KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Modul
Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia sebagai salah satu mata pelatihan dalam
Pelatihan Integrated Coastal and Lowland Development. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tersebar di beberapa unit
organisasi bidang sumber daya air di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR).
Modul Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia ini disusun dalam 3 (tiga) bagian yang
terbagi atas pendahuluan, materi pokok, dan penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami gambaran umum
kawasan pesisir Indonesia. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih
menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun dan
Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun
perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus-menerus terjadi. Semoga Modul
ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di lingkungan Kementerian
PUPR.
i
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
DAFTAR ISI
ii
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
iii
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
DAFTAR GAMBAR
iv
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Deskripsi
Modul Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia ini terdiri dari 5 (lima) materi pokok.
Materi pokok pertama membahas tentang Wilayah Pesisir. Materi kedua membahas tentang
Potensi Sumber Daya Pesisir. Materi ketiga membahas tentang Permasalahan di Wilayah
Pesisir. Materi keempat membahas tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir. Materi kelima
membahas tentang Pengembangan Wilayah Pesisir.
Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan.
Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk mengetahui dan memahami
gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan
yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi
pada materi pokok.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak dengan
seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik materi yang
merupakan kemampuan wawasan umum dari Pelatihan Integrated Coastal and Lowland
Development. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih
dahulu materi yang berkaitan dengan gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia dalam
ruang lingkup dan sumber lainnya.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan kegiatan
pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator, dengan adanya kegiatan
ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi, dan problem based learning.
Alat Bantu/Media
v
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran dalam mata pelatihan ini, peserta mampu
memahami mengenai gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia.
vi
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kekayaan
geografis dan ekologis. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai yang
membentang sekitar 81.000 kilometer, Indonesia memiliki beragam ekosistem pesisir,
seperti hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Kawasan pesisir ini tidak
hanya menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang melimpah, termasuk spesies
endemik dan satwa langka, tetapi juga memegang peranan sentral dalam ekonomi
negara ini.
Masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumber daya seperti perikanan dan
pariwisata untuk kehidupan dan mata pencaharian mereka. Namun, kawasan pesisir
Indonesia juga menghadapi tantangan serius, seperti kerusakan lingkungan, erosi pantai,
dan perubahan iklim yang mengancam keberlanjutan sumber daya.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang ruang lingkup wilayah pesisir mulai dari definisi
pesisir, karakteristik pesisir, pengembangan wilayah pesisir, potensi sumber daya pesisir,
prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya pesisir, sampai dengan permasalahan di
wilayah pesisir. Pembelajaran disampaikan dengan metode ceramah interaktif, tanya
jawab, dan problem based learning. Keberhasilan peserta pelatihan dinilai dari
kemampuan untuk memahami mengenai gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini, peserta mampu
memahami mengenai gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia.
1
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
a. Menjelaskan tentang wilayah pesisir.
b. Menguraikan apa yang menjadi potensi sumber daya pesisir.
c. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir.
d. Menjelaskan tentang pengelolaan wilayah pesisir.
e. Menjelaskan tentang pengembangan wilayah pesisir.
E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk mata
pelatihan “Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia” ini adalah 6 jam pelajaran (JP) atau
sekitar 270 menit.
2
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
MATERI POKOK 1
WILAYAH PESISIR
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya masih
dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasar surut, angin laut, dan
perembesan air asin (Ketchum, 1972). Gesamp (2001) mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari
perairan laut maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan
pengelolaan sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda
tergantung dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu pengertian bahwa
ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang
tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai
potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena
dampak kegiatan manusia. Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung
maupun tidak langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.
Undang-Undang (UU) RI No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan di laut. Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut, dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria teluk,
perairan dangkal, rawa, payau, dan laguna. Dahuri et. al (2001) mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai suatu wilayah perairan antara daratan dan lautan dimana ke arah darat adalah jarak
secara arbiter dan rata-rata pasang tertinggi dan batas ke arah laut adalah yurisdiksi wilayah
provinsi atau state di suatu negara. Secara fisiologi, kawasan pesisir didefinisikan sebagai
wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air
laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh
endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas dan kadang materinya berupa kerikil.
3
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Menurut Dahari et al. (2001), dalam cakupan horizontal, wilayah pesisir dibatasi oleh dua garis
hipotetik. Pertama, ke arah darat wilayah ini mencakup daerah-daerah dimana proses-proses
oseanografi (angin laut, pasang-surut, pengaruh air laut, dan lain-lain) yang masih dapat
dirasakan pengaruhnya. Kedua, ke arah laut daerah-daerah dimana akibat proses-proses
yang terjadi di darat (sedimentasi, arus sungai, pengaruh air tawar, dan lain-lain), maupun
yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran. Wilayah perbatasan ini mempertemukan lahan darat dan massa air yang
berasal dari daratan yang relatif tinggi (elevasi landai, curam atau sedang) dengan massa air
laut yang relatif rendah, datar, dan jauh lebih besar volumenya. Karakteristik yang dinyatakan
oleh Ghofar (2004) bahwa secara alamiah wilayah ini sering disebut sebagai wilayah jebakan
nutrien (nutrient trap). Akan tetapi, jika di wilayah ini terjadi perusakan lingkungan secara
massif karena pencemaran maka wilayah ini disebut juga sebagai wilayah cemaran
(pollutants trap).
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang
beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap
manusia. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang
berasal dari konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah
pesisir.
Wilayah pesisir berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone) dan merupakan habitat dari
berbagai jenis burung migran, serta habitat bagi beberapa jenis ikan dan udang. Wilayah ini
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan menjadi sumber zat organik yang penting dalam
rantai makanan di laut (natural coastal defence).
4
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Proses-proses utama yang sering terjadi di wilayah pesisir meliputi: sirkulasi massa air,
percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan abrasi serta
upwelling. Ekosistem alami di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs),
hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu
(rocky beach), formasi pescaprea, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta dan ekosistem
pulau kecil. Sedangkan ekosistem buatan dapat berupa tambak, pemukiman, pelabuhan,
kawasan industri, pariwisata dan sebagainya.
Potensi konflik masyarakat pesisir terkait dengan pola kepemilikan dan penguasaan terhadap
sumber daya alam. Sifat dari pola kepemilikan dan penguasaan sumber daya alam wilayah
pesisir itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) tanpa pemilik (open access
property); (2) milik masyarakat atau komunal (common property); (3) milik pemerintah (public
state property); (4) milik pribadi (quasi private property).
Kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir umumnya sangat memprihatinkan yang ditandai
dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas dan pendapatan. Ciri umum kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pesisir adalah: (1) rumah tangga sebagai unit produksi, konsumsi, unit
reproduksi dan unit interaksi sosial ekonomi politik; (2) rumah tangga pesisir bertujuan untuk
mencukupi kebutuhan anggota keluarganya sehingga tujuan ini merupakan syarat mutlak
untuk menentukan keputusan-keputusan ekonomi terutama dalam usaha produksi; (3) dalam
keadaan kurang sarana produksi seperti alat tangkap, maka semua anggota keluarga yang
sehat harus ikut dalam usaha ekonomi rumah tangga; (4) karena berada dalam garis
kemiskinan, maka rumah tangga pesisir bersifat safety first. Mereka umumnya akan bersifat
5
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
menunggu dan melihat terhadap introduksi teknologi baru dan pengaruhnya terhadap
ekonomi keluarga.
Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir juga sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha
yang umumnya adalah perikanan. Karena usaha perikanan sangat bergantung kepada
musim, harga dan pasar, maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir tergantung
kepada faktor-faktor tersebut. Lembaga sosial yang terbentuk pun merupakan perwujudan
dari prinsip safety first, seperti saling tolong-menolong, redistribusi hasil, dan sistem patron-
client.
Wilayah pesisir yang saat ini dikenal sebagai wilayah yang sangat tidak layak untuk ditinggali
karena tingginya risiko bencana dan terkenal akan kehidupan yang kumuh, pendidikan
rendah, dan akses pendidikan yang minim membuat orang sedikit berpaling terhadap wilayah
pesisir. Akan tetapi, apabila kita menyadari dan melihat sejarah kita, sudah sepatutnya untuk
lebih peduli terhadap kondisi di wilayah pesisir Indonesia. Wilayah pesisir Indonesia kaya akan
sumber daya alam yang melimpah mulai dari sumber daya perikanan, mineral, alam, dan
ragam sumber daya hayati lainnya. Beragam sumber daya alam tersebut belum termasuk
kekayaan sosial budaya yang ada di wilayah pesisir. Wilayah pesisir Indonesia memiliki
kekayaan budaya yang beragam dari adanya sejarah panjang dan juga dinamika kehidupan
sosial budaya yang ada di wilayah pesisir.
