Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN LOGISTIK MEDIS DAN NON-MEDIS


Logistics Activities Construction di Rumah Sakit
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Logistik Medis Dan Non-
Medis
Dosen Pengampu: Safari Hasan S.IP ., MMRS

Disusun Oleh:
Muhamad Sofian
Wahid NIM 10822026

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN
KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI
WIYATA KEDIRI 2024/2025

1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya ucapkan kehadirat ALLAH Swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dari contoh
referensi karya ilmiah tentang”mekanisme penginderaan” tidak lupa saya juga
mengucapkan terimakasih kepada pencipta karya ilmiah bermateri mekanisme
penginderaan jauh ini yang sangat membantu saya untuk menyusun tugas makalah
individu penganti Ujian Tengah Semester pada mata kuliah Manajemen Logistik
Medis dan Non-Medis. Sebagai referensi penyelesaian tugas makalah saya ini.
Tidak lupa saya juga mengucapkan terimakasih menyusun makalah ini yang
memenuhi syarat-syarat tertentu dari segi contoh jurnal yang resmi ataupun karya
ilmiah sehingga isi materi teorinya tidak perlu diragukan dan pastinya mahasiswa
diharapkan untuk bisa menelaah karya-karya ilmiah seseorang yang dapat diambil
makna lalu dikembangkan menggunakan bahasa sendiri. Dengan adanya tugas ini
kita bisa mengetahui teori-teori lebih dalam mengenai Manajemen Logistik Medis
dan Non-Medis secara rinci.
Sebagai penyusun ,saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
saya dengan rendah hati menerima saran dan kritikan dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini. Saya berharap makalah ini memberikan manfaat
dan inspirasi juga untuk pembaca walaupun makalah ini bukan semuanya isi
pemikiran saya sendiri tetapi ada yang saya tambah dan kurangi dari karya ilmiah
sesuai yang saya cantumkan dimakalah ini.

Kediri, 24 April 2024

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat (Aditama,
2003).
Manajemen bertujuan mengatur suatu bagian yang penting bagi rumah sakit
untuk membantu berjalanya suatu rumah sakit agar efektif dan efisien. Dimana
dalam rumah sakit pasti mempunyai gudang, dan didalam suatu gudang itu
dibutuhkan manajemen untuk mengelola dan mengatur kegiatan yang ada
didalamnya dan itu juga perlu di kendalikan. Manajemen farmasi yang ada pada
sebuah Rumah Sakit tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen logistik. Logistik
dijalankan berdasarkan suatu siklus logistik di Rumah Sakit dan ini harus teratur atau
tertata dengan rapi. siklus ini harus dijalankan dengan benar. Gudang rumah sakit
sendiri merupakan bagian kecil bagi rumah sakit, dan divisi yang terpisah dari
intalasi Farmasi, Dimana dipakai untuk memenuhi suatu kebutuhan. Gudang di
gunakan untuk melakukan proses pendistribusiaan obat serta alat kesehatan kepada
divisi Farmasi. Pada saat ini, permasalahan akan ketersediaan obat serta alat
kesehatan bukan menjadi kendala bagi staf gudang. Kontrol stok yang masih manual
dengan menggunakan aplikasi perkantoran, namun kendala terbesar adalah dalam
membuat laporan pembelian, penjualan dan barang masuk dan keluar yang biasanya
selesai dibuat lebih dari satu bulan sekali karenakan banyaknya jenis obat dan alat
keschatan yang ada di gudang. Tugas dari petugas gudang adalah (menerima,
mengelola, menyimpan, menghapus obat yang sudah tidak di gunakan, dan
mendistribusikan) serta peralata kesehatan yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit di kabupaten harus sesuai
petunjuk dari dinas kesehatan (Kemenkes RI, 2014 dalam Septriani et all, 2017).
Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-
macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, keadaan yang
dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah.
Penyelenggaraan logistik memberikan kegunaan (utility) waktu dan tempat.
Kegunaan tersebut merupakan aspek penting dari operasi perusahaan dan juga
pemerintah (Bowersox, 1995a) .
Kegiatan logistik melibatkan perencanaan, perancangan, penerapan dan
pengelolaan aliran material dalam rantai pasokan untuk mendukung fungsi- fungsi
seperti pengadaan, distribusi, manajemen inventaris, dan pengemasan. Aptel dan
Pourjalali (2001) mengemukakan bahwa aktivitas logistik di Rumah Sakit meliputi
pembelian, penerimaan, manajemen stok, manajemen sistem informasi, layanan
makanan, layanan transportasi dan perawatan di rumah.
Keberhasilan dalam mengelola logistik ditentukan oleh kegiatan dalam
manajemen fungsi logistik. Fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2003)
yaitu fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, fungsi

3
penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi penyimpanan, fungsi pemeliharaan, fungsi
penghapusan, fungsi pengendalian.
Menurut Landry dan Beaulieu (2002), logistik Rumah Sakit adalah serangkaian
kegiatan desain, perencanaan dan pelaksanaan yang memungkinkan pembelian,
pengelolaan inventaris dan pengisian kembali barang dan jasa seputar penyediaan
layanan medis kepada pasien. The French Association of Supply Chain and Logistics
(ASLOG) yang merupakan Asosiasi Rantai Pasokan dan Logistik Prancis
menyatakan bahwa, logistik Rumah Sakit melibatkan manajemen pasien, aliran
produk dan material serta informasi terkait untuk memastikan kualitas dan
keselamatan pasien.
Aktivitas logistik konstruksi di rumah sakit sesuai manajemen logistik medis dan
non medis adalah untuk memastikan ketersediaan barang-barang persediaan dan
material yang tinggi di rumah sakit. Manajemen logistik rumah sakit bertujuan untuk
mengelola logistik melalui fungsi seperti mengidentifikasi, merencanakan
pengadaan, pendistribusian alat hingga mengembangkan sistem pengelolaan logistik
yang efektif dan efisien. Pengadaan alat yang tepat dan berfungsi dengan baik akan
memperlancar kegiatan pelayanan pasien sehingga berdampak bagi kualitas layanan
di rumah sakit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan apa pengertian dari aktivitas logistic konstruksi di rumah sakit?
2. Bagaimana cara mengelola peralihan dan penyimpanan barang, suku cadang
dalam pemeliharaan sarana rumah sakit?
3. Bagaimana cara mengelola perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan bahan makanan?
4. Bagaimana cara mengelola kinerja dan efisiensi dalam konstruksi rumah sakit?

C. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan konsep dan ruang lingkup aktivitas logistik konstruksi di
rumah sakit, termasuk pemahaman tentang proses dan komponen yang terlibat dalam
manajemen logistik selama periode konstruksi.
2. Untuk mengetahui strategi dan metode yang efektif dalam mengelola peralihan
dan penyimpanan barang, suku cadang, dan perlengkapan selama tahap konstruksi
rumah sakit guna memastikan ketersediaan dan aksesibilitasnya.
3. Untuk memahami proses perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan
bahan makanan yang diperlukan untuk bahan makanan
4. Untuk mengidentifikasi praktik terbaik dalam mengelola kinerja dan efisiensi
dalam proses konstruksi rumah sakit, termasuk evaluasi dan pengoptimalan terhadap
proses logistik untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi potensi
penundaan atau kesalahan.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Logistics Activities Construction di Rumah Sakit
Aktivitas logistik konstruksi di rumah sakit merupakan serangkaian proses yang
mengatur perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian aliran material
dan informasi yang terkait dengan pembangunan, renovasi, atau perluasan fasilitas rumah
sakit. Pada dasarnya, aktivitas logistik ini bertujuan untuk memastikan kelancaran dan
ketersediaan berbagai bahan, peralatan medis, dan perlengkapan yang diperlukan selama
proses konstruksi, sekaligus meminimalkan gangguan terhadap operasional dan
pelayanan pasien. Secara khusus, aktivitas logistik konstruksi di rumah sakit mencakup
perencanaan transportasi material konstruksi, pengadaan dan distribusi peralatan medis,
pengelolaan limbah konstruksi, serta koordinasi antara berbagai pihak terkait termasuk
kontraktor, vendor, dan staf rumah sakit.
Dalam konteks rumah sakit, aktivitas logistik konstruksi memiliki tantangan yang
unik karena harus mempertimbangkan sensitivitas terhadap lingkungan klinis dan pasien
yang sedang dirawat. Koordinasi yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa
pengiriman material konstruksi tidak mengganggu operasional fasilitas medis, serta untuk
mengelola peralihan dan penyimpanan barang secara efisien. Selain itu, perencanaan yang
matang juga diperlukan untuk memastikan bahwa semua peralatan medis dan
perlengkapan yang diperlukan selama konstruksi tersedia tepat waktu dan dalam jumlah
yang memadai.
Selain itu, aspek keamanan dan kesehatan kerja juga menjadi fokus dalam
aktivitas logistik konstruksi di rumah sakit, mengingat lingkungan kerja yang berpotensi
berbahaya dan sensitivitas terhadap infeksi di lingkungan medis. Langkah-langkah
pencegahan yang tepat harus diambil untuk melindungi staf, pasien, dan pengunjung dari
risiko cedera atau penularan penyakit selama proses konstruksi.
Selain manajemen material dan peralatan, aspek logistik konstruksi di rumah
sakit juga melibatkan manajemen informasi yang efektif, termasuk pelaporan progres
konstruksi, inventarisasi peralatan, dan komunikasi antara semua pihak terkait. Dengan
demikian, aktivitas logistik konstruksi di rumah sakit menjadi bagian integral dari
keseluruhan proses pembangunan atau renovasi fasilitas medis, dengan tujuan utama
untuk memastikan bahwa pelayanan pasien tetap berjalan lancar dan berkualitas selama
periode konstruksi.

