Anda di halaman 1dari 40

Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

POSITIONING DANA SOSIAL ISLAM


PADA LINGKUP NEGARA DAN MASYARAKAT INDONESIA

I. LANDASAN HUKUM
1. Al-Qur’an dan Sunnah
Dan laksanakanlah Sholat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang yang ruku’
(Al-Baqarah 2 : 43)

Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari Bani Israil, “jangankalah kamu
menyembah selain Allah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-
anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,
laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat”. Tetapi kemudian kamu berpaling
(mengingkari) kecuali sebagian kecil dari kamu dan kamu (masih menjadi)
pembangkang, (Al-Baqarah 2 : 83)

Dan laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu
kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) disisi Allah. Sungguh
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah : 110)

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-
malaikat, kitaab-kitab dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
(musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, dan melaksanakan
sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji bila berjanji, dan orang
yang bersabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-
Baqarah : 177)

Sungguh orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan sholat dan


menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Al-Baqarah : 277)

Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka,


“tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat!”
Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (golongan munafik)
takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari
itu). Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada
kami? Mengapa tidak Engkau tunda (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu
lagi?”. Katakanlah :, “ kesenanggan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik

1
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak
akan di zalimi sedikitpun”. (An-Nisa’ : 77)

Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam diantara mereka, dan orang-orang yang
beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu
(Muhammad), dan kepada (kitab-kitab) yang diturunkan sebelummu, begitupula
mereka yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar. (An-Nisa’ :
162)

Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan kami telah
mengangkat dua belas orang pemimpin diantara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku
bersamamu”. Sungguh jika kamu melaksanakan sholat dan menunaikan zakat serta
beriman kepada Rasul-rasulku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti
akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Tetapi
barangsiapa kafir diantaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari
jalan yang lurus”. (Al-Ma’idah : 12)

Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang


beriman, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada
Allah). (Al-Ma’idah : 55)

Dan dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak
merambat, pohon kurma, tanaman yang berneka ragam rasanya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasaya). Makanlah buahnya
apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya,
tetapi jangalah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan. ( Al-An’am : 141)

Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia dan di akhirat. Sungguh, kami kembali
(bertobat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, “siksaku akan Aku timpakan kepada siapa
yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-
orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (Al-A’raf : 156)

Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik dimana
saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah ditempat
pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan sholat serta menunaikan zakat,
maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (At-Taubah : 5)

2
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Dan jika mereka bertobat, melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, maka (berarti
mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami mnejelaskan ayat-ayat ini bagi
orang-orang yang mengetahui. (At-Taubah : 11)

Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman


kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat,
dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka
termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah : 18)

Dan diantara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat), jika
mereka diberi bagian, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, tiba-
tiba mereka marah. (At-Taubah : 58)

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil,
mualaf, untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk musafir, sebagai kewajiban dari Allah. Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah : 60)

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah SWT. Sungguh Allah
Maha Perkasa lagi maha Bijaksana.(At-Taubah : 71)

Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan
berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa
bagi mereka. Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (At-Taubah : 103)

Padahal mereka hanya di perintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya


semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan
menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (Al-Bayyinah
:5)

Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan sungguh Allah Maha Mengetahui
( Al-Imran : 92)

Mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat dan meninfakkan
sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. ( Al-Baqarah : 3)

3
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan dirinya. ( Al-Lail
18)

“Hadits dari Abdulrahman bin Abdilah Umar bin Khatab berkata: Islam dibangun atas
lima (hal): bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-
Nya, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan
melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari dan Musim)

“Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi Saw mengutus Muadz ke Yaman, lalu
menuturkan isi hadisnya, dan di dalamnya disebutkan, “Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan zakat kepada mereka pada harta mereka yag diambil dari orang kaya mereka
dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.” (HR. Bukhari Muslim.)

Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu tidak membayarkan zakatnya, maka hartanya
itu akan diwujudkan dengan ular botak yang mempunyai dua titik hitam. Ular itu akan
melilitnya pada hari kiamat, mengambil dengan kedua lehernya, kemudian berkata 'Aku
hartamu, aku simpananmu', lalu membaca 'Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil dengan harta Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya pad ahari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan yang ada di langit dan di bumi dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(HR. Pemilik Kutubus Sittah selain at-Tirmidzi)

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah untuk
membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perkataan kotor, dan
sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum
shalat (Idul Fitri), berarti ini merupakan zakat yang diterima, dan barang siapa yang
menunaikannya setelah shalat (idul fitri) berati hal itu merupakan sedekah biasa”. (HR.
Abu Daud, Ibnu Majah)

2. Sila pertama dan kelima Pancasila


3. UUD 1945 pasal 5, 20, 29 dan 33
4. UU dan PP
A. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Zakat.
Poin-poin penting:
1. Pasal 1 : Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
2. Pasal 7 : Dalam melaksanakan tugas BAZNAS menyelenggarakan fungsi:

4
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan


zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
3. Pasal 8 : Keanggotaan Baznas terdiri astas 11 (sebelas) orang anggota
yang terdiri dari 8 (delapan) orang dari unsur mayarakat dan 3 (tiga)
orang dari unsur pemerintah.
4. Pasal 10 : Anggota Baznas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
usul Menteri.
5. Pasal 14 : Dalam melaksanakan tugasnya Baznas dibantu oleh sekretariat.
6. Pasal 15 : Pemerintah membentuk Banas di daerah.
7. Pasal 16 : Baznas membentuk UPZ didaerah
8. Pasal 18 : Untuk membantu Baznas dibentuk LAZ yang mendapat izin
Menteri atau pejabat yang ditunjuk Menteri dg syarat :
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola
bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan
umat;
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
9. Pasal 22 : Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau
LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
10. Pasal 26 : Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
11. Pasal 27 : Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
12. Pasal 28 : Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
13. Pasal 29 : LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.

5
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

14. Pasal 30 : Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
15. Pasal 34 : Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
16. Pasal 35 : Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
17. Pasal 38 : Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil
zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan
zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

B. PP No. 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU No 23 tahun 2011 Tentang


Pengelolaan Zakat
Poin-Poin Penting :
1. Pasal 5 : BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
2. Pasal 18 : Pembentukan LAZ wajib medapat izin menteri atau pejabat
yang ditunjuk oleh menteri.
3. Pasal 62 : LAZ berskala nasional dapat membuka perwakilan di setiap
Provinsi untuk 1 (satu) perwakilan.

C. UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.


Poin-poin penting :
1. Pasal 14 : Dalam rangka pembinaan Nazhir harus terdaftar pada Menteri
dan Badan Wakaf Indonesia.
2. Pasal 47 : Badan wakaf merupakan lembaga independen dalam
melaksanakan tugasnya.
3. Pasal 49 : Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan
dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

6
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

4. Pasal 53 : Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling


sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang
yang berasal dari unsur masyarakat.

D. PP Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf.


Poin-poin penting :
1. Pasal 1 (12 C) Tim Penetapan Keseimbangan Nilai dan Manfaat Tukar
Menukar Harta Benda Wakaf, yang selanjutnya disebut Tim Penetapan
adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Kantor.
2. Pasal 1 (12 E) Penilai publik adalah penilai yang telatr memperoleh izin
dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa penilaian
3. Pasal 4 (1) : Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi
persyaratan menurut undng-undang.
4. Pasal 4 (2) : Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor
Urusan Agama setempat.
5. Pasal 50 ayat (1) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ditetapkan oleh Kepala Kantor berdasarkan
rekomendasi Tim Penetapan.
6. Pasal 50 (2) Tim Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan unsur:
a. Pemerintah daerah kabupaten / kota.
b. Kantor pertanahan kab/kota.
c. MUI kab/kota.
d. kantor kementrian agama kab/kota.
e. Nazhir.
f. kantor urusan agama kecamatan
7. Pasal 50 (3) Untuk menetapkan nilai dan manfaat harta benda penukar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. dinilai oleh Penilai atau Penilai Publik;
b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah
untuk dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
8. Pasal 53 (2) : Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir
Wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum.

