Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN BIDANG PERIKANAN

IV. A. Dinamika Pengangkapan Ikan dari Masa Ke Masa

Penangkapan ikan adalah kegiatan yang sudah dilakukan oleh manusia sejak masa

kehidupan purba. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan munculnya kebutuhan manusia

yang semakin tinggi, proses penangkapan ikan juga mengalami dinamika yang berbeda dari

masa ke masa. Dalam artikel ini, kita akan membahas dinamika dari penangkapan ikan

sepanjang masa.

1. Masa prasejarah

Dalam masa ini, manusia belum memiliki teknologi yang memadai untuk menangkap

ikan. Mereka hanya menggunakan alat-alat sederhana seperti jala, tarik menarik, atau

memanfaatkan alam seperti batu atau palung sebagai sarana menunggu ikan datang

sehingga sangat bergantung pada keberuntungan saja. Namun, prasejarah juga merupakan

masa di mana manusia mulai belajar memperhatikan lingkungan sekitar. Mereka

mempelajari gerak-gerik ikan dan cara menangkap ikan melalui pengalaman dan

pengetahuan turun-temurun.

2. Masa Feodal

Pada masa ini, penangkapan ikan sudah terorganisir dengan sistem kepemilikan dan

seluruh tanggung jawab menjadi wewenang dari raja atau lord. Penangkapan ikan lebih

dirancang dan strategis dengan menggunakan jaring, pancing, dan perahu nelayan sebagai

sarana penangkapan ikan. Selain itu, pengembangan teknologi seperti pembuatan cetakan

atau cor dipraktikkan untuk meningkatkan produksi perakitan kapal atau peralatan yang

diperlukan dalam penangkapan.


3. Masa Modern

Pada masa tersebut, ada perkembangan teknologi baru dalam penangkapan ikan seperti

sonar, radar, dan GPS. Teknologi ini memungkinkan nelayan untuk mengetahui

keberadaan ikan dengan akurat dan sendiri dapat mengenyahkan memasang penangkap

ikan mereka. Selain itu, munculnya kapal atau bensin mampu mengeksploitasi lautan

lebih jauh sehingga dapat meningkatkan potensi hasil tangkapan ikan. Seiring dengan

perkembangan ekonomi, permintaan akan ikan dan produk ikan turut meningkat,

membuat proses penangkapan ikan semakin penting dan terorganisir.

4. Masa Kontemporer

Kontemporer merupakan masa di mana penangkapan ikan dilakukan dengan teknologi

yang lebih canggih dan informatisasi yang tinggi. Satelit sekarang digunakan untuk

melacak pergerakan ikan, sementara foto udara dan pemetaan menunjukkan di mana

sumber daya ikan yang lebih baik. Alat pengumpul data, seperti net-cams dan video,

digunakan untuk menunjukkan jenis dan kuantitas hasil tangkapan. Selain itu,

penggunaan sistem penangkapan tangkap baik itu berupa tali, jala maupun peralatan

tangkap modern untuk memenuhi permintaan pasar dan meningkatkan produksi.

Dinamika penangkapan ikan dari waktu ke waktu sangat berbeda. Teknologi dan

mindset manusia memainkan peran penting dalam dinamika ini. Dari alat dan cara yang sangat

sederhana hingga teknologi yang sangat mutakhir seperti sekarang. Kendati terlihat dinamis,

semakin berkembang teknologi dalam penangkapan ikan tetapi pemanfaatan tidak direncanakan

dan dikelola dengan baik dapat merusak keselarasan ekosistem dan variasi hasil tangkapan ikan.

Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang baik mengingat penangkapan

ikan
memberikan pengaruh besar dalam perairan dunia dan dapat mempengaruhi masa depan ikan dan

makanan laut..

