Anda di halaman 1dari 115

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KECEMASAN PENDAKI

SEBELUM PENDAKIAN GUNUNG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :
Blasius Dimas Febriantono
NIM : 029114137

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

i
ii
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk keluargaku tercinta, sahabat-sahabatku, teman-

teman LBC dan semua pendaki gunung indonesia.

Why you climb the mountain?

” Because It’s There ” (George Leigh Mallory).

Ketika pohon terakhir telah di tebang, Hewan terakhir telah di buru, Ikan terakhir

telah di tangkap. Manusia akan sadar, bahwa mereka tidak bisa hidup hanya

dengan uang (Alun-alun Surya Kencana, Gede-Pangrango, 14 Juli 2005)

Estamus Juntos Bonum Communae

” Kita Bersatu untuk Kebaikan Bersama ” (Jhon Budhist).

Setiap goresan tinta ini mengandung banyak doa dan

harapan dari seluruh keluarga dan sahabat-sahabat yang

menginginkanku tuk terus maju dan berkembang ke arah

yang lebih baik. Tanpa mereka semua ini takkan pernah

terwujud dan ku takkan pernah menjadi apa-apa.

Yesus Kristus Kaulah Alpha dan Omega. Kaulah awal dan

akhir.

Kaulah yang membantuku tuk memulai semua ini dan kaulah

yang membantuku tuk mengakhirinya.

TERIMA KASIH

iv
v
STUDY DESKRIPTIF TENTANG KECEMASAN PENDAKI SEBELUM
PENDAKIAN GUNUNG

Blasius Dimas Febriantono

ABSTRAK

Setiap manusia pasti pernah mengalami kecemasan. Kecemasan-kecemasan yang muncul


ini memiliki gejala-gejala, faktor penyebab dan fungsi. Pada para pendaki gejala kecemasan yang
muncul berupa gangguan fisik, mental dan perilaku. Sedangkan faktor penyebabnya berasal dari
pribadi, orang lain, perlengkapan, kondisi alam dan mitos. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran bagaimana kecemasan-kecemasan yang dialami pendaki sebelum aktivitas
pendakian gunung. Desain penelitian ini menggunakan studi deskriptif kualitataif. Data diperoleh
dengan metode Wawancara semi terstruktur dan observasi lapangan pada tiga pendaki yang telah
mendaki gunung lebih dari tujuh kali, dengan perincian sebagai berikut : a) Subyek 1 laki-laki,
pernah mendaki gunung kurang lebih 50 kali; b) Subyek 2 laki-laki, pernah mendaki gunung lebih
dari 10 kali; c) Subyek 3 laki-laki, pernah mendaki gunung kurang lebih 30 kali. Data-data yang
telah diperoleh, dianalisis dengan cara menyusun dan membaca transkrip wawancara,
mengidentifikasai kemungkinan tema-tema atau ide-ide yang muncul, menjabarkan ide-ide dalam
kode-kode atau kategori-kategori dan interpretasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga
subyek mengalami kecemasan sebelum melakukan kegiatan pendakian gunung. gejala-gejala
kecemasan yang muncul berupa gejala fisik, meliputi: gangguan sirkulasi tubuh, gangguan tidur,
gangguan pencernaan dan gangguan-gangguan fisik lain; gejala mental, meliputi: gangguan
pikiran dan perasaan; dan yang terakhir adalah gejala perilaku. Faktor penyebab kecemasan yang
pendaki alami berasal dari pribadi, orang lain, mitos, kondisi alam dan perlengkapan. Fungsi
kecemasan yang didapatkan adalah pendaki memiliki kewaspadaan tinggi, ini membuat pendaki
melakukan persiapan yang lebih matang dan menjadi cepat dalam berpikir ketika menghadapi
kecemasan-kecemasan yang muncul, dan menjadi lebih teliti, lebih berhati-hati, lebih menjaga
sikap/taat dengan alam ketika melakukan pendakian. Selain itu mereka juga menjadikan
kecemasan sebagai dorongan semangat agar segera mencapai tujuan dan kembali pulang dengan
selamat.

Kata kunci : kecemasan, pendaki, pendakian gunung

vi
DESCRIPTIVE STUDY ABOUT ANXIETY CLIMBER BEFORE
MOUNTAIN CLIMBING

Blasius Dimas Febriantono

ABSTRACT

Every human must have experienced anxiety. The anxiety appears to have the symptoms,
causes and functions. In the climbers anxiety symptoms appear in the form of physical disorders,
mental and behavior. Where as the contributing factor may come personal factor, other people,
equipment, natural conditions and myth. This research aims to reveal the anxieties faced by
climbers before mountain climbing activities. This research design using a descriptive qualitative
study. Data obtained with the method of semi-structured interviews and field observations on three
climbers who have climbed the mountain more than seven times, with details as follow: a) The
subject one, male, has climbed a mountain less than 50 times; b) Subject two male, has climbed a
mountain more than 10 times; c) subject three, male, has climbed a mountain about 30 times.
These data have been obtained, compiled and analyzed by reading the transcript of the interview,
identifying possible themes or ideas that emerged, outlining the ideas in the codes or categories
and data interpretation. Results showed that all three subjects experienced anxiety before
performing mountaineering activities. anxiety symptoms that appear in the form of physical
symptoms may include: circulation disorders, sleep disturbances, indigestion and other physical
disorders and mental symptoms, that include: disorders of thought and feeling, and most recently
the behavioral symptoms. Causes of anxiety that faced by the climbers come from the private
climbers, other people, myths, natural conditions and equipment. The anxiety may have some such
usef functions high vigilance, that make climbers thinking more mature and quick, more careful,
more cautious, more guard / attitude of obedience to nature when the conduct climbing. In
addition, they also make anxiety as encouragement to immediately reach the destination and
return home safely.

Keywords : anxiety, climber, mountain climbing

vii
viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih,
hikmat, dan kekuatan-Nya bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Yesus Kristus atas segala limpahan berkat dan rahmatnya dalam
perjalanan hidupku sampai saat ini.
2. Bunda Maria atas pendampingan dan penghiburannya di saat sedihku.
3. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Ibu Titik Kristiyani S.Psi., M.Psi., selaku Kaprodi Program Studi
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
5. Ibu MM. Nimas Eki S, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing
skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si., dan Ibu P. Henrietta
PDADS., M.A selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan
banyak masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.
7. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
8. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak
Nanik, Mas Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan
untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.
9. Ibu dan Bapak yang telah mendidik, membimbing serta memberikan
segala bentuk bantuan dan dukungan sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas segala doa yang dipanjatkan
agar aku dapat lulus. Terimakasih juga atas fasilitas yang selama ini
selalu diupayakan untuk mempermudahku dalam menempuh studiku.

ix
10. Bulik Anies yang telah membantu dengan meminjamkan laptop dan
printernya. “Sory bulik belum bisa nyaur utang” .
11. Mbak Pipit, Mas Koko dan keponakanku Andra, makasih telah
menceriakan rumah kecil kita.
12. Mas Yohan, Makasih buat segala bantuannya. “Sory njaluki Duitmu
terus”.
13. Terimakasih buat sahabat-sahabatku, kang Jhon Budist, Bayu
“sumanto”, Deni “cuthel”, Niko “cobek”, Teo dan saudaraku Joseph
“Jambronk” atas segala dorongan semangat yang kalian berikan dan
atas segala proses kehidupan yang bisa aku lalui bersama kalian
sampai saat ini. Bro aku Lulus!
14. Terima kasih buat semua teman-teman SOLISKA, PASADA. Kalian
telah membuat diriku berkembang ke arah yang lebih baik..
15. Seluruh teman-teman Leopala Bonum Communae (LBC) SMK PL
Leonardo, makasih karena boleh mengenal dan belajar bersama kalian,
kalian telah mewarnai dan memberi kegembiraan dalam hidupku.
Mohon maaf belum bisa menjadi pembina yang lebih baik dan
membanggakan kalian.
16. Untuk teman-teman LBC angkatan Badai Banjir Longsor, mikael,
heru, nanik, nurlia, budi, asep, mai, maya, lupiyana. Makasih boleh
mencoba menjadi pembina kalian walau belum mempunyai
pengalaman. Mohon maaf jika membuat kalian tertekan dan merasa
dimanfaatkan.
17. Teman-teman yang pernah menjadi teman kosku, kang Adi, Bertus,
Kang Dita dan Adiknya Yuki, Novan, Arfi, Aji, Riwi, Damar.
Terimakasih telah bersedia menjadi teman dan sahabatku.
18. Teman-teman kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang tidak
dapat aku sebutkan satu per satu. Semoga waktu yang kita habiskan
bersama dapat menjadi kenangan indah yang tak terlupakan sampai
hari tua kita.

x
19. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah ikut
membantu baik langsung maupun tidak langsung, tanpa bantuan kalian
skripsi ini tidak akan terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Klaten, 20 September 2010

Penulis

xi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………….... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………….... v

ABSTRAK ....................................................................................... vi

ABSTRACT ………………………………………………………… vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..….. viii

KATA PENGANTAR ……………………………………………… ix

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. xii

DAFTAR TABEL ………………………………………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….. xvi

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………….. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………….... 3

C. Tujuan Penelitian ………………………………………. 3

D. Manfaat Penelitian ……………………………………... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ………………………………………. 4

A. Kecemasan ……………………………………………… 4

1. Pengertian kecemasan ………………………..…… 4

2. Gejala kecemasan ………………….……………. .. 5

xii
3. Faktor penyebab kecemasan ……………………… 9

4. Macam-macam kecemasan .................................. ... 10

5. Fungsi kecemasan ................................................. ... 13

B. Pendaki ….........…………………………………………... 14

C. Gunung ................................................................................ 14

D. Kecemasan Pendaki sebelum Pendakian Gunung ............. 14

E. Pertanyaan Penelitian ........................................................ 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………………... 17

A. Jenis Penelitian ……………………………………………. 17

B. Variabel Penelitian ……………………………………....... 17

C. Definisi operasionall ……………………………………….. 17

D. Subyek Penelitian ………………………………………….. 18

E. Pengumpulan Data ………………….................................. 18

F. Kesahihan dan Keabsahan Data ………….……………….. 21

1. Kredibilitas ……….………………………………....... 21

2. Dependibility ………………………………...…......... 23

3. Confirmability ………………………………….......... 24

G. Analisis Data …………………………................................ 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………........ 26

A. Tahap Persiapan Penelitian ………………………….......... 26

B. Proses Pemilihan Subyek Penelitian ..………………..….... 27

C. Deskripsi subyek ............................................................... 27

D. Hasil Penelitian ………………………………………………. 32

1. Observasi subyek 1, subyek 2 dan subyek 3…………….. 32

xiii
2. Analisis data wawancara ..…………………………….. 45

E. Pembahasan ………………………………………………… 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………......... 63

A. Kesimpulan ………………………………………………… 65

B. Saran ………………………………………………….......... 65

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….......... 66

LAMPIRAN ……………………………………………………………. 68

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pertanyaan Wawancara ……………………………………..….. 20

Tabel 2. Identitas Subyek Penelitian ………………………………....…. 31

Tabel 3. Ringkasan Kecemasan Pendaki Sebelum pendakian Gunung ... 46

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Wawancara Subyek 1 ...........…………………… 69

Lampiran 2. Hasil Wawancara Subyek 2 .....................…………….. 84

Lampiran 3. Hasil Wawancara Subyek 3 ...................……………… 92

Lampiran 4. Hasil Observasi Lapangan ….............…………………. 98

xvi
BAB I.

PENDAHULUAN

Pendahuluan ini mengulas beberapa bagian awal dalam penelitian yang

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat

penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini kegiatan alam bebas semakin marak dan populer di

masyarakat. Kegiatan ini meliputi out bound, hiking, arung jeram,

pendakian gunung, caving. Kegiatan-kegiatan tersebut diminati karena

mempunyai sifat petualangan, menantang serta memacu adrenalin.

Kegiatan ini tidak hanya diminati oleh orang-orang dewasa tetapi juga

diminati oleh para remaja (www.iwf.or.id/buku tamu l.htm). Pendakian

gunung adalah suatu kegiatan atau aktivitas mendaki sebuah gunung.

Orang-orang yang melakukan aktivitas mendaki gunung disebut pendaki.

Pendakian gunung membutuhkan beberapa persiapan agar berjalan aman,

lancar dan sukses. Persiapan-persiapannya meliputi persiapan fisik yang

prima, kondisi mental yang baik serta peralatan yang lengkap. Salah satu hal

yang mempengaruhi keamanan, kelancaran, dan keberhasilan pendakian

gunung adalah kesiapan mental pendaki (Tim Penyusun Kumpulan Materi

Standar Pro Konservasi Pecinta Alam Pangudi Luhur). Persiapan mental

pendaki menjadi salah satu syarat kesiapan dan ketidaksiapan seseorang

untuk melakukan aktivitas pendakian gunung. Salah satu kondisi mental

yang sering muncul dan mengganggu adalah kecemasan (hasil diskusi

1
2

dengan beberapa pendaki Klaten, 2 Mei 2010). Beberapa hal yang

menyebabkan kecemasan dalam aktivitas pendakian gunung adalah kondisi

rute dan medan pendakian, kondisi cuaca, kondisi kesehatan pendaki dan

kelengkapan peralatan yang dibawa (hasil diskusi dengan beberapa pendaki

gunung Klaten, 2 Mei 2010). Oleh karena itu kecemasan menjadi sesuatu

yang penting untuk diteliti karena dapat mempengaruhi kesiapan mental

pendaki.

Menurut (Daradjat, 1985) Kecemasan adalah manifestasi dari

berbagai proses emosi yang bercampur baur. Proses emosi ini terjadi ketika

orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin

(konflik). Adanya perasaan frustasi dan pertentangan batin nampak ketika

pendaki terjebak dalam situasi-situasi yang tidak diinginkan (mis: badai

gunung, kondisi rekan yang tidak mampu melanjutkan pendakian, dan lain-

lain). Selain itu kecemasan (Anxiety) juga diartikan sebagai suatu keadaan

khawatir pada seseorang yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan

segera terjadi (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Hal ini sering menimpa

pendaki pemula yang belum mengetahui rute dan medan pendakian (Hasil

sharing pengalaman dengan anggota junior komunitas pecinta alam Leopala

Bonum Communae, 15 agustus 2010). Hurlock juga mengemukakan bahwa

kecemasan dapat datang dari perasaan tidak mampu menghadapi tantangan

lingkungan, tidak adanya kepastian tentang apa yang akan dihadapi, dan

adanya rasa kurang percaya pada diri sendiri. Pendaki-pendaki pemula

sering mengalami hal ini (Hasil sharing pengalaman dengan anggota junior

komunitas pecinta alam Leopala Bonum Communae, 15 agustus 2010).


3

Melihat dari hal di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana kecemasan-kecemasan yang pendaki alami sebelum aktivitas

pendakian gunung.

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut, rumusan

penelitian ini adalah “Bagaimana kecemasan-kecemasan yang dialami

pendaki sebelum aktivitas pendakian gunung? ”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecemasan-kecemasan

yang dialami oleh pendaki sebelum aktivitas pendakian gunung.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

bagi ilmu psikologi khususnya dalam hal kecemasan pendaki gunung.

2. Praktis

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang bermanfaat

bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberikan

gambaran kepada para pendaki gunung pemula, yang sudah

berpengalaman maupun masyarakat awam tentang kecemasan-

kecemasan beserta bagian-bagian yang terkandung didalamnya yang

mungkin akan dihadapi apabila melakukan aktivitas pendakian gunung.


BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori ini mengulas pengertian kecemasan dari pendapat beberapa

tokoh, gejal-gejala kecemasan, faktor-faktor kecemasan, macam-macam

kecemasan dan fungsi kecemasan. Selain itu bab ini juga menjelaskan pengertian

pendaki, gunung, dan pendakian gunung.

A. Kecemasan

1. Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur. Proses emosi ini terjadi ketika orang sedang mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) (Daradjat,

1985). Kecemasan sebagai bagian dari proses emosi juga dikemukakan

oleh Ollendick (1985) kecemasan (anxiety) adalah keadaan emosi yang

tidak menyenangkan yang meliputi: interpretasi subyektif dan rangsangan

fisiologis. Reaksi badan secara fisiologis dapat dicontohkan: bernafas lebih

cepat, muka menjadi merah, jantung berdebar-debar, dan berkeringat.

Selain merupakan proses emosi, kecemasan juga ditimbulkan sebab

dari luar individu. Menurut Hall & Lindsey; Wiley & Sons (1993)

kecemasan adalah suatu keadaan tegangan yang merupakan suatu

dorongan, seperti lapar dan seks. Keadaan tegangan ini tidak timbul dari

kondisi jaringan-jaringan di dalam tubuh, tetapi ditimbulkan oleh sebab-

sebab dari luar. Nevid, Rathus, & Greene (2005) mengemukakan hal ini

sebagai berikut; kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan khawatir pada

4
5

seseorang yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera

terjadi. Banyak hal yang harus dicemaskan, misalnya: kesehatan, relasi

sosial, ujian, dan kondisi lingkungan. Hal-hal tersebut merupakan

beberapa hal yang dapat menjadi sumber kecemasan. Sedikit kecemasan

mengenai aspek-aspek hidup tersebut merupakan hal yang normal, bahkan

adaptif. Kecemasan merupakan respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi

kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan

proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya,

yaitu: bila bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan.

Dalam bentuk yang ekstrim kecemasan dapat mengganggu fungsi sehari-

hari.

Hurlock (1991) berpendapat bahwa kecemasan dapat datang dari

perasaan tidak mampu menghadapi tantangan lingkungan, tidak adanya

kepastian tentang apa yang akan dihadapi, dan adanya rasa kurang percaya

pada diri sendiri.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecemasan adalah suatu proses emosi tidak menyenangkan yang

merupakan respon terhadap suatu ancaman dari luar, ketidakpastian yang

menimbulkan perasaan tertekan, tidak mampu, tegang, dan menyebabkan

reaksi fisiologis.

2. Gejala kecemasan

Daradjat (1985) mengemukakan tentang gejala-gejala kecemasan.

Gejala-gejala kecemasan itu meliputi:


6

a. Gejala fisik, antara lain: ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan

tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak

nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, dan nafas sesak.

b. Gejala mental, antara lain: sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya

atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya atau

rendah diri, hilang kepercayaan pada diri, tidak tentram, dan ingin lari

dari kenyataan hidup.

Supratiknya (1995) mengungkapkan mengenai gejala-gejala

kecemasan. Gejala-gejala tersebut adalah:

a. Senantiasa diliputi ketegangan, rasa was-was, dan keresahan yang

bersifat tak menentu (diffuse uneasiness).

b. Terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, sering merasa tidak

mampu, minder, depresi, dan serba sedih.

c. Sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan serta serba takut salah.

d. Rasa tegang menjadikan yang bersangkutan selalu bersikap tegang-

lamban, bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan yang datang

secara tiba-tiba atau yang tidak diharapkan, dan selalu melakukan

gerakan-gerakan neurotik tertentu, seperti: mematah-matahkan buku

jari, mendehem dan sebagainya.

e. Sering mengeluh bahwa otot tegang, khususnya pada leher dan sekitar

bagian atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering buang air

kecil, dan menderita gangguan tidur berupa insomnia dan mimpi buruk.

f. Mengeluarkan banyak keringat dan telapak tangannya sering basah.

g. Sering berdebar-debar dan tekanan darahnya tinggi.


7

h. Sering mengalami gangguan pernafasan dan berdebar-debar tanpa

sebab yang jelas.

i. Sering mengalami anxiety attack atau tiba-tiba cemas tanpa ada

pemicunya yang jelas. Gejala-gejalanya dapat berupa: berdebar-debar,

sulit bernafas, berkeringat, pingsan, badan terasa dingin, terkencing-

kencing atau sakit perut.

