Anda di halaman 1dari 75

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGAWASAN

KEIMIGRASIAN TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI


PEKANBARU BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN
NOMOR 125
TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI
DARI LUAR NEGERI
(STUDI WILAYAH HUKUM RUDENIM PEKANBARU)

Oleh:

IFAN FAHNUR RAHMAN


NIM. 2074201009

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)


PERSADA BUNDA
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Tinjauan Pelaksanaan

Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang

Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim

Pekanbaru)”. Proposal penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Persada

Bunda dalam Tugas Akhir. Proposal penelitian ini disusun atas kerjasama dan

berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Didi Y Fikri, S.E., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Persada Bunda.

2. Bapak Dr. Irfan Ardiansyah, S.H., M.H., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Hukum (STIH) Persada Bunda.

3. Bapak, Dr. Hulaimi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dengan

baik hingga skripsi saya ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak, Khairul Azwar Anas S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan

dengan baik hingga skripsi saya ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Majelis Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Persada Bunda yang

telah memberikan ilmu kepada penulis.

i
6. Orang tua yang tak henti-hentinya selalu mendoakan dan memotivasi untuk

senantiasa bersemangat dan tak mengenal kata putus asa. Terima kasih atas

segala dukungannya, baik secara material maupun spiritual hingga

terselesaikannya laporan ini.

7. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan tugas

akhir ini. Besar harapan penyusun akan saran dan kritik yang bersifat

membangun. Akhirnya Penyusun berharap agar laporan ini dapat bermanfaat

bagi penyusun dan bagi pembaca sekalian.

Pekanbaru, 2024
Penyusun,

IFAN FAHNUR RAHMAN

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah...................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................11
C. Tujuan Penelitian...........................................................................11
D. Manfaat Penelitian.........................................................................12
E. Kerangka Teori..............................................................................13
F. Kerangka Operasional....................................................................19

BAB II METODE PENELITIAN...........................................................................21


A. Sifat / Jenis Penelitian....................................................................21
B. Lokasi Penelitian............................................................................22
C. Responden Penelitian.....................................................................22
D. Jenis dan Sumber Data...................................................................22
E. Metode dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum..............................23
F. Teknik Analisa Bahan Hukum.......................................................24
G. Sistematika Penulisan....................................................................24

BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................27


A. Definisi Pengungsi dari Luar Negeri.............................................27
B. Penemuan Pengungsi dari Luar Negeri..........................................29
C. Penampungan Pengungsi dari Luar Negeri....................................35
D. Pengamanan Pengungsi dari Luar Negeri......................................40
E. Pengawasan Keimigrasian Pengungsi dari Luar Negeri................41

BAB IV LOKASI PENELITIAN............................................................................44


A. Profil Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru..............44
B. Visi, Misi, dan Nilai Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)
Pekanbaru.......................................................................................47

1
C. Struktur Organisasi Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)
Pekanbaru.......................................................................................49

BAB V TINJAUAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KEIMIGRASIAN


TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI PEKANBARU
BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 125 TAHUN
2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR
NEGERI (STUDI WILAYAH HUKUM RUDENIM PEKANBARU)..51
A. Bentuk Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap
Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar
Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)....................51
B. Kendala dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap
Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar
Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)....................57
C. Upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Hambatan-hambatan
Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian oleh Rumah Detensi
Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap Pengungsi Rohingya
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.......................................62

BAB VI PENUTUP..................................................................................................68
A. Kesimpulan....................................................................................68
B. Saran...............................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................71

LAMPIRAN..............................................................................................................74

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh

masyarakat internasional. Permasalahan pengungsi menjadi perhatian

khusus dari dunia internasional karena jumlahnya terus meningkat dan telah

menjadi isu yang membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat

internasional.

Timbulnya pengungsi disebabkan oleh keadaan yang memburuk

dalam ranah politik, ekonomi, dan sosial suatu negara tersebut sehingga

memaksa masyarakatnya untuk pergi meninggalkan negara tersebut dan

mencari tempat berlindung yang lebih aman di negara lain, dengan alasan

ingin mencari perlindungan serta menyelamatkan diri mereka dari bahaya

yang mengancam fisik. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengungsi

diartikan sebagai orang yang mencari tempat yang aman ketika daerahnya

ada bahaya yang mengancam. Tingginya angka pengungsi yang pergi

meninggalkan negaranya dan masuk ke negara lain secara ilegal secara

langsung banyak menimbulkan kerugian bagi keamanan dan pertahan suatu

negara tujuan para imigran tersebut.(Badudu, 1994:54)

Pada dasarnya, setiap pengungsi yang mencari suaka ke negara lain

berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum serta keselamatan dan

keamanan dari bahaya yang mengancam yang dijamin oleh negara tujuan.

Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu negara

3
kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan

karena menghindari pengejaran atau bahaya besar.(Havid,2004:125)

Tindakan keimigrasian biasanya dilakukan apabila terjadi

penyalahgunaan izin tinggal yang dilakukan oleh warga Negara asing yang

tinggal di wilayah Republik indonesia. Negara Indonesia memiliki sejuta

pesona yang menyebabkan orang asing berkeinginan mengunjungi dan

tinggal di Indonesia. Apalagi di era perdagangan bebas ini, banyak orang

asing yang ingin mengembangkan bisnis di Indonesia. Mereka menganggap

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya dan masih banyak

peluang untuk mengeksplorasi kekayaan Indonesia menjadi sebuah bisnis

yang menjanjikan. Sumber daya alam yang melimpah mempunyai nilai

ekonomi serta keindahan panoramanya menjadi daya tarik tersendiri bagi

setiap orang. Tidak mengherankan apabila Indonesia merupakan salah satu

titik sentral perhatian negara-negara lain baik bidang politik maupun bidang

lain seperti sosial, ekonomi dan keamanan. Hal inilah yang kemudian

membuat warga negara asing ingin tinggal di Indonesia.

Fungsi keimigrasian di setiap perwakilan Republik Indonesia atau

tempat lain di luar negeri dilaksanakan oleh pejabat imigrasi dan atau

pejabat dinas dinas luar negeri yang sudah ditunjuk. Pemerintah dapat

melakukan kerjasama internasional di bidang keimigrasian dengan negara

lain atau dengan badan atau organisasi internasional berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan. (Galang Asmara, 2020:3-4)

4
Keberadaan peraturan keimigrasian tentu tidak lepas dari pelaksanaan

fungsi keimigrasian itu sendiri yang harus dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang selanjutnya di

singkat menjadi UU Imigrasi.(Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang

keimigrasian BAB 1 Pasal 1 ayat 21)

Indonesia sebagai Negara yang berdaulat mempunyai tujuan untuk

mensejahterakan rakyatnya. Hal ini harus diwujudkan dengan adanya

perlindungan segenap kepentingan bangsa dan keikutsertaan dalam

melaksanakan ketertiban dunia. Semua aspek keimigrasian harus di

dasarkan pada apa yang telah digariskan dalam Undang-Undang imigrasi,

sebagai hukum dasar untuk pengaturan tugas dan fungsi dalam

melaksanakan penindakan keimigrasian terhadap warga Negara asing yang

melakukan pelanggaran overstay. Warga negara adalah salah satu syarat

berdirinya suatu negara selain wilayah dan pemerintahan, kemudian Warga

Negara merupakan salah satu hal yang bersifat principal dalam kehidupan

bernegara. Tidaklah mungkin suatu negara dapat berdiri tanpa adanya

Warga Negara. Disini Pemerintah dapat menentukan siapa saja yang dapat

menjadi Warga Negara dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan tentang Kewarganegaraan.

Pengungsian atau perpidahan penduduk dalam sekala besar ini pada

awalnya hanya merupakan persoalan domestik suatu negara. Kemudian,

karna perpindahan penduduk juga melampaui suatu batas negara kenegara

5
lainnya, masalah pengungsi akhirnya meluas menjadi persoalan-persoalan

negara-negara di Kawasan tertentu dan dianggap merupakan masalah

Bersama masyarakat internasional. (Wagiman,2012:80)

Posisi Indonesia yang terletak di benua, menjadikan Indonesia sebagai

tempat strategis untuk tempat perpindahan dan juga tempat transit

pengungsi asing asal benua Asia yang ingin pergi ke Australia dan Amerika

Serikat sebagai negara ketiga. Sejak tahun 1999 Indonesia dijadikan tempat

transit terutama dari orang-orang timur tengah yang menuju ke Australia.

Para pencari suaka yang berasal dari negara konflik banyak memasuki

daerah Indonesia tanpa membawa surat dan dokumen resmi. Sehingga status

pengungsi tidak dapat di buktikan dan termasuk pada status imigran gelap

yang ditahan oleh imigrasi. (Anggraini, 2019:19)

Jaminan perlindungan bagi pengungsi internasional juga disampaikan

dalam Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia bahwa “Setiap orang berhak mencari suaka untuk

memperoleh perlindungan politik dari negara lain” menjadikan Indonesia

berkewajiban untuk menegakkan hak atas rasa aman bagi setiap orang yang

bermaksud melindungi diri di dalam wilayah Indonesia dan dalam

penegakan hak atas rasa aman itulah yang menimbulkan hak bagi tiap-tiap

orang untuk mencari tempat yang aman bagi dirinya.

Pada tahun 2015 hingga tahun 2020 dengan catatan tren kedatangan

per-tahun pengungsi internasional yang menurun, jumlah pengungsi

kumulatif di Indonesia telah tercatat sebesar 13.745 orang berasal dari 50

6
negara. Hingga pada Agustus 2021, jumlah pencari suaka dan pengungsi

dari luar negeri di Indonesia saat ini terlapor berjumlah 13.343 orang

dengan 7.483 jumlah orang pengungsi masih difasilitasi IOM.

