Anda di halaman 1dari 3

Bahaya Menuruti Hawa Nafsu

TERSEBUTLAH kisah dua lelaki saudara kandung yang lahir di dalam keluarga yang taat
beragama. Namun perilaku dua orang ini berbeda hingga akhir hidup mereka juga berbeda.

Si Abang sejak kecil dikenal baik, alim dan ahli ibadah. Ia tidak suka menyakiti orang lain. Tidak
suka hura-hura. Tak pernah mau menyentuh gelas minuman keras apalagi menengaknya nya.
Waktu mudanya banyak dihabiskan di masjid. Ia juga tidak suka bergaul dengan wanita yang
bukan mahramnya.

Pernah ia dirayu seorang gadis cantik yang masih sepupunya, namun ia teguh dalam
keimanannya. Karena amal perbuatannya yang baik dan akhlaknya ia dicintai oleh keluarga dan
masyarakat.

Si Adik sangat berbeda dengan kakaknya. Sejak kecil ia dikenal nakal. Ketika remaja sudah biasa
masuk tempat maksiat. Rumah bordil adalah tempat biasa ia mangkal. Hampir tiap hari ia mabuk
dan melakukan berbagai macam maksiat di rumah bordil miliknya itu.

Kadang-kadang ia juga ikut gerombolan perampok, untuk merampas harta orang lain. Saat
merampok ia bahkan terkadang juga melakukan pemerkosaan. Hampir segala jenis maksiat dan
perbuatan yang menjijikan telah ia lakukan untuk memuaskan hawa nafsunya.

Perbuatan jahatnya itu membuat dirinya dibenci oleh keluarga dan masyarakat. Suatu hari si
Abang yang alim dan ahli ibadah merenung. Tiba-tiba dengan halus sekali nafsunya berkata pada
dirinya.

Sejak kecil kau selalu berbuat kebaikan dan beribadah. Kau telah mendapat tempat di hati
masyarakat dan dikenal sebagai orang baik. Namun kau tidak pernah merasakan nikmatnya
hidup sedikitpun. Kenapa tidak sesekali kau datang ke tempat adikmu menghibur diri di rumah
bordilnya. Sekali saja. Setelah itu kau bisa tobat. Kau bisa membaca istighfar ribuan kali dalam
shalat tahujjud. Bukankah Allah itu Maha Pengampun ? Begitulah suara nafsunya.

Bujukan hawa nafsunya itu ternyata masuk dalam pikirannya. Setan pun dengan sangat halus
masuk melalui pori-pori dan aliran darah. Lalu si Abang berkata pada diri sendiri, Benar juga.
Kenapa aku tidak sesekali menghibur diri? Hidup cuma sekali. Nanti malam aku mau menari dan
bersenang-senang bersama wanita cantik di rumah bordil adikku. Setelah itu aku pulang dan
bertobat kepada Allah Swt. Dia Maha Pengasih lagi Maha Pengampun.

Bercucuran Air Mata


Sementara di rumah bordil, si Adik juga merenung. Ia merasa jenuh dengan hidup yang
dijalaninya. Nuraninya berkata, Sudah bertahun-tahun aku hidup bergelimang dosa. Bermacam
maksiat telah aku lakukan. Apakah aku akan hidup begini terus? Keluarga membenciku karena
perbuatanku. Juga masyarakat, mereka memusuhiku karena kejahatanku. Kenapa aku tidak
mencoba hidup baik-baik seperti kakak.

Selanjutnya hatinya berkata, Ah, bagaimanakah besok kalau aku telah mati. Bagaimana aku
mempertanggungjawabkan perbuatanku. Kalau begini terus kelak aku akan masuk neraka. Hidup
susah di akhirat sana. Sementara abangku akan hidup nikmat di surga. Tidak! Aku tidak boleh
hidup dalam lembah maksiat terus. Aku harus mencoba hidup di jalan yang lurus. Nanti malam
habis maghrib aku akan ke masjid tempat kakak beribadah. Aku mau tobat dan ikut shalat. Aku
mau kembali ke pangkuan Allah Swt. Aku mau beribadah sepanjang sisa hidupku. Semoga saja
Allah mau mengampuni dosa-dosaku yang telah lalu.