Kecemasan terdiri dari begitu banyak ciri fisik, kognisi, dan

perilaku (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Ciri-ciri tersebut terdiri atas:

a. Fisik, meliputi: kegelisahan, kegugupan; tangan atau anggota tubuh

yang bergetar atau gemetar; sensasi dari pita ketat yang mengikat di

sekitar dahi; kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada; banyak

berkeringat; telapak tangan yang berkeringat; pening atau pingsan;

mulut atau kerongkongan terasa kering; sulit bicara; sulit bernafas;

bernafas pendek; jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang;

suara yang bergetar; jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin;

pusing; merasa lemas atau mati rasa; sulit menelan; kerongkongan

terasa tersekat; leher atau punggung terasa kaku; sensasi seperti tercekik

atau tertahan; tangan yang dingin dan lembab; terdapat gangguan sakit

perut atau mual; panas dingin; sering buang air kecil; wajah terasa

memerah; diare; dan merasa sesnsitif atau ”mudah marah”.

b. Behavioral (perilaku), meliputi: perilaku menghindar, perilaku melekat

dan dependen; dan perilaku terguncang.

c. Kognitif, meliputi: khawatir tentang sesuatu; perasaan terganggu atau

ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan;


8

keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan sagera terjadi, tanpa

ada penjelasan yang jelas; terpaku pada sensasi ketubuhan; sangat

waspada terhadap sensasi ketubuhan; merasa terancam oleh orang atau

peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian;

ketakutan akan kehilangan kontrol; ketakutan akan ketidakmampuan

untuk mengatasi masalah; berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan;

berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan; berpikir bahwa

semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi; khawatir

terhadap hal-hal yang sepele; berpikir tentang hal mengganggu yang

sama secara berulang ulang; berpikir bahwa harus bisa kabur dari

keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan; pikiran terasa bercampur

aduk atau kebingungan; tidak mampu menghilangkan pikiran pikiran

terganggu; berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak

menemukan sesuatu yang salah secara medis; khawatir akan ditinggal

sendirian; sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

ada tiga gejala kecemasan, yaitu: fisik, mental dan perilaku.

a. Fisik, meliputi:

1. Gangguan sirkulasi tubuh: gangguan pernafasan, jantung berdebar-

debar, telapak tangan berkeringat dan tubuh banyak mengeluarkan

keringat dan panas dingin.

2. Gangguan tidur: Pusing, tidur tidak nyenyak, insomnia dan mimpi

buruk.
9

3. Gangguan pencernaan: Sering buang air kecil, mual atau sakit perut,

diare atau sering buang air besar, pencernaan tidak teratur, nafsu

makan hilang.

4. Gangguan-gangguan fisik lain: otot tegang, wajah terasa memerah.

b. Mental, meliputi:

1. Perasaan: senantiasa diliputi ketegangan, kekhawatiran / rasa was-

was, mudah tersinggung / terlalu peka, sering merasa tidak mampu,

depresi, serba sedih, kegelisahan dan kegugupan.

2. Pikiran: ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa depan,

sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan serta serba takut

salah, hilang kepercayaan diri.

c. Perilaku, meliputi:

1. rendah diri.

2. perilaku menghindar.

3. perilaku dependen dan melekat.

4. gerakan-gerakan neurotik tertentu; mematah-matahkan buku jari,

mendehem, dan sebagainya.

3. Faktor penyebab kecemasan

Ada beberapa faktor penyebab timbulnya kecemasan. Menurut

Daradjat (1985) sebab-sebab timbulnya kecemasan, antara lain: akibat

tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, yaitu karena merasa diri

(fisik) kurang, karena pengaruh pendidikan waktu masih kecil, atau sering

terjadi frustasi karena tidak tercapainya sesuatu yang diinginkan baik


10

materiil maupun sosial. Mungkin pula akibat dari rasa tidak berdaya, tidak

ada rasa kekeluargaan, dan sebagainya.

Menurut Kresch & Qrutch (dalam Hartanti & Dwijayanti 1997),

munculnya kecemasan disebabkan karena kurangnya pengalaman dalam

menghadapi berbagai kemungkinan yang membuat individu kurang siap

menghadapi situasi baru. Sumber-sumber kecemasan terdiri dari dua

faktor, yaitu:

a. Faktor internal

Kecemasan berasal dari dalam individu, misalnya perasaan tidak

mampu, tidak percaya diri, perasaan bersalah, dan rendah diri.

Faktor internal ini umumnya sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran

negatif dan tidak rasional.

b. Faktor eksternal

Kecemasan berasal dari luar individu , dapat berupa: penolakan

sosial, kritikan dari orang lain, beban tugaas atau kerja yang berlebihan,

maupun hal-hal lain yang dianggap mengancam.

Dari pendapat ahli tersebut dapat diketahui bahwa kecemasan dapat

ditimbulkan oleh dua faktor, yaitu: faktor eksternal dan internal.

4. Macam-macam kecemasan

Sigmund Freud (1959) membagi kecemasan jadi tiga macam,

yaitu: kecemasan realitas, kecemasan neurotik dan kecemasan moral.

a. Kecemasan realitas, yaitu: rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia

luar: kedua tipe kecemasan lain berasal dari kecemasan realitas ini.
11

b. Kecemasan neurotik, yaitu: rasa takut jangan-jangan insting-insting

akan lepas dari kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu

yang bisa membuatnya di hukum. Kecemasan neurotik bukanlah

ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri melainkan ketakutan

terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan.

c. Kecemasan moral, yaitu: rasa takut akan suara hati. Orang-orang yang

super egonya berkembang dengan baik cenderung merasa bersalah jika

mereka melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang

bertentangan dengan norma moral dimana mereka dibesarkan. Mereka

disebut mendengar bisiskan suara hati. Kecemasan moral juga

mempunyai dasar dalam realitas dimana di masa lampau sang pribadi

pernah mendapat hukuman karena melanggar norma dan bisa di hukum

lagi.

Menurut Daradjat (1985), ada beberapa macam kecemasan, yaitu:

a. Kecemasan yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya

yang mengancam dirinya. Cemas tersebut lebih dekat dengan rasa takut,

karena sumbernya jelas dan terlihat dalam pikiran. Contoh: saat akan

menyeberang jalan, terlihat mobil berlari kencang seakan-akan hendak

menabraknya.

b. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk,

antara lain:

1) Kecemasan yang umum: pada kecemasan ini, orang merasa cemas

yang kurang jelas, tidak tentu dan tidak ada hubungannya dengan

apa-apa serta mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.


12

2) Kecemasan dalam bentuk takut akan benda-benda atau hal-hal

tertentu. Contoh: takut melihar darah, serangga, binatang-binatang

kecil, tempat yang tinggi dan orang ramai.

3) Kecemasan dalam bentuk ancaman, yaitu: kecemasan yang

menyertai gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa. Orang merasa

cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak

menyenangkan, sehingga ia merasa terancam oleh sesuatu itu.

c. Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan

hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan

ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan jiwa, yang kadang-

kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

Menurut Cattell, Scheier & Spilberger (Clerq, 1994) berdasarkan

kondisinya kecemasan digambarkan sebagai state anxiety dan trait anxiety.

State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu,

yang dirasakan sebagai suatu ancaman. State anxiety beragam dalam hal

intensitas dan waktu (contoh: mengikuti ujian, terbang, kencan pertama, dan

lain-lain). Keadaan ini ditentukan oleh ketegangan yang subjektif.

Trait anxiety menunjuk pada ciri atau sifat seseorang yang cukup

stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan

sebagai ancaman yang disebut dengan “anxiety proneness” (kecenderungan

akan kecemasan). Orang tersebut cenderung untuk merasakan berbagai

macam keadaan sebagai keadaan yang membahayakan atau mengancam dan

cenderung untuk menanggapi dengan reaksi kecemasan. Spilberger (Clerq,

1994) melihat trait anxiety sebagai bentuk kecemasan kronis. Sebagai


13

contoh: seorang anak dengan sifat kecemasan yang kuat akan bereaksi lebih

sering dan dengan intensitas yang lebih tinggi terhadap berbagai situasi.

Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kecemasan dibagi menjadi dua yaitu: state anxiety (kecemasan akibat reaksi

emosi sementara karena sesuatu hal dari luar maupun dalam yang

mengancam) dan trait anxiety (kecemasan yang kronis akibat dari seseorang

yang memiliki sifat cukup stabil akan kecenderungan kecemasan). Pada

penelitian ini kecemasan pendaki termasuk dalam state anxiety.

5. Fungsi kecemasan

Kecemasan mempunyai fungsi sebagai pendorong, seperti halnya

lapar dan seks. Apabila kecemasan timbul, hal ini akan mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu supaya tegangan dapat direduksikan

atau dihilangkan (Soeryobroto, 1982).

Fungsi kecemasan adalah memperingatkan sang pribadi akan

adanya bahaya yang merupakan isyarat bagi ego bahwa bila tidak

dilakukan Tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu akan meningkat

sampai ego dikalahkan. Menurut Hall & Lindsey; Wiley & Sons (1993).

Kecemasan akan memotivasi sang pribadi untuk melakukan sesuatu. Sang

pribadi bisa lari dari daerah yang mengancam, menghalangi impuls yang

membahayakan atau menuruti suara hati.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa fungsi kecemasan yaitu memberikan peringatan kepada seseorang

akan adanya bahaya, yang merupakan isyarat bagi ego untuk melakukan

tindakan-tindakan tepat agar bahaya tidak meningkat dan mengalahkan


14

ego. Selain itu juga mendorong seseorang untuk melakukan upaya agar

tegangan dapat direduksi atau dihilangkan.

B. Pendaki

Pendaki adalah orang yang melakukan aktivitas mendaki. Pendaki

berasal dari kata daki yang konteksnya memanjat, menaiki atau hal yang

berkaitan dengan menanjak naik. Pendaki gunung adalah orang yang

melakukan kegiatan berolah raga dengan cara mendaki gunung (Tim

Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008).

Pendakian berarti pemanjatan atau perbuatan mendaki, jadi pendakian

gunung mempunyai arti kegiatan pemanjatan atau perbuatan mendaki sebuah

gunung (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008).

C. Gunung

Gunung adalah suatu daerah daratan yang mempunyai perbedaan

tinggi yang menyolok dengan daerah sekitarnya. Sebuah gunung biasanya

lebih tinggi dan curam dari sebuah bukit, tetapi ada kesamaan, dan

penggunaan sering tergantung dari adat lokal. Encyclopedia Britannica

mendefinisikan gunung apabila memiliki puncak lebih dari 2000 kaki atau

610 m (Pustekkom, 2007).

Gunung adalah bukit yang sangat besar dan tinggi. Biasanya tingginya

lebih dari 600 m (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008).

D. Kecemasan Pendaki Sebelum Pendakian Gunung

Pendaki adalah orang yang melakukan kegiatan memanjat atau

mendaki (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008). Kegiatan mendaki ini

tidak hanya bisa dilaksanakan di gunung tetapi bisa juga di bukit maupun
15

dataran-dataran yang menanjak atau mempunyai ketinggian. Sedangkan

gunung adalah dataran yang memiliki puncak lebih dari 2000 kaki atau 610 m

(Encyclopedia Britannica). Kecemasan pendaki sebelum pendakian gunung

adalah suatu proses emosi yang tidak menyenangkan, muncul pada diri

pendaki sebelum melakukan aktivitas pendakian gunung. Proses emosi ini

merupakan respon terhadap suatu ancaman dari luar, ketidakpastian yang

menimbulkan perasaan tertekan, perasaan tidak mampu dan tegang. Hal ini

menimbulkan suatu reaksi fisiologis. Kecemasan memiliki beberapa bagian

penting yaitu: gejala-gejala kecemasan, faktor penyebab, fungsinya dan

macamnya. Gejala kecemasan adalah gangguan-gangguan yang muncul pada

individu, ini bisa berupa fisik dan mental (Daradjat, 1985) maupun perilaku

dan kognitif (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Faktor penyebab kecemasan

adalah segala sesuatu yang mengakibatkan gangguan-gangguan pada

individu. Macam kecemasan menurut Cattell, Scheier & Spilberger berupa

state anxiety dan trait anxiety. Sedangkan fungsi kecemasan adalah hasil yang

didapat individu dari pengalaman menghadapi kecemasan. Ini berguna

memberikan peringatan kepada seseorang akan adanya bahaya, sebagai

isyarat agar melakukan tindakan-tindakan tepat agar bahaya tidak meningkat

dan mendorong seseorang untuk melakukan upaya agar tegangan dapat

dihilangkan.

E. Pertanyaan Penelitian

1. Gejala-gejala kecemasan apa saja yang muncul pada diri pendaki sebelum

mereka melakukan kegiatan pendakian gunung?


16

2. Apa penyebab kecemasan pendaki sebelum melakukan kegiatan pendakian

gunung?

3. Fungsi kecemasan apa yang diperoleh pendaki dari kecemasan yang

dialaminya?
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab metodologi penelitian menjelaskan jenis penelitian, variabel

penelitian, definisi operasional, subyek penelitian, metode pengumpulan data,

keabsahan data dan metode analisis data penelitian.

A. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran mengenai subyek yang diteliti. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif, di mana data disajikan secara naratif.

Menurut Bogdan dan Taylor (1975), penelitian kualitatif didasarkan pada

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan kecemasan-kecemasan yang

muncul pada pendaki sebelum pendakian berlangsung.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan pendaki sebelum

pendakian gunung.

C. Definisi Operasional

Kecemasan pendaki sebelum pendakian gunung adalah suatu proses

emosi yang tidak menyenangkan, muncul pada diri pendaki sebelum

melakukan aktivitas pendakian gunung yang merupakan respon terhadap

suatu ancaman dari luar, ketidakpastian yang menimbulkan perasaan tertekan,

tidak mampu dan tegang, serta menyebabkan reaksi fisiologis.

17
18

Dalam penelitian ini kecemasan pendaki akan dilihat dan diungkap

melalui metode wawancara dan observasi. wawancara dengan menggunakan

daftar pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada aspek-aspek kecemasan

yang telah disusun dari pendapat beberapa ahli. Sedangkan observasi

dilakukan di lapangan secara langsung sebagai crosschek dan data tambahan.

D. Subyek Penelitian

Pengambilan subyek dalam penelitian ini menggunakan cara random

dengan kriteria telah mendaki lebih dari 7 (tujuh) kali pendakian dan pernah

mengikuti pendidikan dasar kepecintaalaman. Subyek tersebut dianggap bisa

mewakili pendaki yang masih aktif mendaki, memiliki pengalaman,

pengetahuan serta kemampuan tentang aktivitas pendakian gunung dan dapat

memberikan gambaran mengenai kecemasan yang di alami pendaki sebelum

aktivitas pendakian berlangsung.

Pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif disesuaikan dengan

tujuan penelitian. Ukuran sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria

tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Poerwandari, 1998) .

E. Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini

adalah metode wawancara dan observasi.

Menurut Banister (1994) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang

diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan

dengan maksud memperoleh pengetahuan tentang makna subyektif yang

dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud

melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat
19

dilakukan melalui pendekatan lain. Menurut Hadi (2004) wawancara adalah

metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab sepihak

yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dirumuskan bahwa

wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

tanya jawab dengan bertujuan untuk mengungkap dan mengeksplorasi topik-

topik yang diteliti berdasarkan pendapat atau makna subyektif yang dipahami

individu.

Wawancara dilakukan secara langsung kepada ketiga pendaki sebagai

subyek penelitian untuk memperoleh keakuratan data.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur, yang

merupakan perpaduan antara wawancara terstruktur dengan wawancara non

terstruktur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan suatu panduan atau

daftar pertanyaan yang akan diajukan dan dapat digunakan untuk menemukan

informasi yang bukan baku atau informasi tunggal dan berbeda dalam hal

waktu bertanya dan cara memberi respon, yaitu jauh lebih bebas iramanya

(Moelong, 2000).
20

Tabel 1

Pertanyaan Wawancara

Data yang digali Hal-hal yang mau Pertanyaan


diungkap
Identitas subyek Nama, usia, pekerjaan. Siapakah nama lengkap anda ?
Berapa usia anda ?
Apa pekerjaan anda sekarang ?
Pengalaman pendakian Kapan mulai mendaki Sejak tahun berapa anda
gunung gunung, berapa kali mendaki gunung ?
mendaki gunung, gunung Sudah berapa kali anda
mana saja yg pernah mendaki gunung ?
didaki. Anda pernah mendaki gunung
mana saja ?
Kecemasan Pernah / tidak mengalami Apakah anda mengalami
kecemasan sebelum kecemasan sebelum melakukan
mendaki gunung. pendakian gunung ?
Gejala fisik Gejala-gejala kecemasan Gejala-gejala kecemasan apa
Gangguan sirkulasi tubuh yang muncul yang muncul berupa gangguan
Ganggauan tidur berhubungan dengan fisik ? yang berhubungan
Gangguan pencernaan fisik pendaki. dengan sirkulasi tubuh ?
Gangguan-gangguan lain pencernaan ? gangguan tidur /
pola tidur ?
Gejala mental Gejala-gejala kecemasan Gejala-gejala kecemasan apa
Perasaan yang muncul yang muncul berupa gangguan
Pikiran berhubungan dengan mental ? yang berupa perasaan
mental pendaki. ? Pikiran ?
Gejala perilaku Gejala-gejala kecemasan Gejala-gejala kecemasan apa
Rendah diri. yang muncul yang muncul berupa gangguan
Perilaku menghindar. berhubungan dengan perilaku atau tingkah laku ?
Perilaku dependen dan perilaku atau tingkah laku apakah anda memunculkan
melekat. pendaki. perilaku aneh / tidak sesuai
Gerakan-gerakan neurotik kebiasaan?
tertentu; mematah-
matahkan buku jari,
21

mendehem, dan sebagainya.


Penyebab kecemasan Hal-hal yang Apa yang membuat anda cemas
memunculkan kecemasan sebelum melakukan pendakian
pendaki baik internal gunung ?
maupun eksternal.
Fungsi kecemasan Mengetahui pengaruh Apa pengaruh atau akibat
dari kecemasan yang kecemasan yang muncul,
muncul terhadap diri terhadap diri anda ?
subyek.

Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti “melihat”

dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan

memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut

(Banister. dkk, 1994).

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

1. Kecemasan-kecemasan subyek yang muncul selama observasi

berlangsung.

2. Perilaku-perilaku yang menunjukkan kecemasan subyek yang muncul

selama observasi berlangsung.

F. Kesahihan dan Keabsahan Data

1. Kredibilitas

Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai

maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,

kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Konsep kredibilitas

juga harus mampu mendemonstrasikan bahwa untuk memotret

kompleksitas hubungan antar aspek-aspek tersebut, penelitian dilakukan


22

dengan cara tertentu yang menjamin bahwa subyek penelitian

diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat. Stangle dan Sarantakos

(1993), menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif validitas dicoba

dicapai tidak melalui manipulasi variable, malainkan melalui orientasinya,

dan upayanya mendalami dunia empiris, dengan menggunakan metode

yang paling cocok untuk pengambilan data. Konsep yang dipakai adalah

antara lain, validitas komunikatif, validitas argumentatif, dan validitas

ekologis.

Validitas komunikatif dilakukan melalui dikonfirmasikannya

kembali data dan analisisnya pada responden penelitian. Hal ini dilakukan

dengan diskusi hasil penelitian bersama ketiga subyek penelitian.

Sedangkan validitas argumentatif tercapai bila presentasi temuan dan

kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya serta dapat dibuktikan

dengan melihat kembali data mentah. ini dilakukan dengan

membandingkan kembali hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh

dengan data-data mentah yang didapatkan dari ketiga subyek penelitian.

Validitas ekologis menunjukkan pada sejauh mana studi dilakukan pada

kondisi alamiah dan partisipan yang diteliti, sehingga justru kondisi “apa

adanya” dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks dalam penelitian. Hal

ini dibuktikan dengan dilakukannya wawancara dan observasi lapangan

secara langsung tanpa adanya rekayasa dan pengaturan yang dapat

mengganggu dan merusak keaslian data yang diambil.

Lamnek (Poerwandari, 1998) menyatakan penelitian kualitatif

justru menampilkan kelebihan dibandingkan penelitian positivistik


23

tradisional, sehingga dapat pula dikatakan menampilkan validitas yang

lebih tinggi. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah: (1) Dalam

penelitian kualitatif data lebih dekat dengan lapangan penelitian dalam

mana partisipan berada, (2) Upaya pengumpulan informasi tidak secara

kaku ditentukan sejak awal, metode yang dipakai lebih terbuka dan luwes

mengikuti kebutuhan lapangan, (3) Dalam studi kualitatif, aspek

komunikasi menjadi penting, baik dalam mendekati partisipan maupun

dalam keterbukaan peneliti mengungkapkan latar belakang penelitian.

