuk menuju
kejadian yang lurus dan jalan yang di ridhoinya dan kami bersyukur yang
telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas yang berjudul
MAKALAH PANCASILA.
COVER ........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................
E. Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 Dengan Pasal UUD 1945 ................................................................
F.Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila sebagai Sistem Filsafat ..........................................
G.Tugas Belajar Lanjut: Projek Belajar Pancasila sebagai Sistem Filsafat ............................................................
CMenggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika .......................................
2. Sumber Sosiologis...........................................................................................................................................
3. Sumber politis..................................................................................................................................................
D.Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika ................................
F.Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila sebagai Sistem Etika .............................................
G.Tugas Belajar Lanjut: Proyek Belajar Pancasila sebagai Sistem Etika ...............................................................
BIOGRAFI PENULIS
BAB I
Penjajahan Jepang atas Indonesia selama 3,5 tahun segera berakhir saat
Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara sekutu pada Perang Dunia II.
Setelah mengalami kekalahan dari sekutu, Jepang kemudian membentuk
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat. Mendengar kabar
kekalahan Jepang pada 14 Agustus 1945, golongan muda mendesak
golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Pasalnya, sebagai pihak yang kalah perang, Jepang berjanji akan
menyerahkan Indonesia ke tangan sekutu, yang di dalamnya termasuk
Belanda.
Anggota-anggota :
PROKLAMASI
sesingkat-singkatnya;
Soekarno/ Hatta.
C. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
DETIK-DETIK PROKLAMASI. `
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sikap Sukarno dan Hatta tersebut memang cukup beralasan karena jika
proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka ini
harus dipertahankan pada Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan
sekaligus tentara Jepang yang ingin menjaga status quo sebelum
kedatangan Sekutu. Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para
pemuda) bertemu dengan para pemuda seperti: Sukarni, BM Diah, Sayuti
Melik dan lain-lain. Kelompok muda menghendaki agar Sukarno-Hatta
(golongan tua) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut
golongan muda, tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia
menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang.
Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada
pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus
dilaksankaan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan
oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu
adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda
memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengklok,
letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta-Cirebon.
Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari
pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada
dasarnya Soekarno dan Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu,
sehingga mereka tidak mau memproklamirkan kemerdekaan. Dalam suatu
pembicaraan dengan Shodanco SinggiSoekarno memang menyatakan
kesediannya untuk mengadakan proklamasi segera setelah kembali ke
Jakarta.
Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia,
sehingga terpanggil untuk menghusahakan agar proklamasi kemerdekaan
Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu
mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Untuk
itu maka Soekarno dan Hoh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari
Rengasdengklok ke Jakarta.
Rombongan yang terdiri dari Achmad Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto
segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat dimana Soekarno dan
Moh.Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan tiba di Rengasdengklok
pada jam 19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau pukul
17.30 WIB dan bermaksud untuk menjemput dan segeramembawa
Seoekarno-Hatta pulang ke Jakarta. Perlu ditambahkan juga, disamping
Soekarno dan Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra.
Peranan Achmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena
mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan
keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB.
Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” kataku ringkas.
Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan
apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita
dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Disatu waktu, jika
Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan
tidak kepada siapapun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya
umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini,
percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke
tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.
Sekitar pertengahan bulan Juli 1948, pada pagi hari Bapak Hussein
Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Sudjono yang tinggal di Oranje
Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) Jakarta, isi pemberitahuan itu adalah
bahwa surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Bapak
Hussein Mutahar. Pada sore harinya surat itu diambil beliau dan ternyata
benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang isinya adalah perintah
Presiden Soekarno kepada Bapak Hussein Mutahar supaya menyerahkan
Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Sudjono, selanjutnya agar
Bendera Pusaka tersebut dapat dibawa dan diserahkan kepada Presiden
Soekarno di Bangka (Muntok).
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk
di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Pengertian Pancasila
Istilah pancasila pertama kali dikenal dalam pidato Ir. Soekarno sebagai
anggota Dokritzu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) 1 juni 1945 di Jakarta, badan ini kemudian setelah
mengalami penambahan anggota menjadi panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan: Pancasila adalah Lima,
Sila adalah asas atau dasar. Pancasila merupakan pedoman bagi semua
warga bangsa Indonesia untuk berinteraksi dalam konteks kebersamaan
untuk mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Pendidikan Kewarganegaraan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan
Pancasila. Pancasila menjadi roh bagi Pendidikan Kewarganegaraan.
Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia telah dipilih berdasarkan
perenungan yang mendalam oleh the founding futhers bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, keyakinan terhadap Pancasila sebagai falsafah bangsa
merupakan akar kebenaran untuk memahami eksistensi bangsa Indonesia.
Di mana pun berada, dalam arti kendatipun tidak dalam wilayah Indonesia,
namun manakala dirinya adalah warga bangsa Indonesia maka Pancasila
menjadi filsafat hidupnya. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara yang
dimaksud sesuai dengan bunyi pembukaan pada Undang-Undang Dasar
1945 Alinea IV yang menyatakan kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa
nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa
Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh
Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal
Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai
tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat
menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa.
Badan ini diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh
dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan
Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada,
panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari setelah
dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama dengan materi pokok
pembicaraan calon dasar negara. Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa
sidang tersebut menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir.
Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo.
d. Kesejahteraan Sosial,
Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah
takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya
bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa
itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta
mengeluarkan maklumat yang berisi:
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945.
PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak
berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera
mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu
berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan
mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.
Hal yang menarik, adalah adanya tokoh keturunan Belanda yaitu Douwes
Dekker yang malah terlibat aktif dalam pergerakan nasional di Hindia
Belanda. Bahkan Tiga Serangkai ini mendirikan Indische Partij yang
merupakan salah satu organisasi pergerakan nasional yang cukup radikal
pada era tersebut, hingga Pemerintah Belanda mengasingkan tokoh-tokoh
tersebut keluar negeri untuk meredam pergerakan organisasi ini. Selanjutnya,
ada generasi kedua dari pergerakan nasional seperti Soekarno, Hatta,
Sartono, Ciptomangunkusumo, dan tokoh-tokoh lainnya. Pada tahun 1927
lahirnya Partai Nasional Indonesia.
2) Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta.
1) UUD 1945.
2) Konstitusi RIS.
3) UUDS.
Pergantian hukum dasar ini telah menjadi salah satu tonggak sejarah yang
penting bagi perjuangan kebangsaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945
memuat seperti ini: “... maka disusunlah kemerdekaan, kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, yang berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia...”.
Dari kedua rumusan ini jelas rumusan Pancasila tepisahkan dari cita- cita.
Pancasila pada rumusan ini terpisah dari cita-cita negara Indonesia. Padahal
konteks yang kita pahami Pancasila merupakan ideologi dan cita-cita. Hal ini
yang dapat menimbulkan multitafsir sehingga berkembang berbagai ajaran.
Kedudukan Pancasila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 telah
ditinggalkan. Selanjutnya dengan menyebutkan Pancasila sebagai alat
pemersatu, maka diundangkanlah penafsiran negatif atas istilah itu (Darmadi,
2010).
c. Era Reformasi
B.Pengertian Pancasila
Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki
pengertianpengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar
Negara, sebagai pandanganhidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan
Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalamproses terjadinya
terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan
secaraobjektif. Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga
harus dipahami secarakronologis. Oleh karena itu, untuk memahami
Pancasila secara kronologis baik menyangkutrumusannya maupun
peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi
lingkuppengertian sebagai berikut:
C. Butir-Butir Pancasila
Sila Pertama
Sila kedua
Sila ketiga
Sila keempat
Sila kelima
Ideologi juga dapat berarti suatu paham atau program sosial politik suatu
negara yang diimplementasikan kepada masyarakatnya. Fungsi ideologi
Pancasila adalah sebagai dasar negara, pedoman hidup masyarakat,
motivasi dan jati diri Indonesia, sarana pemersatu bangsa Indonesia, dan
dapat mengarahkan Indonesia untuk mencapai tujuan. Pancasila sebagai
dasar negara memiliki maksud adalah semua hukum yang dibuat harus
mengikuti/mematuhi isi Pancasila dan tidak boleh menyimpang dari tujuan
asli Pancasila.
Bentuk yang disebut terakhir ini juga biasanya disebut sebagai landasan
yuridis yang biasanya tercantum dalam considerans peraturan hukum atau
surat keputusan yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga tertentu.
3.Alinea Ketiga: Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Makna Alinea ketiga:
o Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kitaadalah berkat
rahmat Alllah Yang Maha Kuasa.
o Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsaIndonesia terhadap
suatu kehidupan yang berkesinambungan antara kehidupan material
dan spiritual, dan kehidupan dunia maupun akhirat
o Pengukuhan pernyataan Proklamasi Kemerdekan
Oleh karena isinya yang sangat essensial ini maka Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 disepakati sebagai sumber cita moral dan cita hukum
Indonesia (AW. Wijaya, 1991:62) Pembukaan Undang-Undang Dasar
dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
mewakili seluruh rakyat Indonesia yang menetapkan dan mengesahkannya
pada tanggal 18 Agustus 1945. Adapun naskah Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai berikut: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia, yang melindungi
segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
1.Alinea Pertama
a) pasal 1 ayat 1,
b) pasal 26 ayat 1
c) pasal 27 ayat 1 dan 2
d) pasal 35
e) pasal 36
2. Alinea Kedua.
3.Alinea Ketiga
a. pasal 1 ayat 2
b. pasal 2 ayat 1
c. pasal 3
d. pasal 5 ayat 1
e. pasal 6 ayat 2
f. pasal 9
g. pasal 11
h. pasal 20 ayat 1 dan 2
i. pasal 21 ayat 1, 2 dan 3
4.Alinea keempat
a. pasal 9
b. pasal 29 ayat 1 dan 2
Tujuan Nasional:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
Tujuan Internasional:
Alinea 2
Berikut adalah makna pembukaan UUD 1945 alinea 2
Mengungkapkan cita-cita bangsa Indonesia, yakni Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan bangsa
melawan penjajahan.
Pemanfaatan momentum untuk menyatakan kemerdekaan.
Kemerdekaan bukan akhir, tapi harus diisi dengan mewujudkan Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea 3
Berikut adalah makna pembukaan UUD 1945 alinea 3.