6
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
7
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
8
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
9
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
10
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Hutan mangrove adalah ekosistem yang unik karena hidupnya dipengaruhi oleh kondisi
tanah, salinitas air, penggenangan air, pasang surut, dan kandungan oksigen. Hutan
mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut. Menurut Bengen (2001),
ciri-ciri terpenting dari ekosistem hutan mangrove adalah:
a. Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.
b. Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan
menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti
pensil pada pedada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.
c. Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya
pada Rhizophora yang lebih dikenal sebagai propagul.
d. Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
1) Fungsi Mangrove
Fungsi mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk yaitu fungsi fisik, fungsi
biologis (ekologis) dan fungsi ekonomis seperti berikut :
11
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
a) Fungsi fisik
- Menjaga garis pantai dari erosi atau abrasi ;
- Mengendalikan intrusi air laut;
- Mempercepat perluasan lahan;
- Melindungi pemukiman di pesisir dari gelombang; dan
- Pengolah limbah organik.
b) Fungsi ekologis
- Tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning
ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan,
udang, kerang, dan biota laut lainnya;
- Tempat hidup berbagai satwa liar terutama burung; dan
- Sumber plasma nutfah.
c) Fungsi ekonomis
- Hasil hutan berupa kayu;
- Hasil hutan seperti madu, obat-obatan, minuman dan makanan, tanin dan
lain-lain;
- Lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman,
pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi dan lain-lain).
12
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
2. Ekosistem Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizoma, daun dan akar.
Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar serta
berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,
berdaun dan berbunga serta tumbuh pula akar. Dengan rhizoma dan akar inilah
tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut. Sebagian
besar lamun berumah dua artinya dalam satu tumbuhan hanya ada jantan dan betina
saja. Sistem pembiakan bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di
dalam air serta buahnya terendam dalam air (Nontji, 2005).
Pada umumnya lamun berupa hamparan sehingga disebut juga dengan istilah
padang lamun (seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu
area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat
atau jarang. Lamun tumbuh pada sedimen dasar laut dengan daun yang panjang dan
tegak dan batang yang terbenam dalam sedimen (rhizoma) serta akar. Lamun
tumbuh di perairan dangkal yang agak berpasir.
Lamun tumbuh subur terutama di daerah pasang surut terbuka serta perairan pantai
yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan dengan karang mati
dengan kedalaman 4 m. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun
bahkan di temukan tumbuh sampai kedalaman 8-15 m dan 40 m. Bila dibandingkan
dengan padang lamun yang tumbuh di sedimen karbonat yang berasal dari patahan
terumbu karang, maka padang lamun yang tumbuh di sedimen yang berasal dari
daratan lebih dipengaruhi oleh faktor run off daratan yang berkaitan dengan
kekeruhan, suplai nutrien pada musim hujan, serta fluktuasi salinitas (Dahuri, 2003).
Secara morfologis, lamun terdiri atas: akar, batang, dan daun. Pada umumnya
daunnya berbentuk memanjang kecuali jenis Halophila memiliki daun lonjong.
13
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
1) Fungsi Lamun
a) Fungsi Fisik
Lamun dapat menstabilkan dasar laut dengan akar-akarnya dan rimpang
dalam banyak cara yang sama bahwa rumput tanah menghambat erosi tanah
(kepentingan fungsinya seringkali terlihat jelas ketika badai mendekati garis
pantai dan mengancam pantai, bisnis, dan rumah). Lamun dapat membantu
menjaga kejernihan air dengan menjebak sedimen halus dan partikel. Daerah
bawah (substrat) tanpa lamun lebih sering diaduk oleh angin dan ombak
sehingga dapat mengurangi kejernihan air dan mempengaruhi perilaku biota
laut dan kualitas rekreasi wilayah pesisir Lamun membuat aliran air menjadi
lebih lambat dan menyebabkan sedimen tetap di dasar perairan sehingga
membantu perairan tetap jernih.
b) Fungsi Kimia
Memelihara kualitas perairan, termasuk hadirnya kandungan oksigen dan
unsur hara yang dibutuhkan makhluk hidup yang berasosiasi dengan lamun.
Lamun juga berkontribusi terhadap produktivitas ekosistem melalui jalur
makanan detritus. Lamun membantu menghilangkan (menyerap) nutrisi yang
membahayakan dan polusi sedimen dari perairan pesisir.
c) Fungsi Biologi
Lamun menyediakan habitat bagi berbagai jenis ikan, udang-udangan, dan
kerang. Penelitian telah menunjukkan banyak spesies laut tergantung pada
keberadaan lamun sebagai habitat hidupnya lamun dan organisme yang
tumbuh dan berasosiasi dengannya adalah sumber makanan bagi banyak
biota, termasuk mamalia laut seperti dugong. Pada permukaan daun lamun,
14
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
15
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
16
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
b) Fungsi Biologi
Sebagai tempat tinggal, berlindung, mencari makan dan memijah ikan dan
biota laut lainnya.
c) Fungsi Ekonomi
Sebagai tempat pariwisata. Perpaduan antara karang dengan biota laut lainnya
menjadikan terumbu karang sebagai ekosistem yang memiliki panorama
bawah air yang indah dan menarik yang berpotensi sebagai tempat wisata
bawah air.
17
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
terhadap potensi SDA dan SDM tersebut maka kegiatan studi awal sangat
penting untuk dilakukan.
c. Peningkatan kepedulian dan pengetahuan masyarakat
Kegiatan peningkatan kepedulian dan pengetahuan bagi masyarakat sangat
tergantung dari kondisi dan struktur masyarakat yang ada. Beberapa kegiatan
awal dapat dilakukan dalam rangka sosialisasi dan mencari bentuk-bentuk
yang tepat bagi peningkatan kepedulian dan pengetahuan.
d. Penguatan kelembagaan, kebijakan, dan peraturan
Perlu adanya kajian yang menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang
pengembangan/pengurangan dari kelembagaan dan kebijakan serta peraturan
perundang-undangan yang ada dalam rangka menunjang kegiatan
pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat.
e. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya terumbu karang berbasis
masyarakat
Setelah adanya pembekalan bagi masyarakat dan juga penguatan
kelembagaan kebijakan yang mendukung, serta pengalaman dalam kegiatan
studi awal, maka diharapkan masyarakat mampu menyusun rencana
pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat di daerahnya.
Apabila hal ini telah dapat dilakukan, maka dokumen yang dihasilkan dapat
disalurkan melalui lembaga terkait untuk mendapat dukungan dan legalitas dari
pemerintah dan juga menjadi suatu kesatuan agenda dalam rencana
pengelolaan terumbu karang baik pada tingkat pemerintah daerah maupun
nasional.
f. Masuk ke dalam penentuan program pembangunan
Rencana pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang telah dibuat,
baik yang langsung dibuat oleh komunitas masyarakat maupun hasil
penyusunan oleh pemerintah dan telah diterima dalam proses
pensosialisasian, kemudian diproses dalam penentuan program
pembangunan. Rencana pengelolaan ini sebelumnya harus mendapatkan
persetujuan dari LMD, masyarakat, dan kepala desa.
g. Implementasi rencana
Tahap implementasi merupakan tahap pokok dari sistem pengelolaan terumbu
karang berbasis masyarakat. Pada tahap ini berbagai komponen SDM seperti
motivator, tenaga pendamping lapangan dan komponen terkait sudah
dipersiapkan.
18
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
h. Monitoring
Monitoring ini sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan melibatkan
masyarakat lokal dan stakeholder lainnya.
i. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat dan
stakeholder lainnya. Melalui proses evaluasi, maka dapat diketahui kelemahan
dan kelebihan dari sistem pengelolaan guna perbaikan sistem di masa depan.
1.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan wilayah pesisir?
2. Mengapa wilayah pesisir dianggap penting?
3. Apa saja karakteristik biofisik wilayah pesisir?
1.5 Rangkuman
Wilayah pesisir adalah daerah di mana daratan dan laut saling berinteraksi, dipengaruhi oleh
proses biologis dan fisik dari perairan laut dan daratan. Pengertian ini dapat bervariasi
tergantung pada sudut pandang administratif, ekologis, dan perencanaan. Karakteristik
wilayah pesisir mencakup topografi, morfologi dasar laut, oseanografi fisik, dan beragam
ekosistem seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, dan lainnya. Wilayah
pesisir juga memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,
terutama dalam sektor perikanan.
Penentuan batas wilayah pesisir didasarkan pada tiga kriteria: garis linier tegak lurus terhadap
garis pantai, batas administratif dan hukum negara, serta karakteristik ekologis seperti aliran
sungai dan pergerakan biota. Wilayah pesisir memiliki potensi sumber daya alam yang besar,
tetapi juga menghadapi masalah pengelolaan akibat konflik pemanfaatan yang kompleks dan
tekanan lingkungan seperti pencemaran dan abrasi pantai. Oleh karena itu, penting untuk
memahami dan melindungi ekosistem pesisir yang kaya dan vital bagi kehidupan manusia
sera kelestarian lingkungan.
19
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
MATERI POKOK 2
POTENSI SUMBER DAYA PESISIR
Kawasan pesisir di Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman jenis sumber
daya alamnya baik sumber daya alam yang dapat pulih (renewable) maupun yang tidak dapat
pulih (non renewable). Sumber daya alam pulau-pulau kecil bila dipadukan dengan sumber
daya manusia yang handal serta didukung dengan iptek yang ditunjang dengan kebijakan
pemanfaatan dan pengelolaan yang tepat bisa menjadi modal yang besar bagi
pengembangan wilayah pesisir. Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan
wilayah peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber
daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Kekayaan ini mempunyai
daya tarik tersendiri bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumber dayanya dan
mendorong berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya.
Sumber daya pesisir adalah sumber daya alam, sumber daya binaan/buatan dan jasa-jasa
lingkungan yang terdapat di dalam wilayah pesisir (Dahuri et al, 2001), potensi sumber daya
pesisir secara umum dibagi atas empat kelompok:
1. Sumber daya yang dapat pulih (renewable resources), terdiri dari berbagai jenis ikan,
udang, rumput laut, padang lamun, mangrove, terumbu karang termasuk kegiatan
budidaya pantai dan budidaya laut (marine culture).
