Anda di halaman 1dari 5

Sama-sama Pak, aku ada Niki.

Niki kan dalam rangka penyusunan skripsi Niki, dia minta pendapat Bapak,
wajarannya Bapak. Jadi dia mengangkatnya Niki terkait pendidikan politik yang dilakukan oleh Kezbangpol
Pak. Kezbangpol apa? Kezbangpol barunya. Tapi dia ampun cari juga yang dari Kezbangpolnya. Tapi dia juga
membutuhkan data dari masyarakatnya, seperti Bapak Niki, teko masyarakatnya. Dia kemarin sudah sempat di
Kepala Lingkungan, di Kota Selatan. Dia mengambil Niki di seluruh jamatan Niki, di Bepatian Badung Niki,
Pak. Niki pun, Pak. Tapi dia yang di sini mau tanyakan Niki, sudah pernah perlu Bapak diberitahu tentang
kegiatan pendidikan politik Niki dari Bepatian Badung Pak, dari Kezbangpolnya?

Sudah pernah?

Sudah pernah sama sekali. Desa sudah berbeda ya?

Oh, jadinya desa ini sudah berbeda. Walaupun tidak mengatur itu secara umum, apa namanya, secara khusus,
tetapi kita kan secara etika, secara etika kita kan tidak cocoklah seorang pendesar politik yang itu. Jadi tidak
menampak kalau di daerah yang lain, pendesar itu kan juga seorang politik, seorang pengurus parpol.
Contohnya, di Tuban. Desa yang di Tuban, pendesinya itu kan orang politik dari demokrat, ketua demokrat.
Yang di Abang Masih, di Abang Masih di sana, di Bepatian Badung, itu juga ketua demokrat di Bepatian
Badung, di pengurus di provinsi. Nah, artinya tidak ditabukan, tetapi etika di sana, pendesanya itu berpolitik.

Tapi kalau di seputaran wilayah Niki, pernah tidak memainkan kegiatan pendidikan politik? Tidak. Tidak?
Sama sekali?

Tidak.

Cuma pendidikan politik kita secara langsung saja dengan ulangnya bersakutan, ulangnya terjemuk politik.

Oh, jadi itu kemasyarakatnya, Pak? Pendidikan politik selalu mendukung-dukung,

itu saja. Yang namanya berpolitik kan itu.

Kadi kampanye jadinya, Pak? Ya, dia berkampanye, dia ajak, dia sebagai konstituen. Kalau menurutnya Bapak,
Niki, seberapa penting politik Niki untuk masyarakat, Pak? Sosialisasi politiknya kepada masyarakat Niki, Pak?

Negara ini dibentuk dari politik, ya. Nah, dia putu, dia putu, itu gede. Itu gede, itu seru, ya. Itu nanda, Pak? Itu
nanda, itu putu-putu kali ini. Kalau kita bicara politik, karena masyarakat sudah terlanjur mungkin alergi kalau
mendengar masa politik, ya. Padahal kalau jujur, kalau ikut dengan saya ini kan, pernah terjun di politik. Pernah
terjun di politik, walaupun sekarang tidak orang politik. Saya dulu pernah dibedekin, saya pernah diwalkar.
Artinya, apa? Sepakat awal dia sebagai seorang pendesa yang pernah terjun di politik dulu, ternyata negara itu,
negara di mana pun, itu dibentuk oleh politik itu sendiri. Makanya kalau orang berbicara politik, politik itu
bukan parpol, politik bukan, itu partai, kan. Tapi politik itu sebenarnya kalau dicari dari bahasanya politik,
politik itu sebuah strategi sebenarnya. Bagaimana strategi? Sekarang strategi mempengaruhi orang, strategi
untuk mengambil sebuah bapak, mencari sebuah jabatan, itulah sebenarnya suatu strategi itu yang dinamakan
politik. Tapi kalau masyarakat sudah mendengar politik, sudah parpol, dia pikir gitu. Padahal politik itu sebuah
strategi. Lalu yang mana strategi? Kalau orang sudah mau politik atau strategi, strategi itu antarpun itu boleh.
Karena politik merupakan strategi mempengaruhi orang. Bagaimana cara mempengaruhi orang, itu adalah
politik. Bendese ini juga harus berpolitik sebenarnya, tapi bukan berarti harus berparpol. Berparpol, iya. Iya,
berpolitik. Ini kita berpolitik juga. Seperti saya tadi bertemu dengan stakeholder, pengusaha, itu saya harus
berpolitik. Bagaimana mempengaruhi pengusaha, iya, pengusaha ini kutuh. Tolong dong, saya sekarang jadi
bendese, saya punya berpengaruhi di sini, memanjukan desa ini, anda juga kerama saya ada di sini, ayo dong
sama-sama kita bangun. Kita pengaruhi dia. Kalau kita berjalan, seberapa penting politik itu, iya, penting sekali.
Salah penting, iya. Dan jangan pernah nanti menyalah artikan yang bahasa politik itu. Bahasa politik memang
itu. Bahasanya memang bahasa yang bagaimana memang harus manis-manis. Manis-manis, tapi jangan kelewat
manis, diapek. Manis-manis tetapi pasti dan sekenyata. Itu yang menyebabkan bahasa politik itu menjadi sebuah
jubiran atau dianggap negatif oleh masyarakat, karena seringkali orang mempengaruhi orang atau
mempengaruhi masyarakat, tetapi tidak mampu mewujudkan atau berbohong. Itu menjadi menyebabkan
masyarakat menjadi ah, bahasa politik, serang-serang. Itu lah. Karena terlalu sering, terlalu banyak yang
berbohong. Itu yang jelas penting.