Motivasi spiritual yang luhur, Kemerdekaan merupakan rahmat Allah Yang
Maha Kuasa.
Keinginan bangsa Indonesia pada suatu kehidupan yang
berkesinambungan antara material dan spiritual, juga dunia dan akhirat.
Pengukuhan pernyataan Proklamasi.
Alinea 4
Berikut adalah makna pembukaan UUD 1945 alinea 4.
Menegaskan tujuan dan prinsip Indonesia untuk mencapai tujuan nasional,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban
dunia.
Bangsa Indonesia memiliki fungsi yang sekaligus menjadi tujuan.
Negara Indonesia berbentuk Republik dan berdasarkan kedaulatan rakyat
(demokrasi).
Negara Indonesia memiliki dasar falsafah Pancasila
Kemerdekaan Indonesia disusun dalam UUD 1945.
Contoh implementasi dari pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945 ialah:
Menerapkan musyawarah saat mengambil keputusan
Menerima dan menghargai hasil musyawarah
Tidak memaksakan kehendak
4. Negara Berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Menurut Dasar
Kemanusiaan yang Adil, dan Beradab Pokok pikiran keempat ini
mengandung makna bahwa pemerintah harus memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur.
Hal ini menegaskan bahwa pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung pengertian takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok
pikiran kemanusian yang adil dan beradab mengandung pengertian
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusian yang
luhur. Ini menjadi fondasi moral negara dan terkandung di dalam sila pertama
dan kedua Pancasila "Ketuhanan yang Maha Esa" dan "Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab".
Tidak ada yang bisa mengubah isi dari Pembukaan Undang-Undang 1945,
meskipun itu merupakan hasil dari pemilu atau keputusan lembaga MPR.
Secara garis besar, Pembukaan UUd 1945 bisa disebut pernyataan
kemerdekaan yang dijelaskan dengan rinci serta mengandung teks Pancasila
sebagai dasar Negara Indonesia. Alasan lain mengapa isi Pembukaan UUD
1945 tidak bisa diubah karena merupakan satu kesatuan dengan rangkaian
Teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus Tahun 1945. Seperti yang sudah
tertera pada Pasal 3 dan Pasal 27 UUD 1945, menyatakan bahwa merubah
isi Pembukaan UUD 1945 juga sama dengan membubarkan kedaulatan
Negara Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Karena
sudah diperingati seperti itu, maka tak heran siapapun yang berani
melanggar akan mendapat sanksi yang setimpal dengan apa yang dibuatnya.
Pembukaan UUD 1945 juga sebagai sumber cita-cita dan sumber tekad serta
perjuangan dan tekad semua warga Negara Indonesia.
Di dalam isi Pembukaan UUD 1945 sudah dijabarkan dengan rinci bahwa
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka, bebas, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur. Sesuai dengan implementasi dasar Negara
Pancasila. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 juga menjadi arah dan landasan
perjuangan bangsa Indonesia untuk kemajuan negara. Tepatnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan Pembukaan UUD 1945
sekaligus dengan pasal-pasal di dalam UUD 1945. Tak lama setelah itu,
barulah keduanya diundangkan ke dalam berita I pada tahun II Nomor 7.
Apabila memandang dari segi hukum, Pembukaan UUD 1945 memiliki
kedudukan yang berada diatas pasal-pasalUUD 1945.
Selain universal, Pembukaan UUD juga memiliki nilai lestari yang berarti
mampu menampung berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. Selama
bangsa Indonesia tidak goyah kesetiaannya terhadap proklamasi 17 Agustus
1945, Pembukaan UUD 1945 akan selalu menjadi landasan perjuangan
bangsa serta negara. Adapun muatan dasar yang terkandung pada setiap
alinea Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut, alinea pertama, alinea
kedua, dan alinea ketiga berisi berbagai pernyataan yang sama sekali tidak
mempunyai hubungan kausalitas organis dengan serangkaian pasal-
pasalnya. Sedangkan untuk alinea terakhir atau yang keempat berisi
berbagai dasar fundamental negara Indonesia, antara lain tujuan negara
Indonesia, bentuk negara Indonesia, berbagai ketentuan UUD 1945, serta
filsafat sebagai negara Pancasila. Sebaliknya, alinea keempat sendiri yang
memiliki hubungan kausal organis, yang berarti berkaitan dengan pasal-pasal
yang ada di dalam batang tubuh UUD 1945. Sehingga bisa disebutkan
bahwa masih memiliki hubungan erat utamanya dengan isi dari pasal-pasal
yang terdapat pada UUD1945.
1. Alinea Pertama
Bunyi Alinea pertama Pembukaan UUD 1945: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Makna dari pernyataan bunyi alinea
pertama ini menegaskan bahwa bangsa Indonesia sangat menentang
adanya penjajahan oleh suatu negara kepada negara lain. Bukan hanya di
Indonesia saja tetapi juga di dunia. Alasannya tidak lain karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Selain itu, di dalam alinea tersebut juga mengisyaratkan bahwa suatu
kemerdekaan itu merupakan hak dari segala bangsa. Artinya, bangsa
Indonesia juga bertekad untuk mencapai kemerdekaan bangsanya dan
melawan penjajah yang ingin menduduki Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.