Dan benarlah. Ketika malam datang kedua saudara itu melakukan niatnya masing-masing. Usai
shalat maghrib, sang kakak kembali ke rumah, ganti pakaian dan bergegas menuju rumah bordil.
Adapun sang adik, telah pergi meninggalkan rumah bordil begitu mendengar suara azan
maghrib. Jalan yang diambil dua bersaudara itu tidak sama, sehingga keduanya tidak berjumpa di
tengah jalan.

Sampai di rumah bordil si Abang mencari adiknya. Namun tidak ada. Orang-orang yang ada di
rumah bordil tidak ada yang tahu ke mana adiknya itu pergi. Meskipun adiknya tidak ada ia tetap
melaksanakan niatnya. Nafsu telah menguasai akal pikirannya. Ia pun menuruti segala yang
diinginkan nafsunya di rumah bordil itu bersama para penari dan pelacur.

Di tempat lain, sang adik sampai di masjid tempat abangnya biasa ibadah. Ia sudah bertekad
bulat untuk tobat meninggalkan semua perbuatan buruknya. Ia mengambil air wudhu dan masuk
ke dalam masjid. Ia mencari-cari kakaknya, ternyata tidak ada.

Padahal biasanya kakaknya selalu beritikaf di masjid usai maghrib sampai isya. Ia bertanya pada
penjaga masjid, namun ia tidak tahu kemana perginya. Meskipun tidak ada kakaknya niatnya
telah bulat. Ia melakukan shalat dan beristighfar sebanyak-banyaknya dengan mata bercucuran
air mata.

Jangan Turuti Hawa Nafsu

Tiba-tiba bumi tergoncang dengan hebatnya. Terdengar suara hiruk pikuk dari oeang-orang
berteriak. Awas ada gempa ! Ada gempa ! teriak orang-orang di jalan. Orang-orang panik
keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri. Takut kalau-kalau rumah mereka runtuh.
Si Adik yang sedang larut dalam kenikmatan tobatnya tidak beranjak dari dalam masjid. Ia tidak
merasakan ada gempa. Demikian juga sang kakak yang saat itu sedang terlena di rumah bordil.
Ia sama sekali tidak merasakan gempa. Goncangan gempa malam itu cukup keras. Beberapa
bangunan rubuh. Termasuk masjid dan rumah bordil.

Keesokan harinya si Abang ditemukan tewas di antara reruntuhan rumah bordil di samping
mayat seorang penari wanita dalam keadaan yang memalukan. Sedangkan si Adik juga
ditemukan tewas di antara reruntuhan masjid. Kedua tangannya mendekap sebuah mushaf di
dada.

Masyarakat yang tahu ihwal kedua abang beradik itu meneteskan air mata. Mereka tidak habis
pikir, orang yang selama ini dikenal ahli ibadah kok bisa tewas dengan cara yang sedemikian
tragisnya.

Sedangkan adiknya yang selama ini dikenal ahli maksiat kok bisa husnul khatimah. Dengan
peristiwa itu orang-orang diberi pelajaran yang sangat berharga. Sesungguhnya kematian bisa
datang kapan saja. Hanya Allah yang tahu.

Maka jangan sekali-kali iseng menuruti hawa nafsu. Siapa tahu saat sedang menuruti hawa nafsu
itulah maut menjemput. Naudzubillahi min dzalik. Mahfumnya niat baik harus selalu dijaga,
agar Allah Swt menganugerahkan akhir hidup yang indah. Akhir hidup yang diridhai-Nya.

Anda mungkin juga menyukai