Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan
dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki
perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun
perdatanya.

Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau
cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan
dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara.

Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang informasi dan
transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk
perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi
juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia
maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial
atau universal.

2.1 Pengertian Peraturan dan Regulasi

Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam rangka
mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau
pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum
diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui
asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat,
mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Peraturan dan Regulasi dalam bidang teknologi informasi terdapat dalam undang - undang nomor
36 seperti dibawah ini :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi


(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3881 );

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan


Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun
2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 4843);

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan


lnformasi Publik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008
Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4846);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3980);
5. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

6. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 24 Tahun 2010


tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;

7. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 84lP Tahun 2009


tentang Susunan Kabinet lndonesia Bersatu I1 Periode 2009 - 2014;

8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang


Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika
Nomor: 31 /PER/M.KOMINF0/0912008;

9. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor:


03/PM.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada
Beberapa KeputusanlPeraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur
Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;

10. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor:


26/PER/M.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan
Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika
Nomor: 16/PER/M.KOMINF0/10/2010;
11. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor:
01/PER/M.KOMINF0101/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi;

12. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor:


17/PER/M.KOMINFO/1 01201 0 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Komunikasi dan Informatika;

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Protokol lnternet adalah sekumpulan protokol yang didefinisikan


oleh lnternet Engineering Task Force (I ETF).

2. Jaringan telekomunikasi berbasis Protokol lnternet adalah


jaringan telekomunikasi yang digunakan penyelenggaraan
jaringan dan jasa telekomunikasi dengan memanfaatkan
protokol internet dalam melakukan kegiatan telekomunikasi.

3. Indonesia-Security Incident Responses Team on lnternet


Infrastructure yang selanjutnya disebut ID-SIRTII adalah Tim
yang ditugaskan Menteri untuk membantu pengawasan
keamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet.

4. Rekaman aktivitas transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file


yang mencatat akses pengguna pada saluran akses
operatorlpenyelenggara jasa akses berdasarkan alamat asal
Protokol Internet (source), alamat tujuan (destination), jenis
protokol yang digunakan, Port asal (source), Porf tujuan
(destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya
transaksi.

5. Monitoring Jaringan adalah fasilitas pemantau dan pendeteksi


pola (pattern) akses dan transaksi yang berpotensi
mengganggu atau menyerang jaringan untuk tujuan memantau
kondisi jaringan, memberikan peringatan dini (early warning)
dan melakukan tindakan pencegahan (prevent).

6. Penyelenggara akses internet (Internet Service Provider/lSP)


adalah penyelenggara jasa multimedia yang menyelenggarakan
jasa akses internet kepada masyarakat.

7. Penyelenggaran jasa interkoneksi internet (Network Acces


Poifn/NAP) adalah penyelenggara jasa multimedia yang
meyelenggarakan jasa akses dan atau routing kepada ISP
untuk melakukan koneksi ke jaringan internet global.

8. Hot spot adalah tempat tersedianya akses internet urituk publik


yang menggunakan teknologi nirkabel (wireless).

9. lnternet Exchange Point adalah titik dimana ruting internet


nasional berkumpul untuk saling berinterkoneksi.

10. Pra bayar adalah sistem pembayaran diawal periode pemakaian


melalui pembelian nomor perdana dan pulsa isi ulang (voucher).

11. Warung internet yang selanjutnya disebut Warnet adalah


resseler dari ISP dan memiliki tempat penyediaan jasa internet
- kepada masyarakat.

12. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggaraan


Pos dan Informatika

Perbandingan Cyber Law


Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan
dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara
adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang
dan waktu ini.
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit,
hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi
data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer.
Maka dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
Keamanan nasional : instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris.
Protection of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence, pornography
Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial,
diskriminasi rasial.
Keamanan ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.
Keamanan informasi : Cybercrime, Phising
Protection of Privacy
Protection of Reputation
Intellectual Property
Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya kita
membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang-
undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id dan dapat langsung membaca bab VII
yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer
dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang
kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat
penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan
komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data
kartu kredit orang lain.
Berikut ini merupakan perbandingan Cyberlaw di beberapa negara.

1. Cyberlaw di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan
untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai
macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada umumnya
untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik
digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas
secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Tentang UU ITE
UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik )adalah ketentuan yang berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik
yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai
ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI.
Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama
dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya
dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan
disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah),
sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
disahkan oleh DPR.
Keterbatasan UU Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU
N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi,
penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari
pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan
antar bangsa

PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE)

CYBER LAW NEGARA INDONESIA :

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama
waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik.
Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-
undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang
terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan
konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan
mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-
procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada
beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia.
Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di
dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan
kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini
pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi
beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait
dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan
terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari
aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan.
Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata
lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.

CYBER LAW NEGARA MALAYSIA : Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama
yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan
tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku
adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan
pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik
seperti konferensi video.

