Penangkapan ikan adalah kegiatan yang sudah dilakukan oleh manusia sejak masa
kehidupan purba. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan munculnya kebutuhan manusia
yang semakin tinggi, proses penangkapan ikan juga mengalami dinamika yang berbeda dari
masa ke masa. Dalam artikel ini, kita akan membahas dinamika dari penangkapan ikan
sepanjang masa.
1. Masa prasejarah
Dalam masa ini, manusia belum memiliki teknologi yang memadai untuk menangkap
ikan. Mereka hanya menggunakan alat-alat sederhana seperti jala, tarik menarik, atau
memanfaatkan alam seperti batu atau palung sebagai sarana menunggu ikan datang
sehingga sangat bergantung pada keberuntungan saja. Namun, prasejarah juga merupakan
mempelajari gerak-gerik ikan dan cara menangkap ikan melalui pengalaman dan
pengetahuan turun-temurun.
2. Masa Feodal
Pada masa ini, penangkapan ikan sudah terorganisir dengan sistem kepemilikan dan
seluruh tanggung jawab menjadi wewenang dari raja atau lord. Penangkapan ikan lebih
dirancang dan strategis dengan menggunakan jaring, pancing, dan perahu nelayan sebagai
sarana penangkapan ikan. Selain itu, pengembangan teknologi seperti pembuatan cetakan
atau cor dipraktikkan untuk meningkatkan produksi perakitan kapal atau peralatan yang
Pada masa tersebut, ada perkembangan teknologi baru dalam penangkapan ikan seperti
sonar, radar, dan GPS. Teknologi ini memungkinkan nelayan untuk mengetahui
keberadaan ikan dengan akurat dan sendiri dapat mengenyahkan memasang penangkap
ikan mereka. Selain itu, munculnya kapal atau bensin mampu mengeksploitasi lautan
lebih jauh sehingga dapat meningkatkan potensi hasil tangkapan ikan. Seiring dengan
perkembangan ekonomi, permintaan akan ikan dan produk ikan turut meningkat,
4. Masa Kontemporer
yang lebih canggih dan informatisasi yang tinggi. Satelit sekarang digunakan untuk
melacak pergerakan ikan, sementara foto udara dan pemetaan menunjukkan di mana
sumber daya ikan yang lebih baik. Alat pengumpul data, seperti net-cams dan video,
digunakan untuk menunjukkan jenis dan kuantitas hasil tangkapan. Selain itu,
penggunaan sistem penangkapan tangkap baik itu berupa tali, jala maupun peralatan
Dinamika penangkapan ikan dari waktu ke waktu sangat berbeda. Teknologi dan
mindset manusia memainkan peran penting dalam dinamika ini. Dari alat dan cara yang sangat
sederhana hingga teknologi yang sangat mutakhir seperti sekarang. Kendati terlihat dinamis,
semakin berkembang teknologi dalam penangkapan ikan tetapi pemanfaatan tidak direncanakan
dan dikelola dengan baik dapat merusak keselarasan ekosistem dan variasi hasil tangkapan ikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang baik mengingat penangkapan
ikan
memberikan pengaruh besar dalam perairan dunia dan dapat mempengaruhi masa depan ikan dan
makanan laut..
Sebelum Masehi
Aktivitas penangkapan sudah dimulai sekitar 100.000 tahun yang lalu. Kegiatan
penangkapan berdasarkan sejarah, pertama kali dimulai oleh bangsa Neanderthal (neanderthal
man) (Sahrhange and Lundbeck, 1991). Bangsa tersebut melakukan aktivitas penangkapan
secara sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat penangkapan.
Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas penangkapan mulai berkembang dengan ditandai
adanya alat bantu untuk menangkap ikan. Alat bantu untuk menangkap ikan masih sangat
tradisional, yang terbuat dari barang-barang yang ada di alam, seperti kayu, batu, tulang, dan
tanduk.
Penyebaran nenek moyang bangsa Indonesia bisa mencapai pulau-pulau yang berjarak
sangat jauh dari asal bangsa itu, dan juga terpisahkan oleh lautan yang luas, dapat dipastikan
mereka mempunyai peralatan yang dipergunakan menyebrangi laut, yaitu perahu. Penemuan
situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-
perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa
pelaut. Sebagai contoh, mereka memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang laut, angin,
Kepiawaian dalam ilmu kelautan mereka manfaatkan pula untuk bertahan hidup, yaitu
dengan memanfaatkan hasil laut sebagai sumber makanan mereka. Kegiatan yang dilakukan,
salah satunya adalah menangkap ikan. Penangkapan ikan adalah aktivitas menangkap ikan.
Istilah menangkap ikan tidak berarti bahwa yang ditangkap adalah ikan, namun istilah ini juga
mencakup
mollusca, cephalopoda, crustacea, dan echinoderm, dan hewan laut yang ditangkap tidak selalu
hewan laut yang hidup di alam liar (perikanan tangkap), tetapi juga ikan budi daya.
Pertengahan Abad 20
Pada tahun 1769, James Watt menemukan mesin uap yang teknologinya masih digunakan
sampai dengan saat ini. Temuan dari James Watt dimanfaatkan untuk menggerakkan perahu atau
kapal sebagai sarana mempermudah menangkap ikan di lautan. Seiring dengan berjalannya
waktu, mesin uap tidak hanya untuk menggerakkan perahu, namun juga digunakan sebagai alat
Pada masa itu, beberapa negara di dunia mulai mengembangkan teknologi dalam
menangkap ikan. Modernisasi alat tangkap ikan dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas
penangkapan. Negara di benua Eropa, seperti Polandia, Belanda, Inggris, Swedia, Perancis
merupakan negara yang telah maju dalam aktivitas penangkapan. Sedangkan di Asia, salah
satunya adalah Jepang merupakan negara yang sangat maju di bidang penangkapan ikan.
Berdasarkan data dari FAO, pada tahun 1988 total hasil tangkapan ikan di Jepang mencapai 12
juta ton, atau sekitar 13% dari total tangkapan ikan di dunia. Berkembangnya teknologi
penangkapan di jepang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nelayan Jepang
tidak hanya beroperasi di perairan Jepang, namun daerah penangkapan diperluas sampai dengan
lautan Pasifik. Dengan luasnya jangkauan penangkapan ikan, Jepang telah menggunakan alat
komunikasi dan penanganan hasil tangkapan yang telah dibenahi dengan baik.
Nelayan Indonesia sendiri juga terus melakukan perkembangan teknologi tangkap ikan,
mulai dari alat tangkap, transportasi, serta teknik yang digunakan dalam menangkap ikan.
Masyarakat nelayan di Kaili, Kabupaten Banteng, pada awalnya mereka mempergunakan alat
transportasi melaut seperti jarangka yang menggunakan layar dengan mengandalkan kekuatan
angin. Kemudian, berkembang ke perahu katinting bermesin tempel dengan menggunakan bahan
bakar bensin. Selanjutnya, berubah dengan mempergunakan perahu lullasa bermesin diesel
dengan bahan bakar solar. Beberapa tahun terakhir berkembang dengan mempergunakan perahu
jolloro bermesin bahan bakar solar. Penggunaan perahu jolloro, memberikan dampak positif,
wilayah tangkap yang dulunya hanya berkisar di pantai Bantaeng, sekarang bisa sampai ke
Selayar. Nelayan di Mayanga, Probolinggo pada tahun 2003 sampai 2010 sudah menggunakan
alat tangkap yang sudah di modernisasi, antara lain Pukat cincin yang digunakan Purse seine,
Payang yang digunakan kapal Jonggrang, Gill net dan Tramel net yang digunakan motor tempel
Selain dari alat yang digunakan, faktor alam juga merupakan salah satu hal yang sangat
berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan. Secara umum, para pelaut sebelum ada
peralatan yang modern untuk menentukan posisi pelayaran arah tujuan, mereka menggunakan
tanda-tanda alam yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, pada waktu siang hari mereka
mengetahui daratan dengan melihat tanda-tanda daratan, dan pada waktu malam hari mereka
melihat posisi bintang atau awan di langit. Lokasi dan waktu yang tepat dalam menangkap ikan
juga sangat menentukan hasil tangkapan, zaman dahulu seringkali nelayan kurang beruntung
karena tidak banyak tangkapan yang diperolehnya, apalagi ketika bulan purnama tiba. Saat ini
teknologi dalam menangkap ikan sudah semakin maju, adanya vessel monitoring solution (VMS)
merupakan teknologi hybrid untuk para nelayan. Teknologi itu mampu mengidentifikasi
keberadaan ikan di laut dan sebagai panic button atau distress solution jika posisi kapal dalam
keadaan darurat.
Perkembangan alat penangkapan ikan berbeda di setiap daerah di Indonesia.
Yogyakarta aktivitas melaut baru dimulai pada awal tahun 1980-an. Oleh karena itu aktivitas
penangkapan masih sangat terbatas, terutama daerah penangkapan ikannya. Mayoritas armada
penangkapan ikan di DIY berkapasitas di bawah GT, atau masih didominasi PMT. Armada
“semut” ini masih sangat terbatas jangkauannya, tidak lebih dari 10 mil. Meskipun sama-sama
berada di pantai selatan Jawa, aktivitas penangkapan ikan di DIY masih tertinggal oleh kawasan
Modernisasi alat tangkap ikan itu sendiri dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas
kesejahteraan nelayan yang meningkat. Meskipun demikian, faktor keamanan dan keberlanjutan
lingkungan juga harus tetap diperhatikan agar meskipun teknologi berkembang tidak merusak
Berbagai ahli telah melakukan klasifikasi metode penangkapan ikan. Ada perbedaan
pengklasifikasian dari masing-masing ahli karena perbedaan titik pandang, tujuan, dan kondisi
perairan. Namun, prinsip dasar dari pengklasifikasian adalah bagaimana proses ikan itu
tertangkap. Ada pula yang melihat apakah alat itu aktif atau tidak. Ada pula yang melihat dari
sisi bagaimana proses alat itu menangkap ikan. Sudirman dan Mallawa (2012) serta Sudirman
(2013) telah menyusun klasifikasi metode penangkapan ikan, berdasarkan klasifikasi yang telah
dikemukakan oleh parapakar di bidang perikanan, seperti yang dikemukakan berikut ini. Nomura
dan Yamazaki mengklasifikasikan alat penangkapan ikan menjadi delapan jenis. Enam
1. Gill net, yaitu semua jenis jaring (surface gill net, mid water gill net, bottom gill net,
dan sweeping gill net), kecuali jaring yang menangkap ikan secara terbelit.
2. Entangle net, yaitu jaring yang menangkap ikan secara terbelit, seperti tuna drift net
3. Towing net, yaitu kelompok jaring yang dalam operasinya ditarik atau didorong dan
4. Lift net, yaitu semua jenis jaring angkat, misalnya floating lift net dan bottom lift net.
5. Surrounding net, yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan
6. Covering net, yaitu menangkap ikan dengan menutupi dari atas, umumnya
dioperasikan di perairan dangkal, misalnya jala lempar, lantern net (net berbingkai).
7. Trap net, yaitu ikan tertangkap karena terperangkap. Berdasarkan ukurannya, ada yang
kecil, sedang, dan besar serta berdasarkan posisinya ada yang portable trap net dan
mengelompokkan metode penangkapan ikan. Ada yang melihat bagaimana proses tertangkapnya
ikan, misalnya ada ikan yang tertangkap karena terjerat pada jaring. Ada pula karena terkurung
pada jaring sehingga ikan tersebut tertangkap. Ada pula ikan tertangkap karena terperangkap
pada suatu alat tangkap, seperti bubu, sero, atau set net. Dalam penangkapan ikan, beberapa jenis
alat penangkapan menggunakan alat bantu dengan memanfaatkan tingkah laku ikan. Misalnya,
dalam penggunaan jaring angkat, seperti bagan, para nelayan menggunakan cahaya untuk
menarik
perhatian ikan. Setelah ikan berkumpul di atas jaring, lalu jaring diangkat dan tertangkaplah
ikanikan tersebut. Dalam klasifikasi metode penangkapan ikan, terdapat klasifikasi yang sifatnya
sederhana, tetapi ada pula yang lebih terperinci, bergantung kepentingannya. Klasifikasi Statistik
berdasarkan alat tangkap yang ada di Indonesia saat ini. Pengelompokan alat dan metode
penangkapan ikan tersebut memudahkan kita dalam pengembangan alat dan metode
penangkapan ikan, baik dalam modifikasi maupun dalam memperbesar kapasitas alat
tangkapnya, sehingga jumlah target tangkapan semakin meningkat. Walaupun jenis dan jumlah
alat dan metode penangkapan ikan semakin berkembang, statistik perikanan Indonesia saat ini
Menurut Syahyuti (1996), sifat usaha perikanan tangkap di laut didasarkan kepada
adanya tingkat ketergantungan yang tinggi diantara sesama pelakunya, baik antara sesama
pekerja di dalam operasi di laut, maupun antara pekerja dan pemilik disebabkan besarnya modal
yang terlibat, tingginya risiko di laut, serta tingginya ketidakpastian hasil usaha. penggunaan
tingkat teknologi mengakibatkan perubahan pada pola interaksi sosial. Saling tergantung dan
adanya sifat saling percaya yang tinggi sangat penting di dalam operasi di laut, karena besarnya
risiko keselamatan maupun hasil penangkapan. Suatu perubahan dalam teknologi memerlukan
kerja, di mana semakin modern suatu teknologi menuntut pembagian kerja semakin
terspesialisasi.
dan struktur organisasi pelakunya. Dengan penggunaan teknologi yang lebih baik, tingkat resiko
lebih
kecil atau kepastian hasil usaha lebih besar. Hal ini bersamaan dengan jumlah manusia yang
terlibat di dalam satu unit penangkapan semakin banyak. Pada masyarakat nelayan, sering
dijumpai hubungan yang saling tergantung antara pemilik dan yang menguasai modal
sepenuhnya, berhadapan dengan para buruh pekerja yang mengandalkan tenaga dan
keterampilan. Dengan semakin besarnya anggota kelompok buruh, maka bentuk-bentuk ikatan
saling tergantung tersebut tidak lagi mengikuti pola-pola tradisional, namun melalui hubungan
ekonomi. Secara lebih luas, terjadi perubahan-perubahan di dalam struktur masyarakat nelayan.
Hal tersebut sebagai reaksi dari masuknya teknologi ke sistem para nelayan.
Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menelaah perubahan interaksi sosial
yaitu cara perekrutan tenaga kerja, perpindahan awak, posisi pengendalian keputusan dalam
Dalam operasi laut terdapat perekrutan kerja untuk mengisi kapal dan penggunaan alat
tangkap, ada kapal dan alat tangkap yang membutuhkan beberapa awak kapal untuk
mengoperasikan, ada juga yang hanya satu orang. Pada dasarnya saar ini perekrutan tenaga kerja
masih berdasarkan subjektif dan belum didasarkan kriteria teknis, karena memang hampir
seluruh awak yang tersedia tidak ada yang memiliki pendidikan formal khusus perikanan.
Perekrutan kerja didahului oleh hubungan persaudaraan dan tempat tinggal. Hal ini untuk
perpindahan seorang buruh adalah mengikuti perpindahan nahkoda, mencari pekerjaan yang
lebih ringan, perpindahan yang disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal, dan sebab lain yang
Pengendalian keputusan dalam masyarakat nelayan saat operasi laut sangat penting.
Semakin lemah pengontrolan buruh terhadap kerja, maka hasil kerja tidak akan maksimal.. Jika
dalam penggunaan alat tangkap kecil, pembuatan keputusan relatif sedikit, sedangkan dalam alat
tangkap yang besar beberapa keputusan yang berada di pemilik laut atau ketua yang ada di dalam
kelompok nelayan. Dalam hal ini, contoh salah satu hal pengendalian keputusan yaitu pada saat
bagi hasil, saat nilai penjualan tidak tepat sesuai dengan jumlah yang umum. Sementara itu
terjadi pula perubahan kesejahteraan setiap penggunaan teknologi alat tangkap ikan yaitu pada
teknologi yang lebih modern. Penggunaan alat tangkap modern akan memudahkan kelompok
Namun demikian, ternyata tidak semua lapisan masyarakat nelayan dapat menikmati
berkah modernisasi alat tangkap ikan tersebut. Tergantung dengan ketersediaan modal ekonomi
yang ada. Menurut Kusnadi (2002) dalam Tain (2011), kebijakan modernisasi perikanan tidak
mengubah kehidupan sosial ekonomi nelayan secara substantif namun sebaliknya justru
nelayan dan kemiskinan yang semakin meluas. Misalnya nelayan yang dulu hanya perlu sampan
di sekitar kampung, sekarang perlu semakin jauh karena rusaknya terumbu karang. Disini
nelayan merupakan agen dan korban kerusakan lingkungan. Untuk itu perlu strategi kebijakan
Sumber daya laut adalah aset yang sangat berharga bagi manusia. Selain menyediakan makanan
dan mata pencaharian, laut juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem global. Namun, dengan meningkatnya tekanan eksploitasi manusia terhadap sumber
daya laut, perlindungan dan pengelolaan yang berkelanjutan menjadi sangat penting.