7
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

b. penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,


pengkordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta
benda wakaf.
c. penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf.
d. penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda
tidak bergerak dan/atau benda bergerak
e. penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan
pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan
lingkupnya.
f. pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan
luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

E. Peraturan BWI No 1 Tahun 2010 Tentang Tatacara Pengangkatan dan


Pemberhentian Anggota BWI
Poin-poin penting :
1. Pasal 3 : Pengangkatan Calon Anggota BWI : BWI membentuk pansel,
pansel melakukan seleksi dan hasil seleksi dilaporkan ke pengurus BWI
untuk kemudian calon dipilih oleh anggota BWI dalam rapat pengurus
BWI, calon yang dipilih dalam rapat pengurus BWI diusulkan ke
Presiden

8
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

II . LITERATUR

THE PERFORMANCE OF THE INSTITUTION


OF ZAKAH IN THEORY AND PRACTICE
MONZER KAHF

Zakat Pada Masa Nabi SAW

Pada zaman Nabi Muhammad SAW praktek pemungutan Zakat


dilaksanakan pada tahun kedua Hijriah. Setelah 18 Bulan kedatangan Nabi ke
Madinah Beliau mengutus sahabat untuk memungut dan mendistribusikan Zakat
perkebunan dan peternakan. Pada saat itu Sahabat pemungut Zakat merasa
sangat kesulitan memungut Zakat dengan jumlah yang sesuai dengan ketentuan
Syariah karena sedikit sekali kaum Muslim yang memahami nasab dan besaran
Zakat hasil perkebunan dan peternakan. Sumber utama pendapatan kaum
Muslim Madinah pada saat itu memang berasal dari hasil perkebunan dan
peternakan, menyusul perdagangan diurutan ketiga. Mayoritas kaum Muslim
memang bermatapencarian sebagai peternak dan tani, hanya sedikit yang
berprofesi sebagai pedagang.
Seringkali Sahabat pemungut Zakat pulang dengan tangan hampa karena
Zakat yang berhasil dipungut sudah ludes terdistribusi dilokasi pemungutan
Zakat sebelum dilaporkan ke Nabi1. Keadaan kaum Muslim Madinah pada saat
itu memang cukup sulit hingga kemenangan gemilang atas kaum Yahudi di
perang Khaibar. Khaibar merupakan sebuah kawasan di Utara Madinah yang
memiliki lahan perkebunan dengan tanah yang subur serta air berlimpah, tidak

1
Yousuf Al Qardhawi, Fiqh And Zakah

9
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

hanya itu, di Khaibar juga terdapat cukup banyak pabrik besar diantaranya
pabrik sutra dan logam.
Sejarah Wakaf dalam Islam terjadi ditahun ketiga Hijriah dimana Nabi
mendapat warisan Wakaf kebun Kurma milik seorang Rabbi Yahudi bernama
Mukhairiq yang ikut berperang dan gugur di barisan kaum Muslim dalam perang
Uhud2. Hasil dari Wakaf tersebut sebagian digunakan untuk kebutuhan rumah
tangga Nabi dan sebagian lagi di gunakan untuk membuat peralatan perang
seperti kuda, panah, pedang, dsb. Wakaf selanjutnya berupa pembelian sumber
mata air oleh Utsman bin Affan dan diwakafkan atas saran Nabi. Berkat Wakaf
itulah untuk pertama kalinya air minum menjadi komoditas gratis bagi
masyarakat Madinah dari yang sebelumnya masyarakat harus membeli dengan
harga tinggi. Lahan perkebunan milik Umar bin Khatab di Khaibar menjadi Wakaf
yang berikutnya (juga atas saran Nabi) bagi masyarakat Madinah3. Pemanfaatan
Wakaf tersebut ditujukan untuk mendukung kebutuhan hidup kaum miskin dan
yang membutuhkan di Madinah tanpa mengenal suku dan agama, Nabi SAW
sebagai penguasa Madinah ingin menunjukkan bahwa siapapun masyarakat
Madinah harus terjamin kehidupannya, sebuah konsep pengentasan kemiskinan
dari sebuah ideologi baru di Madinah pada saat itu.

Study Fiqh Klasik Zakat


Pada masa kekhalifaan Umar bin Khatab, Gubernur Provinsi Yaman
Mua’dz bin Jabal mengirimkan sepertiga hasil pungutan Zakat ke Madinah (pusat
pemerintahan), pada tahun berikutnya mengirim setengah hasil pungutan Zakat
dan mengirim seluruh hasil pungutan Zakat pada tahun ketiga yang berarti tidak
terdapat Mustahik di Yaman sehingga seluruh pungutan Zakat di serahkan ke

2
Ibn Hisham, Sirah of The Prophet (pbuh)
3
Reported by Al Bukhari

10
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

pemerintah pusat. Hal yang sama terjadi di Mesir dan beberapa Provinsi lainnya
selama masa Kekhalifaan Umar bin Abdul Aziz.
Pengentasan kemiskinan di Yaman pada masa Umar bin Khatab dan di
beberapa Provinsi dimasa Umar bin Abdul Aziz harus dilihat dari konteks
historisnya masing-masing. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, prinsip
kemandirian dan self-satisfied menjadi landasan moral yang kuat yang tertanam di
komunitas Muslim ketika itu. Bahwa menjadi self-satisfied dan menolak pemberian
Zakat bukan berarti berstatus golongan mampu. Sebagai contoh seorang sahabat
bernama Salman yang tinggal di Irak yang statusnya termasuk kategori tidak
mampu yang berhak menerima zakat. Sekali waktu Salman kedatangan seorang
tamu dan dia menyuguhkan satu-satunya roti dan garam yang ia miliki kepada
tamunya, sang tamu meminta daun Thyme untuk pelengkap kudapan roti. Untuk
memenuhi keinginan tamunya Salman pun keluar rumah dan meminjam uang
kepada orang lain dengan menjaminkan kendi air miliknya untuk membeli daun
thyme guna mengakomodir keinginan tamunya. Salman tidak mempedulikan
kondisinya yang kurang mampu karena ingin mengamalkan sikap Qanaah
merasa puas dengan dirinya seberapapun keadaannya tidak berkecukupan.
Dalam kasus ini keimanaan dan penghayatan Salman akan ajaran Islam memberi
energi positif yang kuat bagi dirinya. Penghaytan yang kuat seperti inilah yang
membuat Islam berhasil menaklukkan dua Kekaisaran besar Byzantium dan
Persia dalam waktu kurang dari setengah abad, menaklukkan Spanyol dan Asia
tengah pada akhir tahun 80 Hijriah. Islam menghapuskan aturan-aturan pajak
yang tidak adil yang memberatkan di daerah-daerah yang di taklukkan sehingga
menciptakan iklim kerja dan investasi yang kondusif bagi masyarakatnya.
Pemangkasan tarif pajak yang memberatkan yang dibarengi dengan deregulasi
atas aturan-aturan yang menghambat produktifitas ditambah penghayatan rasa

11
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

menahan diri dan self satisfied menciptakan orang kaya-orang kaya baru di banyak
daerah taklukan.
Faktor yang berbeda terdapat pada modus pengentasan kemiskinan di era
Umar bin Abdul Aziz. Selama dua tahun Umar bin Abddul Aziz melakukan
pemberantasan korupsi dilingkungan birokrasi yang berakibat pada minimnya
“kebocoran” dalam penyaluran Zakat kepada Mustahik. Porsi terbesar yang
berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan adalah perbaikan manajemen Zakat
dan sektor pendapatan publik lainnya yang berujung pada efisiensi penerimaan
dan penyaluran Zakat kepada Mustahik.

Dalam perkembangan peradaban Islam selanjutnya ketentuan zakat hasil


pertanian dan perkebunan dalam Fiqh klasik tetap konsisten tidak terpengaruh
pada kemajuan iptek karena pola produksi pertanian dan perkebunan tetaplah
sama, berupa pengolahan tanah, penyemaian bibit, pemupukan dan panen. Pola
produksi pertanian dan perkebunan akan selamanya seperti itu hingga kapanpun,
kemajuan iptek hanya merubah cara produksi tanpa mengurangi atau menambah
tahapan-tahapannya. Perdagangan produk hasil olahan pertanian dan
perkebunan menjadi sumber pendapatan kedua dalam komunitas Muslim.
Komunitas Muslim melakukan perdagangan produk pengolahan pertanian dan
perkebunan yang didistribusikan ke lintas provinsi dan negara mulai dengan
menggunakan unta, kuda, kapal kecil hingga kapal besar sambil menyiarkan
agama Islam di daerah yang disinggahi. Industri manufaktur menjadi sumber
pendapatan komunitas Muslim berikutnya dimana pada masa peradaban Islam
banyak berdiri pusat manufaktur di beberapa kota-kota Islam seperti Damaskus,
Mosul, Baghdad, Kairo dan kota-kota lainnya.
Kegiatan ekonomi komunitas Muslim pada masa peradaban Islam yang
bergantung pada tiga sektor tersebut sesungguhya mengikuti kegiatan ekonomi
12
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

pada masa awal Islam di Madinah. Oleh karenanya ketentuan dalam Fiqh Zakat
pun menjadi stuck tidak bergerak dinamis hanya mengikuti dalil-dalil Fiqh klasik
secara tekstual hingga setelah masa keruntuhan kekhalifahan Turki Ottoman.