(www.imigrasi.go.id/en/2021/10/28/ditjen-imigrasi-hingga-agustus2021-

terdapat-13-343-pengungsi-dan-pencari-suaka-dari-luar-negeri-di-indonesia,

diakses pada tanggal 8 November 2023 pada pukul 15.12 WIB)

Penanganan pengungsi internasional yang menjadi tanggung jawab

pemerintah Indonesia dalam pelaksanaannya tentu memerlukan pengawasan

agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada hakekatnya, fungsi

pengawasan dari pengendalian keimigrasian adalah melaksanakan tugas

yang memberikan kewenangan kepada instansi keimigrasian sebagai

perpanjangan tangan negara untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia perihal arus pergerakan manusia yang masuk dan keluar

wilayah negara. Pengawasan keimigrasian dilaksanakan bukan hanya pada

saat orang asing masuk dan/atau keluar wilayah negara, tetapi juga

dilakukan selama orang asing tersebut berada dan berkegiatan. (Bab I

Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian)

Pengawasan Keimigrasian terhadap orang asing diatur dalam Pasal

180 dan Pasal 181 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian bahwa pengawasan keimigrasian terhadap orang asing di

7
wilayah Indonesia dilakukan dengan pengawasan administratif dan

pengawasan lapangan.

Pemerintah Indonesia dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.PR.07.04 Tahun

2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Detensi Imigrasi mengatur

Rumah Detensi Imigrasi (selanjutnya disebut Rudenim) sebagai Unit

Pelaksana Teknis di bidang keimigrasian. Hingga saat ini, Rudenim telah

berada di tiga belas kota di Indonesia, yakni Jakarta, Medan, Batam,

Pekanbaru, Pontianak, Balikpapan, Semarang, Surabaya, Denpasar,

Makassar, Manado, Kupang dan Jayapura.

Rudenim berwenang atas pengawasan keimigrasian yang diatur dalam

Pasal 33 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi dari Luar Negeri menyebutkan bahwa petugas Rudenim

melakukan pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi yang meliputi

pengawasan saat ditemukan, di tempat penampungan dan di luar tempat

penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, pemulangan sukarela dan

pendeportasian.

Setelah dikeluarkannya surat perintah Direktur Jenderal Imigrasi

perihal pengembalian fungsi Rumah Detensi Imigrasi, maka seluruh pencari

suaka dan pengungsi yang sebelumnya berada di Rumah Detensi Imigrasi,

dipindahkan ke tempat penampungan sementara yaitu Community House.

Selanjutnya, peran Rumah Detensi Imigrasi adalah melakukan pengawasan

keimigrasian terhadap pengungsi sesuai dengan Pasal 36 Peraturan Presiden

8
Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri, Pada

pasal 36 tersebut berisi tata cara pengawasan keimigrasian terhadap pencari

suaka dan pengungsi. yang dijelaskan sebagai berikut, Pasal 36:

a. Pengungsi wajib lapor diri setiap bulan kepada kepala Rumah Detensi

Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c setempat

untuk mendapat stempel pada kartu identitas khusus pada saat berada

di tempat penampungan.

b. Pengungsi yang tidak melaporkan diri selama 3 (tiga) kali berturut-

turut tanpa alasan yang dapat diterima, ditempatkan di Rumah Detensi

Imigrasi.

Peristiwa pembantaian Etnis Rohingya oleh Pemerintah Myanmar

pada tahun 2015 menyita perhatian dunia. Sebagai bagian dari masyarakat

internasional, Indonesia ditetapkan menjadi salah satu negara tujuan bagi

Etnis Rohingya untuk mengungsi. Dalam rangka mengantisipasi kedatangan

pengungsi dari luar negeri, pada tanggal 31 Desember 2016 Presiden

Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016

tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Sebagai contoh status perlindungan pengungsi asal Rohingya di

Indonesia. Status keberadaan dan perlindungan terhadap pengungsi erat

kaitannya dengan HAM. Karena, setiap orang yangtelah memilih jalan

untuk menjadi seorang pencari suaka bahkan menjadi pengungsi adalah

mereka-mereka yang dengan jelas-jelas tidak mendapatkan perlindungan

yang layak dalam persoalan HAM di negara asalnya. Pada dasarnya

9
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan perlindungan

kepada rakyatnya, akan tetapi dapat dimungkinkan pemerintah atau negara

tidak mau atau tidak mampu dalam memberikan perlindungan kepada warga

negaranya, sehingga warga negaranya terpaksa harus mencari perlindungan

di negara lain, mereka itulah disebut sebagai pencari suaka.

(Ramafitri,2011:44)

Pengawasan keimigrasian dilakukan dari semenjak pencari suaka

ditemukan di wilayah Indonesia, di tempat penampungan dan diluar tempat

penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan

deportasi. Dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang

Penanganan Pengungsi Luar Negeri, para pengungsi diwajibkan untuk

melapor ke Rumah Detensi Imigrasi setiap bulan sekali untuk mendapat

stempel pada kartu identitas khusus saat berada di tempat penampungan.

Berdasarkan uraian diatas tersebut maka penulis bermaksud

mengangkat dan menulis penelitian dengan judul: “Tinjauan Pelaksanaan

Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi Rohingya Di

Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016

Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi Wilayah

Hukum Rudenim Pekanbaru)”

10
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja bentuk Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru) ?

2. Apa saja kendala dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian

Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi

Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru) ?

3. Bagaimana upaya dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian

Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi

Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Rudenim Pekanbaru) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Apa saja bentuk Pelaksanaan Pengawasan

Keimigrasian Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang

Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Hukum

Rudenim Pekanbaru).

2. Untuk mengetahui Apa saja kendala dalam Pelaksanaan Pengawasan

Keimigrasian Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru

11
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang

Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Hukum

Rudenim Pekanbaru).

3. Untuk mengetahui Bagaimana upaya dalam Pelaksanaan Pengawasan

Keimigrasian Terhadap Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang

Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi Wilayah Hukum

Rudenim Pekanbaru).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat, yaitu sebagai berikut:

1. Menambah wawasan penulis dalam bidang hukum pada umumnya,

dan ilmu hukum tata negara khususnya mengenai hal yang berkaitan

dengan Tinjauan Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru) Sebagai bahan

perbandingan bagi para peneliti lainnya yang memiliki objek

penelitian yang sama dengan penelitian ini.

E. Kerangka Teori

1. Teori Pengawasan

Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin

bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini

berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang

12
direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat

erat antara perencanaan dan pengawasan. (Yohannes, 2006:133)

Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional

yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja

terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai

dengan tugas pokoknya masing-masing. Dengan demikian, pengawasan

oleh pimpinan khusunya yang berupa pengawasan melekat (built in

control), merupakan kegiatan manajerial yang dilakukan dengan maksud

agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaan. Suatu

penyimpangan atau kesalahan terjadi atau tidak selama dalam pelaksanaan

pekerjaan tergantung pada tingkat kemampuan dan keterampilan pegawai.

Para pegawai yang selalu mendapat pengarahan atau bimbingan dari atasan,

cenderung melakukan kesalahan atau penyimpangan yang lebih sedikit

dibandingkan dengan pegawai yang tidak memperoleh bimbingan.

(Kadarisman, 2013:172)

Pengertian pengawasan cukup beragam, di bawah ini adalah contoh

keberagaman pengertian tersebut :

1) Menurut Sondang P. Siagian pengawasan adalah proses pengamatan

dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan.

2) Robert J. Mockler berpendapat bahwa pengawasan manajemen adalah

suatu usaha sitematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan

13
tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan

sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-

penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan

untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan

dengan cara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan

perusahaan. (Zamani,2008:132)

3) Pengawasan menurut Fahmi yang dikutip oleh Erlis Milta Rin

Sondole dkk, bahwa pengawasan secara umum didefinisikan sebagai

cara suatu oganisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien,

serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi.

4) Mc. Farland memberikan definisi pengawasan (control) sebagai

berikut. “Control is the process by which an executive gets the

performance of his subordinate to correspond as closely as posible to

chossen plans, orders objective, or policies”. (Pengawasan ialah suatu

proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana,

tujuan, kebijakan yang telah ditentukan). (Sondole,2015:65)

Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap hal-hal berikut:

a. Rencana (Planning) yang telah ditentukan

b. Perintah (Orders) terhadap pelaksanaan pekerjaan (Performance)

c. Tujuan

d. Kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. (Simbolon,2004:61)

14
2. Teori Kebijakan Hukum

Syafaruddin, dalam buku Evektifitas Kebijakan Pendidikan,

mendefinisikan bahwa Kebijakan (policy) secara etimologi diturunkan dari

bahasa Yunani, yaitu “polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini,

kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan

pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga

dengan hal tersebut mereka berusaha mengejar tujuannya.

(Syafaruddin,2008:75)

Sedangkan secara istilah, kebijakan merupakan suatu bentuk dasar

rencana dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibuat sepenuhnya secara

rasional melalui optimalisasi strategi untuk mencari alternatif terbaik dalam

rangka usaha pencapaian tujuan secara maksimum. Kebijakan dalam hal ini

dianggap sebagai suatu posisi atau pendirian yang dikembangkan untuk

menanggapi suatu masalah atau isu konflik dalam rangka mencapai tujuan

tertentu. (Khusnurdilo&Masyhud, 2005:47)

Secara ilmiah, makna kebijakan memiliki arti yang sangat luas.

Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda tentang kebijakan, definisi

tersebut dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu: Pertama, definisi

yang lebih menekankan pada dampak dari tindakan atas kebijakan. Kedua,

lebih menekankan pada maksud dan tujuan utama sebagai kunci kriteria

kebijakan. (Widodo,2007:10)

Definisi kebijakan yang menekankan pada dampak dikemukakan

Richard Simeon dan dikutip oleh Budi Winarno, menurutnya kebijakan

15
adalah apa yang dilakukan pemerintah dan mengapa melakukannya.Hugh

Heelo menyatakan dalam buku seperti di atas bahwa kebijakan adalah cara

bertidak yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah, sedangkan

kebijakan yang menekankan pada maksud dan tujuan antara lain

dikemukakan oleh James E Anderson. (Winarno,2002:15)

Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones mengartikan

kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku

yang konsisiten dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh

yang menaatinya. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Carl Frendrich,

bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang

diusulkan oleh seseorang, baik dalam kelompok, pemerintah maupun dalam

suatu lingkungan tertentu yang sehubungan dengan adanya hambatan-

hambatan untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan. Kebijakan dalam makna seperti ini dapat diartikan sebagai suatu

deklarasi mengenai dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu,

suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, maupun sebagai suatu

rencana. Kemudian ada definisi lain yang dikemukakan oleh Harold Laswell

dan Abraham Kaplan yang dikutip Nugroho Dwidjowijoto, bahwa kebijakan

sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,

nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected program of

goals, values, and practices). (Nugroho,2008:53). Kebijakan yang diusulkan

tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi

hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Nugroho,

16
Dwidjowito. Manajemen Pemberdayaan Sebuah Pengantar dan Panduan

untuk Pemberdayaan Masyarakat. (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008).