2. Dependability

Dependability menggantikan istilah reliabilitas dalam penelitian

kualitatif. Melalui konstruk dependability, peneliti memperhitungkan

perubahan-perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang

diteliti, juga perubahan dalam desain sebagai hasil dari pemahaman yang

lebih mendalam tentang setting yang diteliti (Poerwandari, 1998).

Langkah-langkah yang dilakukan guna mencapai dependability penelitian

adalah;

a. Pencatatan informasi dengan alat perekam, memberikan uraian

deskriptif, catatan verbatim, sehingga tidak menimbulkan tafsiran

yang beraneka ragam.

b. Peneliti mendiskusikan temuan dan analisis penelitian dengan orang

lain sesama peneliti maupun dosen pembimbing (diskursus).

Menurut Marshall dan Rossman (1995) melalui konstruk

dependability peneliti memperhitungkan perubahan yang mungkin terjadi

menyangkut fenomena yang diteliti dan juga perubahan dalam desain


24

sebagai hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang setting atau

latar belakang yang diteliti. Dengan data mentah yang telah didapat secara

lengkap dan diorganisasikan dengan baik, peneliti memungkinkan pihak

lain untuk mempelajari data yang telah ada, kemudian mengajukan

pertanyaan-pertanyaan penting bila perlu, bahkan melakukan analisis

kembali.

3. Confirmability

Confirmability adalah istilah yang dipakai sebagai pengganti

obyektifitas. Penelitian kualitatif mengembangkan pemahaman tentang

obyektifitas yang ditampilkan melaluai sejauh mana diperoleh persetujuan

diantara peneliti-peneliti mengenai aspek yang dibahas. Obyektifitas yang

dimaksud di sini yaitu dalam hal transparansi, dimana dibutuhkan

kesediaan peneliti untuk mengungkapkan secara terbuka proses-proses dan

elemen-elemen.dalam penelitiannya, sehingga memungkinkan pihak lain

untuk melakukan penilaian (Poerwandari, 2001). Peneliti memberikan

data-data secara lengkap, jelas, apa adanya dan terbuka mengenai proses

jalannya penelitian dari awal hingga selesainya penelitian yang

kesemuanya disajikan pada pelaksanaan, laporan, hasil penelitian dan

pembahasan. Hal ini memungkinkan pihak lain, seperti dosen dan

pembaca untuk memberikan penilaian, masukan, dan kritik terhadap

penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan melalui diskusi dengan

peneliti lain, dosen dan dalam ujian akhir skripsi.


25

G. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitataif sehingga data yang

diperoleh tidak berupa angka, tetapi lebih banyak berupa narasi,

deskripsi,cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar dan foto),

ataupun bentuk-bentuk non-angka lain (Poerwandari, 1998). Pada

penelitian ini langkah-langkah analisis data yang dipakai adalah membaca

dan menyusun transkrip wawancara, mengidentifikasi kemungkinan tema-

tema atau ide-ide yang muncul, menjabarkan ide-ide dalam kode-kode atau

kategori-kategori serta interpretasi data.


BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Bab hasil penelitian & pembahasan menjelaskan tahap persiapan

penelitian, proses pemilihan subyek penelitian, identitas subyek, pelaksanaan

wawancara dan observasi, hasil observasi subyek 1, subyek 2, subyek 3, analisis

data dan pembahasan hasil penelitian.

A. Tahap Persiapan Penelitian

Penelitian diawali dengan pemilihan tema dan judul yang disusun

menjadi proposal penelitian. Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab yaitu:

bab I yang berisi pendahuluan, bab II yang berisi landasan teori dan bab III

yang berisi tentang metodologi penelitian. Setelah proposal penelitian

mendapatkan persetujuan langkah berikutnya peneliti mencari subyek

penelitian yang akan digunakan. Pemilihan subyek penelitian berdasarkan

pada kesesuaian topik dan tujuan penelitian. Pemilihan subyek pada

penelitian ini didasarkan dari pengalaman subyek terhadap topik yang

diangkat dan kedekatan dengan peneliti. Informasi-informasi pengalaman

tersebut dikonfirmasikan kepada subyek melalui tatap muka. Pada kontak

pertama peneliti menyampaikan maksud penelitian yang akan dibuat dan

membicarakan tentang topik penelitian yang akan dilakukan. Peneliti

melakukan ini dengan tujuan untuk mempermudah jalannya penelitian dan

mempermudah dalam meminta kesediaan subyek menjadi subyek penelitian.

Pada tatap muka pertama peneliti menyampaikan beberapa hal yang

berkaitan dengan penelitian, yaitu:

1. Peneliti memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penelitian.

26
27

2. Peneliti menanyakan kesediaan calon subyek penelitian. Peneliti juga

menginformasikan bahwa subyek berhak menentukan apakah identitasnya

akan dirahasiakan atau tidak.

3. Menetapkan waktu dan tempat wawancara yang disesuaikan dengan

kenyamanan subyek penelitian dan kemampuan peneliti.

4. Meminta kesediaan subyek untuk direkam (secara audio) selama proses

wawancara dan dicatat hal-hal yang penting selama wawancara dan

observasi berlangsung.

B. Proses Pemilihan Subyek Penelitian

Meskipun sudah memilih beberapa pendaki yang memenuhi kriteria

dan bersedia untuk menjadi subyek penelitian namun dalam prakteknya

beberapa pendaki terlalu sibuk, sehingga sulit untuk dihubungi. Dalam

mencari subyek penelitian, peneliti memperoleh informasi atau data-data dari

beberapa teman pendaki lain. Selain itu alasan pengalaman pendakian (sudah

berapa kali mendaki dan pernah mendaki gunung mana saja) menjadi

pertimbangan peneliti dalam memilih subyek penelitian karena memang

aktivitas pendakian rata-rata dilakukan antara bulan Juni-Oktober dan

pendaki melakukan aktivitas pendakian rata-rata 1 sampai 2 kali dalam satu

tahun.

C. Deskripsi subyek

Penelitian ini dilakukan pada tiga orang pendaki yang telah

berpengalaman mendaki lebih dari 7 kali. Subyek penelitian sengaja tidak

samarkan, hal ini dilakukan karena subyek merasa tidak keberatan dirinya

dipakai sebagai sampel penelitian.


28

Saat ini, subyek 1 (sdr budi) berusia 29 tahun. Mas Budi adalah anak

ke 2 dari 3 bersaudara. Dia merupakan anak laki-laki satu-satunya dan

mempunyai dua saudari perempuan. Mas Budi bekerja sebagai pegawai

negeri sipil di Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dan

ditempatkan di Balai ESDM Pati. Ia termasuk seorang pemikir, idealis tetapi

supel dan mudah bergaul.

Mas Budi memulai aktivitas pendakian gunung ketika dia bergabung

dalam ekstrakurikuler pecinta alam di SMU. Dia melakukan pendakian

pertamanya ketika libur kenaikan kelas, dalam kegiatan pendakian massal

untuk mendapatkan KTA (Kartu Tanda Anggota) PASADA Zealous. Sejak

saat itu ia mulai menyukai kegiatan mendaki gunung dan mulai mendaki di

setiap musim pendakian gunung.

Dia pernah mendaki gunung kurang lebih 90 kali, yang mencapai

puncak kurang lebih 50 kali. Gunung yang pernah di daki antara lain Gunung

Merapi, Merbabu, Lawu, Sindoro, Sumbing di Jawa Tengah, Gunung Gede,

Pangrango di Jawa Barat dan Gunung Bromo di Jawa Timur. Pada usia antara

20 – 25 tahun mas Budi sering melakukan pendakian 5 – 8 kali dalam satu

tahun, tetapi saat ini hanya dilakukan antara 1 – 2 kali dalam satu tahun. Hal

ini karena kesibukan subyek sebagai PNS di Kabupaten Pati.

Subyek 2 (sdr Niko) merupakan mahasiswa semester 4 di UPN

Veteran Yogyakarta. Saat ini ia berusia 19 tahun. Niko merupakan anak ke 2

dari 2 bersaudara. Dia mempunyai satu saudari perempuan tetapi sudah

meninggal saat masih balita. Ayahnya bekerja sebagai sales produk jamu Air
29

Mancur, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Dia termasuk orang

yang tidak banyak bicara tetapi mudah bergaul.

Niko memulai aktivitas pendakian gunung saat kelas 3 SMP. Dia

melakukan pendakian gunung pertama pada tahun baru 2003. Saat itu ia

mendaki Gunung Lawu dengan tiga sahabatnya dan didampingi oleh mas

Budi (subyek 1) dan beberapa temannya. Hobynya akan kegiatan pendakian

gunung semakin tersalurkan ketika bergabung dalam ekstrakurikuler pecinta

alam di sekolahnya. Sejak saat itu ia mendaki gunung di setiap musim

pendakian.

Dia pernah mendaki gunung antara 10 – 15 kali, yang mencapai

puncak kurang lebih sepuluh kali. Gunung yang pernah di daki antara lain

Gunung Merapi, Merbabu dan Lawu. Ia melakukan pendakian gunung

sekitar 1 – 2 kali dalam satu tahun pada musim pendakian.

Subyek 3 (sdr Bayu) adalah seorang guru honorer SD Negeri di

Klaten. Dia mengajar bidang ajar ketrampilan computer. Saat ini ia berusia

25 tahun. Dia merupakan anak ke 3 dari tiga bersaudara. Bayu merupakan

anak lelaki satu-satunya dan mempunyai dua saudari perempuan yang telah

berkeluarga. Dia termasuk orang yang ceria, supel dan mudah bergaul.

Bayu memulai aktivitas mendaki gunung saat SMU ketika dia

bergabung dengan ekstrakurikuler pecinta alam. Dia mendaki gunung

pertama kali pada tahun 2000 pada kegiatan pendakian massal untuk

mendapatkan KTA (Kartu Tanda Anggota) ARNAL Jogonalan. Sejak saat itu

ia mulai menyukai kegiatan pendakian gunung.


30

Dia pernah mendaki gunung kurang lebih 30 kali dan yang mencapai

puncak kurang lebih 20 kali. Ia pernah mendaki Gunung Merapi, Merbabu,

Lawu, Sindoro dan Gunung Sumbing. Ketika masih SMU Bayu termasuk

pendaki yang aktif. Dia mendaki gunung 3 sampai 4 kali dalam satu tahun

pada musim pendakian. Pada saat ini subyek hanya mendaki 1 – 2 kali dalam

satu tahun pada hari-hari libur di musim pendakian. Hal ini karena

pekerjaannya sebagai guru.


31

Tabel 2

Identitas Subyek Penelitian

Data Subyek Subyek 1 Subyek 2 Subyek 3

Nama Y. Budi Setiyawan B. Nico Prabowo Bayu Dharma. K

Tempat/tgl Klaten, 16 April Klaten, 19 Juni


Klaten, 11 juli 1984
lahir 1981 1990

Pekerjaan PNS Mahasiswa Guru SD

Asal Klaten Klaten Klaten

Pengalaman Mulai 1997 - Mulai 2003 - Mulai 2000 -


pendakian sekarang sekarang sekarang

Merapi, Merbabu,
Gunung Merapi, Merbabu,
Lawu, Sindoro, Merapi, Merbabu,
yang pernah Lawu, Sindoro,
Sumbing, Gede, Lawu
di daki Sumbing
Pangrango, Bromo

Tanggal 13 Mei Tanggal 16 Mei Tanggal 23 Mei


2010 2010 2010
Pukul 20.00 – Pukul 20.00 – Pukul 21.00 –
Wawancara 21.00 WIB 21.00 WIB 22.00 WIB
Tempat Jomboran, Tempat Jomboran, Tempat Sidowayah,
Mojayan, Klaten Mojayan, Klaten Klaten (rumah
(rumah subyek) (rumah subyek) teman subyek)

Tanggal 27 – 28 Tanggal 27 – 28 Tanggal 27 – 28


Mei 2010 Mei 2010 Mei 2010
Observasi Lokasi Sidowayah Lokasi Sidowayah Lokasi Sidowayah
dan Base camp dan Base camp dan Base camp
cemoro sewu cemoro sewu cemoro sewu
32

D. Hasil Penelitian

1. Observasi Subyek 1, Subyek 2 dan Subyek 3

Peneliti melakukan observasi pada saat mas Budi, Niko, Bayu

mempersiapkan pendakian ke Gunung Lawu tanggal 28 – 29 Mei 2010.

Pada tanggal 27 Mei 2010 pukul 20.00 WIB di Sidowayah, ia

mengumpulkan beberapa teman-teman yang akan mengikuti kegiatan

pendakiaan Gunung Lawu. Mas budi mengajak teman-teman itu untuk

membicarakan persiapan-persiapan, meliputi peralatan camp (tenda,

kompor, misting, matras,), P3K, logistik makanan, transport, rencana jam

keberangkatan dan rute perjalanan. Selain membicarakan persiapan

pendakian, subyek dan teman-temannya membicarakan banyak hal.

Ketika pukul 22.00 WIB beberapa teman pulang karena sudah malam. Di

Sidowayah yang tertinggal hanya mas Budi, Niko, bayu dan peneliti.

Pembicaraan semakin seru dengan berbagai topik, mulai dari rencana

kegiatan-kegiatan lain, sosial, masalah komunitas dan beberapa gosip

seputar teman-teman. Selain itu juga di bahas tentang kemungkinan-

kemungkinan cuaca, info-info terbaru seputar medan pendakian dan

kondisi teman-teman yang ikut mendaki.

Pada pukul 23.00 WIB Niko tampak menahan sesuatu. Saat di

tanya dia menjawab bahwa dari tadi dia menahan kentut karena selama

satu hari dia belum bisa buang air besar karena memikirkan rencana

pendakian. Sambil tertawa dia berkata “akhirnya lega juga” dan ternyata

dia telah membuang gas yang sangat bau sekali. Setelah itu ia memohon

pamit karena mengantuk. Peneliti sempat meminta mas Budi dan Bayu
33

untuk pulang dan beristirahat, tetapi mas Budi menjawab “ ngusir ye! Aku

lagi iso turu paling ko jam loro jam telunan mid, jik mumet ki mikir suk

munggahe”, sedangkan Bayu menjawab “ kosik mid, men cetha kabeh sik,

men sesuk ra ana opo-opo”. Setelah itu mas Budi, Bayu dan peneliti

terlibat pembicaraan lagi. Pukul 02.00 WIB mas Budi dan Bayu pamit

untuk pulang. Pada pagi harinya mas Budi, Niko, Bayu melakukan

aktivitasnya masing-masing.

Sore hari tanggal 28 Mei 2010, pukul 15.00 WIB, ketiga subyek

dan para peserta pendakian telah berkumpul di sidowayah. Sambil

menunggu teman-teman yang belum hadir, mas Budi dan Bayu

mengadakan pengecekkan kelengkapan pendakian. Peneliti melihat ada

yang tidak beres dengan niko. Salah seorang teman mendekati dan

menanyakan apa yang terjadi. Niko mengatakan bahwa dia terserang

migrain, kepalanya sakit sebelah. Kemudian salah seorang teman memberi

minyak angin kepadanya dan setelah di beri minyak angin ia sudah merasa

migrainnya berkurang. Pada pukul 16.00 WIB rombongan berangkat

menuju base camp cemoro sewu di Magetan, Jawa Timur.

Pukul 18.00 WIB rombongan sampai di base camp dan mendirikan

tenda. Rombongan menunggu jadwal naik pada pukul 21.00 WIB dengan

melakukan aklimatisasi atau penyesuaian suhu tubuh dengan lingkungan

sekitar. Pada saat aklimatisasi ini beberapa peserta memanfaatkan waktu

dengan mengobrol dan mengisi perut di warung-warung sekitar. Peneliti

melihat mas Budi terserang migrain. Peneliti melihatnya mengoleskan


34

minyak angin di sekitar kepalanya dan setelah ditanyakan ternyata benar,

ia mengalami migrain.

Dua jam sebelum keberangkatan, peneliti mulai melihat beberapa

keanehan pada Ketiga subyek. Mas Budi mengeluh sakit perut, tetapi

ketika ke WC keluarnya sedikit. Ini terjadi tiga kali. Selain itu ia juga

berkali-kali ke kamar mandi atau ke semak-semak untuk buang air kecil.

Peneliti juga sering melihatnya ketika duduk, dia mematah-matahkan

jarinya sambil sesekali menggoyang-goyangkan kakinya. Peneliti melihat

dia menikmati hal itu. Lain halnya yang terjadi pada Niko, dia mulai

senang menyendiri agak menjauh dari teman-teman yang lain. Dia menjadi

lebih sensitif dan mudah terpancing emosinya terhadap perkataan dan

candaan teman-teman. Hal ini tampak ketika ada teman yang menggoda

“lagi golek wangsit ye ko?”, ia menjawab dengan nada tinggi

“Matamu!!!!”. Sedangkan Bayu memperlihatkan perilaku yang aneh. Dia

yang biasanya merokok 1 batang antara 2 hingga 3 jam menjadi 2 hingga 3

batang dalam 1 jam. Hingga beberapa teman mengatakan “ nyepur Bay”.

Ketika waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB, Mas Budi dan Bayu

mengumpulkan para peserta pendakian dan menginstruksikan untuk

mengecek perlengkapan dan perbekalan yang akan di bawa. Niko tampak

malas-malasan ketika mengecek perlengkapan dan perbekalannya. Hal ini

menyebabkan mas Budi dan Bayu terpancing emosinya. Mas Budi

mengatakan “kowe ki gek ndang cepet to Ko, nyebah-nyebahi wae lho!!

klelat-klelet!!”. Bayu menambahi dengan berkata “yen ra niat rasah

munggah wae!!!”. Niko membalas dengan mengatakan “Urusan ku tho!!!


35

Crewet wae!!!”. Pada saat pengecekkan itu, beberapa kali mas Budi

mengalami kebingungan sendiri dan sering melakukan kesalahan,

misalnya ketika dia menanyakan “endi tasku?” padahal tas yang dia cari

habis dia pakai sebagai bantal tidur atau “ki korekku tho, senengane i lho

njukuki barange liyan (sambil tertawa)” padahal dia belum mengeluarkan

koreknya sendiri. Setelah semua pengecekkan selesai, sambil menunggu

jam keberangkatan, mas Budi tampak asyik menggigiti ujung kuku jari

sambil melamun. Pukul 21.00 WIB rombongan pendakian memulai

perjalanan.

2. Analisis Data Wawancara

a. Gejala Kecemasan Fisik

Seperti orang pada umumnya, ketiga subyek juga memiliki

kecemasan yang berhubungan dengan fisik. Kecemasan-kecemasan

itu ada yang berupa gangguan sirkulasi tubuh, gangguan tidur,

gangguan pencernaan maupun gangguan-gangguan fisik lain. Subyek

merasakan adanya gangguan kecemasan sebelum dia melakukan

kegiatan pendakian gunung:

“Ya, pasti kalau itu ya. Walaupun gunung yang sudah saya daki aja kalau saya
mau mendaki lagi pasti cemas, merasa..pasti ada itu nggak. Kalau saya pribadi lho
ya. Kalau pendaki yang lain saya kurang tahu.”
(S1.W1.B70-75)

“Ee… termasuk yang sering, terutama sebelum mendaki gunung atau persiapan di
basecamp, itu sering banget cemas.”
(S2.W1.B45-48)

“Ya. Saya sering mengalami kecemasan sebelum melakukan pendakian.”