Zakat Dimasa Islam Kontemporer


Dalam tiga dekade terakhir para ekonom Muslim mendiskusikan peran
Zakat dalam ekonomi kontemporer. Karena itu muncul study pengaruh Zakat
terhadap ekonomi makro secara agregat termasuk pengaruhnya dalam konsumsi
dan investasi, permintaan agregat dan penawaran agregat. Juga terdapat study
peran Zakat dalam model ekonomi makro dan pengaruhnya pada equilibrium dan
pertumbuhan ekonomi. Juga terdapat study implementasi Zakat pada ekonomi
muslim kontemporer dari perspekstif stabilitas, kebijakan fiskal, pengentasan
kemiskinan dan alokasi sumber daya dan kekayaan.
Sebelum membahas study-study tersebut secara singkat, ada dua hal
penting yang harus digarisbawahi. Pertama, fakta yang tak terbantah bahwa
pemungutan dan pendistribusian Zakat khusunya di awal periode dilakukan oleh
Islamic State administration (pemerintahan Islam). Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menjustifikasi perang melawan Muslim
yang murtad “demi Allah aku akan memerangi mereka yang menghalang-halangi
pembayaran Zakat meski hanya seuntai ikatan Unta”. Kedua, adanya nilai
religius dari Zakat dan posisinya sebagai pilar ketiga agama. Kedua fakta tersebut
seharusnya menjadi faktor penyemangat bagi ekonom muslim untuk mencari
sejauh mana dampak ekonomi Zakat dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Berikut study ekonomi Islam tentang Zakat.
Pengaruh Zakat dalam fungsi konsumsi makro sudah dipelajari oleh
beberapa penulis. Pada dasarnya fungsi konsumsi makro merupakan turunan
dari fungsi konsumsi mikro dari dua pihak pada komunitas Muslim, Muzakki dan

13
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Mustahik. Satu pihak kalangan the have di perintahkan mengurangi pengeluaran


konsumsi untuk memberikan tambahan konsumsi kalangan yang kurang
mampu, berapa besaran pengurangan konsumsi secara agregat yang ideal bagi
kalangan mampu dan berapa penambahan konsumsi yang dibutuhkan bagi
kalangan kurang mampu bergantung pada kemiringan kurva MPC (marginal
propensity to consume) dari kedua kelompok. Setelah Zakat diimplementasikan
akan menghasilkan output adanya penurunan pada kecendrungan konsumsi
marginal secara agregat pada komuitas Muslim4. Bersikap tidak berlebihan dalam
berkonsumsi merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Zakat memliki pengaruh dalam pola konsumsi masyrakat, secara umum
Zakat akan merangsang iklim yang kondusif bagi adanya tambahan saving secara
agregat. Beberapa penulis berkesimpulan pengenalan Zakat dalam komunitas
Muslim kontemporer akan menambah permintaan secara agregat. Distribusi
Zakat kepada orang yang berhutang akan mereduksi resiko kegagalan
pembayaran hutang, kegiatan pengumpulan dan distribusi Zakat akan membuka
lapangan kerja setidaknya untuk Amil itu sendiri dan mentranformasi Mustahik
menjadi produktif melalui kegiatan pemberdayaan5. Lebih jauh lagi pengaruh
Zakat pada penawaran agregat telah didiskusikan dalam berbagai perspektif,
termasuk pengaruhnya pada penyediaan lapangan pekerjaan dan penyediaan
sumber dana untuk investasi, dan pengaruhnya pada pada produktifitas tenaga
kerja dan insentif kerja. Dengan penambahan konsumsi agregat, Zakat
mendorong adanya tambahan investasi serta adanya restrukturisasi produksi ke
arah yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
Zakat juga telah dipelajari dalam model makro IS-LM Keynes (kurva yang
menggambarkan keseimbangan antara pendapatan nasional dan tingkat bunga

4
M Fahim Kahn, Macro Consumption Function in an Islamic Framework.
5
Mohammad Ibrahim al Suhaibani, “Effect of Zakah on the Utilization of Economic Resources”.

14
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

pada pasar barang dan pasar uang) dengan kesimpulan bahwa Zakat dapat
dijadikan instrumen kebijakan ekonomi untuk mengurangi pengangguran dan
mengurangi efek inflasi dan fluktuasi harga6. Pengenaan Zakat dalam ekonomi
kontemporer juga dapat membantu kelompok low income melalui subsidi upah7.
Pengaruh Zakat atas tingkat pertumbuhan ekonomi dan pengembalian
modal dipelajari dengan mengkontruksi model makro dimana total pendapatan
sama dengan pendapatan Muzakki dan Mustahik dengan asumsi tabungan
secara otomatis disalurkan ke investasi dan pinalty Zakat dikenakan pada
penimbun aset baik pada aset keuangannya atau paper maupun aset riilnya.
Kesimpulan dari model ini bahwa kehadiran Zakat dalam akan membawa pada
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, pengembalian modal yang lebih tinggi
dan kekayaan yang lebih terdistribusi8.
Zakat juga dipandang sebagai instrumen sentral dalam struktur dan
kebijakan fiskal. Zakat tidak hanya dikenakan terhadap pendapatan tapi juga
dikenakan pada kekayaan dan aset. Penghapusan kewajiban Zakat dikenakan
pada sebagian pendapatan yang dipakai untuk membayar hutang. Lebih jauh,
banyak aset tetap produktif dibebaskan dari Zakat, dengan demikian Zakat
dipandang sebagai instrumen penting dalam mendorong investasi dan
pembukaan lapangan kerja. Keunggulan fungsi Zakat tersebut memberi peran
signifikan sebagai pola dan teladan yang diikuti dan ditiru dalam membangun
sistim perpajakan pada komunitas Muslim9.

6
Mukhtar Mohammad Mutawalli, “General Equilibrium and Agregate Economic Policies in an Isamic Economy”.
7
Badal Mukherji, “A Macro Model of the Islamic Tax System”.
8
Mabid al Jarhi, “Towards an Islamic Macro Model”.
9
Mohammad Anas Zarqa, “Role of Zakah in the Economy (in general) and in Fiscal Policy”.

15
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Estimasi Hasil Zakat


Beberapa upaya mengestimasi hasil Zakat di beberapa negara Muslim
dilakukan berdasarkan informasi yang tersedia pada masing-masing akun
nasional. Pada banyak kasus angkanya diderivasi dari statistik sub-sektor dan di
built up ke dalam angka-angka sektoral dari masing-masing akun nasional. Sami
Ramadhan Sulaiman pada 1973 mengestimasi hasil Zakat di Mesir setara dengan
6,1% GDP. Dia menghitung potensi hasil Zakat dari sektor publik dan swasta
disebuah negara. Pada beberapa sektor ekonomi tertentu dia menerapkan rasio
output modal tinggi yang mencapai 10% pada sektor industri dan perdagangan;
dimana kedua sektor tersebut berada pada estimasi tertingginya yang mencapai
8,8% GDP sektoral. Ramadhan menyertakan semua bentuk pendapatan yang
menghasilkan modal pada basis Zakatnya. Dia juga menyertakan penerimaan
Zakat pada gaji dengan asumsi 50% gaji warga Mesir mencapai Nisab Zakat
(Zakatable). Lebih jauh walaupun dia menerapkan 10% rasio Zakat pada tanaman
yang di sirami dengan air sungai dan hujan dan menerapkan rasio 5% pada
tanaman yang disirami dengan mesin, total estimasi Zakatnya pada sektor
agrikultur (pertanian, pekebunan dan peternakan) mencapai 9,5% dari GDP
sektoral yang berarti melebihi estimasi 6,1% GDP.
Pada perhitungan penerimaan Zakat di Sudan tahun 1982, Muhammad
Hashim Awad mengestimasi angka penerimaan Zakat mencapai 3% dari GDP.
Terdapat dua kesalahan fatal pada kalkulasi estimasinya: Kesalahan pertama
terjadi pada penentuan Nisab yang dikecualikan atau yang dihapuskan atas
segala yang seharusnya masuk kategori Zakatable. Kesalahan kedua terjadi pada
pengalian dan pembagian matematis. Koreksi yang dilakukan menunjukkan
adanya under estimated dalam perhitungannya terutama pada sektor peternakan
dan pendapatan kaum profesional. Mengikuti asumsi yang dibuat oleh Awad
jumlah total estimasi Zakat seharusnya tidak kurang dari dua kali asumsi
16
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

awalnya, yakni sekitar 6% dari GDP10. Anas Zarqa membuat estimasi penerimaan
Zakat di Syria pada tahun 1971 dan mendapatkan angka sekitar 3% dari GDP,
angka tersebut sudah termasuk Zakat Fitrah dan Zakat uang11.
Perhitungan estimasi lainnya dilakukan oleh Monzer Kahf, Muqbil Zuqair
dan Fuad al Omar. Monzer Kahf menghitung estimasi penerimaan Zakat untuk
delapan negara Muslim di dunia yang menggunakan tiga kategori yang berbeda
pada objek yang terkena Zakat. Kategori pertama, Z1 yang meliputi hasil
pertanian, perkebunan dan peternakan, persediaan barang perdagangan dan
uang, sesuai dengan pendapat Jumhur Fiqh klasik yang berlaku. Kategori kedua,
Z2 digunakan berdasarkan pendapat Jumhur Fiqh klasik yang diperluas dengan
mengakomodir pandangan Fuqaha kontemporer yang memasukkan Zakat dari
aset tetap yang digunakan dalam sektor industri, kontruksi dan transportasi,
pendapatan kaum profesional dan kaum pekerja lainnya dengan pengecualian-
pengecualian tertentu pada biaya hidup. Kategori ketiga, Z3 meliputi Zakat yang
berbasis pada nilai modal dari aset tetap di semua sektor dengan tarif Zakat 2,5%.
Bila kita hilangkan satu nilai ekstrim pada tiap-tiap sisi dari estimasi pada asumsi
nilai yang ekstrim akan menyebabkan error statistik atau error metodologi
tertentu, dimana estimasi erornya menurut Kahf berada dalam range antara 1%-
2% pada Z1, 3,1%-4,9% pada Z2 dan 3,2%-6,2% pada Z3. Estimasi penerimaan Zakat
uang di delapan Negara berkisar 40%-60% dai total penerimaan Zakat.
Dengan menggunakan statistik sub-sektoral dan statistik rata-rata, Muqbil
Zuqair mengestimasi penerimaan Zakat di Saudi Arabia mencapai 2,7% GDP,
sementara Fuad al Omar mengestimasi penerimaan Zakat di Kuwait 2,1% GDP.
Keduanya menggunakan basis perhitungan Zakat tradisional yang dalam

10
Monzer Kahf : “Financial potential and Economic Effect of Zakah in Selected Member Countries”, unpublished
Paper 1986
11
Ibid

17
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

klasifikasi Kahf kategori Z1; keduanya memasukkan pemasukan dari BUMN


kecuali ekplorasi minyak.
Menariknya disini penerimaan Zakat uang lagi-lagi mempresentasikan 30%
dari total penerimaan Zakat menurut estimasi Zuqair dan mencapai 49,5%
menurut estimasi Omar al Fuad. Pada point ini saya ingin mengatakan bahwa
sesungguhnya sulit menarik Zakat uang tanpa pendekatan yang inovatif karena
faktanya bagi kalangan tradisional uang merupakan aset yang tidak berwujud.
Pada Bab V kita akan membandingkan estimasi penerimaan Zakat dengan
prakteknya pada beberpa negara Muslim yang mengimplementasikan Zakat.

