Anda di halaman 1dari 21

FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI
KETERAMPILAN BERPIKIR KOMPUTASI DAN
KREATIF

Akhmad Gunawan 21050524044


Irfan Bustanul Coiri 21050524056
Ferdi Dwi Cahya 21050524061

UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
TEKNIK MESIN
202
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETERAMPILAN BERPIKIR KOMPUTASI DAN KREATIF
PADA SISWA

Diajukan kepada Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya untuk


Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Vokasi

Akhmad Gunawan 21050524056


Irfan Bustanul Coiri 21050524056
Ferdi Dwi Cahya 21050524061

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN VOKASI
2021

ii
66
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Berpikir Komputasi

Komputer dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Namun, sebelum


masalah dapat diatasi, diperlukan pemahaman terhadap masalah itu sendiri dan
cara penyelesaiannya. Berpikir komputasi memungkinkan untuk mengambil
masalah yang kompleks, memahami apa itu dan mengembangkan solusi yang
memungkinkan. Menurut Wing (2006), berpikir komputasi adalah keterampilan
universal dalam hidup dan tidak hanya dibutuhkan oleh programmer. Setiap orang
harus memiliki sikap positif dalam memahami dan menggunakan keterampilan ini
dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan dan keterbatasan berpikir komputasi
didasarkan pada pemrosesan komputasi, terlepas dari apakah pikiran orang atau
komputer yang digunakan untuk memproses masalah. Pada tahap pembelajaran
awal, anak-anak seharusnya tidak hanya dilatih dalam kemampuan calistung
(membaca, menulis, dan berhitung), tetapi juga harus diajarkan bagaimana
menerapkan berpikir komputasi ke dalam praktik dan bagaimana melakukan
analisis logis. Berpikir komputasi melibatkan lima proses kognitif dengan tujuan
menyelesaikan masalah secara efisien dan kreatif yaitu: (1) problem reformulation
yaitu mengubah bentuk permasalahan menjadi sesuatu yang dapat dipecahkan dan
familiar; (2) recursion adalah membangun sebuah sistem yang berkelanjutan
sesuai informasi sebelumnya; (3) problem decomposition digunakan untuk
menyederhanakan dan memecah masalah ke beberapa bagian; (4) abstraction
ialah memodelkan aspek inti dari masalah atau sistem; (5) systematic testing yaitu
melakukan kegiatan tertentu untuk menghasilkan solusi.
Wing (2008) lebih lanjut mendefinisikan berpikir komputasi sebagai: (1)
sebuah konseptualisasi daripada proses pengembangan bahasa pemrograman.
Oleh karena itu, para siswa diminta untuk menerapkan berbagai lapisan berpikir
abstrak. Berpikir komputasi tidak terbatas untuk menggunakan komputer untuk

15
belajar; (2) proses logis daripada perilaku berulang dari operasi manual. Oleh
karena itu, orang dapat lebih fleksibel dalam menggunakan keahlian mereka
sendiri melalui berpikir komputasi; (3) cara berpikir manusia, bukan mode
perhitungan komputer. Dengan kata lain, berpikir komputasi adalah cara untuk
memecahkan masalah manusia, tidak hanya menyalin mode berpikir komputer,
karena manusia lebih pintar dan lebih imajinatif daripada komputer; (4) kombinasi
pemikiran matematika dan pemikiran teknik untuk memperluas fondasi
matematika; (5) produk pemikiran yang menyelesaikan, yang membantu
memecahkan masalah dalam hidup, mengelola perilaku kehidupan sehari-hari dan
keterampilan komunikasi dan interaksi dengan orang lain; dan (6) keterampilan
dasar dalam kehidupan sehari-hari, bukan filsafat abstrak.
Sementara itu, National Research Council (2010) mendefinisikan berpikir
komputasi meliputi lima elemen penting dan universal di seluruh domain: (1)
pengujian hipotesis, (2) manajemen data, (3) paralelisme, (4) abstraksi, dan ( 5)
debugging. Ketika memecahkan masalah kompleks dalam segala domain,
seseorang harus membuat dan menguji hipotesis secara sistematis untuk
memahami cara kerja sistem. Pemilihan parameter yang tepat untuk menguji
adalah penting karena tidak mungkin menguji semua parameter. Manajemen data
melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber, pemrosesan pola data, dan
merepresentasikan data dengan cara yang bermakna. Paralelisme mengacu pada
pemrosesan informasi secara simultan dari berbagai sumber atau dimensi.
Abstraksi berfokus pada pemodelan cara kerja masalah/sistem yang kompleks.
Debugging mengacu pada menemukan dan memperbaiki kesalahan setelah
membangun model tertentu.
Pada tahun 2011, Wing meninjau kembali topik berpikir komputasi dan
berpendapat bahwa berpikir komputasi adalah proses berpikir yang terlibat dalam
merumuskan masalah dan solusinya sehingga solusi diwakili dalam bentuk yang
dapat secara efektif dilakukan oleh agen pemrosesan informasi. Selain itu,
menurut Barr, Harrison, & Conery (2011) bahwa berpikir komputasi meliputi
abstraksi, reformulasi masalah, organisasi dan analisis data, otomatisasi, efisiensi,
dan generalisasi. Otomasi adalah membuat proses atau sistem beroperasi secara
17

