Anda di halaman 1dari 2

Arwencetta khairunnisa, 9C

Isra’ dan Mi’raj ; Panggilan kepada pemabuk

Di suatu kota kecil yang tenang, hiduplah seorang pemuda bernama Rafi.
Setiap malam, pria itu menjalani hidupnya di tengah-tengah hiruk-pikuk kegelapan
kota yang penuh godaan. Kegelapan itu bukan hanya sebatas fisik, melainkan juga
kegelapan hati yang menghantui jiwa-jiwa yang terbuai oleh godaan dunia.

Hari-hari Rafi diisi dengan pekerjaan kasar di sebuah bengkel kendaraan,


namun malam adalah teman setianya. Sebagai pecandu alkohol, Rafi seringkali
terbenam dalam lautan dosa dan melupakan hakikat hidup yang sebenarnya. Meski
kehidupannya dipenuhi oleh gelapnya malam dan kabut asap dosa, ada satu
momen yang membuatnya merenung, yaitu ketika isya tiba.

Setiap malam, Rafi dapat merasakan kehadiran adzan dari masjid terdekat.
Suara itu menyeruak hingga ke lubuk hatinya, mencoba membangunkannya dari
tidurnya yang panjang dalam lautan dosa. Adzan itu memanggilnya untuk berhenti
sejenak dari lembah gelapnya dan berdiri di hadapan Sang Pencipta.

Malam itu, langit dipenuhi oleh cahaya rembulan yang memancar begitu
terang. Rafi, seperti biasa, duduk di sudut sebuah kedai dengan segelas minuman
keras di tangannya. Kedai tersebut dipenuhi dengan asap rokok dan suara ribut dari
para pengunjung yang sedang menikmati malam mereka.Tak lama kemudian tibat-
tiba dia merasa terang dan damai, seakan-akan langit menyapa hatinya yang kotor.
Namun, dia mengabaikan perasaan itu dan melanjutkan minum dengan ganas

Sebuah suara lembut menggema di kepalanya, "Rafi, ketahuilah bahwa


hidupmu tidak boleh terus-menerus diwarnai oleh dosa dan kegelapan. Ada waktu
untukmu untuk merenung dan mendekatkan diri pada-Nya."

Rafi terperangah dan mencoba mencari sumber suara tersebut. suara itu
datang dari dalam hatinya sendiri. Ia merasa sebuah sesuatu menariknya keluar dari
kedai dan membawanya ke sebuah masjid kecil yang berdiri megah di tengah kota.
Meskipun tak pernah menginjakkan kaki di masjid sebelumnya, Rafi merasa seolah-
olah dia diundang untuk masuk. Rafi berjalan dengan langkah-langkah gemetar dan
ragu. Tapi ketika ia melangkah ke dalam masjid, suasana yang tenang dan penuh
cahaya membuat hatinya merasa nyaman.

Ketika melangkah masuk, Rafi disambut oleh keheningan yang tenang.


Suara adzan mengumandangkan panggilan untuk shalat, dan Rafi merasa sebuah
panggilan yang kuat untuk bergabung. Ia memutuskan untuk mengikuti panggilan
itu, meskipun merasa ragu dan tidak pantas. Saat sujud di hadapan Sang Pencipta,
Rafi merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah melakukan sujud, Rafi duduk di shaf belakang, menyaksikan para


jamaah yang khusyuk dalam shalat. Sesekali ia mengusap air mata yang mengalir di
pipinya, merenungi kehidupannya yang sesat. Namun, ia merasa ada harapan,
harapan untuk bisa bersih dari dosa-dosanya yang menumpuk.

Dipojok depan mimbar, Rafi melihat sang imam sedang membersihkan


sajadah. Imam itu, seorang pria bijak dengan jenggot putih yang memancarkan aura
ketenangan, menyambut Rafi dengan senyuman hangat. Berbeda dengan Rafi yang
masih memakai baju rombeng nya dan celana jeans yang telah robek.

"Selamat datang, saudaraku. Semoga Allah memberimu hidayah dan kebahagiaan,"


kata sang imam.

Rafi merasa hatinya terenyuh mendengar kata-kata itu. Meski ia tahu dirinya
telah menjalani kehidupan yang kelam, tetapi ada sesuatu yang membuatnya
merasa diterima di masjid tersebut. Sang imam mengajaknya duduk, dan Rafi pun
menuruti.

Saat Rafi duduk, sang imam mulai bercerita. "Tahukah kamu, saudaraku,
tentang peristiwa Isra' Mi'raj?" tanya sang imam dengan penuh semangat.

Rafi mengangguk ragu, merasa sedikit malu karena ketidaktahuannya. Sang


imam tersenyum lembut sebelum memulai ceritanya. Ia bercerita tentang perjalanan
luar biasa Rasulullah SAW ke langit dan kejadian-kejadian ajaib yang terjadi selama
peristiwa Isra' Mi'raj.

Sang imam berakhir dengan pesan yang hangat, "shalat merupakan hadiah
paling istimewa yang telah diberikan pada kita semua lewat isra’ mi’raj, saudaraku.
Dan kita wajib menjaga hadiah tersebut dengan sepenuh hati. Seburuk apapun
dirimu, sebesar apapun dosa yang telah kamu buat, jangan berani untuk
meninggalkan shalat, saudaraku. Sungguh kita semua tidak akan selamat jika kita
meninggalkan shalat.”

Rafi merenung, memikirkan kata-kata sang imam. Suasana di masjid, yang


semula sunyi, kini terasa penuh kehangatan dan kedamaian. Ia merasa ada sesuatu
yang berbeda dalam dirinya, seolah-olah ada pintu kehidupan baru yang terbuka
lebar. Rafi pun berencana untuk kembali ke masjid ini, bukan lagi untuk lari dari
kehidupannya, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Apakah ia benar-
benar akan mengubah hidupnya? Itu adalah kisah yang akan terungkap seiring
berjalannya waktu.

Anda mungkin juga menyukai