Perkembangan Masyarakat
Perkembangan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap sumber daya laut menjadi kunci
dalam menjaga keberlanjutan. Kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem laut dan praktik
peran penting dalam memberikan edukasi dan pelatihan kepada nelayan dan masyarakat pesisir
Masyarakat juga semakin memahami pentingnya partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
terkait pengelolaan sumber daya laut. Partisipasi masyarakat pesisir dan nelayan dalam proses
baik. Melalui dialog yang konstruktif antara pemerintah, LSM, dan masyarakat, kebijakan
Pertumbuhan alat tangkap yang berkelanjutan menjadi sangat penting dalam menjaga
keberlanjutan sumber daya laut. Inovasi dalam desain dan teknologi alat tangkap dapat
membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan penangkapan ikan
yang selektif serta bertanggung jawab. Beberapa perkembangan penting dalam pertumbuhan
1. Alat Tangkap Selektif: Alat tangkap yang lebih selektif dirancang untuk menangkap
spesies target dengan lebih efisien, sambil mengurangi risiko penangkapan spesies non-target
atau yang tidak diinginkan. Misalnya, penggunaan jaring penangkapan ikan yang memiliki
ukuran mata
jaring yang tepat dapat membantu menghindari penangkapan ikan yang belum matang atau
melalui satelit, penginderaan jauh, dan penggunaan sistem penandaan ikan elektronik telah
mengubah cara penangkapan ikan dilakukan. Teknologi ini memungkinkan nelayan untuk
melacak pergerakan ikan, memantau kondisi lautan, dan mengidentifikasi lokasi penangkapan
yang potensial.
alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, penggunaan alat tangkap berlampu LED
atau alat tangkap yang mengurangi gesekan dengan dasar laut dapat membantu mengurangi
penangkapan, pembatasan musim penangkapan, dan pengaturan ukuran minimum ikan dapat
daya laut serta pertumbuhan alat tangkap yang berkelanjutan dan bertanggung jawab adalah
faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Hanya dengan kerjasama antara
pemerintah, LSM, masyarakat, dan pelaku industri, kita dapat memastikan bahwa sumber daya
Berikut ini adalah beberapa perubahan tata kerja yang terjadi dalam penangkapan ikan.
perkembangan pesat. Teknologi seperti sonar, sistem pemetaan laut, dan GPS telah
membantu nelayan dalam menemukan lokasi ikan dengan lebih efisien. Selain itu,
penggunaan kapal penangkap ikan yang dilengkapi dengan peralatan modern seperti
menerapkan peraturan yang mengatur penggunaan alat tangkap yang lebih ramah
lingkungan, seperti jaring penangkap ikan yang selektif, yang memungkinkan ikan kecil
atau spesies yang tidak diinginkan dapat dilepas kembali ke laut dengan tetap hidup.
Kolaborasi dan Koordinasi: Di banyak wilayah, nelayan bekerja sama dalam kelompok
atau koperasi untuk meningkatkan efisiensi penangkapan ikan. Mereka berbagi informasi
tentang lokasi ikan, teknik penangkapan, dan pemantauan cuaca, yang membantu
keterampilan yang lebih luas dalam penangkapan ikan. Mereka perlu memahami tentang
keberlanjutan sumber daya ikan, praktik penangkapan yang bertanggung jawab, dan
peraturan yang mengatur industri perikanan. Pelatihan dan pendidikan terkait perikanan
penangkapan ikan. Ini melibatkan penetapan kuota tangkapan, batasan ukuran ikan,
periode penangkapan, dan zona penangkapan yang ditentukan. Penegakan peraturan ini
dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan yang lebih ketat oleh pihak berwenang.
Diversifikasi Mata Pencaharian: Beberapa nelayan telah beralih dari penangkapan ikan
tradisional ke kegiatan lain yang terkait dengan sektor perikanan, seperti budidaya ikan,
pariwisata laut, atau pengelolaan sumber daya perikanan. Diversifikasi ini dapat
membantu mengurangi tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikan yang terbatas.
Perubahan tata kerja dalam penangkapan ikan ini terus berkembang seiring dengan