otomatis; efisiensi berarti menciptakan solusi optimal; dan generalisasi adalah


penerapan strategi berpikir komputasi untuk memecahkan masalah baru.
Definisi lain dikemukakan oleh Brennan & Resnick (2012), kerangka kerja
berpikir komputasi dikembangkan dalam konteks menggunakan Scratch sebagai
perkakas yang mendukung berpikir komputasi. Menurutnya, berpikir komputasi
dibagi menjadi tiga bidang yaitu konsep, praktik, dan perspektif. Konsep berpikir
komputasi yaitu konsep yang biasa digunakan programmer, dibagi menjadi tujuh
yaitu: (1) sequences: instruksi bagi komputer untuk mengeksekusi perlakuan; (2)
loops: mengulang instruksi yang sama sebanyak jumlah tertentu; (3) parallelism:
persetujuan beberapa instruksi; (4) events: pemicu terjadinya tindakan tertentu
untuk menciptakan lingkungan yang interaktif; (5) conditionals: batasan dalam
pelaksanaan instruksi dan memungkinkan untuk hasil yang berbeda; (6)
operators: operasi string dan matematika; (7) data: penyimpanan data, penemuan
kembali, dan perbaruan data. Praktik berpikir komputasi meliputi: (1) being
incremental and iterative: proses berulang untuk merancang dan
mengimplementasikan solusi, langkah demi langkah; (2) testing and debugging:
proses coba dan salah untuk menguji dan memperbaiki kesalahan; (3) reuse and
remix: Membangun instruksi yang dapat digunakan kembali; membangun produk
baru pada pekerjaan lain; (4) abstraction and modularity: pemodelan sistem yang
kompleks dengan elemen dasar. Perspektif berpikir komputasi meliputi: (1)
Perspectives Expressing: Persepsi komputasi sebagai cara ekspresi dan pembuatan
baru; (2) Connecting: Persepsi komputasi sebagai cara berinteraksi dan bekerja
dengan orang lain; (3) Questioning: Mengajukan pertanyaan dan menggunakan
teknologi untuk memecahkan masalah kehidupan nyata.
Dalam berpikir komputasi, siswa menunjukkan kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah, memecahnya menjadi langkah-langkah yang dapat
dikelola, mengerjakan perincian atau pola penting, membentuk solusi yang
mungkin, dan menyajikan solusi ini dengan cara sedemikian rupa sehingga
komputer, manusia, atau keduanya dapat mengerti. Berpikir komputasi juga dapat
melibatkan penataan dan memanipulasi set data untuk mendukung proses solusi
(Fraillon dkk., 2019). Definisi ini mencakup identifikasi dan formulasi masalah,
proses pemecahan (dekomposisi), proses pengenalan pola dan pencocokan pola,
pembentukan solusi yang mungkin dengan beberapa proses seperti abstraksi,
evaluasi, dan debugging, serta pemikiran algoritmik dengan memberikan solusi.
Definisi ini mengulas banyak tentang struktur kognitif pemikiran komputasi, yang
mengandung cara berpikir terstruktur, konseptual, dan strategis dan memecahkan
masalah.
Selain definisi di atas, beberapa definisi lain juga telah dikemukakan oleh
para ahli. Rangkuman komponen berpikir komputasi dan penjelasannya dituliskan
di Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Berpikir Komputasi
Komponen Penjelasan Sumber
Berpikir
Komputasi
Abstraction Identifikasi dan penggalian informasi (V. Barr & Stephenson,
yang relevan untuk mendefinisikan 2011; Grover & Pea, 2013;
ide-ide utama Wing, 2006)
Algorithm Design Membuat serangkaian instruksi yang (V. Barr & Stephenson,
disusun untuk memecahkan masalah 2011; Grover & Pea, 2013)
yang sama atau untuk melakukan
tugas
Automation Memiliki komputer atau mesin (Forrest & Mitchell, 2016;
melakukan tugas yang berulang Kafai & Burke, 2013; Lu &
Fletcher, 2009)
Data Analysis Memahami data dengan menemukan (Atmatzidou & Demetriadis,
pola atau mengembangkan wawasan 2016; Basu dkk., 2017; César
dkk., 2017; Cox dkk., 2016;
Magana & Silva Coutinho,
2017; Park, 2017)
Data Collection Mengumpulkan data (D. Barr dkk., 2011; V. Barr
& Stephenson, 2011)
Data Menggambarkan dan mengatur data (Gynnild, 2014; Manson &
Representation dalam grafik, bagan, kata, atau Olsen, 2010; Stefan dkk.,
gambar yang sesuai 2015; Weintrop dkk., 2016)
Decomposition Memecah data, proses, atau masalah (Kilpeläinen, 2010)
menjadi bagian yang lebih kecil dan
dapat dikelola
Parallelization Pemrosesan tugas-tugas kecil secara (V. Barr & Stephenson,
simultan dari tugas yang lebih besar 2011)
untuk mencapai tujuan bersama
secara lebih efisien
Pattern Membuat model, aturan, prinsip, atau (ISTE & CSTA, 2011)
Generalization teori dari pola yang diamati untuk
menguji hasil yang diprediksi
Pattern Mengamati pola, tren, dan (V. Barr & Stephenson,
19