IV.B Perubahan dan Variatif Metode Penangkapan Ikan

 Sebelum Masehi

Aktivitas penangkapan sudah dimulai sekitar 100.000 tahun yang lalu. Kegiatan

penangkapan berdasarkan sejarah, pertama kali dimulai oleh bangsa Neanderthal (neanderthal

man) (Sahrhange and Lundbeck, 1991). Bangsa tersebut melakukan aktivitas penangkapan

secara sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat penangkapan.

Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas penangkapan mulai berkembang dengan ditandai

adanya alat bantu untuk menangkap ikan. Alat bantu untuk menangkap ikan masih sangat

tradisional, yang terbuat dari barang-barang yang ada di alam, seperti kayu, batu, tulang, dan

tanduk.

Penyebaran nenek moyang bangsa Indonesia bisa mencapai pulau-pulau yang berjarak

sangat jauh dari asal bangsa itu, dan juga terpisahkan oleh lautan yang luas, dapat dipastikan

mereka mempunyai peralatan yang dipergunakan menyebrangi laut, yaitu perahu. Penemuan

situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-

perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa

pelaut. Sebagai contoh, mereka memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang laut, angin,

musim, bahkan ilmu falak (perbintangan) sebagai pengetahuan untuk bernavigasi.

Kepiawaian dalam ilmu kelautan mereka manfaatkan pula untuk bertahan hidup, yaitu

dengan memanfaatkan hasil laut sebagai sumber makanan mereka. Kegiatan yang dilakukan,

salah satunya adalah menangkap ikan. Penangkapan ikan adalah aktivitas menangkap ikan.

Istilah menangkap ikan tidak berarti bahwa yang ditangkap adalah ikan, namun istilah ini juga

mencakup
mollusca, cephalopoda, crustacea, dan echinoderm, dan hewan laut yang ditangkap tidak selalu

hewan laut yang hidup di alam liar (perikanan tangkap), tetapi juga ikan budi daya.

 Pertengahan Abad 20

Pada tahun 1769, James Watt menemukan mesin uap yang teknologinya masih digunakan

sampai dengan saat ini. Temuan dari James Watt dimanfaatkan untuk menggerakkan perahu atau

kapal sebagai sarana mempermudah menangkap ikan di lautan. Seiring dengan berjalannya

waktu, mesin uap tidak hanya untuk menggerakkan perahu, namun juga digunakan sebagai alat

bantu penarik jaring dan longline (Sahrhange and Lundbeck, 1991).

Pada masa itu, beberapa negara di dunia mulai mengembangkan teknologi dalam

menangkap ikan. Modernisasi alat tangkap ikan dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas

penangkapan. Negara di benua Eropa, seperti Polandia, Belanda, Inggris, Swedia, Perancis

merupakan negara yang telah maju dalam aktivitas penangkapan. Sedangkan di Asia, salah

satunya adalah Jepang merupakan negara yang sangat maju di bidang penangkapan ikan.

Berdasarkan data dari FAO, pada tahun 1988 total hasil tangkapan ikan di Jepang mencapai 12

juta ton, atau sekitar 13% dari total tangkapan ikan di dunia. Berkembangnya teknologi

penangkapan di jepang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nelayan Jepang

tidak hanya beroperasi di perairan Jepang, namun daerah penangkapan diperluas sampai dengan

lautan Pasifik. Dengan luasnya jangkauan penangkapan ikan, Jepang telah menggunakan alat

komunikasi dan penanganan hasil tangkapan yang telah dibenahi dengan baik.

Nelayan Indonesia sendiri juga terus melakukan perkembangan teknologi tangkap ikan,

mulai dari alat tangkap, transportasi, serta teknik yang digunakan dalam menangkap ikan.

Masyarakat nelayan di Kaili, Kabupaten Banteng, pada awalnya mereka mempergunakan alat
transportasi melaut seperti jarangka yang menggunakan layar dengan mengandalkan kekuatan

angin. Kemudian, berkembang ke perahu katinting bermesin tempel dengan menggunakan bahan

bakar bensin. Selanjutnya, berubah dengan mempergunakan perahu lullasa bermesin diesel

dengan bahan bakar solar. Beberapa tahun terakhir berkembang dengan mempergunakan perahu

jolloro bermesin bahan bakar solar. Penggunaan perahu jolloro, memberikan dampak positif,

wilayah tangkap yang dulunya hanya berkisar di pantai Bantaeng, sekarang bisa sampai ke

Selayar. Nelayan di Mayanga, Probolinggo pada tahun 2003 sampai 2010 sudah menggunakan

alat tangkap yang sudah di modernisasi, antara lain Pukat cincin yang digunakan Purse seine,

Payang yang digunakan kapal Jonggrang, Gill net dan Tramel net yang digunakan motor tempel

dan Bubu dan prawe dasar digunakan perahu Jukung.

Selain dari alat yang digunakan, faktor alam juga merupakan salah satu hal yang sangat

berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan. Secara umum, para pelaut sebelum ada

peralatan yang modern untuk menentukan posisi pelayaran arah tujuan, mereka menggunakan

tanda-tanda alam yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, pada waktu siang hari mereka

mengetahui daratan dengan melihat tanda-tanda daratan, dan pada waktu malam hari mereka

melihat posisi bintang atau awan di langit. Lokasi dan waktu yang tepat dalam menangkap ikan

juga sangat menentukan hasil tangkapan, zaman dahulu seringkali nelayan kurang beruntung

karena tidak banyak tangkapan yang diperolehnya, apalagi ketika bulan purnama tiba. Saat ini

teknologi dalam menangkap ikan sudah semakin maju, adanya vessel monitoring solution (VMS)

merupakan teknologi hybrid untuk para nelayan. Teknologi itu mampu mengidentifikasi

keberadaan ikan di laut dan sebagai panic button atau distress solution jika posisi kapal dalam

keadaan darurat.
Perkembangan alat penangkapan ikan berbeda di setiap daerah di Indonesia.

Karakteristik daerah sangat menentukan perkembangannya. Misalnya, di Daerah Istimewa

Yogyakarta aktivitas melaut baru dimulai pada awal tahun 1980-an. Oleh karena itu aktivitas

penangkapan masih sangat terbatas, terutama daerah penangkapan ikannya. Mayoritas armada

penangkapan ikan di DIY berkapasitas di bawah GT, atau masih didominasi PMT. Armada

“semut” ini masih sangat terbatas jangkauannya, tidak lebih dari 10 mil. Meskipun sama-sama

berada di pantai selatan Jawa, aktivitas penangkapan ikan di DIY masih tertinggal oleh kawasan

Cilacap, Prigi di Trenggalek, ataupun Sendang Biru di Malang.

Sampai dengan saat ini, teknologi penangkapan terus mengalami perkembangan.

Modernisasi alat tangkap ikan itu sendiri dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas

penangkapan. Semakin berkembangnya teknologi alat tangkap ikan, diharapkan tingkat

kesejahteraan nelayan yang meningkat. Meskipun demikian, faktor keamanan dan keberlanjutan

lingkungan juga harus tetap diperhatikan agar meskipun teknologi berkembang tidak merusak

alam laut yang kita miliki.

Jenis-Jenis Alat Tangkap

Berbagai ahli telah melakukan klasifikasi metode penangkapan ikan. Ada perbedaan

pengklasifikasian dari masing-masing ahli karena perbedaan titik pandang, tujuan, dan kondisi

perairan. Namun, prinsip dasar dari pengklasifikasian adalah bagaimana proses ikan itu

tertangkap. Ada pula yang melihat apakah alat itu aktif atau tidak. Ada pula yang melihat dari

sisi bagaimana proses alat itu menangkap ikan. Sudirman dan Mallawa (2012) serta Sudirman

(2013) telah menyusun klasifikasi metode penangkapan ikan, berdasarkan klasifikasi yang telah

dikemukakan oleh parapakar di bidang perikanan, seperti yang dikemukakan berikut ini. Nomura

dan Yamazaki mengklasifikasikan alat penangkapan ikan menjadi delapan jenis. Enam

golongan alat tangkap


dikategorikan menggunakan jaring, satu golongan pancing, dan satu golongan alat tangkap

lainnya. Alat tangkap dan metode penangkapan tersebut sebagai berikut.

