Anda di halaman 1dari 2

KISAH SANSIWAH

Syahdan. Tersebutlah kisah seorang ahli maksiat bernama Sansiwah. Dia dikenal sebagai seorang penjudi
dan pemabok kelas kakap. Meskipun orang Bakumpai mudah diislamkan semuanya, namun budaya judi
dan minum tuak/anding tidak bisa hilang dalam sekejap, bahkan budaya itu bertahan sampai ratusan
tahun. Tak terkecuali di Muara Tuhup yang dalam bahasa verbal dikenal dengan Tumbang Tohop/ Lebo
Tohop. Sampai decade 1980an masih kentara sekali. Area pekuburan di belakang kampung dari hilir ke
hulu adalah arena judi. Dari judi dadu putar, dadu gurak sampai sabung ayam. Sampai melekat cerita
khotbah Jumat dimana khatib berkhotbah; wahai kaum muslimin rahimakumullah. Ketahuilah bahwa
hari Jumat adalah hari yang berbahaya. Mendadak kaum penjudi di area pekuburan belakang masjid
break dan datang ke masjid untuk berlindung dari bahaya. Jumatan selesai, judi kembali lanjut. Bahkan
sampai awal tahun 2000an penyakit masyarakat itu masih lekat menyatu pada setiap acara adat seperti
Deder, Batoping, Badewa dan Manyanggar Lebo. Sampai kemudian berangsur-angsur hilang digusur
oleh pendidikan.
Mendadak Sansiwah tersadar, dia ingin berjumpa dengan Tuhan, tujuannya ingin menanyakan di
neraka tingkat berapa nanti dia akan ditempatkan. Lalu dia berhenti sebentar dari maksiatnya dua-tiga
hari, membersihkan diri sebagai persiapan menemui Tuhan. Teman-teman judinya heran dan takjup
juga dengan perubahan tiba-tiba pada diri Sansiwah. Beberapa mendoakan; Ya, semoga ketemu dengan
Tuhan ya?.
Maka berangkatlah Sansiwah, membawa rambat rotan berisi beberapa stel pakaian dan uang ringgit.
Dekat ujung kampung bertemu dengan seorang Ahli Ibadah yang sangat tekun sembahyang dan mengaji,
berpakaian jubah dan berkopiah putih, berjenggot tentunya. Mungkin juga ada tanda tiga bulatan hitam
di jidatnya saking tekunnya beribadah. Biasanya begitu. Terhadap para pelaku maksiat, si Ahli Ibadah
merasa jijik dan murka. Sudah bosan dia berkhotbah mengancam mereka dengan neraka dan azab
berlipat-lipat. Namun para pelaku maksiat itu tahan betul. Walaupun khotbah si Ahli Ibadah sangat
keras terhadap pelaku maksiat, tapi para pelaku maksiat dan semua warga kampung tetap segan dan
hormat kepada si Ahli Ibadah. Mereka selalu menyapa dengan ramah dan berpinggir diri memberi jalan
bila berpapasan dengan si Ahli Ibadah. Meskipun si Ahli Ibadah jarang bergaul dengan warga, terutama
dengan para ahli maksiat
Boro-boro si Ahli Ibadah bertanya ; “Haw, hendak kemana kamu nah Sansiwah?”. “Hendak bertemu
Tuhan”, jawab Sansiwah sembari menyalami si Ahli Ibadah dengan sedikit menunduk, segan dan
hormat. Mendengar jawaban Sansiwah, si Ahli Ibadah mengakak tertawa, lalu katanya ;”Bisakah saya
titip pesan kepada Tuhan, Sansiwah?”. “Oh,bisa, apa pesan sampean?” kata Sansiwah. “Tanyakan kepada
Tuhan, di sorga tingkat berapa nanti saya tinggal, itu saja”, kata Ahli Ibadah. “Oh, inggih, inggih, akan
ulun sampaikan”, kata Sansiwah. Sansiwah melanjutkan perjalanan dengan semangat, ia betul-betul
yakin dengan tujuannya bertemu Tuhan.
Singkat cerita, entah dimana, bertemulah Sansiwah dengan Tuhan. Pertemuan yang maha indah dan
berkesan tak bisa dilukiskan. Maka setelah saling menyampaikan kesaksian diri, Sansiwah
memperkenalkan nama, ya Aku tahu engkau. Saya ahli maksiat, ya Aku tahu kelakuanmu, jawab Tuhan.
Lalu Sansiwah menanyakan tempat tinggalnya di akhirat, di neraka tingkat berapa? Dengan tegas Tuhan