2. Alinea Kedua
Bunyi Alinea kedua Pembukaan UUD 1945: “Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat
adil dan makmur”. Makna dari alinea kedua tersebut adalah sebagai bangsa
Indonesia yang pernah dijajah negara lain beberapa tahun silam, kita merasa
bangga dengan perjuangan tokoh-tokoh yang berhasil membawa Negara
Indonesia kepada kemerdekaan yang diimpikan.
3. Alinea Ketiga
Bunyi Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekannya”. Pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945
memiliki makna pengukuhan kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia itu sendiri. Pengukuhan tersebut muncul dari motivasi atau
dorongan alami bangsa Indonesia agar merasakan kemerdekaan yang
berdasarkan dengan izin dari Tuhan YME. Kepercayaan terhadap Tuhan
mengatakan bahwa negara Indonesia berhasil membawa bangsanya menuju
kemerdekaan berkat ridhoNya.
Pada aline ini ditegaskan kembali bahwa negara Indonesia tidak hanya
percaya pada nilai material, namun juga nilai spiritual. Keberhasilan
mencapai kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 juga tidak luput
dari diberkatinya oleh Allah Yang Maha Kuasa. Itulah isi dan makna dari
alinea ketiga
4. Alinea Keempat
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945: “Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu undang-undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratn/Perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
A.Latar Belakang
Konflik Ideologis
Pada pertengahan 1940-an, perdebatan berlangsung dalam sidang-
sidang BPUPKI dan PPKI. Asumsi perdebatan itu kembali berkisar pada
persoalan prinsipil, yakni atas dasar apa negara Indonesia didirikan dan
dioperasikan kelak? Dari sekian banyak unsur bangsa yang tergabung dalam
panitia persiapan kemerdekaan itu, pada akhirnya mengerucut hanya
menjadi dua kelompok utama (mainstream), yakni pendukung dasar negara
Islam dan nasionalisme (kebangsaan) sekuler.
Dominasi Pancasila
Sejak saat itu, kalangan Islam ideologis tidak mendapatkan panggung
yang sebanding untuk memperjuangkan kembali dasar negara Islam.
Otoritarianisme membuat ekspresi politik kelompok ini “mati kutu”.
Sebaliknya, sebagian kelompok nasionalis-sekuler mendapatkan panggung
justru karena berlindung di balik otoriterianisme. Memang, muncul pula
kelompok agama dalam formasi kekuatan politik saat itu, akan tetapi
eksistensi mereka tak lebih sebagai “pelengkap” belaka untuk sebuah
formalitas unsur kebangsaan. Mereka tidak mewakili arus utama kelompok
Islam idiologis.
Akan tetapi di balik itu, pada masa Orde Baru, juga terjadi transformasi
lain, yakni munculnya kelompok dalam Islam yang mencari argumentasi
untuk mensinergikan antara Islam dan Pancasila. Bagi mereka, tidak ada
pertentangan antara Islam dan Pancasila. Sejarawan Kuntowijoyo, misalnya,
melihat Pancasila sebagai objektivikasi Islam. Baginya, tidak ada sila dalam
Pancasila yang bertentangan dengan Islam dan sebaliknya tidak ada ajaran
dalam Islam yang tidak cocok dengan Pancasila.
Pada dasarnya, Islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat
dipisahkan sebab keduanya bertujuan mewujudkan perdamaian di muka
bumi. Untuk itu perlu ada rumusan dan diplomasi baru guna menjadikan
keduanya sebagai ruh bangsa Indonesia. Indonesia yang dapat membentuk
masyarakatnya dapat berbangsa tanpa merasa berdosa kepada Tuhannya,
demikian pula dapat beragama tanpa merasa mengkhianati bangsanya.
Menjadikan agama untuk mengisi pancasila agar tidak bertentangan secara
vertical kepada Tuhan. Yakinlah bahwa pancasila merupakan impelementasi
atau turunan dari ajaran Islam melalui ajaran hablun minannas (hubungan
kepada sesame manusia). Begitu pula melalui ajaran persaudaraan sesama
manusia (ukhuwah basyariyah) dan persaudaraan sesama anak bangsa
(ukhuwah wathoniyah).
Akan tetapi, bukan berarti dasar negara tidak boleh diganti (dengan
suatu agama misalnya) seperti yang diingatkan oleh Soedjamoko di Sidang
Konstituante ini. Sebab bila rakyat semua berkehendak untuk dirubah maka
sah lah dasar negara yang disepakatinya nanti. Walaupun demikian,
Soedjatmoko mengingatkan bahwa tujuan dasar negara itu adalah untuk
menciptakan keadilan, kemanusiaan, dan kemakmuran sebesar-besarnya
bagi seluruh bangsa. Hal yang hanya bisa diciptakan dalam mekanisme
demokrasi modern. Disinilah arti daripada demokrasi modern bagi semua
agama yang memiliki naluri eksklusifitas bisa direkonstruksi demi tujuan yang
lebih mulia yakni kemanusiaan yang adil dan beradab dalam mencapai
kesejahteraan sosial dan ekonomi serta politik yang seluas-luasnya.