1. Gill net, yaitu semua jenis jaring (surface gill net, mid water gill net, bottom gill net,

dan sweeping gill net), kecuali jaring yang menangkap ikan secara terbelit.

2. Entangle net, yaitu jaring yang menangkap ikan secara terbelit, seperti tuna drift net

dan trammel net.

3. Towing net, yaitu kelompok jaring yang dalam operasinya ditarik atau didorong dan

berkantong, misalnya beach seine, cantrang, dan trawl.

4. Lift net, yaitu semua jenis jaring angkat, misalnya floating lift net dan bottom lift net.

5. Surrounding net, yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan

masuk ke kantong atau kantong bentukan, misalnya purse seine.

6. Covering net, yaitu menangkap ikan dengan menutupi dari atas, umumnya

dioperasikan di perairan dangkal, misalnya jala lempar, lantern net (net berbingkai).

7. Trap net, yaitu ikan tertangkap karena terperangkap. Berdasarkan ukurannya, ada yang

kecil, sedang, dan besar serta berdasarkan posisinya ada yang portable trap net dan

guilding barrier, misalnya jenis-jenis bubu dan sero.

Para ahli penangkapan ikan mempunyai cara pandang masing-masing dalam

mengelompokkan metode penangkapan ikan. Ada yang melihat bagaimana proses tertangkapnya

ikan, misalnya ada ikan yang tertangkap karena terjerat pada jaring. Ada pula karena terkurung

pada jaring sehingga ikan tersebut tertangkap. Ada pula ikan tertangkap karena terperangkap

pada suatu alat tangkap, seperti bubu, sero, atau set net. Dalam penangkapan ikan, beberapa jenis

alat penangkapan menggunakan alat bantu dengan memanfaatkan tingkah laku ikan. Misalnya,

dalam penggunaan jaring angkat, seperti bagan, para nelayan menggunakan cahaya untuk

menarik
perhatian ikan. Setelah ikan berkumpul di atas jaring, lalu jaring diangkat dan tertangkaplah

ikanikan tersebut. Dalam klasifikasi metode penangkapan ikan, terdapat klasifikasi yang sifatnya

sederhana, tetapi ada pula yang lebih terperinci, bergantung kepentingannya. Klasifikasi Statistik

Perikanan Indonesia merupakan yang sederhana dan mudah dilakukan pengelompokan

berdasarkan alat tangkap yang ada di Indonesia saat ini. Pengelompokan alat dan metode

penangkapan ikan tersebut memudahkan kita dalam pengembangan alat dan metode

penangkapan ikan, baik dalam modifikasi maupun dalam memperbesar kapasitas alat

tangkapnya, sehingga jumlah target tangkapan semakin meningkat. Walaupun jenis dan jumlah

alat dan metode penangkapan ikan semakin berkembang, statistik perikanan Indonesia saat ini

masih mengelompokkannya dalam sepuluh jenis.

IV. B Perkembangan Masyarakat dan Pertumbuhan Alat tangkap

Menurut Syahyuti (1996), sifat usaha perikanan tangkap di laut didasarkan kepada

adanya tingkat ketergantungan yang tinggi diantara sesama pelakunya, baik antara sesama

pekerja di dalam operasi di laut, maupun antara pekerja dan pemilik disebabkan besarnya modal

yang terlibat, tingginya risiko di laut, serta tingginya ketidakpastian hasil usaha. penggunaan

tingkat teknologi mengakibatkan perubahan pada pola interaksi sosial. Saling tergantung dan

adanya sifat saling percaya yang tinggi sangat penting di dalam operasi di laut, karena besarnya

risiko keselamatan maupun hasil penangkapan. Suatu perubahan dalam teknologi memerlukan

penyelarasan dalam keterampilan, perubahan persepsi, manajemen/organisasi, dan pembagian

kerja, di mana semakin modern suatu teknologi menuntut pembagian kerja semakin

terspesialisasi.

