Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., atas berkat Rahmat dan RidhoNya
jualah kami dapat menyusun modul
modul kuliah ANALISIS STRUKTUR I ini
Modul Kuliah ini disusun dengan t ujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari
mata kuliah ini. Dalam modul ini disusun materi berdasarkan SAP dan GBPP untuk kegiatan
perkuliahan selama satu semester. Adanya modul ini merupakan upaya dalam menyediakan bahan
yang digunakan untuk pembaharuan media dan metode pembelajaran untuk menyempurnakan proses
belajar mengajar pada paket mata kuliah Analisis Struktur di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Unsri.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan moril dan materil
materil dalam menyelesaikan
menyelesaikan modul ini. Semoga bantuan
bantuan yang
diberikan dapat bermanfaat seiiring dengan
dengan dimanfaatkannya
dimanfaatkannya modul ini untuk kepentingan
Mahasiswa.
Kami pun berpesan khusus kepada para mahasiswa yang menggunakan modul ini. Materi
Analisis Struktur I dalam modul ini hanya
hanya merupakan rangkuman
rangkuman yang telah dicoba untuk disusun
secara terstruktur berdasarkan kurikulum yang ada. Lebih jauh mengenai konsep dan latihan-latihan
soal yang lebih lengkap dapat dirujuk dari buku-buku lain yang berhubungan khususnya yang kami
tulis dalam daftar pustaka. Sekali lagi, alah bisa karena biasa, mungkin dapat menjadi pesan singkat
bagi para mahasiswa bahwa materi Analisis Struktur dapat difahami dengan baik dengan rajin
mengerjakan latihan soal-soal.
Terakhir, tak ada gading yang tak retak, modul kuliah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik, saran ataupun masukan lain demi kesempurnaan bahan
kuliah ini nantinya.
Penulis
Analisis Struktur I ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan........................................................... ............................................................... 1
1.2. Diagram Defleksi dan Kurva Elastik ................................................................. ................... 1
1.3. Persamaan Differensial Defleksi Balok ............................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan........................................................... ............................................................... 1
1.2. Diagram Defleksi dan Kurva Elastik ................................................................. ................... 1
1.3. Persamaan Differensial Defleksi Balok ............................................................................... 2
BAB VII ANALISIS STRUKTUR STATIS TAK TENTU DENGAN METODE GAYA
7.1. Metode Gaya .................................................................. .................................................... 37
7.2. Hukum Defleksi Timbal Balik ............................................................ .............................. 37
7.3. Analisis Metode
Metode Gaya pada Balok .................................................................. ................... 43
7.4. Analisis Metode Gaya pada Frame .................................................................................... 48
Analisis Struktur I iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Perhitungan deformasi pada sistem struktur ditujukan untuk dua hal yaitu:
1. Untuk kebutuhan kelayanan struktur ( serviceability)
2. Pada benda statis dan deformable, sistem struktur paling banyak berbentuk statis tertentu, dimana untuk
menganalisisnya menggunakan persamaan keseimbangan dan diagram benda bebas ( free body
diagram). Disamping itu terdapat pula struktur statis tak tentu yang memiliki metodologi solusi yang
berbeda.
Pada struktur-struktur berikut yang akan dianalisis dengan asumsi bahwa material tersebut memiliki RESPON
LINIER ELASTIK terhadap beban yang diterimanya.
Analisis Struktur I 1
Artinya, pada kondisi tersebut, suatu struktur yang menerima beban dan berdefleksi akan kembali pada kondisi
awalnya (tidak berdefleksi) jika tidak dibebani lagi.
Pada dasarnya defleksi yang terjadi pada strukur disebabkan oleh GAYA DALAM berupa gaya normal, gaya
geser ataupun momen lentur .
Pada balok dan rangka kaku defleksi terbesar seringkali disebabkan oleh momen lentur dalam ( internal
bending) sedangkan gaya aksial dalam menyebabkan defleksi pada rangka batang ( truss).
y,v
A B x
v
θ
D ∆s E
ρ ∆θ −y
∆u
R S
D E ∆θ ∆x
(a) (b)
Dari geometri pada gambar 1.2. dapat dibentuk persamaan sebagai berikut :
Dari gambar (a) :
∆s = ρ∆θ (1.1)
Kurvaturnya didefinisikan :
∆θ d θ
κ =1/ ρ = Lt = (1.2)
∆s →0 ∆s ds
Dari gambar (b) :
∆u = -y∆θ (1.3)
Tanda negatif dikarenakan oleh perpanjangan terjadi pada y negatif. Bila kedua sisi dibagi dengan ∆s, maka:
Analisis Struktur I 2
∆u ∆θ du d θ
Lt = − y Lt --------------- = − y (1.4)
∆s →0 ∆s ∆s →0 ∆s ds ds
Karena du/ds adalah regangan aksial pada searah pada jarak y dari garis netral, maka:
du
= ε (1.5)
ds
Dari persamaan (1.2) dan (1.5), diperoleh :
1 ε
= κ = − (1.6)
ρ y
σ My
Karena : ε = dan σ = − , dan disubstitusi ke atas , menjadi :
E I
1 M
= (1.7)
ρ EI
1 d θ
atau dari pers. (1.2) diperoleh: = , sehingga:
ρ ds
M
d θ = dx (1.8)
EI
Analisa geometrik menghasilkan definisi lain mengenai kurvatur, yaitu:
1 d 2 v / dx 2
= (1.9)
ρ (1 + dv / dx ) 3
Untuk asumsi defleksi yang kecil, dv/dx << 1. Sehingga penyebut pada sisi kanan sama dengan 1, sehingga :
2
d v M
2
= (1.11)
dx EI
1
Kurvatur ( ) adalah turunan kedua perpindahan terhadap ar ah lateralnya.
ρ
Analisis Struktur I 3
BAB.II METODE BALOK PADANAN (CONJUGATE BEAM )
Metoda ini adalah metoda yang sangat serbaguna. Diketahui bahwa hubungan antara momen lentur, gaya geser
dan beban adalah:
d 2 M dV
= = − q( x) (2.1)
dx 2 dx
Sedangkan dari pers (1.11) pada Bab I diketahui :
2
d v d θ M
2
= = (2.2)
dx dx EI
dimana:
M : Momen
V : Geser/lintang
q(x) : beban
v : perpindahan/lendutan/displacement
θ : slope/rotasi
EI : kekakuan lentur
M
Jika adalah beban pada suatu balok maya (fiktif) atau disebut sebagai balok padanan ( conjugate beam),
EI
maka gaya geser & momen yang dihasilkannya adalah identik dengan slope/rotasi dan defleksi dari balok yang
sebenarnya. (Gambar 2.1)
q(x)
A B
A B
M/EI
L L
Slope/rotasi θ pada suatu titik di balok yang sebenarnya adalah identik dengan geser V’ pada titik yang
sama pada Conjugate beam.
θ = V’ (2.4)
Analisis Struktur I 4
2. Gambarkan balok fiktif/maya atau disebut sebgai conjugate beam, dengan panjang yang sama dengan
balok yang sebenarnya. Kondisi internal & eksternal kontinuitas serta tumpuan dibuat sama seperti
M
balok sebenarnya sesuai dengan tabel 2.1. Sedangkan beban pada conjugate beam adalah diagram
EI
, dengan nilai M adalah momen pada langkah 1. Arah beban ini adalah ke arah serat tertekan. (seperti
gambar 2.1.b).
3. Analisis conjugate beam, yaitu mencari Reaksi Perletakan , nilai Momen dan Geser, bila perlu
gambarkan bidang momen & bidang gesernya.
4. Gunakan teorema 1 & 2 , persamaan (2.3) untuk mendapatkan nilai defleksi dan persamaan (2.4) untuk
mendapatkan nilai slope/rotasi.
Momen positif pada conjugate beam diartikan sebagai perpindahan/defleksi ke bawah (↓ ) pada balok yang
sebenarnya. sedangkan Gaya geser positif pada conjugate beam diartikan sebagai slope/rotasi yang bernilai
positif (searah jarum jam) pada balok sebenarnya,
Tabel 2.1 Hubungan antara balok sebenarnya dengan Conjugate Beam
Tumpuan atau Penghubung pada Balok Tumpuan atau Penghubung pada Conjugate
Sebenarnya Beam
Analisis Struktur I 5
Contoh 1. Defleksi pada balok kantilever
Hitung defleksi vertikal dan rotasi pada titik B dari balok
A B
L
Solusi:
M
1. Gambarkan bidang momen akibat beban, selanjutnya gambarkan diagram -nya.
EI
- PL -
A B
Bidang Momen
M/EI
PL/EI
A' B'
M
2. Gambarkan Conjugate Beam dengan sebagai beban. Kondisi jepit pada ujung A ubah menjadi
EI
bebas.kondisi bebas pada ujung B ubah menjadi jepit. Karena akibat beban pada serat bawah balok AB
M
mengalami tekan sepanjang AB, maka beban pada conjugate beam bekerja kearah bawah.