Implementasi Zakat
Sebagai pilar ketiga ajaran Islam, Al-Qur,an berkali-kali memerintahkan
kaum Muslim menunaikan Zakat dengan sukarela sebagai bagian dari kewajiban
menjalankan ajaran agama. Inilah positioning Keempat Mazhab Fiqh. Pemerintah
berhak membebankan biaya dari pemungutan dan pendistribusian Zakat dan
penerimaan Zakat tersebut diserahkan pada Baitul Maal, jumhur Fuqaha
menekankan bahwa setiap individu menunaikan Zakat sebagai ketaatannya
kepada pemerintah. Hal ini sudah menjadi keputusan yang bulat dalam Fiqh
dimana Baitul Maal menyalurkan Zakat kepada yang berhak sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an.
Melihat implementasi pelaksanaan Zakat oleh pemerintah Islam, sejarah
mecatat pemerintah Yaman melanjutkan pengambilan taanggung jawab sejak
masa Nabi SAW yang mengirim Muadz bin Jabal memungut Zakat dari dan untuk
warga Yaman. Pelaksanaan Zakat juga dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi
sebagai satu kewajiban bagi warganya sejak 1951, di Pakistan sejak 1981 dan di
Sudan sejak 1984. Pemerintah Malaysia dan Libya dengan otoritasnya menungut
Zakat Fitrah dan Zakat hasil pertanian & perkebunan.
18
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Beberapa negara lainnya seperti Kuwait , Jordania, Bangladesh, Bahrain,


Oman, dan lainnya memberlakukan hukum Zakat serta mendirikan dan
mensupport lembaga Zakat, namun negara-negara tersebut menyerahkan
pembayaran Zakat kepada lembaga Zakat atas dasar sukarela.
Sekarang kita ambil contoh negara yang memungut Zakat atas dasar
kewajiban seperti Saudi Arabia, Yaman, Sudan dan Pakistan. Di Saudi Arabia
Zakat terdiri dari Zakat hasil pertanian, perkebunan dan peternakan, persediaan
barang perdagangan, beberapa jenis pendapatan kaum profesional seperti
Akuntan & Auditor, Dokter, Insinyur Sipil, Pengacara, Aktor & Artis TV, Sopir
Truk & Taxi dsb. Para profesional tersebut dikenakan Zakat apabila mereka
bekerja secara independen; tapi bila para profesional bekerja sebagai karyawan
pemerintah atau swasta maka gaji mereka tidak dikenakan Zakat (bukan subjek
Zakat). Pengecualain ini berlaku atas semua pendapatan dari gaji & upah. Aset
tetap produktif tidak termasuk dalam subjek Zakat. Patut dicatat bahwa uang
perusahaan (tabungan, giro atau deposito) yang terregitrasi sebagai badan hukum
dikenakan Zakat sementara uang yang dimiliki individu (berupa tabungan, giro
dan deposito) tidak terkena Zakat. Jumlah penerimaan Zakat di Arab Saudi
mencapai sekitar 0,4%-0,6% dari statitisk tahunan GDP.
Di Yaman Zakat juga dikenakan atas aset lancar pada perusahaan swasta
sebagaimana hasil ternak, agrikultur, persediaan barang dagang dsb. Sementra
gaji dan pendapatan profesional tidak termasuk dalam objek Zakat. Otoritas Zakat
Yaman juga menarik Zakat Fitrah. Laporan statistik tahunan Yaman mencatat
rasio pengumpulan Zakat tidak lebih dari 0,4% GDP.
Zakat dan praturan bea impor di Pakistan dibedakan pada daftar A dan
daftar B. Daftar A mencakup barang dimana Zakat dikumpulkan dan ditransfer
ke akun Administrasi Pusat Zakat. Daftar ini mencakup Sebelas items aset finasial
dan items lainnya termasuk surat hutang dan saham yang dimiliki, produk
19
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

agrikultur, tabungan dan deposito di bank beserta simpanan bank lainnya. Disisi
lain Daftar B merupakan daftar dari items yang tidak diwajibkan pemungutan
Zakat terhadapnya oleh pemerintah (to the government is not obligatory), daftar B
meliputi hasil ternak, persediaan barang dagang, simpanan domestik dalam
bentuk valas, aset warga Pakistan yang berada di luar negeri dan sebagainya.
Estimasi pengumpulan Zakat di Pakistan tidak lebih dari 0,3% dari statistik
tahunan GDP yang berturut-turut.
Dalam study implementasi Zakat terkini di Sudan12, menegasakan
pengumpulan Zakat di Sudan beasal dari hasil ternak, produk agrikultur, aset
lancar perusahaan, pendapatan golongan profesional baik yang bekerja secara
independen maupun yang bekerja sebagai karyawan yang digaji, uang yang
berasal dari penjualan aset pribadi, dsb. Satu-satunya items yang berpotensi
zakatable yang hampir diluar kewajiban adalah uang yang dipegang oleh individu
baik berupa uang fiat dalam dompet maupun yang tersimpan di bank. Ini
dikarenakan kekhawatiran ada instabilitas pada sistim moneter di Sudan.
Departemen Zakat tidak memberi yurisdiksi bank untuk memotong Zakat pada
rekening giro. Dengan kata lain otoritas moneter tidak mewajibkan pembayaran
Zakat kepada individu yang bekerja di sektor informal. Hasil pengumpulan Zakat
di Sudan tahun 1991-1996 berada pada kisaran 0.3%-0.5% GDP13.
Sebagai realitas boleh jadi ada alasan yang bagus untuk menerima
representasi empiris penerimaaan Zakat yang terjadi di negara-negara diatas
berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

12
Dr. Abdel Munem Al Gusi, the general secretary of the Zakah department in Sudan, “Contemporary Govermental
Application of Zakah in Sudan”. Paper presented at the seminar on Contemporary Application of Islamic Economics,
organized by IRTI and the Moroccan Assosiation of Studies and Research in Islamic Economics, Casablanca, 5-8 May
1998
13
Ibid.

20
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

1. Penerimaan besaran Zakat sebesar 0,4%-0,5% dari GDP telah berlangsung


selama bertahun-tahun.
2. Laporan statistik nasional di negara ketiga memiliki tingkat kepercayaan
yang rendah.
3. Adanya kecurangan, inefisiensi administrasi , moral & motodologi hazard
yang berpengaruh negatif terhadap penerimaan Zakat tidak
dipertimbangkan secara teori.
4. Secara aktual sangat sulit mendapatkaan penerimaan Zakat uang tunai
yang mencapai setengah dari total penerimaan Zakat.
5. Perbedaan pada basis Zakat merupakan faktor terpenting dalam
mengestimasi penerimaaan Zakat terutama pada kategori Z2 dan Z3 versi
Kahf.

Kesimpulan
Membandingkan hasil aktual penerimaan dan analisa teoritis Zakat beserta
dampaknya sangat mengedukasi bila dilihat dari beberapa perspektif :
1. Jumlah penerimaan Zakat memperlihatkan hasil yang realistik untuk di
redistribusi dalam penerapan yang aktual. Dengan begitu kita dapat
merevisi dan membumikan analisa teoritis kita dan menjadikannya
compatible dengan aktualitas praktek Zakat dalam kehidupan nyata
2. Terlihat ada kesulitan yang serius dalam pengumpulan Zakat uang dan
akun tabungan milik individu di Sudan, Saudi dan Yaman.
Namun disisi lain sistim perbankan di Pakistan mengizinkan
memotong Zakat pada rekening tabungan ketika mendapat
kesulitan memungut Zakat dari persediaan barang dagang dan
tabungan milik individu dan perusahaan.