Perubahan dalam menggunakan teknologi penangkapan ikan menuntut stratifikasi

keterampilan oleh manusia yang melayaninya, sehingga menyebabkan perubahan manajemen

dan struktur organisasi pelakunya. Dengan penggunaan teknologi yang lebih baik, tingkat resiko

lebih
kecil atau kepastian hasil usaha lebih besar. Hal ini bersamaan dengan jumlah manusia yang

terlibat di dalam satu unit penangkapan semakin banyak. Pada masyarakat nelayan, sering

dijumpai hubungan yang saling tergantung antara pemilik dan yang menguasai modal

sepenuhnya, berhadapan dengan para buruh pekerja yang mengandalkan tenaga dan

keterampilan. Dengan semakin besarnya anggota kelompok buruh, maka bentuk-bentuk ikatan

saling tergantung tersebut tidak lagi mengikuti pola-pola tradisional, namun melalui hubungan

ekonomi. Secara lebih luas, terjadi perubahan-perubahan di dalam struktur masyarakat nelayan.

Hal tersebut sebagai reaksi dari masuknya teknologi ke sistem para nelayan.

Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menelaah perubahan interaksi sosial

yaitu cara perekrutan tenaga kerja, perpindahan awak, posisi pengendalian keputusan dalam

kegiatan, serta kesejahteraan nelayan (Syahyuti, 1996).

Dalam operasi laut terdapat perekrutan kerja untuk mengisi kapal dan penggunaan alat

tangkap, ada kapal dan alat tangkap yang membutuhkan beberapa awak kapal untuk

mengoperasikan, ada juga yang hanya satu orang. Pada dasarnya saar ini perekrutan tenaga kerja

masih berdasarkan subjektif dan belum didasarkan kriteria teknis, karena memang hampir

seluruh awak yang tersedia tidak ada yang memiliki pendidikan formal khusus perikanan.

Perekrutan kerja didahului oleh hubungan persaudaraan dan tempat tinggal. Hal ini untuk

membangun komunikasi untuk mencapai keberhasilan operasi laut. Adapun selanjutnya,

perpindahan seorang buruh adalah mengikuti perpindahan nahkoda, mencari pekerjaan yang

lebih ringan, perpindahan yang disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal, dan sebab lain yang

bersifat teknis seperti kapal rusak atau di jual oleh pemiliknya.

Pengendalian keputusan dalam masyarakat nelayan saat operasi laut sangat penting.

Semakin lemah pengontrolan buruh terhadap kerja, maka hasil kerja tidak akan maksimal.. Jika
dalam penggunaan alat tangkap kecil, pembuatan keputusan relatif sedikit, sedangkan dalam alat

tangkap yang besar beberapa keputusan yang berada di pemilik laut atau ketua yang ada di dalam

kelompok nelayan. Dalam hal ini, contoh salah satu hal pengendalian keputusan yaitu pada saat

bagi hasil, saat nilai penjualan tidak tepat sesuai dengan jumlah yang umum. Sementara itu

terjadi pula perubahan kesejahteraan setiap penggunaan teknologi alat tangkap ikan yaitu pada

pendapatan nelayan. Peningkatan pendapatan tersebut sebagai implikasi dalam penggunaan

teknologi yang lebih modern. Penggunaan alat tangkap modern akan memudahkan kelompok

nelayan karena kapasitas hasil tangkapan yang besar.