Jadi kesalahan pemahaman di masyarakat sebenarnya. Kalau kesulitan yang Bapak alami ketika menentukan
pilihan dalam pemilu mungkin, beberapa hari ini, menentukan. Saya tidak pernah
nah, ini ya, syukurnya, saya itu orang yang tahu makna arti politik itu dan juga pernah ke parpol juga dan saya
tahu nah, sekarang ini saya, tugas saya sebagai pendesa, pendesa itu mendapat tugas apa? yaitu, bagaimana
menjaga desa adat kuda ini, bagaimana membangun desa adat kuda ini biar ke depannya bisa lebih maju, lebih
baik lah dibandingkan yang dulu. Kalau sudah bisa lebih baik, ya paling tidak, tetap lah seperti ini. Jangan lah
sampai unur. Makanya dia harus tahu

dan

dia menganggap yang buat politik itu kan juga harus dia yang ikut di parpol saat ini, atau yang jadi calon-calon
saat ini, dia harus pelajari mereka juga. Kan kita yang punya adu kerama kita. Nah, tentunya dalam hal ini,
memang tidak boleh seorang berdisi terang-terangan melakukan semua pembelaan ada dukungan kepada
seseorang

karena

yang masuk ke jalap-jalap itu semua itu adalah anak-anak kita adek kerama kita. Yang sebagai orang tua harus
menunjukkan keneutralitasan. Tetapi, ada tetapinya. Dia yang sebagai orang tua, harus bisa mendidik anak-anak
dia. Yang maju-maju ini, termasuk anak-anak diliang yang tidak maju. Apa yang saya berikan didikan atau
pendidikan yang saya berikan kepada anak-anak dia? Kerama ini anak dia. Yang jadi calon ini anak dia. Kalau
dia beri tahu sekarang, karena anak diliang yang tidak menjadi calon, yang tetap memiliki hak memilih anak,
pilih semetun kita, keluarga kita yang betul-betul anda bisa andalkan. Yang betul-betul besok bisa membela kita
yang bisa kita gantungkan nanti harapan kita kepada dia berjuang demi desa kita. Nanti ke depannya, kan? Desa
punya kepentingan juga. Dia punya kepentingan. Kepentingan dia adalah bagaimana caranya harus bersinergi
dengan pemerintah. Nanti adik-adik ini kan tamatan nanti akan terjadi ke permintaan. Dia harus bersinergi nanti,
mungkin nanti akan tamat menjadi lurah ini semua. Jadi, Pak lurah nanti bersinergi harus dengan desa.
Termasuk upadik pun bersinergi dengan desa. Sekarang presiden pun juga bersinergi dengan desa. Nah artinya
kita bisa bersinergi. Adanya wakil rakyat, yang namanya wakil rakyat, dia betul-betul representasi dari
rakyatnya. Postituennya ada di daerahnya.

Nah, kalau dia orang tua, bagaimana

kita memilih orang itu bisa kita gantungkan harapan kita sebagai wakil kita yang duduk nanti di legislatif. Untuk
berjuang di sana. Nah, jangan salah pilih. Kalau kita pilih, udah tahu orangnya sih ngerti apa, ya belok, atau dia
menganalkan uang saja. Ini sulit kita, karena disini bukan hanya uang saja yang harus kita butuhkan, tetapi
sebuah pemikiran juga. Kita harus butuhkan disini banget, penting bagaimana mau menyeram aspirasi kita, yang
bisa dibawa karena di atas itu kan yang bisa mengambil keputusan ya, ini yang mereka

pertimbangan.