EI
PL/EI
B'
A'
L/3 2L/3
3. Selesaikan conjugate beam. Hitung gaya geser pada titik B untuk mendapatkan nilai θ B . Hitung
PL/EI
B'
A' MB'
Q = PL2/2EI
VB'
L/3 2L/3
1 PL
2
PL
= ( L ) =
2 EI 2 EI
Gunakan persamaan keseimbangan
Analisis Struktur I 6
PL 2 L
2 2
PL
∑ M B =0 − + M B = 0
2 EI 3
'
M B =
'
3 EI
PL2
sehingga ∆ B = ↓)
3 EI
2
PL2 PL
∑ Fy = 0 −
2 EI
+ V B ' = 0 V B =
'
2 EI
2
PL
sehingga θ B = (searah jarum jam)
2 EI
Catatan:
Momen positif diasumsikan sebagai defleksi pada balok sebenarnya dengan arah ke bawah. Gaya geser
positif diartikan sebagai rotasi pada balok sebenarnya yang searah jarum jam.
Analisis Struktur I 7
Contoh 2. Defleksi dan Rotasi pada balok sederhana tumpuan sendi rol
Hitung defleksi vertikal pada titik c dan rotasi pada titik A dan B dari balok sederhana 2 tumpuan berikut:
P ton
A C B
EI
Solusi:
M
1. Gambarkan bidang momen akibat beban, selanjutnya gambarkan diagram -nya.
EI
M = PL/4
M
2. Gambarkan Conjugate Beam dengan sebagai beban. Tumpuan Sendi Rol tidak berubah. Karena
EI
akibat beban pada balok sebenarnya menyebabkan terjadi momen positif dimana serat tekan sepanjang
M
AB berada diatas , maka beban pada conjugate beam bekerja kearah atas.
EI
Q = ½ (PL/4EI)L
A’ B’
ti
M = PL/4EI
V A’ VB’
Lm
3. Selesaikan conjugate beam. Hitung beban total akibat beban merata segitiga (Q) dan hitung reaksi
perletakan akibat beban Q yaitu :
Q = Resultan beban merata segitiga
1 PL
2
PL
= ( L ) =
2 4 EI 8 EI
Gunakan persamaan keseimbangan untuk mencari reaksi perletakan:
PL L
2
PL2
∑ M B =0 + + V A .L = 0
8 EI 2
'
V A = −
'
16 EI
↓)
2
PL
sehingga θ A =
16 EI
2 2
PL PL PL2
∑ Fy = 0 +
8 EI
−
16 EI
+ V B ' = 0 V B = −
'
16 EI
(↓ )
Analisis Struktur I 8
2
PL
sehingga θ B =
16 EI
Q = ½ (PL/4EI)L
A’ B’
M = PL/4EI
2
VB’ = (PL2/16EI)
V A’ = (PL /16EI)
Lm
A’
M’c
L/2 m
L L
∑ M C =0 + Q1 − V A' . + M 'C = 0
3 2
PL2 2 L PL
3
PL3
sehingga ∆ C = (↓ )
48 EI
∑ Fy = 0 + Q1 − V A' . + V 'C = 0
PL2 PL2
+ − . + V 'C = 0 V C = 0
'
16 EI 16 EI
sehingga θ C =0
Contoh 3 Defleksi dan Rotasi pada balok sederhana tumpuan sendi rol dengan bentuk beban merata
Selesaikan balok menganjur berikut ini dengan menghitung besarnya θB dan ∆C menggunakan metode
Conjugate Beam(Balok Padanan)!
Analisis Struktur I 9
q kN/m'
A C B
2EI
L/2 m L/2 m
Solusi:
1. Menghitung bidang momen.
q kN/m'
A C B
Q 2EI
V A VB
L/2 m L/2 m
Q = q . ½ L = ½ qL
ΣMA = 0 ΣFy = 0
-VB . L + Q . ¼ L = 0 VA + VB - Q = 0
VB = ¼ Q ( ↑ ) VA + 1/8 qL – ½ qL = 0
VB = 1/8 qL ( ↑ ) VA = 3/8 qL ( ↑ )
q kN/m'
A C B
Q 2EI
x1 = 0 ------- Mx1 = 0
2
x1 = L/4------ Mx1 = 1/16 qL
2
x1 = L/2 ------- Mx1 = 1/16 qL
x2 = 0 ------- Mx2 = 0
2
x2 = L/4------ Mx2 = 1/32 qL
2
x2 = L/2------ Mx2 = 1/16 ql
Mx1=(qL/8)x2
1/16 qL2
Mx1=(3qL/8)x1 - (q/2)x12
V A’
VB’
q(x2)= Mx2/2EI
q(x1)= Mx1/2EI
x1 x2
Berdasarkan tabel 2.1,maka tidak terdapat perubahan jenis tumpuan dari balok sebenarnya dengan
conjugate beam,seperti terlihat pada gambar diatas.
Mencari θA
Untuk mencari θA sama saja dengan mencari gaya V’ A , sehingga dapat digunakan persamaan
keseimbangan momen, ∑MB = 0
Perhatikan:
- Sistem koordinat x1, ke kanan dan jarak titik berat beban merata (q(x1)) dihitung dari titik B’ ke
arah kiri sama dengan (L-x1). (Karena kita menggunakan titik B sbg acuan perhit momen, ∑MB =
0)
- Sistem koordinat x2, ke kiri dan jarak titik berat beban merata (q(x2)) dihitung dari titik B’ ke arah
kiri sama dengan (x2)
∑ M B ' =0
L / 2 L / 2
L / 2 2 2 2 3 L / 2 2
3qL x1 3qLx1 qLx1 qx1 qLx2
V ' A . L = ∫ ( 16 EI − 16 EI
0
−
4 EI
+
4 EI
) dx1 + ∫ ( 16 EI )dx
0
2
L / 2 L / 2
2 3 3 4 3
3qL2 x1 3qLx1 qLx1 qx1 qLx2
. =
V ' A L − − + +
32 EI 48 EI 12 EI 16 EI 0 48 EI 0
3qL4 qL4 qL4 qL4 qL4
V ' A . L = − − + +
128 EI 128 EI 96 EI 256 EI 384 EI
qL4 18 − 6 − 8 + 3 + 2
. =
V ' A L ( )
EI 768
9qL3 3qL3 qL3
V ' A = = = 0.0117
768 EI 256 EI EI
3qL3 qL
3
V ' A = ------- θ A = = 0.0117 (arah putaran sudut searah jarum j am)
256 EI EI
Mencari C
Analisis Struktur I 11
C’
A’
V A’= 3qL4/256EI
x1
Perhatikan :
- sistem koordinat x1, ke kiri dan jarak titik berat beban merata (q(x1)) dihitung dari titik C’ ke arah
kiri, sehingga jarak titik berat (q(x1)) terhadap titik C’ adalah : (L/2 – x 1)
∑ M C ' =0
L / 2
L L
− V ' A . +
2 ∫
0
q( x1 ).( − x1 ).dx1 +M C ' = 0
2
3 L / 2 2
3qL L 3qLx1 qx1 L
−
256 EI 2
. + ∫
0
(
16 EI
− ).( − x1 ).dx1 + M 'C = 0
4 EI 2
4 L / 2 2 2 2 3
3qL 3qL x1 3qLx1 qLx1 qx1
−
512 EI
+ ∫ ( 32 EI − 16 EI
0
−
8 EI
+
4 EI
).dx1 + M 'C = 0
L / 2
2 3 3 4
3qL4 3qL2 x1 3qLx1 qLx1 qx1
− +( − − + ) + M 'C = 0
512 EI 64 EI 48 EI 24 EI 16 EI 0
3qL4 3qL4 qL4 qL4 qL4
− +( − − + ) + M 'C = 0
512 EI 256 EI 128 EI 192 EI 256 EI
qL4 − 9 + 18 − 12 − 8 + 6
( ) + M 'C = 0
EI
1536
5qL4
− + M 'C = 0
1536 EI
4 4 4
5qL 5qL qL
M 'C = ------- ∆ C = = 0.0033 (↓)
1536 EI 1536 EI EI
Latihan 2.1
1. Hitung besarnya defleksi dan rotasi pada titik B dan C akibat beban merata yang bekerja pada balok
berikut!
q kN/m’
A 2EI C
B EI
Lm Lm
Analisis Struktur I 12
2. Hitung lendutan pada titik C dan rotasi pada titik B akibat beban yang bekerja pada balok menganjur
berikut!