Komponen Penjelasan Sumber


Berpikir
Komputasi
Recognition keteraturan dalam data 2011; Grover & Pea, 2013;
Simulation Mengembangkan model untukWing, 2008b)
meniru proses dunia nyata
Transformation Konversi informasi pengumpulan (Wing, 2006)
Conditional logic Menemukan pola yang terkait antara (Grover & Pea, 2013)
berbagai peristiwa
Connection to Menemukan hubungan antar (CSTA, 2011)
other fields informasi
Visualization Konten visual lebih mudah dipahami (Atmatzidou & Demetriadis,
Debug & error Temukan kesalahan Anda sendiri2016, 2014)((Yadav dkk.,
detection dan perbaiki 2017)(Yadav dkk., 2017)
Efficiency & Menganalisis efisiensi hasil akhir (Grover & Pea, 2013)
performance untuk mencapai tujuan yang lebih
sempurna
Modeling Memecahkan masalah saat ini (V. Barr & Stephenson,
melalui arsitektur model atau 2011)
mengembangkan sistem baru
Problem solving Langkah terakhir dari pemikiran (Fong dkk., 2017; Yuliani
logis dkk., 2012)

Berdasarkan uraian tersebut, berpikir komputasi adalah proses penyelesaian


masalah yang mencakup karakteristik berikut: (1) merumuskan masalah dengan
cara yang memungkinkan manusia menggunakan komputer dan alat-alat lain
untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut; (2) secara logis mengatur dan
menganalisis data; (3) mewakili data melalui abstraksi seperti model dan simulasi;
(4) mengotomatiskan solusi melalui pemikiran algoritmik (serangkaian langkah
yang dipesan); (5) mengidentifikasi, menganalisis, dan mengimplementasikan
solusi yang mungkin dengan tujuan mencapai kombinasi langkah dan sumber
daya yang paling efisien dan efektif; (6) generalisasi dan transfer proses
penyelesaian masalah ini ke masalah yang lebih umum. Keterampilan ini
didukung dan ditingkatkan oleh sejumlah sikap yang merupakan dimensi penting
dari berpikir komputasi. Sikap ini meliputi: (1) keyakinan dalam berurusan
dengan kompleksitas; (2) ketekunan dalam bekerja dengan masalah sulit; (3)
toleransi terhadap ambiguitas; (4) kemampuan untuk menangani masalah terbuka;
(5) kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja dengan orang lain untuk
mencapai tujuan atau solusi bersama.
20

Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir komputasi menurut (Durak &


Saritepeci, 2018) adalah gaya berpikir, kemampuan akademik dalam matematika,
sikap terhadap matematika, tingkat pendidikan, kemampuan akademik dalam
teknologi informasi, sikap terhadap teknologi informasi, gender, pengalaman
menggunakan teknologi informasi, durasi penggunaan internet setiap hari, dan
sikap terhadap sains. Dari faktor-faktor prediktor tersebut, variabel yang paling
efektif dalam memprediksi berpikir komputasi adalah gaya berpikir. Selain itu,
faktor yang mempengaruhi berpikir komputasi adalah efikasi diri (Kukul &
Karataş, 2019) dan kemampuan visuospasial (Città dkk., 2019).