(S3.W1.B56-57)
36

Gangguan kecemasan tersebut mulai muncul dari ungkapan

subyek berikut:

“Ee… biasanya ya… H min..H-2 hari atau bahkan ketika mau berangkat itu dari
rumah itu kan butuh waktu perjalanan itu ya, (pewawancara batuk) itu sudah ada
kecemasan atau bahkan di base camp itu pasti ada cemas tapi cemasnya lain-lain
kan, tentunya?”
(S1.W1.B98-104)

Ee… saya lebih sering ke H-1 ya H-1 itu dah..ya meskipun skalanya baru kecil tapi
sudah saya rasakan H-1, kalau..ee… H..H min mungkin satu minggu sebelumnya
atau tiga hari sebelumnya itu hanya just, cuma sekedar menjadi pikiran. Saya
nggak..baru saya pikirkan apa-apanya yang..yang… ee… yang me..kecemasan-
kecemasan itu baru dipikiran belum sampek saya… ee… timbul kecemasan dalam
diri yang menyebabkan lebih cemas gitu. H-1.
(S2.W1.B202-212)

“Kalau yang itu, ee… sebutkan tadi ee… saat hari H tapi hari H ee… sebelum saya
di basecamp. Jadi mungkin di rumah saat persiapan kayak gitu.”
(S2.W1.B77-80)

Gejala-gejala kecemasan fisik terdiri dari beberapa macam

gangguan, salah satunya adalah gangguan sirkulasi tubuh. Mengenai

gangguan sirkulasi tubuh ini subyek mengungkapkan:

“Itu. Trus gangguan fisiknya itu lebih cenderung saya rasakan ketika… kalau H
min sekian itu pasti deg-degan ya jantung berdebar lah, walaupun saya tu hoby
naik gunung tetapi kalau misalnya mau berangkat dari rumah H-2 atau H-3 tu
kalau teringat rencana, baru teringat lho ya! Bahwa besok 2 hari atau 3 hari lagi
saya naik gunung, itu deg-degan thok. Wah besok bagaimana, deg-degan, gini, gini,
gini, gini, gini…”
(S1.W1.B106-116)

“…trus sama nafas saya kadang… nafasnya nggak normal kayak biasanya kayak
gitu.”
(S2.W1.B95-97)

Sedangkan gejala kecemasan fisik yang berupa gangguan

pencernaan mulai muncul dan subyek rasakan saat di base camp:

“Tetapi kalau lebih pada fisik, kalau sudah sampai di base campnya mau mendaki.
Kurang lebih satu jam atau dua jam mau pendakian itu sudah mulai.”
(S1.W1.B116-119)

“Biasanya yang saya rasakan ini perut sakit rasanya pengen berak tapi kalau
diberakkan ya keluar tapi biasanya jumlahnya sedikit. Trus sering kencing-kencing
tu lho.”
(S1.W1.B120-124)
37

“Trus kalau bahasanya mungkin orang lain mengatakan maag tapi lebih cenderung
apa ya? Kayak asam lambungnya tu naik sampai ke tenggorokan, jadi rasanya
panas sekali. Itu saya juga pernah mengalami seperti itu. Mungkin ya karna tadi
dampak dari cemas dulu sehingga kayaknya rasane perut itu kayak kenyang. Jadi
kalau kita suruh makan, minum itu males. Itu, rata-rata kayak gitu.”
(S1.W1.B191-200)

“Ee… gangguan fisik yang sering saya rasakan ee… saya nggak bisa BAB itu,trus
lalu yang kedua perut itu kadang mual.”
(S2.W1.B64-67)

Gangguan tidur sering menyerang orang-orang yang

mengalami kecemasan. Beberapa di antaranya subyek penelitian ini.

Mereka mengalaminya ketika mempersiapkan kegiatan pendakian

gunung:

“Gangguan tidur biasanya sebelum berangkat, misalnya besok saya berangkat


pendakian dengan temen-temen itu biasanya malamnya ini. Kesannya kita
begadang padahal sebenarnya kalau menurut saya itu juga gangguan, ee… tahu
bahwa besok perjalanan malam, pendakian malam tapi malam sebelumnya itu kita
sudah berusaha pengen tidur agar besok nggak terganggu fisiknya tapi karna sudah
tahu bahwa besok mau mendaki itu memang gangguan tidur itu sering nyerang.
Itu.”
(S1.W1.B136-147)

“Ya bisa tidur tetapi biasanya, kayaknya tu singkat-singkat gitu lho. Jadi tidur
kemudian terbangun lagi trus kemudian tidur terbangun lagi, gitu. Kalau..kalau
seperti mimpi-mimpi buruk itu kayaknya nggak..nggak anu kalau..kalau menjelang
pelaksanaannya ya. Jadi kayak tidur tapi nggak tenang gitu aja.”
(S1.W1.B169-176)

“apa ya? Biasane anu e ee… pernah sih kayak migrain itu. Jadi saking anunya trus
kemudian kayak pusing. Mungkin karena kalau menurut saya dampaknya itu karena
saking cemasnya jadi kita nggak mau makan trus akibatnya larinya ke… apa ya?
Kayak migrain.”
(S1.W1.B184-190)

“Trus kadang juga kalau sirkulasi tubuh… kalau pusing-pusing gitu, kadang agak
migrain gitu.”
(S2.W1.B93-95)

“Gejalanya itu sulit tidur. Jadi maksud saya itu karena besok udah hari H
pendakian, maksud saya adalah untuk ee… yo istirahat cukup tapi ternyata…tapi
ternyata ee… pola tidur saya men..eh pola tidur, opo? Tidur saya jadi nggak
nyenyak, nggak nyaman gitu lho.”
(S3.W1.B74-80)

“Biasanya itu munculnya H-1 hari sebelum acara pendakian tersebut.”


(S3.W1.B69-70)
38

Selain gejala-gejala diatas. Subyek 2 (Niko) juga mengalami

gejala kecemasan yang berupa gangguan-gangguan fisik lain yaitu:

“Ee… kalau tangan, tangan itu kadang ee… gimana ya? Keder ee… bergetar
sendiri trus itu yang parah.”
(S2.W1.B91-93)

Subyek 3 (Bayu) hanya mengalami gejala kecemasan fisik

berupa gangguan tidur sebelum melakukan aktivitas pendakian

gunung.

b. Gejala Kecemasan Mental

Gejala-gejala kecemasan yang lain, yang sering muncul dalam

diri individu adalah kecemasan mental. Kecemasan mental ini terdiri

dari dua macam gangguan, yaitu: gangguan pikiran dan gangguan

perasaan. Gangguan kecemasan ini sering terjadi pada setiap orang

mulai dari level yang rendah hingga tinggi. Subyek mengalami gejala

kecemasan ini sebelum melakukan kegiatan pendakian gunungnya.

Gejala kecemasan subyek yang berupa perasaan dan mulai munculnya

tampak dari ungkapan:

“O..ya pasti kalau itu, ada seperti itu. Trus jadi kayak takut mendalam, trus rasane
tu lebih was-was, tapi menurut saya ya kayak gitu tu malah positif jadi saya bisa
menghitung-hitung ulang gitu lho. Positifnya dalam artian begini. Ee… ee kalau
orang jawa ngomong i piye cah ki engko piye cah? Nah seperti itu, ketika muncul
seperti itu “piye cah” itu biasanya kita sama teman-teman berpikir ee… cek
perlengkapan lagi apa yang kurang… nah seperti itu. Larinya malah, kalau saya
seperti itu. Jadi was-was yang berlebih.”
(S1.W1.B207-219)

“Kemudian ee… gangguan emosi, kadang-kadang kalau misalnya alat satu nggak
dibawa saja, di sentil temen kemudian kita emosinya cepet banget. Nah seperti itu
lho. Kayak...trus misalnya lihat temen yang misalnya harusnya sudah packing jam
sekian tapi karena kita sudah cemas dulu ya, cemas nanti jangan-jangan sampai
sananya nanti terlambat atau jangan-jangan ini nanti hujan , jangan-jangan nanti
kita seperti ini, seperti.. , jangan-jangan baterainya habis gitu. Ka..karena
cemasnya itu liat tingkah laku temen itu yang anu.. kadang-kadang sebenernya juga
tingkah lakunya temen..temen kita itu biasa-biasa saja gitu lho, tiap harinya ya wis
kayak gitu, suka mbanyol, suka gini tetapi karena saat itu kan kita tertekan gitu,
jadi kita nggak enak, ngg…ngg…nggak apa masalahe bukan nggak enak tapi kita
39

marah gitu lho, emosi gitu lho, orang kok kayak gitu. Padahal sebenarnya itu hal
biasa kalau dalam..dalam..dalam tidak rangka pendakian ya, dalam ee… kita
ngobrol bersama, kumpul-kumpul itu kalau tingkah laku temen seperti itu hal biasa.
Tapi karena kita menghadapi kecemasan dulu, kita rasane tu og ndak anu gitu lho..
wong kok kayak gitu itu lho! Itu.”
(S1.W1.B219-248)

“Ini sebelum mendaki. Biasanya saya rasakan itu ha.. H-2 jam, H-1 jam ketika kita
mau melakukan perjalanan, itu. Kalau sebelumnya itu jauh-jauh hari malah kita
seneng-seneng saja, kadang-kadang sampai base camp pun kita masih bercanda,
masih asyik gitu lho. Tetapi ketika H-1 jam, H-2 jam itu saya merasakan itu.”
(S1.W1.B253-260)

“Sering, sering sekali. Ee… itu terutama saat sebelum mendakinya, terutama
persiapan di basecamp.”
(S2.W1.B103-105)

“Trus kalau perasaan takut, kadang takut. Trus apa nanti sampai puncak atau
nggak? Trus bisa kembali apa nggak? Kayak gitu.”
(S2.W1.B116-119)

“Oo… was-was. Kadang was-was ee… trus… was-was…”


(S2.W1.B125-126)

Sedangkan kecemasan yang berupa gangguan pikiran yang

subyek alami:

“Trus kemudian ee… sering-sering salah gitu lho, misalnya saya bawa alat, saya
menanyakan teman “tadi mana skibo saya?” padahal skibonya saya bawa.
Kadang-kadang kayak gitu.”
(S1.W1.B273-277)

“Gejalanya… ee… penyebab pikiran gejala itu kadang… ee… jadi apa enggak saya
naik gunung trus… ee… gejala selanjutnya itu kalau pikiran ya… terpikir orang
yang rumah, temen-temen ee keluarga dan sebagainya.”
(S2.W1.B111-116)

“Em… saya mengalami gangguan kecemasan itu melalui pikiran, yaitu saya
berpikiran besok apakah besok saya bisa sampai ke puncak dan sampai ke rumah
lagi. Itu gangguan kecemasan saya.”
(S3.W1.B99-104)

Subyek 3 (Bayu) hanya mengalami gangguan pikiran sebelum

dia melakukan aktivitas pendakian gunung. Gejala kecemasan mental

yang berupa gangguan pikiran ini mulai muncul:

“H-2 jam mungkin.”


(S3.W1.B135)
40

c. Gejala Kecemasan Perilaku

Kecemasan kadang kala dapat menimbulkan perilaku-perilaku

yang aneh atau di luar kebiasaan yang ada. Bahkan perilaku-perilaku

itu sering kali tidak kita sadari. Hal ini juga terjadi pada subyek 1

(Budi). Ia mengalami gangguan perilaku berupa gerakan-gerakan

neurotik tertentu ketika akan melakukan aktivitas pendakian gunung.

Ini tampak dalam ungkapan subyek:

“Kalau biasanya sih kalau ini temen saya juga anu..ngamati saya. Jadinya kan saya
tu nggigiti jari, kayak gitu. Apa bukan gigit kuku itu lho. Ee… kuku itu saya gigitin.
Saya..saya menikmati kecemasan dengan seperti itu.”
(S1.W1.B268-287)

“Trus ini biasanya, nggerak-nggerakkan kaki yang tidak ada fungsinya kadang-
kadang atau misalnya ee… matah-matahin jari, jari tangan seperti itu. Itu kan
sebenarnya ndak ada fungsinya trus nggerak-nggerakkan kaki, tu lho dengan ritme-
ritme tertentu gitu ee… opo yo, esh ngene iki lho kayak gini kayak gini ni biasanya
(sambil mempraktekkan dengan mengayun-ayunkan kakinya) na itu, kalau perilaku
kalau cemas.”
(S1.W1.B278-288)

Menurut subyek gangguan perilaku ini sering muncul ketika

mendekati waktu perjalanan pendakian:

“Ya sama, H min..H-2 jam, H-1 jam itu biasanya. Ya menurut saya H-1, H-2 itu
waktu-waktu kritisnya sebenarnya. Kritis-kritis puncak-puncaknya kecemasan tapi
kalau sudah berjalan nanti ee… setelah kita melalui pos, pos, pos, pos itu biasanya
berangsur-angsur hilang gitu. Jadi ya kritisnya itu, H-1, H-2 jam sebelum kita
berangkat itu. Itu terasa sekali.”
(S1.W1.B297-305)

Subyek 2 (Niko) mengalami beberapa gejala kecemasan yang

berhubungan dengan perilaku. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:

“Ee… kalau tingkah laku ya.. itu tadi saya jadi berhemat aktifitas. Saya jadi malas-
malasan sebelum pendakian.”
(S2.W1.B 141-143)

“Saya jadi memilah-milah makanan saya, biasanya tidak. Lalu… tingkah laku yang
lain ee…saya justru sering apa itu? Menahan untuk buang air kecil, justu saya
tahan itu.”
(S2.W1.B 147-151)
41

Beberapa individu mengalami gangguan perilaku ketika

menghadapi kecemasan, tetapi ada pula yang tidak mengalaminya.

Subyek mengungkapkan bahwa dia tidak mengalami gangguan

perilaku ketika menghadapi kecemasan sebelum melakukan aktivitas

pendakian:

“Mungkin disini saya kurang..kurang maksud e kurang..kurang mengalami


kecemasan dalam hal perilaku ya, karena menurut saya og wajar-wajar saja.”
(S3.W1.B118-122)

d. Faktor Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan sangat bervariasai untuk masing-masing

individu. Ada yang memiliki penyebab yang sama untuk satu

kecemasan, tetapi ada juga macam-macam penyebab untuk satu

kecemasan yang sama. Dari hasil wawancara dan observasi yang

diperoleh peneliti ternyata didapatkan penggolongan baru faktor

penyebab kecemasan. Penyebab kecemasan di bagi menjadi lima

macam, yaitu: penyebab kecemasan yang berasal dari kondisi alam,

orang lain, pribadi, mitos dan perlengkapan. Perbedaan dan

persamaan penyebab kecemasan ini sering terjadi pada setiap orang.

Ini karena setiap orang diciptakan unik. Penyebab kecemasan yang

berasal dari pribadi diungkapkan subyek sebagai berikut:

“Kalau saya sih punyai prinsip sebenarnya, yo wis ndaki gunung yo ndaki gunung,
nek udan yo leren nek..kalau misalnya kita laper ya makan kalau kita haus ya
minum tetapi kadang-kadang kan ee… nanti gimana ya kalau..kalau tantangan itu
nggak terselesaikan berarti gagal. Lha seperti itu, itu yang membuat kami..saya
cemas justru di situnya.”
(S1.W1.B356-364)
42

“Trus kemudian ketidakpercayaan diri karena fisik ya ee… misalnya dari berat
badan, nanti kan saya berat badannya kan juga lumayan berat, ada 78 kilo. Waa
nanti kalau capek di jalan bagaimana? Ee… perasaan-perasaan seperti itu yang
muncul yang saya khawatirkan dari saya sendiri. Sebenarnya mentalitas tidak
percaya diri, itu yang membuatkan saya..membuat saya cemas itu.”
(S1.W1.B387-396)

“Yang membuat saya cemas. Ee… ada banyak, yang pertama em…(subyek
berdehem) apakah saya bisa sampai tujuan, dalam artian… kalau…, tujuannya
pasti puncak. Apalagi kalau saya bisa sampai puncak dengan selamat lalu bisa
kembali, itu.”
(S2.W1.B 155-160)

“Trus kalau dari diri saya sendiri juga ee… mungkin saat ee… saya masih ada
tugas di lui..di..di luar, jadi saya melaksanakan pendakian tapi saya masih ada
tumpukkan tugas, semacam itu.”
(S2.W1.B 177-181)

“Kalau dari faktor internal mungkin perasaan akan..akan mampu tidaknya saya
sampai ke puncak seperti yang pernah saya lakukan sebelum pendakian, maksud e
pendakian sebelum-sebelumnya.”
(S3.W1.B146-151)

Penyebab kecemasan yang berasal dari kondisi alam

diungkapkan subyek sebagai berikut:

“Yang kedua tu memang bisa di bilang ya..walaupun saya tu dah mendaki banyak
tu tetep mental apa ya? Mental..mentalitas ya, soal aduh nanti sana tu
tahu..walaupun saya sudah pernah mendaki gunung itu tapi saya membayangkan
nanti tanjakan sana itu medannya kayak gitu hee. Nah itu yang membuat saya itu
cemas itu lho. Justru karena sudah tahu itu saya malah bikin cemas. Engko..nanti
bisa terlampaui nggak? Untuk saat ini, itu.”
(S1.W1.B376-386)

“Yang membuat itu (subyek batuk) yang jelas, yang paling banyak itu justru faktor
eksternalnya, mungkin karena saya itu apa ya? Dari kecil di didik di keluarga yang
lurus-lurus saja ya, nggak pernah dapat tantangan. Itu trus, ketika saya tahu bahwa
nanti kalau di gunung, ada senior yang mengatakan kalau hujan nanti dingin lho,
misalnya seperti itu…”
(S1.W1.B310-318)

“Kemudian saya pada medan. medan yang jurang, curam trus kemudian apa
namanya? Tinggi itu biasanya saya.. bukan phobia tetapi membayangkannya itu
kan tentu..tentu menimbulkan was-was ya. Agar nanti saya selamat bagaimana
itu?”
(S1.W1.B334-339)

“Lalu yang lain adalah jalur pendakian apakah nanti jalur pendakian yang saya
gunakan itu benar. Trus ee… tentang cuaca,…”
(S2.W1.B 163-166)
43

Penyebab kecemasan yang berasal dari orang lain

diungkapkan subyek sebagai berikut:

Trus lebih cenderung juga saya mengkhawatirkan..kalau pendakian itu di..biasanya


kan rata-rata kan kalau saya mendaki tu kan team, bersama team. Saya belum
pernah mendaki sendiri, gunung itu. Jadi minimal itu saya pernah mendaki 2 orang,
itu paling minimal yang paling banyak ya 50 orang. Itu yang membuat saya cemas
itu justru malah saya mencemaskan orang lain tentang kesehatannya, trus tentang
fisiknya nanti bagaimana, tentang perbekalannya ya seperti itu. Itu yang sering
saya cemaskan. Jadi tadi mitos, trus kondisi alam atau geologi atau geografis
gunungnya, iklimnya itu, trus kemudian justru temen seperjalanan sendiri itu.”
(S1.W1.B339-355)

“Ee… kalau dalam diri saya ya ee… pikiran, pikiran rumah ya jadi kepikiran
keluarga di rumah dan temen-temen yang lain.”
(S2.W1.B 174-177)

“Kalau mungkin perasaan eksternalnya ee… kecemasan akan teman-teman baru,


yang di sini saya mungkin membawa temen-temen baru yang baru..baru..baru
ataupun ee… pengin..pengin..pengin…ee..pengin..pengin..pengin..pengin..pengin
mendaki gunung itu. Jadi itu kecemasan yang mungkin dari..dari luar yang
membuat saya menjadi cemas.”
(S3.W1.B152-161)

Penyebab kecemasan yang berasal dari mitos diungkapkan

subyek sebagai berikut:

“Ya ada ya.


Namanya apa.. phobia hantu itu jelas atau phobia hantu hehe…(sambil senyum)
saya itu orangnya penakut kok hehe…( sambil senyum).
Jadi itu yang membuat saya cemas biasanya.”
(S1.W1.B369-373)

“…atau mungkin mengatakan medan sana itu nanti kita akan lewati e.. jembatan
setan, nanti di sana itu ada yang namanya mok enting, di sana ada yang namanya
jembatan ee… setan trus ada namanya jurang pengarep-arep. Lha kadang-kadang
hal-hal seperti itu yang membuat kita tu cemas, gitu lho.”
(S1.W1.B318-325)

Ee… kalau itu kita belum pernah mendaki gunung ya. Kayak di sundoro sumbing
waktu pertama kali pendakian kan saya di beri seperti..di beri tahu seperti itu,
apalagi kan itu kan sakral tempatnya. Nanti di tikungan piston itu biasanya ada
gangguan seperti ini. Nah hal seperti itu yang membuat saya cemas. Lebih pada
mitosnya.”
(S1.W1.B325-333)

“Lalu kecemasan selanjutnya faktor-faktor X misalnya ya mahluk halus atau


penunggu hutan gunung, itu.”
(S2.W1.B 161-163)
44

Sedangkan penyebab yang berasal dari perlengkapan, yang

membuat subyek cemas sebelum kegiatan pendakian gunung

berlangsung. Subyek mengungkapkan sebagai berikut:

“ perlengkapan, berkaitan dengan perlengkapan saya. Apakah perlengkapan saya


yang saya bawa sudah siap apabila nanti cuaca-cuacanya ee… ternyata tidak
bersahabat, semacam itu.”
(S2.W1.B 166-170)

e. Fungsi Kecemasan

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda dalam

menghadapi kecemasan. Begitu pula dengan hasil yang didapatkan.