P kN
A B
C
EI EI
Lm Lm Lm
3. Hitung lendutan maksimum akibat beban yang bekerja pada balok sederhana berikut!
q kN/m’
B
2EI
Lm Lm
Analisis Struktur I 13
BAB III. METODE ENERGI
Dasar perhitungan Prinsip Energi adalah materi kuliah yang ada pada Mekanika Bahan, yaitu perhitungan
mengenai tegangan regangan. Hubungan regangan-perpindahan ( displacement ) dan karakteristik sifat-
sifat bahan. Konsep ini sangat penting dalam perhitungan yang berhubungan dengan energi seperti kerja
dan energi regangan. Hal ini kemudian dapat digunakan dalam perhitungan defleksi.
Pada metode yang bersifat semigrafik seperti metode sebelumnya, sangat efektif digunakan untuk
menentukan defleksi dan rotasi pada balok dengan pembebanan yang agak sederhana. Sedangkan untuk
yang agak rumit, dianjurkan untuk menggunakan metode yang berbasis energi.
Dasar dalam metode energi adalah Pr insip Kekekalan Energi yang menyatakan:
Kerja yang dihasilkan oleh beban luar pada suatu struktur,U e, akan diubah menjadi kerja
dalam atau energi regangan,U i, yang dapat terjadi bila struktur berdeformasi.
Untuk mengembangkan Metode Energi perlu dipelajari terlebih dahulu mengenai Kerja Luar dan Energi
Regangan yang disebabkan Gaya dan Momen.
P F=Px/∆
A
L
x
∆
∆
F
(a) (b)
Analisis Struktur I 8
Perhatikan gambar 3.1.
Akibat gaya F yang bekerja pada ujung batang, batang mengalami perpanjangan.
Gaya F bekerja berangsur-angsur dari nol sampai dengan batas nilai F=P, sehingga menghasilkan
perpanjangan batang sebesar ∆.
Bila batang bersifat linier elastic, maka :
P
F = x (3.4)
∆
Substitusi ke pers.(3.3)
∆ ∆
P P 2
U e = ∫ x.dx = 1 x
∆ 2∆
0 0
1
U e = P∆ (3.5)
2
Persamaan tersebut sama dengan Luas segitiga yang diarsir pada gambar 3.1.b.
Kesimpulan :
Bila suatu gaya bekerja secara berangsur-angsur pada suatu batang,dengan nilai yang meningkat dari nol
sampai dengan suatu nilai bernilai P, maka kerja yang dihasilkan adalah nilai rata-rata gaya tersebut (P/2)
dikali dengan perpindahan ( ∆).
A F
L
F'+P C
B
P D
∆
∆'
P
G E
A x
∆ ∆'
F'
(a) (b)
Analisis Struktur I 9
Kesimpulan:
Bila suatu gaya P bekerja pada suatu batang,yang diikuti oleh gaya F’, maka total kerja akibat
kedua gaya ditunjukkan oleh gambar segitiga ACE pad gambar 3.2.b. Luas segitiga ABG
menunjukkan kerja yang diakibatkan oleh P dan menyebabkan pepindahan sebesar ∆,luas segitiga
BCD menunjukkan kerja yang diakibatkan oleh F’ dan menyebabkan pepindahan sebesar
∆’.Selanjutnya luas pesegi BDEG menunjukkan tambahan kerja yang diakibatkan oleh P karena
adanya perpindahan sebesar ∆’akibat F’. Bila dianggap tambahan gaya F’ nilainya kecil, sehingga
bentuk trapesium BCDEG diidealisasikan sebagai segiempat BDEG saja, maka luas segitiga BCD
dapat diabaikan, sehingga nilai kerja sebesar ½ F’Δ’ ≈ 0
dθ
1
U e = M θ (3.9)
2
Bila ada momen yang sudah bekerja pada struktur, kemudian ada beban lain yang bekerja yang
menyebabkan rotasi sebesar θ’,kemudian M berotasi se besar θ’, maka kerja luar yang timbul adalah:
Analisis Struktur I 10
A
L
Gambar 3.4. Energi Regangan Dalam Akibat Gaya Aksial (ganti N dengan F)
Kerja luar akibat beban aksial (F) disimpan dalam batang dalam bentuk energi regangan linier.
Dari hukum Hooke diketahui:
σ = E .ε (3.11)
karena
F
σ = (3.12)
A
∆
ε = (3.13)
L
FL
∆= (3.14)
EA
F 2 . L
Maka U i = (3.15)
2 EA
q(x)
M M
B
A dθ
dx
X dx
L
(a) (b)
Bila dianggap balok dibebani beban seperti gambar 3.5, dimana beban P dan q bekerja secara berangsur-
angsur. Beban ini akan menimbuilkan momen dalam M, misalnya pada salah satu bagian/elemen balok
dx yang berjarak x dari tumpuan kiri. maka rotasi dari elemen x dapat diambil dari persamaan (1.8), yaitu
:
Analisis Struktur I 11
M
d θ = dx
EI
Bila persamaan (3.9) diterapkan pada elemen dx, maka energi regangan yang tersimpan adalah:
1 1 M
dU i = M .d θ = M .( dx )
2 2 EI
2
M
dU i = dx (3.16)
2 EI
Sehingga energi regangan total yang bekerja pada keseluruhan sistem struktur
L 2
M
U i =∫ dx (3.17)
0
2 EI
A B
L
Solusi:
1. Hitung kerja luar akibat beban P yang bekerja
Dari persamaan (3.5), diperoleh Kerja luar akibat beban P:
1
U e = P∆
2
2. Hitung energi regangan pada balok
Energi dalam pada balok harus dicari dari momen dalam akibat beban luar yang bekerja pada balok,
langkah-langkahnya:
- Hitung momen dalam akibat beban pada bentang AB
P
x
Analisis Struktur I 12
- Gunakan persamaan (3.17) untuk mendapatkan energi regangan
2
( − Px)
L L 2 2 3
M x 1 L P L
U i =∫ .dx = ∫ .dx =
2
P x
3
=
0
2 EI 0
2 EI 6 EI 0
6 EI
U e = U i
1 1 P 2 L3
P∆ =
2 6 EI
PL3
∆= ( )
3 EI
Walaupun terlihat sederhana, ternyata aplikasi metode ini hanya terbatas pada soal-soal tertentu saja,
dimana setiap perpindahan hanya dapat ditentukan dengan meletakkan gaya pada tempat tersebut. Atas
dasar inilah metode ini pada akhirnya dapat dikembangkan pada metode aplikasi yang menggunakan
energi sebagai dasarnya, diantaranya metode kerja maya dan castigliano.
Analisis Struktur I 13
BAB IV METODE KERJA MAYA (METODE BEBAN SATUAN)
1 C 2 3
NA
A B
P1 P2 P3
(a)
M
dL
N
F F
dx ∆ ∆2 ∆3
∆1
C NA
A B
P1 P2 P3
(b)
M
dl
N
u u
dx δ δ3
NA
C
δ2
δ1
A B
1
(c)
M N
dx NA
δ1+∆1 δc+∆C δ3+∆3
δ2+∆2
A B
P1 1 P2 P3
Analisis Struktur I 14
• Pada balok secara keseluruhan akibat Beban (P 1,P2 dan P3) menyebabkan defleksi disepanjang balok,
misal:
Δ1 pada titik 1
Δ2 pada titik 2
Δ3 pada titik 3
• Akibat beban yang bekerja timbul kerja luar dan dalam pada balok, yaitu
Total kerja luar pada balok, perhatikan kembali persamaan 3.5.
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 (4.1)
Total energi regangan dalam yang tersimpan :
½ (F.dL) (4.2)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi :
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 = ½ (F.dL) (4.3)
Analisis Struktur I 15
Total tambahan kerja luar pada balok
½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + 1. ΔC (4.7)
Total tambahan energi dalam yang tersimpan :
½ (F.dL) + (u dL) (4.8)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi dan dari persamaan (4.4) + (4.7) dan persamaan (4.5) + (4.8) :
½ (1) (δC) + ½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P 3 Δ3 + (1) . ΔC = ½ (u.dl) + ½ (F.dL) + (u dL)
(4.9)
• Berdasarkan persamaan (4.3) dan (4.6) tentang Hukum kekekalan energi, maka
(1) . ΔC = (u dL) (4.10)
Persamaan (4.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur dengan
menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengan metode beban satuan .