Lebih lanjut Richard Rose dalam buku Budi Winarno menyarankan,

bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang

sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi

mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.

(Winarno,2002:20)

Berdasarkan definisi ini Rose menegaskan bahwa kebijakan dipahami

sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk

melakukan sesuatu. Namun pada prinsipnya, suatu kebijakan juga

mengandung keputusan, di mana keputusan kebijakan merupakan alternatif

yang diambil mengenai cita-cita ideal dari sebuah konstitusi.

(Winarno,2002:21)

Penetapan kebijakan merupakan keputusan dari pimpinan suatu

lembaga yang dapat disetuju atau ditolak, karena dalam hal ini suatu

keputusan sangat menentukan efektif tidaknya sebuah kebijakan, sehingga

perlu dianalisis kembali agar kebijakan yang dibuat dapat menjawab segala

permasalahan yang ada.

3. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum secara umum merupakan sebagai tindakan sarana

hukum untuk memaksakan sanksi hukum yang hanya untuk menjamin

pentaatan terhadap ketentuan yang telah di tetapakan tersebut, menurut

Satjipto Rahardjo, penegak hukum merupakan suatu proses guna untuk

17
mewujudkan keinginan – keinginan hukum yaitu pikiran – pikiran badan

pembuat undang – undang yang dirumuskan dalam peraturan – peraturan

hukum sehingga menjadi kenyataan (Rahardjo,1983:24).

Penegakan hukum juga merupakan usaha konsep – konsep hukum dan

usaha untuk mewujudkan ide – ide yang diharapkan rakyat guna menjadi

kenyataan.Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan

banyak hal (Shant,1988:32).

Membicarakan penegakan hukum, sebenarnya bukan hanya

bagaimana cara membuat hukum itu sendiri tanpa melainkan apa yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengatasi masalah – masalah

aparatur penegakan hukum dan mengantisipasi maslah – masalah. Dalam

menangani masalah – masalah yang terjadi dalam masyarakat dapat

dilakukan dengan cara non penal (tanpa menggunakan hukum pidana).

Upaya Non Penal (Preventif) hanya menitik beratkan pada

pencegahan sebelum terjadinya kejahatan secara tidak langsung tanpa

menggunakan hukum pidana, misalnya:

a. Penyuluhan kesadaran dalam mengenai tanggung jawab bersama

dengan terjadinya kriminalitas yang mempunyai pengaruh baik dalam

pencegahan kejahatan.

b. Penanganan objek kriminalitas dengan cara mencegah antara pelaku

dengan objek dengan menggunakan pemberian pengawasan pada

objek kriminalitas dan sarana pengamanan.

18
c. Mengurangi atau menghilangkan perbuatan kriminal dengan

perbaikan lingkungan.

Dalam penegakan hukum, peran yang ideal dan peran sebenarnya

merupakan peran yang diharapkan dan dikehendaki oleh badan hukum yang

di tetapkan di undang-undang dan peran dianggap diri sendiri dan

sebenarnya ialah mempertimbangkan kehendak hukum yang ditulis dan

kenyataan. Dengan maksud kehendak hukum ditentukan dengan kenyataan

yang ada.

F. Kerangka Operasional

Guna menghindari salah penafsiran di dalam menggantikan beberapa

konsep dalam tulisan ini, maka penulis memberikan batasan-batasan

terhadap istilah yang akan penulis pergunakan. Hal ini tujuannya adalah

untuk mempermudah para pembaca supaya lebih mengerti apa yang penulis

uraikan dalam penulisan ini, untuk itu ada beberapa pengertian yang perlu

penulis ungkapkan di dalam Kerangka Operasional berikut :

1. Tinjauan adalah hasil meninjau; pandangan; pendapat

2. Pelaksanaan adalah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses

kegiatan yang harus dilakukan untuk membina dan mendorong

semangat bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga

mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan.

(Siagian,2008:5)

19
3. Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang

diharapkan sesuai dengan kinerja

4. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau

keluar Wilayah Indonesia sertapengawasannya dalam rangka menjaga

tegaknya kedaulatan negara.

5. Terhadap adalah kata depan untuk menandai arah; kepada; lawan.

6. Pengungsi adalah seseorang atau sekelompok orang yang

meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu bencana atau

musibah

7. Rohingya adalah sebuah kelompok etnis Indo-Arya dari Rakhine (juga

dikenal sebagai Arakan, atau Rohang dalam bahasa Rohingya) di

Myanmar.

8. Pekanbaru adalah Ibukota Provinsi Riau.

9. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan

Pengungsi Dari Luar Negeri adalah Peraturan yang mengatur

mengenai Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

20
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Sifat / Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian adalah deskriptif dan jenis penelitian yang

dipergunakan penulis adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris,

Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad “penelitian hukum sosiologis

atau empiris, yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan

penelitian terhadap efektivitas hukum (Mukti Fajar, 2010:153).

Sifat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan

menggambarkan hasil penelitian. Sedangkan jenis penelitian ini yaitu

sosiologis atau empiris dengan langsung terjun ke lapangan untuk

mendapatkan data.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis difokuskan di RUMAH

DETENSI IMIGRASI PEKANBARU, yang beralamat di Jl. OK.M. Jamil

No. 2A Pekanbaru-Riau.

C. Responden Penelitian

Penelitian ini tidak menggunakan populasi akan tetapi langsung

menetapkan pihak yang terkait sebagai responden penelitian yaitu berjumlah

2 orang yaitu Bapak R. Ungky Permanadireja selaku Kepala Seksi

Registrasi, Administrasi dan Pelaporan serta Bapak Bobby Agustin

Rachman selaku Kepala Sub Seksi Administrasi dan Pelaporan.

21
Yang mana satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat

berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda (Kuntjojo, 2009:32)

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk data

primer dan data sekunder.

1. Menurut Sugiyono (2018:456) data primer yaitu sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer

adalah data yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi

2. Menurut Sugiyono (2018:456) data sekunder yaitu sumber data yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder dalam penelitian

ini adalah :

a. Bahan hukum primer berupa Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2011 tentang Keimigrasian, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun

2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri dan

peraturan perundangan-undangan yang lain yang berkaitan dengan

materi penelitian penulis.

b. Bahan hukum sekunder ini berasal dari bahan pustaka yang

berisikan informasi tentang bahan hukum primer, mengacu pada

buku-buku yang berkaitan Hukum Tata Negara, dan lain lain,

sehingga dapat membantu untuk menganalisis dan memahami

bahan hukum primer dan objek penelitian.

22
c. Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan-bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder seperti internet yang ada

hubungannya dengan permasalahan yang sesuai dengan judul ini.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, “di dalam penelitian, pada umumnya

dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan

pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga

alat tersebut dipergunakan masing-masing atau bersama-sama.” (Soekanto,

2008:21).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka alat pengumpulan bahan

hukum dalam penelitian ini adalah dengan pengamatan atau observasi, dan

wawancara atau interview.

F. Teknik Analisa Bahan Hukum

Dalam penulisan ini, digunakan sistem analisis data secara kualitatif

dengan cara menggabungkan data sekunder yang diperoleh dari studi

kepustakaan yaitu dengan menghimpun data-data dan peraturan perundang-

undangan, buku buku karya ilmiah, dan pendapat para ahli dengan data

primer yang diperoleh dari hasil wawancara serta dokumen dokumen yang

didapat langsung dari lokasi penelitian. Kemudian dianalisis secara

kualitatif melalui pendekatan normatif.

23
G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan Skripsi ini

nantinya, penulis menguraikan secara singkat Bab demi Bab terkait, yaitu

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Kerangka Teori

F. Kerangka Operasional

BAB II METODE PENELITIAN

A. Sifat / Jenis Penelitian

B. Lokasi Penelitian

C. Responden Penelitian

D. Jenis dan Sumber Data

E. Metode dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum

F. Teknik Analisa Bahan Hukum

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV LOKASI PENELITIAN

BAB V TINJAUAN PELAKSANAAN PENGAWASAN

KEIMIGRASIAN TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI

24
PEKANBARU BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN

NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN

PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI (STUDI WILAYAH

HUKUM RUDENIM PEKANBARU)

A. Bentuk Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)

B. Kendala dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)

C. Upaya dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)

BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

25
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pengungsi dari Luar Negeri

Keimigrasian adalah lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah

Indonesia serta pengawasan terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah

Indonesia tersebut dalam rangka menjaga kedaulatan negara. Dasar hukum

yang mengatur mengenai keimigrasian di Indonesia adalah Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Ruang lingkup keimigrasian

meliputi pengaturan mengenai :

1. Masuk dan keluar wilayah Indonesia.

2. Dokumen perjalanan Republik Indonesia.

3. Visa, tanda masuk, dan izin tinggal di Indonesia.

4. Pengawasan keimigrasian.

5. Tindakan administratif terhadap pelanggaran keimigrasian.

6. Rumah Detensi Imigrasi.

7. Pencegahan dan penangkalan keluar wilayah Indonesia.

8. Penegakan hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Bayu,2022:7).

Selain itu, ruang lingkup keimigrasian juga mengatur mengenai

penanganan pengungsi dari luar negeri yang secara khusus diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi

dari Luar Negeri (Ridwan dan Intan,2018:23)

26
Pengungsi dari luar negeri adalah orang asing yang berada di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dikarenakan ketakutan yang beralasan

akan persekusi dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan

kelompok sosial tertentu, dan pendapat politik yang berbeda yang tidak

menginginkan perlindungan dari negara asalnya serta telah mendapatkan

status sebagai pencari suaka atau dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia. Penanganan

pengungsi dilakukan berdasarkan kerja sama antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Komisariat

Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia dan/atau organisasi internasional

yang bergerak di bidang urusan migrasi atau kemanusiaan yang memiliki

perjanjian dengan Pemerintah Republik Indonesia (Ridwan dan

Intan,2018:24).