Pengalaman-pengalaman dalam menghadapi kecemasan-kecemasan

itu mempunyai andil yang sangat besar membantu ketika orang harus

menghadapi kecemasan yang sama atau model kecemasan yang lain.

Hal ini yang membuat kecemasan memiliki fungsi. Fungsi kecemasan

yang didapatkan subyek dari kecemasan yang ia rasakan sebelum

melakukan kegiatan pendakian gunung, ia ungkapkan sebagai berikut:

“Ya tadi, kalau..justru kecemasan itu muncul mengakibatkan ini… tingkat


kewaspadaan tu tinggi. Walaupun bisa di bilang kecurigaan juga lho ya. Itu, tapi
lebih cenderung kalau saya kewaspadaan. Justru ketika kecemasan itu muncul saya
bisa berpikir ee… cepat mengenai..biasanya begini, “wah disana nanti medannya
sulit, kita sudah bawa webbing apa belum?” na..langsung kita bisa langsung cek,
langsung ada apa namanya? Semacam gerakan kesana gitu lho. Jadi saya tu
orangnya tipenya tidak tipe cuek “alah nanti biarlah kalau ndak bisa ya sudah”
bukan seperti itu tetapi saya tetap mengusahakan untuk sampai puncak. Itu prinsip
saya. Hanya justru ketika muncul, muncul seperti itu misalnya “wah kono ki angker
lho” saya sudah bawa Rosario atau belum atau saya sudah bawa ee… istilahnya
bekal rohani atau belum, doa yang saya persiapkan apa. Justru hal-hal seperti itu
yang mendorong gerakan cepat, gitu lho, ketika kecemasan muncul. Kalau kita
nggak cemas tu kadang-kadang hal kecil-kecil kayak gitu tu malah terlupakan gitu
lho. Itu kalau menurut saya dampak positifnya kecemasan ke sana, yang justru
karena kewaspadaan itu ee… mendorong saya untuk bisa sampai puncak. Mau
nggak mau itu membantu atau misalnya seperti ini “lho ini hujan lho, ponconya
sudah disiapkan belum, mantolnya bagaimana, tenda kita bagaimana. Tenda kita tu
ada lubangnya di sebelah sini, berarti nanti kalau hujan ditutup sebelah sini”. Lha,
ketika kita cemas itu trus kemudian muncul pikiran-pikiran seperti itu, itu yang
membuat kita tu bisa mendaki lebih cerdas gitu lho. Sehingga ketika kita melakukan
perjalanan naik, ketika yang kita cemaskan itu benar-benar terjadi kita sudah
mempunyai tindakan yang tepat gitu lho. Kalau menurut saya itu..dan cepat gitu.”
(S1.W1.B400-444)
45

Pengaruhnya? Ee… Saya jadi semakin berhati-hati saat pendakian lalu juga saya
lebih ee… hati-hati dalam pendakian dengan teliti jalur em.. pilih jalur yang benar.
Lalu saya menjadi ee... menjaga sikap saya supaya tidak seenaknya sendiri, saya
jadi lebih ee… istilahnya taat dengan alam, semacam itu. Lalu juga it..ee..itu
menjadi dorongan semangat saya, saya harus sampai tujuan dengan cepat lalu
cepat juga untuk pulang bertemu dengan keluarga saya di rumah, itu.
(S2.W1.B 185-195)

Di sini saya mungkin akan mempersiapkan untuk segala kemungkinan yang ada.
Karena di sini, pendakian besok itu kita berhubungan dengan alam. Mungkin kalau
pada saat ini cuaca hujan, jadi kita harus prepare mantol ataupun kita bawa jaket
yang tebal ataupun dobel, trus juga pada saat kita di atas tapi kita terhalang oleh
hujan jadi kita tidak bisa turun langsung, kita sedia tenda. Mungkin seperti itu
yang bisa saya gambarkan.
(S3.W1.B169-165)
Tabel 3

RINGKASAN KECEMASAN PENDAKI SEBELUM PENDAKIAN GUNUNG

SUBYEK 1 SUBYEK 2 SUBYEK 3 PERSAMAAN /


NO KECEMASAN
GEJALA GEJALA GEJALA PERBEDAAN
1 Gejala  Belum bisa tidur  Tidak bisa buang  Belum bisa  S1+S3 > Belum bisa
kecemasan fisik kemudian air besar tidur kemudian tidur kemudian
begadang sampai  Perut terasa mual begadang begadang sampai
pukul 02.00 WIB  Pusing- sampai pukul pukul 02.00 WIB
 Tidur singkat- pusing/migrain 02.00 WIB (insomnia) >
singkat dan tidak  Tangan bergetar (insomnia) gangguan tidur
tenang/ tidur tidak  Nafas tidak  Tidur tidak  S1+S3 > Tidur tidak
nyenyak normal seperti nyenyak/tidak nyenyak > gangguan
 Jantung berdebar- biasanya (tidak nyaman tidur
debar teratur)  S1+S2 > Pusing-
 Pusing- pusing/migrain >
pusing/migrain gangguan tidur
 Sering kencing  S2 > Tangan bergetar
 Maag sendiri/tremor >

46
 Perut sakit dan gangguan fisik lain
beberapa kali BAB  S1 > Perut sakit dan
beberapa kali BAB >
gangguan pencernaan
 S1 > Sering kencing >
gangguan pencernaan
 S1 > Maag >
gangguan pencernaan
 S2 > Tidak bisa
buang air besar >
gangguan pencernaan
 S2 > Perut terasa
mual > gangguan
pencernaan
 S1 > Jantung
berdebar-debar >
gangguan sirkulasi
tubuh
 S2 > Nafas tidak

47
normal seperti
biasanya (tidak
teratur) > gangguan
sirkulasi tubuh.

2 Gejala  Mudah  Mudah  Mudah  All > Mudah marah


kecemasan marah/emosi marah/emosi marah/emosi karena hal-hal kecil >
mental karena hal-hal karena hal-hal karena hal-hal gangguan perasaan
kecil kecil kecil  S1 > Sering
 Takut yang  Perasan takut  Kepikiran melakukan kesalahan
mendalam nanti sampai apakah besok seperti orang bingung
sehingga puncak apa tidak bisa sampai ke > gangguan pikiran
menimbulkan rasa  Perasaan takut puncak dan  S1+S2 > Rasa was-
was-was nanti bisa pulang kerumah was > gangguan
 Sering melakukan kembali apa lagi perasaan
kesalahan seperti tidak  S3 > Kepikiran bisa
orang bingung  Kepikiran orang mencapai puncak dan
rumah/keluarga pulang kembali apa
dan teman- tidak > gangguan

48
teman pikiran
 Kepikiran jadi  S2 > Kepikiran jadi
apa tidak naik apa tidak naik gunung
gunung > gangguan pikiran
 Rasa was-was  S2 > Kepikiran orang
rumah/keluarga dan
teman-teman >
gangguan pikiran
 S2 > Perasaan takut
nanti sampai puncak
apa tidak > gangguan
perasaan
 S2 > Perasaan takut
nanti bisa kembali apa
tidak > gangguan
perasaan

3 Gejala  Mematah-  Menjadi  Perilaku  S1 > Mematah-


kecemasan matahkan jari penyendiri merokoknya matahkan jari tangan

49
Perilaku tangan  Sikap malas- berubah dari > gangguan perilaku
 Menggoyang- malasan dan yang biasanya berupa gerakan
goyangkan kaki berhemat mempunyai jeda neurotik tertentu
dengan ritme aktifitas 3 hingga 2 jam  S1 > Menggoyang-
tertentu  Sering memilah- per batang goyangkan kaki
 Sering melamun milah makanan menjadi 2 dengan ritme tertentu
sambil menggigit  Menahan untuk hingga 3 batang > gangguan perilaku
ujung kuku jari buang air kecil dalam 1 jam berupa gerakan
tangan  Tingkah laku neurotik tertentu
seperti orang  S1 > Sering melamun
linglung dan sambil menggigit
sibuk sendiri ujung kuku jari tangan
> gangguan perilaku
berupa gerakan
neurotik tertentu
 S2 > Menjadi
penyendiri >
gangguan perilaku
 S2 > Sikap malas-

50
malasan dan berhemat
aktifitas > gangguan
perilaku
 S2 > Sering memilah-
milah makanan >
gangguan perilaku
 S2 > Menahan untuk
buang air kecil >
gangguan perilaku
 S2 > Tingkah laku
seperti orang linglung
dan sibuk sendiri >
gangguan perilaku
 S3 > Perilaku
merokoknya berubah
dari yang biasanya
mempunyai jeda 3
hingga 2 jam per
batang menjadi 2

51
hingga 3 batang
dalam 1 jam >
gangguan perilaku

4 Faktor  Perasaan bersalah  Perasaan tidak  Perasaan tidak  S1 > ketidak percayan
penyebab jika tidak dapat percaya diri, mampu diri kondisi fisik
kecemasan menyelesaikan mampu atau melakukan  S1 > Perasaan
(pribadi) tantangan atau tidak sampai kesuksesan yang bersalah jika tidak
ketakutan akan puncak dan sama dapat menyelesaikan
kegagalan kembali dengan tantangan atau
 Ketidakpercayaan selamat ketakutan akan
diri kondisi fisik  Tugas lain yang kegagalan
belum  S2 > Perasan tidak
terselesaikan percaya diri, mampu
atau tidak sampai
puncak dan kembali
dengan selamat
 S3 > Perasaan tidak
mampu melakukan

52
kesuksesan yang sama
 S2 > Tugas lain yang
belum terselesaikan

5 Faktor  Mitos  Mahluk  Tidak ada  S1+S2 > Mahluk


penyebab halus/penunggu halus/penunggu hutan
 Hantu/mahluk
kecemasan hutan gunung gunung
halus
(mitos)  S1 > Mitos

6 Faktor  Teman  Pikiran tentang  Teman  All > Teman


penyebab seperjalanan/rekan keluarga di seperjalanan/rek seperjalanan/rekan
kecemasan pendakian rumah dan an pendakian pendakian
(orang lain) teman-teman  S2 > Pikiran tentang
lain/rekan keluarga di rumah
pendakian
7 Faktor  Tidak ada  Kesiapan  Tidak ada  S2 > Kesiapan
penyebab perlengkapan perlengkapan
kecemasan
(perlengkapan)

53
8 Faktor  Kondisi alam,  Jalur pendakian  Tidak ada  S1+S2 > Cuaca/iklim
penyebab geologi, geografis  Cuaca/iklim  S1 > Kondisi alam,
kecemasan geologi, geografis
 iklim/cuaca
(kondisi alam)
gunung

9 Fungsi  Memiliki  Menjadi lebih  Mempersiapkan  S1+S3 > Persiapan


kecemasan kewaspadaan teliti diri lebih lebih matang
tinggi  Menjadi lebih matang untuk  S1 > Memiliki
 Memiliki berhati-hati segala kewaspadaan tinggi
persiapan yang  Lebih menjaga kemungkinan  S1 > Memiliki
matang sikap/taat kecepatan dalam
 Memiliki dengan alam berpikir ketika
kecepatan dalam  Menjadi menghadapi
berpikir ketika dorongan kecemasan-kecemasan
menghadapi semangat agar yang muncul
kecemasan- segera mencapai  S2 > Menjadi lebih
kecemasan yang tujuan dan teliti
muncul kembali pulang  S2 > Menjadi lebih
berhati-hati

54
 S2 > Lebih menjaga
sikap/taat dengan
alam
 S2 > Menjadi
dorongan semangat
agar segera mencapai
tujuan dan kembali
pulang

55
56

F. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dapat digambarkan kecemasan-

kecemasan yang di alami pendaki sebelum melakukan aktivitas pendakian

gunung. Secara umum pendaki gunung dalam penelitian ini memiliki

kecemasan-kecemasan karena memang pada dasarnya sebagai manusia.

Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan dalam kehidupannya.

Kecemasan-kecemasan muncul ditandai oleh gejala-gejala tertentu yang

menyertainya, meliputi: gejala fisik, gejala mental dan gejala perilaku. Gejala

fisik ini berhubungan dengan seluruh anggota tubuh individu. Gejala mental

berhubungan dengan perasaan dan pikiran individu. Sedangkan gejala

perilaku berhubungan dengan seluruh tingkah laku individu.

Selain memiliki gejala-gejala, kecemasan juga memiliki faktor

penyebab. Faktor penyebab ini meliputi kondisi alam, mitos, perlengkapan,

diri pribadi dan orang lain.

Pengalaman-pengalaman individu terhadap kecemasan menimbulkan

adanya fungsi dari kecemasan, dimana fungsi dari kecemasan itu untuk

memotivasi sang pribadi untuk melakukan sesuatu. Sang pribadi bisa lari dari

daerah yang mengancam, menghalangi impuls yang membahayakan atau

menuruti suara hati (Hall & Lindsey; Wiley & Sons 1993).

1. Gejala kecemasan Fisik Pendaki Sebelum Pendakian Gunung

Secara umum kecemasan memiliki gejala-gejala yang

berhubungan dengan fisik. Menurut Ollendick (1985) kecemasan

(anxiety) adalah keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang meliputi:

interpretasi subyektif dan rangsangan fisiologis. Gejala-gejala kecemasan


57

fisik ini dapat dikategorikan menjadi empat macam gangguan, yaitu:

gangguan sirkulasi tubuh, gangguan tidur, gangguan pencernaaan dan

gangguan-gangguan fisik lain. Gangguan sirkulasi tubuh ini dirasakan

oleh S1 dan S2. S1 merasakan jantungnya berdebar-debar ketika teringat

rencana pendakian atau ketika semakin mendekati waktu kegiatan

pendakian gunungnya. Hal ini seperti salah satu gejala fisik yang

diungkapkan oleh Daradjat (1985). Sedangkan S2 merasakan nafasnya

tidak normal atau menjadi tidak teratur seperti biasanya ketika mendekati

waktu pendakian. Hal ini sama dengan salah satu gejala yang

diungkapkan oleh Supratiknya (1995). Sebelum kegiatan pendakian

gunung berjalan gangguan pencernaan banyak dialami oleh subyek

penelitian. S1 merasakan sakit perut, beberapa kali BAB dan sering

kencing. Selain itu S1 juga mengalami penyakit maag. Sedangkan S2

merasakan perut mual dan tidak bisa buang air besar. Gangguan

pencernaan ini juga dikemukaan oleh Supratiknya (1995). Nevid, Rathus

& Greene (2005) memasukkan gangguan ini dalam ciri fisik. Untuk

gangguan tidur S1 dan S3 mengalami insomnia sehingga begadang

sampai jam 02.00 WIB dan mengalami tidur yang tidak nyenyak, ini juga

termasuk dalam gejala-gejala kecemasan yang dikemukakan Supratiknya

(1995). Gangguan fisik lain dialami oleh S2 berupa tangan yang tiba-tiba

bergetar sendiri atau tremor diungkapkan oleh Nevid, Rathus & Greene

(2005) sebagai ciri fisik kecemasan.


58

2. Gejala kecemasan Mental Pendaki Sebelum Pendakian Gunung

Kecemasan secara umum berhubungan dengan perasaan.

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur. Proses emosi ini terjadi ketika orang sedang mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) (Daradjat,

1985).

Gejala kecemasan mental dibagi menjadi dua macam, yaitu:

gangguan yang berhubungan dengan perasan dan gangguan yang

berhubungan dengan pikiran. Seperti yang dialami oleh S1, S2 dan S3

sebelum melakukan aktivitas pendakian gunung. Gangguan perasaan

yang dialami oleh semua subyek adalah mudah marah atau tersinggung

karena hal-hal kecil yang tidak berkenan dengan dirinya. Hal ini

diungkapkan Supratiknya (1995) sebagai salah satu gejala kecemasan.

Selain itu S1 dan S2 memiliki perasaan was-was yang berlebih terhadap

segala sesuatu. S2 merasa takut nanti sampai puncak apa tidak dan bisa

kembali apa tidak. Hal ini disebut Nevid, Rathus & Greene (2005)

sebagai ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yg terjadi di masa

datang.

Gangguan pikiran yang dialami oleh S1 adalah dia sering

melakukan kesalahan seperti orang bingung ketika melakukan sesuatu

saat waktu pendakian semakin dekat. Menurut Daradjat (1985) dan

Supratiknya (1995), ini termasuk gangguan sulit berkonsentrasi dan

memusatkan perhatian. Sedangkan kecemasan S3 memikirkan bisa

mencapai puncak dan pulang kembali apa tidak. S2 juga mengalami


59

beberapa gejala kecemasan mental yang berupa gangguan pikiran, yaitu

memikirkan jadi apa tidak dia mendaki gunung dan memikirkan orang

rumah/keluarga dan teman-temannya. Hal ini terjadi pada S2 menjelang

pendakian berlangsung.

3. Gejala kecemasan Perilaku Pendaki Sebelum Pendakian Gunung

Gangguan perilaku merupakan gejala kecemasan yang sering

tampak. Gejala ini muncul berupa perubahan tingkah laku yang tidak

seperti kebiasaan akibat adanya kecemasan. Supratiknya (1995)

mengemukakan bahwa gerakan-gerakan neurotik tertentu termasuk

dalam gejala kecemasan. S1 mengalaminya berupa mematah-matahkan

jari tangan dan menggoyang-goyangkan kaki dengan ritme tertentu

untuk mendapatkan rasa nyaman terhadap kecemasan yang sedang

dihadapi. Kemudian sering melamun sambil menggigit ujung kuku jari

tangan untuk melepaskan diri dari ketegangan. Sedangkan S2 saat

mengalami kecemasan menjelang aktivitas pendakian gunung

berlangsung, dia cenderung menjadi penyendiri dengan bersikap malas-

malasan dan berhemat aktifitas. Menurut Nevid, Rathus & Greene (2005)

hal ini merupakan perilaku menghindar dan termasuk dalam cirri

behavioral. S2 mengurangi aktivitas ke kamar mandi dengan menahan

buang air kecil dan sering memilah-milah makanan yang akan di

konsumsi. Dalam penyendiriannya S2 sering menampakkan tingkah laku

seperti orang linglung/bingung dan sibuk dengan aktivitasnya sendiri. S3

menunjukkan perubahan tingkah laku akibat kecemasan yang dialami

tampak dari perilaku merokoknya yang berubah, dari biasanya


60

mempunyai jeda 3 hingga 2 jam per batang rokok menjadi 2 hingga 3

batang dalam 1 jam. Hal ini menunjukkan bahwa S3 cemas.

4. Faktor Penyebab Kecemasan Pendaki Sebelum Pendakian Gunung

Kecemasan memiliki banyak faktor penyebab. Penyebab

munculnya kecemasan beragam bagi tiap-tiap individu. Belum tentu

kecemasan yang dialami satu individu sama penyebabnya dengan

kecemasan yang dialami individu yang lain. Menurut Kresch dan Qrutch

(dalam Hartanti & Dwijayanti 1997) penyebab kecemasan dibagi

menjadi dua macam, yaitu: faktor penyebab kecemasan yang berasal dari

dalam diri (internal) dan faktor penyebab kecemasan yang berasal dari

luar diri (eksternal). Hasil analisis wawancara yang diperoleh, ditemukan

bahwa penyebab kecemasan dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:

kondisi alam, perlengkapan, mitos, pribadi dan orang lain.