Persamaan (4.10) dapat dibuat umum menjadi :
(1) . Δ = (u dL) (4.11)
dimana:
P’ =1 = Beban maya/beban satuan bekerja pada titik dan searah dengan defleksi yang ingin dicari ∆
u = gaya dalam maya pada elemen searah dengan dL
∆ = Perpindahan/defleksi akibat beban sebenarnya
dL = deformasi dalam pada elemen akibat gaya sebenarnya
Dengan cara yang sama, untuk menentukan rotasi pada satu titik pada struktur, harus dipasang momen
maya M’=1 pada titik yang ingin dicari rotasinya, Momen maya M’=1 menyebabkan gaya dalam maya u
pada salah satu serat/elemen pada struktur dan beban sebenarnya pada struktur dapat menyebabkan
elemen berdeformasi sebesar dL, sehingga persamaaannya menjadi:
(1) . = (u dL) (4.12)
M’ =1 = Momen maya/momen satuan bekerja pada titik dan searah dengan rotasi yang ingin dicari ( θ)
Analisis Struktur I 16
q(x)
1
A
A
∆
X X
(a) (b)
Gambar 4.2. Menentukan Defleksi dengan Metode Kerja Maya (Beban Satuan)
Prinsip Kerja maya dapat diaplikasikan pada balok dan rangka untuk menentukan defleksi yaitu dengan
menggunakan beban maya (beban satuan) atau menentukan rotasi dengan menggunakan momen maya
(momen satuan).
Menentukan defleksi pada balok
- Perhatikan gambar (4.2a) Pada titik A ingin dicari nilai defleksinya ( ∆).
- Untuk mencari nilai ∆, pasang beban satuan P’=1 pada titik tersebut dengan arah seperti ∆ yang
diinginkan (gambar (4.2.b).
- Akibat P’=1 maka akan timbul momen dalam (m).
- Defleksi ∆ disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok, yang sekaligus menyebabkan momen
dalam pada balok (M).
- Akibat beban ini balok akan memberikan respon linier elastik , dimana suatu elemen dx akan
bedeformasi atau berotasi sebesar (dari persamaan (1.8)), yaitu :
M
d θ = dx
EI
M M
B
A dθ
dx
X dx
L
(a) (b)
M
m.d θ = m. dx
EI
Dengan prinsip Hukum Kekekalan Energi: Ue = Ui dan menjumlahkan semua pengaruh elemen
dx dalam bentuk integrasi sepanjang bentang balok L, menjadi :
Analisis Struktur I 17
L
mM
1.∆ = ∫ EI dx
0
(4.13)
dimana :
1 = Beban maya/beban satuan bekerja pada titik dan searah dengan defleksi yang ingin dicari ∆
A
A
X
θ X
1
(a) (b)
Gambar 4.3. Menentukan Rotasi dengan Metode Kerja Maya ( Momen Satuan)
- Untuk mencari nilai θ, pasang momen satuan M’=1 pada titik tersebut dengan arah seperti θ
yang diinginkan (gambar 4.3.b).
- Akibat M’=1 maka akan timbul momen dalam ( m’).
- Rotasi θ disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok, yang sekaligus menyebabkan momen
dalam pada balok (M).
- Akibat beban ini balok akan memberikan respon linier elastik , dimana suatu elemen dx akan
bedeformasi atau berotasi sebesar (dari persamaan (1.8), yaitu :
M
d θ = dx
EI
M
. m'.d θ = m'. dx
EI
Dengan prinsip Hukum Kekekalan Energi: Ue = Ui dan menjumlahkan semua pengaruh elemen
dx dalam bentuk integrasi sepanjang bentang balok L,menjadi:
Analisis Struktur I 18
L '
m M
1.θ = ∫
0
EI
dx (4.14)
dimana :
1 = momen maya/momen satuan bekerja pada titik dan searah dengan rotasi yang ingin dicari θ
4.2. 1. Prosedur Analisis Metode Kerja Maya pada Balok dan Frame
Untuk menentukan defleksi ataupun rotasi pada balok maupun rangka kaku ( frame) dengan menggunakan
Metode Kerja Maya (Metode Beban Satuan) adalah dengan mengikuti prosedur berikut ini.
1. Menghitung Momen maya ( m atau m’) akibat beban satuan atau akibat momen satuan.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau fra me.
• Letakkan Beban satuan pada balok atau frame dititik dan arah dimana perpindahan ingin dicari.
• Jika rotasi yang ingin ditentukan, letakkan momen satuan pada titik tersebut.
• Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban satuan atau momen
satuan yang bekerja pada balok atau rangka kaku (frame) dengan menggunakan x sebagai fungsi
dari Momen (m atau m’ ).
• Hitung m akibat beban satuan atau m’ akibat momen satuan untuk setiap wilayah x
- Jika hasil integral dari persamaan tersebut positif, ∆ atau θ memiliki arah yang sama dengan
beban satuan atau dan momen satuan.
Analisis Struktur I 19
q kN/m'
A B
Lm
Solusi:
1. Menghitung Momen maya (m) akibat beban.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau fra me.
• Letakkan Beban satuan pada balok dititik B dengan arah ke bawah.
A B
x1
q kN/m'
A B
x1
Lm
L L ( − x ).(− 1 qx 2 )
.
m M 2
∆ B = ∫ dx = ( ∫ )dx
0
EI 0
EI
L
q 3
= x
8 EI 0
qL3
=
8 EI
Analisis Struktur I 20
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah beban satuan (↓)
P kN
A B C
L/2 m L/2 m
Solusi:
1. Menghitung Momen maya (m’) akibat momen satuan.
• Buang semua beban sebenarnya dari balok atau fra me.
• Letakkan Momen satuan pada balok dititik B dengan searah jarum jam.
A B C
x1 x2
• Tentukan batas-batas wilayah x, dan Hitung m akibat momen satuan untuk setiap wilayah x
Untuk wilayah 1 (x1): 0 ≤ x1 ≤ L/2 m
m’1 = 0
P kN
A B C
x1 x2
Analisis Struktur I 21
0.( − P. x1 ) 1.(− P.( L / 2 + x2 )
L / 2 L / 2
= ∫
0
(
EI
)dx1 + ∫
0
(
EI
)dx
L / 2
PLx2 P
− −
2
= x 2
2 EI 2 EI 0
3PL2 3PL2
= − = −
8 EI 8 EI
Nilai rotasi (-) sehingga arahnya berlawanan dengan arah momen satuan
Latihan 4.1.
1. Balok berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung rotasi pada titik C
2PkN
A B
D C
L/2 m L/2 m L/2 m
2. Balok berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung rotasi pada titik A dan B.
P kN P kN
A B
C D
L/4 m L/2 m L/4 m
3. Rangka berikut terbuat dari material yang seragam EI, hitung defleksi horisontal pada titik B dan
rotasi pada titik C
2PkN
B C
q kN/m' Lm
Lm
A
Persamaan (4.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur
dengan menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengan metode beban satuan.
Rumus ini dapat juga diaplikasikan pada struktur rangka batang, yaitu:
Analisis Struktur I 22
Δi = ui (ΔL) (4.15)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member/elemen) akibat berat satuan
pada titik i
ΔL : Perubahan panjang pada elemen.
P ton
∆L ∆L
∆L
A ∆L D ∆L C
∆D
(a)
u
u u
A D C
u u
1
(b)
Analisis Struktur I 23
• Pada titik D akan ditentukan nilai defleksinya. Akibat beban luar semua batang
(member) akan mengalami gaya dalam (aksial) sehingga semua batang mengalami
perubahan panjang ΔL.
Berdasarkan hukum HOOKE, perubahan panjang ΔL akibat gaya aksial (gaya dalam
aksial) dapat dirumuskan menjadi :
F . L
∆ L = (4.16)
E . A
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang
F : Gaya dalam aksial (GAYA BATANG) akibat beban luar yang bekerja (ton, kg,
N, kN)
L : Panjang batang (m,cm,mm)
2
E : Modulus Elastisitas (kg/mm )
2 2 2
A : Luas penampang batang (m , cm ,mm )
• Sehingga akibat beban luar yang bekerja maka pada semua batang akan timbul gaya
dalam berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut F.
• GAYA BATANG pada semua batang (F) daoat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat BEBAN LUAR
dapat dicari dengan rumus :
F .u i . L
∆i = ∑ (4.17)
E . A
Prosedur Analisis :
Analisis Struktur I 24
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus: n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang (L).