Nah, ini kita butuh orang ngerti, tau orang yang bodoh, tidak ngerti apa, kita pilih disana, dan tau disana kan ya,
kayak lagu nyawaan pals, jadi datang duduk diam, jadi disana ya, gitu-gitu ya. Nah, ini kan kita tak mau seperti
itu. Makanya wakil-wakil ini memang wakil-wakil yang benar kita bisa mewakili kita. Sehingga dia punya
plusi, dia punya pengaruh. Ya, dia udah duduk, ada menapik, dia punya pengaruh karena dibanjar di kuda ini
ada 13 banjar, yang mana dikepalai oleh para klien, klien padat, klien banjar, ya kan? Kasih input mereka, klien-
klien, ada anak klien juga, merupakan representasi dari anak-anak yang dibanjar, gitu. Tolong kasih tau anak-
anak, saya dibanjar-banjar, pilih ini, pilih ini, bagaimana ada mengarahkan. Biar gak mereka saling berbut, tau-
tau yang lain masuk, kepadikan desa tidak bisa diwujudkan. Karena kita ada punya wakil. Contoh, Kak Jim
Baran. Jim Baran itu kan gak punya wakil, padahal pemilihnya besar. Makanya kita bermain sekarang disini,
kita harus berhitung disini. Dengan jumlah pemilih kita disini, paling tidak ada 2-3 orang yang bisa mewakili
kuda. 2-3 orang.

Jadi, kalau menurut Bapak Nika, artinya, berdasarkan analisa pribadi, analisa politik pribadi, yang nanti
dituangkan ke klien desa, eh, klien banjarnya, gitu. Saya menganalisa pribadi karena punya pengetahuan di
bidang politik.

Ya, beda-beda dengan analisa orang yang tidak memiliki pengetahuan di bidang politik. Kalau kita berbicara
politik, kan kalau kita berbicara politik di lega selatib, ya itu kan ada hidung-hidungan kursi. Hidungan kursi
dan juga ada perkalihan, ada rumusnya. Dan dia kan tahu rumusnya itu. Masyarakat kan gak tahu itu. Makanya
harus berhitung, gitu.
Jadi, analisanya Bapak Nika yang Bapak sampaikan itu, masyarakatnya untuk mengingatkan partisipasi.

Kita harus mengingatkan ini. Kita harus mengulit, ya. Ini kan dah tidak ada yang mendapatkan soalan
terbanyak, ala nomor satu, nomor dua, yang ada di sini, gitu. Gitu, sehingga mereka nanti kita alami, nanti bisa
mewakili kita.

Kalau menurut Bapak Niki bagaimana penilaian terhadap peran Kesbangpol dalam pendidikan politik ini, Pak?

Apa ya?

Penilaian Bapak kepada Kesbangpol Badungnya, Niki, dalam pendidikan politiknya.

Kalau Kesbangpol, itu kan persatuan bangsa, ya. Persatuan bangsa, dan politik, ya. Kalau Kesbangpol itu kan
hanya mengarahkan kepada warga atau masyarakat yang ada di Badung, Kesbangpol Badung yang dulu pakai
limas, ya. Polimas. Dia kan normatif saja. Dia hanya memberikan kepada masyarakat untuk neutral, jubir, kan
gitu aja. Ya. Tapi yang jelas dalam hal ini, yang kalah pentingnya, bagaimana Kesbangpol ini bisa
menginformasikan kepada masyarakat yang namanya pesta demokrasi, kalau sudah bahasannya pesta, pesta itu
artinya bersenang-senang, ya. Kita lakoni pesta demokrasi ini memang dengan cara bersenang-senang, bukan
berguna-guna, itu artinya kondusif yang harus diciptakan, situasi kondusif yang harus diciptakan, gitu. Karena
kebetulan kesahaliannya juga tugas di FKUB, ya, yang dibawah daripada Kesbangpol, ya, itu. Kesbangpol kan
yang mewadahin FKUB ini, yang diatas FKUB, ya. Nah, di sini pun juga kita mohon kepada Kesbangpol
bagaimana caranya keberadaan daripada tokoh-tokoh umat pun juga harus dipegang, bukan hanya tokoh-tokoh
masyarakat biasa, tokoh-tokoh umat pun harus dipegang juga, tokoh Islam dipegang, krista dipegang, budaya
dipegang, semua itu harus dipegang, ya. Ya, biar tidak nanti terjadi sesuatu, ya. Ya, apalagi nanti mengarah ke
sarah, ya.

Itu.

Kalau harapannya, Bapak, ini gimana pada Kesbangpol, Bapak?