2. Berpikir Kreatif

Keterampilan berpikir kreatif telah menjadi prioritas di abad ke-21 yang


ditandai dengan ledakan pengetahuan dan teknologi di semua bidang. Dalam
lingkungan ini, seseorang menghadapi tantangan yang membutuhkan solusi baru
dan unik. Oleh karena itu, lembaga pendidikan diharuskan mempersiapkan siswa
untuk menghadapi tantangan secara kreatif yang mencerminkan secara positif
individu dan masyarakat. Berpikir kreatif dikaitkan dengan menghasilkan
perubahan. Dengan demikian, siswa perlu disadarkan bahwa perubahan
berkelanjutan sangat penting dalam masyarakat dan mereka perlu diajarkan untuk
menghadapi perubahan dengan menggunakan pola berpikir yang berbeda.
Berpikir kreatif dikenal menghasilkan ide, solusi, konsep dan teori yang ditandai
dengan keunikan dan orisinalitas (Soh, 2015; Wang, 2019).
Berpikir kreatif dihasilkan dari sintesis, sintesis ulang, dan perumusan ide.
Hasil berpikir kreatif yaitu ide-ide baru belum pernah dihasilkan oleh orang lain
sebelumnya (Jhon, 2017). (Romero dkk., 2017) menekankan pentingnya
mengajarkan kepada siswa bagaimana berpikir dengan benar dan membawa
pemikiran ke level yang lebih tinggi dan lebih dalam. Tanpa ini, siswa tidak dapat
menghasilkan ide-ide baru atau menghadapinya. Literatur yang relevan
mengungkapkan bahwa berpikir kreatif adalah sesuatu yang dapat diajarkan dan
oleh karena itu individu dapat belajar untuk mempraktikkannya secara spontan
dan sadar (Vally dkk., 2019).
21

Ada beberapa kendala yang menghambat berpikir kreatif. Di antaranya


adalah hambatan pribadi seperti kepercayaan diri yang buruk dan perasaan tidak
berdaya. Ada juga hambatan tidak langsung yang berhubungan dengan aspek
sosial atau budaya seperti menolak perubahan. Hambatan lain yang ada dalam
proses pendidikan, misalnya, menempatkan penekanan pada hafalan belajar untuk
mengabaikan praktik proses berpikir kreatif.
Eberle (1996) mengemukakan bahwa seorang guru harus meningkatkan
kreativitas siswa dengan mendorong mereka untuk berpikir kreatif. Di antara
tujuan signifikan dari pendidikan kreativitas adalah meningkatkan pengaruh
kreatif, mengajarkan sikap kreatif, mempromosikan keterampilan kreatif dan
mengajarkan teknik berpikir kreatif. Lingkungan yang kreatif menjadi prasyarat
untuk berpikir kreatif dan aktivasi mental (Davis & Rimm, 2001).
Colangelo dan Davis (2011) mengidentifikasi beberapa tujuan pendidikan
kreativitas dan pelatihan. Salah satunya adalah meningkatkan kesadaran akan
kreativitas dan situasi kreatif, yang membantu siswa untuk mendapatkan sikap
positif terhadap ide-ide kreatif. Tujuan lain adalah kesadaran siswa akan
kreativitas mereka, keterlibatan dalam kegiatan kreatif, dan kesadaran akan
hambatan yang menghambat pemikiran kreatif mereka dan menemukan cara
untuk mengatasinya. Pendidikan kreatif juga harus mendorong imajinasi,
pertanyaan, dan semangat humor dan petualangan. Siswa harus mempraktikkan
keterampilan kreatif melalui brainstorming, pertanyaan terbuka yang mendorong
pemikiran kreatif. Mereka juga perlu berpartisipasi dalam kegiatan kreatif seperti
melukis dan menulis kreatif.
Kreativitas adalah kompetensi utama yang memungkinkan kompetensi untuk
berhasil dalam dunia yang semakin kompleks (Dede & Hall, 2010; Voogt &
Roblin, 2012). Kreativitas adalah proses yang berhubungan dengan konteks di
mana solusi dikembangkan secara individual atau kolaboratif dan dianggap
sebagai orisinal, bernilai, dan berguna oleh kelompok referensi (McGuinness &
O’Hare, 2012). Kreativitas juga dipertimbangkan di bawah prinsip kekikiran, yang
terjadi ketika seseorang lebih suka pengembangan solusi menggunakan sumber
daya sesedikit mungkin. Dalam Informatika, kreatifitas telah digambarkan sebagai
22