4. Akibat beban luar yang bekerja, cari reaksi (R) pada tumpuan/perletakan
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (F) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Buang seluruh beban luar yang, kemudian pasang beban 1 satuan pada tempat dan
arah sama dengan nilai defleksi yang ingin ditentukan. Misal (seperti pada gambar
4.4) :
V
Untuk mencari ΔC , maka pasang beban satuan pada titik hubung D arah vertikal
(bisa ke atas maupun ke bawah).
7. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
8. Gunakan persamaan (4.17) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan
(misal titik D). Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L E.A F ui F .u i . L
(satuan)
A1 Panjang Hasil kali E Gaya Batang Gaya batang Hasil
batang dan A akibat beban akibat beban perhitungan
luar satuan F .u i . L
E . A
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Contoh Perhitungan:
......
Analisis Struktur I 25
4.3.2. Pengaruh Perubahan Suhu
Pada beberapa kasus, batang-batang pada struktur rangka batang akan mengalami
perubahan panjang akibat pengaruh perubahan suhu. Perubahan panjang ini dapat
didefinisikan dengan rumus :
∆ L = α .∆T . L (4.18)
dimana :
ΔL : Perubahan panjang pada batang (m, cm, mm)
α : koefisien pemuaian panas pada batang
ΔT : Perubahan suhu
L : Panjang batang (m,cm,mm)
∆ i = ∑ u i .α .∆T .. L (4.19)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus : n = 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (4.19) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L α ΔT ui u i .α .∆T .. L
(satuan) (satuan) (satuan) (satuan) (satuan)
A1 Panjang Koef. Perubahan Gaya batang Hasil perhitungan
batang Pemuaian suhu akibat beban u i .α .∆T .. L
panas satuan
Analisis Struktur I 26
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Contoh Perhitungan:
......
Δi = ui (ΔL) (4.19)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i (m,cm,mm)
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member) akibat berat satuan pada titik
ΔL : Perbedaan panjang pada batang dari ukuran yang disyaratkan.akibat kesalahan
pabrikasi (m,cm,mm)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus: n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
Analisis Struktur I 27
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (4.19) untuk menghitung defleksi pada titik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang ΔL ui u i .∆ L
(satuan) (satuan) (satuan)
A1 Perubahan Gaya batang Hasil perhitungan
panjang krn akibat beban u i .∆ L
kesalahan satuan
pabrikasi
B1 … … …
dst… … … …
∆ i = ∑ u i .∆L
Contoh Perhitungan:
........
Analisis Struktur I 28
Analisis Struktur I 29
BAB V. TEOREMA CASTIGLIANO
Pada tahun 1879 Alberto Castigliano, seorang Italia, mempublikasikan bukunya yang membahas
mengenai metode untuk menentukan defleksi atau slope (rotasi) pada struktur, yang bisa berbentuk
rangka batang (truss), balok ataupun rangka kaku (frame). Metode ini merujuk pada teorema Castigliano
kedua (Metode Beban Minimal), yang hanya dapat diaplikasikan pada struktur yang memiliki temperatur
konstan, tidak mengalami penurunan tumpuan dan memiliki respon linier elastis.
Untuk menurunkan teorema Castigliano kedua, tinjau suatu badan struktur yang menerima gabungan n
beban, yaitu P 1, P2, P3,…Pn.
P1 P2 P3
1 2 3 B
A
∆1 ∆2 ∆3
(a)
dP1
1 2 3 B
A
d∆1 d∆2 d∆3
(b)
Perpindahan i dalam arah gaya P i sama degan turunan pertama energi regangan terhadap gaya
Pi
Pada gambar (b) Akibat gaya P1, P2 dan P3 menyebabkan perpindahan Δ 1, Δ2, Δ3 pada masing-masing
titik 1, 2 dan 3, sehingga menyebabkan kerja luar sebesar :
U = ½ P1.Δ1 + ½ P2.Δ2 + ½ P3.Δ3 (5.1)
Bila ditambahkan gaya sebesar dP 1 yang menyebabkan tambahan defleksi sebesar dΔ 1 pada titik 1, dΔ2
pada titik 2, dΔ3 pada titik 3 (gambar b). Maka akan terjadi tambahan kerja luar sebesar dU, yaitu:
Analisis Struktur I 23
dU = P1.dΔ1 + P2.dΔ2 + P3.dΔ3 + ½ dP1.dΔ1
≈ P1.dΔ1 + P2.dΔ2 + P3.dΔ3 (5.2)
Sehingga total kerja luar pada balok bila diakibatkan oleh gaya-gaya P 1, P2, P3 dan tambahan gaya dP 1
yangbekerja secara simultan adalah:
U + dU = ½(P1 + dP1).(Δ1 + dΔ1) + ½ P2.(Δ2 + dΔ2) + ½ P3.(Δ3 + dΔ3) (5.3)
∂U
= ∆1 (5.6)
∂P1
∂ L M 2
∂Pi ∫0 2 EI
∆i = dx
∂ L M 2
∂P ∫0 2 EI
∆= dx (5.7)
∂ M dx
L
∆ = ∫ M (5.8)
∂P EI
Analisis Struktur I 24
dimana :
∆ = Perpindahan luar (defleksi ) pada titik yang disebabkan oleh beban sebenarnya pada balok
atau frame.
P = Gaya yang bekerja pada arah perpindahan ∆
M = Momen dalam pada balok atau frame akibat gaya sebenarnnya dan gaya P, dalam fungsi x
E = Modulus Elastisitas material
I = Momen inersia potongan penampang .
Jika rotasi atau slope pada suatu titik yang ingin ditentukan, maka tentukan turunan parsial dari momen
dalam terhadap momen luar M’ yang bekerja pada titik tersebut.
∂ M dx
L
∂ Mx ∂ Mx
atau
∂P f ∂ M f
∂ Mx ∂ Mx f
- Setelah Mx dan turunannya atau ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif P = 0
∂P f ∂ M f
f
atau M =0
- Jika hasil integral dari persamaan tersebut positif, ∆ atau θ memiliki arah yang sama dengan
beban fiktif atau dan momen fiktif.
Analisis Struktur I 25
5.1.2. Contoh Perhitungan Metode Castigliano pada Balok dan Frame
Contoh 5.1. Balok Kantilever dengan Beban Merata
Tentukan perpindahan (defleksi) pada titik B pada balok kantilever berikut! (Anggap nilai EI seragam
sepanjang balok)
q kN/m'
A B
Lm
Solusi:
f
1. Pasang Beban fiktif (P ) pada balok
f
Untuk menentukan defleksi pada titik B, pasang beban fiktif (P ) dengan pemisalan arah ke ba wah.
q kN/m' Pf
A B
Lm
f
2. Hitung Momen Internal akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (P )
- Tentukan x dari sisi kanan balok.
q kN/m' Pf
A B
∂ Mx
= − x
∂P f
∂ Mx f
- Setelah Mx dan turunannya ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif P = 0.
∂P f
2
Mx = - ½ qx
3. Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.8)
∂ Mx dx
L L
dx
∆ B = ∫ Mx f = ∫ (− 1 2 qx 2 )(− x )
0 ∂P EI 0 EI
L
= 1 . 1 qx
3
2 EI 4 0
3
qL
=
8 EI
Analisis Struktur I 26
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah Gaya fiktif P (↓)
f
P kN
A B C
L/2 m L/2 m
Solusi:
f
1. Pasang Momen fiktif (M ) pada balok
f
Untuk menentukan rotasi pada titik B, pasang momen fiktif (M ) dengan pemisalan searah jarum jam.
P kN Mf
A B C
L
f
2. Hitung Momen Internal yang akibat Beban bekerja dan Momen Fiktif (M )
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Momen fiktif
f
(M ) dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
P kN Mf
A B C
L
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kiri balok.
P kN
Mf
A B C
x1 x2
f
- Hitung turunan Mx terhadap M
∂ Mx1 ∂ Mx 2
=0 dan =1
∂ M f ∂ M f
∂ Mx
- Setelah Mx dan turunannya ditentukan,kembalikan nilai momen fiktif
∂ M f
Analisis Struktur I 27
f
M = 0.
Mx1 = -P.x1 dan Mx2 = -P.( ½ L + x2 )
θ B = ∫ Mx = ∫0 ( Mx1 ) ∂ M f EI + ∫0 ( Mx2 ) ∂ M f 2 EI 2
0 ∂ M f
EI
L / 2 L / 2
dx1 L dx
= ∫
0
( − Px1 )(0 )
EI
+ ∫0
( − P( + x 2 ))(1) 2
2 EI
L / 2
2 2
PLx Px 2
= − − .