Demokrasi bukan berarti kesempatan bagi sekelompok elite agama untuk
memaksakan kehendaknya seperti halnya tampak dalam kasus akhir-akhir ini
di Indonesia lewat Islamisasi Perda maupun RUUP yang sepihak tanpa
adanya musyawarah dan rasa keadilan.
Sebagai realitas sosial, tentu saja sasaran dakwah agama dalam lingkup
masyarakat yang plural. Berdasarkan pemikiran ini, implementasi dakwah di
tengah masyarakat plural mempunyai peran penting karena mengandung
beberapa faktor :
Dari empat faktor di atas, nampak bahwa faktor yang terakhir yakni
integratif menjadi penekanan dakwah plural. Sebagai konsekuensinya, maka
dakwah diupayakan mengarah pada pembentukan solidaritas. Dakwah
diharapkan terhindar dari isu-isu yang bisa memecahkan persaudaraan,
namun diharapkan bisa memupuk rasa solidaritas tinggi dalam kehidupan
masyarakat.
Nila-nilai luhur dari agama (termasuk dan terutama Islam) dan budaya
yang terintegrasi dalam ideologi negara telah menjadikan Pancasila sebagai
ideologi yang relatif kokoh. Kokohnya ideologi Pancasila telah terbukti
dengan daya tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman
dari waktu ke waktu, sehingga sampai saat ini tetap eksis sebagai falsafah
dan landasan serta sumber dari segala sumber hukum bagi negara-bangsa
Indonesia.
Saat ini ancaman terbesar Pancasila, tetapi hampir tidak kentara dan tidak
terasa karena sangat halus sekali serangannya adalah kecenderungan dan
gerakan sekularisasi Pancasila, yang ingin memisahkan bahkan mensterilkan
Pancasila dari nilai-nilai Agama, termasuk di dalamnya adanya upaya
membenturkan seolah-olah ada pertentangan yang hebat antara Pancasila
dan Agama (terutama Islam). Dalam benturan ini muncul dua kutub ekstrem,
yang sama-sama tidak menguntungkan bagi ideologi Pancasila, yaitu kutub
anti Pancasila dan kutub anti Islam. Di satu sisi Pancasila dianggap aturan
thoghut, namun di sisi lain Islam dianggap mengancam Pancasila, tentu
kedua-duanya tidak benar baik dalam konteks Islam maupun Pancasila itu
sendiri.
Relasi Agama dan Nilai-nilai Pancasila
Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup
dan diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk.
Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945
sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk
di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang
dianut bangsa Indonesia.
Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu
memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat
disimak dari masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:
Namun demikian, saat ini sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini
dalam bentuk praktek hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat
biasa maupun para pemimpin dan pejabat negara. Praktek hidup bangsa ini
mengalami pengeringan dari nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin, seorang
pemimpin, wakil rakyat, akademisi, intelektual dan budayawan ikut-ikut
mendukung diterimanya konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret
pengeringan nilai-nilai agama yang sangat mengancam nilai-nilai otentik
Pancasila. Adanya krisis keteladanan, krisis kepemimpinan dan dekadensi
moral yang dalam bahasa Prof Dien Syamsuddin disebut dengan
“accumulated global damage” adalah bukti nyata dari sekularisasi Pancasila
ini.
Oleh karena itu, semestinya negara sebagaimana amanah Pancasila
(sebelum disekularisasi dan disterilisasi dari ajaran agama) memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan keagamaan seluruh elemen anak
bangsa. Negara dalam hal ini aparat negara dan penegak hukum negara
harus mempelopori dan mendorong dengan sungguh-sungguh agar setiap
rakyat Indonesia menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan
benar. Negara juga proaktif melindungi kehidupan keagamaan bangsa ini dari
ancaman aliran-aliran yang menyimpang dan sesat, yang akan merusak
kehidupan keagamaan. Dalam menentukan apakah suatu aliran dalam suatu
agama dipandang sesat atau tidak, masing-masing umat beragama telah
memiliki para ahli ilmu agama (Ulama, pendeta dan majelis pemimpin
agama), maka negara dapat meminta fatwa kepada Ulama, pendeta atau
majelis pemimpin agama-agama yang ada.
Sila kedua, mempunyai makna yang sama dengan surah Al-Maidah ayat
8, "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah menjadi saksi dengan
adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil dekat
dengan taqwa". Demikian pula konsep beradab dengan menegakkan etika
dan akhlaq yang mulia yang menjadi misi utama Nabi Muhammad saw,
"Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia".
Sila ketiga, Sila ketiga juga ada dalam alquran surah Al-Hujurat ayat 13,
Sila keempat, Sila ini juga terdapat dalam surah As-Syuro ayat 38,
Cita-cita yang sama yang diinginkan oleh bangsa Indonesia ialah merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana dinyatakan dalam
pembukaan UUD alinea ke-2. Dalam Islam, nilai-nilai persatuan merupakan
perintah Allah dalam Alquran agar kaum muslimin tetap berpegang teguh
pada aturan-aturan-Nya dan tidak terpecah belah. Dan Allah memerintahkan
agar kaum muslimin tidak mengikuti umat terdahulu setelah datangnya
petunjuk. Seperti firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 105, "Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang terpecah belah dalam agama
mereka dan berselisih padanya sesusah dating kepada mereka keterangan
yang jelas, mereka itu adalah orang Yahudi dan Nasrani. Merekalah yang
mendapatkan siksa yang berat".
