Anda di halaman 1dari 2

TUGAS REVIEW FILM

Judul : HUHATE
Produksi : Watchdoc Image
Tahun Publikasi : 2017
Link : https://youtu.be/KuuyQLjrDoM?si=bGa1RAdBxJxlUChM
Kelas : Wawasan Budaya dan Ipteks BMI (MKU 212)
Nama : Akbar Syamsuddin
NIM : G011231001

*Review ditulis minimal 500 kata, jenis huruf dan ukuran mengikuti format lembar ini. Review
berisi pandangan analisis pribadi (bukan plagiasi/copypaste)!

HASIL REVIEW
HUHATE merupakan film ketujuh dari ekspedisi indonesia biru setelah film
Baduy,Kesepuhan Ciptagelar, Lewa di Lembata, The Mahuzes, Kala Benoa, dan Samin vs
Semen. Film dengan durasi tiga puluh delapan menit ini telah ditonton hingga enam juta
penonton. Judul film huhate yang berarti alat pancing tradisional maluku yang terbuat dari
bambu, tali nilon, dan mata pancing. Nelayan tradisional di maluku menggunakan cara huhate
ini untuk menangkap ikan cakalang. Bukan seperti mancing pada umumnya, huhate selain
menggunakan umpan palsu, juga menggunakan umpan hidup. Biasanya umpan hidup itu
adalah ikan-ikan kecil yang disukai ikan cakalang. Huhate sendiri biasa dilakukan secara
berkelompok paling sedikit enam orang. namun seiring waktu cara huhate ini sudah jarang
digunakan walaupun dikategorikan sebagai teknik menangkap ikan yang ramah lingkungan.
Di awal film kita menyaksikan beberapa kasus sektor maritim di beberapa daerah perairan
indonesia seperti penangkapan 415 kapal pencuri ikan dari bulan oktober 2014 hingga april
2017, terdapat 317 kapal yang ditenggelamkan, dan hasil tangkapan nusantara yang
dikabarkan tak menentu. Sebelum kenaikan harga BBM (2004-2005) terdapat lebih dari 100
kapal milik 56 majikan di tomalou, setelah solar naik 105 persen tersisa 6 kapal milik 4 majikan.
Kapal yang dijual untuk membeli angkot. Ratusan nelayan beralih profesi setelah menjual kapal
mereka. Pada tahun 2014, pemerintah membagikan 1.000 kapal “inka mina” untuk nelayan di
seluruh indonesia termasuk untuk nelayan desa tomalou di pulau tidore, maluku utara. Salah
satu pemilik kapal di desa tomalou yaitu bapak yusuf mengatakan bahwa peyebab lain nelayan
beralih profesi karena hasil penangkapan berkurang akibat kapal asing memberikan pagar yang
membuat ikan berhenti bermigrasi dan ikan tertahan di daerah yang dipagari.
Para nelayan menginginkan kepada pemerintah agar bukan hanya meyediakan kapal tetapi
juga perlu adanya fasilitas rumpon (tempat ikan berkumpul) dan bagan (fasilitas pencari
umpan). Para nelayan dari desa tomalou berlayar hinggi ke perairan bacan untuk menangkap
ikan, mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari umpan yang
strategis, tidak mengenal waktu baik itu siang ataupun malam mereka harus siap siaga. Setelah
berlayar mencari ikan, para nelayan melakukan beberapa kegiatan di atas kapal seperti
memasak hasil tangkapan ikan yang diperoleh, makan sagu bersama, bercanda dan tertawa
guna menghibur diri, berenang bersama, menjemur baju, bahkan ada yang tidur sambil
mendengarkan musik. Selanjutnya setelah berlayar mencari ikan di perairan bacan, para
nelayan lanjut berlayar kembali ke pelabuhan panamboang untuk menyetor hasil tangkapan ke
tempat pemasaran ikan.
Dari film pendek ini banyak hal yang bisa dipelajari. Saya menikmati pengalaman menonton
film pendek ini. Kerja sama yang dilakukan oleh nelayan di desa Tomalou dalam berlayar
menangkap ikan perlu kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari kita, meskipun
mereka beberapa kali gagal mendapatkan ikan dan ditambahkan lagi hambatan-hambatan
dalam berlayar seperti kenaikan harga BBM dan persaingan dengan kapal asing membuat para
nelayan tidak pernah pantang menyerah. Seorang nelayan memiliki sikap resiliensi, yaitu
kemampuan untuk bangkit dan pulih ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan.

Anda mungkin juga menyukai