2 EI 2 EI
0
2 2
PL PL 3PL2
= − − = −
4 EI 8 EI 8 EI
f
Nilai rotasi negatif sehingga arah rotasi berlawanan dengan arah M fiktif (M ).
q kN/m' PkN
A B
L/2 m L/2 m
Solusi:
f
1. Pasang Beban fiktif (P ) pada balok
f
Untuk menentukan defleksi pada titik C, pasang beban fiktif (P ) dengan pemisalan arah ke ba wah.
PkN
q kN/m' Pf
A B
L/2 m L/2 m
f
2. Hitung Momen Internal yang akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (P )
f
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (P )
dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Mo men.
Analisis Struktur I 28
PkN
q kN/m'
Pf
A B
x1 x2
V A = ½ P + ½ P f + 3/8 qL VB = ½ P + ½ P f + 1/8 qL
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kiri maupun kanan balok
Untuk wilayah 1 (x1) : 0 ≤ x1 ≤ L/2
f 2
Mx1 = (½ P + ½ P + 3/8 qL ).x1- ½ q.x1
f
- Hitung turunan Mx terhadap P
∂ Mx1 x1 ∂ Mx 2 x2
= dan =
∂P f 2 ∂P f 2
∂ Mx f
- Setelah Mx dan turunannya ditentukan, kembalikan nilai gaya fiktif P = 0.
∂P f
2
Mx1 = ½ Px1 + 3/8 qLx1- ½ q.x1
Mx2 = ½ Px2 + 1/8 qLx2
P q 4 1 q 4 P 3 1 q 4
= (1 L3 + 1 L − L ) + 1 L + L
96 EI 128 EI 256 EI 96 EI 384 EI
3 4
PL 5qL
= +
48 EI 768 EI
Nilai defleksi + sehingga arahnya searah dengan arah Gaya fiktif P (↓)
f
Analisis Struktur I 29
q kN/m'
B C
Lm
Lm
A 600
Solusi:
f
1. Pasang Momen fiktif (M ) pada frame
f
Untuk menentukan rotasi pada titik C, pasang momen fiktif (M ) dengan pemisalan searah jarum jam.
q kN/m'
B C
Lm Mf
Lm
A 600
f
2. Hitung Momen Internal akibat Beban bekerja dan Momen Fiktif (M )
- Tentukan batas-batas wilayah untuk menghitung momen akibat Beban bekerja dan Momen fiktif
f
(M ) dengan menggunakan x sebagai fungsi dari Momen.
q kN/m'
B C
x2
x1
Mf
Lm Lm
A 600
- Hitung nilai untuk setiap wilayah xn : M(xn) dan tentukan x dari sisi kanan balok.
Untuk wilayah 1 (x1): 0 ≤ x1 ≤ L m
2 f
Mx1 = -( ½ qx1 + M )
Untuk wilayah 2 (x2): 0 ≤ x2 ≤ L m
f
Mx2 = -( qL (x2 cos60 + L/2) + M )
f
= -( qL (x2 /2 + L/2) + M )
f
- Hitung turunan Mx terhadap M
∂ Mx1 ∂ Mx 2
= −1 dan = −1
∂ M f ∂ M f
∂ Mx
- Setelah Mx dan turunannya ditentukan,kembalikan nilai momen fiktif
∂ M f
Analisis Struktur I 30
f
M = 0.
2 2
Mx1 = - ½ qx1 dan Mx2 = - ½ qLx2 - ½ qL
L L
1 q q q
+1 Lx + 1
3 2 2
= x L x 2
6 EI 1 4 EI 2 2 EI
0 0
q q q
= (1 L3 + 1 L3 + 1 L3 )
6 EI 4 EI 2 EI
11qL3
=
12 EI
f
Nilai rotasi positif sehingga arah rotasi searah dengan arah M fiktif (M ).
Latihan 5.1.
1. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi pada titik B dan rotasi pada titik A
dimana nilai EI seragam sepanjang balok!
PkN
A C
B
L/2 m L/2 m
2. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi dan rotasi pada titik C dimana nilai
EI seragam sepanjang balok!
2PkN PkN
A B
D C
Lm Lm Lm
3. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan rotasi pada titik A dimana nilai EI seragam
sepanjang balok!
B E C D
A
M M
Lm Lm Lm Lm
4. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi vertikal dan horisontal pada titik C
dimana nilai EI seragam I seluruh struktur frame!
Analisis Struktur I 31
q kN/m'
B C
Lm
Lm
A
Analisis Struktur I 32
5. Dengan menggunakan metode Castigliano, tentukan defleksi pada titik A dimana nilai EI
seragam di seluruh struktur frame!
4m
10 kNm
A B
6m
∂U
= ∆1
∂P1
Persamaan energi yang berlaku pada struktur akibat gaya aksial sesuai dengan persamaan (3.15)
F 2 . L
Maka U i =
2 EA
∂ F 2 L
∆i =
∂Pi 2 EA
2 F . L ∂F
∆i =
2 EA ∂Pi
F . L ∂F
∆i = …………. (5.9)
EA ∂Pi
Analisis Struktur I 33
f
5. Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan Beban Fiktif (P ) dengan menggunkan
metode cremona , ritter atau Keseimbangan Titik Kumpul (KTK).
f
6. Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (P )
∂F
∂P f
f
7. Setelah diturunkan, kembalikan nilai gaya fiktif P = 0
8. Gunakan persamaan teorema Castigliano
- Hitung defleksi dengan menggunakan persamaan castigliano (pers 5.9)
- Jika hasil defleksi dari persamaan tersebut positif, berarti ∆ memiliki arah yang sama dengan
beban fiktif .
Penyelesaian:
1. Tentukan rangka batang berikut adalah struktur statis tertentu, lalu beri nama dan hitung panjang
batangnya (L).
n = 2s-3
5=2x4–3
5 = 5 (oke!)
f
2. Pasang Beban fiktif (P ) pada rangka batang tersebut, letakkan gaya fiktif P pada rangka batang
dititik simpul D dan arah vertikal, lalu Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan
f f ∂F
Beban Fiktif (P ), Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (P ) , dan kembalikan gaya
∂P f
f
betang sebenarnya dengan mengganti P =0.
Analisis Struktur I 34
P P f
V A = V B = + H A = 0
2 2
Untuk menghitug gaya batang gunakan metode Keseimbangan Titik Kumpul:
Tinjau titik A
∑ Fy = 0
V A + A1 sin 45 = 0
f
P P
( + ) + A1 sin 45 = 0
2 2
f
P P
( + )
A1 = − 2 2
1 2
2
f
P P
A1 = − 2 − 2
2 2
Karena simetris, A2 = A1
∑ Fx = 0
B1 + A1 cos 45 = 0
P P
f
1
B1 + − 2− 2 2 = 0
2 2 2
f
P P
B1 = +
2 2
Karena simetris, B2 = B1
Tinjau titik D
∑ Fy = 0
T − P f = 0
T = P
f
Analisis Struktur I 35
Batang Gaya Batang total (F) dF Gaya Batang
dP f sebenarnya
(F)
A1 P P
f
1 P
− 2 − 2 − 2 − 2
2 2 2 2
A2 P P
f
1 P
− 2 − 2 − 2 − 2
2 2 2 2
B1 P P
f
1 P
+
2 2 2 2
B2 P P
f
1 P
+
2 2 2 2
T P
f
1 0
∂F L
3. Hitung defleksi pada titik D dengan rumus: ∆ D = F
∂P f EA
Total :
PL 2 PL
+
EA 2 EA
PL 2 PL
Sehingga nilai defleksi pada titik D: ∆ D = + (arah defleksi ke bawah)
EA 2 EA
Analisis Struktur I 36
2. Hitunglah nilai defleksi di titik B arah horisontal pada struktur rangka batang berikut!
Penyelesaian:
1. Rangka batang sama dengan rangka batang di atas, sehingga L dan EA sama
f
2. Pasang Beban fiktif (P ) pada rangka batang tersebut, letakkan gaya fiktif P pada rangka batang
dititik simpul B arah horisontal, lalu Hitung Gaya Batang Total (F) akibat Beban bekerja dan
f f
∂F
Beban Fiktif (P ), Hitung turunan gaya F terhadap Beban Piktif (P ) , dan kembalikan gaya
∂P f
f
betang sebenarnya dengan mengganti P =0.