2.2 Pengelolaan Suku Cadang pemeliharaan Sarana Rumah Sakit


Di Rumah Sakit, diperlukan sebuah unit struktural yang berfokus pada pemeliharaan dan
kontrol suku cadang. Spare part (suku cadang) merupakan komponen atau barang
pengganti yang sangat diperlukan pada mesin yang mengalami kerusakan. Sehingga suku
cadang juga merupakan faktor untuk

5
menjamin kemampuan mesin atau peralatan yang dapat beroperasi lagi setelah
mengalami perbaikan (Supandi, 1982). Kegiatan lain yang dilakukan oleh unit tersebut
selain kegiatan pemeliharaan adalah pengadaan dan perencanaan dari sumber daya seperti
teknisi, alat, dan suku cadangnya. Unit tersebut bertanggung jawab terhadap
menyesuaikan kebutuhan dan pengadaannya terhadap suku cadang yang diperlukan untuk
melakukan pemeliharaan.
Manajemen suku cadang ialah suatu kegiatan yang dilakukan secara terperinci, teliti dan
tepat. Keterampilan dalam mengelola komponen suku cadang yang disimpan dengan
service level yang ada, kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan untuk forecasting
accuracy (Kumar, 2010). Pentingnya SPM di perusahaan dikarenakan masalah yang
sering dihadapi, ialah sebagai berikut:
1. Adanya unsur ketidakpastian jumlah dan waktu komponen dibutuhkan, karena
kerusakan komponen tidak dapat diprediksi secara akurat.
2. Ketersediaan suku cadang tidak mudah didapatkan karena bukan produk dengan
pergerakan cepat, sehingga produksinya tidak masal. Serta perkembangan model terutama
equipment impor dimana perubahan desain terjadi dengan pesat, maka suku cadang
model lama tidak tersedia.
3. Keberagaman dan jumlah suku cadang yang terlalu besar mengakibatkan suku cadang
tidak terkendali dengan baik.
4. Adanya kecenderungan pembelian persediaan suku cadang berdasarkan
penggunaannya, sehingga terjadi akumulasi suku cadang, sering kali didapatkan tingkat
konsumsi terkadang sangat tinggi dan sangat rendah. SPM menjadi permasalahan krusial
dalam kegiatan perawatan.
Alur Kerja Pengelolaan Suku Cadang
Untuk mengetahui alur kerja perencanaan dan kontrol pemeliharaan suku cadang
diperlukan identifikasi dari proses dalam lingkungan kerjanya. Penurunan waktu dalam
pemeliharaan aset biasanya disebabkan oleh pemeliharaan rutin terhadap suku cadangnya
dibandingkan aset itu sendiri. Ketika dilakukan pemeliharaan terhadap aset, maka suku
cadang dari aset tersebut dikeluarkan dan diganti dengan suku cadang Ready-For-Use
(RFU). Suku cadang yang digunakan pada lini pertama pemeliharaan disebut juga dengan
Line Replaceable Unit (LRU). Suku cadang yang sudah diperbaiki dikirim kembali ke
gudang sebagai RFU yang dapat digunakan jika ada perbaikan suku cadang yang sedang
dipakai. Prinsip ini disebut juga sebagai ‘repair-by- replacement’.
Tujuan dari alur kerja perencanaan dan kontrol pemeliharaan suku cadang ini adalah
untuk menentukan keseimbangan yang optimal antara ketersediaan suku cadang, modal
kerja dan biaya operasional, dalam rentang kontrolnya. Terdapat tiga jenis pemeliharaan
yaitu:
1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance): diadakan untuk mencegah
kerusakan dari aset. Biasanya pemeliharaan ini terjadwal sebelumnya dan sudah memiliki
jangka waktu dimana aset berada dalam kondisi yang tidak

6
dapat digunakan. Perubahan jadwal dari pemeliharaan masih dimungkinkan. Dalam
beberapa kasus inspeksinya dapat dipisahkan dari waktu pemeliharaannya untuk
mendapatkan perencanaan sumber daya dan suku cadang yang lebih baik. Keterlambatan
dari pemeliharaan semakin lama pada waktu aset tidak dapat digunakan dan karenanya
dapat menurunkan ketersediaan untuk menggunakan aset.
2. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance): pemeliharaan yang dilakukan jika
terdapat kerusakan. pemeliharaan perbaikan dapat sebagian direncanakan untuk bagian
yang tidak kritis dimana pemeliharaan dapat ditunda walaupun sudah terdapat kerusakan,
namun biasanya hal ini tidak terencana akibat tidak diketahuinya kapan kerusakan bagian
tersebut terjadi. Ketika hal ini terjadi maka pemeliharaan harus dikerjakan segera karena
keterlambatan pemeliharaan dapat menurunkan ketersediaan aset yang dapat digunakan
untuk operasional.
3. Pemeliharaan perubahan (modificative maintenance): pemeliharaan ini dilakukan
untuk meningkatkan performa dari asetnya. Pemeliharaan ini dapat ditunda hingga
seluruh sumber dipenuhi.
Unit pemeliharaan menyiapkan pekerjaan pemeliharaannya dengan membuat work
order. Dalam work order terdapat perencanaan dari berbagai tugas yang akan dikerjakan
dan sumber dayanya (alat, perlengkapan, teknisi dan suku cadang) yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan. Work order menghasilkan permintaan untuk LRU dan sumber lain (lokasi
kerja, teknisi, peralatan, dan peralatan) yang dibutuhkan untuk melakukan pemeliharaan.
Work order dilepaskan ketika seluruh kebutuhan dan LRU untuk memulai pekerjaan.
Suku cadang dibagi dua menjadi yang dapat diperbaiki dan yang tidak dapat diperbaiki
yaitu setelah diperbaiki akan menjadi RFU di gudang atau konsumtif sehingga bagian
tersebut dibuang setelah diganti. LRU yang tidak dapat diperbaiki/konsumtif harus
digantikan dari pemasok luar, sedangkan LRU yang dapat diperbaiki akan dikirim ke
bengkel perbaikan. Namun, pada pemeliharaan aset dapat dimungkinkan membutuhkan
suku cadang yang diperbaiki dan tidak dapat diperbaiki/harus diganti. Suku cadang yang
perlu diganti dari pemasok luar atau bengkel perbaikan disebut Shop Replaceable Unit
(SRU). Secara umum, terdapat beberapa lokasi pemeliharaan lini pertama yang
berhubungan dengan stok suku cadang. Pengadaan suku cadang merupakan rantai
pengadaan yang bersifat multi-eselon dengan pemasok suku cadang. sebagai tambahan,
rantai pasoknya memiliki siklus tertutup untuk suku cadang yang dapat diperbaiki. ketika
kebutuhan untuk LRU tidak dapat diadakan melalui stok internal, maka prosedur
emergensi dibutuhkan yang membutuhkan pengadaan langsung.
Pemeliharaan peralatan medik adalah suatu upaya atau kegiatan terencana secara
periodik untuk menjaga agar peralatan medik selalu dalam kondisi layak pakai, dapat
difungsikan dengan baik dan menjamin usia pakai yang lama. Agar pemeliharaan
peralatan kesehatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka unit kerja BM perlu
dilengkapi dengan aspek-aspek pemeliharaan yang berkaitan dan memadai meliputi
sumber daya manusia, fasilitas teknis, peralatan

7
kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan pemeliharaan. Semua aspek
pemeliharaan pastinya memerlukan biaya.
Elemen-elemen pemeliharaan alat medis
Elemen-elemen pemeliharaan alat medik adalah elemen yang harus dilakukan pada
kegiatan pemeliharaan dan dilakukan secara rutin. Elemen-elemen yang dimaksud adalah:
1. Inspeksi
Kegiatan yang dilakukan secara periodik terhadap material atau jenis alat medik pada
komponen penting seperti: elektrikal, mekanik dan fisik alat apakah masih sesuai dengan
standar operasional alat medik tersebut.
2. Pemeliharaan fisik
Kegiatan yang dilakukan secara periodik meliputi: pembersihan alat, pelumasan,
pengecasan, dll.
3. Uji fungsi
Kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk memastikan fungsi dari alat medik.
4. Kalibrasi
Suatu kegiatan periodik untuk menentukan kebenaran konvensional penunjukan
instrumen ukur dan bahan ukur, dengan cara membandingkan terhadap standar ukurnya
yang terselusur (trackable) ke standar nasional dan atau internasional.
Pengelolaan Peralatan Medis
Pengelolaan peralatan medik yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang terpola dan
menyeluruh untuk bagaimana mengelola aset alat medik yang dimiliki oleh Rumah Sakit.
Peralatan medik yang ada berjumlah ratusan item dimana diperlukan suatu pengelolaan
secara baik. Unit yang ditunjuk sebagai pengelola peralatan medik adalah IPSRS dimana
unit ini ditunjuk secara resmi. Bentuk pengelolaan yang dilakukan seperti: inventarisasi
aset alat medik, pembuatan standar operasional, pemeliharaan, kalibrasi, perbaikan dan
equipment disposition.