representasi atau desain yang membutuhkan sumber daya lebih sedikit (Hoffman
& Moncet, 2008).
Pentingnya atau kegunaan ide atau tindakan yang dianggap kreatif
digarisbawahi oleh Franken (2007). Penulis ini menganggap kreativitas sebagai
"kecenderungan untuk menghasilkan atau mengenali ide, alternatif, atau
kemungkinan yang mungkin berguna dalam menyelesaikan masalah,
berkomunikasi dengan orang lain, dan menghibur diri kita sendiri dan orang lain".
Dalam pengertian ini, kreativitas tidak lagi dianggap sebagai terobosan misterius,
tetapi suatu proses yang terjadi dalam konteks tertentu yang dapat dipupuk baik
oleh orkestrasi aktivitas dan peningkatan kegiatan pendidikan kreatif (Birkinshaw
& Mol, 2006). Guru harus mengembangkan kapasitas siswa untuk
mengintegrasikan teknologi secara reflektif dan inovatif, mengembangkan
penggunaan teknologi secara kreatif, termasuk penggunaan pemrograman kreatif.
Berpikir kreatif adalah berpikir yang fleksibel, imajinatif, inovatif yang
memanfaatkan semua keterampilan dan pengalaman seseorang (Birkinshaw &
Mol, 2006), melibatkan semua indera seseorang, menggunakan berbagai
kecerdasan (Hadzigeorgiou dkk., 2012) dan menggunakan berbagai alat berpikir
utama (seperti memvisualisasikan, mencitrakan, mengabstraksikan, menskalakan,
memodelkan, dan menganalogkan (Root-Bernstein & Root-Bernstein, 2017)
untuk menghasilkan sesuatu yang baru (benda atau proses) dari sebuah nilai
(value). Berpikir kreatif bukanlah bakat bawaan melainkan proses yang
merupakan komponen integral dari kecerdasan manusia yang dapat dipraktikkan,
didorong dan dikembangkan dalam konteks apapun (Ritter & Mostert, 2017).
Berdasarkan Teori Generativitas Eipstein (Epstein dkk., 1990) telah
diidentifikasi empat kompetensi kognitif inti yang terlibat dalam berpikir kreatif:
(1) Broadening/ perluasan. Semakin beragam pengetahuan dan keterampilan,
semakin beragam dan menarik kemungkinan pola dan kombinasi baru yang
mungkin muncul. Untuk menjadi kreatif, seseorang harus memperluas
pengetahuan seseorang dengan memperoleh informasi dan keterampilan di luar
bidang studi dan keahliannya saat ini. (2) Challenging/ tantangan. Kebaruan
muncul dari situasi di mana strategi dan perilaku yang ada tidak efektif. Semakin
23

sulit tantangan, semakin besar kemungkinan solusi baru yang kreatif akan muncul.
(3) Surrounding/ sekitarnya. Paparan terhadap berbagai situasi dan stimulus yang
ambigu menciptakan lingkungan tempat strategi dan perilaku baru dapat muncul,
misal melihat hal-hal dengan cara baru, berinteraksi dengan orang-orang baru, dan
mempertimbangkan banyak representasi sensorik. (4) Capturing/ tangkapan.
Kebaruan terjadi setiap saat, tetapi sebagian besar terlewatkan tanpa disadari.
Kreativitas membutuhkan perhatian dan pencatatan kebaruan saat hal itu terjadi.
Dengan demikian, inti kompetensi kreatif Epstein adalah seperangkat
keterampilan yang dapat diterapkan secara universal sehingga setiap orang dapat
belajar dan menggunakannya, seperti halnya universalitas berpikir komputasional
yang diartikulasikan oleh Wing (Soh, 2015).
Ada dua cara berpikir kreatif: berpikir divergen dan berpikir konvergen
(Guilford, 1967). Berpikir divergen adalah kemampuan untuk menemukan banyak
solusi yang memungkinkan dengan mencari dari arah yang berbeda, sedangkan
berpikir konvergen adalah kemampuan untuk melihat ke segala arah untuk
menghasilkan solusi tunggal yang benar. Tes kreativitas yang paling sering
digunakan adalah tes penggunaan alternatif, yang dikembangkan oleh Guilford
pada tahun 1978 (Guilford, 1978). Tes ini mengukur kreativitas pada empat
tingkatan; fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Fluency adalah
kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide atau solusi masalah dalam
waktu singkat. Flexibility diartikan kemampuan untuk secara bersamaan
mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah tertentu. Originality adalah
kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan orisinal. Elaboration adalah
kemampuan untuk mensistematisasikan dan mengatur detail sebuah ide di kepala
dan melaksanakannya.
Faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif diantaranya adalah kepribadian
atau sering dikenal dengan Big Five Traits (Hoseinifar dkk., 2011) yang terdiri
dari: (1) Openness to Experience atau terbuka terhadap hal-hal baru; (2)
Conscientiousness atau sifat berhati-hati; (3) Extraversion atau kenyamanan
dalam berinteraksi dengan orang lain; (4) Agreeableness atau mudah bersepakat
dan menghindari konflik; (5) Neuroticism atau stabilitas emosional. Faktor
24