Ketidakpercayan diri S1 terhadap kondisi fisiknya yang sekarang, karena

bobot tubuhnya naik drastis. Hal ini membuat dia takut akan kegagalan

pendakiannya dan memberinya rasa bersalah jika tidak mampu

menyelesaikan tantangannya. Sedangkan bagi S2 penyebab kecemasan

dari dalam yang ia rasakan adalah perasaan tidak percaya diri, apakah

mampu atau tidak sampai puncak dan kembali lagi dengan selamat dari

pendakian yang dilakukan. Berbeda lagi dengan S3, kecemasan dari

dalam yang ia rasakan adalah perasaan tidak mampu melakukan

kesuksesan yang sama seperti pendakian-pendakian sebelumnya. Hal ini

merupakan faktor penyebab pribadi. Sedangkan menurut Kresch dan

Qrutch (dalam Hartanti & Dwijayanti 1997), ini termasuk faktor


61

penyebab internal berupa perasaan tidak mampu, tidak percaya diri dan

perasaan bersalah.

Sedangkan penyebab kecemasan dari S1 adalah mitos dari

gunung yang akan dia daki dan kondisi alam, geologi dan geografis yang

akan dia hadapi. S2 merasakan kecemasan karena disebabkan kesiapan

perlengkapan yang ia bawa apakah sudah benar-benar lengkap dan sesuai

kebutuhan. Selain itu adanya tugas-tugas lain yang belum terselesaikan

dan pikiran terhadap keluarga di rumah menyebabkan dia mengalami

kecemasan. Kondisi cuaca/iklim yang kadangkala berubah dan adanya

cerita mahluk halus/penunggu hutan di gunung yang akan di daki

menimbulkan kecemasan pada S1 dan S2. Teman seperjalanan/rekan

pendakian sering menyebabkan timbulnya kecemasan pada diri S1, S2

dan S3 karena mau tidak mau mereka merasa bertanggung jawab pada

kondisi dan keselamatan mereka sebagai rekan tim pendakian.

5. Fungsi Kecemasan bagi Pendaki

Secara umun beberapa penelitan menggambarkan bahwa

kecemasan memiliki fungsi yaitu: sebagai pendorong, seperti halnya

lapar dan seks. Apabila kecemasan timbul, hal ini akan mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu supaya tegangan dapat direduksikan

atau dihilangkan (Soeryobroto, 1982).

Bagi masing-masing individu fungsi dari kecemasan tidak selalu

sama. Pada S1 fungsi kecemasan yang ia dapatkan adalah adanya

kewaspadaan tinggi terhadap apa saja yang dicemaskan sebelum kegiatan

pendakian berlangsung, sehingga membuatnya cepat dalam berpikir


62

ketika menghadapi kecemasan-kecemasan yang dialaminya. Selain itu

bagi S1 dan S3 dengan adanya kecemasan yang muncul mereka menjadi

lebih mempersiapkan dengan matang segala hal yang berhubungan

dengan aktivitas pendakian gunung mereka. Sedangkan bagi S2

kecemasan yang dialami membuat dia menjadi lebih teliti dan lebih

berhati-hati saat mempersiapakan segala sesuatu yang menyangkut

aktivitas pendakiannya dan selama perjalanan mendaki gunung. Selain

itu S2 menjadi lebih menjaga sikap/taat dengan alam agar aktivitas

pendakian yang dilakukan menjadi lancar. Kecemasan yang S2 rasakan

mendorong semangatnya agar segera mencapai tujuan dan kembali

pulang dengan selamat agar dapat bertemu dengan keluarga dan teman-

temannya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab kesimpulan dan saran menjelaskan tentang kesimpulan hasil

penelitan, saran bagi subyek penelitian dan saran bagi peneliti lain.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kecemasan yang dialami pendaki gunung disebabkan oleh faktor kondisi

alam, orang lain, perlengkapan yang dibawa, mitos dan hal-hal yang berasal

dari pribadi pendaki.

Gejala kecemasan fisik yang mereka alami mulai tampak 2-1 hari

sebelum pendakian gunung. Gejala fisik yang muncul tidak selalu sama bagi

masing-masing subyek. Gangguan tidur yang muncul berupa insomnia, tidur

tidak nyenyak, kepala mereka terasa pusing-pusing seperti migrain. Beberapa

gangguan pencernaaan yang muncul berupa perut yang terasa mual yang

disebabkan oleh maag, tidak bisa buang air besar. Beberapa dari mereka

mengalami sakit perut yang mengakibatkan sering buang air besar dan

kencing. Jantung yang berdebar-debar diikuti dengan nafas yang tidak teratur

merupakan gangguan sirkulasi tubuh. Gangguan-gangguan fisik lain muncul

berupa gejala tangan bergetar sendiri.

Gejala kecemasan mental mulai muncul saat sampai di base camp

pendakian, sekitar 3-1 jam sebelum pendakian gunung. Mereka mengalami

gangguan pikiran seperti orang bingung dan sering salah dalam bertindak.

Selain itu gangguan pikiran apakah jadi naik gunung apa tidak dan

63
64

memikirkan keadaan orang rumah/keluarga, teman-teman sering dialami.

Walaupun mereka telah berkali-kali mendaki gunung, tapi perasaan takut

nanti sampai puncak dan bisa kembali apa tidak membuat mereka menjadi

lebih was-was. Perasaan mudah marah muncul ketika ada perilaku atau kata-

kata yang tidak ingin mereka lihat dan dengar. Ini merupakan gangguan

perasaan yang mereka alami.

Gejala perilaku atau tingkah laku merupakan gejala yang lebih mudah

untuk diamati dibandingkan gejala-gejala yang lain. Gerakan menggoyang-

goyangkan kaki dengan ritme tertentu, mematah-matahkan jari tangan dan

sering melamun sambil menggigiti kuku jari merupakan jenis perilaku

neurotik tertentu yang muncul untuk menanggapi kecemasan yang ada. Selain

itu perilaku menyendiri yang dialami membuat mereka terkesan seperti orang

linglung dan selalu sibuk dengan dirinya sendiri. Beberapa dari mereka juga

sering bersikap malas-malasan, berhemat aktivitas, memilah-milah makan

dan cenderung menahan untuk tidak buang air kecil. Perilaku merokok yang

di luar keseharian mereka menunjukkan bahwa mereka cemas.

Pendaki memperoleh fungsi kecemasan dari pengalaman-

pengalamannya menghadapi kecemasan. Fungsi kecemasan yang diperoleh

berupa kewaspadaan tinggi, ini membuat pendaki melakukan persiapan yang

lebih matang, teliti, berhati-hati dan cepat dalam berpikir ketika menghadapi

kecemasan-kecemasan yang muncul, serta lebih menjaga sikap/taat dengan

alam ketika melakukan pendakian. Selain itu mereka juga menjadikan

kecemasan sebagai dorongan semangat agar segera mencapai tujuan dan

kembali pulang dengan selamat.


65

B. Saran

1. Bagi subyek penelitian

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengetahuan terhadap

kondisi gunung dan pengalaman pendakian yang berulang-ulang kali

ternyata tidak membuat para subyek lepas dari kecemasan, sehingga

diharapkan para subyek menyadari akan gangguan kecemasan yang

mungkin muncul dan penyebabnya di setiap persiapan pendakian gunung

mereka, sehingga mereka dapat melakukan kontrol terhadap kecemasan

agar aktivitas pendakian gunung menjadi aman dan lancar.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh hanya berasal dari hasil

wawancara dan observasi lapangan subyek, sehingga masih sangat dangkal

dan kurang mendalam. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar mampu

menggali berbagai informasi yang lebih mendalam dengan melakukan

wawancara yang lebih mendetail dan melakukan observasi lebih banyak

terhadap subyek. Selain itu adanya informasi-informasi tambahan dari

rekan-rekan pendaki yang lain, orang terdekat pendaki maupun orang-

orang yang mengetahui tentang kecemasan-kecemasan yang sering

dialami oleh pendaki sangat disarankan. Penambahan jumlah subyek

penelitian sangat dianjurkan untuk semakin mengakuratkan data.

Pengkhususan pada pendaki dengan jumlah pendakian tertentu dan jumlah

gunung yang pernah didaki atau pengelompokkan pada jenis pendaki

gunung (pendaki spiritual, pendaki pemula, pendaki remaja dan lain-lain.)

dirasa baik untuk memperoleh hasil kecemasan yang lebih spesifik.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2003. Reliabilitas & Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2005. Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Clerq, L, D. 1994. Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan.


Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Daradjat, Z. 1985. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Hartanti & Dwijayanti, J,E. 1997. Hubungan antara konsep diri dan kecemasan
menghadapi masa depan dengan penyesuaian sosial anak-anak Madura.
Anima; vol. XII nomor 46.

Hurlock, E. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Mahmud, D. 1989. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan.

Monks, F, J. dkk. 2004. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai


Bagian-bagiannya. Yogyakarta: GajahMada University Press.

Moleong, L. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nevid, S, Jeffery. Rathus, A, Spencer. & Greene, Beverly. 2005. Psikologi


Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Poerwandari, Kristi, E. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.


Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: LPSP3.

Puspitaningrum,V. 2007. Study Deskriptif Kecemasan Siswa SMP Dalam


Menghadapi Mata Pelajaran Matematik. Skripsi. Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2006. Kumpulan Materi Standar Pro Konservasi Pecinta


Alam Pangudi Luhur. Leopala Bonum Communae. Klaten.

Soeryobroto, Soemadi. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Sarasin.

Supratiknya, A. 1993. Teori-teori Psikodinamika (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

66
67

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Edisi ke empat. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php

www.iwf.or.id/buku tamu l.htm


LAMPIRAN-LAMPIRAN
69

Lampiran 1
Hasil wawancara subyek 1
NO VERBATIM KODE KETERANGAN
1 Pewawancara : Selamat malam.
2 Subyek 1 : Malam.
3 Pewawancara : Terima kasih atas waktu
4 dan kesempatan yang diberikan boleh
5 mewawancarai anda. Ee… ada beberapa
6 yang akan saya tanyakan pada anda. Saya
7 mohon jawaban-jawaban dari anda. Ee…
8 siapakah nama lengkap anda?
9 Subyek 1 : Yohanes Budi Setiyawan Tetapi
10 dalam akte atau dalam ijasah di ee…tulis
11 Budi Setiyawan saja.
12 Pewawancara : Oke. Berapakah usia anda
13 sekarang?
14 Subyek 1 : 29 tahun lebih 1 bulan.
15 Pewawancara : Oke. Apakah pekerjaan anda
16 sekarang?
17 Subyek 1 : Ee… di…jadi PNS di Dinas
18 Energi Sumber Daya Mineral provinsi Jawa
19 Tengah.
20 Pewawancara : Em…ee… sekarang saya
21 akan bertanya tentang e..pengalaman
22 mendaki gunung anda.
23 Subyek 1 : Ya.
24 Pewawancara : Sejak tahun berapa anda
25 mulai mendaki gunung mas Budi?
26 Subyek 1 : Kalau gabung di pecinta
27 alamnya sejak tahun 1996 tapi kalau
28 pendakiannya di tahun 1997, berarti kurang
29 lebih ada 13 tahun.
70

30 Pewawancara : 13 tahun. Ee… sudah


31 berapa kali anda mendaki gunung?
32 Subyek 1 : Ee… kalau ada yang sampai
33 puncak, ada yang tidak tapi kalau sampai
34 puncaknya itu mungkin sekitar lima
35 puluhan kali lebih.
36 Pewawancara : Anda pernah mendaki
37 gunung mana saja mas Budi?
38 Subyek 1 : Ee… rata-rata di jawa ya, jadi
39 ee… pendakian pertama lawu, kebanyakan.
40 Trus kemudian merbabu, trus merapi,
41 sundoro, sumbing, kalau jawa barat itu
42 gunung gede, trus Jawa Timur itu kan kalau
43 itu disebut tempat wisata ya gunung bromo.
44 Pewawancara : Ya. Ee… dari beberapa
45 gunung itu ee… bisakah saya bertanya
46 berapa kali anda mendaki gunung merapi?
47 Berapa kali anda mendaki gunung
48 merbabu? Berapa kali anda mendaki
49 gunung lawu atau gunung-gunung yang
50 lain, yang tadi anda sebutkan?
51 Subyek 1 : Kalau kisarannya ya saya nggak
52 tahu pasti. Kalau merapi ni… yang
53 terhitung merapi karena paling sedikit itu
54 merapi yang saya daki. Merapi itu 11 kali
55 tapi dengan jalur yang berbeda, yang 4
56 kalinya jalur selatan atau lewat jalur deles,
57 trus kemudian di merbabu itu mungkin
58 sekitar 23 nan kali, trus di lawu sendiri saya
59 sekitar 28 kali nan. Ya ndak begitu pas ya,
60 mungkin sekitar itu. Trus di Sundoro saya 2
61 kali pendakian, di sumbing saya 2 kali
71

62 pendakian, di gunung gede 1 kali


63 pendakian, kalau tadi yang bromo itu kalau
64 itu disebut kriteria gunung ya 1 kali
65 pendakian.
66 Pewawancara : Oke, terima kasih. Ee…
67 apakah sebelum anda memulai pendakian
68 itu, apakah anda ee sering mengalami
69 kecemasan?
70 Subyek 1 : Ya, pasti kalau itu ya. S1.W1.B Subyek
71 Walaupun gunung yang sudah saya daki aja 70-75 mengalami
72 kalau saya mau mendaki lagi pasti cemas, kecemasan
73 merasa..pasti ada itu nggak. Kalau saya sebelum
74 pribadi lho ya. Kalau pendaki yang lain melakukan
75 saya kurang tahu. aktivitas
76 Pewawancara : Oke. Ee… Sekarang saya pendakian
77 mau tanya tentang kecemasan yang muncul gunung.
78 dalam diri anda mas Budi. Ee…kecem…
79 gejala-gejala kecemasan apa yang muncul
80 yang berupa gangguan-gangguan fisik mas
81 Budi, sebelum anda melakukan pendakian?
82 Subyek 1 : Gangguan fisik ya?
83 Pewawancara : Ya.
84 Subyek 1 : Ini lebih cenderung yang saya
85 rasakan apa yang… biasanya cemas kan apa
86 namanya? Ada tindakannya atau ini yang
87 fisik atau bagaimana?
88 Pewawancara : Yang dirasakan oleh fisik
89 anda, mungkin ee… apa.. contohnya
90 mungkin tidak bisa tidur atau gimana atau
91 mungkin yang lain.
92 Subyek 1 : sebelum ya. Sebelum itu
93 maksudnya H min berapa atau pada waktu
72

94 saya mau mendaki itu?


95 Pewawancara : Ee… biasanya anda mulai
96 merasakan kecemasan itu H min berapa mas
97 Budi?
98 Subyek 1 : Ee… biasanya ya… H min..H-2 S1.W1.B Mulai munculnya
99 hari atau bahkan ketika mau berangkat itu 98-104 gejala-gejala
100 dari rumah itu kan butuh waktu perjalanan kecemasan.
101 itu ya, (pewawancara batuk) itu sudah ada
102 kecemasan atau bahkan di base camp itu
103 pasti ada cemas tapi cemasnya lain-lain
104 kan, tentunya?
105 Pewawancara : He..e…
106 Subyek 1 : Itu. Trus gangguan fisiknya itu S1.W1.B Gejala
107 lebih cenderung saya rasakan ketika… 106-116 kecemasan fisik
108 kalau H min sekian itu pasti deg-degan ya berupa gangguan
109 jantung berdebar lah, walaupun saya tu sirkulasi tubuh.
110 hoby naik gunung tetapi kalau misalnya
111 mau berangkat dari rumah H-2 atau H-3 tu
112 kalau teringat rencana, baru teringat lho
113 ya! Bahwa besok 2 hari atau 3 hari lagi
114 saya naik gunung, itu deg-degan thok. Wah
115 besok bagaimana, deg-degan, gini, gini,
116 gini, gini, gini… Tetapi kalau lebih pada
117 fisik, kalau sudah sampai di base campnya S1.W1.B Mulai munculnya
118 mau mendaki. Kurang lebih satu jam atau 116-119 gangguan
119 dua jam mau pendakian itu sudah mulai. pencernaan.
120 Biasanya yang saya rasakan ini perut sakit S1.W1.B Gejala
121 rasanya pengen berak tapi kalau 120-124 kecemasan fisik
122 diberakkan ya keluar tapi biasanya berupa gangguan
123 jumlahnya sedikit. Trus sering kencing- pencernaan.
124 kencing tu lho.
125 Pewawancara : O.. ya.
73

126 Subyek 1 : Itu. Kalau pas mau mendaki ya


127 ini ya.
128 Pewawancara : Ya.
129 Subyek 1 : Itu aja mungkin
130 gangguan..gangguan-gangguan fisiknya.
131 Pernah sih mual juga tapi nggak..bagi saya
132 nggak begitu.
133 Pewawancara : Apakah ada yang
134 berhubungan dengan gangguan tidur mas
135 Budi?
136 Subyek 1 : Gangguan tidur biasanya S1.W1.B Gejala
137 sebelum berangkat, misalnya besok saya 136-147 kecemasan fisik
138 berangkat pendakian dengan temen-temen berupa gangguan
139 itu biasanya malamnya ini. Kesannya kita tidur.
140 begadang padahal sebenarnya kalau
141 menurut saya itu juga gangguan, ee… tahu
142 bahwa besok perjalanan malam, pendakian
143 malam tapi malam sebelumnya itu kita
144 sudah berusaha pengen tidur agar besok
145 nggak terganggu fisiknya tapi karna sudah
146 tahu bahwa besok mau mendaki itu memang
147 gangguan tidur itu sering nyerang. Itu.
148 Pewawancara : Oke. Biasanya apa yang
149 sering ee… menyerang saat gangguan tidur
150 ini mas, yang berhubungan dengan
151 gangguan tidur?
152 Subyek 1 : Maksudnya?
153 Pewawancara : Aa… apakah cuma ee…
154 seperti tadi anda bilang ee… cuma tidak
155 bisa tidur trus lek-lekan atau mungkin ada
156 hal-hal lain yang berhubungan dengan
157 gangguan tidur itu?
74

158 Subyek 1 : Ee… ini saya belum nangkap


159 he… maksude.. pertanyaanne.. jadi…
160 Pewawancara : Maksudnya yang
161 berhubungan
162 dengan..maksude…berhubungan dengan
163 mungkin pola tidur anda atau yang..yang
164 berhubungan dengan aa… misalnya
165 penyakit yang berhubungan dengan tidur,
166 misalnya anda menjadi ee… tidak ee… apa
167 sering pusing atau mungkin bisa tidur tapi
168 mimpi buruk atau..atau seperti apa?
169 Subyek 1 : Ya bisa tidur tetapi biasanya, S1.W1.B Gejala
170 kayaknya tu singkat-singkat gitu lho. Jadi 169-176 kecemasan fisik
171 tidur kemudian terbangun lagi trus berupa gangguan
172 kemudian tidur terbangun lagi, gitu. tidur.
173 Kalau..kalau seperti mimpi-mimpi buruk itu
174 kayaknya nggak..nggak anu kalau..kalau
175 menjelang pelaksanaannya ya. Jadi kayak
176 tidur tapi nggak tenang gitu aja.
177 Pewawancara : Trus apa..apakah ada
178 gangguan-gangguan fisik lain mas Budi,
179 misalnya yang berhubungan dengan fisik
180 atau tubuh anda? Selain tadi anda
181 mengatakan ee… gangguan pencernaan,
182 trus gangguan tidur, gangguan sirkulasi
183 tubuh atau yang dekat-dekat.
184 Subyek 1 : apa ya? Biasane anu e ee… S1.W1.B Gangguan
185 pernah sih kayak migrain itu. Jadi saking 184-190 kecemasan fisik
186 anunya trus kemudian kayak pusing. berupa gangguan-
187 Mungkin karena kalau menurut saya gangguan lain.
188 dampaknya itu karena saking cemasnya jadi
189 kita nggak mau makan trus akibatnya
75