2.3 Perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan bahan


makanan
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun dan memadukan hidangan
dalam variasi yang serasi, harmonis yang memenuhi kecukupan gizi, cita rasa yang sesuai
dengan selera konsumen, serta kebijakan institusi. Proses ini bertujuan menyusun menu
yang memenuhi kecukupan gizi, sesuai dengan selera konsumen serta memenuhi
kepentingan penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit. Langkah-langkah dalam
perencanaan menu adalah membentuk tim kerja, menetapkan macam menu, menetapkan
lama siklus menu dan kurun waktu penggunaan menu, menetapkan pola menu,
menetapkan besar porsi,

8
mengumpulkan macam hidangan, merancang format menu, melakukan penilaian dan
revisi menu, serta melakukan uji coba awal menu. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan dalam perencanaan menu adalah (Bachyar, A Intiyati and Widartika, 2018)
:
Peraturan pemberian makanan Rumah Sakit
● Kecukupan gizi
● Ketersediaan bahan makanan di pasar
● Dana
● Karakteristik bahan makanan
● Food habit dan preferences
● Fasilitas dan peralatan
● Jenis dan jumlah SDM
Pengadaan bahan makanan
Proses pengadaan bahan makan meliputi penetapan spesifikasi bahan makanan,
perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan, serta survei
pasar (Bachyar, A Intiyati and Widartika, 2018).
● Spesifikasi bahan makan adalah standar bahan makanan yang ditetapkan oleh Instalasi
Gizi sesuai ukuran, bentuk, penampilan, dan kualitas bahan makanan.
● Survei pasar bertujuan mendapatkan informasi mengenai harga bahan makanan yang
ada di pasaran.
● Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan
berdasarkan pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen yang dilayani sesuai dengan
periode pemesanan.
● Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan penyediaan jenis, jumlah,
dan spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai kebijakan
yang berlaku dikaitkan dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat,
dan harga yang benar.
Beberapa sistem pembelian yang digunakan adalah :
● Pembelian langsung ke pasar (Open market buying)
● Pembelian dengan musyawarah (Negotiated buying)
● Pembelian yang akan datang (Future contract)
● Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned contract)
● Pembelian melalui pelelangan (Formal competitive)

9
Penerimaan bahan makanan
Penerimaan adalah suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat,
memutuskan dan melaporkan tentang jenis dan jumlah bahan makanan sesuai dengan
pesanan, spesifikasi yang ditetapkan serta waktu penerimaannya. Setelah pemeriksaan
sudah sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi, selanjutnya bahan makanan
dikirim ke gudang penyimpanan bahan makanan sesuai jenis bahan makanan atau
langsung ke tempat pengolahan makanan.
Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan merupakan suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah,
kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan segar di Gudang bahan makanan
kering dan dingin/beku. Proses ini bertujuan memastikan tersedianya bahan makan yang
siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Prasyarat yang diperlukan adalah (Bachyar, A Intiyati and Widartika, 2018) :
● Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar
● Adanya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan
● Adanya kartu stok bahan makanan / buku catatan keluar masuknya bahan makanan.
Metode Pengendalian Persediaan Bahan Makanan
Pengendalian persediaan menurut para ahli merupakan suatu bagian dari rangkaian
kegiatan yang berkesinambungan dalam sebuah proses produksi suatu perusahaan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya baik waktu, jumlah, kuantitas, maupun
biayanya, dan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting dimana dapat
dipecahkan dengan metode kuantitatif (Assauri, 2004).
Dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik Dasar Tahun 2007 disebutkan bahwa pengendalian adalah suatu fungsi
yang mengarahkan semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan program,
sehingga dapat dicapai hasil yang efisien dan efektif. Di dalam pedoman yang sama juga
disebutkan fungsi persediaan secara umum di suatu institusi seperti Rumah Sakit menurut
John EB (1990) yaitu sebagai berikut :
1. Adanya persediaan kemungkinan Rumah Sakit memesan bahan makanan dalam
jumlah yang melebihi kebutuhan, biasanya dilakukan karena adanya harga spesial atau
biaya transportasi tinggi dan pada umumnya bahan makanan yang tahan lama.
2. Adanya persediaan memberikan kemampuan Rumah Sakit untuk mengatasi
permintaan yang menyimpang dari perkiraan pada waktu-waktu tertentu.