Namun demikian, ternyata tidak semua lapisan masyarakat nelayan dapat menikmati

berkah modernisasi alat tangkap ikan tersebut. Tergantung dengan ketersediaan modal ekonomi

yang ada. Menurut Kusnadi (2002) dalam Tain (2011), kebijakan modernisasi perikanan tidak

mengubah kehidupan sosial ekonomi nelayan secara substantif namun sebaliknya justru

menambah lebarnya kesenjangan sosial ekonomi antarkelompok sosial dalam masyarakat

nelayan dan kemiskinan yang semakin meluas. Misalnya nelayan yang dulu hanya perlu sampan

di sekitar kampung, sekarang perlu semakin jauh karena rusaknya terumbu karang. Disini

nelayan merupakan agen dan korban kerusakan lingkungan. Untuk itu perlu strategi kebijakan

untuk menciptakan perikanan yang berkelanjutan.

IV.B.1 Perkembangan Masyarakat dan Pertumbuhan Alat Tangkap

Sumber daya laut adalah aset yang sangat berharga bagi manusia. Selain menyediakan makanan

dan mata pencaharian, laut juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan

ekosistem global. Namun, dengan meningkatnya tekanan eksploitasi manusia terhadap sumber

daya laut, perlindungan dan pengelolaan yang berkelanjutan menjadi sangat penting.
Perkembangan Masyarakat

Perkembangan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap sumber daya laut menjadi kunci

dalam menjaga keberlanjutan. Kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem laut dan praktik

penangkapan ikan yang bertanggung jawab semakin meningkat di kalangan masyarakat.

Pemerintah, lembaga non-pemerintah (LSM), dan organisasi internasional telah memainkan

peran penting dalam memberikan edukasi dan pelatihan kepada nelayan dan masyarakat pesisir

tentang pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.

Masyarakat juga semakin memahami pentingnya partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan

terkait pengelolaan sumber daya laut. Partisipasi masyarakat pesisir dan nelayan dalam proses

pengambilan keputusan dapat memastikan bahwa kepentingan mereka dipertimbangkan dengan

baik. Melalui dialog yang konstruktif antara pemerintah, LSM, dan masyarakat, kebijakan

pengelolaan yang efektif dapat dirumuskan dan diimplementasikan.

Pertumbuhan Alat Tangkap

Pertumbuhan alat tangkap yang berkelanjutan menjadi sangat penting dalam menjaga

keberlanjutan sumber daya laut. Inovasi dalam desain dan teknologi alat tangkap dapat

membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan penangkapan ikan

yang selektif serta bertanggung jawab. Beberapa perkembangan penting dalam pertumbuhan

alat tangkap meliputi:

1. Alat Tangkap Selektif: Alat tangkap yang lebih selektif dirancang untuk menangkap

spesies target dengan lebih efisien, sambil mengurangi risiko penangkapan spesies non-target

atau yang tidak diinginkan. Misalnya, penggunaan jaring penangkapan ikan yang memiliki

ukuran mata
jaring yang tepat dapat membantu menghindari penangkapan ikan yang belum matang atau

spesies yang terancam punah.

2. Penggunaan Teknologi Pemantauan: Kemajuan dalam teknologi seperti pemantauan

melalui satelit, penginderaan jauh, dan penggunaan sistem penandaan ikan elektronik telah

mengubah cara penangkapan ikan dilakukan. Teknologi ini memungkinkan nelayan untuk

melacak pergerakan ikan, memantau kondisi lautan, dan mengidentifikasi lokasi penangkapan

yang potensial.

3. Pengembangan Alat Tangkap Berkelanjutan: Inovasi terus mendorong pengembangan

alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, penggunaan alat tangkap berlampu LED

atau alat tangkap yang mengurangi gesekan dengan dasar laut dapat membantu mengurangi

kerusakan terhadap habitat dan spesies non-target.