Harapan saya pada Kesbangpol, ya, bisa memberikan suatu pencerahan kepada masyarakat luas apa sih
pendidikan politik itu, itu harus diajarkan dulu. Padahal masyarakat belum paham itu politik. Ya, politik sekedar
partai. Sekedar ikut-ikutan, ya. Masyarakat itu hanya sekedar ikut-ikutan, dan dia berpikir kalau sudah politik,
oh, parah pohon. Ya, itu. Harus dijabarkan politik itu politik itu adalah sebuah strategi mempengaruhi orang, itu
politik, ya. Nah, sekarang jangan berpikir bahwa itu, ya, bisnis pun juga politik, adek pun juga sekolah politik
sebenarnya, ya. Saya ke BDN, adik setelah itu saya kemana, kemana, kemana, itu sudah politik, adik. Arahnya
kemana, kemana, kemana, kemana, itu sudah politik, adik. Itu semua strategi semua. Nah, ini tidak dipahami
oleh masyarakat kita. Masyarakat kadang-kadang ah, paling orang politik, lima tahun sekali gitu, dia berpikir.
Padahal setiap hari dia politik. Dia dengan anak yang juga politik, dia tidak paham, nak, begini, sering begini,
kamu di sekolah begini, ya. Nadi kamu jam sekian begini, pulang sekolah jam begini, itu sudah politik dia.
Betul-betul. Mengatur-ngatur itu sudah politik sebenarnya. Maka ini dia tidak paham. Padahal bahasanya
politik, ya itu politik, ya. Semua kita, kehidupan kita tidak bisa lepas daripada tidak politik. Ya, cuman ada
wadah-wadahnya, wadah-wadah politik itu apa, ya. Kalau dia ingin politik ke ke pemerintahan, ya parpol
masuk. Dia ingin dia berpolitik di bidang usaha, masuk di company, masuk di bidang industri, ya. Itu berpolitik
di bidang usaha industri. Nah, ini yang sering banyak kesalahan kagra yang di dalam politik, ya. Salahan
pemahaman di masyarakat. Tapi wajar saja. Kenapa? Karena sering kali kita disuguhi oleh mereka, para tokoh-
tokoh partai politiknya yang membuat begitu, gitu. Makanya selalu politik, ya ini partai politik, ya.

Ya, benar. Kalau dia di rumah, dia ngejabarkan, itu

kebetulan anak yang dihukum, anak dia juga seorang doser, dia kasih tahu, ini loh jangan ada alergi politik, gitu.
Ya namanya politik ini. Kalau anak mau terjur ke pemerintahan melalui jalur partai, ya partai politik. Disana
pun juga ada strategi. Hati-hati, jangan memilih partai buram. Cari partai yang besar kalau ada bisa, dan itu pun
tidak mudah. Ya, kalau nggak punya koneksi. Punya koneksi, punya relasi, sulit juga, kalau mendapat posisi
disana hanya menjadi pengembira saja nanti, ya. Makanya banyak strategi. Kalau saya, kebetulan saya sebagai
orang mantan di partai politik, kalau saya ke partai mana pun saya bisa masuk. Saya kebetulan, ya dalam diri,
mungkin dilihat dari kredibilitas, ya kredibilitas seseorang, mungkin ya rating saya lagi naik, nih naik daun, gitu.
Makanya dikejar oleh partai politik. Tapi saya memiliki suatu prinsip yang berbeda. Kalau prinsip saya adalah
bagaimana saya mengharap bahwasannya, oh hidup ini harus kita isi dengan perbuatan yang baik dan benar.
Dan kadang-kadang kita harus berpikir dengan usia yang sudah kepala lima, keatas, apa sih yang harus saya
kejar dalam hidup ini? Apa sih tugas saya ada di dunia ini? Oh, lain pikirannya. Beda, kan? Kenapa saya
dilahirkan di dunia ini? Benar ada-ada berpikir itu. Nah, sekarang saya ingin ada-ada ya, ada budu, ada budu
gede, ada budu, ya. Di sini harus sudah mulai berpikir kenapa saya dilahirkan, kenapa saya harus masuk di
IPDN lalu saya mau jadi apa ke depannya? Itu harus- harus pikirkan. Lalu setelah itu saya akan pulang. Bekal
apa ya? Akan saya bawa pulang. Nah, pulangnya bukan hanya ke rumah, di rumah yang ada sekarang, rumah
yang akan masa depan pun harus sudah pikirkan. Rumah masa depan kita apa? Ya, kalau di Bali, kalau dihidup,
ya, moksa itu kan. Moksa itu kan. Bagaimana kita bisa moksa-moksa tang? Nah, ini harus kita pikirkan juga.
Dan dia nggak sabar kesana berpikirnya. Nah, makanya dia apa sih? Apa yang mau kita kejar? Kalau saya
terjemah ke dunia politik, dunia partek politik, dan dia menuju ke pemerintahan, apa sih yang harus kita saya
cek tatah, saya sudah jadi bandesa