1
3. Adanya persediaan kemungkinan Rumah Sakit untuk beroperasi secara konsisten,
tanpa perlu adanya perubahan meskipun pola permintaan berubah sepanjang waktu
Adapun kegiatan pengendalian persediaan bahan makanan di Rumah Sakit ditujukan
untuk:
1. Menjaga jangan sampai Rumah Sakit kehabisan persediaan sehingga berakibat kepada
terhambatnya produksi dan tidak terlayaninya konsumen.
2. Menjaga agar barang persediaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya
yang
timbul dari adanya persediaan tidak terlalu besar.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat berakibat
biaya
pemesanan menjadi besar.
4. Menjaga agar biaya penerimaan dan penyimpanan dapat ditekan dengan sistem kerja
seefisien
mungkin.
5. Menjaga kualitas barang pesanan yang diterima sebagai barang persediaan.
Untuk antisipasi dan tercapainya tujuan tersebut diatas lazimnya dilakukan suatu metode
dalam hal frekuensi pembelian/ pemesanan bahan persediaan antara lain:
1. Metode Just In Time (JIT)
Patrick Brisley (2000) dalam Sakung (2011) menyatakan bahwa JIT adalah suatu filosofi
yang berfokus pada kegiatan pekerjaan yang dibutuhkan atau diminta pada saat itu juga.
Terdapat empat aspek penting dalam metode JIT:
a. Penghapusan kegiatan yang tidak menambah nilai produk atau jasa
b. Komitmen untuk meningkatkan kualitas
c. Komitmen untuk perbaikan dan efisiensi kegiatan
d. Penyederhanaan dan peningkatan identifikasi aktivitas yang tidak
menambah nilai.
Metode JIT bertujuan menghilangkan pemborosan biaya yang tidak memberi nilai
tambah terhadap produk (Sakkung and Sinuraya, 2011) sehingga untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan asumsi sebagai berikut:
a. Ukuran lot kecil
b. Konsistensi kualitas tinggi
c. Pekerja dapat diandalkan
d. Persediaan menjadi minimum, sebisa mungkin menjadi nol
e. Mesin dapat diandalkan

1
f. Rencana produksi stabil
g. Kepastian jadwal operasi
h. Keseragaman komitmen antara manajemen dan karyawan
2. Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Freddy Rangkuti (2004) yang didukung oleh Herlina (2007) dalam Sakkung
(2011), metode Economic Order Quantity adalah suatu cara yang digunakan untuk
menentukan jumlah pemesanan dengan biaya terendah untuk setiap kali pemesanan
(Rangkuti, Assauri and Handoko, 2004).
Biaya yang terkait dengan pemesanan persediaan antara lain adalah:
a. Biaya pemesanan (ordering costs) Merupakan biaya penempatan dan penerimaan
pesanan, misalnya biaya proses pengiriman, asuransi pengiriman, biaya bongkar muat
pesanan, dan lain-lain.
b. Biaya penyimpanan (carrying costs) Merupakan biaya menyimpan persediaan,
misalnya biaya gudang, biaya penanganan persediaan, dan lain-lain.
c. Biaya kekurangan persediaan (stock-out costs) merupakan biaya yang timbul karena
tidak tersedianya persediaan untuk membuat produk pada saat terdapat permintaan dari
konsumen.
Metode EOQ dipakai dengan beberapa asumsi sebagai berikut :
a. Hanya satu item (produk yang diperhitungkan);
b. Harga pembelian bahan per unit konstan;
c. Bahan yang dibutuhkan selalu tersedia di pasar;
d. Jumlah kebutuhan relatif stabil sepanjang tahun;
e. Waktu tunggu (lead time) konstan;
f. Setiap pesanan langsung digunakan saat diterima;
g. Hanya ada 3 macam biaya yang terlibat yaitu harga barang, biaya simpan, dan
biaya pesan.
Dalam pengendalian persediaan bahan makanan di Rumah Sakit metode JIT dianggap
lebih sesuai karena menyarankan untuk memesan bahan makanan tepat waktu sesuai
kebutuhan sehingga tidak membebani biaya penyimpanan bahan makanan. Dalam buku
Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Dasar (2007) tercantum perkiraan waktu pemesanan atau perkiraan waktu
penerimaan bahan makanan disesuaikan dengan jenis bahan makanannya, antara lain
sebagai berikut :
a. Bahan makanan segar lauk pauk, daging , sayuran, buah dapat dilakukan pemesanan
minimal satu hari sebelumnya;
b. Bahan makanan segar sayuran daun diterima 2-3 jam sebelum dimasak;
c. Buah-buahan, makanan siap saji diterima 2-3 jam sebelum digunakan;
d. Bahan makanan kering dapat dipesan dengan frekuensi 1 1⁄2 - 2 x putaran siklus menu.

1
2.4 Monitoring dan Evaluasi Logistik Rumah Sakit
Monitoring adalah kumpulan informasi secara sistematik dan analisisnya selama suatu
proyek berjalan. Sedangkan evaluasi adalah perbandingan dampak proyek yang nyata
terhadap rencana strategis yang disetujui. Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan
dalam monitoring dan evaluasi antara lain adalah efisiensi, efektivitas, dan dampak.
Efisiensi menyatakan bahwa masukan dalam pekerjaan sesuai dengan keluarannya.
Efektivitas adalah ukuran sejauh mana suatu program mencapai tujuan khusus yang
ditetapkan. Sedangkan dampak menyatakan apakah yang kita lakukan menghasilkan
perbedaan terhadap masalah yang kita coba kerjakan. Melalui monitoring dan evaluasi
kita dapat meninjau kemajuan, mengidentifikasi masalah-masalah dalam perencanaan,
implementasi dan melakukan pengaturan.
Manfaat monitoring dan evaluasi antara lain :
1. Membantu untuk mengenal masalah dan penyebabnya
2. Menyarankan solusi yang mungkin terhadap suatu masalah
3. Memberikan umpan balik dan melaporkan hasil
4. Memberikan informasi dan wawasan
5. Mengatur langkah atau tindakan berdasarkan informasi dan wawasan tersebut
6. Memobilisasi sumber daya (keuangan, manusia, modal, dan lain lain)
7. Meningkatkan manajemen program dan kinerja sistem
Adapun monitoring meliputi :
● menetapkan indikator efisiensi, efektivitas, dan dampak;