2. Sumber daya tidak dapat pulih (non renewable resources), meliputi mineral, bahan
tambang/galian, minyak bumi, dan gas.
3. Energi lautan, terdiri dari Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), pasang surut,
gelombang, dan sebagainya.
4. Jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services), yaitu pariwisata dan
perhubungan laut.
20
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
kecil yakni sumber daya hayati, sumber daya non hayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa
lingkungan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan
biota laut lain. Sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, dan mineral dasar laut. Sumber
daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-
jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut, tempat instalasi bawah air
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di
wilayah pesisir.
Gambar 12. Hubungan antara wilayah pesisir dan sistem sumber daya pesisir
Sumber: Scura, 1992
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12, sistem sumber daya dapat dikonseptualisasikan
sebagai cakupan interaksi antara biofisik, lingkungan terestrial dan laut serta aktivitas
manusia, termasuk lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga perencana. Daerah arsiran
pada gambaran menunjukan wilaya pesisir, sedangkan daerah bayangan merupakan sistem
sumber daya pesisir. Dengan demikian segenap aktivitas manusia yang dipahami sebagai
kegiatan pembangunan ekonomi, merupakan suatu elemen penting dan telah turut
memberikan kontribusi di dalam suatu sistem sumber daya dalam hal ini yang terdapat di
wilayah pesisir.
Istilah “pembangunan” sering disama artikan dengan “pengembangan” yang dalam bahasa
asing juga dapat diistilahkan dengan development. Pembangunan ekonomi (development)
mengandung arti yang lebih luas dibanding pengertian pada pertumbuhan ekonomi (growth)
(Djojohadikusumo, 1994). Pembangunan ekonomi mencakup perubahan pada tata susunan
21
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu, pembangunan merupakan proses
transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural yaitu perubahan
pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang
bersangkutan.
Secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan
berkelanjutan, yaitu: (1) keharmonisan spasial (special suitability), (2) kapasitas asimilasi
(assimilative capacity), dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial
mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, tidak seluruhnya diperuntukan bagi
zona pemanfaatan, yang sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang
kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara, membersihkan limbah secara alamiah
maupun sebagai sumber keanekaragaman hayati.
Sebagai suatu konsep, pembangunan berkelanjutan merupakan suatu hal yang sangat
sederhana tetapi sangat sulit untuk diimplementasikan. Untuk mewujudkan konsep ini dalam
realitas kehidupan dibutuhkan perubahan-perubahan yang mendasar mengenai cara-cara
kita melakukan pembangunan, hidup berkonsumsi dan saling berhubungan satu sama lain
dalam kehidupan bernegara serta cara-cara kita saling bekerja sama dalam mewujudkan
tujuan bersama (Steven dalam Winoto, 1998).
Berikut ini adalah garis besar isu-isu umum yang ditemukan dalam pengelolaan sumber daya
pesisir.
22
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
a. Isu Kelembagaan
Kelembagaan merupakan aktor atau penggerak utama dalam proses-proses pengelolaan
sumberdaya pesisir. Harmonisasi dan konsistensi visi, strategi, dan tujuan-tujuan
pembangunan antar level dan lembaga pemerintahan sangat menentukan keberhasilan
dalam pengelolaan. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap lembaga secara umum
mempunyai mandat, aturan, tujuan, dan kebijakan yang berbeda. Perbedaan-perbedaan
ini mengakibatkan upaya-upaya pengelolaan mengalami hambatan. Isu-isu kelembagaan
yang umum dalam pengelolaan pesisir antara lain:
- Rendahnya kapasitas untuk melaksanakan pengelolaan terpadu
- Kurangnya pengetahuan mengenai pengaruh ekosistem terhadap kegiatan manusia
- Konflik dan tumpang tindih peraturan antar lembaga dan tingkatan pemerintahan
- Kurangnya dukungan terhadap upaya-upaya pengelolaan dan perlindungan wilayah
pesisir
- Kurangnya pelaksanaan peraturan yang ada
- Pengelolaan tradisional yang kurang mendapat perhatian pemerintah sehingga
sering bertentangan dengan undang-undang dan pengelolaan modern.
b. Isu Sosial
Perkembangan penduduk yang cukup pesat di wilayah pesisir dan masalah kemiskinan
adalah isu-isu sosial yang dominan ditemukan di wilayah pesisir. Isu-isu sosial ini jika
tidak ditangani akan memberikan tekanan yang besar terhadap kondisi lingkungan dan
sumberdaya pesisir. Isu-isu umum yang ditemukan di wilayah pesisir antara lain:
- Pertumbuhan penduduk yang cepat di wilayah pesisir
- Kemiskinan yang terkonsentrasi di desa-desa pesisir
- Hilangnya akses oleh masyarakat pengguna sumber daya pesisir
- Pengetahuan terhadap nilai sumber daya pesisir yang masih rendah
- Sanitasi dan kesehatan masyarakat di wilayah pesisir yang masih rendah
- Meningkatnya konflik sosial yang terjadi di wilayah pesisir
c. Isu Bio-fisik Lingkungan
Laju degradasi lingkungan di wilayah pesisir telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan. Degradasi lingkungan ini disebabkan oleh kerusakan ekosistem
pesisir karena aktivitas manusia dan oleh alam. Ekosistem terumbu karang, termasuk
kekayaan keanekaragaman ikan dan invertebrata, telah mengalami kerusakan yang
cukup parah di berbagai tempat sebagai akibat dari penangkapan ikan dengan cara-cara
merusak seperti penggunaan bom, racun sianida, dan pukat harimau. Termasuk pula
akibat kegiatan non perikanan lainnya seperti penambangan karang, reklamasi pantai,
polusi dari darat, dan sedimentasi. Isu-isu spesifik yang ditemukan di wilayah pesisir
antara lain:
23
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
2.3 Latihan
1. Apa yang membuat wilayah pesisir Indonesia penting?
2. Apa yang dimaksud pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya
pesisir?
24
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
2.4 Rangkuman
Pesisir Indonesia kaya akan sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang
tidak, menjadikannya daerah potensial untuk pembangunan. Wilayah pesisir ini memiliki
peran penting sebagai perantara antara ekosistem darat dan laut serta menyimpan sumber
daya alam dan jasa lingkungan yang berharga. Namun, pengelolaannya merupakan
tantangan, dan untuk regulasi yang bijaksana diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya
ini secara berkelanjutan.
Pengelolaan sumber daya pesisir dihadapkan pada berbagai isu kompleks. Kelembagaan
yang tidak selaras, pertumbuhan populasi di pesisir, kemiskinan dan degradasi lingkungan
merupakan beberapa isu utama. Terlebih lagi, perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi
wilayah iklim menjadi ancaman serius bagi wilayah pesisir. Untuk mencapai pengelolaan yang
berkelanjutan, kolaborasi antar lembaga, perhatian terhadap isu sosial, dan perlindungan
ekosistem alamiah di pesisir menjadi sangat penting.
25
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
MATERI POKOK 3
PERMASALAHAN DI WILAYAH PESISIR
Permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir sangatlah beragam. Pada materi pokok 3 ini
permasalahan pantai yang dibahas difokuskan pada permasalahan wilayah pantai berupa
abrasi, erosi, sedimentasi dan kerusakan lingkungan.
3.1 Abrasi
Secara umum, pengertian abrasi adalah suatu proses alam berupa pengikisan tanah pada
daerah pesisir pantai yang diakibatkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak
terkadang juga disebut dengan erosi pantai. Salah satu kerusakan garis pantai ini dapat dipicu
karena terganggunya keseimbangan alam di daerah pantai tersebut. Akan tetapi meskipun
pada umumnya abrasi diakibatkan oleh gejala alam, namun cukup banyak perilaku manusia
yang juga ikut menjadi penyebab abrasi pantai. Sederhananya abrasi adalah pengikisan di
daerah pantai akibat gelombang dan arus laut yang sifatnya destruktif atau merusak. Karena
adanya pengikisan tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya daerah pantai di mana
wilayah yang paling dekat dengan air laut menjadi sasaran pengikisan. Oleh karenanya
apabila dibiarkan abrasi akan terus mengikis bagian pantai dan air laut bisa membanjiri daerah
di sekitar pantai tersebut.
1. Aditya Pebriansyah, proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan oleh
hantaman gelombang air laut, air sungai, gletser, atau angin yang ada di sekitarnya.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proses pengikisan batuan oleh angin, air, atau
es yang mengandung bahan yang sifatnya merusak.
3. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, proses pengikisan pesisir pantai yang diakibatkan
oleh gelombang dan arus laut yang merusak, dimana pemicunya adalah keseimbangan
alam yang terganggu di daerah tersebut.
26
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
mudah berubah akibat perubahan kadar air. Akibat penurunan air tanah adalah
berkurangnya tekanan air pori. Hal ini mengakibatkan penggenangan dan pada gilirannya
meningkatkan erosi dan abrasi pantai. Hal ini menunjukkan bahwa potensi penurunan
tanah cukup besar dan memberikan kontribusi terhadap genangan (rob) pada saat air
laut pasang.
b. Kerusakan Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat pulih (sustainable resources) dan
pembentuk ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir.