∑ Fy = 0
V A + A1 sin 45 = 0
f
P P
( − ) + A1 sin 45 = 0
2 2
P
( − P f ) f
2 P P
A1 = − =− 2+ 2
1 2 2 2
2
Analisis Struktur I 37
∑ Fx = 0
− P f + B1 + A1 cos 45 = 0
P P
f
1
− P + B1 + −
f
2+ 2 2 = 0
2 2 2
f
P P
− P + B1 −
f
+ =0
2 2
f
P P
B1 = +
2 2
Tinjau titik D
∑ Fy = 0
T = 0
∑ Fx = 0
− B1 + B2 = 0
f
P P
B2 = +
2 2
Tinjau titik C
∑ Fy = 0
V B + A2 sin 45 = 0
f
P P
( + ) + A2 sin 45 =0
2 2
P P f
( + )
A2 = − 2 2
1 2
2
f
P P
A2 = − 2− 2
2 2
Analisis Struktur I 38
Batang Gaya Batang total (F) dF Gaya Batang
dP f sebenarnya
(F)
A1 P P
f
P
2 −
− 2+ 2 2
2 2 2 2
A2 P Pf P
− 2− 2 2 − 2
−
2 2 2 2
B1 P P
f
1 P
+
2 2 2 2
B2 P P
f
1 P
+
2 2 2 2
T 0 0 0
∂F L
3. Hitung defleksi pada titik B horisontal dengan rumus: ∆ B = F
∂P f EA
PL
Sehingga nilai defleksi pada titik B horisontal: ∆ B =
2 EA
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa akibat beban vertical ke bawah, defleksi pada titik B arah
PL
horizontal terjadi sebesar Dengan arah ke kanan.
2 EA
Analisis Struktur I 39
Analisis Struktur I 40
BAB I STRUKTUR RANGKA BATANG (Truss)
1.1. Pendahuluan
Ada banyak jenis tipe struktur yang digunakan pada bangunan teknik sipil. Salah
satunya adalah struktur rangka batang ( Truss).
Struktur rangka batang terbentuk dari susunan elemen batang yang dihubungan dengan
jenis penghubung sendi, yang biasanya terangkai dalam bentuk segitiga dan hanya
mampu dibebani oleh beban aksial.
Elemen batang adalah elemen yang bentuknya paling sederhana karena sifat fisiknya
yang relatif pendek, prismatis, langsing dan lurus.
Disebut elemen batang karena sifatnya yang hanya mampu menahan beban aksial saja.
C C
(a)
T T
(b)
Pada gambar diatas (a) ditunjukkan bahwa akibat gaya aksial tekan, batang mengalami
gaya batang yang nilainya senilai gaya tersebut, yaitu :
BATANG TEKAN (Compression (C))
Sedangkan gambar (b) menunjukkan bahwa akibat gaya aksial tarik, batang mengalami
gaya batang yang nilainya senilai gaya tersebut, yaitu :
BATANG TARIK (Tension (T))
Apabila batang tersebut dirangkai dengan jumlah minimal 3 batang yang membentuk
segitiga dan dengan titik hubung berupa sendi maka akan terbentuk “
STRUKTUR RANGKA BATANG (Truss)
Gambar 1.3. Elemen batang sebagai elemen kolom dan elemen balok kolom
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Jembatan rangka baja lebih disukai karena lebih mungkin untuk penggunaan bentang
panjang. Begitu pula penggunaan struktur rangka batang untuk atap. Orang lebih
mungkin untuk memakainya pada struktur dengan bentang besar.
Berdasarkan kebutuhan pun akhirnya muncul banyak konfigurasi bentuk rangka batang
dengan pertimbangan kebutuhan akan efisiensi. (Gambar 1.6 dan 1.9)
Titik hubung pada rangka batang berupa sendi yang dalam kenyataannya biasanya
dibuat dengan menggunakan las, paku keling dan baut. (gambar 1.4)
Ada banyak tipe rangka atap yang penggunaannya dipilih dengan berdasarkan atas
panjang bentang (span), kemiringan dan jenis penutup atap. Beberapa yang umum
digunakan ditunjukkan pada gambar 1.6.
Beban pada plat lantai jembatan ( deck ) diteruskan ke balok anak ( stringers) yang
kemudian diteruskan ke balok induk ( floor beam) lalu ke dua perletakan di kedua ujung
(a) (b)
Gambar 1.8. Tumpuan Sendi (a) dan Rol (b) pada Struktur Jembatan
Sumber: Hibbeler, R.C.(2002)
Ada banyak tipe rangka jembatan yang penggunaannya dipilih dengan berdasarkan atas
panjang bentang (span) . Seperti yang dijelaskan di tabel 1.2, beberapa tipe yang umum
digunakan ditunjukkan pada gambar 1.9.
Prinsip yang utama bahwa koinfigurasi segitiga tersebut harus berada pada kondisi
stabil.
(a) Konfigurasi Tidak Stabil (b) Konfigurasi Stabil (c) Gaya Batang
Gambar (b) menunjukkan struktur yang stabil, tidak dapat berubah bentuk atau runtuh
seperti gambar (a). Bentuk segitiga lebih stabil, karena deformasi yang diakibatkan
beban luar bersifat minor dan diasosiasikan dengan perubahan panjang pada tiap
batangmya. Selain itu ditunjukkan juga dengan tidak adanya perubahan sudut antara dua
batang bila struktur tersebut dibebani. (Bandingkan dengan (a) yang perubahan
sudutnya besar sekali).
2.1.2. Konfigurasi
Karena susunan segitiga dari batang-batang adalah bentuk yang stabil, maka sembarang
susunan segitiga juga akan membentuk struktur yang stabil dan kaku seperti pada
gambar 2.2.
C C C C
(a) Gaya tarik (T) dan Gaya
C T T C Tekan (C) pada batang
C T C T C
akibat beban yang
bekerja pada simpul
T T T T
Ide ini merupakan prinsip dasar penggunaan rangka batang pada gedung karena bentuk
yang kaku yang lebih besar untuk sembarang geometri dapat dibuat dengan
memperbesar segitiga tersebut.
Pengaruh beban luar pada struktur adalah berupa gaya tarik atau tekan murni pada
setiap batangnya. Pola tarik dan tekan pada masing-masing batang dapat berubah
tergantung bagaimana beban luar bekerja. Pada gambar 2.2.b, dimana rangka batang
hanya menerima beban vertikal saja , maka pada seluruh batang atas mengalami gaya
tekan dan seluruh batang bawah mengalami gaya tarik.
Beban luar hanya bekerja pada titik hubung batang berupa beban terpusat. Bila beban
bekerja pada batang, akan timbul tegangan lentur sehingga dapat mengakibatkan desain
batang menjadi lebih rumit dan efisiensi keseluruhan batang menjadi berkurang.
F E D F E D
(a)
B B
C C
A A
B B
F D
E
(b)
C
A
B
C C 0 0
(c) C T C T C 0 C 0 C 0
0 0 T T
E
F D
(d) T C T C C
A C
B
Tetapi untuk rangka batang yang lebih rumit tetap harus memerlukan analisis yang
bersifat kuantitatif yang akan dijelaskan pada bagian ANALISIS RANGKA BATANG
berikut ini..
E E
F D F D
B
C C
A A
B
(a) (b)
B
A
Gambar 2.5. Rangka Batang Stabil dengan Pola Batang Bukan Segitiga
Tetapi perlu diperhatikan ada juga rangka batang dengan pola batang yang tidak segitiga
dihubungkan tetapi tetap merupakan struktur yang stabil (Gambar 2.5)
Perhatikan gambar 2.5! Kelompok segitiga diantara A dan C membentuk pola kaku,
begitu juga diantara B dan C sehingga posisi relatif C ke titik A dan B dapat
dipertahankan, yang berarti rangka batang tersebut stabil. Kumpulan segitiga diantara A
dan C dapat dipandang sebagai “batang”, begitu pula diantara B dan C.
F E
B C D
A
Gambar 2.6 Rangka Batang dengan Jumlah Batang Melebihi yang Diperlukan untuk
Kestabilan
Ada juga jenis rangka batang yang menggunakan batang melebihi minimum yang
diperlukan untuk kesetabilan. Jenis rangka ini memiliki kelebihan batang
( REDUNDANT ) (Gambar 2.6). Salah satu batang diagonalnya dianggap sebagai
redundant . Apabila salah satu dibuang maka struktur tetap akan stabil. Jenis ini
termasuk dalam kategori STRUKTUR STATIS TAK TENTU .