kepribadian keterbukaan terhadap pengalaman atau fleksibilitas (O) adalah


prediktor positif kreativitas. Imajinasi, estetika, kualitas emosi dan kegembiraan,
minat luas, keingintahuan, dan modernisasi dianggap sebagai simbol kreativitas
dan sub-set (O). Extraversion (E) yang terdiri dari sifat-sifat seperti kehangatan,
altruisme, kekompakan kelompok, keaktifan, hasrat, pencarian kegembiraan, dan
emosi positif membentuk hubungan positif yang signifikan dengan kreativitas
sehingga orang kreatif berarti mereka memiliki lebih banyak fitur dan kemampuan
untuk membangun hubungan sosial, kreativitas akan berkembang dari pada orang
yang tidak kreatif, sehingga dapat disimpulkan bahwa individu yang berorientasi
pada output, mencari cara untuk menemukan koneksi baru. Karakteristik seperti
efisiensi, disiplin, tugas, berusaha untuk maju, dan refleksi diri organisasi yang
disengaja (non-impulsif) faktor kepribadian hati nurani (C).
Menurut Colangelo dan Davis (2011), faktor-faktor yang meningkatkan
berpikir kreatif pada siswa antara lain motivasi, kesadaran, sikap dan praktik,
mengajar teknik berpikir kreatif yang efektif, dan melibatkan mereka dalam
kegiatan yang membutuhkan berpikir kreatif. Torrance (1987) percaya bahwa
mengajar berpikir kreatif dapat diimplementasikan dengan menggunakan strategi
brainstorming dalam pemecahan masalah dan imajinasi kreatif, serta program
berpikir kreatif atau program membaca yang memungkinkan untuk berlatih
keterampilan berpikir kreatif oleh siswa. Dia juga menegaskan pentingnya
memberikan suasana belajar yang nyaman dan motivasi yang diperlukan untuk
mengejar jenis pemikiran ini.
Data penelitian (Hoseinifar dkk., 2011) menunjukkan bahwa ada hubungan
positif yang signifikan antara kreativitas dan kualitas perjanjian (A). Karakteristik
operasi seperti kepercayaan dan pengampunan, kehangatan dan keintiman,
filantropi, kerendahan hati, dan terkait juga dengan mereka. Fitur ini dianggap
dalam masyarakat dan komunitas kami sebagai fitur ramah yang ideal untuk
individu. Hasil menarik lainnya dalam penelitian tersebut adalah bahwa kekuatan
prediksi negatif dan kesedihan mental yang signifikan (N) hadir. Fitur yang
menyusun unsur-unsur mental kesedihan adalah: kecemasan, depresi, rasa malu,
impulsif, emosi terbatas, paranoia dan kerentanan. Hal ini menunjukkan bahwa
25

seseorang yang kreatif secara mental seharusnya tidak terlalu melankolis. Ada
banyak penelitian antara kreativitas dan kesedihan mental yang telah dikutip
dalam hubungan ini alat psikometrik untuk mengukur fitur penting kreativitas
yang dapat menimbulkan hasil yang berbeda dalam kaitannya dengan karakteristik
psikologis dan perilaku subjek. Secara keseluruhan analisis regresi berganda untuk
memasukkan menyelidiki kreativitas yang diprediksi oleh Lima Besar faktor
kepribadian menunjukkan bahwa di antara lima faktor kepribadian, masing-
masing, dimensi keterbukaan terhadap pengalaman, extraversion, dan loyalitas.
6.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Bakat berpengaruh signifikan positif secara langsung terhadap prestasi


pemrograman siswa SMK.
2. Bakat berpengaruh tidak signifikan negatif secara tidak langsung terhadap
prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir komputasi siswa SMK.
3. Bakat berpengaruh tidak signifikan negatif secara tidak langsung terhadap
prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir kreatif siswa SMK.
4. Kepribadian berpengaruh tidak signifikan positif secara langsung terhadap
prestasi pemrograman siswa SMK.
5. Kepribadian berpengaruh signifikan negatif secara tidak langsung terhadap
prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir komputasi siswa SMK.
6. Kepribadian berpengaruh signifikan negatif secara tidak langsung terhadap
prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir kreatif siswa SMK.
7. Gaya Berpikir berpengaruh tidak signifikan negatif secara langsung terhadap
prestasi pemrograman siswa SMK.
8. Gaya Berpikir berpengaruh signifikan positif secara tidak langsung terhadap
prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir komputasi siswa SMK.
9. Gaya Berpikir berpengaruh tidak signifikan positif secara tidak langsung
terhadap prestasi pemrograman melalui keterampilan berpikir kreatif siswa
SMK
.
104
DAFTAR PUSTAKA

Al-Saffar, L. T. A. (2014). Learning styles of students at the Department of


Computer Science – University of Potsdam. IFIP Advances in Information
and Communication Technology, 444, 68–75. https://doi.org/10.1007/978-3-
662-45770-2_8

Atmatzidou, S., & Demetriadis, S. (2016). Advancing students’ computational


thinking skills through educational robotics: A study on age and gender
relevant differences. Robotics and Autonomous Systems, 75, 661–670.
https://doi.org/10.1016/j.robot.2015.10.008

Atmatzidou, S., & Demetriadis, S. (2014). How to Support Students ’


Computational Thinking Skills in Educational Robotics Activities.
Proceedings of 4th International Workshop Teaching Robotics, Teaching
with Robotics & 5th International Conference Robotics in Education, 43–50.

Barlow-Jones, G., & van der Westhuizen, D. (2017). Problem Solving as a


Predictor of Programming Performance. In J. Liebenberg & S. Gruner (Ed.),
ICT Education (hal. 209–216). Springer International Publishing.

Barr, D., Harrison, J., & Conery, L. (2011). Learn More Computational Thinking:
A Digital Age Skill for Everyone. ACM Inroads, 38(6), 20–23.
http://csta.acm.org.

Barr, V., & Stephenson, C. (2011). Bringing computational thinking to K-12:


what is Involved and what is the role of the computer science education
community? ACM Inroads,2. https://doi.org/10.1145/1929887.1929905

Basu, S., Biswas, G., & Kinnebrew, J. S. (2017). Learner Modeling for Adaptive
Scaffolding in a Computational Thinking-based Science Learning
Environment. User Modeling and User-Adapted Interaction, 27(1), 5–53.
https://doi.org/10.1007/s11257-017-9187-0

Bergin, S., & Reilly, R. (2005). Programming: Factors that influence success.
Proceedings of the Thirty-Sixth SIGCSE Technical Symposium on Computer
Science Education, SIGCSE 2005, 411–415.

Berry, R. (2008). Assessment for Learning. Hong Kong University Press.

Birkinshaw, J., & Mol, M. J. (2006). How Management Innovation Happens. M I


T Sloan Management Review, 47(4), 81–88.

Bishop-Clark, C. (1995). Cognitive style, personality, and computer


programming. Computers in Human Behavior, 11(2), 241–260.
https://doi.org/10.1016/0747-5632(94)00034-F

Brennan, K., & Resnick, M. (2012). New frameworks for studying and assessing
the development of computational thinking. In American Educational
Research Association (hal. 1–25).

105
106

Bubica, N., & Boljat, I. (2014). Predictors of Novices Programmers ’


Performance. ICERI2014 Conference, 1536–1545.
https://doi.org/10.13140/2.1.2287.1845

Çakiroğlu, Ü., Er, B., Uğur, N., & Aydoğdu, E. (2018). Exploring the Use of Self-
Regulation Strategies in Programming with Regard to Learning Styles.
International Journal of Computer Science Education in Schools, 2(2), 14.
https://doi.org/10.21585/ijcses.v2i2.29

César, E., Cortés, A., Espinosa, A., Margalef, T., Moure, J., Sikora (Morajko), A.,
& Suppi, R. (2017). Introducing computational thinking, parallel
programming and performance engineering in interdisciplinary studies.
Journal of Parallel and Distributed Computing.
https://doi.org/10.1016/j.jpdc.2016.12.027

Città, G., Gentile, M., Allegra, M., Arrigo, M., Conti, D., Ottaviano, S., Reale, F.,
& Sciortino, M. (2019). The effects of mental rotation on computational
thinking. Computers and Education, 141.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.103613

Costa Jr., P. T., & McCrae, R. R. (2008). The revised neo personality inventory
(neo-pi-r). In The SAGE handbook of personality theory and assessment:
Volume 2 — Personality measurement and testing (hal. 179–198). SAGE
Publications Ltd. https://doi.org/10.4135/9781849200479

Covacevich, C. (2014). How to select an instrument for assessing student learning


(Nomor December).

Cox, M., Angeli, C., Voogt, J., Fluck, Webb, M., Cox, Malyn-Smith, J., &
Zagami, J. (2016). A K-6 Computational Thinking Curriculum Framework:
Implications for Teacher Knowledge. Educational Technology & Society.

Cristobal, E., Flavián, C., & Guinalíu, M. (2007). Perceived e-service quality
(PeSQ): Measurement validation and effects on consumer satisfaction and
web site loyalty. Managing Service Quality, 17(3), 317–340.
https://doi.org/10.1108/09604520710744326

Dede, C., & Hall, L. (2010). Technological Supports for Acquiring 21 st Century
Skills International Encyclopedia of Education. In International
Encyclopedia of Education (hal. 1–23).
http://learningcenter.nsta.org/products/symposia_seminars/iste/files/Technol
ogical_Support_for_21stCentury_Encyclo_dede.pdf

Dehnadi, S. (2006). Testing programming aptitude. Annual Workshop of the


Psychology of Programming,September, 22–37.

Digital Promise. (2017). Computational thinking for a computational world.