21
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

3. Kita bisa meninjau ulang hasil dari riset Zakat secara teoritis dengan adanya
perbedaan pada pelaksanaan Zakat yang sebenarnya atas dasar
pemahaman yang lebih mendalam pada cara penetapan item-items yang
Zakatable.
Dalam hal ini beberapa negara membebankan Zakat pada items
tertentu diluar ketentuan. Sebagai contoh, merupakan praktek
lumrah yang terjadi di Pakistan dan Yaman mempertahankan
pandangan tradisional yang mensyaratakan kepemilikan items
Zakat selama setahun untuk bisa dikategorikan Zakatable, hal
berbeda di Saudi yang memungut Zakat dari pendapatan kaum
profesional tanpa melihat lamanya kepemilikan. Pada sisi lain,
penghasilan yang didapat dari investasi aset tetap jangka
panjang seprti aset gedung, truk dan traktor merupakan
zaakatable items di Sudan tapi tidak temassuk zakatable items di
Saudi
4. Penerapan Zakat yang sebenarnya memperlihatkan bahwa jumlah
penerimaan Zakat lebih kecil dari estimasi teoritis. Karenanya di semua
negara yang mengimplementasikan Zakat dalam pendistribusiannya selalu
ada kebutuhan mendapatkan penerimaan tambahan dari negara. Ini
berlaku di negara kaya dan miskin. Hal ini memberi gambaran bahwa
study-study yang mengatakan Zakat dapat mengentaskan kemiskinan di
semua negara Muslim terlihat terlalu optimis.
5. Patut dipertimbangkan efek kerja dari Zakat bagi manajemen (Amil)
sebagai sebuah pekerjaan baru mengumpulkan dan mendistribusikan
Zakat. Terkadang hal ini menimbulkan banyak kasus seperti yan terjadi di
Sudan.

22
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Menjadi kaya melalui profesi Amil Zakat bukanlah masalah


baru. Muadz bin Jabal merupakan sahabat yang miskin dan Nabi
Saw memberikanya perkerjaan sebagai Amil. Dua sepupu Nabi
SAW, Ali bin Abi Thalib dan Fadl ibn Abbas meminta kepada
Nabi untuk bekerja sebagai Amil dan Nabi menolak segala
bentuk pemberian Zakat bagi keluarganya walau sebagai
kompensasi sebagai Amil. Baik teori maupun praktek membri
proporsi anggaran untuk Amil. Imam Syafi’i memberi platfond
12,5% dari penerimaan untuk kompensasi Amil, sementara
Ahnaf memberi platfond lebih dari 50%. Sudan menetapkan
batas 10%, sementara Saudi dan Pakistan mengambil tarif atas
kompensasi Amil.
6. Harus ditekankan bahwa segala konsep penerapan Zakat di negara Muslim
tidak bisa mengatasi masalah kemiskinan. Zakat merupakan redistribusi,
dengan demikian wacana pengentasan kemiskinan di negara-negara
Muslim harus difokuskan pada penambahan kue pembangunan melalui
peningkatan produktifitas daripada sekedar meredistribusi penerimaan
(Zakat) yang sedikit.
Pernyataaan ini sebaiknya dipahami sebagai keterbatasan
penerimaan Zakat meski dilakukan dengan ekspansi yang
liberal pada basis Zakatnya. Zakat merupakan kewajiban
spiritual yang bearable dan terjangkau, menjadi tidak fair
membebani Zakat sebagai alat untuk mengatasi masalah-
masalah berat seperti masalah kemiskinan karena akar
kemiskinan lebih pada rendahnya produktifitas dibanding
distribusi.

23
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Komunitas Muslim pada era pertama di Madinah memberi


contoh bahwa peningkatan produktifitas terjadi dari kontribusi
sukarela seperti Infaq, Sedekah dan Wakaf, bukan dari Zakat.

24
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

WHY ZAKAH COLLETION IN INDONESIA IS NOT


AS EFFECTIVE AS IT IS IN MALAYSIA
Jurnal Penelitian
Volume 14, Nomor 1, Februari 2020
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian
Aris Puji Purwatiningsih
&
Muchlis Yahya

Artikel ini membahas tentang bagaimana praktik dan permasalahan zakat


di Indonesia yang belum dikelola secara optimal seperti di Malaysia. Studi ini
menggunakan metode deskriptif dengan mengumpulkan data dan informasi dari
artikel-artikel terdahulu seputar zakat, khususnya pengelolaan zakat di Indonesia
dan Malaysia. Berikut beberapa hal penting tenang perbandingan pengelolaan
Zakat di Malaysia dan Indonesia dari artikel ini.
Bahwa permasalahan utama yang dihadapi dalam Pengumpulan zakat di
Indonesia adalah: pertama, belum adanya peraturan pemerintah yang
mewajibkan zakat kepada seluruh warga negara Muslim yang memiliki harta
yang telah mencapai nisab. Kedua, masyarakat lebih senang membayar zakat
secara langsung kepada orang yang dikenal yang dianggap mustahik daripada
kepada lembaga zakat formal yang ada. Ketiga, Kurangnya kepercayaan Muzakki
terhadap lembaga zakat formal. Keempat, gaya hidup hedonis dan materialis
masyrakat juga berkontrbusi dalam rendahnya pengumpulan Zakat di Indonesia.
Permasalahan penyebab tidak optimalnya penyaluran zakat adalah kurang
optimalnya kerjasama antara lembaga zakat milik pemerintah dan swasta dan
keterbatasan data mustahik yang kadang tumpang tindih dan berbeda antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya.
Pada tahun 2016, Indonesia hanya berhasil memungut Zakat sebesar Rp. 6
Trilyun atau sekitar 3% dari potensi Zakat saat itu. Sedangkan pada tahun yang

25
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

sama, Malaysia berhasil memungut RM. 3 Milyar (sekitar Rp. 11,5Trilyun) atau
sekitar 60% dari potensi Zakat14.
Pemungutan Zakat di Negara Bagian Malaka dilakukan oleh sektor swasta
dan penyalurannya dilaksanakan oleh pemerintah, (Wahid, 2014). Sejak tahun
2011, Negara Bagian Selangor telah memprivatisasi pengelolaan Zakat dimana
pendistribusian Zakat ditekankan pada empat Ashnaf utama yang teriri dari :
fuqara, masakin, fii sabilillah dan mu’allaf . Ada 31 program yang disiapkan
dimana dalam 5 tahun Ashnaf mu’allaf bisa menjadi Mukallaf (orang yang terkena
beban hukum syariat, menjalankan yang wajib dan mengharamkan yang haram)
syariat. Program utama untuk mu’allaf meliputi : manfaat libur Idul Fitri, manfaat
rutin bulanan, asistensi gratis pernikahan, grais biaya pemakaman, tunjangan jika
mu’allaf terkena PHK, bantuan penyelesaian hutang, bantuan hukum, bantuan
perumahan, pendidikan dan bantun kursus-kursus tertentu yang dibutuhkan
(pengembangan diri). Program-program ini dapat diperluas dalam empat
program utama mu’allaf yang meliputi : program mu’allaf dengan besaran RM.
20 – 5000, program mu’allaf dengan besaran RM. 500 – 10.000, program mu’allaf
dengan besaran lebih dari RM. 10.000 yang merupakan program spesial yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan mu’allaf.
Kuala Lumpur menjadai salah satu daerah yang menjadai kontributor
terbesar dalam pengumpulan zakat selain Selangor. Distribusi terbesar Zakat di
Selangor dan teritori Federasi Malaysia (yang meliputi Kuala Lumpur, Putrajaya
dan Labuan) dalam tahun-tahun terakhir disalurkan untuk Ashnaf fi sabilillah.
Ashnaf fi sabilillah menerima dua program utama, yaitu pengembangan /
pembinaan pendidikan dan pembinaan institusi keagamaan. Pembinaan

14
Amran, pimpinan Pusat Pungutan Zakat Malaysi (PPZ), Malaysia Himpun Zakat Lebih Besar Dari Indonesia, 2017,
diakses http://mysharing.co/malaysia-himpun-zakatlebih-besar-dari-indonesia/