Untuk memudahkan kita dalam menentukan apakah strutur rangka batang tersebut stabil
atau tidak kita bisa menggunakan rumusan :
n = 2s – 3 (2.1)
Dengan rumus diatas kita bisa menentukan jenis sifat struktur, yaitu:
Bila n < 2s – 3 : Struktur Tidak Stabil
Bila n = 2s – 3 : Struktur Stabil (Struktur Statis Tertentu)
Bila n > 2s – 3 : Struktur Statis Tak Tentu (Memiliki Redundan)
Dalam hal pembagian struktur rangka batang berdasarkan sifat statisnya, dapat
dibedakan menjadi
1. Struktur statis tertentu
Ciri :- n = 2s – 3
- R =3 ( R = Reaksi Perletakan)
2. Struktur statis tak tentu
a. Struktur statis tak tentu dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R =3
b. Struktur statis tak tentu luar
Ciri : - n = 2s – 3
- R >3
c. Struktur statis tak tentu luar dan dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R >3
Latihan 2.1:
Tentukan jenis struktur rangka batang pada gambar 1.6 dan 1.9, apakah statis tertentu
atau statis tak tentu dalam, luar atau luar dan dalam ?
Apabila struktur rangka batang stabil dan termasuk dalam kategori statis tertentu, maka
penentuan gaya batang dapat dilakukan dengan berbagai metode perhitungan dengan
menggunakan persamaan dasar keseimbangan, yaitu :
Fx = 0
Fy = 0
Mi = 0 (2.2)
P ton
Lm A1 A2
T
A B1 B2 C
D
Lm Lm
P ton
V A
B
A1
Lm 0 A2
A1
T B2,B1
VC
A B1 B2 C
H A= 0 D A2
Latihan 2.2 :
Tentukan Gaya Batang berikut dengan menggunakan metode Cremona
P ton P ton
B F
P ton P ton A2 A3 P ton
A2 D E
A3 T
T D1 D2
Lm Lm
A1 D1 A4 A1 B A4
D2
B1 B2
A B1 B2 C A C
D
Lm Lm Lm Lm
Lm A1 A2
T
A B1 B2 C
D
Lm Lm
(a)
P ton
B
I
Lm A2
T
A1
A B2 C
H A= 0 B1 D
(b)
P ton
II
B
A1 A2
Lm
T
A B2 C
H A= 0 B1 D
(c)
P ton
Lm A1 A2
T
A B1 B2 C
D
Lm Lm
(a)
P ton
A1 sin α
Lm A2 A1
T
A1
A B2 C A α
(b)
(c)
P ton
A1
Lm A2
T
T
A C
H A= 0 B1 D B2
II B1 D B2
V A = P/2 VC= P/2
Lm Lm
(d) (e)
Σ Fy = 0 (2.4)
6. Bila diperoleh gaya batang bernilai positif maka batang tersebut disebut
BATANG TARIK.
7. Bila diperoleh gaya batang bernilai negatif maka batang tersebut disebut
BATANG TEKAN
Latihan 2.4 :
Hitung Gaya Batang pada Rangka Batang di latihan 2.2 dengan menggunakan metode
Keseimbangan Titik !
Defleksi struktur dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa sebab berupa pengaruh luar
(aksi) diantaranya adalah :
- Beban luar
- Pengaruh perubahan suhu
- Kesalahan pabrikasi
- Akibat penurunan ( settlement )
Dalam suatu perencanaan, nilai defleksi harus dibatasi untuk menghindari retak pada
jenis material yang bersifat getas seperti beton atau plester. Lebih jauh, struktur tidak
boleh mengalami getaran atau mengalami defleksi secara berlebihan. Yang jauh lebih
penting, nilai defleksi pada suatu titik pada struktur harus ditentukan dalam upaya
menganalisis struktur STATIS TAK TENTU .
Pada struktur-struktur berikut yang akan dianalisis dengan asumsi bahwa material
tersebut memiliki RESPON LINIER ELASTIK terhadap beban yang diterimanya.
Artinya, pada kondisi tersebut, suatu struktur yang menerima beban dan berdefleksi
akan kembali pada kondisi awalnya (tidak berdefleksi) jika t idak dibebani lagi.
Pada dasarnya defleksi yang terjadi pada strukur disebabkan oleh GAYA DALAM
berupa gaya normal, gaya geser ataupun momen lentur .
Prinsip Kerja dan Energi pada suatu bahan yang bersifat deformable :
Perhatikan gambar berikut :
(a)
M dL
N
F F
dx ∆C ∆2 ∆3
∆1
NA
A B
P1 P2 P3
(b)
M dl
N
u u
dx δ3
NA
δC δ2
δ1
A B
1
(c)
M N
dx NA
δ1+∆1 δc+∆C δ3+∆3
δ2+∆2
A B
P1 1 P2 P3
• Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi : Energi dalam yang terjadi sama dengan
Energi luar yang bekerja, sehingga :
½ δ1 = ½ (u.dl) (3.6)
• Berdasarkan hukum kekekalan Energi dan dari persamaan (3.4) + (3.7) dan
persamaan (3.5) + (3.8) :
½ (1) (δC) + ½ P1 Δ1 + ½ P2 Δ2 + ½ P3 Δ3 + (1) . ΔC = ½ (u.dl) + ½
• Berdasarkan persamaan (3.3) dan (3.6) tentang Hukum kekekalan energi, maka :
(1) . ΔC = (u dL) (3.10)
Persamaan (3.10) adalah rumus dasar dalam menentukan defleksi pada suatu struktur
dengan menggunakan metode kerja maya atau dikenal dengam
metode beban satuan.
Δi = ui (ΔL) (3.11)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member/elemen) akibat berat satuan
pada titik i
ΔL : Perubahan panjang pada elemen.
P ton
∆L ∆L
∆L
A ∆L D ∆L C
∆D
(a)
u
u u
A D C
u u
1
(b)
• Sehingga akibat beban luar yang bekerja maka pada semua batang akan timbul gaya
dalam berupa gaya aksial (GAYA BATANG), disebut F.
• GAYA BATANG pada semua batang (F) daoat dihitung dengan metode cremona,
ritter ataupun keseimbangan titik.
Sehinga untuk mencari DEFLEKSI pada Rangka Batang akibat BEBAN LUAR
dapat dicari dengan rumus :
F .u i . L
∆i = ∑ (3.13)
E . A
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan
menggunakan rumus pada persamaan
persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang (L).
4. Akibat beban luar yang bekerja,
bekerja, cari reaksi (R) pada tumpuan/perletakan
tumpuan/perletakan
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (F) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
(satuan)
A1 Panjang Hasil kali E Gaya Batang Gaya batang Hasil
batang dan A akibat beban akibat beban perhitungan
luar satuan F .u i . L
E . A
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Latihan 3.1.
Hitung defleksi pada titik-titik yang ada pada rangka batang berikut !
P ton P ton
B F
P ton P ton A2 A3 P ton
A2 E
A3 D T
T D1 D2
Lm Lm
A1 D1 A4 A1 B A4
D2
B1 B2
A B1 B2 C A C
D
Lm Lm Lm Lm
∆ i = ∑ u i .α .∆T .. L (3.15)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan
menggunakan rumus pada persamaan
persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai
nilai seluruh gaya batang
batang (u) dengan
dengan menggunakan
menggunakan metode analisis
analisis gaya
gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (3.15) untuk menghitung defleksi pada tiik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :
Batang L α ΔT ui u i .α .∆T .. L
(satuan) (satuan) (satuan) (satuan) (satuan)
A1 Panjang Koef. Perubahan Gaya batang Hasil perhitungan
batang Pemuaian suhu akibat beban u i .α .∆T .. L
panas satuan
B1 … … … … …
dst… … … … … …
Δi = ui (ΔL) (3.16)
Dimana :
Δi : Defleksi pada titik i (m,cm,mm)
ui : Gaya dalam (aksial) pada bagian struktur (member) akibat berat satuan pada titik
ΔL : Per bedaan panjang pada batang dari ukuran yang disyaratkan.akibat kesalahan
pabrikasi (m,cm,mm)
Prosedur Analisis :
1. Tentukan struktur rangka batang apakah termasuk dalam struktur statis tertentu,
dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.1) : n= 2s – 3
2. Beri nama batang-batang pada struktur tersebut (A untuk batang Atas, B untuk
batang bawah, T untuk batang tegak dan D untuk batang diagonal)
3. Hitung panjang masing-masing batang.
4. Pasang beban 1 satuan pada tempat dan arah sama dengan nilai defleksi yang ingin
ditentukan.
5. Hitung nilai seluruh gaya batang (u) dengan menggunakan metode analisis gaya
batang Cremona, Ritter atau keseimbangan titik.
6. Gunakan persamaan (3.16) untuk menghitung defleksi pada titik yang diinginkan.
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tabel berikut :