● mengatur sistem untuk mengumpulkan informasi yang menghubungkan indikator-


indikator;
● mengumpulkan dan merekam informasi;
● menganalisis informasi dan menggunakan informasi untuk membuat laporan
manajemen. Cakupan Evaluasi meliputi:
- Melihat apa yang ingin dicapai atau perbedaan apa yang ingin dilakukan. Apa dampak
yang ingin dibuat? Menilai kemajuannya ke arah apa yang ingin dicapai dan sasaran
dampaknya.

- Melihat strategi. Apakah organisasi mempunyai strategi? Apakah mengikuti strategi


secara efektif? Apakah strategi itu berjalan? Jika tidak berjalan, mengapa terjadi?
- Melihat apakah terdapat pemanfaatan sumber daya yang efisien? Opportunity cost apa
yang dipilih untuk bekerja? Bagaimana kelangsungan cara yang dipilih agar organisasi
berjalan? Apa implikasi bagi semua pemangku kepentingan?

1
Rencana monitoring dan evaluasi terkait dengan rencana kerja program. Rencana kerja
program mencantumkan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan sepanjang tahun
mendatang sedangkan rencana monitoring dan evaluasi menghubungkan kegiatan-
kegiatan itu, tujuan keseluruhan program, dan menjelaskan bagaimana intervensi ini akan
diukur dan dievaluasi. Seperti disebutkan di atas, langkah pertama dalam
mengembangkan rencana monitoring dan evaluasi untuk mendukung rencana kerja
program secara keseluruhan adalah mengumpulkan dan menganalisis data yang terkait
dengan sistem. Setelah mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sistem, harus
memberikan rekomendasi kepada para pemangku kepentingan. Langkah-langkah utama
dalam mengembangkan rekomendasi meliputi:
a. Mengembangkan gabungan ringkasan dari poin-poin utama dan observasi (misalnya,
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman).
b. Mengidentifikasi kondisi atau keadaan utama yang akan mempengaruhi pilihan dan
intervensi.
c. Membandingkan hasil dengan temuan sebelumnya sebagai dasar alasan perubahan
yang signifikan, termasuk hal-hal yang tidak berhasil.
d. Menguraikan rekomendasi untuk penguatan sistem rantai pasokan.
Rekomendasi harus menjelaskan masalah, menyatakan konsekuensi masalah,
menyarankan tindakan untuk memecahkan masalah, mengidentifikasi siapa yang harus
mengambil tindakan atas rekomendasi tersebut, sumber daya yang dibutuhkan, jangka
waktu yang diharapkan, serta keluaran dan hasil yang diharapkan. Setelah pemangku
kepentingan memvalidasi dan menyetujui rekomendasi, rekomendasi tersebut harus
dilakukan secara langsung untuk menginformasikan pengembangan tujuan dan sasaran
yang sesuai untuk rencana kerja program.
Monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara berkelanjutan dikarenakan adanya
perubahan lingkungan dan kebijakan organisasi yang dapat mempengaruhi rantai pasokan
misalnya, adanya perubahan di sektor kesehatan, cost recovery, adanya perubahan sumber
daya yang tersedia sehingga dapat mempengaruhi rantai pasokan, dan juga menambahkan
layanan baru dan komoditas baru, yang mungkin memiliki penyimpanan dan distribusi
yang berbeda.
Mengumpulkan data monitoring dan evaluasi memungkinkan manajer untuk memberikan
umpan balik kepada staf di seluruh rantai pasokan untuk meningkatkan kinerja sistem,
melaporkan hasil kepada penyandang dana dan pemangku kepentingan lainnya. Sehingga
monitoring dan evaluasi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan manajemen
program dan kinerja sistem logistik. Dalam sebuah rencana kerja monitoring dan evaluasi
harus memuat hal-hal berikut:
a. Pengantar
b. Deskripsi program