Mangrove memiliki peran penting sebagai pelindung alami pantai karena memiliki
perakaran yang kokoh sehingga dapat meredam gelombang dan menahan sedimen. Ini
artinya dapat bertindak sebagai pembentuk lahan (land cruiser). Sayangnya keberadaan
hutan mangrove ini sekarang sudah semakin punah karena keberadaan manusia yang
memanfaatkan kayunya sebagai bahan bakar dan bahan bangunan.
c. Kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang
Orientasi pantai yang relatif tegak lurus atau sejajar dengan puncak gelombang dominan.
Hal ini memberikan informasi bahwa pantai dalam kondisi seimbang dinamik. Kondisi
gelombang yang semula lurus akan membelok akibat proses refraksi/difraksi dan
shoaling. Pantai akan menanggapi dengan mengorientasikan dirinya sedemikian rupa
sehingga tegak lurus arah gelombang atau dengan kata lain terjadi erosi dan deposisi
sedimen sampai terjadi keseimbangan dan proses selanjutnya yang terjadi hanya
angkutan tegak lurus pantai (cross shore transport).
d. Kerusakan akibat sebab alam lain
Perubahan iklim global dan kejadian ekstrim misal terjadi siklon tropis. Faktor lain adalah
kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global (efek rumah kaca) yang
mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang.
e. Kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain:
1) Penambangan Pasir di perairan pantai
2) Pembuatan Bangunan yang menjorok ke arah laut
3) Pembukaan tambak yang tidak memperhitungkan keadaan kondisi dan lokasi
Penyebab terjadinya abrasi di pantai sebagian besar (diperkirakan lebih dari 90%) diakibatkan
oleh adanya campur tangan manusia (A. Hakam, dkk, 2013). Faktor alam berjalan secara
alami dan tidak akan terlalu membuat banyak kerusakan jika saja tidak ada campur tangan
manusia dalam aktivitasnya. Manusia seringkali melakukan sesuatu yang dianggapnya baik,
namun ternyata tindakannya tersebut dapat berakibat pada perubahan ekosistem pantai.
Misalnya menebang mangrove untuk kebutuhan bahan bakar dan bahan bangunan,
menambang pasir, membuat sumur-sumur di pesisir untuk keperluan industri secara
27
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
berlebihan, dan lain-lain. Manusia terlalu egois dalam memanfaatkan ekosistem pantai, hanya
bisa mengambil tanpa bisa memberi. Meninggalkan kerusakan-kerusakan tanpa mau
memperbaikinya. Manusia belum sadar bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh mereka akan
berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, baik sekarang
maupun yang akan datang.
Survei membuktikan setidaknya ada 5 penyebab abrasi yang disebabkan oleh manusia, yaitu
(Diposaptono, 2011):
a. Terperangkapnya angkutan sedimen sejajar pantai akibat bangunan buatan seperti
Groin, jetty, Breakwater pelabuhan dan reklamasi yang sejajar garis pantai.
b. Timbulnya perubahan arus akibat adanya bangunan di pantai/ maritim.
c. Berkurangnya suplai sedimen dari sungai akibat penambangan pasir, dibangunnya dam
di sebelah hulu sungai dan sudetan (pemindahan arus sungai).
d. Penambangan terumbu karang dan pasir pantai.
e. Penebangan dan Penggundulan hutan mangrove
Adapun faktor-faktor utama yang menyebabkan abrasi pantai dan mempengaruhi terjadinya
perubahan garis pantai dapat dibagi atas faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor Hidro-Oseanografi (Faktor Alam)
Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi pada
setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses geomorfologi yang
dimaksud antara lain adalah:
1) Gelombang
Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang dibentuk secara umum
oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis pantai (Open University,
1993). Dahuri, et al. (2001) menyatakan bahwa gelombang yang pecah di daerah
pantai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan
sedimentasi di pantai.
2) Arus
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus berfungsi sebagai
media transpor sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu arus yang dipengaruhi
oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang menuju pantai dapat
menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya
sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika
gelombang datang membentuk sudut, maka akan terbentuk arus susur pantai
28
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
(longshore current) yaitu arus yang bergerak sejajar dengan garis pantai akibat
perbedaan tekanan hidrostatik (Pethick,1997).
29
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
disengaja dan gangguan yang tidak disengaja. Gangguan yang disengaja bersifat
protektif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya dengan membangun jetty,
Groin, pemecah gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas manusia yang tidak
disengaja menimbulkan gangguan negatif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai.
Dampak abrasi tentu sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak
diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang mempunyai permukaannya rendah akan
tenggelam. Lokasi wisata terutama pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata akan menjadi
rusak. Pemukiman warga daerah pesisir dan tambak akan tergerus akibat gelombang laut
30
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
hingga menyatu menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-
gara abrasi pantai ini. Banyak dilakukan reklamasi untuk menanggulangi abrasi namun tetap
berdampak pada daerah yang memiliki ketinggian rendah dalam bentuk banjir rob. Abrasi
pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil di sekitar perairan Indonesia.
Secara alami pantai telah memiliki pelindung alami akan tetapi dalam perkembangannya
terdapat perubahan yang sangat signifikan dan berpengaruh pada garis pantai. Solusi untuk
mengatasi abrasi tidak boleh sembarangan dan harus memperhatikan kondisi sekitar agar
solusi yang diambil sesuai dan efektif. Penanggulangan abrasi pada daerah pantai berbeda
satu sama lain tergantung dari kondisi fisik dan lingkungan sosial ekonomi pantai tersebut.
Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada poin mitigasi abrasi.
Selanjutnya secara lebih spesifik dampak yang diakibatkan oleh abrasi antara lain
(Ramadhan, 2013) :
a. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di
pinggir pantai secara terus menerus.
b. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang didorong angin
kencang begitu besar.
c. Rusaknya infrastruktur di sepanjang pantai, mis: Tiang Listrik, Jalan, Dermaga, dan lain-
lain.
d. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan
bakau
Daerah pantai yang mengalami abrasi sangat sulit untuk dipulihkan atau kembali dalam
keadaaan normal. Selain itu juga, kerusakan pantai akibat abrasi dapat mengganggu mata
pencaharian penduduk sekitar, terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Pantai yang
mengalami abrasi jika tidak ditanggulangi akan berakibat kerusakan pantai yang semakin
parah.
Sedia payung sebelum hujan. Setidaknya pepatah ini dapat kita gunakan untuk meminimalisir
terjadinya abrasi. Sebelum abrasi terjadi lebih parah, terdapat tindakan pencegahan yang
mungkin dapat kita lakukan baik secara perseorangan atau berkelompok.
3.2 Erosi
Erosi pantai adalah proses mundurnya pantai dari kedudukan semula yang disebabkan oleh
tidak adanya keseimbangan antara pemasok dan kapasitas angkutan sedimen. Perubahan
morfologi pantai jenis ini biasa terjadi pada pantai landai (berpasir atau berlumpur).
31
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Penyebab poin a) sampai g) disebabkan oleh faktor manusia. Sedangkan point h) disebabkan
oleh faktor alam. Pada Gambar 15 disajikan contoh kemunduran pantai utara Indramayu
antara lokasi Eretan sampai Muara Kali Genteng.
3.3 Sedimentasi
Kata sedimen sebenarnya berasal dari bahasa latin “sedimentum” yang artinya endapan.
Berdasarkan SE Dirjen SDA No.11 Tahun 2021, sedimentasi di muara sungai terdiri atas
proses penutupan dan proses pendangkalan muara. Penutupan muara sungai terjadi tepat di
mulut muara sungai pada pantai yang berpasir atau berlumpur yang mengakibatkan terjadinya
formasi ambang (bar) atau lidah pasir di muara. Proses ini terjadi karena kecilnya debit sungai
terutama di musim kemarau, sehingga tidak mampu membilas endapan sedimen di mulut
muara. Pendangkalan muara sungai dapat terjadi mulai dari muara ke hulu sampai pada suatu
lokasi di sungai yang masih terpengaruh oleh intrusi air laut (pasang surut dan kegaraman).
32
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Proses pendangkalan muara sungai disebabkan oleh terjadinya pengendapan sedimen dari
daerah tangkapan air yang tidak mampu terbilas oleh aliran sungai sehingga menyebabkan
banjir muara.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan
juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan
sedimen adalah air, angin dan juga gaya gravitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air,
angin, dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah
33
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
berbeda karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat sulit mengangkut
sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu
terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Sedimentasi merupakan suatu peristiwa
masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan tertentu melalui media air
dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi merupakan suatu masalah yang
sering terjadi di daerah pesisir pantai (Mawardi, 2016). Sedimentasi yang terjadi di lingkungan
pantai menjadi persoalan bila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang
membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan dan alur-alur pelayaran, atau
yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu
karang atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasi memberikan keuntungan karena sedimentasi menghasilkan pertambahan lahan
pesisir ke arah laut.
Menurut Thurman (1983), pergerakan sedimen dipengaruhi oleh kecepatan arus tergantung
pada ukuran sedimen tersebut jika diameter sedimen yang lebih besar akan tererosi dengan
kecepatan arus yang lebih besar pula. Menurut Mc Dowell dan O’connor (1997), proses
pengangkutan dan pengendapan sedimen tergantung pada dua faktor, yaitu: a) Fisika-kimia
sedimen, b) kondisi dinamika atau gerakan air di sekitarnya. Sedimen diangkut dalam lapisan
aliran air yaitu dasar aliran sebagai muatan dasar (bed load) dan aliran permukaan sebagai
muatan layang (suspended load).