26
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

pendidikan meliputi biaya sekolah, seragam sekolah dan kebutuhan pelajar


lainnya. Beasiswa untuk pelajar diberikan untuk mereka yang telah
menyelesaikan pendidikannya, dan pelajar tahfidz Qur’an. Pembinaan institusi
keagamaan meliputi biaya rehab gedung dan Surau, masjid dan sekolah agama.
Pendanaan Zakat untuk pendidikan memakan porsi terbesar. Zakat untuk
pendanaan pendidikan meliputi 11 macam bantuan, Pertama, bantuan deposit
untuk sekolah yang merupakan bantuan penyediaan transportasi untuk sekolah
anak-anak. Kedua, AM asistnace in IPT lesson yang merupakan bantuan
pemerintah untuk Ashnaf Zakat untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi.
Ketiga, IPT inventory asistance yang merupakan bantuan untuk Ashnaf Zakat
untuk melanjutkan pendidikan keasramaan yang lebih tinggi dan yang
seluruhnya ditanggung pemerintah. Keempat, bantuan beasiswa / insntif untuk
pelajar berprestasi yang merupakan bantuan pendidikan spesial untuk pelajar
terbaik untuk melanjutkaan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kelima, bantuan
bimbingan tambahan yang merupakan bantuan untuk peningkatan ketrampilan
atau kemampuan khusus bagi siapa saja yang berminat. Keenam, bantuan untuk
penghafak Al-Qur’an dan masyrakat yang yang ingin belajar menjadi penghafal
Al-Qur’an. Ketujuh, bantuan Pusrawi International Medicine Medical Studies
(PICOMS, sebuah lembaga pendidikan farmasi di Malaysia) yang merupakan
bantuan untuk anak-anak yang kurang mampu melanjutkan study. Kedelapan,
bantuan pembelajaran lembaga profeioanl Baitul Mal yang merupakan
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang dicover untuk anak yang
kurang beruntung. Kesembilan, bantuan AM school yang merupakan bantuan
untuk anak-anak yang menjadi bagian dari program amal bagi Ashnaf untuk
melanjutkan pendidikan. Kesepuluh, bantuan pakaian dan perlengkapan sekolah
yang merupakan bantuan penyediaan seluruh perlengkapan sekolah yang
dibutuhkan anak-anak. Kesebelas, bantuan pemerintah untuk pendidikan yng
27
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

lebih tinggi dan propaganda komunitas. Duabelas, bantuan Tahfidz untuk


masyarakat mempertahankan hafalan AL-Qur’annya sembari melakukan dalam
aktifitas sehari-hari.
Untuk konteks Indonesia dimana kesadaran masyarakat membayar Zakat
yang masih rendah disebabkan oleh kecendrungan masyarakat yang mebayar
Zakat langsung ke Mustahik yang mempengaruhi rendahnya potensi penerimaan
Zakat yang dikumpulkan lembaga Zakat pemerintah dan lembaga Zakat swasta15
Monzer Kahf membagi tiga formula pengumpulan Zakat yang masing-
masing metode memiliki formula potensi penerimaan Zakat yang berbeda16.
Ketiga formula tersebut adalah formula tradisional, formula kontemporer dan
formula malikiyah. Potensi pengumpulan Zakat dari ketiga formula tersebut
adalah sebagai berikut :
No. Metode Formula
1 Tradisional 1,8% GDP
2 Kontemporer 3,85% GDP
3 Malikiyah 4,34% GDP

15
Canggih Clarista et al, “Potensi dan Realisasi dana Zakat Indonesia”, al-Uqud : Journalof Islamic Economics. 2017,
1(1). 14-26.
16
Monzer Kahf, “Zakah Potential in a Few Muslim Countries”, Unpublished Study in IRTI 1987.

28
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

III. POSITIONING DANA SOSIAL ISLAM


Zakat secara lughowi / kebahasaan mengandung arti berkah, bersih,
tumbuh dan kesucian, sedangkan menurut istilah berarti bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula17.
Sedangkan Wakaf secara bahasa mengandung makna menahan atau berhenti,
secara istilah mengandung arti penahanan harta mlik Wakif kepada Nazhir dengan
menyerahkan hal yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya demi
kemaslahatan umat.
Menurut Hasbi ash- Shiddiqi, zakat dinamakan “zakat”, dilihat dari
beberapa sisi. Dari sisi muzakki, karena zakat itu mensucikan diri dari kotoran
kikir dan dosa. Selain itu, zakat ini merupakan bukti kebenaran iman muzakki,
kebenaran tunduk dan patuh serta merupakan bukti ketaatan terhadap perintah
Allah. Dari sisi harta yang dizakati, dapat menyuburkan harta tersebut dan
menyebabkan pemiliknya memperoleh pahala mengeluarkan zakat. Dari sisi
sosial, zakat akan mensucikan masyarakat dan menyuburkanya, melindungi
masyarakat dari bencana kemiskinan, kelemahan fisik maupun mental dan
menghindarkan dari bencanabencana kemasyarakatan lainya 18. Secara eksplisit
perintah Zakat dalam Al-Qur’an disebut lebih dari 30 kali dan perintah Wakaf
secara implisit (mengunakan kata infak) berulang lebih dari 40 kali. Baik Zakat
maupun Wakaf terdapat pada Surat Madaniyah dan Makkiyah, yang berarti
Zakat dan Wakaf diperintah dalam masa perjuangan dan masa kemenangan
Islam. Kata Zakat dalam Al-Qur’an hampir selalu beriringan dengan perintah
sholat, Ini berarti Zakat sebagai ibadah amaliyah (pilar ketiga) berkaitan erat
dengan sholat (pilar kedua) sebagai ibadah mahdhah bagi mukallaf. Sholat

17
Didin Hafidhuddin, “Zakat Dalam Perekonomian Modern”. Gema Insani Press 2008.
18
M. Hasbi As-Shiddieqy, “Pedoman Zakat”, Pustaka Rizaki Putra 2009.

29
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

merupakan sarana komunikasi dengan Allah dan Zakat menjadi sarana


komunikasi antar manusia19. Rangkaian perintah sholat dan Zakat dalam satu
ayat menggambarkan bahwa hablum minan naas tidak kalah penting dengan
hablum minalllah
Sholat sebagai bentuk pengakuan penghambaan diri kepada Allah dimana
dalam penghambaan tersebut manusia mendapat kompensasi berbagai nikmat
dari Allah SWT yang salah satu nikmatnya adalah penghidupan atau rezeki dari
Allah SWT kepada manusia. Alah SWT memberikan nikmat kepada seluruh
mahluknya termasuk manusia terlepas beriman atau tidak beriman. Orang
beriman harus mengakui ada peran Allah yang sangat besar dalam nikmat rezeki
yang didapat melalui perantara kasab atau usaha manusia. Dalam proses
seseorang atau usahanya mencari rezeki tentu terdapat peran orang lain dan juga
tidak luput dari kekhilafan-kekhilafan yang merugikan pihak lain, selain itu tentu
banyak orang yang tidak beruntung mendapat rezeki berlebih sehingga hidup
dalam kekurangan. Inilah yang kemudian menjadi dasar kewajiban Zakat dimana
rezeki yang diperoleh perlu dibersihkan dari kemungkinan kekhilafan dalam
proses mendapatkannya dan berempati kepada muslim lain yang kurang
beruntung sebagai bentuk kaannahumm bunyanum marshuus (rasa persatuan antar
umat muslim sebagai satu kesatuan seperti sebuah bangunan yang utuh).
Perintah Sholat (ritual penyembahan) yang dirangkai dengan perintah
mambayar Zakat juga berlaku terhadap umat-umat terdahulu sebagaimana yang
termaktub dalam Al-Ma’idah : 12, hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT
merisalahkan keduanya (Sholat dan Zakat) secara beriringan kepada utusan-
utusannya, hanya tatacaranya yang berbeda-beda. AL-Qur’an memakai berbagai
gaya bahasa dalam keterkaitan perintah Sholat dan Zakat. Kadang Al-Qur’an

19
AM. Syaifuddin, “Studi Nilai-nilai Ekonomi Islam”.

30
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

mengkaitkan sholat dan Zakat dengan kalimat perintah (QS Al-Baqarah 43 dan
110, At-Taubah : 103), di lain ayat dengan bahasa peringatan (QS. An-Nisa’ : 77),
dengan bahasa pujian (QS. Al-Baqarah : 3, At-Taubah : 11) dan motivasi (QS. Al-
A’raf : 156, Al-Maidah : 12). Gaya bahasa perintah digunakan sebagai penekanan
kepada mukallaf pentingnya Zakat dalam komunitas Muslim mengingat Islam
merupakan agama yang berjamaah / bermasyarakat, tidak berzakat akan
dianggap tidak berjamaah karena tidak peduli pada nasib sesama. Gaya bahasa
peringatan dalam Zakat dipakai sebagai penegasan adanya sangsi tegas bagi yang
tidak melaksanakan. Gaya motivasi di address kepada mereka yang sekiranya
masih ragu akan ajaran Al-Qur’an dan gaya bahasa pujian ditujukan sebagai
apresiasi bagi yang membayar Zakat.
Zakat dan Wakaf dalam Islam memiliki peran penting dalam hal
pemberdayaan dan pengembangan ekonomi umat, dimana Zakat berperan
sebagai sistem mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan diantara umat
manusia dan Wakaf berperan sebagai instrumen pengembangan ekonomi secara
berkelanjutan. Zakat dan Wakaf yang dikelola secara profesional dan akuntabel,
dapat digunakan untuk menciptakan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam sistem ekonomi Islam, Zakat dapat berperan sebagai distribusi
kapital bagi masyarakat. Dengan pendistribusian Zakat dari muzakki kepada
mustahik, berarti terjadi proses distribusi untuk pemerataan sumber daya
ekonomi. Sumber daya dari muzakki kepada mustahik akan membantu
kehidupan rakyat sehingga mendorong pertumbuhan dan peningkatan ekonomi.
Dampak zakat atas kemaslahatan masyarakat dan perekonomian Islam sangatlah
jelas. Karena dalam zakat itu sendiri terdapat unsur pemberian bantuan kepada
orang-orang fakir, di samping mewujudkan kepentingan yang bersifat umum. Ini
dapat dilihat secara jelas dari pos-pos pendistribusian zakat. Dengan cara seperti
ini, maka terdapat unsur pemerataan kekayaan, sehingga kekayaan tidak
31
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