4. Pendekatan Pengelolaan yang Berkelanjutan: Selain inovasi dalam alat tangkap,

pendekatan pengelolaan yang berkelanjutan juga menjadi penting. Penggunaan kuota

penangkapan, pembatasan musim penangkapan, dan pengaturan ukuran minimum ikan dapat

membantu memastikan penangkapan ikan yang berkelanjutan.

Dalam kesimpulannya, perkembangan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap sumber

daya laut serta pertumbuhan alat tangkap yang berkelanjutan dan bertanggung jawab adalah

faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Hanya dengan kerjasama antara

pemerintah, LSM, masyarakat, dan pelaku industri, kita dapat memastikan bahwa sumber daya

laut kita tetap lestari untuk generasi mendatang.

IV.B.1 Perubahan Tata Kerja dalam Penangkapan ikan


Penangkapan ikan adalah kegiatan penting dalam sektor perikanan yang telah mengalami

perubahan tata kerja seiring dengan perkembangan waktu.

Berikut ini adalah beberapa perubahan tata kerja yang terjadi dalam penangkapan ikan.

 Perubahan Teknologi: Penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan telah mengalami

perkembangan pesat. Teknologi seperti sonar, sistem pemetaan laut, dan GPS telah

membantu nelayan dalam menemukan lokasi ikan dengan lebih efisien. Selain itu,

penggunaan kapal penangkap ikan yang dilengkapi dengan peralatan modern seperti

jaring penangkap ikan otomatis juga telah mempercepat proses penangkapan.

 Penggunaan Alat Tangkap yang Lebih Ramah Lingkungan: Kesadaran akan

perlindungan lingkungan semakin meningkat dalam industri perikanan. Banyak negara

menerapkan peraturan yang mengatur penggunaan alat tangkap yang lebih ramah

lingkungan, seperti jaring penangkap ikan yang selektif, yang memungkinkan ikan kecil

atau spesies yang tidak diinginkan dapat dilepas kembali ke laut dengan tetap hidup.

 Kolaborasi dan Koordinasi: Di banyak wilayah, nelayan bekerja sama dalam kelompok

atau koperasi untuk meningkatkan efisiensi penangkapan ikan. Mereka berbagi informasi

tentang lokasi ikan, teknik penangkapan, dan pemantauan cuaca, yang membantu

mengurangi risiko dan meningkatkan hasil tangkapan.

 Pengetahuan dan Keterampilan: Nelayan saat ini membutuhkan pengetahuan dan

keterampilan yang lebih luas dalam penangkapan ikan. Mereka perlu memahami tentang

keberlanjutan sumber daya ikan, praktik penangkapan yang bertanggung jawab, dan

peraturan yang mengatur industri perikanan. Pelatihan dan pendidikan terkait perikanan

menjadi penting untuk memastikan nelayan dapat beradaptasi dengan perubahan

lingkungan dan tuntutan pasar.


 Peraturan dan Pengawasan yang Lebih Ketat: Untuk menjaga keberlanjutan sumber daya

ikan, banyak negara telah memperketat peraturan dan pengawasan terhadap

penangkapan ikan. Ini melibatkan penetapan kuota tangkapan, batasan ukuran ikan,

periode penangkapan, dan zona penangkapan yang ditentukan. Penegakan peraturan ini

dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan yang lebih ketat oleh pihak berwenang.

 Diversifikasi Mata Pencaharian: Beberapa nelayan telah beralih dari penangkapan ikan

tradisional ke kegiatan lain yang terkait dengan sektor perikanan, seperti budidaya ikan,

pariwisata laut, atau pengelolaan sumber daya perikanan. Diversifikasi ini dapat

membantu mengurangi tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikan yang terbatas.

Perubahan tata kerja dalam penangkapan ikan ini terus berkembang seiring dengan

perkembangan teknologi, kebijakan perikanan, dan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan

sumber daya ikan.

Anda mungkin juga menyukai