Anda di halaman 1dari 3

KEPULAUAN SERIBU PART 1

PULAU SEBIRA

Kepulauan Seribu, atau dikenal juga sebagai Kepulauan Seribu, adalah sebuah gugusan pulau di
sebelah utara Jakarta, Indonesia. Terletak di Teluk Jakarta, Kepulauan Seribu terdiri dari sekitar 110
pulau kecil yang tersebar di sepanjang Laut Jawa. Beberapa pulau yang terkenal di antaranya adalah
Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Harapan.

Kepulauan Seribu dikenal sebagai destinasi wisata populer karena keindahan alamnya yang
menakjubkan, terumbu karang yang indah, pantai pasir putih, dan kegiatan air seperti snorkeling,
diving, dan berperahu. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu juga merupakan tempat yang populer untuk
liburan, camping, dan aktivitas rekreasi lainnya. Selain itu, pulau-pulau ini juga memiliki potensi
ekowisata yang tinggi dengan berbagai jenis satwa laut dan taman nasional yang dilindungi.

Pulau Sabira berjarak 57 mil dari daratan Jakarta, tepatnya dari Pelabuhan Kali Adem. Waktu tempuh
dengan kapal cepat berkisar 2,5 jam hingga tiga jam.

Sabira merupakan pulau terdepan dan paling utara Jakarta, terpencil di antara pulau-pulau lain di
Kepulauan Seribu. Pulau ini dikelilingi pohon-pohon besar berusia ratusan tahun di hutan yang kaya
akan pohon ketapan, kampak-kampak, randu dan pohon lainnya. Bisa dipastikan, sumber air
alami melimpah di pulau seluas 8,2 hektar ini yang dihuni oleh hanya 625 penduduk.

Dari dermaga Sabira tampak mercusuar besi pertama "Noordwachter” yang dibangun pemerintah
Hindia Belanda dengan konstruksi besi yang kokoh. Mercusuar ini dibuat pada 1867 di Belanda oleh
Grosfmederij Leiden.

Pada 2015, menjadi titik awal Agung dengan empat kawannya di Pulau Sabira menyelamatkan penyu
sisik atau dalam bahasa latinnya Eretmachelys imbricata. Meskipun penyu sisik belum termasuk
satwa yang dilindungi undang-undang konservasi hayati, namun penyu sisik masuk dalam
kategori critically endangered atau nyaris punah di Red Data Book IUCN.

Laporan jurnal Oceanografi LIPI menyebutkan, penyu sisik sering dipungut habis telurnya ditempat
persarangannya, binatangnya ditangkap dan dibunuh untuk diambil kulit sisiknya. Nilai sisik [tortoise
shell] penyu sisik lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyu hijau atau jenis penyu yang lain, karena
lebih tebal atau warnanya lebih bagus.

Para pengrajin kulit, baik di dalam negeri dan terlebih-lebih di Jepang, cenderung memilih kulit sisik
penyu sisik sebagai bahan baku pembuatan barang-barang kerajinan, perhiasan badan maupun
perhiasan rumahtangga. Akibatnya, penyu sisik diburu di alam dan kulit sisiknya diperdagangkan
sebagai barang ekspor.

Mengetahui habitat penyu sisik yang nyaris punah, Agung melakukan pendekatan pada warga Sabira
agar mereka berhenti mengambil telur penyu sisik, tidak mengonsumsi telur penyu sisik dan tidak
membunuh penyu sisik. Dia terus melakukan penyadaran dan melibatkan warga Sabira untuk
melindungi penyu sisik dari ancaman kepunahan. Alhasil, warga Sabira pun berubah menjadi relawan
penyelamat penyu sisik. Sejak 2015, ratusan telur penyu sisik berhasil ditetaskan di penangkaran.
Bahkan lebih 10 ribu ekor tukik (anak penyu sisik) berhasil dilepasliarkan ke pantai.
"Dulu sepulang melaut, saya lanjut ke rumah penyu mengganti air penampungan penyu dengan
menggunakan ember, sebelum ada mesin pompa, "ujar Agung. Dia mengawali penangkaran penyu
sisik dengan pondok kayu sederhana, sebelum ada bangunan tembok permanen seperti sekarang.
Setiap tiga tahun sekali, Agung dan kawan-kawannya memperpanjang perjanjian kerja sama dengan
BKSDA – Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta.

Pemuda Sabira lainnya adalah Irwansyah, yang memulai gagasan penanaman mangrove untuk
menahan potensi abrasi. Dengan bantuan dana CSR, Irwan dan kawan-kawannya membeli polibag,
serta melakukan pembibitan mangrove. "Awalnya 10 ribu bibit mangrove. Kami membayar warga yang
lakukan pembibitan, Rp 1.000 – 1.500 per bibit, tergantung ukuran mangrove," ujar Irwan. Pulau Sabira
pun lebih hijau dikelilingi hutan mangrove, baik mangrove yang tumbuh alami maupun mangrove yang
ditanam oleh para pemuda. Pada 2019, kelompok pemuda penggerak konservasi itu diganjar
penghargaan Kalpataru atas jasa mereka melestarikan lingkungan hidup di Pulau Sabira.

Anda mungkin juga menyukai