menggelembung di pihak tertentu, sementara masih adanya kemelaratan di pihak


lain20. Islam ingin mewujudkan keadilan ekonomi dengan Zakat dan Wakaf,
sebuah negara atau komunitas dapat dikatakan telah mencapai keadilan ekonomi
bila tidak ada orang yang sangat kaya dan tidak ada orang yang sangat miskin.
Monzer Kahf memberi gambaran betapa dimasa awal pemberlakuan Zakat
kondisi ekonomi Umat Islam di Madinah cukup memprihatinkan, Zakat yang
terkumpul langsung habis terdistribusi dilokasi. Dari sini dapat disimpulkan
dalam kondisi Mustahik yang benar-benar membutuhkan Zakat untuk
pemenuhan kebutuhan dasar maka hasil pengumpulan Zakat tidak perlu
dimasukkan ke kas Baitul Mal terlebih dulu, tidak perlu disimpan berlama-lama.
Ketika itu distribusi Zakat hanya membantu pemenuhan sebagian kebutuhan
dasar, pemenuhan defisit anggaran untuk kebutuhan perang dan penigkatan
kesejahteraan didapat dari Wakaf. Ustman bin Affan sebagai orang terkaya
membeli mata air dan atas saran Nabi mewakafkannya untuk masyarakat
Madinah, air bersih yang menjadi komoditas paling vital di daeerah gurun
tersebut menjadi komoditas gratis yang mengurangi pengeluaran konsumsi
masyarakat. Bukan secara kebetulan Ustman berani membeli sumber mata air
dengan mengeluarkan kocek yang tidak sedikit, walau mungkin tujuan awalnya
untuk mengkomersialkan sumber mata air tersebut namun saran Nabi dan
empatinya terhadap kaum kurang mampu membulatkan niat Ustman
membebaskan mata air tersebut untuk kepentingan publik. Apa yang dilakukan
Ustman membuat iri Sahabat yang lain sehingga Umar bin Khatab rela melepas
kepemilikan kebunnya di Khaibar untuk diwakafkan. Disini Monzer Kahf ingin
memberi gambaran kepada kita bahwa ketika masyarakat merasakan adanya

20
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “Fiqh Zakat Kontemporer”, Al-Qowam 2011.

32
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

kemaslahatan yang besar dari suatu amal maka modus amal tersebut akan ditiru
oleh orang saleh lainnya.
Pada sisi lain Monzer Kahf membuka mata kita betapa pentingnya peran
Ulama dalam mereformasi mental Muzakki dan Mustahik dalam pemgentasan
kemiskinan. Penanaman spirit qanaah (merasa cukup dengan yang dimiliki) akan
mengikis sifat kikir orang-orang mampu dan memotivasi Mustahik untuk tidak
merasa paling berhak atas pendistribusian Zakat. Para Muzakki diberi kesadaran
melihat kebawah dalam memandang harta yang dimiliki, status the have yang
dimiliki harus dibarengi dengan pandangan kebawah dimana banyak orang yang
kondisinya berada jauh dari rata-rata orang kebanyakan. Para Mustahik pun
diberi kesadaran betapa ditengah keterbatasan ekonominya sebetulnya masih
banyak yang kondisinya lebih memprihatinkan. Bila sikap qanaah sudah
terlembaga dengan kuat maka Zakat yang berhasil dipungut akan lebih banyak
dan pendistribusiannya akan lebih terukur sehingga akan tercapai pemerataan
ekonomi yang lebih cepat.
Monzer Kahf berpendapat porsi terbesar yang berkontribusi dalam
pengentasan kemiskinan adalah perbaikan manajemen Zakat dan sektor
pendapatan publik lainnya yang berujung pada efisiensi penerimaan dan
penyaluran Zakat kepada Mustahik. Tidak tertutup kemungkinan adanya
kebocoran dalam penerimaan dan pendistribusian Zakat baik kebocoran yang
tidak disadari atau kebocoran yang memang disengaja oleh oknum tertentu.
Pendapatan publik yang menjadi sumber penerimaan Zakat harus dijauhkan dari
inefisiensi yang tidak perlu seperti pungli yang menyebabkan produksi biaya
tinggi, iklim kerja yang tidak kondusif dan sebagainya. Inefisiensi yang dibiarkan
akan terus berkembang dan menurunkan pendapatan publik yang berakibat pada
penurunan penerimaan Zakat. Pada penyaluran Zakat harus ada audit ketat dan

33
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

penetapan skala prioritas pada delapan kelompok Ashnaf agar penyaluran Zakat
tidak tumpang tindih dan menguap tidak produktif.
Sejalan dengan ini Aris Puji Purwatiningsih dan Mukhlis Yahya dari IAIN
Sunan Kudus yang melakukan penelitian deskriptif pengelolaan Zakat di
Malaysia memberi gambaran besarnya Zakat yang disalurkan pada Ashnaf
fisabillah khuusnya di bidang pendidikan. LAZ di Selangor dan teritori Federasi
Malaysia (yang meliputi Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan) dalam tahun-
tahun terakhir telah bertindak konkret melakukan pengentasan melalui intsrumen
Zakat. Karena tujuan Zakat adalah pemerataan ekonomi dengan indikator
berubahnya status Mustahik menjadi Muzakki dimasa yang akan datang maka
cara yang tepat adalah penyaluran Zakat untuk pedidikan dan pengembangan
diri golongan yang tidak mampu. Dari apa yang penulis lihat dan alami selama
bertahun-tahun penyaluran Zakat untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang
bersifat konsumtif (pangan, sandang satu dan renovasi rumah) untuk Ashnaf fakir
miskin dan yatim sebagian besar tidak merubah status Mustahik dimasa yang
datang, statusnya tetap Mustahik, tidak memutus mata rantai kemiskinan.
Kesadaran kolektif untuk mengentaskan kemiskinan di Malaysia melalui Zakat
juga terlihat dari kerjasama antara lembaga Zakat swasta dengan pemerintah.
Pemungutan Zakat di Negara Bagian Malaka dilakukan oleh sektor swasta dan
penyalurannya dilaksanakan oleh pemerintah, satu bentuk kerjasama yang
mungkin belum bisa dijalankan di Indonesia.
Dalam perkembangan peradaban Islam selanjutnya Monzer Kahf
mengkritisi aturan Fiqh terkait Zakat yang tidak dinamis mengikuti
perkembangan zaman. Apa yang dikritisi Monzer Kahf tersebut rasanya masih
aktual dengan kondisi saat ini, penemuan metode baru dan perkembangan
teknologi secara perlahan namun pasti merubah sistim produksi barang dan jasa,
tidak hanya itu, selalu ada jenis bisnis baru yang muncul di setiap zaman dimana
34
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

yang pada zaman sebelumnya tidak terpikir sama sekali. Bila di awal peradaban
Islam seluruh jenis usaha bersifat padat karya seiring perkembangan zaman
banyak usaha yang bersifat padat modal dengan resiko yang tinggi. Dalam
konteks ini para Fuqaha harus selalu siap mengadaptasi ketentuan Fiqh agar
selalu inline dengan perkembangan zaman.
Adanya sikap pesimis Monzer Kahf atas peran Zakat dalam mengatasi
kemiskinan bisa dipahami dengan dua kemungkinan berikut: Pertama, objek
penelitian di lakukan pada negara-negara yang tidak demokratis dan tidak
transparan dalam pengelolaan anggaran seperti Saudi, Yaman, Kuwait, Pakistan
dan Sudan. Dinegara-negara tersebut Monzer Kahf memandang meski
penerimaan Zakat sudah optimal (semua Muzakki membayar Zakat) tetap saja
nominalnya relatif kecil untuk mengentaskan kemiskinan. Pernyataan Monzer
Kahf tersebut dapat dipahami sebagai pernyataan yang bersifat satire terhadap
kurangnya concern pemerintah di negara-negara tersebut dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia warganya yang dapat meningkatkan
produktifitas. Kedua, Monzer Kahf berpandangan pengentasan kemiskinan
hanya bisa dilakukan melalui intstrumen filantropi Islam seperti Infak, Sedekah
dan Wakaf. Potensi pengumpulan ketiga jenis dana sosial Islam tersebut jauh
melebihi potensi penerimaan Zakat. Penyaluran Zakat untuk pengentasan
kemiskinan menjadi utopis tanpa adanya tambahan anggran pengentasan
kemiskinan yang signifikan dari negara. Zakat sebagai sistim pajak Islam menurut
Monzer Kahf belum bisa berbuat banyak dalam pemerataan ekonomi tanpa
didukung oleh dana filantropi.
Indonesia sendiri secara kenegaraan sebenarnya sudah membentuk
lembaga Zakat pada 1968 melalui Keppres. Pemungutan Zakat saat itu baru
dilakukan sangat terbatas dibeberapa daerah dan belum ada lembaga Zakat
formal nasional. Baru pada 1999 dibentuk Badan Zakat nasional melalui UU
35
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 23