Durak, H. Y., & Saritepeci, M. (2018). Analysis of the relation between


computational thinking skills and various variables with the structural
equation model. Computers and Education, 116, 191–202.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2017.09.004
107

Ebrahim Abd El Aziz Rady, H. (2016). Relationship between Academic Self-


Concept and Students’ Performance among School Age Children. American
Journal of Nursing Science, 5(6), 295.
https://doi.org/10.11648/j.ajns.20160506.19

Epstein, R., Runco, M. A., & Albert, R. S. (1990). Generativity Theory and
Creativity. In Theories of Creativity (hal. 116–140). Sage Publications.

Erdogan, Y., Aydin, E., & Kabaca, T. (2008). Exploring the psychological
predictors of programming achievement. Journal of Instructional
Psychology, 35, 264–271.

Felder, R. M., & Silverman, L. K. (1988). Learning and Teaching Styles in


Engineering Education. Engineering Education, 78(June), 674–681.
https://doi.org/10.1109/FIE.2008.4720326

Ferrea, D. J. (2013). Fostering the creative development of computer science


students in programming and interaction design. Procedia Computer Science,
18, 1446–1455. https://doi.org/10.1016/j.procs.2013.05.312

Fong, C. J., Kim, Y., Davis, C. W., Hoang, T., & Kim, Y. W. (2017). A meta-
analysis on critical thinking and community college student achievement.
Thinking Skills and Creativity, 26, 71–83.
https://doi.org/10.1016/J.TSC.2017.06.002

Forrest, S., & Mitchell, M. (2016). Adaptive Computation: The Multidisciplinary


Legacy of John H. Holland. Commun. ACM, 59(8), 58–63.
https://doi.org/10.1145/2964342

Fraillon, J., Ainley, J., Schulz, W., Duckworth, D., & Friedman, T. (2019). IEA
International Computer and Information Literacy Study 2018 Assessment
Framework. In IEA International Computer and Information Literacy Study
2018 Assessment Framework. https://doi.org/10.1007/978-3-030-19389-8

Franken, R. E. (2007). Human motivation. Thomson/Wadsworth.

Furnham, A., & Bachtiar, V. (2008). Personality and intelligence as predictors of


creativity. Personality and Individual Differences, 45(7), 613–617.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.paid.2008.06.023

García-Peñalvo, F., Reimann, D., Tuul, M., Rees, A., & Jormanainen, I. (2016).
An overview of the most relevant literature on coding and computational
thinking with emphasis on the relevant issues for teachers. TACCLE3
Consortium. https://doi.org/10.5281/zenodo.165123.

Goldberg, L. R. (1992). The development of markers for the Big-Five factor


structure.pdf. Psychological Assessment,4(1), 26–42.

Griggs, S. A. (1991). Learning Styles Counseling. Ann Arbor, MI: ERIC


Counseling and Personnel Services Clearinghouse, The University of
Michigan, 1–7. http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED341890.pdf
108

Grover, S., & Pea, R. (2013). Computational Thinking in K–12 A Review of the
State of the Field. Educational Researcher, 42, 38–43.
https://doi.org/10.3102/0013189X12463051

Guilford, J. P. (1967). Creativity: Yesterday, Today and Tomorrow. The Journal


of Creative Behavior, 1(1), 3–14. https://doi.org/10.1002/j.2162-
6057.1967.tb00002.x

Guilford, J. P. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education. In


McGraw-Hill Book Company. https://doi.org/10.1002/sce.3730410357

Gunbatar, M. S. (2018). Examination of Undergraduate and Associate Degree


Students’ Computer Programming Attitude and Self-Efficacy According to
Thinking Style, Gender and Experience. Contemporary Educational
Technology,9(4), 354–373. https://doi.org/10.30935/cet.471004

Gynnild, A. (2014). The Robot Eye Witness. Digital Journalism, 2, 334–343.


https://doi.org/10.1080/21670811.2014.883184

Hadzigeorgiou, Y., Fokiali, P., & Kabouropoulou, M. (2012). Thinking about


Creativity in Science Education. Creative Education, 3, 603–611.
https://doi.org/10.4236/ce.2012.35089

Hoffman, R., & Moncet, J.-L. (2008). All Data are Useful, but not All Data are
Used! What’S Going on Here? Geoscience and Remote Sensing Symposium,
2, II–1. https://doi.org/10.1109/IGARSS.2008.4778912

Hoseinifar, J., Siedkalan, M., Zirak, S. R., Nowrozi, M., Shaker, A., Meamar, E.,
& Ghaderi, E. (2011). An investigation of the relation between creativity and
five factors of personality in students. Procedia-Social and Behavioral
Sciences, 30, 0–000. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.10.394

Anda mungkin juga menyukai