190 larinya ke… apa ya? Kayak migrain. Saya


191 pernah itu. Trus kalau bahasanya mungkin S1.W1.B Gejala
192 orang lain mengatakan maag tapi lebih 191-200 kecemasan fisik
193 cenderung apa ya? Kayak asam berupa gangguan
194 lambungnya tu naik sampai ke tenggorokan, pencernaan.
195 jadi rasanya panas sekali. Itu saya juga
196 pernah mengalami seperti itu. Mungkin ya
197 karna tadi dampak dari cemas dulu
198 sehingga kayaknya rasane perut itu kayak
199 kenyang. Jadi kalau kita suruh makan,
200 minum itu males. Itu, rata-rata kayak gitu.
201 Pewawancara : (pewawancara berdehem)
202 sekarang apakah anda se..dalam waktu
203 sebelum pendakian, kegiatan pendakian itu
204 apakah muncul gejala-gejala kecemasan
205 yang berupa gangguan mental, mungkin
206 dari perasaan atau pikiran?
207 Subyek 1 : O..ya pasti kalau itu, ada S1.W1.B Gejala
208 seperti itu. Trus jadi kayak takut mendalam, 207-219 kecemasan
209 trus rasane tu lebih was-was, tapi menurut mental berupa
210 saya ya kayak gitu tu malah positif jadi gangguan
211 saya bisa menghitung-hitung ulang gitu lho. perasaan
212 Positifnya dalam artian begini. Ee… ee
213 kalau orang jawa ngomong i piye cah ki
214 engko piye cah? Nah seperti itu, ketika
215 muncul seperti itu “piye cah” itu biasanya
216 kita sama teman-teman berpikir ee… cek
217 perlengkapan lagi apa yang kurang… nah
218 seperti itu. Larinya malah, kalau saya
219 seperti itu. Jadi was-was yang berlebih.
220 Kemudian ee… gangguan emosi, kadang- S1.W1.B Gejala
221 kadang kalau misalnya alat satu nggak 220-248 kecemasan
76

222 dibawa saja, di sentil temen kemudian kita mental berupa


223 emosinya cepet banget. Nah seperti itu lho. gangguan
224 Kayak...trus misalnya lihat temen yang perasaan.
225 misalnya harusnya sudah packing jam
226 sekian tapi karena kita sudah cemas dulu
227 ya, cemas nanti jangan-jangan sampai
228 sananya nanti terlambat atau jangan-
229 jangan ini nanti hujan , jangan-jangan
230 nanti kita seperti ini, seperti.. , jangan-
231 jangan baterainya habis gitu. Ka..karena
232 cemasnya itu liat tingkah laku temen itu
233 yang anu.. kadang-kadang sebenernya juga
234 tingkah lakunya temen..temen kita itu
235 biasa-biasa saja gitu lho, tiap harinya ya
236 wis kayak gitu, suka mbanyol, suka gini
237 tetapi karena saat itu kan kita tertekan gitu,
238 jadi kita nggak enak, ngg…ngg…nggak apa
239 masalahe bukan nggak enak tapi kita marah
240 gitu lho, emosi gitu lho, orang kok kayak
241 gitu. Padahal sebenarnya itu hal biasa
242 kalau dalam..dalam..dalam tidak rangka
243 pendakian ya, dalam ee… kita ngobrol
244 bersama, kumpul-kumpul itu kalau tingkah
245 laku temen seperti itu hal biasa. Tapi
246 karena kita menghadapi kecemasan dulu,
247 kita rasane tu og ndak anu gitu lho.. wong
248 kok kayak gitu itu lho! Itu.
249 Pewawancara : Biasanya gejala-gejala
250 kecemasan yang berhubungan dengan ee…
251 perasaan dan pikiran ini munculnya kapan
252 mas?
253 Subyek 1 : Ini sebelum mendaki. Biasanya S1.W1.B Mulai munculnya
77

254 saya rasakan itu ha.. H-2 jam, H-1 jam 253-260 gejala kecemasan
255 ketika kita mau melakukan perjalanan, itu. mental.
256 Kalau sebelumnya itu jauh-jauh hari malah
257 kita seneng-seneng saja, kadang-kadang
258 sampai base camp pun kita masih bercanda,
259 masih asyik gitu lho. Tetapi ketika H-1 jam,
260 H-2 jam itu saya merasakan itu.
261 Pewawancara : Trus yang berikutnya saya
262 menanyakan, apakah sebelum pendakian itu
263 gejal..apakah ada juga muncul gejala-gejala
264 kecemasan yang berupa gangguan perilaku
265 atau tingkah laku? Apakah anda mungkin
266 memunculkan perilaku yang tidak seperti
267 biasanya atau…?
268 Subyek 1 : Kalau biasanya sih kalau ini S1.W1.B Gejala
269 temen saya juga anu..ngamati saya. Jadinya 268-287 kecemasan
270 kan saya tu nggigiti jari, kayak gitu. Apa perilaku berupa
271 bukan gigit kuku itu lho. Ee… kuku itu saya gerakan neurotik
272 gigitin. Saya..saya menikmati kecemasan tertentu.
273 dengan seperti itu. Trus kemudian ee… S1.W1.B Gejala
274 sering-sering salah gitu lho, misalnya saya 273-277 kecemasan
275 bawa alat, saya menanyakan teman “tadi mental berupa
276 mana skibo saya?” padahal skibonya saya gangguan
277 bawa. Kadang-kadang kayak gitu. pikiran.
278 Trus ini biasanya, nggerak-nggerakkan S1.W1.B Gejala
279 kaki yang tidak ada fungsinya kadang- 278-288 kecemasan
280 kadang atau misalnya ee… matah-matahin perilaku berupa
281 jari, jari tangan seperti itu. Itu kan gerakan neurotik
282 sebenarnya ndak ada fungsinya trus tertentu.
283 nggerak-nggerakkan kaki, tu lho dengan
284 ritme-ritme tertentu gitu ee… opo yo, esh
285 ngene iki lho kayak gini kayak gini ni
78

286 biasanya (sambil mempraktekkan dengan


287 mengayun-ayunkan kakinya) na itu, kalau
288 perilaku kalau cemas. Kalau hal yang biasa
289 ketika kita sadar bener ya..ya nggak
290 mungkin seperti itu lho tapi kadang-kadang
291 perilaku itu muncul karena tidak sadar ya
292 tho, saking cemasnya trus kemudian
293 perilaku itu muncul.
294 Pewawancara : Biasanya ee… gejala
295 kecemasan yang berhubungan dengan
296 perilaku ini muncul H min berapa mas?
297 Subyek 1 : Ya sama, H min..H-2 jam, H-1 S1.W1.B Mulai munculnya
298 jam itu biasanya. Ya menurut saya H-1, H-2 297-305 gejala kecemasan
299 itu waktu-waktu kritisnya sebenarnya. perilaku.
300 Kritis-kritis puncak-puncaknya kecemasan
301 tapi kalau sudah berjalan nanti ee… setelah
302 kita melalui pos, pos, pos, pos itu biasanya
303 berangsur-angsur hilang gitu. Jadi ya
304 kritisnya itu, H-1, H-2 jam sebelum kita
305 berangkat itu. Itu terasa sekali.
306 Pewawancara : Oke… Trus saya mau
307 menanyakan. Sebenarnya apa sih yang
308 membuat anda cemas sebelum melakukan
309 pendakian gunung itu mas budi?
310 Subyek 1 : Yang membuat itu (subyek S1.W1.B Faktor penyebab
311 batuk) yang jelas, yang paling banyak itu 310-318 kecemasan yang
312 justru faktor eksternalnya, mungkin karena berasal dari
313 saya itu apa ya? Dari kecil di didik di kondisi alam.
314 keluarga yang lurus-lurus saja ya, nggak
315 pernah dapat tantangan. Itu trus, ketika
316 saya tahu bahwa nanti kalau di gunung,
317 ada senior yang mengatakan kalau hujan
79

318 nanti dingin lho, misalnya seperti itu atau S1.W1.B Faktor penyebab
319 mungkin mengatakan medan sana itu nanti 318-325 kecemasan yang
320 kita akan lewati e.. jembatan setan, nanti di berasal dari mitos
321 sana itu ada yang namanya mok enting, di
322 sana ada yang namanya jembatan ee…
323 setan trus ada namanya jurang pengarep-
324 arep. Lha kadang-kadang hal-hal seperti itu
325 yang membuat kita tu cemas, gitu lho. Ee… S1.W1.B Faktor penyebab
326 kalau itu kita belum pernah mendaki 325-333 kecemasan yang
327 gunung ya. Kayak di sundoro sumbing berasal dari mitos
328 waktu pertama kali pendakian kan saya di
329 beri seperti..di beri tahu seperti itu, apalagi
330 kan itu kan sakral tempatnya. Nanti di
331 tikungan piston itu biasanya ada gangguan
332 seperti ini. Nah hal seperti itu yang
333 membuat saya cemas. Lebih pada mitosnya.
334 Kemudian saya pada medan. medan yang S1.W1.B Faktor penyebab
335 jurang, curam trus kemudian apa 334-339 kecemasan yang
336 namanya? Tinggi itu biasanya saya.. bukan berasal dari
337 phobia tetapi membayangkannya itu kan kondisi alam
338 tentu..tentu menimbulkan was-was ya. Agar
339 nanti saya selamat bagaimana itu? Trus S1.W1.B Faktor penyebab
340 lebih cenderung juga saya 339-355 kecemasan yang
341 mengkhawatirkan..kalau pendakian itu berasal dari orang
342 di..biasanya kan rata-rata kan kalau saya lain
343 mendaki tu kan team, bersama team. Saya
344 belum pernah mendaki sendiri, gunung itu.
345 Jadi minimal itu saya pernah mendaki 2
346 orang, itu paling minimal yang paling
347 banyak ya 50 orang. Itu yang membuat saya
348 cemas itu justru malah saya mencemaskan
349 orang lain tentang kesehatannya, trus
80

350 tentang fisiknya nanti bagaimana, tentang


351 perbekalannya ya seperti itu. Itu yang
352 sering saya cemaskan. Jadi tadi mitos, trus
353 kondisi alam atau geologi atau geografis
354 gunungnya, iklimnya itu, trus kemudian
355 justru temen seperjalanan sendiri itu.
356 Kalau saya sih punyai prinsip sebenarnya, S1.W1.B Faktor penyebab
357 yo wis ndaki gunung yo ndaki gunung, nek 356-364 kecemasan yang
358 udan yo leren nek..kalau misalnya kita berasal dari
359 laper ya makan kalau kita haus ya minum pribadi
360 tetapi kadang-kadang kan ee… nanti
361 gimana ya kalau..kalau tantangan itu nggak
362 terselesaikan berarti gagal. Lha seperti itu,
363 itu yang membuat kami..saya cemas justru
364 di situnya.
365 Pewawancara : Oke. Apakah yang dari sisi
366 internal atau dalam diri anda sendiri, apakah
367 ada yang menyebabkan kecemasan sebelum
368 anda melakukan pendakian gunung itu?
369 Subyek 1 : Ya ada ya. S1.W1.B Faktor penyebab
370 Namanya apa.. phobia hantu itu jelas atau 369-373 kecemasan yang
371 phobia hantu hehe…(sambil senyum) saya berasal dari mitos
372 itu orangnya penakut kok hehe…( sambil
373 senyum).
374 Jadi itu yang membuat saya cemas
375 biasanya.
376 Yang kedua tu memang bisa di bilang S1.W1.B Faktor penyebab
377 ya..walaupun saya tu dah mendaki banyak 376-386 kecemasan yang
378 tu tetep mental apa ya? Mental..mentalitas berasal dari
379 ya, soal aduh nanti sana tu tahu..walaupun pribadi
380 saya sudah pernah mendaki gunung itu tapi
381 saya membayangkan nanti tanjakan sana
81

382 itu medannya kayak gitu hee. Nah itu yang


383 membuat saya itu cemas itu lho. Justru
384 karena sudah tahu itu saya malah bikin
385 cemas. Engko..nanti bisa terlampaui
386 nggak? Untuk saat ini, itu.
387 Trus kemudian ketidakpercayaan diri S1.W1.B Faktor penyebab
388 karena fisik ya ee… misalnya dari berat 387-396 kecemasan yang
389 badan, nanti kan saya berat badannya kan berasal dari
390 juga lumayan berat, ada 78 kilo. Waa nanti pribadi
391 kalau capek di jalan bagaimana? Ee…
392 perasaan-perasaan seperti itu yang muncul
393 yang saya khawatirkan dari saya sendiri.
394 Sebenarnya mentalitas tidak percaya diri,
395 itu yang membuatkan saya..membuat saya
396 cemas itu.
397 Pewawancara : Trus apakah ada pengaruh
398 dari kecemasan yang muncul itu terhadap
399 diri anda mas Budi?
400 Subyek 1 : Ya tadi, kalau..justru kecemasan S1.W1.B Fungsi
401 itu muncul mengakibatkan ini… tingkat 400-444 kecemasan yang
402 kewaspadaan tu tinggi. Walaupun bisa di diperoleh subyek
403 bilang kecurigaan juga lho ya. Itu, tapi adalah: subyek
404 lebih cenderung kalau saya kewaspadaan. memiliki
405 Justru ketika kecemasan itu muncul saya kewaspadaan
406 bisa berpikir ee… cepat tinggi, persiapan
407 mengenai..biasanya begini, “wah disana yang matang dan
408 nanti medannya sulit, kita sudah bawa kecepatan dalam
409 webbing apa belum?” na..langsung kita berpikir ketika
410 bisa langsung cek, langsung ada apa menghadapi
411 namanya? Semacam gerakan kesana gitu kecemasan-
412 lho. Jadi saya tu orangnya tipenya tidak kecemasan yang
413 tipe cuek “alah nanti biarlah kalau ndak muncul.
82

414 bisa ya sudah” bukan seperti itu tetapi saya


415 tetap mengusahakan untuk sampai puncak.
416 Itu prinsip saya. Hanya justru ketika
417 muncul, muncul seperti itu misalnya “wah
418 kono ki angker lho” saya sudah bawa
419 Rosario atau belum atau saya sudah bawa
420 ee… istilahnya bekal rohani atau belum,
421 doa yang saya persiapkan apa. Justru hal-
422 hal seperti itu yang mendorong gerakan
423 cepat, gitu lho, ketika kecemasan muncul.
424 Kalau kita nggak cemas tu kadang-kadang
425 hal kecil-kecil kayak gitu tu malah
426 terlupakan gitu lho. Itu kalau menurut saya
427 dampak positifnya kecemasan ke sana, yang
428 justru karena kewaspadaan itu ee…
429 mendorong saya untuk bisa sampai puncak.
430 Mau nggak mau itu membantu atau
431 misalnya seperti ini “lho ini hujan lho,
432 ponconya sudah disiapkan belum,
433 mantolnya bagaimana, tenda kita
434 bagaimana. Tenda kita tu ada lubangnya di
435 sebelah sini, berarti nanti kalau hujan
436 ditutup sebelah sini”. Lha, ketika kita
437 cemas itu trus kemudian muncul pikiran-
438 pikiran seperti itu, itu yang membuat kita tu
439 bisa mendaki lebih cerdas gitu lho.
440 Sehingga ketika kita melakukan perjalanan
441 naik, ketika yang kita cemaskan itu benar-
442 benar terjadi kita sudah mempunyai
443 tindakan yang tepat gitu lho. Kalau menurut
444 saya itu..dan cepat gitu.
445 Pewawancara : Oke. Terima kasih mas
83

446 Budi atas waktunya. Mungkin lain waktu


447 kalau saya butuh data tambahan, saya akan
448 calling lagi.
449 Subyek 1 : Ya, ya, ya.
450 Pewawancara : Makasih.
84

Lampiran 2
Hasil wawancara subyek 2
NO VERBATIM KODE KETERANGAN
1 Pewawancara : Oke, selamat malam mas niko
2 (subjek juga membalas ucapan slamat malam).
3 Terimakasih atas waktu yang diberikan dan
4 terima kasih diperbolehkan mewawancarai
5 anda. Ada beberapa hal yang akan saya
6 tanyakan. Yang pertama tentang identitas anda.
7 Ee… Siapakah nama lengkap anda?
8 Subyek 2 : Ee… saya Benediktus Nico
9 Prabowo.
10 Pewawancara : ee… berapakah usia anda?
11 Subyek 2 : Se..sekarang saya menginjak usia
12 kedua puluh.
13 Pewawancara : Ee… apa pekerjaan anda
14 sekarang atau kesibukan anda sekarang?
15 Subyek 2 : Sekarang saya aktif kuliah di UPN
16 Veteran Yogyakarta jurusan teknik industry.
17 Selain itu juga ee… aktif juga di kegiatan
18 pecinta alam. Selain itu juga aktif di kegiatan
18 gereja.
20 Pewawancara : Ee… saya akan menanyakan
21 tentang pengalaman pendakian anda. Sejak
22 tahun berapa anda mulai mendaki gunung?
23 Subyek 2 : Ee… pengalaman mendaki gunung
24 itu awalnya itu kelas 3 SMP tepatnya tahun
25 2003, tahun baru 2003 (pewawancara
26 mengucapkan kata oke).
27 Pewawancara : Sudah berapa kali anda
28 mendaki gunung mas nico?
29 Subyek 2 : Jumlahnya kurang lebih… diatas
85

30 sepuluh.
31 Pewawancara : Anda pernah mendaki gunung
32 mana saja mas nico?
33 Subyek 2 : Sampai saat ini baru tiga gunung,
34 gunung lawu, merbabu dan merapi.
35 Pewawancara : Ee… kalau boleh tau sudah
36 berapa kali anda mendaki gunung lawu,
37 gunung merbabu dan gunung merapi mas?
38 Subyek 2 : Gunung merapi dua kali, gunung
39 lawu… ee… se… empat kali lalu gunung
40 merbabu itu… lima kali.
41 Pewawancara : Oke ( pewawancara
42 berdehem). Ee… apakah anda sering
43 mengalami kecemasan sebelum melakukan
44 pendakian gunung itu mas nico?
45 Subyek 2 : Ee… termasuk yang sering, S2.W1.B Subyek
46 terutama sebelum mendaki gunung atau 45-48 mengalami
47 persiapan di basecamp, itu sering banget kecemasan
48 cemas. sebelum
49 Pewawancara : Ee… biasanya kecemasan itu melakukan
50 muncul H min berapa mas nico? aktivitas
51 Subyek 2 : H min… ee… tepatnya sss se..saat pendakian
52 hari H atau mungkin saat di rumah sebelum gunung.
53 berangkat ke basecamp dan juga kecemasan-
54 kecemasan awal di sebelum hari H itu tepat
55 satu hari sebelum hari H.
56 Pewawancara : H min satu berarti?
57 Subyek 2 : Ya.
58 Pewawancara : Saya akan menanyakan
59 tentang ee… ini mas nico. Gejala-gejala
60 kecemasan apa yang muncul yang berupa
61 gangguan fisik? Mungkin yang berhubungan
86

62 dengan sirkulasi tubuh, pencernaan atau


63 mungkin gangguan tubuh?
64 Subyek 2 : Ee… gangguan fisik yang sering S2.W1.B Gejala kecemasan
65 saya rasakan ee… saya nggak bisa BAB 64-67 fisik berupa
66 itu,trus lalu yang kedua perut itu kadang gangguan
67 mual. Lalu gangguan fisik selanjutnya ee… pencernaan.
68 saya kayak e.. gimana orang..orang linglung S2.W1.B Gejala kecemasan
69 jadi kayak sibuk sendiri gitu. 67-69 perilaku berupa
70 Pewawancara : Oke. Apakah ada yang tingkah laku
71 berhubungan dengan gangguan tidur mungkin seperti orang
72 mas nico? linglung dan
73 Subyek 2 : Gangguan tidur ..tidak ada. sibuk sendiri.
74 Pewawancara : Oke. Biasanya gangguan-
75 gangguan kecemasan itu atau gejala-gejala itu
76 muncul H min berapa mas nico?
77 Subyek 2 : Kalau yang itu, ee… sebutkan tadi S2.W1.B Mulai munculnya
78 ee… saat hari H tapi hari H ee… sebelum saya 77-80 gejala kecemasan
79 di basecamp. Jadi mungkin di rumah saat fisik.
80 persiapan kayak gitu.
81 Pewawancara : Apakah ada yang
82 berhubungan dengan gejala-gejala yang
83 berhubungan dengan gejala kecemasan
84 hubungan dengan sirkulasi tubuh mas nico?
85 Subyek 2 : Sirkulasi tubuh yang gimana
86 maksudnya? Ee… gangguan sirkulasi tubuh
87 ee…
88 Pewawancara : Ya.. istilahnya, maksudnya
89 yang berhubungan dengan sirkulasi tubuh
90 anda?
91 Subyek 2 : Ee… kalau tangan, tangan itu S2.W1.B Gejala kecemasan
92 kadang ee… gimana ya? Keder ee… bergetar 91-93 fisik berupa
93 sendiri trus itu yang parah. Trus kadang juga gangguan-
87

94 kalau sirkulasi tubuh… kalau pusing-pusing gangguan lain,


95 gitu, kadang agak migrain gitu trus sama nafas S2.W1.B gangguan tidur
96 saya kadang… nafasnya nggak normal kayak 93-95 dan gangguan
97 biasanya kayak gitu. S2.W1.B sirkulasi tubuh.
98 Pewawancara : Oke, terima kasih. 95-97
99 Kalau..kalau gejala-gejala kecemasan yang
100 berupa gangguan mental mas nico, apakah
101 aa… juga sering muncul, misalnya berupa
102 perasaan atau pikiran?
103 Subyek 2 : Sering, sering sekali. Ee… itu S2.W1.B Mulai munculnya
104 terutama saat sebelum mendakinya, terutama 103-105 gejala kecemasan
105 persiapan di basecamp. mental.
106 Pewawancara : Biasanya apa yang mee…
107 gejala-gejala apa yang muncul yang berupa
108 perasaan atau pikiran itu mas nico?
109 Subyek 2 : Gejalanya ya?
110 Pewawancara : Iya.
111 Subyek 2 : Gejalanya… ee… penyebab S2.W1.B Gejala kecemasan
112 pikiran gejala itu kadang… ee… jadi apa 111-116 mental berupa
113 enggak saya naik gunung trus… ee… gejala gangguan pikiran
114 selanjutnya itu kalau pikiran ya… terpikir
115 orang yang rumah, temen-temen ee keluarga
116 dan sebagainya. Trus kalau perasaan takut, S2.W1.B Gejala kecemasan
117 kadang takut. Trus apa nanti sampai puncak 116-119 mental berupa
118 atau nggak? Trus bisa kembali apa nggak? gangguan
119 Kayak gitu. perasaan.
120 Pewawancara : Oke. Ee… kalau yang berupa
121 perasaan mas nico, saya kurang..kurang
122 menangkap tadi apa yang kira-kira gejala-
123 gejalanya, berupa perasaan itu apa. Apakah
124 ada. apakah anda merasakan?
125 Subyek 2 : Oo… was-was. Kadang was-was S2.W1.B Gejala kecemasan
88

126 ee… trus… was-was lalu ee… gejala 125-126 mental berupa
127 selanjutnya itu jadi malas gangguan
128 berbu..ee..beraktifitas maksudnya hanya perasaan
129 sekedar untuk.. jalan kaki atau mondar-mandir
130 gitu aja males karena yaitu kepikiran atau
131 gimana, nenangkan diri semacam itu. Trus juga
132 ke..gejala kala pikiran kadang ya.. itu jadi
133 sebabnya ee.. saya jadi migrain sebelum
134 pendakian ya gitu.
135 Pewawancara : Oke. Ee… kalau gejala-gejala
136 kecemasan yang berupa gangguan perilaku
137 atau tingkah laku yang mungkin muncul dari
138 anda yang mungkin perilaku aneh atau
139 tidak..tidak seperti biasanya. Apakah itu juga
140 sering anda alami?
141 Subyek 2 : Ee… kalau tingkah laku ya.. itu S2.W1.B Gejala kecemasan
142 tadi saya jadi berhemat aktifitas. Saya jadi 141-143 perilaku berupa
143 malas-malasan sebelum pendakian. Ee… sikap malas
144 hanya untuk ya.. menenangkan pikir itu. Lalu malasan dan
145 tingkah laku yang lain ee… saya sedikit ee.. berhemat
146 bukan sedikit. Kecemasan yang saya tunjukkan aktifitas.
147 tentang BAB itu tadi, pencernaan saya. Saya S2.W1.B Sering memilah-
148 jadi memilah-milah makanan saya, biasanya 147-151 milah makanan
149 tidak. Lalu… tingkah laku yang lain ee…saya dan menahan
150 justru sering apa itu? Menahan untuk buang untuk buang air
151 air kecil, justu saya tahan itu. kecil.
152 Pewawancara : Oke. Ee… kemudian apa
153 yang membuat anda cemas sebelum
154 melakukan pendakian gunung itu?
155 Subyek 2 : Yang membuat saya cemas. Ee… S2.W1.B Faktor penyebab
156 ada banyak, yang pertama em…(subyek 155-160 kecemasan yang
157 berdehem) apakah saya bisa sampai tujuan, berasal dari
89

158 dalam artian… kalau…, tujuannya pasti pribadi


159 puncak. Apalagi kalau saya bisa sampai
160 puncak dengan selamat lalu bisa kembali, itu.
161 Lalu kecemasan selanjutnya faktor-faktor X S2.W1.B Mahluk
162 misalnya ya mahluk halus atau penunggu 161-163 lain/orang lain
163 hutan gunung, itu. Lalu yang lain adalah jalur S2.W1.B Kondisi alam
164 pendakian apakah nanti jalur pendakian yang 163-166
165 saya gunakan itu benar. Trus ee… tentang
166 cuaca, perlengkapan, berkaitan dengan S2.W1.B Faktor penyebab
167 perlengkapan saya. Apakah perlengkapan saya 166-170 kecemasan yang
168 yang saya bawa sudah siap apabila nanti berasal dari
169 cuaca-cuacanya ee… ternyata tidak perlengkapan
170 bersahabat, semacam itu.
171 Pewawancara : Apakah ada yang membuat
172 anda cemas yang berasal dari diri anda mas
173 nico?
174 Subyek 2 : Cemas yang berasal dari diri? Ee… S2.W1.B Orang lain/
175 kalau dalam diri saya ya ee… pikiran, pikiran 174-177 mahluk lain
176 rumah ya jadi kepikiran keluarga di rumah
177 dan temen-temen yang lain. Trus kalau dari S2.W1.B Faktor penyebab
178 diri saya sendiri juga ee… mungkin saat ee… 177-181 kecemasan yang
179 saya masih ada tugas di lui..di..di luar, jadi berasal dari
180 saya melaksanakan pendakian tapi saya masih pribadi
181 ada tumpukkan tugas, semacam itu.
182 Pewawancara : Kemudian mas nico, ini yang
183 terakhir. Apakah pengaruh kecemasan yang
184 muncul itu terhadap diri anda?
185 Subyek 2 : Pengaruhnya? Ee… Saya jadi S2.W1.B Fungsi kecemasan
186 semakin berhati-hati saat pendakian lalu juga 185-195 yang diperoleh
187 saya lebih ee… hati-hati dalam pendakian subyek adalah:
188 dengan teliti jalur em.. pilih jalur yang benar. subyek menjadi
189 Lalu saya menjadi ee... menjaga sikap saya lebih teliti,
90

190 supaya tidak seenaknya sendiri, saya jadi lebih berhati-hati,


191 ee… istilahnya taat dengan alam, semacam itu. menjaga sikap
192 Lalu juga it..ee..itu menjadi dorongan dan menjadi
193 semangat saya, saya harus sampai tujuan dorongan
194 dengan cepat lalu cepat juga untuk pulang semangat agar
195 bertemu dengan keluarga saya di rumah, itu. segera mencapai
196 Pewawancara : Oke, ee… sedikit flasback tujuan dan
197 kembali ke pertanyaan yang tentang gejala- kembali pulang.
198 gejala kecemasan yang berhubungan dengan
199 perasaan dan pikiran serta perilaku tadi mas
200 nico. Itu biasanya munculnya H min berapa
201 atau kapan?
202 Subyek 2 : Ee… saya lebih sering ke H-1 ya S2.W1.B Mulai munculnya
203 H-1 itu dah..ya meskipun skalanya baru kecil 202-212 gejala-gejala
204 tapi sudah saya rasakan H-1, kalau..ee… H..H kecemasan
205 min mungkin satu minggu sebelumnya atau
206 tiga hari sebelumnya itu hanya just, cuma
207 sekedar menjadi pikiran. Saya nggak..baru
208 saya pikirkan apa-apanya yang..yang… ee…
209 yang me..kecemasan-kecemasan itu baru
210 dipikiran belum sampek saya… ee… timbul
211 kecemasan dalam diri yang menyebabkan
212 lebih cemas gitu. H-1.
213 Pewawancara : Ee… berarti kecemasan,
213 gejala-gejala kecemasan yang berupa pikiran
214 itu malah mulai muncul ee… sebelum H-1 ya
215 mas nico? Kalau saya tadi menangkap.
216 Subyek 2 : Ee… munculnya H-1 ya.
217 Pewawancara : O… H-1 ya.
218 Subyek 2 : Ya.
219 Pewawancara : Oke, terimakasih mas nico
220 atas waktu yang diberikan . Mungkin nanti
91

221 kalau saya masih membutuhkan jawaban-


222 jawaban dari anda, saya akan menghubungi
223 anda kembali.
224 Subyek 2 : Yak. Sama-sama.
92

Lampiran 3
Hasil Wawancara Subyek 3
NO VERBATIM KODE KETERANGAN
1 Pewawancara : Oke, selamat malam mas
2 Bayu.
3 Subyek 3 : Selamat malam mas Dimas.
4 Pewawancara : Terima kasih atas waktu
5 yang diberikan, ee… telah berkenan
6 menjadi subyek penelitian saya. Oke, mas
7 Bayu ee… saya akan menanyakan
8 beberapa hal.
9 Subyek 3 : Ya.
10 Pewawancara : Saya mohon jawaban
11 yang jujur.
12 Subyek 3 : Baik.
13 Pewawancara : Tidak perlu tergesa-gesa
14 njawabnya. Silahkan anda jawab sesuai
15 dengan apa yang anda mau jawab. Ee…
16 ini untuk yang pertama mas Bayu. Ee…
17 siapakah nama lengkap anda?
18 Subyek 3 : Nama lengkap saya adalah
19 Bayu Dharma Kusuma.
20 Pewawancara : Oke. Berapakah usia anda
21 saat ini?
22 Subyek 3 : Usia an..saya saat ini 24 tahun.
23 Pewawancara : Ee… apa pekerjaan anda
24 atau kesibukan anda sekarang?
25 Subyek 3 : Guru WB di sebuah SD negeri
26 di Klaten.
27 Pewawancara : Oke, terima kasih. Saya
28 berikutnya akan menanyakan tentang
29 pengalaman pendakian gunung anda mas
93

30 Bayu?
31 Subyek 3 : Iyak.
32 Pewawancara : Ee… sejak tahun berapa
33 anda mulai mendaki gunung mas Bayu?
34 Subyek 3 : Pertama kali mendaki tahun
35 2000..tahun 2000.
36 Pewawancara : Oke. Sudah berapa kali
37 anda mendaki gunung mas Bayu?
38 Subyek 3 : Kurang lebihnya 30-an..30-an.
39 Pewawancara : Oke. Ee… anda pernah
40 mendaki gunung mana saja mas Bayu?
41 Subyek 3 : Ehm… Kalau di Jawa Tengah
42 ada merapi, merbabu, lawu trus eh…
43 sindoro, sumbing. Ya udah, berarti lima
45 itu.
46 Pewawancara : Trus kira-kira dari
47 gunung-gunung itu anda pernah mendaki
48 berapa kali, berapa kali mas Bayu?
49 Subyek 3 : Kalau… merapi, merbabu,
50 lawu yo mungkin rata-rata 4 – 5 tapi kalau
51 sindoro sumbing baru sekali.
52 Pewawancara : Oke, terima kasih. Ee…
53 apakah anda mengalami kecemasan
54 sebelum melakukan pendakian gunung itu
55 mas Bayu?
56 Subyek 3 : Ya. Saya sering mengalami S3.W1.B Subyek mengalami
57 kecemasan sebelum melakukan pendakian. 56-57 kecemasan sebelum
58 Pewawancara : Oke. Ee… jika mas Bayu melakukan aktivitas
59 ee… sering mengalami kecemasan pendakian gunung.
60 sebelum pendakian. Saya mau
61 menanyakan beberapa hal mengenai
62 kecemasan-kecemasan itu.
94

63 Subyek 3 : Ehm… yak.


64 Pewawancara : Apakah gejala-gejala
65 yang muncul berupa gangguan fisik itu
66 ee… sering muncul saat mas Bayu
67 sebelum melakukan pendakian? Itu
68 biasanya munculnya kapan?
69 Subyek 3 : Biasanya itu munculnya H-1 S3.W1.B Mulai Munculnya
70 hari sebelum acara pendakian tersebut. 69-70 gejala kecemasan fisik.
71 Pewawancara : Ee… dan biasanya
72 gejala-gejala kecemasan yang muncul itu
73 apa mas Bayu?
74 Subyek 3 : Gejalanya itu sulit tidur. Jadi S3.W1.B Gejala kecemasan fisik
75 maksud saya itu karena besok udah hari H 74-80 berupa gangguan tidur.
76 pendakian, maksud saya adalah untuk
77 ee… yo istirahat cukup tapi ternyata…tapi
78 ternyata ee… pola tidur saya men..eh pola
79 tidur, opo? Tidur saya jadi nggak
80 nyenyak, nggak nyaman gitu lho.
81 Pewawancara : Oke. Ee… apakah ada
82 gejala-gejala kecemasan lain yang
83 mungkin berhubungan dengan sirkulasi
84 tubuh anda mas Bayu atau mungkin ee…
85 anda mengalami gangguan pencernaan
86 atau mungkin yang lainnya yang
87 berhubungan dengan fisik atau tubuh
88 anda?
89 Subyek 3 : Kalau untuk fisik sih saya rasa
90 tidak. Jadi ya cuma itu tadi tentang pola e
91 pola tidur saya aja.
92 Pewawancara : Oke, mas Bayu
93 berikutnya saya akan menanyakan ee…
94 apakah anda mengalami gejala-gejala
95

95 kecemasan yang berupa gangguan mental,


96 misalnya ee… perasaan atau pikiran
97 sebelum anda melakukan pendakian
98 gunung?
99 Subyek 3 : Em… saya mengalami S3.W1.B Gejala kecemasan
100 gangguan kecemasan itu melalui pikiran, 99-104 mental berupa
101 yaitu saya berpikiran besok apakah besok gangguan pikiran.
102 saya bisa sampai ke puncak dan sampai ke
103 rumah lagi. Itu gangguan kecemasan
104 saya.
105 Pewawancara : Oke. Apakah ada yang
106 lain masa Bayu?
107 Subyek 3 : Mungkin tidak ada.
108 Pewawancara : Oke, terima kasih. Ee…
109 berikutnya saya akan menanyakan ee…
110 apakah anda mengalami juga gejala-gejala
112 kecemasan yang berupa gangguan perilaku
113 atau tingkah laku mas Bayu? Ataukah
114 mungkin anda ee… memunculkan
115 perilaku yang aneh atau tidak sesuai
116 dengan kebiasaan anda sebelum anda
117 melakukan pendakian gunung?
118 Subyek 3 : Mungkin disini saya S3.W1.B Menunjukkan tidak
119 kurang..kurang maksud e kurang..kurang 118-122 mengalami gejala
120 mengalami kecemasan dalam hal perilaku kecemasan perilaku.
121 ya, karena menurut saya og wajar-wajar
122 saja.
123 Pewawancara : Oke, terima kasih. Ee…
124 biasanya, ini agak flashback ya ke yang
125 tadi mas Bayu tentang gejala gangguan
126 kecemasan yang berupa mental. Biasanya
127 itu muncul kira-kira kapan mas Bayu? H
96

128 min berapa atau bagaimana?


129 Subyek 3 : Biasanya itu muncul ketika
130 saya sudah sampai di lokasi base camp
131 atau di daerah..di daerah tempat saya
132 pendakian tersebut.
133 Pewawancara : Ee… itu kira-kira H min
134 berapa mas Bayu?
135 Subyek 3 : H-2 jam mungkin. S3.W1.B Mulai munculnya gejala
136 Pewawancara : Oke, sekitar H-2 jam ya 135 kecemasan mental
137 mas Bayu.
138 Subyek 3 : Iya.
139 Pewawancara : Oke mas Bayu.
140 Ini pertanyaan yang berikutnya. Apa yang
141 membuat anda cemas sebelum anda
142 melakukan pendakian gunung, baik itu
143 yang berasal dari faktor internal atau diri
144 anda maupun dari faktor eksternal atau
145 luar?
146 Subyek 3 : Kalau dari faktor internal S3.W1.B Faktor penyebab
147 mungkin perasaan akan..akan mampu 146-151 kecemasan yang berasal
148 tidaknya saya sampai ke puncak seperti dari pribadi
149 yang pernah saya lakukan sebelum
150 pendakian, maksud e pendakian sebelum-
151 sebelumnya.
152 Kalau mungkin perasaan eksternalnya S3.W1.B Faktor penyebab
153 ee… kecemasan akan teman-teman baru, 152-161 kecemasan yang berasal
154 yang di sini saya mungkin membawa dari orang lain
155 temen-temen baru yang baru..baru..baru
156 ataupun ee…
157 pengin..pengin..pengin…ee..pengin..pengi
158 n..pengin..pengin..pengin mendaki gunung
159 itu. Jadi itu kecemasan yang mungkin
97

160 dari..dari luar yang membuat saya


161 menjadi cemas.
162 Pewawancara : Oke, terima kasih mas
163 Bayu. Berikutnya saya akan menayakan
164 tentang ini mas Bayu. Apakah pengaruh
165 kecemasan yang muncul, kecemasan yang
166 anda..yang anda alami itu terhadap diri
167 anda sebelum anda melakukan pendakian
168 gunung?
169 Subyek 3 : Di sini saya mungkin akan S3.W1.B Fungsi kecemasan yang
170 mempersiapkan untuk segala 169-165 diperoleh subyek
171 kemungkinan yang ada. Karena di sini, adalah: Subyek
172 pendakian besok itu kita berhubungan mempersiapkan diri
173 dengan alam. Mungkin kalau pada saat ini lebih matang dalam
174 cuaca hujan, jadi kita harus prepare menghadapi
175 mantol ataupun kita bawa jaket yang tebal kecemasan-kecemasan
176 ataupun dobel, trus juga pada saat kita di yang subyek rasakan,
177 atas tapi kita terhalang oleh hujan jadi yang mungkin akan
178 kita tidak bisa turun langsung, kita sedia menjadi kenyataan.
179 tenda. Mungkin seperti itu yang bisa saya
180 gambarkan.
181 Pewawancara : Oke, em… terima kasih
182 mas Bayu atas waktunya dan kalau nanti
183 saya butuh data lain saya akan
184 menghubungi anda kembali.
185 Subyek 3 : Oke.
Lampiran 4
Hasil Observasi Lapangan
SUBYEK 1 SUBYEK 2 SUBYEK 3
NO KECEMASAN WAKTU WAKTU WAKTU
GEJALA GEJALA GEJALA
MUNCUL MUNCUL MUNCUL
1 Gejala 1 hari Belum bisa tidur 1 hari Tidak bisa buang 1 hari Belum bisa tidur
kecemasan fisik Sebelum kemudian Sebelum air besar, Sebelum kemudian begadang
berangkat begadang sampai berangkat berangkat sampai pukul 02.00
pukul 02.00 WIB, WIB
jantung berdebar-
debar
3 jam Migrain Sebelum Migrain
sebelum berangkat
pendakian ke base
camp
2 jam Sering kencing, 1 jam Tangan bergetar
sebelum perut sakit dan sebelum
pendakian beberapa kali BAB pendakian

98
2 Gejala 1 jam Mudah marah 2 jam Mudah marah 1 jam Mudah marah karena
kecemasan sebelum karena hal-hal kecil sebelum karena hal-hal sebelum hal-hal kecil
mental pendakian pendakian kecil pendakian
1 jam Sering melakukan
sebelum kesalahan seperti
pendakian orang bingung
3 Gejala 2 jam Mematah- 2 jam Menjadi penyendiri 2 jam perilaku merokoknya
kecemasan sebelum matahkan jari sebelum sebelum berubah dari yang
Perilaku pendakian tangan dan pendakian pendakian biasanya mempunyai
menggoyang- jeda lama 3 hingga 2
goyangkan kaki jam per batang
menjadi 2 hingga 3
batang dalam 1 jam
1 jam Sering melamun 1 jam Menjadi malas-
sebelum sambil menggigit sebelum malasan untuk
pendakian ujung kuku jari pendakian mendaki
tangan

99

Anda mungkin juga menyukai