menjawab(berfirman) dengan Kalam; “Engkau nanti di sorga wahai Sansiwah”. Sansiwah merasa girang,
ia pun bersyukur kepada Tuhan, sungguh tidak menyangka ia. Lalu Sansiwah menyampaikan pesan Ahli
Ibadah, katanya ;”Ada pesan dari Anu…”. Ya, Aku tahu namanya, jawab Tuhan. Dia Ahli Ibadah,
Tuhanku, kata Sansiwah. Ya, Aku tahu tentangnya, jawab Tuhan. “Dia ingin tahu, sorga tingkat berapa
nanti dia tinggal”. DIA DI NERAKA..Demikian firman Tuhan. Sansiwah bergetar dan terdiam, lalu
permisi pulang.
Syahdan. Sansiwah tiba kembali ke kampung. Beberapa teman-temannya menyapa dengan ramah. Kabar
kepergian Sansiwah menemui Tuhan ternyata tersebar di kampung. Beberapa temannya menanyakan.
Dijawabnya singkat; Ya, bertemu. Bagaimana pertemuannya?. Menakjubkan. Tak bisa dilukiskan dengan
kata-kata, jawabnya pula. Maka datanglah si Ahli Ibadah dengan bersemangat dan penuh harap. Si Ahli
Ibadah mendengar dari beberapa orang, bahwa Sansiwah berhasil bertemu Tuhan. Di kedalaman
hatinya terasa agak panas. Sansiwah yang hanya seorang Ahli Maksiat bisa-bisanya bertemu dengan
Tuhan. Ia yang Tukang Ibadah tidak. Tapi dengan berusaha menunjukkan mimic biasa, ia
bertanya;”Bagaimana? Apa kata Tuhan? Di neraka ke berapa kamu?. Kata Tuhan aku di sorga, jawab
Sansiwah sambil tersenyum berseri. Lalu, disorga tingkat berapa aku? Tanya si Ahli Ibadah pula. Waduh,
bagaimana ya, tidak sampai hati ulun menyampaikan”, jawab Sansiwah. “Katakan saja, kenapa tidak?
Kata Ahli Ibadah mendesak. “Anu,,enggg, kata Tuhan, sampean di neraka.”, kata Sansiwah akhirnya. Si
Ahli Ibadah melongak tidak percaya, apa..!??. Sampean di neraka, Sansiwah mengulangi. Si Ahli Ibadah
sangit, lalu berbalik pulang merasa murka. Di rumah ia duduk menahan panas hati dan murka. Akhirnya
ia memutuskan, ia berhenti tak mau lagi beribadah. Sedikit demi sedikit ia pun ikut-ikutan melakukan
perbuatan maksiat, berjudi dan minum tuak. Warga terkejut dengan perubahan perbuatannya, beberapa
warga berusaha mengingatkan ia agar sadar dan kembali beribadah, tapi tak digubrisnya. Bahkan
beberapa penjudi dan pemabok yang dulu dibencinya ikut menasehatinya pula, namun didampratnya.
Sedangkan si Sansiwah yang dulu dikenal sebagai Ahli Maksiat kelas kakap, kini menjalani hidup sebagai
orang salih. Walau demikian, dia tetap menjalin silaturahmi dengan teman minum teman judinya
dahulu. Dan berkenan hadir melihat kegiatan mereka berjudi. Sedikitpun dia tidak merasa asing, karena
memang pernah tinggal di dunia hitam itu. Jauh di lubuk batin, dia beristigfar untuk teman-temannya
dan memohon keinsyafan kepada Tuhan bagi mereka. Alhasil beberapa temannya sadar dan kembali ke
jalan yang benar, paling tidak sempat bertobat ketika ajal mendekat. Dan bila ada temannya yang tidak
hadir di tempat maksiat, maka Sansiwah menanyakan kabarnya. Ketika tahu temannya sakit, dia datang
menjenguk. Dan temannya senang dijenguk olehnya. Dia menghibur temannya agar bersabar, karena
sakit itu penghapus dosa. Dan dianjurkannya banyak-banyak berzikir. Hiburannya itu memberikan
kekuatan kepada temannya untuk sehat dan kembali segar bahkan sadar dan ke jalan yang benar. Dan
akan halnya si mantan Ahli Ibadah, Sansiwah berupaya ingin menyadarkannya juga. Namun dia sulit
didekati, karena boro-boro mau didekati, dia sudah mengamuk dengan wajah sangar. Akhir hidupnya
tragis. Saat pulang malam dalam keadaan mabok, dia terjatuh dari jembatan dan diringkus oleh malaikat
maut tanpa sempat berkutik.

Anda mungkin juga menyukai