Penanganan pengungsi dari luar negeri harus memperhatikan

ketentuan Hukum Internasional yang berlaku umum dan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Penanganan pengungsi dari luar

negeri dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

(HAM) Republik Indonesia dalam rangka perumusan kebijakan meliputi:

1. Penemuan pengungsi dari luar negeri.

2. Penampungan pengungsi dari luar negeri.

3. Pengamanan pengungsi dari luar negeri.

4. Pengawasan keimigrasian pengungsi dari luar negeri (Ridwan dan

Intan,2018:24-25).

27
B. Penemuan Pengungsi dari Luar Negeri

Penemuan pengungsi dari luar negeri dalam keadaan darurat di

perairan wilayah Indonesia dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh lembaga

pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang pencarian dan

pertolongan, yaitu Badan SAR Nasional Republik Indonesia. Badan SAR

Nasional Republik Indonesia melaksanalan operasi pencarian dan

pertolongan terhadap kapal yang diduga berisi pengungsi dari luar negeri

yang melakukan panggilan darurat. Operasi pencarian dan pertolongan

pengungsi dari luar negeri dapat melibatkan instansi terkait yaitu :

1. Tentara Nasional Indonesia

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia

3. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

4. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia

5. Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang

melaksanakan tugas di perairan wilayah Indonesia (Sihar

Sihombing,2013:75).

Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut

Republik Indonesia, serta Kementerian dan/atau lembaga pemerintah

nonkementerian yang melaksanakan tugas di perairan wilayah Indonesia

yang menemukan pengungsi dari luar negeri dalam keadaan darurat

berkoordinasi dengan Badan SAR Nasional Republik Indonesia.

Masyarakat yang menemukan pengungsi dari luar negeri dalam keadaan

28
darurat melaporkan kepada Badan SAR Nasional Republik Indonesia.

Pengungsi dari luar negeri yang ditemukan dalam keadaan darurat segera

dilakukan tindakan berupa :

1. Memindahkan pengungsi dari luar negeri ke kapal penolong jika kapal

pengungsi tersebut akan tenggelam.

2. Membawa ke pelabuhan atau daratan terdekat jika aspek keselamatan

nyawa pengungsi dari luar negeri dalam keadaan terancam.

3. Mengidentifikasi pengungsi dari luar negeri yang membutuhkan

bantuan medis gawat darurat.

4. Menyerahkan orang asing yang diduga pengungsi dari luar negeri

kepada Rumah Detensi Imigrasi di pelabuhan atau daratan terdekat

(Sakharina dan Kadarudin,2016:40).

Dalam hal di pelabuhan atau daratan terdekat belum terdapat Rumah

Detensi Imigrasi, maka penyerahan pengungsi dari luar negeri dilakukan

kepada Kantor Imigrasi di wilayah setempat. Dalam hal di pelabuhan atau

daratan terdekat belum terdapat Rumah Detensi Imigrasi dan Kantor

Imigrasi, maka penyerahan pengungsi dari luar negeri dilakukan kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat. Kantor Imigrasi dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menerima penyerahan

pengungsi dari luar negeri segera menghubungi Rumah Detensi Imigrasi di

wilayah kerjanya untuk menyerahkan pengungsi dari luar negeri tersebut

(Sakharina dan Kadarudin,2016:41).

29
Petugas di Rumah Detensi Imigrasi melakukan pendataan terhadap

pengungsi dari luar negeri melalui pemeriksaan dokumen perjalanan

pengungsi, status keimigrasian pengungsi, dan identitas pengungsi. Dalam

hal hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas di Rumah Detensi

Imigrasi terdapat orang asing yang menyatakan diri sebagai pengungsi dari

luar negeri, petugas di Rumah Detensi Imigrasi berkoordinasi dengan

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melalui kantor Komisariat Tinggi

Urusan Pengungsi di Indonesia (Sakharina dan Kadarudin,2016:41-42).

Dalam hal pengungsi dari luar negeri yang ditemukan dalam keadaan

darurat di perairan wilayah Indonesia meninggal pada saat ditemukan,

Badan SAR Nasional Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kepolisian

Negara Republik Indonesia melalui Tim Identifikasi Korban Bencana

(Disaster Victim Identification) POLRI untuk melakukan identifikasi dan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia

melalui Rumah Detensi Imigrasi untuk melakukan pendataan. Tim

Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victim Identification) POLRI dan

Rumah Detensi Imigrasi menyampaikan informasi atas hasil identifikasi dan

pendataan kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Sakharina

dan Kadarudin,2016:43).

Berdasarkan informasi hasil identifikasi dan pendataan mengenai

pengungsi dari luar negeri yang ditemukan dalam keadaan darurat di

perairan wilayah Indonesia yang meninggal pada saat ditemukan dari Tim

Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victim Identification) POLRI dan

30
Rumah Detensi Imigrasi, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

menyampaikan Notifikasi Kekonsuleran yang berisi informasi kematian dan

penanganan jenazah korban kepada perwakilan diplomatik dari negara asal

korban. Dalam hal negara asal korban menyepakati pemakaman dilakukan

di wilayah Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi

dengan pemerintah daerah kabupaten/kota setempat untuk memakamkan

jenazah pengungsi dari luar negeri yang meninggal. Apabila dalam jangka

waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam negara asal korban tidak

memberikan klarifikasi penanganan jenazah korban, Kepolisian Negara

Republik Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah daerah

kabupaten/kota setempat untuk memakamkan jenazah pengungsi dari luar

negeri yang meninggal. Dalam hal terdapat permintaan dari keluarga korban

untuk memulangkan jenazah pengungsi dari luar negeri yang meninggal ke

negara asal, namun perwakilan diplomatik dari negara asal korban tidak

dapat memproses pemulangannya, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

melakukan kerja sama dengan organisasi internasional yang bergerak di

bidang kemanusiaan untuk memulangkan jenazah pengungsi dari luar

negeri yang meninggal tersebut (Sakharina dan Kadarudin,2016:45)

Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut

Republik Indonesia, serta Kementerian dan/atau lembaga pemerintah

nonkementerian yang melaksanakan tugas di perairan wilayah Indonesia

yang menemukan pengungsi dari luar negeri di daratan wilayah Indonesia

31
berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk

pengamanan. Masyarakat yang menemukan pengungsi dari luar negeri di

daratan wilayah Indonesia melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik

Indonesia untuk pengamanan. Kepolisian Negara Republik Indonesia

kemudian menyerahkan pengungsi dari luar negeri kepada Rumah Detensi

Imigrasi (Jazim dan Charles,2015:63).

Petugas di Rumah Detensi Imigrasi melakukan pendataan terhadap

pengungsi dari luar negeri melalui pemeriksaan dokumen perjalanan

pengungsi, status keimigrasian pengungsi, dan identitas pengungsi. Dalam

hal hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas di Rumah Detensi

Imigrasi terdapat orang asing yang menyatakan diri sebagai pengungsi dari

luar negeri, petugas di Rumah Detensi Imigrasi berkoordinasi dengan

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melalui kantor Komisariat Tinggi

Urusan Pengungsi di Indonesia (Jazim dan Charles,2015:64).

Dalam hal pengungsi dari luar negeri yang ditemukan di daratan

wilayah Indonesia meninggal pada saat ditemukan, Kepolisian Negara

Republik Indonesia menugaskan Tim Identifikasi Korban Bencana (Disaster

Victim Identification) POLRI untuk melakukan identifikasi. Kepolisian

Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia a melalui Rumah Detensi

Imigrasi untuk melakukan pendataan. Tim Identifikasi Korban Bencana

(Disaster Victim Identification) POLRI dan Rumah Detensi Imigrasi

32
menyampaikan informasi atas hasil identifikasi dan pendataan kepada

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Jazim dan Charles,2015:65).

Berdasarkan informasi hasil identifikasi dan pendataan mengenai

pengungsi dari luar negeri yang ditemukan di daratan wilayah Indonesia

yang meninggal pada saat ditemukan dari Tim Identifikasi Korban Bencana

(Disaster Victim Identification) POLRI dan Rumah Detensi Imigrasi,

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan Notifikasi

Kekonsuleran yang berisi informasi kematian dan penanganan jenazah

korban kepada perwakilan diplomatik dari negara asal korban. Dalam hal

negara asal korban menyepakati pemakaman dilakukan di wilayah

Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan

pemerintah daerah kabupaten/kota setempat untuk memakamkan jenazah

pengungsi dari luar negeri yang meninggal. Apabila dalam jangka waktu

1x24 (satu kali dua puluh empat) jam negara asal korban tidak memberikan

klarifikasi penanganan jenazah korban, Kepolisian Negara Republik

Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota setempat

untuk memakamkan jenazah pengungsi dari luar negeri yang meninggal.

Dalam hal terdapat permintaan dari keluarga korban untuk memulangkan

jenazah pengungsi dari luar negeri yang meninggal ke negara asal, namun

perwakilan diplomatik dari negara asal korban tidak dapat memproses

pemulangannya, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia melakukan kerja

sama dengan organisasi internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan

33
untuk memulangkan jenazah pengungsi dari luar negeri yang meninggal

tersebut (Jazim dan Charles,2015:65-66).

C. Penampungan Pengungsi dari Luar Negeri

Rumah Detensi Imigrasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah

kabupaten/kota setempat untuk membawa dan menempatkan pengungsi dari

luar negeri dari tempat ditemukan ke tempat penampungan. Dalam hal

tempat penampungan pengungsi dari luar negeri belum tersedia, pengungsi

dari luar negeri dapat ditempatkan di tempat akomodasi sementara. Tempat

akomodasi sementara tersebut ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Dalam hal

pemerintah daerah kabupaten/kota memanfatkaan aset milik daerah sebagai

tempat penampungan bagi pengungsi dari luar negeri, penggunaan aset

tersebut dalam bentuk pemanfaatan pinjam pakai antara pemerintah daerah

kabupaten/kota dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Republik Indonesia sebagai pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang- undangan. Penempatan pengungsi dari luar negeri

pada tempat penampungan dilakukan melalui prosedur yaitu :

1. Penyerahan pengungsi dari luar negeri oleh Rumah Detensi Imigrasi

kepada pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota disertai berita

acara serah terima pengungsi dari luar negeri dengan melampirkan

bukti tanda terima barang-barang milik pengungsi dari luar negeri,

kecuali dokumen keimigrasian berupa dokumen perjalanan, dokumen

izin tinggal, dan visa.

34
2. Penerimaan pengungsi dari luar negeri di tempat penampungan dicatat

dalam buku register penampungan.

3. Penyimpanan dan penyerahan barang-barang milik pengungsi dari

luar negeri dicatat dalam buku register penyimpanan dan penyerahan

barang.

4. Pencatatan pengungsi dari luar negeri bagi pengungsi dari luar negeri

yang meninggalkan tempat penampungan untuk sementara dalam

buku register keluar-masuk izin sementara.

5. Penempatan pengungsi dari luar negeri dalam ruangan yang

didasarkan pada aspek keluarga, jenis kelamin, usia, kebangsaan, ras,

suku, dan agama.

6. Pemisahan pengungsi dari luar negeri yang menderita penyakit

menular dan berbahaya untuk dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas

pelayanan kesehatan tertentu.

7. Pemberian kartu identitas khusus untuk pengungsi dari luar negeri

oleh Rumah Detensi Imigrasi.

8. Penetapan tata tertib di tempat penampungan oleh pejabat yang

ditunjuk oleh Bupati/Walikota (Supramono,2012:33).

Pemerintah daerah kabupaten/kota menentukan tempat penampungan

bagi pengungsi dari luar negeri. Tempat penampungan bagi pengungsi dari

luar negeri harus memenuhi kriteria yaitu dekat dengan fasilitas pelayanan

kesehatan dan rumah ibadah, berada pada satu wilayah kabupaten/kota

dengan Rumah Detensi Imigrasi, serta kondisi keamanan tempat

35
penampungan yang mendukung. Tempat penampungan bagi pengungsi dari

luar negeri dapat difasilitasi oleh organisasi internasional yang bergerak di

bidang urusan migrasi melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(HAM) Republik Indonesia setelah berkoordinasi dengan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Fasilitasi oleh

organisasi internasional hanya fasilitas kebutuhan dasar bagi pengungsi dari

luar negeri di tempat penampungan yang meliputi :

1. Penyediaan air bersih.

2. Pemenuhan kebutuhan makan dan minum serta pakaian.

3. Pelayanan kesehatan dan kebersihan.

4. Fasilitas rumah ibadah (Supramono,2012:34).

Dalam hal fasilitas kesehatan dan fasilitas rumah ibadah tidak tersedia

di tempat penampungan pengungsi dari luar negeri, pemerintah daerah

kabupaten/kota dapat mengupayakannya di luar tempat penampungan

dengan memperhatikan kemudahan akses jangkauan bagi pengungsi dari

luar negeri (Supramono,2012:34-35).

Pengungsi dari luar negeri dengan berkebutuhan khusus dapat

ditempatkan di luar tempat penampungan yang difasilitasi oleh organisasi

internasional yang bergerak di bidang urusan migrasi setelah mendapat izin

dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia

melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia (HAM) Republik Indonesia. Izin dari Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia dikecualikan dalam keadaan

36
darurat dan penempatannya di luar tempat penampungan yang masih berada

di satu wilayah kabupaten/kota. Pengungsi dari luar negeri dengan

berkebutuhan khusus yaitu :

1. Pengungsi dari luar negeri yang sakit.

2. Pengungsi dari luar negeri yang hamil.

3. Pengungsi dari luar negeri penyandang disabilitas.

4. Pengungsi dari luar negeri anak.

5. Pengungsi dari luar negeri yang lanjut usia (Supramono,2012:36).

Penempatan di luar tempat penampungan bagi pengungsi dari luar

negeri yang berkebutuhan khusus dilakukan dengan tujuan untuk

memberikan perawatan khusus dengan ketentuan yaitu diberikan perawatan

oleh tenaga medis sesuai dengan kebutuhan, anak yang menjadi pengungsi

dari luar negeri diberikan perawatan berdasarkan pada asas kepentingan

terbaik untuk anak tersebut, pengungsi dari luar negeri yang sakit dan

memerlukan perawatan ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan, serta

pengungsi dari luar negeri yang menderita penyakit menular dan berbahaya

dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan tertentu

(Supramono,2012:38).

Pengungsi dari luar negeri dapat dipindahkan dari satu tempat

penampungan ke tempat penampungan lain dalam rangka penyatuan

keluarga, berobat ke rumah sakit, atau penempatan ke negara ketiga.

Pemindahan pengungsi dari luar negeri dari satu tempat penampungan ke

tempat penampungan lain dikoordinasikan oleh Rumah Detensi Imigrasi.

37
Pemindahan pengungsi dari luar negeri dari satu tempat penampungan ke

tempat penampungan lain dapat difasilitasi oleh organisasi intemasional

yang bergerak di bidang urusan migrasi setelah mendapat izin dari Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia melalui

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(HAM) Republik Indonesia (Koerniatmanto,1994:87).

Pencari suaka yang permohonan status pengungsinya ditolak oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Komisariat Tinggi Urusan

Pengungsi di Indonesia ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi untuk

proses pemulangan sukarela atau deportasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Selain pencari suaka yang permohonan

status pengungsinya ditolak, pengungsi dari luar negeri untuk proses

penempatan ke negara ketiga dapat juga ditempatkan di Rumah Detensi

Imigrasi (Koerniatmanto,1994:88).

Setiap pengungsi dari luar negeri wajib mematuhi tata tertib di tempat

penampungan, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat, dan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang asing sebagai

pengungsi dari luar negeri yang tidak mematuhi tata tertib di tempat

penampungan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat

dikenai tindakan berupa penempatan secara khusus yang telah diatur dalam

tata tertib di tempat penampungan, sedangkan setiap pengungsi dari luar

negeri yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan diproses

38
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(Koerniatmanto,1994:88-89).

D. Pengamanan Pengungsi dari Luar Negeri

Pengamanan terhadap pengungsi dari luar negeri pada saat ditemukan

dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Instansi

pemerintah dan masyarakat setempat yang menemukan pengungsi dari luar

negeri melakukan pengamanan yang diperlukan dan berkoordinasi dengan

atau melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Instansi

pemerintah yang menemukan pengungsi dari luar negeri wajib menciptakan

kondisi yang aman guna menghindari tindak kejahatan

(Supramono,2012:69).

Pengamanan terhadap pengungsi dari luar negeri pada tempat

penampungan dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh

Bupati/Walikota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik

Indonesia setempat untuk :

1. Menjaga agar pengungsi dari Luar negeri tetap berada di tempat

penampungan.

2. Menciptakan rasa aman bagi lingkungan sekitar tempat penampungan.

3. Membuat dan menyosialisasikan tata tertib yang memuat kewajiban

dan larangan bagi pengungsi dari luar negeri (Supramono,2012:70).

39
E. Pengawasan Keimigrasian Pengungsi dari Luar Negeri

Petugas di Rumah Detensi Imigrasi melakukan pengawasan

keimigrasian terhadap pengungsi dari luar negeri. Pengawasan keimigrasian

terhadap pengungsi dari luar negeri dilaksanakan pada saat :

1. Pengungsi dari luar negeri ditemukan di wilayah Indonesia.

2. Pengungsi dari luar negeri di tempat penampungan dan di luar tempat

penampungan.

3. Pengungsi dari luar negeri diberangkatkan ke negara tujuan.

4. Pemulangan pengungsi dari luar negeri secara sukarela.

5. Pendeportasian pengungsi dari luar negeri (Aprita dan

Hasyim,2020:132).

Pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dari luar negeri pada

saat pengungsi dari luar negeri ditemukan di wilayah Indonesia dilakukan

dengan cara pemeriksaan dan pendataan dokumen perjalanan pengungsi,

status keimigrasian pengungsi, dan identitas pengungsi yang dilakukan oleh

Rumah Detensi Imigrasi (Sihombing:121).

Pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dari luar negeri di

tempat penampungan dan di luar tempat penampungan dilakukan dengan

cara memeriksa ulang identitas dan dokumen pengungsi dari luar negeri

serta pengambilan foto dan sidik jari pengungsi tersebut, meminta

keterangan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan berita

acara pendapat bagi pengungsi dari luar negeri dalam rangka penempatan di

Rumah Detensi Imigrasi, serta memberikan surat pendataan atau kartu

40
identitas khusus bagi pengungsi dari luar negeri yang diterbitlan oleh

Kepala Rumah Detensi Imigrasi setempat yang berlalu selama 1 (satu) tahun

dan dapat diperpanjang setiap tahun. Pengungsi dari luar negeri wajib lapor

diri setiap bulan kepada Kepala Rumah Detensi Imigrasi setempat untuk

mendapat stempel pada kartu identitas khusus pada saat berada di tempat

penampungan. Pengungsi dari luar negeri yang tidak melaporkan diri

selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang dapat diterima akan

ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi (Sihombing:122).

Pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dari luar negeri dalam

rangka diberangkatkan ke negara tujuan dilakukan dengan cara menerima

pemberitahuan persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui

Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia dengan memuat nama

pengungsi dari luar negeri yang disetujui dan akan ditempatkan ke Negara

tujuan, menyelesaikan administrasi keberangkatan dengan menerakan izin

keluar tidak kembali pada dokumen perjalanan, serta melakukan

pengawalan keberangkatan dari tempat penampungan ke tempat

pemeriksaan imigrasi terdekat (Sihombing:122-123).

Pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dari luar negeri dalam rangka

pemulangan sukarela dilakukan dengan cara menerima permohonan

pengungsi dari luar negeri yang akan kembali ke negara asalnya secara

sukarela, menyelesaikan administrasi keberangkatan dengan menerakan izin

keluar tidak kembali pada dokumen perjalanan, serta melakukan

41
pengawakan keberangkatan ke tempat pemeriksaan imigrasi terdekat.

(Sihombing:124).

Pengawasan keimigrasian terhadap pencari suaka yang ditolak

permohonan status pengungsinya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia dilakukan dengan

cara menerima pemberitahuan penolakan status pengungsi dari luar negeri

dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Komisariat Tinggi Urusan

Pengungsi di Indonesia, berkoordinasi dengan pejabat yang ditunjuk oleh

Bupati/Walikota untuk mengeluarkan pencari suaka yang ditolak status

pengungsinya dari tempat penampungan dan menempatkanan di Rumah

Detensi Imigrasi, menyiapkan proses administrasi pendeportasian keluar

wilayah Indonesia, serta melakukan pengawalan pendeportasian ke tempat

pemeriksaan imigasi terdekat (Sihombing:126).

42
BAB IV

LOKASI PENELITIAN

A. Profil Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

Rumah Detensi Imigrasi atau yang disingkat dengan Rudenim adalah

unit pelaksana teknis yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat

penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-Undang

Keimigrasian. Orang asing yang ditampung di Rudenim disebut dengan

Deteni. Rudenim dibangun karena meningkatnya lalu lintas orang, baik

yang keluar dari Indonesia maupun yang masuk ke Indonesia, sehingga

berpotensi menimbulkan permasalahan keimigrasian. Kedatangan dan

keberadaan orang asing di Indonesia memerlukan upaya penindakan,

terutama bagi orang asing yang melanggar peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dalam menjalankan tugas di lingkungan Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, khususnya di bawah

Direktorat Jenderal Imigrasi, Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) diatur

dalam Peraturan Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.12.01

Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi.

Peraturan ini mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan

operasional Rudenim dan standar Rudenim dalam menjalankan tugas.

Pengungsi dari luar negeri adalah adalah orang asing yang berada di

wilayah Negara Indonesia disebabkan karena ketakutan akan persekusi

43
dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial

tertentu, dan pendapat politik yang berbeda sehingga tidak mendapatkan

perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah mendapatkan status pencari

suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui

Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.

Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun

2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri diatur bahwa

pengungsi dari luar negeri wajib melaporkan diri setiap bulan kepada

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) setempat untuk mendapatkan

stempel pada kartu identitas khusus selama berada di tempat penampungan.

Meskipun demikian, masih banyak pengungsi luar negeri yang belum

mengetahui kewajibannya tersebut.

Saat ini ada 13 (tiga belas) Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) di

Indonesia. Dari 13 (tiga belas) Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

tersebut, baru Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru yang sudah

menerapkan ketentuan wajib lapor bagi pengungsi dari luar negeri

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016

tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Pengungsi dari luar negeri

yang tidak melaporkan diri selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan

yang dapat diterima akan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM).

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik

Indonesia termasuk salah satu instansi pemerintahan yang kinerjanya

44
diperhatikan publik. Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi membuat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang

bertugas pada Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru dituntut

agar mampu berpikir kreatif sehingga melahirkan inovasi-inovasi yang

membawa perubahan ke arah positif dalam menangani pengungsi dari luar

negeri di Kota Pekanbaru.

Selain harus meningkatkan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan

dan teknologi, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas pada Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga harus senantiasa

memperbaiki dan menjaga citra dirinya sendiri maupun citra instansinya.

Masyarakat sebagai kontrol eksternal pelayanan publik adalah pihak utama

yang terdampak sekaligus menjadi penilai langsung terhadap kinerja Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru. Oleh karena itu, Aparatur Sipil

Negara (ASN) yang bertugas pada Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru diwajibkan mengimplementasikan ANEKA, yaitu Akuntabilitas,

Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi.

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru yang dibentuk

berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.04 Tahun 2004 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Rumah Detensi Imigrasi lahir sebagai bagian dari

pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang

melanggar Undang- Undang Keimigrasian di Provinsi Riau dalam bentuk

penahanan sementara penempatan di tempat penampungan, yang dikenal

45
dengan istilah Karantina Imigrasi. Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru diresmikan pada tanggal 26 Januari 2005 oleh Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia yaitu Hamid

Awaluddin, Ph.D. pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia

Susilo Bambang Yudhoyono.

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru beralamat di Jalan

OKM. Jamil Nomor 2A Kelurahan Simpang Tiga Kecamatan Bukit Raya,

Kota Pekanbaru sebagai salah satu unit pelaksanan teknis di bawah Kantor

Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Provinsi

Riau. Bermitra dengan Kantor Imigrasi Kelas I TPI (Tempat Pemeriksaan

Imigrasi) Pekanbaru, saat ini jumlah Deteni yang berada di bawah

pengawasan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru berjumlah

1.008 orang.

B. Visi, Misi, dan Nilai Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

Visi dari Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru adalah

“Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum”. Dalam rangka

mewujudkan visi tersebut, Kepala Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru

kemudian merumuskan beberapa misi yaitu :

1. Mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas.

2. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas.

3. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas.

46
4. Mewujudkan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan Hak Asasi

Manusia.

5. Mewujudkan layanan manajemen administrasi Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

6. Mewujudkan aparatur Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

yang profesional dan berintegritas.

Dalam menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan

sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan pengungsi dari luar negeri, Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru mempunyai nilai yang dijadikan

pedoman bagi seluruh aparatur dalam memberikan pelayanan yaitu :

1. Profesional

Aparatur Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru merupakan

aparatur yang bekerja secara profesional untuk mewujudkan visi

instansi melalui penguasaan tugas serta menjunjung tinggi etika dan

integritas profesi.

2. Akuntabel

Setiap kegiatan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Sinergi

Komitmen Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru untuk

membangun kerjasama yang produktif dan kemitraan yang harmonis

47
dengan para pemangku kepentingan untuk menemukan solusi yang

bermanfaat dan berkualitas.

4. Transparan

Aparatur Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru menjamin

kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi mengenai

kebijakan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru, proses

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, serta hasil yang dicapai.

5. Inovatif

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru mendukung

kreativitas dan pengembangan inisiatif aparatur dalam melakukan

pembaruan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi.

C. Struktur Organisasi Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru

Struktur organisasi Rumah Detensi Imigrasi Pekanbaru terdiri atas :

1. Kepala Rumah Detensi Imigrasi

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

a. Kepala Urusan Kepegawaian

b. Kepala Urusan Keuangan

c. Kepala Urusan Umum

3. Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban

a. Kepala Sub Seksi Keamanan

b. Kepala Sub Seksi Registrasi

48
4. Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan

a. Kepala Sub Seksi Registrasi

b. Kepala Sub Seksi Administrasi dan Pelaporan

5. Kepala Seksi Perawatan dan Kesehatan

a. Kepala Sub Seksi Perawatan

b. Kepala Sub Seksi Kesehatan.

49
BAB V

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KEIMIGRASIAN

TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI PEKANBARU

BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 125 TAHUN 2016

TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI

(STUDI WILAYAH HUKUM RUDENIM PEKANBARU)

A. Bentuk Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi

Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125

Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri (Studi

Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)

Peristiwa pembantaian Etnis Rohingya oleh Pemerintah Myanmar

pada tahun 2015 menyita perhatian dunia. Sebagai bagian dari masyarakat

internasional, Indonesia ditetapkan menjadi salah satu negara tujuan bagi

Etnis Rohingya untuk mengungsi. Dalam rangka mengantisipasi kedatangan

pengungsi dari luar negeri, pada tanggal 31 Desember 2016 Presiden

Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun

2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun

2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dijelaskan bahwa

pengungsi dari luar negeri adalah orang asing yang berada di wilayah

Negara Indonesia disebabkan karena ketakutan akan persekusi dengan

50
alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu,

dan pendapat politik yang berbeda sehingga tidak mendapatkan

perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah mendapatkan status pencari

suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Instansi pemerintahan yang ditugaskan menangani pengungsi di

Indonesia adalah Rumah Detensi Imigrasi. Dalam menangani pengungsi

dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, Rumah Detensi Imigrasi

berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk membawa dan

menempatkan pengungsi ke tempat penampungan yang telah disediakan

(Sakharina dan Kadarudin,2016:55)

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

menyampaikan bahwa Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai

tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan pengungsi dari luar

negeri. Wilayah kerja Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

meliputi Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jambi.

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru beralamat di Jalan OK M.

Jamil Nomor 2A Kelurahan Simpang Tiga Kecamatan Bukit Raya, Kota

Pekanbaru. Dalam menangani pengungsi dari luar negeri, Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru berkoordinasi dengan Pemerintah Kota

Pekanbaru melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL)

Kota Pekanbaru.

51
Kepala Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga

menyampaikan bahwa Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

berkoordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

(KESBANGPOL) Kota Pekanbaru untuk membawa dan menempatkan

pengungsi dari luar negeri dari tempat ditemukan ke tempat penampungan

karena dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang

Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri diatur bahwa Pemerintah Kota

Pekanbaru yang menentukan tempat penampungan bagi pengungsi dari luar

negeri dengan kriteria yaitu :

1. Tempat penampungan bagi pengungsi dari luar negeri dekat dengan

fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Tempat penampungan bagi pengungsi dari luar negeri dekat dengan

rumah ibadah.

3. Tempat penampungan bagi pengungsi dari luar negeri berada pada

satu wilayah kabupaten/kota dengan Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru.

4. Kondisi keamanan tempat penampungan bagi pengungsi dari luar

negeri yang mendukung.

Kepala Bidang Kewaspadaan Daerah Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik (KESBANGPOL) Kota Pekanbaru menyampaikan bahwa

Pemerintah Kota Pekanbaru telah menyediakan beberapa tempat

penampungan bagi pengungsi dari luar negeri, termasuk pengungsi

Rohingya, yaitu :

52
1. Wisma Indah

Jalan Putri Indah Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya.

2. Wisma D’Cops

Jalan Mustafa Sari Nomor 12 Kelurahan Tangkerang Selatan,

Kecamatan Kubit Raya.

3. Rumah Tasqya

Jalan Sei Mintan Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya.

4. Wisma Orchid

Jalan Tuanku Tambusai Gang Musyawarah Kelurahan Labuh Baru

Timur, Kecamatan Payung Sekaki.

5. Kos Nevada

Jalan Kartama Nomor 20 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan

Damai.

6. Wisma Fanel

Jalan Tegal Sari RT 01 / RW 04 Kelurahan Umban Sari, Kecamatan

Rumbai.

7. Siak Resort

Jalan Meranti Ujung Nomor 212 Kelurahan Kampung Baru,

Kecamatan Senapelan.

8. Hotel Satria

Jalan Cik Ditiro Nomor 99 Kelurahan Tanah Datar, Kecamatan

Pekanbaru Kota.52

53
Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru menyampaikan bahwa berdasarkan Pasal

33 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi Dari Luar Negeri disebutkan bahwa petugas Rumah Detensi

Imigrasi melakukan pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi

Rohingya yang dilaksanakan pada saat pengungsi ditemukan, di tempat

penampungan dan di luar tempat penampungan, diberangkatkan ke negara

tujuan, pemulangan sukarela, dan pendeportasian pengungsi ke negara

asalnya.

Dari observasi awal yang dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru, diperoleh informasi bahwa pada tanggal 20 Maret

2024 Kota Pekanbaru telah tercatat kedatangan 119 orang pengungsi

Rohingya dari Provinsi Aceh. Namun, baru empat hari di Kota Pekanbaru,

26 orang pengungsi yang berada di bawah pengawasan Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru berhasil kabur dari tempat penampungan.

Selanjutnya, pada tanggal 2 April 2024 ada 8 orang pengungsi Rohingya

yang kabur lagi dari tempat penampungan dengan cara memanjat pagar

pembatas dan sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya oleh aparatur

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

(https://www.detik.com/sumut/berita/d-6106996/8-pengungsi-rohingya-di-

pekanbaru- kabur-lagi)

Pelaksanaan pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya

54
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang

Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri belum terlaksana karena pada

tanggal 24 Maret 2024 ada 26 orang pengungsi Rohingya yang kabur dari

tempat penampungan dan tanggal 2 April 2024 ada 8 orang pengungsi

Rohingya yang kabur dari tempat penampungan.

Terkait dengan informasi di media mengenai banyaknya pengungsi

Rohingya yang kabur dari tempat penampungan yang telah disediakan

oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi,

dan Pelaporan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

menyampaikan bahwa pada tanggal 24 Maret 2024 ada 26 orang

pengungsi yang kabur dari tempat penampungan dan tanggal 2 April

2024 ada 8 orang pengungsi yang kabur dari tempat penampungan.

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sudah mendata

pengungsi Rohingya yang kabur dari tempat penampungan tersebut dan

melaporkannya kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (HAM) Provinsi Riau.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga menyampaikan bahwa

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sudah berkoordinasi

dengan Pemerintah Kota Pekanbaru serta aparatur penegak hukum seperti

TNI dan POLRI.

55
B. Kendala dalam Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian Terhadap

Pengungsi Rohingya Di Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar

Negeri (Studi Wilayah Hukum Rudenim Pekanbaru)

Dari observasi awal yang dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru, diperoleh informasi bahwa pada tanggal 20

Maret 2024 Kota Pekanbaru kedatangan 119 orang pengungsi Rohingya

yang dipindahkan dari Provinsi Aceh. Namun, baru empat hari di Kota

Pekanbaru, 26 orang pengungsi yang berada di bawah pengawasan

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru berhasil kabur dari

tempat penampungan. Selanjutnya, pada tanggal 2 April 2024 ada 8

orang pengungsi Rohingya yang kabur lagi dari tempat penampungan

dengan cara memanjat pagar pembatas dan sampai saat ini belum

ditemukan keberadaannya oleh aparatur Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru (https://www.detik.com/sumut/berita/d-

6106996/8-pengungsi-rohingya-di-pekanbaru- kabur-lagi).

Pelaksanaan pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang

Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri belum terlaksana karena pada

tanggal 24 Maret 2024 ada 26 orang pengungsi Rohingya yang kabur dari

tempat penampungan dan tanggal 2 April 2024 ada 8 orang pengungsi

Rohingya yang kabur dari tempat penampungan.

56
Faktor penghambat yang pertama dalam pelaksanaan pengawasan

keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

terhadap pengungsi Rohingya adalah kurangnya pengawasan yang

dilakukan oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

sehingga pengungsi Rohingya dapat kabur dari tempat penampungan

yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru menyampaikan bahwa tata

tertib bagi pengungsi dari luar negeri, termasuk pengungsi dari Rohingya,

dibuat oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kota

Pekanbaru, sedangkan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

bertugas mengawasi para pengungsi selama berada di tempat

penampungan.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga menyampaikan bahwa

dalam tata tertib bagi pengungsi dari luar negeri disebutkan bahwa

pengungsi diizinkan keluar dari tempat penampungan dari jam 06.00

WIB dan harus kembali pada jam 20.00 WIB. Namun, pengungsi yang

ingin keluar dari tempat penampungan harus mendapatkan izin terlebih

dahulu dari petugas Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

Pengungsi Rohingya yang ingin keluar dari tempat penampungan juga

diwajibkan untuk:

1. Mengisi buku register keluar dan kembali

57
2. Menyerahkan kartu izin keluar kepada petugas

3. Memakai kartu identitas pengungsi.

Terkait dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh

petugas Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru, Kepala Seksi

Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru menambahkan bahwa petugas Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sudah melakukan pengawasan

terhadap pengungsi Rohingya sesuai dengan standar yang diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi dari Luar Negeri. Namun, petugas Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru tidak dapat melakukan pengawasan secara

penuh selama 24 (dua puluh empat) jam di tempat pengungsian karena

keterbatasan jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

Faktor penghambat yang kedua dalam pelaksanaan pengawasan

keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

terhadap pengungsi Rohingya adalah faktor keluarga karena keluarga

para pengungsi Rohingya yang kabur dari tempat penampungan di Kota

Pekanbaru sebagian besar memilih mengungsi di Negara Malaysia.

Salah seorang pengungsi Rohingya yang bernama Nur Amin bin

Abdur Rahman yang masih bertahan di tempat penampungan yang

ada di bawah pengawasan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru menyampaikan bahwa para pengungsi yang kabur dari tempat

58
penampungan tersebut pergi menyusul keluarganya yang ditempatkan

mengungsi di Malaysia agar dapat berkumpul bersama. Nur Amin bin

Abdur Rahman sebelumnya ditempatkan di Malaysia, namun karena

istrinya ditempatkan di Indonesia, Nur Amin bin Abdur Rahman

kemudian pindah ke Indonesia.

Faktor penghambat yang ketiga dalam pelaksanaan pengawasan

keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

terhadap pengungsi Rohingya adalah faktor pekerjaan karena para

pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia tidak dibolehkan bekerja,

sedangkan Negara Malaysia membolehkan para pengungsi Rohingya

untuk bekerja.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru menyampaikan bahwa memang

benar para pengungsi Rohingya tidak dibolehkan bekerja. Ketentuan ini

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-

1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal. Dalam

Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun

2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal dilampirkan Surat Pernyataan

Pengungsi yang mengatur bahwa pengungsi tidak boleh mencari kerja

dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mendapatkan upah.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga menyampaikan bahwa

para pengungsi Rohingya sebenarnya menerima ‘uang saku’ dari

59
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui International Organization

for Migration (IOM) yang berkedudukan di Jakarta sebesar

Rp1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan

untuk pengungsi yang sudah dewasa dan Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah) perbulan untuk pengungsi yang masih anak-anak.

Faktor penghambat yang keempat dalam pelaksanaan pengawasan

keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

terhadap pengungsi Rohingya adalah tidak adanya sanksi yang tegas dari

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi

yang melanggar tata tertib di tempat penampungan.

Salah seorang pengungsi Rohingya yang bernama Hazera Khatun

yang masih bertahan di tempat penampungan yang ada di bawah

pengawasan Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

menyampaikan bahwa pengungsi yang melanggar tata tertib di tempat

penampungan biasanya hanya diberikan sanksi berupa teguran lisan dan

surat peringatan tertulis dari petugas Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru serta diwajibkan menandatangi surat pernyataan

agar pengungsi tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut.

60
C. Upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Hambatan-hambatan

Pelaksanaan Pengawasan Keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru terhadap Pengungsi Rohingya Berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi dari Luar Negeri

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

menyampaikan bahwa petugas di Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru melakukan pengawasan keimigrasian terhadap para pengungsi

Rohingya. Pengawasan keimigrasian terhadap para pengungsi Rohingya

dilaksanakan saat:

1. Pengungsi Rohingya ditemukan di wilayah Indonesia.

2. Pengungsi Rohingya berada di tempat penampungan dan di luar

tempat penampungan.

3. Pengungsi Rohingya diberangkatkan ke negara tujuan.

4. Pemulangan pengungsi Rohingya secara sukarela.

5. Pendeportasian pengungsi Rohingya ke negara asalnya.

Dari observasi awal yang dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru, diperoleh informasi bahwa pada tanggal 20

Maret 2024 Kota Pekanbaru kedatangan 119 orang pengungsi Rohingya

yang dipindahkan dari Provinsi Aceh. Namun, baru empat hari di Kota

Pekanbaru, 26 orang pengungsi yang berada di bawah pengawasan

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru berhasil kabur dari

tempat penampungan. Selanjutnya, pada tanggal 2 April 2022 ada 8

61
orang pengungsi Rohingya yang kabur lagi dari tempat penampungan

dengan cara memanjat pagar pembatas dan sampai saat ini belum

ditemukan keberadaannya oleh aparatur Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru. (https://www.detik.com/sumut/berita/d-

6106996/8-pengungsi-rohingya-di-pekanbaru- kabur-lagi)

Pelaksanaan pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang

Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri belum terlaksana karena pada

tanggal 24 Maret 2024 ada 26 orang pengungsi Rohingya yang kabur dari

tempat penampungan dan tanggal 2 April 2024 ada 8 orang pengungsi

Rohingya yang kabur dari tempat penampungan.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan

pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri

terkait dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sehingga pengungsi

Rohingya dapat kabur dari tempat penampungan yang telah disediakan

oleh Pemerintah Kota Pekanbaru adalah Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru dapat meningkatkan pengawasan pada tempat-

tempat penampungan para pengungsi Rohingya yang ada di Kota

62
Pekanbaru melalui penambahan petugas jaga dan penambahan waktu jaga

serta pemasangan kamera pengawas.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan

pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri

terkait dengan faktor keluarga karena keluarga para pengungsi Rohingya

yang kabur dari tempat penampungan di Kota Pekanbaru sebagian besar

memilih mengungsi di Negara Malaysia adalah Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru dapat berkoordinasi dengan aparatur penegak

hukum seperti TNI dan POLRI untuk membantu menangkap para

pengungsi yang kabur serta berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal

Imigrasi Republik Indonesia melalui Kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Provinsi Riau untuk mencegah

para pengungsi kabur ke luar negeri karena apapun alasannya para

pengungsi Rohingya tersebut ditempatkan oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) di Indonesia dan menjadi tanggung jawab dari Pemerintah

Republik Indonesia.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan

pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri

terkait dengan faktor pekerjaan karena para pengungsi Rohingya yang

63
ada di Indonesia tidak dibolehkan bekerja, sedangkan Negara Malaysia

membolehkan para pengungsi Rohingya untuk bekerja adalah Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru dapat memberdayakan para

pengungsi Rohingya untuk melakukan pekerjaan ringan yang produktif

dan dapat menghasilkan sesuatu seperti membuat peralatan rumah tangga

dan kerajinan tangan yang dapat dijual sehingga para pengungsi dari

Rohingya mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari selama di tempat pengungsian.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan

pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri

terkait dengan tidak adanya sanksi yang tegas dari Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi yang melanggar

tata tertib di tempat penampungan adalah Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru dapat menerapkan sanksi yang tegas kepada

pengungsi Rohingya yang melanggar tata tertib di tempat penampungan.

Meskipun dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016

tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri tidak ada ketentuan

mengenai sanksi bagi pengungsi yang kabur dari tempat penampungan,

namun Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru menyampaikan bahwa dalam

tata tertib bagi pengungsi di tempat penampungan yang diterbitkan oleh

64
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kota Pekanbaru

diatur mengenai sanksi bagi pengungsi yang melanggar tata tertib yaitu :

1. Pengungsi tidak diberikan izin keluar dari tempat penampungan.

2. Pengungsi ditempatkan secara terpisah dalam ruangan khusus yang

ada di Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

3. Pengungsi dipindahkana ke Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM)

di provinsi lain.

Kepala Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan Rumah

Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru juga menyampaikan bahwa

dari 34 (tiga puluh empat) orang pengungsi Rohingya yang kabur dari

tempat penampungan, 1 (satu) orang pengungsi Rohingya yang bernama

Mohammed Riyes telah kembali ke tempat penampungan karena tidak

berhasil menyeberang ke Negara Malaysia. Pengungsi Rohingya yang

kabur dari tempat penampungan diberikan sanksi yang tegas oleh Kepala

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru yaitu ditempatkan

secara terpisah dalam ruangan khusus yang ada di Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

Pengungsi dari Rohingya yang bernama Mohammed Riyes

kembali ke tempat penampungan yang ada di bawah pengawasan

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru karena tidak berhasil

menyeberang ke Negara Malaysia. Mohammed Riyes menyampaikan

bahwa ia kabur dari tempat penampungan untuk pergi menyusul

keluarganya yang mengungsi di Malaysia karena keluarganya

65
mengatakan Negara Malaysia membolehkan para pengungsi Rohingya

untuk bekerja, berbeda dengan di Indonesia. Mohammed Riyes juga

menyampaikan bahwa ia dikenakan sanksi oleh Kepala Rumah Detensi

Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru karena kabur dari tempat penampungan

yaitu ditempatkan secara terpisah dalam ruangan khusus yang ada di

Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan

66
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi dari Luar Negeri belum terlaksana dengan baik.

2. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan

keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru

terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri

adalah kurangnya pengawasan dari petugas Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru, faktor keluarga dan faktor pekerjaan, serta

tidak adanya sanksi yang tegas dari Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru.

3. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan

pelaksanaan pengawasan keimigrasian oleh Rumah Detensi Imigrasi

(RUDENIM) Pekanbaru terhadap pengungsi Rohingya berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan

Pengungsi dari Luar Negeri adalah meningkatkan pengawasan pada

tempat-tempat penampungan para pengungsi Rohingya yang ada di

Kota Pekanbaru, berkoordinasi dengan aparatur penegak hukum

seperti TNI dan POLRI untuk menangkap para pengungsi yang kabur

dari tempat penampungan dan mencegahnya kabur ke luar negeri,

memberdayakan para pengungsi Rohingya untuk melakukan

pekerjaan ringan yang produktif dan dapat menghasilkan sesuatu,

serta memberikan sanksi yang tegas kepada pengungsi Rohingya yang

kabur dari tempat penampungan.

67
B. Saran

1. Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sebaiknya

meningkatkan pengawasan terhadap para pengungsi Rohingya di

penampungan yang ada di Kota Pekanbaru melalui penambahan

petugas jaga dan penambahan waktu jaga serta pemasangan

kamera pengawas agar tidak ada lagi pengungsi yang kabur dari

tempat penampungan.

2. Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sebaiknya

berkoordinasi dengan aparatur penegak hukum seperti TNI dan

POLRI untuk membantu menangkap para pengungsi yang kabur

serta berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Republik

Indonesia melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (HAM) Provinsi Riau untuk mencegah para

pengungsi kabur ke luar negeri.

3. Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Pekanbaru sebaiknya

memberdayakan para pengungsi Rohingya untuk melakukan

pekerjaan ringan yang produktif dan dapat menghasilkan sesuatu

seperti membuat peralatan rumah tangga dan kerajinan tangan

yang dapat dijual sehingga para pengungsi dari Rohingya

mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari- hari selama di tempat pengungsian.

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-buku

Alunaza, Hardi. Kebijakan Pemerintah Indonesia Melalui Sekuritisasi Migrasi


Pengungsi Rohingya di Indonesia Vol.2 No.1 . Pontianak: Jurnal Hukum
Univ Tanjung Pura, 2020.

Anggrainy, Vindy Septia. Perlindungan Pengungsi Lintas Batas Negara di


Indonesia Menurut Internasional, Lex et Societatis Vol.
II/No.1/Januari/2014. Jakarta: Jurnal Hukum, 2014.

69
Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol (Diterjemahkan oleh Zulkifly
Hamid). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002.

Daman, Rozikin. Hukum Tata Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.

Djamaly, Mizwar. Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia. Bekasi: Kreasi Jaya
Utama, 1995.

dkk, Erlis Milta Rin Sondole. Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan
Pengawasan terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pertamina (Persero)
Unit Pemasaran VII Pertamina BBM Bitung. Bitung: Jurnal EMBA
Vol.3 , 2015.

Dwidjowito, Nugroho. Manajemen Pemberdayaan senuah pengantar dan


PAnduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2008.

Fadjar, Abdul Mukthie. Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum. Malang: Setara
Press, 2016.

Huda, Ni'matul. Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review. Yogyakarta:


UII Press, 2005.

Husin, Sukanda. UNHCR dan Perlindungan Hak Azasi Manusia. Padang: Jurnal
Hukum No.7 Th.V, 1998.

Kadarisman, M. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rajawali, 2013.

Khusnurdilo, Sulthon Masyhud dan Moh. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta:


Diva Pustaka, 2005.

Krustiyati, Atik. Kebijakan Pengungsi di Indonesia, Kajian Dari Konvensi


Pengungsi Tahun 1951. Surabaya: UBAYA, 2012.

Kurniawan, Yuliana Primawardhani and Arief Rianto. Penanganan Pengugnsi


dari Luar Negeri Oleh Petugas Rumah Detensi Imigrasi di Provinsi
Sulawesi Selatan. Makasar: Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 12 No.2,
2018.

Kusnardi, Moh. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006.

70
Pelangi, Intan. Perlindungan Terhadap Para Pencari Suaka Berdasrkan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Bandung:
Jurnal Ilmu Hukum Padjadjaran Vol.4 Nomor 1 (ISSN 2460-1543)(e-
ISSN 2442-9325), 2017.

Persian, Yanuarda Yudo. Pengaturan dalam Hukum Internasional Mengenai


Pengungsi Akibat Perubahan Iklim yang Melintasi Batas Internasional
(Environmental Refugees). Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Romsan, Achmad. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Hukum


Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional. Jakarta:
UNHCR Regional Respresentation, 2003.

—. Pengantar Pengungsi Internasional. Bandung: Sanic Offset, 2003.

Rosmawati. perlindungan Terhadap Pengugnsi/Pencari Suaka Di Indonesia


(Sebagai Negara Transit) Menurut Konvensi 1951 Dan Protokol 1967.
Jakarta: Kanun Jurnal Hukum No.67 th XVII, 2015.

Rusli, Said. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: Lembaga Penelitian,


Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 2015.

Sakharina, Iin Karita. Pengungsi dan HAM . Makasar: Jurnal FH Internasional


Univ. Hasanuddin Vol. Nomor 2, 2013.

Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Sibuea, Hotma P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas


Umum Pemerintahan yang Baik. Jakarta: Erlangga, 2010.

Simbolon, Maringan Masry. Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta:


Ghalia Indonesia, 2004.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.

Syafaruddin. Efektifitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Tutik, Titik Triwulan. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia cet.2. Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2006.

Wagiman. Hukum Pengungsi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Widodo, Djoko. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan APlikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media, 2007.

71
Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo,
2002.

Yahya, Yohannes. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari

Luar Negeri

3. Internet/Lainnya

www.imigrasi.go.id/en/2021/10/28/ditjen-imigrasi-hingga-agustus2021-terdapat-

13-343-pengungsi-dan-pencari-suaka-dari-luar-negeri-di-indonesia, diakses pada

tanggal 8 November 2023 pada pukul 15.12 WIB

https://www.hukumonline.com/klinik/a/berapa-lama-jangka-waktu-pelaksanaan-

wajib-lapor-lt517a33da060fc, diakses pada tanggal 8 November 2023 pada pukul

15.32 WIB

https://kbbi.web.id/dasar, diakses pada tanggal 8 November 2023 pada pukul

15.44 WIB

LAMPIRAN

72

Anda mungkin juga menyukai