Tahun 2011. Sedangkan lembaga Wakaf nasional baru dibentuk melalui UU
Nomor 41 Tahun 2004. Dengan diadopsinya hukum Zakat dan Wakaf ke dalam
hukum positif maka secara politis negara mengakui dan memberlakukan hukum
Zakat dan Wakaf bagi warga negara Indonesia.
Dalam pengelolaan Wakaf pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada
masyarakat, pemerintah hanya sebatas mensponsori pendirian Badan Wakaf dan
membantu pembiayaan operasionalnya, sementara seluruh pengurus Badan
Wakaf diambil dari unsur masyarakat. Agak berbeda dengan Baznas yang
terdapat unsur pemerintah (3 dari 11 orang) dalam keanggotaannya. Peran
masyarakat yang sangat besar pada pengelolaan Wakaf juga terlihat dari tatacara
pengangkatan anggota BWI dimana BWI lah yang menunjuk sendiri calon
anggotanya yang sudah diseleksi pansel bentukannya sendiri untuk kemudian
nama-nama calon anggota tersebut disodorkan ke pemerintah guna mendapat
pengesahan. Berbeda dengan pengurus Baznas yang di angkat oleh Pemerintah
tanpa pembentukan pansel oleh Baznas. Selain itu pembayar Zakat mendapat
kompensasi pengurangan pendapatan kena pajak (PKP) sementara Wakif tidak
mendapat apresiasi sediktpun. Dari sini dapat dilihat secara politis pemerintah
memposisikan Zakat sebagai instrumen yang lebih strategis dibanding Wakaf.
Selain Baznas pemerintah juga memberi kesempatan kepada masyarakat
(swasta) untuk berperan mengelola Zakat dengan pembentukan LAZ. Namun
pemerintah membatasi ruang gerak LAZ yang hanya boleh membuka satu kantor
perwakilan di tiap Provinsi bagi LAZ Nasional dan satu perwakilan di tiap
Kabupaten / Kota bagi LAZ Provinsi. Regulasi ini sepertinya sudah tidak relevan
lagi terlebih di era digital saat ini dimana masyarakat atau LAZ bisa membuka
perwakilan dimana saja melalui aplikasi digital. Aplikasi Lazis made in LAZ yang
terinstall pada gadget masyarakat dapat dianggap sebagai perwakilan LAZ yang
36
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

membuat aplikasi tersebut. Kecanggihan teknologi yang sudah menghilangkan


sekat ruang dan waktu sudah tidak bisa lagi membatasi ruang gerak LAZ dalam
mengelola Zakat. Berdasarkan hal tersebut maka sebaiknya pemerintah sebagai
regulator membuka ruang selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin mengelola
Zakat sepanjang telah tunduk dan memenuhi ketentuan hukum yang ada.
Baik BAZNAS dan BWI dalam ketentuannya mempunyai peran ganda,
sebagai pemain sekaligus sebagai wasit. Kedua peran terebut sebaiknya dipisah
demi profesionalitas dan objektifitas peran. BAZNAS dan BWI yang selama ini
sudah berjalan dapat dibiarkan menjadi Amil dan Nazhier dan peran regulator
dan pengawas idealnya diambil oleh lembaga lain. Melihat besarnya potensi dana
kelolaan Zakat dan Wakaf yang memberi kontribusi signifikan dalam
perekonomian maka bila ingin menguatkan integrasi Islam dalam sistim
kenegaraan selayaknya instrumen pajak dan filantropi Islam tersebut diposisikan
sebagai tulang punggung ekonomi kedua (second backbone) perekonomian setelah
pajak. Untuk itu diperlukan pengawas dan regulator setingkat Direktorat Jendral
atau Badan khusus, bukan setingkat Direktorat seperti yang selama ini
dipraktekkan. Dalam tupoksinya kedepan objek pengawasan dari pengawas atau
regulator yang dimaksud tidak hanya terbatas pada dana sosial Islam tapi juga
Lembaga Keuangan Syari’ah yang selama ini dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syari’ah yang pengangkatannya atas rekomendasi MUI. Keberadaan MUI yeng
memberi rekomendasi pengangkatan DPS dirasa kurang ideal (sekali lagi bila
ingin menguatkan integritas Islam dalam sistim kenegaraan) karena
kedudukannya sebagai Ormas.
Bila otoritas pengawasan dana sosial Islam diberikan pada Direktorat
Jendral maka Kementrian yang menaunginya adalah Kementrian Keuangan atau
Kementrian Agama. Disini pun sebetulnya akan menimbulkan peran ganda pada
Kementrian tersebut, karena Kementrian Keuangan sudah membawahi
37
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Direktorat Jendral Pajak yang menjadi regulator dan eksekutor pemungut pajak
sebagai tulang punggung ekonomi, menjadi tidak ideal bila diberi peran
tambahan sebagai regulator atau pengawas dana sosial Islam. Memberi peran
pengawasan dana sosial Islam pada Kementrian Agama pun dirasa tidak ideal
karena tugas utama Kementrian Agama adalah menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang agama untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syari’ah (KNEKS) sebenarnya
lembaga yang ideal untuk menjadi pengawas dan regulator dana sosial Islam dan
lembaga bisnis Syari’ah, semacam OJK Syari’ah. Dalam perannya dimasa yang
akan datang KNEKS juga mengambil alih peran Kementrian sebagai pengawa dan
regulator dana sosial Islam dan lembaga keuaangan Syari’ah. Untuk itu tentu
diperlukan perubahan atas berbagai ketentuan peraturan yang ada baik Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah yang saat ini berlaku.
Pembenahan manajemen pengeloaan Zakat dan Wakaf dirasa mendesak
mengingat rendahnya pengumpulan Zakat selama ini.

Tabel Penerimaan dan Penyaluran Zakat 2016 - 2019


REALISASI PENERIMAAN DAN PENYALURAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH
Lembaga 2016 2017 2018 2019
Baznas 111,690,914,428 153,542,103,405 206,374,175,575 296,234,308,349
Baznas Provinsi 192,609,000,494 448,171,189,258 552,209,167,922 583,919,722,674
Baznas Kab/Kota 3,311,745,042,024 3,426,689,437,619 3,171,701,720,388 3,539,980,546,674
LAZ 1,401,248,170,005 2,195,968,539,189 3,634,332,619,382 3,728,843,985,109
OPZ Dalam Pembinaan - - 552,980,000,000 2,078,865,243,749
Jumlah 5,017,293,126,951 6,224,371,269,471 8,117,597,683,267 10,227,843,806,555
Pesentase GDP 0.04% 0.05% 0.05% 0.06%
Penyaluran 58.42% 78.08% 83,77% 84.95%
Sumber : BAZNAS

38
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Data diatas memperlihatkan Zakat, Infaq dan Sedekah yang berhasil


dihimpun oleh Baznas, Baznas Provinsi, Baznas Kabupaten / Kota dan LAZ hanya
0.05% dari GDP atas dasar harga berlaku. Persentase tersebut jauh dibawah
potensi yang menurut Monzer Kahf berkisar 1,8% - 4,34% GDP atau Rp. 285
Trilyun – Rp. 687 Trilyun berdasarkan GDP 2019. Menarik apa yang disampaikan
Aris Puji Purwatiningsih & Muchlis Yahya bahwa rendahnya pengumpulan Zakat
di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor : Belum adanya peraturan
pemerintah yang mewajibkan zakat kepada seluruh warga negara Muslim yang
memiliki harta yang telah mencapai nisab. Kedua, masyarakat lebih senang
membayar zakat secara langsung kepada orang yang dikenal yang dianggap
Mustahik daripada kepada lembaga zakat formal yang ada. Ketiga, Kurangnya
kepercayaan Muzakki terhadap lembaga zakat formal. Keempat, gaya hidup
hedonis dan materialis masyrakat juga berkontrbusi dalam rendahnya
pengumpulan Zakat di Indonesia. Permasalahan penyebab tidak optimalnya
penyaluran zakat adalah kurang optimalnya kerjasama antara lembaga zakat
milik pemerintah dan swasta dan keterbatasan data mustahik yang kadang
tumpang tindih dan berbeda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Berdasarakan faktor-faktor tersebut hal yang paling realistik yang dapat
dilakukan untuk optimalisasi pengelolaan ZIS di Indonesia adalah meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola Zakat, memberi reward bagi
masyarakat yang membayar Zakat, menertibkan LAZ yang tidak berizin serta
keterpaduan data Mustahik demi optimalisasi penyaluran yang produktif.
Secara umum bentuk Wakaf yang diberikan Wakif kebanyakan berupa
lahan utuk TPU, Masjid dan lembaga pendidikan. Wakaf uang dirasa masih
belum populer di Indonesia, bentuk Wakaf uang sendiri baru diperkenalkan oleh
MA. Mannan pada tahun 1960 an dan menurut BWI realisasi Wakaf uang
terkumpul 2011-2018 hanya Rp. 255 Milyar dari potensinya sebesar Rp. 180
39
Positioning Dana Sosial Islam Pada Lingkup Negara Dan Masyarakat Indonesia

Trilyun21. Melihat timpangnya penerimaan Zakat dan Wakaf dengan besarnya


potensi dan manfaatnya dalam pemerataan dan pengembangan ekonomi maka
sudah saatnya ada pembenahan yang holistik demi kemaslahatan yang lebih
besar.

21
https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/03/12/202749458101924-wakaf-uang-dari-oleh-dan-untuk-
masyarakat

40

Anda mungkin juga menyukai