kok. Saya sudah

menyatratah, cari harta, habis itu cukup makan satu piring, sudah cukup. Besok lagi ke belakang, lagi
dikeluarkan, lagi itu kan. Ya, asupan cuma sekian saja yang mau diterima. Lalu, apa sih mau dikerja lagi? Harta
sudah cukup dah. Apa lagi mau kita kerja? Wanita. Wah, wanita sudah 50 tahun. Artinya, anak-anak sudah
gede-gede, apalagi anak cewek, kita kan anak saja sudah mungkin kita mencari itu. Lalu itu kelemahan. Itu
normal ya. Ini kan normal. Ya, kalau tiang seperti tiang sudah di atas 50, sudah harus berfikir, itu bukan sebuah
tujuan. Walaupun bos-bos yang mungkin dihiburannya, itu yang biarkan dia. Karena sekarang saya punya
prinsip adalah bagaimana berkarma yang baik hidupnya. Berkarma yang baik, karena karma yang baik akan dia
bisa pakai bekal untuk ke depan. Makanya tiang pun juga menjalankan sodarma yang baik, ini pun juga akan
menjadi bekal untuk ke depan. Karena dengan tiang menjalankan sodarma yang baik, tentunya akan diikuti oleh
karma yang baik. Tiang kembali itu juga akan baik hidup. Dan mungkin banyak akan mengenang oh, Alex
sebagai mendesak dan putih, orang yang begini, begini. Kan itu ya, istilahnya kaya macan, mati, meninggalkan,
belak, hidup, gajah, mati, meninggalkan, gadek, hidup. Ada. Apa yang mau kita tinggalkan?

Hidup.

Hasil karya. Apa karya yang kita bisa

persembahkan?

Kalau saya, pengabdian 25 tahun, masa sudah cukup setengah hidup saya sudah mengabdi ini, saya 25 tahun
dapat terasa 98 dia mengabdi. Itu

lumayan lah duga setiap.

Nah, adinya masyarakat sudah bisa menilai. Gitu. Makanya tiang pun sangat berharap Kesbangpol itu bisa
memberikan pencerahan kepada masyarakat luas, bahwasannya yang dinamakan politik ya ini, yaitu sebuah
strategi. Lalu Kesbangpol memiliki tugas juga mengatur semua wadah-wadah organisasi semua diatur oleh
Kesbangpol. Apalagi itu yang namanya Ormas kan, Ormas itu kan organisasi masa. Organisasi masa itu juga
semua terangkum, terdaptar di Kesbangpol. Makanya PHDI juga Ormas juga, MUI juga Ormas, itu sebenarnya
bukan Naskar Bali dan Bala Dika dia aja Ormas. Itu semua Ormas juga. Kadang-kadang ini saja salah kapra.

Ormas,

Ormas itu dia dapat sadari bahwasannya organisasi agamanya juga Ormas. Kan ada yang tahu itu. Ini diberikan
penjelasan Ormas di sebuah terdaptar di Kesbangpol. Kenapa terdaptar? Karena di Ormas Ormas itu memiliki
sebuah tujuan. Lalu bagaimana mencapai sebuah tujuan kita butuh sebuah strategi. Inilah makanya dinaumi oleh
Kesbangpol. Ada-ada mungkin nggak tahu sampai saat jauh hidup. Kadang-kadang dia kejadurkan karena dia
ada di Kesbangpol, makanya dia berbikin. Semua terdaptar Ormas di Kesbangpol. Orang Ormas itu nggak
berpulidik. Berpulidik. Akhirnya baru kita sadar. Oh iya, ya. Orgasiasi itu paling tidak memiliki adek ARD. Dah
nggak berpulidik itu?

Benar-benar. Iya kan. Anggaran dasar rumah

tangan itu udah udah punya adek ARD. Udah. Ormas itu. Udah harus. Saya dianggap juga di desa memiliki juga
adek ARD kan. Ya berarti Ormas juga. Cuman bedanya kalau desa adat itu sebelum negara ini terbentuk, desa
adat udah ada. Itu aja ada. Makanya desa adat memiliki pengakuan khusus dia. Desa adat dari negara Hena.
Jadi kan

gede banget. Ya semoga kamu jadi pemimpin yang hebat dengannya.

Dari mana adek? Dari Pasar.

Dari Pasar? Dari Jandina.

Anda mungkin juga menyukai