A.Pengertian Pradigma
Kerangka berfikir
Sumber nilai, dan
Orientasi arah.
Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru
bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan
mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan
dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti
Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih
menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi
aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi
canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi
yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992). Ada beberapa dimensi
penting sebuah ideologi, yaitu:
a) Dimensi Realitas
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil
berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai
dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b) Dimensi Idealisme
Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang
memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman
dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
c) Dimensi Fleksibilitas
Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan
yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran
baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya
merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas
akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam
yang diciptakan Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya
tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan
dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral
ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila
sebagai paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
1. Aspek ontologi
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal
titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan
kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam
dimensinya sebagai :
a) Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic
community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus
menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah
yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan.
3. Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang
berwujud karya – karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik
ataupun non-fisik.
a) Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.
b) Aspek Aksiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung
didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-
nilai ideal pancasila.
Atas dasar itu, perguruan tinggi harus mewujud secara kultural dan
struktural dalam tradisi akademis/ilmiah. Kultural dalam arti sivitas
akademikanya memiliki sikap akademis yang selalu berusaha sebagai
‘pemusafir’ ilmu pengetahuan yang tanpa batas. Struktural dalam arti dunia
perguruan tinggi harus dipupuk secara demokratis dan terbuka melalui
wacana akademis—harus melepaskan diri sebagai ‘jawatan’—agar
kreativitas dan daya inovasi dapat berkembang, sehingga tugas tridharma
perguruan tinggi dapat berjalan dan berhasil secara optimal.
Pancasila, yang sejak tahun 1945 telah dinyatakan sebagai dasar negara
republik Indonesia, mungkin masih memerlukan pengembangan dan
pendalaman konseptual agar dapat menjadi sebuah paradigma yang andal.
Pengembangan dan pendalaman ini amat urgen, oleh karena amat sukar
membayangkan akan adanya sebuah Indonesia, yang dalam segala segi
amat majemuk, tanpa dikaitkan dengan pancasila.
Hal itu terlintas jelas dalam pengalaman Ir. Soekarno sebagai Presiden.
Walaupun kemampuan retoriknya tidaklah berkurang sampai saat-saat
terakhir, namun keadaan ekonomi yang tidak pernah membaik dibawah
pemerintahnya.
2. Tujuan negara hukum material dalam hal ini merupakan tujuan khusus
atau nasional, adalah memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
3. Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang
perwujudanya terletak pada tatanan pergaulan masyarakat internasional.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita
harus berdasar pada hakikat nilai sila-sila Pancasila yang didasari oleh
ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok negara. Dan ini terlihat
dari kenyataan obyektif bahwa pancasila dasar negara dan negara adalah
organisasi (persekutuan hidup) manusia.
Dalam mewujudkan tujuan negara melalui pembangunan nasional
yang merupakan tujuan seluruh warganya maka dikembalikanlah pada dasar
hakikat manusia “monopluralis” yang unsurnya meliputi : kodrat manusia
yaitu rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sebagai makhluk TuhanYME. Kedudukan Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional harus mmperlihatkan konsep
berikut ini.
1. Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai
bangsa
2. Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional
3. Pancasila merupakan arah pembangunan nasioanl
4. Pancasila merupakan etos pembangunan nasional
5. Pancasila merupakan moral pembangunan
Masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat
pesat karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan
globalisasi, memerlukan pedoman bersama dalam menanggapi tantangan
demi keutuhan bangsa.
Oleh sebab itu pembangunan nasional harus dapat memperlihatkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Hormat terhadap keyakinan religius setiap orang
2. Hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia
seutuhnya)
Sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia maka
pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan
kehendak, raga (jasmani), pribadi, sosial dan aspek ketuhanan yang
terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam
berbagai bidang pembangunan antara lain politik, ekonomi, hukum,
pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang
kehidupan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikatnya Pancasila
sebagai paradigma pembangunan mengandung arti atas segala aspek
pembangunan yang harus mencerminkan nilai-nilai pancasila
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntunan hak dasar
kemanusiaan yang didalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak
asasi manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan
sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang
menjamin atas hak-hak tersebut.
Persatuan Indonesi
Persatuan berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai
negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi
merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat
persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan
dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan
menjunjung semangat persatuan demi keuthan negara dan kebaikan
besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi
moral.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih
mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas.
Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat
digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara, terutama
sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau slaah sebuah kebijakan
dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan
pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat
secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat
eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus
menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki
oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak
menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini.
Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan,
pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai
perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas
hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma
yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena
mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan
mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol
perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian
ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan
dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui
pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi
kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus
nilai objektif juga) hasil kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik
sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh
kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan
berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika
politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap
kritik dan ilmu-ilmu terapan .
Kata reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar
kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian
suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal
yang telah menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh rakyat.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei
1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang
mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang hukum.
Produk hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin
menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem
hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan
masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara
pemerintahan.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai
Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul
tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para
mahasiswa dan kalangan intelektual.
4) “Sebagai seorang wakil rakyat, maka filsafat saya adalah bekerja untuk
membela kepentingan rakyat”.
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti
kata dan konsep. (arti analisis linguistik).
Dalam hal ini, filsafat dapat menjadi sarana berpikir kritis untuk
memahami makna suatu ungkapan. Misalnya, pernyataan Voltaire yang
berbunyi, “Manusia mengorbankan separuh hidupnya untuk mencari uang,
sedangkan separuh waktu lainnya justru manusia mengorbankan uang untuk
meraih kembali kesehatan (Hardiman, 2000: 110). Hasil analisis atas
pernyataan Voltaire itu menunjukkan bahwa suatu hal yang dilakukan oleh
kebanyakan manusia modern itu ternyata sia-sia. Hal ini terjadi karena
tujuannya hanya untuk menumpuk kekayaan dengan memforsir tenaga dan
pikiran. Tentu saja, hal ini sangat beresiko terhadap kesehatan. Padahal
biaya kesehatan itu mahal sehingga merampas kembali dan menghilangkan
hasil yang telah diperoleh.
Pancasila sebagai sistem filsafat lahir sebagai reaksi atas penjajahan yang
melanggar Hak Asasi Manusia, sebagaimana amanat yang tercantum dalam
alinea I Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berbunyi, ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-
keadilan”. (2) pragmatisme yang menyatakan perilakunya bahwa manusia
merencanakan untuk mencapai tujuan masa depan sehingga manusia
merupakan makhluk yang aktif dan dapat mengambil keputusan yang
memengaruhi nasib mereka. Sifat aktif yang memunculkan semangat
perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan termuat dalam
alinea II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berbunyi: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
Kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”. Adapun butir (3) aliran yang berdiri pada posisi tengah
(kompromis) yang menyatakan bahwa manusia yang membuat pilihan dalam
jangkauan yang terbatas atau bahwa perilaku telah ditentukan, sedangkan
perilaku yang lain dilakukan secara bebas. Ketergantungan di satu pihak dan
kebebasan di pihak lain tercermin dalam alinea III Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Ketergantungan dalam
hal ini adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, sedangkan
kebebasan bangsa Indonesia mengacu pada keinginan luhur untuk bebas
merdeka. Persoalan kedua, terkait dengan apakah perilaku manusia
sebaiknya dipahami dalam bentuk keadaan atau sifat?
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dijiwai dan diliputi oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjiwai dan meliputi sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijiwai dan diliputi
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Kaelan, 2003: 60- 61).
“Beberapa perubahan yang kita alami antara lain: (1) terjadinya proses
globalisasi dalam segala aspeknya; (2) perkembangan gagasan hak asasi
manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana
informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek
kehidupan, tetapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan
segala dampaknya. Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya
pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam
pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku
kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya
perubahan tersebut, diperlukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila agar dapat
dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan
yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang
dari dalam maupun dari luar. (Habibie, 2011: 2).
Ketiga, penegasan Habibie tentang makna penting reaktualisasi Pancasila
diungkapkan sebagai berikut:
“Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan
masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus
serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan
implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam
berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa
depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara
negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta
konsisten menjabarkan implementasi nilai- nilai Pancasila tersebut dalam
berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan”
(Habibie, 2011: 6).
Tahukah Anda apa arti dari simbol yang termuat dalam perisai di dada
Burung Garuda tersebut? Berikut adalah arti dalam lambang Garuda
Pancasila tersebut:
e. Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan
peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan
perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
h. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara
Pancasila. Pengaturan pada lambang perisai adalah sebagai berikut:
Rancangan awal burung garuda dibuat oleh Sultan Hamid II. Sultan Hamid
II lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan
Pontianak Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (lahir di Pontianak, Kalimantan
Barat, 12 Juli1913 – meninggal di Jakarta, 30 Maret1978 pada umur 64
tahun).
Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan
distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat
membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban
warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan
komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam
Kaelan, 2013: 402).
Pancasila sebagai sistem filsafat sudah dikenal sejak para pendiri negara
membicarakan masalah dasar filosofis negara (Philosofische Grondslag) dan
pandangan hidup bangsa (weltanschauung). Meskipun kedua istilah tersebut
mengandung muatan filsofis, tetapi Pancasila sebagai sistem filsafat yang
mengandung pengertian lebih akademis memerlukan perenungan lebih
mendalam. Filsafat Pancasila merupakan istilah yang mengemuka dalam
dunia akademis.
BAB VII
a.Pengertian Etika
6. Suatu ”objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang
sekaligus membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian
seseorang. Objek nilai mencakup karya seni, teori ilmiah, teknologi, objek
yang disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri.
(Lacey, 1999: 23).