CYBER LAW NEGARA SINGAPORE : The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli
1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan
elektronik di Singapore. ETA dibuat dengan tujuan :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan
pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan
menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari
arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik
melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
• Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan
secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh
network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil,
membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan
tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk
menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut hukum. Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan
penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat
rancangannya.

b. Hukum Hak Cipta

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu
dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam
ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang
tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan
Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1
butir 1).
Contoh hasil dari hak cipta (hasil karya yang di lindungi) :
Karya sastra seperti buku, pamflet, novel, puisi, laporan, iklan, instruksi manual, artikel surat kabar dan bahkan daftar
belanjaan dan kertas ujian.
karya-karya drama (yaitu, sesuai yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan, sebagai contoh skenario, naskah drama).
Tidak ada keharusan karya drama tersebut disajikan dalam bentuk tulisan, bisa juga dalam bentuk rekaman).
karya-karya koreografi
komposisi-komposisi musik (semua suara atau musik bisa merupakan obyek perlindungan asalkan disajikan dalam
bentuk tertentu (contoh : transkrip atau rekaman).
karya-karya sinematografi (gambar-gambar bergerak : films, videotapes, iklan, program televisi dan klip video).
Karya-karya artistik seperti gambar, lukisan, arsitektur, patung, ukiran, model, diagram, peta, ukiran kayu dan
cetakan. Karya-karya tersebut tidak harus merupakan karya seni yang bagus.
foto-foto
ilustrasi, peta, diagram dan rancangan
karya-karya turunan (derivative works), seperti terjemahan, adaptasi dan aransemen musik
Menurut TRIPs, karya-karya berikut ini harus dilindungi :
karya-karya yang dilindungi oleh konvensi Bern
program komputer
data base
seni pertunjukan (baik secara hidup/langsung, dalam bentuk penyiaran atau rekaman dalam fonogram).
Fonogram (rekaman suara atau media lainnya)
Penyiaran (termasuk program televisi dan radio serta liputan tentang pertunjukan hidup).
Undang-undang Hak Cipta mengatur hal yang kurang lebih sama. Pasal 12(1) menetapkan karya -karya dibidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra dilindungi, sebagai berikut :
buku-buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis, dan karya-karya tulis lainnya.
khotbah, kuliah, pidato dan karya-karya lisan lainnya.
alat bantu visual yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
lagu, termasuk karawitan dan phonogram
karya-karya drama, tari (karya-karya koreografis), pertunjukan boneka, pantomim
pertunjukan-pertunjukan
karya-karya penyiaran
semua bentuk seni, seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, pahatan, patung, collase, kerajinan tangan motif,
diagram, sketsa, logo dan bentuk huruf.
arsitektur
peta
seni batik
foto
karya-karya sinematografi
terjemahan, interpretasi, adaptasi, antologi dan database (ini dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak
mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya).
Konsep yang mendasar dari hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta tidak melindungi ide-ide, informasi atau fakta-
fakta, tetapi lebih melindungi bentuk pengungkapan daripada ide-ide, informasi atau fakta-fakta tersebut. Hak cipta
hanya ada dalam bentuk-bentuk yang nyata, bukan ide-ide itu sendiri. Dengan demikian hak cipta tidak melindungi
ide-ide atau informasi sampai ide atau informasi tersebut dituangkan dalam bentuk yang dapat dihitung atau dalam
bentuk materi, dan dapat diproduksi ulang.
Hal ini tercermin dalam Pasal 2 TRIPs yang menyatakan bahwa perlindungan hak cipta diberikan untuk
“pengungkapan bukan ide-ide, tata cara, metode dari pengoperasian konsep matematika”.
Meskipun demikian, adalah mungkin untuk beberapa ide yang bernilai komersial dilindungi dengan hukum rahasia
dagang.
Contoh lain dari ide yang tidka dilindungi, tetapi bentuk konkret dari pengungkapannya dilindungi adalah :
Informasi-informasi ilmu pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku teks universitas tidak dilindungi oleh hak cipta,
tetapi, kata-kata, bagan-bagan atau ilustrasi yang digunakan oleh pengarang adalah dilindungi.
Suatu ide untuk menulis biografi orang terkenal, sebagai contoh bintang rock, tidak dilindungi oleh hak cipta dan
informasi yang didapat oleh pengarang juga tidak dilindungi, tetapi bentuk dari kata-kata yang digunakan oleh
pengarang adalah dilindungi.
Ide untuk menulis naskah sandiwara tentang Pemilu 1999 tidak dilindungi, tetapi kata-kata dalam sandiwara
berdasarkan pemilu tersebut serta musik dan peralatan yang digunakan mungkin dilindungi.

UU No.36 Tentang Telekomunikasi


Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi

Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan


telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan
kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta
meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar,
melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional.

Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi

Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi
telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka
menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang
sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan
berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada
beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam
penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi
para pengguna teknologi informasi.

Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi:

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;

2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan


bertelekomunikasi;

4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi;

5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang
radio;

6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang


digunakan dalam bertelekomunikasi;

7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan


bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan
usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan
negara;

9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;

10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;

11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;

12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi


sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

13. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat,


peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;

14. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan


telekomunikasi yang berbeda;

15. Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE)

Berikut adalah salah satu contoh pasal yang terdapat pada Undang-Undang No 36 Tahun 1999:

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.

Dari definisi tersebut, maka kita simpulkan bahwa Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya
merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap
informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem
jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

a) Akses ke jaringan telekomunikasi


b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi, disana tidak terdapat batasan dalam
penggunaan teknologi informasi, karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar
untuk negara kita. Karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada
negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing dan tekhnologi informasi juga dapat
digunakan oleh para pengguna teknologi informasi dibidang apapun.

Jadi keuntungannya juga dapat dilihat dari segi bisnis. Yaitu kita dengan bebas dan luas dapat
memasarkan bisnis dalam waktu singkat. Jadi kesimpulannya menurut saya adalah, penggunaan
teknologi informasi tidak memiliki batasan, karena dapat mnguntungkan dalam semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai