Anda di halaman 1dari 3

Tarek Pukat Laboh : Para Nelayan Tradisional

Oct 28, 2014 cekly Culture, Human Interest0

Tarek Pukat Laboh : Para Nelayan Tradisional

Tarek pukat bukan hanya dikenal di Aceh. Budaya tarek pukat ternyata banyak juga dijumpai di
beberapa Negara tetangga Indonesia. Bahkan hampir semua pantai di dunia, warga menangkap ikan
diawali sistem tarek pukat (laboh darat). Misalnya, di Thailand, Philipina, bahkan beberapa negara di
Afrika dan Eropa. Mungkin yang membedakan cara tarek pukat di pantai Meureudu, Pidie Jaya, tempat
kelahiran Syeh Lah Banguna. Perbedaan hanya pada penggunaan teknologinya. Namun cara dan sistem
cari ikan di bibir pantai tetap sama yaitu menjaring ikan-ikan kecil yang suka bermain di seputar pecahan
ombak.

Budaya tarek pukat itu sederhana saja, yaitu pada saat sampan menuju ke laut dengan putaran busur 90
derajat. Satu anggota di ujung barat (rendok) memegang ujung tali yang terhubung dengan jaring ikan.
Setelah sampan itu turun ke arah kiri (lamat), semua anggota di dalam sampan besar antara 10 sampai
16 orang itu, turun sambil menarik tali yang terhubung dengan jaring ikan. Sementara sang pawang
kembali ke laut untuk mengarah kedua titik para penarik pukat itu

Pembentukan Hukom Adat Laot tersebut  tidak terlepas dari sistem pengetahun atau persepsi
masyarakat setempat  terhadap pemeliharaan laut. Mereka sadar bahwa merusak laut juga dapat
merusak  sumber mata pencaharian mereka. Pada umumnya masyarakat lokal memiliki persepsi
mengenai  lingkungan baik melalui pengalaman atau pengetahuan yang diwarisi secara  turun-
temurun dari para leluhur yaitu bagaimana mereka harus beradaptasi, mengelola, dan memanfaatkan
lingkungan. Penggunaan  alat-alat penangkapan ikan tradisional seperti pukat aceh ini merupakan Â
salah satu bentuk kepedulian para nelayan di Aceh terhadap pemeliharaan  lingkungan laut.
Laporan Observasi
Pada hari senin,04 september 2017,kami dari tim ACEH melakukan kegiatan
observasi ke pantai Ujong Blang,Lhokseumawe,Aceh. Kami berangkat menuju ke tempat
kediaman panglima laot, kami langsung menuju ke lokasi tempat tarek pukat dan
bertemu para nelayan. Selanjutnya kami mengunjungi kantor dinas perikanan dan
kelautan kota Lhokseumawe. Perjalanan kami membuahkan hasil ilmu yang bermanfaat.

Tarek pukat adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh dalam menangkap ikan
yang secara turun-temurun telah diwarisi oleh nenek moyang. Sejak dahulu sampai
sekarang tradisi tarek pukat masih sama, hanya ada beberapa perubahan yang timbul
dari pola pemikiran baru dari para nelayan, seperti penggunaan alat teknologi dalam
melakukan kegiatan tarek pukat. Dalam sekali melakukan kegiatan tarek pukat
memerlukan 25 nelayan, yang dipimpin oleh seorang pawing(pemimpin pasukan). Dana
yang dibutuhkan untuk membuat perahu dan pukat bisa mencapai 1,5 miliyar hingga 2
miliyar rupiah.

Ada beberapa jenis pukat yang digunakan, ada pukat darat dan ada juga pukat
laut. Pukat darat adalah pukat yang di tebarkan di bibir pantai dengan menggunakan
peulapong pukat (pelampug). Pukat ini merupakan pukat dasar dari sejak zaman dahulu
yang disebut juga dengan pukat `JOK`. Pukat darat bias dilakukan dalam waktu yang
singkat, ditebarkan di pagi hari dan bias diambil di siang hari. Dalam menggunakan
pukat darat sasaran utama adalah ikan-ikan yang bermain di permukaan air laut.

Pukat laot adalah pukat yang ditebarkan di tengah laut dengan jarak sekitar 80-
100 Mil, dengan menggukan alat pemberat agar pukat bisa tenggelam ke dasar laut.
Panjang pukat laot bisa mencapai 1000-1200 meter. Pukat ini mulai tercipta pada tahun
1975 dari hasil pemikiran nelayan Aceh. Pukat laut disebut juga dengan pukat `MEUI`,
ada juga yang menyebutnya dengan pukat langgar. Dalam melakukan kegiatan tarek
pukat ini memerlukan waktu yang lama, yakni ada yang sehari semalam ada juga yang
sampai satu minggu perjalanan. Hasil tangkapan nelayan biasanya mencapai 5-20 ton.

Akhirnya, kami mengambil kesimpulan bahwa tradisi tarek pukat merupakan


tradisi menangkap ikan yang tetap menjaga ekosistem laut yang tidak merusak laut
sedikitpun, tradisi ini memberikan pengajaran kepada kita untuk saling bergotong
royong dan saling bersatu untuk memperkuat kekuatan. Oleh karna itu, kita selaku anak
bangsa harus tetap menjaga dan melestarikan tradisi ini sebagai alat penangkapan ikan
tradisional.

Anda mungkin juga menyukai