1
c. Rencana pemantauan
d. Rencana evaluasi
e. Indikator
f. Sumber data
g. Pengumpulan data dan alat manajemen
h. Persyaratan pelaporan dan frekuensi pengumpulan data
i. Orang yang bertanggung jawab
j. Kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
Data dapat dikumpulkan selama pemantauan rutin, menggunakan sistem pengawasan
yang menyediakan sumber data rutin yang andal. Atau data juga dapat dikumpulkan
dengan menggunakan evaluasi berkala. Data dikumpulkan untuk menentukan bagaimana
rantai pasokan berkinerja dari atas ke bawah, dari wawancara tingkat pusat hingga survei
berbasis fasilitas. Laporan umpan balik memberikan informasi kepada pemangku
kepentingan di bagian atas dan bawah rantai pasokan, yang dapat membantu manajer
membuat keputusan operasional dan memantau kinerja sistem. Juga dapat membantu
personel level bawah mempelajari bagaimana sistem bekerja pada level mereka,
memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja, dan menunjukkan masalah dalam
laporan.
Pada aplikasi di lapangan monitoring dan evaluasi dapat dikelompokkan dalam 3 tipe :
1. Feedforward Control
Pengawasan ini dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari standar atau
tujuan awal dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan
diselesaikan. Sifatnya adalah preventif atau pencegahan. Dilakukan dengan pendekatan
desk audit yaitu memeriksa semua dokumen yang akan digunakan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan.
2. Concurrent
Pengawasan ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan. Dilakukan dengan pendekatan
manajemen audit.
3. Feedback
Dilakukan dengan pendekatan post audit yaitu dilakukan setelah semua kegiatan selesai
dilaksanakan.

1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Logistik konstruksi di rumah sakit merupakan upaya koordinasi yang kompleks


untuk memastikan kelancaran dan ketersediaan berbagai bahan, peralatan, dan
perlengkapan yang diperlukan selama proses pembangunan atau renovasi fasilitas medis.
Pengelolaan peralihan dan penyimpanan barang, suku cadang, serta perencanaan,
pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan bahan makanan membutuhkan strategi yang
matang untuk menghindari gangguan terhadap operasional dan pelayanan pasien.
Pentingnya memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan kerja, serta manajemen
informasi yang efektif juga menjadi sorotan dalam aktivitas logistik konstruksi di rumah
sakit.
Untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi dalam konstruksi rumah sakit,
diperlukan langkah-langkah proaktif seperti perencanaan yang matang, penggunaan
teknologi informasi yang canggih untuk pemantauan dan pelaporan progres konstruksi,
serta pelatihan yang tepat bagi staf terkait. Selain itu, kerjasama yang erat antara semua
pihak terlibat, termasuk kontraktor, vendor, dan staf rumah sakit, juga sangat penting
untuk menjamin kelancaran dalam proses logistik dan konstruksi.

B. Saran
Penerapan standar operasional prosedur yang jelas dan terukur dapat membantu
dalam meminimalkan risiko dan meningkatkan efisiensi dalam aktivitas logistik
konstruksi di rumah sakit. Selain itu, evaluasi rutin terhadap proses logistik dan kinerja
konstruksi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dan inovasi yang
dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil akhir proyek. Dengan demikian, dengan
perhatian yang cermat terhadap manajemen logistik dan efisiensi operasional,
pembangunan atau renovasi fasilitas rumah sakit dapat berjalan dengan lancar dan
memberikan manfaat yang maksimal bagi pasien dan staf medis.

1
DAFTAR PUSTAKA
Depkes R.I (2007) Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes Ri (2008) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
129/Menkes/Sk/Ii/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta.
Depkes Ri (2009) Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Jakarta.tem-sistem Manajemen Distribusi Fisik Dan Manajemen Material). Jakarta: Bumi
Aksara
Hidayat, R. (2014) ‘rancang Bangun Sistem Informasi Logistik’, Jurnal Optimasi
Sistem Industri, 13(2), Pp. 707–724.
Hendayani, R. (2011) Mari Berkenalan Dengan Manajemen Logistik.
Bandung: Alfabet.
Abdina, N. S. (2017) Pelaksanaan Manajemen Logistik Alat Kesehatan Di
Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016.
Aditama, T. Y. (2003) Manajemen Administrasi Rumah Sakit. 2nd Edn.
Jakarta: Universitas Indonesia (Ui-press).
Admin Rederp (2020) Memahami Pentingnya Manajemen Logistik.
Available At: Https://Rederp.Co.Id/Manajemen-logistik/.
Bastuti, S. Et Al. (2019) Manajemen Logistik. 1st Edn. Edited By R. Alfatiyah.
Tangerang: Unpam Press. Available
At: Https://Fdokumen.Com/Document/Manajemen-utuhmanajemen-
dilarang- memperbanyak-karya-tulis-dalam-bentuk-cetak.Html.
Bennett, S. (1985) Reduce Cost With Materials Management, Management
Quartely 26.
Bowersox, D. J. (1995a) Manajemen Logistik 1 (Integrasi Sistem-sistem
Manajemen Distribusi Fisik Dan Manajemen Material). Jakarta: Bumi Aksara.
Bowersox, D. J. (1995b) Manajemen Logistik 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai