Anda di halaman 1dari 2

Dalam keadaan seperti ini kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya sehingga

seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang ada -- meski bagian mereka menjadi
berkurang.

Misalnya bagian seorang suami yang semestinya mendapat setengah (1/2) dapat berubah menjadi
sepertiga (1/3) dalam keadaan tertentu, seperti bila pokok masalahnya dinaikkan dari semula enam (6)
menjadi sembilan (9).

Begitu pula halnya dengan ashhabul furudh yang lain, bagian mereka dapat berkurang manakala pokok
masalahnya naik atau bertambah.

‘‘ Secara lebih lengkap, riwayatnya dituturkan seperti berikut: seorang wanita wafat dan meninggalkan
suami dan dua orang saudara kandung perempuan.

Yang masyhur dalam ilmu faraid, bagian yang mesti diterima suami adalah setengah (1/2), sedangkan
bagian dua saudara kandung perempuan dua per tiga (2/3).

Namun demikian, suami tersebut tetap menuntut haknya untuk menerima setengah dari harta waris
yang ditinggalkan istri, begitupun dua orang saudara kandung perempuan, mereka tetap menuntut dua
per tiga yang menjadi hak waris keduanya.

Ketiga pokok masalah yang dapat di-'aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat (24).

Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan
delapan (8).

Sebagai contoh pokok yang dapat di-'aul-kan: seseorang wafat dan meninggalkan suami serta seorang
saudara kandung perempuan.

Dalam contoh ini pokok masalahnya tiga (3), jadi ibu mendapat satu bagian, dan ayah dua bagian.

Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari empat (4), bagian istri seperempat (1/4)
berarti satu (1) bagian, sedangkan sisanya (yakni 3/4) dibagi dua antara saudara kandung laki-laki
dengan saudara kandung perempuan, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.

Maka pembagiannya seperti berikut: pokok masalahnya dari delapan (8), bagian istri seperdelapan (1/8)
berarti satu bagian, anak setengah (1/2) berarti empat bagian, sedangkan saudara kandung perempuan
menerima sisanya, yakni tiga per delapan (3/8).

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pokok masalah dalam contoh-contoh yang saya kemukakan
semuanya tidak dapat di-'aulkan, sebab pokok masalahnya cocok atau tepat dengan bagian para
ashhabul furudh.

Sedangkan pokok masalah dua puluh empat (24) hanya dapat di-'aul-kan kepada dua puluh tujuh (27)
saja, dan itu pun hanya pada satu masalah faraid yang memang masyhur di kalangan ulama faraid
dengan sebutan ‘‘masalah al-mimbariyyah‘‘.
Dalam contoh ini tidak ada 'aul, sebab masalahnya sesuai dengan fardh yang ada.

Anda mungkin juga menyukai