Pengangkutan sedimen menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak
lurus pantai, sedang pengangkutan sedimen sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata
sejajar pantai (US. Army, 1992). Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan
kekuatan pukulan untuk memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari
pecahan batuan (material klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudia diangkut sepanjang
pesisir (shore, zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan terkadang berair
oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang pesisir (long shore currents).
34
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
35
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
f) Hutan mangrove
Pengurangan atau hilangnya hutan mangrove pada kawasan pantai akibat penebangan
dapat mengakibatkan melemahnya perlindungan alami pantai dan kerusakan biota
pantai.
g) Terumbu karang
Kerusakan terumbu karang pada perairan pantai akibat perusakan atau pengambilan
terumbu karang dapat memberikan ancaman berupa melemahnya perlindungan alami
pantai dan kerusakan biota pantai.
h) Rob – kawasan pesisir
Rob kawasan pesisir terutama disebabkan karena penurunan tanah dan kenaikan muka
air laut. Hal ini mengakibatkan sistem drainase menjadi tidak berfungsi, terganggunya
aktivitas penduduk, dan terganggunya perekonomian kota.
Dalam konteks ini, pengembangan masyarakat pesisir menjadi kunci, dengan program
pemberdayaan melalui pelatihan dan hibah untuk mengatasi isu kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan. Demi menyelesaikan ketimpangan, pemerintah berupaya
melalui program kerja yang difokuskan pada pemberdayaan masyarakat pesisir. Selain itu,
36
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
pembiayaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga diupayakan
dengan kerjasama antara pemerintah dan swasta.
Tak hanya itu, pemikiran strategis seperti penghapusan kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir
menjadi fokus, di mana pemerintah daerah berinisiatif untuk menangani masalah ini melalui
koordinasi dan pengendalian kebijakan. Pengelolaan ikan dan mangrove pun menjadi bagian
penting, dengan melibatkan pengetahuan lokal dan pengembangan program pemerataan
pembangunan wilayah (Suyanto, dkk., 2017).
3.6 Lain-Lain
Pada prinsipnya, selain permasalahan yang telah diuraikan di atas, masih banyak
permasalahan yang terjadi di wilayah pantai, antara lain:
1. Akresi
Akresi pantai adalah perubahan garis pantai yang mengarah ke laut lepas karena adanya
proses sedimentasi dari daratan atau sungai ke pantai. Proses akresi pantai ini dapat
menyebabkan penambahan material sedimen di pantai dan mengakibatkan perluasan
daratan ke arah laut Akresi pantai sering terjadi bersamaan dengan abrasi, yaitu
pengikisan garis pantai akibat gelombang dan arus laut. Faktor-faktor seperti transpor
sedimen sepanjang pantai dapat mempengaruhi terjadinya akresi dan abrasi.
Penanganan akresi pantai dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti
pembersihan endapan sedimen dengan mengeruk (dredging).
2. Intrusi Air Laut
Intrusi air laut adalah masuknya air laut ke dalam tanah melalui akuifer di daratan atau
daerah pantai. Penyebab intrusi air laut dapat bervariasi. Salah satunya adalah
pemompaan air tanah yang berlebihan dari akuifer. Hal ini mengurangi tekanan
hidrostatik pada akuifer dan menarik air laut masuk ke dalamnya. Selain itu, peningkatan
permukaan air laut juga dapat menyebabkan intrusi air laut ke air tanah. Bahkan kenaikan
permukaan air laut sebesar 10 sentimeter saja dapat menyebabkan intrusi air laut hingga
100 meter ke dalam air tanah. Pembangunan di sekitar pantai juga dapat berkontribusi
terhadap intrusi air laut. Pembangunan jalan, gedung, lahan parkir, dan jembatan dapat
merusak lapisan akuifer dan memungkinkan air laut masuk ke dalamnya. Intrusi air laut
dapat memiliki dampak negatif, seperti membuat air tanah menjadi asin dan tidak dapat
digunakan untuk keperluan sehari-hari.
37
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Sementara itu permasalahan pesisir yang erat kaitannya dengan banjir rob, seperti eksploitasi
air tanah, kenaikan muka air laut, kenaikan debit banjir kiriman dari hulu, dan kapasitas
drainase wilayah pesisir akan dibahas secara lebih mendalam pada Modul 6 Pengelolaan
Risiko Banjir Wilayah Pesisir.
3.7 Latihan
1. Sebutkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah pantai.
2. Sebutkan perbedaan antara perlindungan pantai secara alami dan buatan.
3. Apa yang dimaksud abrasi pantai?
3.8 Rangkuman
Permasalahan pantai sangatlah beragam, antara lain abrasi, erosi, dan sedimentasi.
Perlindungan pantai dapat dilakukan secara alami atau buatan, tergantung pada tingkat
kerusakan. Perlindungan alami lebih cocok untuk kerusakan ringan atau sedang, sementara
perlindungan buatan lebih efektif ketika kerusakan sudah parah dan pantai berdekatan
dengan fasilitas penting. Fokus utama dalam materi ini adalah erosi, abrasi, dan sedimentasi
di wilayah pesisir.
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh ombak dan arus laut yang dapat merusak garis
pantai. Selain faktor alam, aktivitas manusia seperti penebangan mangrove, penambangan
pasir, dan pembangunan yang tidak sesuai dapat menjadi penyebab abrasi. Dampaknya
mencakup penyusutan pantai, kerusakan hutan bakau, rusaknya infrastruktur, dan kerugian
bagi nelayan. Penyebab erosi termasuk bangunan pantai, penambangan pasir, pemindahan
muara sungai, pencemaran perairan, pembuatan waduk, dan bencana alam seperti
gelombang badai. Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen, termasuk semua
aktivitas yang mempengaruhi dan merubah sedimen menjadi batuan sedimen. Sedimentasi
merupakan peristiwa mengendapnya material batuan yang dibawa oleh angin atau air.
Sedimentasi akan menyebabkan pendangkalan yang selanjutnya akan menaikkan
permukaan air ketika terjadi banjir.
38
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
MATERI POKOK 4
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut.
Ekosistem wilayah pesisir memiliki peranan yang sangat penting dan nilai yang paling tinggi
di antara ekosistem di bumi ini dalam memberikan pelayanan terhadap keseimbangan
lingkungan.
Profil wilayah pesisir adalah gambaran umum berisi informasi tentang kondisi permasalahan
atau isu-isu yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir. Penyusunan
profil dilakukan setelah isu-isu sumber daya pesisir secara keseluruhan diidentifikasi, yaitu
dengan memberi penjelasan yang lebih detail atau terperinci mengenai karakteristik isu-isu
yang telah diidentifikasi.
Mitchell et al. (2000), menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya alam merupakan upaya-
upaya pelestarian dan perlindungan keanekaragaman biologi pada tingkat genetik, spesies
dan ekosistem serta menjamin kekayaan alam, binatang dan tumbuhan di seluruh kepulauan
Indonesia. Sumber daya alam yang lestari dapat menjamin keberlanjutan produksi dan
pendapatan masyarakat yang ada pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan.
Wilayah pesisir memiliki potensi dan nilai ekonomi yang tinggi, namun terancam
keberlanjutannya. Perlu penanganan secara khusus agar wilayah pesisir dapat dikelola
secara berkelanjutan. Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,
wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah
pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan
dan pengelolaan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014, pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antar sektor, antara ekosistem darat dan laut, serta
antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
39
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Menurut Sudrajat (2013), masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan
wilayah pesisir meliputi: (a) upaya penanggulangan kemiskinan yang masih banyak menimpa
masyarakat nelayan, (b) peningkatan aktivitas ekonomi di kawasan pesisir, dan (c)
pengendalian masalah lingkungan hidup sebagai akibat aktivitas ekonomi di wilayah pesisir
maupun wilayah daratan. Ketiga tantangan tersebut meskipun tampak terpisah, tetapi
sesungguhnya sangat berkaitan satu sama lain. Ketidakberdayaan menghadapi satu
tantangan dapat menyebabkan semakin sulitnya menghadapi tantangan pembangunan yang
lainnya.
Pengelolaan sumber daya merupakan upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumber
daya (sustainability). Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi sekarang yang dapat
menikmati kekayaan sumber daya, tetapi juga generasi mendatang (Satria, 2002).
Pengelolaan Sumber Daya Perikanan tidak hanya bertumpu pada pemerintah sebagai
pelaksana, akan tetapi perlu asas pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat,
dengan melibatkan dan menempatkan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan.
Inisiatif dan kreativitas masyarakat dijadikan energi pembangunan untuk kemandirian
masyarakat. Dalam konteks tersebut, mengikutsertakan masyarakat melalui pemberdayaan
kelompok masyarakat merupakan cara untuk menggerakkan perekonomian yang didudukkan
sebagai salah satu strategi yang potensial dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat
(Hikmat, 2001).
Tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir melalui pelaksanaan kegiatan budi daya adaptif yang
dilakukan oleh masyarakat pesisir adalah untuk membuat sistem ketahanan lingkungan dari
pemanfaatan lahan yang ada akibat alih fungsi lahan oleh fenomena perubahan iklim global.
Perubahan iklim global yang telah terjadi selama bertahun-tahun telah memberikan
peringatan bagi manusia untuk lebih peduli terhadap lingkungan tanpa harus selalu
mengeksplorasi sumber daya yang terkandung di dalamnya. Dampak perubahan iklim juga
menjadi suatu jawaban bahwa bumi yang kita tinggali selama ini telah terjadi kondisi abnormal
yang apabila dibiarkan secara terus-menerus akan mengalami kerusakan yang parah.