Namun, tahukah Anda bahwa dalam bahasa pergaulan orang acap kali
mencampuradukkan istilah “etika” dan “etiket”? Padahal, keduanya
mengandung perbedaan makna yang hakiki. Etika berarti moral, sedangkan
etiket lebih mengacu pada pengertian sopan santun, adat istiadat. Jika dilihat
dari asal usul katanya, etika berasal dari kata “ethos”, sedangkan etiket
berasal dari kata “etiquette”. Keduanya memang mengatur perilaku manusia
secara normatif. tetapi Etika lebih mengacu ke filsafat moral yang merupakan
kajian kritis tentang baik dan buruk, sedangkan etiket mengacu kepada cara
yang tepat, yang diharapkan, serta ditentukan dalam suatu komunitas
tertentu. Contoh, mencuri termasuk pelanggaran moral, tidak penting apakah
dia mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etiket, misalnya terkait
dengan tata cara berperilaku dalam pergaulan, seperti makan dengan tangan
kanan dianggap lebih sopan atau beretiket (Bertens, 1997: 9).
b. Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi
etika keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika
kebajikan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya
mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan
ini mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih
menekankan pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang yang
bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan
adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati,
bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani,
santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri,
bijaksana, peduli, dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219). Orang yang
memelihara metabolisme tubuh untuk mendapatkan kesehatan yang prima
juga dapat dikatakan sebagai bentuk penguasaan diri dan disiplin,
sebagaimana nasihat Hippocrates berikut ini.
“All parts of the body which have a function, if use moderation and
exercise in labours in which each is accustomed, become thereby healthy,
well-developed and age slowly, but if unused and left idle they become liable
to disease, defective growth, and age quickly”
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan
moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan
dengan kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau
mengikuti asas- asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu
berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai
tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari
suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam
mencapai tujuannya. Etika teleologis ini juga menganggap bahwa di
dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan
tujuan akhir yang diinginkan (Mudhofir, 2009: 214).
c. Etika Pancasila
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan
teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan
karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu
kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Kebijaksanaan
artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang
berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan
memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius.
Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas
dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam arti tidak
melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya
memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta
terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya
(Mudhofir, 2009: 386).
2. Urgensi Pancasila
1. Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral
telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde
lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden
Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada
zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui
penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir
Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan
dari para peneliti BP-7.
2. Sumber Sosiologis
3. Sumber politis
Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam
bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep
manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku
dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia
seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik,
yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu
sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi
yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan
tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia
sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan
sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama
dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah,
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus
dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo, 1993:
171).
Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri
atas susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan
makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan makhluk individual.
Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan
merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat
persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro
dalam Asdi, 2003: 17-18). Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi
tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu,
disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus
pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan
segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah
Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai berikut:
“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut
dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan
karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan blueprint yang berakar pada
sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi
berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak
keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais.
Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk
menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat
sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari
sila- sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika
Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai
sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara,
seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/
zumrotunnakidah6684/60dac84406310e16f550dd22/perjuangan-bangsa-
untuk-mencapai-dan-mempertahankan-kemerdekaan-indonesia
https://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-
iii-bu-dina.pdf
https://kumparan.com/berita-terkini/sejarah-perjuangan-bangsa-indonesia-dalam-meraih-
kemerdekaan-1wME2TynmyC/full
https://rangkuman-pendidikan.blogspot.com/2017/11/makalah-tentang-kemerdekaan-
indonesia.html
https://www.edudetik.com/2014/03/makalah-hubungan-antara-islam-dan.html
http://ejournal.insud.ac.id/index.php/kpi/article/view/202/190
https://tabligh.id/hubungan-pancasila-dengan-nilai-ajaran-islam/
https://www.kompasiana.com/robylaila/5ce5112e3ba7f759346b9cc3/relasi-
islam-dengan-pancasila?page=all#section1
https://nandapkn.blogspot.com/2015/05/makalah-pancasila-sebagai-
paradigma.html
https://mediainstanbelajar.blogspot.com/2017/04/makalah-pancasila-sebagai-
paradigma_20.html
https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/20/184511169/makna-hari-
kebangkitan-nasional?page=all#page2
https://www.academia.edu/63443245/Makalah_sejarah_lahirnya_pancasila
https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-manado/pendidikan-
pancasila/makalah-pengertian-pancasila/47278423
https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-manado/pendidikan-
pancasila/makalah-pengertian-pancasila/47278423
https://binus.ac.id/character-building/2020/12/ideologi-pancasila-sebagai-dasar-dan-
pedoman-negara-indonesia/
https://www.gunungraja.com/2019/01/pengertian-dasar-hukum-bentuk-dasar.html
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/20/01100051/pancasila-sebagai-sistem-
etika?page=all#page2
https://novapuspiita.blogspot.com/2013/01/makalah-pancasila-sebagai-
pandangan.html
https://indraputra16.blogspot.com/2015/11/pembukaan-uud-1945-sebagai-tertib-
hukum.html
https://katadata.co.id/agung/lifestyle/64b0e5213ae2f/pembukaan-uud-1945-isi-
makna-dan-pokok-pikiran?page=2
https://www.academia.edu/11315461/
PANCASILA_SEBAGAI_PARADIGMA_KEHIDUPAN_BERMASYARAKAT_BERBA
NGSA_DAN_BERNEGARA
https://www.academia.edu/20089285/
Makalah_Pancasila_sebagai_Paradigma_IPTEK
https://tugasputek.blogspot.com/2017/12/makalah-tentang-pancasila-sebagai.html
https://tugaskuliah15.blogspot.com/2015/10/makalah-pancasila-sebagai-
paradigma.html