Anda di halaman 1dari 3

Nama / NIM : Ahmad Arifuddin / 19823198

Tanggal : Senin, 01 April 2024

1. Analisi Program Petani Milenial dan Kaitannya dengan System of Technology


Program Petani Milenial merupakan program yang digagas oleh mantan Gubernur Jawa
Barat Ridwan Kamil yang bertujuan sebagai upaya pemulihan perokonomian Masyarakat di
bidang pertanian, menumbuhkan semangat kewirausahaan pertanian, untuk meingkatkan
produksi pangan, hortikultura dan peternakan, dan menanggulangi pengangguran dan
pencipataan lapangan kerja. Menurutnya, Ekonomi yang tangguh itu didasari oleh Kesehatan
yang kuat, ketahanan pangan, dan digitalisasi. Program Petani Milenial merupakan jawaban
dari dua dari tiga aspek tersebut, yaitu ketahanan pangan dan digitalasi.
Pada dasarnya program Petani Milenial adalah program pengembangan wirausaha tani
yang melibatkan petani-petani muda dengan rentang usia 19 sampai 39 tahun di bidang
pertanian, peternakan, perikanan, Perkebunan, dan kehutanan serta pemangku kepentingan lain
agar terciptannya ekosistem pertanian yang mandiri, maju dan berkelanjutan. Fasilitas yang
diterima oleh peserta program ini beragam menyesuaikan dengan kebutuhannya masing-
masing. Namun, setiap peserta diberika akses pelatihan, pemagangan, pemberian akses pasar,
akses teknologi, akses kelembagaan dan akses sarana prasarana.

2. Ulasan dan Keberhasilan dan Kegagalan Program Petani Milenial


Keberhasilan Program Petani Milenial tergolong cukup tinggi, karena setelah dua tahun
program ini berjalan, semakin banyak peserta yang turut serta dalam program ini. Hal tersebut
terlihat saat dibukanya pendaftaraan Petani Milenial 2023, tercatat 8.329 peserta yang
mengajukan diri untuk menjadi bagian dari Petani Milenial. Ciri individu petani milenial
meliputi umur, Pendidikan formal, luas lahan Garapan dan pengalaman berusahatani. Kondisi
individu petani milenal secara keseluruhan berada pada kategori tinggi, terutama di Pendidikan
formal dan pengalaman berusahatani. Hanya saja pada luas lahan Garapan yang dikelola oleh
para petani rendah yang hanya sekitar 0,7 hektar.
Pemilihan usia peserta program petani milenial sangatlah tepat dimana mereka berada
rentang umur produktif sehingga dapat terlibat secara aktif dalam melakukan kegiatan
usahatani dari hulu sampai hilir. Pada usia mereka yang relative produktif juga aktif dalam
bekerja dan banyak mencari peluang atau informasi yang menguntungkan bagi kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan dan pencarian prestise diri.
Capaian Pendidikan formal yang tinggi peserta program ini juga membantu keberhasilan dari
program ini. Terdapat 95,2% peserta merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas sehingga
mereka memiliki pengetahuan yang relative baik dalam mengelola usahatani. Tingginya
Pendidikan mampu mengurangi kekhawatiran akan kurang responnya petani dalam mengatasi
tuntutan pasar tehadap usahatani, karena mereka mampu berpikir secara rasional dan
berwawasan luas sehingga mampu memproduksi dan menjaga kualitas produknya yang sesuai
permintaan pasar, mampu melihat peluang pasar, dan mencoba inovasi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Setelah mengikuti program ini, peserta memiliki kompetensi teknis dan kompetensi
manajerial yang cukup baik. Namun, perlu peningkatan dalam Kompetensi Sosial. Kompetensi
merupakan kemampuan dasar yang diperlukan dalam menjalankan usaha, yang teridiri dari
kemampuan dalam pemilihan komoditas berdasarkan kalender tanam, permintaan pasar,
kesuburan lahan dan tipologi lahan. Tiga dari empat kondisi tersebut termasuk dalam kategori
tinnggi, hannya pemahaman tipologi saja yang termasuk dalam kategori rendah. Kompetensi
manajerial merupakan kemampuan merencakan dan mengontrol usaha agar berjalan dengan
lancar yang terdiri dari kemampuan mengelola usaha, mengelola jejaring kemitraan, mengelola
sumberdaya, dan mengelola konflik. Tiga dari empat kondisi tersebut termasuk dalam kategori
tinggi, hanya kemampuan mengelola konflik saja yang termasuk dalam kategori rendah.
Kompetensi social merupakan kemampuan melibatkan diri dalam kegiatan Masyarakat dalam
hal pendidikan, ekonomi, organisasi dan Pembangunan pertanian. Tiga dari empat kondisi
termasuk dalam kondisi rendah, hanya keterlibatan dalam pengembangan Masyarakat yang
termasuk dalam kategori tinggi.
Segala keberhasilan dari program ini belum tentu tanpa celah kegagalan. Batch pertama
program ini berjalan, banyak peserta yang kebingunga terhadap program yang sedang
dijalankan, mereka menyatakan banyaknya misinformasi dan selalu ada informasi-informasi
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Contohnya seperti CV Minaqu Indonesia yang
sebagai offtaker /penyedia indukan tanaman sekaligus pihak yang menjual hasil panen dari
para peserta, tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam menyedikan indukan tanaman
sehingga peserta merugi waktu pemenenan. Begitu, hasil panen telah di dapat Cv Minaqu
Indonesia juga tidak dapat membayar hasil panen yang didapat sehingga peserta terjerat hutang
bank (KUR). CV Minaqu Indonesia beralasan bahwa mereka kesusahan menjual hasil panen
karena dampak dari perang Rusia-Ukraina.

3. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Berkaitan Erat dengan Kondisi Sosiokultural dan
Gaya Hidup (Life style) manusia
Pengaruh pemanfaatan sumber daya hayati terhadap gaya hidup terlihat dalam beberapa
aspek. Masyarakat dengan gaya hidup modern cenderung lebih banyak memanfaatkan produk-
produk dari sumber daya hayati yang telah diolah atau dimodifikasi, sedangkan Masyarakat
dengan gaya hidup traditional cenderung memanfaatkan sumber daya hayati langsung dari
alam. Pengaruh lainnya seperti:
a. Pola konsumsi pangan dan ketersidaan pangan
Masyarakat dengan akses terbatas pada sumber daya hayati tertentu akan
mengembangkan pola makan yang berbeda dengan Masyarakat yang memiliki
akses berlimpah, contohnya: Masyakarat modern lebih mudah menemukan daging
olahan (nugget, sosis, dll) atau daging yang sudah dibekukan untnuk dikonsumsi
sehari-hari
b. Pengobatan tradisional pemanfaatan sumber daya hayati
Pengetahuan tentang pengunaan tumbuhan obat dan produk hayati untuk
pengobatan telah diturunkan dari generasi ke generasi membentuk praktik
pengobatan tradisional yang khas. Contohnya: Masyarakat modern lebih memilih
untuk memilih obat-obatan sintesis dari bahan kimia atau campuran produk hayati
dibanding menggunakan produk hayati murni (langsung dikonsumsi atau
diaplikasikan pada tubuh)

Anda mungkin juga menyukai