Kerusakan yang terjadi di bumi akan menjadi gambaran bahwa tingkat daya dukung
lingkungan yang terus menerus akan sangat sulit untuk dikendalikan apabila tidak ada
kesadaran dalam diri masing-masing individu.
40
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
sumber daya laut secara berkelanjutan. Ini termasuk regulasi yang ketat terkait dengan lokasi
dan teknik budidaya, pemantauan lingkungan, pengelolaan limbah, dan pendekatan
kolaboratif dengan masyarakat lokal.
Pertama, izin dan regulasi diperlukan untuk melakukan kegiatan budidaya laut di wilayah
pesisir. Lokasi yang tepat harus dipilih untuk memastikan pertumbuhan optimal tanaman atau
hewan laut tanpa mengganggu ekosistem alami. Pemantauan lingkungan yang konstan
dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan budidaya tidak merusak ekosistem pesisir.
Selain itu, manajemen limbah menjadi hal penting dalam budidaya laut. Pengelolaan limbah
dari kegiatan budidaya harus diatur dengan ketat untuk mencegah pencemaran lingkungan
dan mempertahankan kualitas air di sekitar lokasi budidaya.
Keterlibatan masyarakat lokal juga menjadi bagian penting dalam pengelolaan wilayah pesisir
untuk budidaya laut. Pendekatan kolaboratif dengan melibatkan pengetahuan lokal dalam
pengelolaan dan pengawasan budidaya dapat memperkuat praktek-praktek yang
berkelanjutan dan mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat. Dengan
pendekatan yang komprehensif, termasuk regulasi yang ketat, pemantauan lingkungan,
manajemen limbah, dan keterlibatan masyarakat lokal, pengelolaan wilayah pesisir dalam
bidang budidaya laut dapat dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem pesisir.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Bidang Budidaya Laut juga harus memperhatikan beberapa
aspek penting berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, yaitu:
1. Pemanfaatan Ruang Laut
- Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Lokal: melibatkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang laut untuk perikanan tangkap, perikanan budidaya menetap,
pergaraman, wisata bahari, dan permukiman di atas air.
- Kawasan Konservasi di Laut: dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kelautan.
2. Pengawasan Penataan Ruang:
- Lingkup Pengawasan Penataan Ruang: dilaksanakan secara terpadu oleh
Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan, dan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan terkait lainnya.
41
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
42
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Manfaat Program PPT dapat diperoleh berbagai tingkat pemerintahan mulai dari tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, serta Desa, baik secara bersamaan atau terpisah.
Pelaksanaan program PPT yang konsisten sesuai dengan tujuan nasional dan daerah, akan
memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang ikut berperan serta. Pelestarian atau
rehabilitasi terumbu karang bisa meningkatkan ketersediaan sumberdaya ikan terutama yang
bernilai ekonomis penting, serta mempunyai nilai tambah terhadap jasa lingkungannya seperti
tempat lokasi wisata bahari. Adapun manfaat lainnya yaitu:
a. Besarnya manfaat PPT tergantung pada pandangan, persepsi, penilaian dan tujuan yang
dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir. Ada
beberapa manfaat keikutsertaan masyarakat di dalam program PPT yang perlu
dipertimbangkan, antara lain untuk: Keberlanjutan sumber daya pesisir, seperti sumber
daya ikan, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
b. Menghindari pencemaran dan melindungi kesehatan masyarakat.
c. Meningkatkan manfaat ekonomi yang diperoleh dari jasa lingkungan laut (pariwisata,
energi non-konvensional, dan industri maritim).
d. Mengembangkan bio-teknologi sumberdaya pesisir untuk produk farmasi, kosmetika,
succulent, dan sebagainya.
e. Mengembangkan sistem perekonomian yang berbasis pada masyarakat.
f. Mengembangkan kearifan lokal bagi kelestarian ekosistem.
Menurut PP No 32 Tahun 2019 tentang Tata Ruang Laut, alokasi ruang dalam RZWP3K
adalah sebagai berikut:
1) Sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil;
2) Acuan dalam pemanfaatan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil
untuk berbagai kegiatan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat serta kegiatan
pelestarian lingkungan di WP-3-K;
43
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
3) Alokasi ruang untuk berbagai kegiatan terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian
lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang pengembangannya diprioritaskan
bagi kepentingan nasional;
4) Acuan untuk mewujudkan keseimbangan dan keserasian pembangunan di WP3K;
5) Sebagai dasar atau acuan dalam pemberian perizinan lokasi kegiatan di perairan laut
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
6) Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan RPWP-3-K;
7) Menjamin kekuatan hukum ruang perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil;
8) Acuan dalam rujukan konflik di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil;
9) Acuan lokasi investasi di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil;
10) Acuan dalam administrasi pemanfaatan di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau
kecil.
Klasifikasi kawasan, zona dan sub-zona dan/atau pemanfaatannya adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Pemanfaatan Umum
a. Zona Pariwisata dengan sub zona meliputi Wisata selam (snorkeling, scuba
diving, hookah), Rekreasi air (mandi, renang, polo, kano, photography), Rekreasi
pantai (berjemur, olahraga pantai), Cruising, Yachting dan Sailing (Berlayar),
Fishing (Wisata Memancing), Surfing (Berselancar), Pengamatan Hewan Laut,
Pengamatan Terumbu Karang, Olahraga air (jetski, parasailing, banana boat, dll),
Fasilitas pariwisata (akomodasi, tambat perahu/boat, restoran/rumah makan
terapung, seluncur air, dll).
b. Zona Pemukiman dengan sub zona meliputi Permukiman Nelayan dan
Permukiman Non Nelayan.
c. Pelabuhan dengan sub zona meliputi Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp), Wilayah Kerja dan Wilayah
Pengoperasian Pelabuhan Perikanan.
d. Pertanian dengan sub zona meliputi Pertanian lahan basah, Pertanian lahan
kering, Hortikultura.
e. Hutan dengan sub zona meliputi Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap,
Hutan Produksi yang dapat Dikonversi.
f. Pertambangan dengan sub zona meliputi Mineral, Batubara, Minyak Bumi, Gas
Bumi, Panas Bumi, Air tanah di kawasan pertambangan, Air laut, Garam.
g. Perikanan Budidaya dengan sub zona meliputi budidaya kerapu, udang, rumput
laut, kerang dan mutiara.
h. Perikanan Tangkap dengan sub zona meliputi pelagis dan demersal.
44
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
i. Industri dengan zub zona meliputi Industri pengolahan ikan, Industri maritim,
Industri manufaktur, Industri minyak dan gas bumi, Industri garam, Industri
biofarmakologi, Industri bioteknologi.
j. Fasilitas Umum dengan sub zona meliputi pendidikan, olahraga dan rekreasi,
keagamaan, kesenian, kesehatan dan infrastruktur.
2. Kawasan Konservasi (mengacu pada UU No. 27/2007)
a. Inti, pemanfaatannya meliputi:
- perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan serta alur migrasi biota laut;
- perlindungan ekosistem pesisir unik dan/atau rentan terhadap perubahan;
- perlindungan situs budaya atau adat tradisional;
- penelitian dan atau pendidikan.
b. Pemanfaatan Terbatas
- perlindungan habitat dan populasi ikan
- pariwisata dan rekreasi
- penelitian dan pengembangan
- pendidikan
c. Lain sesuai peruntukan kawasan (zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan),
pemanfaatannya antara lain untuk rehabilitas dan perlindungan.
3. Kawasan strategis nasional tertentu, memperhatikan kriteria:
- Batas maritim kedaulatan negara;
- Kawasan secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara;
- Situs warisan dunia;
- Pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik
dan langka.
Kawasan strategis nasional tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat
dijabarkan ke dalam zona dan sub zona atau pemanfaatan sesuai dengan ketentuan
pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, dan
alur laut.
4. Alur
a. Alur Pipa dan Kabel meliputi kabel listrik, pipa air bersih, kabel telekomunikasi,
pipa minyak dan gas.
b. Alur Pelayaran meliputi pelayaran internasional, pelayaran nasional, pelayaran
regional, pelayaran lokal dan pelayaran khusus (wisata, tambang dll).
c. Alur Migrasi Biota meliputi migrasi ikan tertentu (tuna, sidat dll), migrasi penyu,
migrasi mamalia laut (paus, lumba-lumba, dugong).
45
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Penentuan alokasi rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan
pertimbangan sejumlah analisis. Analisis tersebut akan memperkuat keputusan mengenai
penetapan kawasan zona dan sub-zona berdasarkan kesesuaian alokasi ruang, jenis-jenis
analisis tersebut antara lain:
a. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan ini bertujuan untuk menyesuaikan perencanaan yang dibuat dengan
kebijakan pembangunan nasional dan daerah agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.
Analisis kebijakan digunakan untuk melihat kedudukan wilayah perencanaan terhadap
kebijakan penataan ruang meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kab/Kota serta analisis kebijakan
pembangunan, meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN),
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi/Kab/Kota, Rencana
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) Provinsi/Kab/Kota, dan
kebijakan pembangunan nasional dan daerah lainnya.
b. Analisis Daya Dukung Lingkungan
Analisis daya dukung meliputi daya dukung fisik dan ekologis wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil serta limitasi terhadap aspek-aspek daya dukung wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil bagi suatu kegiatan pemanfaatan. Analisis daya dukung wilayah pada
prinsipnya merupakan penilaian yang didasarkan pada tujuan utama pengelolaan wilayah
untuk meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang bertumpu pada upaya pemanfaatan berkelanjutan, sehingga lingkup dan
batasannya disesuaikan dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Analisis
daya dukung dilakukan dengan pertimbangan/kriteria pokok yaitu kriteria ekologi, kriteria
sosial budaya dan kriteria ekonomi.
c. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Analisis pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi pemanfaatan
eksisting, kecenderungannya serta prospek pengembangannya menurut sektor-sektor
potensial. Analisis ini dilakukan untuk mendeteksi distribusi pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah berjalan hingga saat ini.
d. Analisis keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil
Analisis keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil menguraikan hubungan antar kegiatan pemanfaatan dalam wilayah perencanan
untuk melihat harmonisasi antar kegiatan pemanfaatan. Keterkaitan antar kegiatan
dibuatkan matriks yang menggambarkan suatu kegiatan yang berdampak positif terhadap
kegiatan lain, kegiatan yang berdampak negatif terhadap kegiatan lain, kegiatan yang
46
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
mengancam kegiatan lain, kegiatan yang saling memberi dampak positif satu sama
lainnya dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan konflik dengan kegiatan lain.
e. Analisis Isu-Isu pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Analisis Isu-Isu pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
meliputi isu-isu ekologis, sosial budaya, ekonomi dan kelembagaan.
f. Analisis kapasitas eksisting dan kebutuhan pengembangan prasarana utama dan
prasarana lainnya
Peranan wilayah pesisir dan laut dalam konteks pengembangan transportasi laut yaitu
menyediakan ruang bagi pembangunan pelabuhan beserta fasilitas dan penunjang
operasional pelabuhan serta menyediakan ruang bagi alur pelayaran. Secara prinsip,
penggunaan laut sebagai penyedia sarana transportasi bertujuan untuk mendorong gerak
pembangunan, penyerapan tenaga kerja dan sekaligus membantu mengendalikan
pencemaran lingkungan pesisir.
g. Analisis Pemangku Kepentingan dan Kelembagaan
Analisis pemangku kepentingan dan kelembagaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil baik kelembagaan pemerintah maupun kelembagaan masyarakat yang
disertai dengan analisis kapasitas dan kebutuhan pengembangannya
h. Analisis rencana pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi target
perencanaan, pemilihan alternatif kegiatan kawasan/zona dan rencana pencapaian target
kegiatan pada kawasan/zona.
4.4 Latihan
1. Mengapa ekosistem wilayah pesisir sangat penting?
A. Karena hanya memiliki sedikit spesies
B. Karena tidak memberikan manfaat ekonomi
C. Karena tidak ada isu lingkungan di wilayah pesisir
D. Karena memberikan pelayanan terhadap keseimbangan lingkungan
2. Apa tujuan utama dari pengelolaan sumber daya alam pesisir?
3. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah pesisir?
4.5 Rangkuman
Wilayah pesisir adalah daerah di mana daratan bertemu dengan laut, dan ekosistemnya
memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Profil wilayah
pesisir digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu terkait pengelolaan sumber daya pesisir
secara rinci. Pengelolaan sumber daya alam pesisir adalah usaha untuk melestarikan
keanekaragaman hayati dalam tingkat genetik, species, dan ekosistem, sambil memastikan
kesejahteraan masyarakat dan berkelanjutan.
47
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Wilayah pesisir memiliki potensi ekonomi tinggi, tetapi juga menghadapi ancaman terhadap
keberlanjutan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan khusus untuk menjaga keberlanjutan
wilayah pesisir ini. Wilayah pesisir memiliki peran penting dalam perencanaan dan
pengelolaan, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, perlindungan
lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Indonesia
mengatur pengelolaan wilayah pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
melibatkan banyak tantangan seperti penanggulangan kemiskinan, peningkatan aktivitas
ekonomi, dan pengendalian masalah lingkungan hidup.
Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) adalah alat perencanaan
yang digunakan untuk menentukan penggunaan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil. Analisis yang menyertai perencanaan ini melibatkan berbagai aspek, termasuk
kebijakan, daya dukung lingkungan, pemanfaatan sumber daya, keterkaitan antar kegiatan,
isu-isu berkelanjutan, kapasitas prasarana, pemangku kepentingan, dan kelembagaan.
RZWP3K penting dalam memastikan bahwa pengembangan wilayah pesisir dilakukan
dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk keberlanjutan lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat.
48
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
MATERI POKOK 5
PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR
Wilayah pesisir dan lautan dari konsep wilayah bisa termasuk dalam wilayah homogen,
wilayah nodal, wilayah administrasi dan wilayah perencanaan. Sebagai wilayah homogen,
wilayah pesisir merupakan wilayah sentra produksi ikan, namun bisa juga dikatakan sebagai
wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya tergolong di bawah garis kemiskinan.
Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali dianggap sebagai wilayah belakang dengan
wilayah perkotaan sebagai intinya, bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai
halaman belakang yang merupakan tempat pembuangan segala macam limbah. Sehubung
dengan fungsinya sebagai wilayah belakang, maka wilayah pesisir merupakan penyedia input
(pasar input) bagi ini dan pasar bagi barang-barang jadi (output) dari inti. Sebagai wilayah
administrasi, wilayah pesisir juga dapat berupa wilayah yang relatif kecil dari kecamatan atau
desa, namun juga dapat berupa kabupaten/kota dalam bentuk pulau kecil. Sedangkan
sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan oleh ekologis sehingga
melewati batas-batas satuan wilayah administratif. Terganggunya keseimbangan biofisik-
ekologis dalam wilayah ini akan berdampak negatif yang tidak hanya dirasakan oleh daerah
tersebut tapi juga daerah sekitarnya yang merupakan kesatuan wilayah sistem (kawasan).
Oleh karena itu, dalam pembangunan dan pengembangan wilayah diperlukan suatu
perencanaan terpadu yang tidak menutup kemungkinan adalah lintas batas administratif
(Budiharsono, 2001).
Kawasan pesisir yang memiliki posisi strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumber
daya ekonomi disebut memiliki nilai lokasi (locational rent) yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan
pesisir, selain ditentukan oleh nilai lokasi, setidaknya juga mengandung tiga unsur economic
rent lainnya, yakni: ricardian rent, environmental rent, dan social rent. Ricardian rent adalah
nilai berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumber daya yang dimiliki untuk berbagai
penggunaan aktivitas ekonomi, seperti kesesuaiannya untuk berbagai aktivitas budidaya
(tambak), kesesuaian fisik untuk pengembangan pelabuhan, dan sebagainya. Environmental
rent kawasan-kawasan pesisir adalah nilai atau fungsi kawasan yang didasarkan atas
fungsinya di dalam keseimbangan lingkungan, sedangkan social rent menyangkut manfaat
kawasan untuk berbagai fungsi sosial. Berbagai nilai-nilai budaya masyarakat banyak yang
49
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
50
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Pengelolaan pembangunan wilayah sangat terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam
yang ada di wilayah tersebut. Pengelolaan sumber daya alam yang baik dapat memberikan
kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya alam yang tidak baik
berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar dalam
pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut di
dalam suatu wilayah untuk dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia dna
tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam. Tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir
adalah (1) pendayagunaan potensi pesisir dan lautan untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pengelolaan dan pengembangan
pesisir dan dapat bermanfaat bagi perekonomian daerah, (2) adanya keseimbangan antara
pemanfaatan ekonomi dan ekosistem wilayah pesisir dalam mendukung kelestarian sumber
daya pesisir dan lautan khususnya. Konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu dapat
memberikan ruang lingkup antar sektor yang ada di wilayah pesisir untuk bersinergi secara
total guna memanfaatkan wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan.
51
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Konsepsi pengembangan wilayah dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan selalu
terdapat isu-isu yang lebih menonjol tergantung dari kondisi wilayah pesisir bersangkutan.
Pendekatan-pendekatan ini meliputi:
1. Pendekatan ekologis, menekankan pada tinjauan ruang wilayah sebagai kesatuan
ekosistem. Pendekatan ini sangat efektif untuk mengkaji dampak suatu pembangunan
secara ekologis, akan tetapi kecenderungan mengesampingkan dimensi sosial,
ekonomis dan politis dari ruang wilayah.
2. Pendekatan fungsional/ekonomi, menekankan pada ruang wilayah sebagai wadah
fungsional berbagai kegiatan, dimana faktor jarak atau lokasi menjadi penting.
3. Pendekatan sosio-politik, menekankan pada aspek “penguasaan” wilayah. Pendekatan
ini melihat wilayah tidak saja dilihat dari berbagai sarana produksi namun juga sebagai
sarana untuk mengakumulasikan kekuatan. Konflik-konflik yang terjadi dilihat sebagai
konflik yang terjadi antar kelompok. Pendekatan ini juga melihat wilayah sebagai teritorial,
yakni mengaitkan ruang-ruang bagian wilayah tertentu dengan satuan-satuan organisasi
tertentu.
4. Pendekatan behavioral dan kultural, menekankan pada keterkaitan antara wilayah
dengan manusia dan masyarakat yang menghuni atau memanfaatkan ruang wilayah
tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia dan
masyarakat dalam pengembangan wilayah. Pendekatan ini melihat aspek-aspek norma,
kultur, psikologi masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsepsi wilayah yang
berbeda.
Instrumen hukum dan peraturan mempunyai konsep atau ide dasar adanya hukum dan
peraturan beserta penegakannya. Instrumen ini antara lain berupa hukum dan peraturan-
peraturan seperti ijin lokasi, ijin bangunan, AMDAL dan sebagainya. Instrumen ekonomi
mempunyai konsep atau ide dasar adanya pengaruh ekonomi pasar yang sangat signifikan
terhadap pengembangan wilayah. Contoh dari penerapan instrumen ini adalah adanya
52
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
penerapan pajak, retribusi serta insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang. Instrumen program dan proyek khususnya yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah didasari atas konsep atau ide dasar pada kebutuhan-kebutuhan dasar dan
kepentingan masyarakat luas. Penerapan instrumen ini seperti pembangunan sarana dan
prasarana wilayah dan sejenisnya. Instrumen alternatif berdasarkan konsep atau ide dasar
adanya pemberdayaan masyarakat dari kemitraan. Contoh-contoh dari penerapan instrumen
ini antara lain meliputi pelatihan, pendidikan, partisipasi masyarakat, adanya proyek-proyek
percontohan, penghargaan kepada pelaku masyarakat dan swasta atau pelaku
pembangunan lainnya.
5.2 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan ekologis dalam pengembangan wilayah
pesisir?
2. Apa yang dimaksud dengan ricardian rent dalam konteks pengembangan wilayah
pesisir?
3. Mengapa wilayah pesisir dianggap memiliki nilai lokasi yang tinggi?
A. Karena memiliki ekosistem yang buruk
B. Karena jauh dari akses transportasi
C. Karena memiliki iklim yang panas
D. Karena strategis dalam alokasi sumber daya ekonomi
5.3 Rangkuman
Terdapat berbagai pendekatan dalam pengembangan wilayah pesisir, peran penting nilai
lokasi, dan instrumen yang dapat digunakan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Pendekatan
dalam pengembangan wilayah pesisir diantaranya secara ekologis, fungsional atau ekonomi,
sosio-politik, dan behavioral atau kultural, yang dapat digunakan untuk memahami wilayah
pesisir dengan berbagai sudut pandang. Peran nilai lokasi dalam menentukan nilai ekonomi
dan sosial suatu wilayah pesisir mencakup ricardian rent, environmental rent, dan social rent.
Semua pendekatan dan instrumen yang telah dijabarkan di atas memiliki peran penting dalam
pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir, dan pemilihan pendekatan serta instrumen
53
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
yang tepat sangat tergantung pada kondisi dan tujuan wilayah pesisir yang bersangkutan.
Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir, penting untuk mempertimbangkan aspek ekologi,
ekonomi, sosial, dan budaya guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan menjaga
keberlanjutan ekosistem pesisir.
54
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
PENUTUP
A. Simpulan
Pesisir adalah wilayah perairan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh aktivitas dari
kedua sisi, dengan karakteristik unik seperti topografi yang mudah dikembangkan, akses
yang baik, dan kekayaan sumber daya alam yang tinggi. Wilayah ini mencakup beragam
ekosistem seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, dan lainnya, serta
dipengaruhi oleh proses alam seperti sirkulasi massa air dan sedimentasi. Masyarakat
pesisir cenderung bergantung pada perikanan, tetapi rentan terhadap fluktuasi ekonomi.
Penentuan batas wilayah pesisir didasarkan pada garis pantai, batas administratif, dan
karakteristik ekologis. Indonesia memiliki potensi besar di wilayah pesisir, tetapi
menghadapi masalah seperti konflik pemanfaatan dan sosial ekonomi, sehingga
perlindungan, pengelolaan, dan pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir sangat
penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakatnya.
Potensi sumber daya pesisir Indonesia sangatlah besar, termasuk yang bisa diperbaharui
dan yang tidak. Namun, pengelolaan yang kurang efisien, peraturan yang tidak selaras,
dan konflik antarlembaga menjadi masalah. Pembangunan berkelanjutan diperlukan
untuk menjaga ekosistem pesisir yang rentan. Masalah meliputi kelembagaan,
kemiskinan, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan seperti polusi dan pengrusakan
habitat. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir, perubahan
dalam cara kita melakukan pembangunan dan kolaborasi sangatlah diperlukan.
55
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Wilayah pesisir penting karena berisi ekosistem seperti hutan mangrove, padang lamun,
dan terumbu karang. Hutan mangrove toleran terhadap garam, melindungi pantai, dan
memberikan manfaat ekonomis. Padang lamun memelihara kualitas air, dan mendukung
berbagai biota laut. Terumbu karang adalah benteng alami yang melindungi pantai dan
menarik pariwisata. Pengelolaannya memerlukan partisipasi masyarakat dan kebijakan
berkelanjutan.
B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas lanjutan untuk
dapat memahami detail dalam tata kelola dan ruang lingkup bidang sumber daya air dan
ketentuan Pelatihan Integrated Coastal Lowland Development pendukung terkait lainnya,
sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai pelatihan yang
dilaksanakan.
Diharapkan setelah memperoleh pembelajaran dari modul ini Peserta dapat melakukan
pengayaan dengan materi yang berkaitan dengan kawasan pesisir, dan juga perlu
dipelajari tentang pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.
56
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
57
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
EVALUASI FORMATIF
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pembahasan modul Gambaran
Umum Wilayah Pesisir di Indonesia pada Pelatihan Integrated Coastal Lowland Development.
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta pelatihan
terhadap materi yang disampaikan dalam modul.
A. Soal
Anda diminta untuk memilih salah satu jawaban yang benar dari pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini!
58
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
59
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
11. Apa yang menjadi dasar atau acuan dalam pembuatan RZWP3K?
A. Peraturan tentang pemilihan umum
B. Kebijakan penataan ruang, daya dukung lingkungan, dan lainnya.
C. Acuan pada peta topografi
D. Nilai-nilai budaya masyarakat pesisir
12. Apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT)?
A. Proses pengelolaan sumber daya alam pesisir yang mengintegrasikan
berbagai pihak dan aspek
B. Proses pengelolaan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi
C. Suatu proses pengelolaan yang hanya dilakukan oleh pemerintah pusat
D. Suatu proses pengelolaan sumber daya pesisir yang tidak memperhatikan
ekosistem laut
13. Mengapa pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan secara tradisional dihargai?
A. Karena pengelolaan tradisional melibatkan pengetahuan lokal dan kearifan
masyarakat
B. Karena pengelolaan tradisional tidak memerlukan pengetahuan lokal
C. Karena pengelolaan tradisional tidak efektif
D. Karena pengelolaan tradisional tidak berdampak pada lingkungan
14. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan berkelanjutan dalam konteks wilayah
pesisir?
A. Pengelolaan yang hanya memperhatikan aspek ekonomi
B. Pengelolaan yang merusak ekosistem pesisir
C. Pengelolaan yang menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan
D. Pengelolaan yang hanya fokus pada aspek lingkungan
15. Mengapa analisis dampak lingkungan sangat penting dalam pengelolaan wilayah
pesisir?
A. Karena analisis dampak lingkungan membantu mengidentifikasi dan
mengurangi dampak negatif kegiatan manusia
B. Karena analisis dampak lingkungan tidak relevan
C. Karena analisis dampak lingkungan hanya melibatkan ilmuwan
D. Karena analisis dampak lingkungan hanya berfokus pada aspek ekonomi
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang
dipaparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut:
60
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat menjabarkan
gambaran umum wilayah pesisir di Indonesia. Proses berbagi dan diskusi dalam kelas
dapat menjadi pengayaan akan materi gambaran umum wilayah pesisir dengan
perkembangan terkini.
61
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
GLOSARIUM
Akuifer : Lapisan yang terdapat di bawah tanah yang mengandung air dan
dapat mengalirkan air.
62
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
KUNCI JAWABAN
Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kunci dari setiap butir pertanyaan yang
terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan maksud agar peserta pelatihan
dapat mengukur kemampuan diri sendiri.
Adapun kunci jawaban dari latihan-latihan dalam materi pokok adalah sebagai berikut:
1. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh
aktivitas dari kedua ekosistem ini.
2. Wilayah pesisir penting karena memiliki ekosistem yang produktif, kekayaan sumber
daya alam, serta nilai sosial dan ekonomi yang tinggi.
3. Karakteristik biofisik wilayah pesisir meliputi morfologi dasar laut, oseanografi fisik,
serta beragam ekosistem seperti terumbu karang dan hutan mangrove.
1. Permasalahan yang terjadi di wilayah pantai mencakup erosi, abrasi, intrusi air asin,
pencemaran, kerusakan hutan bakau, dan kerusakan terumbu karang.
2. Perlindungan pantai secara alami cocok untuk kerusakan ringan atau sedang,
sementara perlindungan buatan lebih efektif ketika kerusakan sudah parah dan pantai
berdekatan dengan fasilitas penting.
3. Abrasi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh ombak dan arus laut yang dapat
merusak garis pantai.
1. D
2. Melestarikan keanekaragaman hayati.
3. Tantangan meliputi penanggulangan kemiskinan, peningkatan aktivitas ekonomi, dan
pengendalian masalah lingkungan hidup yang saling berkaitan dalam pembangunan
wilayah pesisir.
63
Modul 04. Gambaran Umum Wilayah Pesisir di Indonesia
Evaluasi Formatif
1. C
2. D
3. A
4. B
5. A
6. C
7. C
8. D
9. C
10. C
11. B
12. A
13. A
14. C
15. A
64