Anda di halaman 1dari 17

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi

Pulau-pulau Kecil

I.

Pendahuluan
Kabupaten Jember menjadi sebuah daerah yang memiliki beberapa
wilayah perairan dan pulau-pulau kecil, salah satunya adalah pulau Nusa Barong
yang menjadi salah satu primadona wisata karena kealamiahan pemandangan
yang ada disana. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu ekosistem yang ada di
pulau ini mengalami kerusakan karena beberapa aktivitas yang dilakukan
penduduk sekitar seperti menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
(potassium dan dinamit) serta jangkar nelayan yang bersandar untuk mencuri
telur-telur penyu yang akan dijual di pasar gelap dengan harga yang selangit.
Kerusakan terumbu karang tercatat hampir 85% yang terjadi di pulau ini. Hal ini
mengakibatkan produktivitas nelayan semakin berkurang hingga mencapai 20%
sejak tahun 2009 hingga 2011 dengan sulit ditemukannya hampir semua jenis
ikan,baik lemuru maupun tongkol yang sebelumnya menjadi hasil tangkapan
mayoritas nelayan Puger.
Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar pulau Nusa Barong dapat
memicu berbagai masalah seperti berkurangnya produktivitas nelayan karena
rusaknya

terumbu

karang

yang

merupakan

tempat

biota

laut

untuk

berkembangbiak, beradabtasi dan bertelur serta merusak keindahan pulau yang


akan mengurangi ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke pulau Nusa
Barong. Sehingga diperlukan upaya konservasi baik dari pemerintah, LSM
maupun masyarakat agar kelestarian sumberdaya laut dapat terjaga dengan baik.
Namun, disisi lain diperlukan payung hukum yang jelas agar tidak menimbulkan
masalah hukum di kemudian hari.
II. Pembahasan
Nusa Barong, Pulau Kecil Berpotensi Besar
Nusa Barong adalah sebuah pulau kecil di kecamatan Puger kabupaten
Jember Provinsi Jawa Timur yang terletak secara geografis berada pada 08 30'
30'' LS 113 17' 37'' BT dengan luas pulau 78.76 km2. Dalam sejarah disebutkan
1

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

bahwa sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, pulau Nusa Barong terkenal
sebagai habitat satwa rusa (Cervus timorensis), penyu (Chelonidae) dan beberapa
burung laut sehingga kawasan ini dikenal sebagai area perburuan rusa yang ideal.
Tetapi dengan semakain maraknya perburuan rusa dikhawatirkan satwa-satwa di
kawasan ini mengalami kepunahan. Untuk menghindari kerusakan hutan dan
menurunnya populasi satwa, pada tanggal 9 Oktober 1920 pemerintah Hindia
Belanda menerbitkan SK melalui Staatblad No. 736 yang berisi penetapan pulau
Nusa Barong seluas 6100 Ha sebagai kawasan cagar alam. Saat ini, kawasan cagar
ala mini berada di bawah naungan Sub Balai KSDA Jawa Timur II, sub seksi
KSDA Meru Nusa Barong.
Dari segi aksesbilitas, pulau Nusa Barong dapat dicapai melalui jalur
darat dan dilanjutkan dengan transportasi laut. Titik keberangkatan dapat dimulai
dari kota Jember menuju PPI Puger di desa Puger Kulon kecamatan Puger lalu
dilanjutkan dengan menyewa perahu nelayan menuju pulau Nusa Barong. Rute
lain yang dapat ditempuh melalui desa Getem yang berjarak 11 km dari
kecamatan Puger, dari desa ini menuju ke pulau Nusa Barong 30 menit dengan
menggunakan perahu jukung. Kondisi jalan menuju desa Puger Kulon sudah
beraspal dan dapat dilewati kendaraan roda empat. Desa ini menyediakan perahu
atau kapal dengan berbagai ukuran sebagi alat transportasi laut menuju pulau
Nusa Barong. Kendala transportasi yang sering terjadi adalah sering terjadi
kecelakaan di pintu masuk menuju PPI Puger (Plawangan).
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh pulau Nusa Barong sangat
beragam. Di bidang kehutanan berupa cagar alam yang masih memiliki plasma
nutfah, penyu, rusa dan hewan lainnya. Di bidang perikanan, pulau Nusa Barong
kaya akan ikan jenis pelagis dan demersal. Ikan pelagis menjadi ikan yang banyak
ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau ini antara lain ikan tongkol, selar, lemuru,
kembung dan sebagainya yang ditangkap menggunakan jaring pukat cincin (purse
seine). Ikan demersal yang umumnya ditangkap adalah ikan kerapu, kuwe, kakap,
kurisi dan lain-lain yang ditangkap dengan menggunakan pancing. Selain itu,

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

terdapat lobster dan kepiting yang hidup di perairan karang, nelayan


menggunakan jaring insang dan kredet untuk menangkapnya di perairan sebelah
selatan pulau Nusa Barong. Sedangkan jenis hewan rusa yang merupakan jenis
hewan buruan mengalami penurunan populasi akibat perburuan liar. Di kawasan
ini juga banyaki dijumpai satwa yang termasuk mamalia, aves dan reptil seperti
ular. Pulau ini walaupun tidak berpenghuni namun banyak didatangi nelayan
untuk menangkap ikan karena Nusa Barong merupkan wilayah fishing ground
yang potensial.
Potensi Nusa Barong yang Perlu Digali
Nusa Barong memiliki beragam potensi antara lain berpotensi sebagai
obyek penelitian ekologi karena terdapat ekologi penyu, wallet, biota laut dan
terumbu karang. Penelitian di pulau ini belum pernah dilakukan. Lokasi-lokasi
yang dapat dilakukan untuk penelitian ini antara lain Teluk Cambah, Teluk Jeruk,
Teluk Kepuh, Teluk Ketimo, Teluk Tambakan, Teluk Plirik, Teluk Bande Alit dan
Teluk Endog-endogan. Penelitian mengenai penyu belum mendetail terutama
kekonsistenan satwa tersebut untuk bertelur di kawsan ini sehingga perlu
pelabelan. Secara Geologi, pulau ini terdapat berbagai jenis batu-batuan
diantaranya batu kaca yang belum pernah diteliti dan juga gejala-gejala alam
lainnya seperti adanya tebing-tebing yang curam dan tinggi dengan lapisanlapisan tanahnya yang sangat jelas sebagai akibat dari kerasnya deburan ombak
pantai selatan. Disini, juga terdapat beberapa goa yang merupakan sarang burung
walet. Pulau Nusa Barong juga memiliki situs sejarah yang belum teridentifikasi
sebagai lokasi yang menjadi saksi perjuangan sejarah bangsa Indonesia. Untuk itu,
penggalian sejarah perlu dilakukan untuk melengkapi sejarah bangsa ini karena
hal itu perlu dilakukan untuk merawat dan melestarikan peninggalan fisik antara
lain berupa bak air tawar, menara pengintai dan bunker perlindungan yang dibuat
oleh penjajah.

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Nusa Barong dapat digunakan sebagai obyek wisata pendidikan karena di


kawasan ini terdapat tumbuhan, satwa, ekosistem, obyek wisata sejarah dan
pendidikan lingkungan. Potensi tumbuhan yang khas di kawasan ini antara lain
kayu stigi (untuk pembuatan tongkat), kayu mursodo, kayu kuniran (sebagai
pewarna batik) dan kayu talang pasir (sebagai dayung perahu). Jenis satwa yang
sering dijumpai di kawsan ini antara lain rusa, babi hutan, budeng yang termasuk
jenis mamalia. Sriti, elang laut, walet, bangau, elang coklat, mliwis yang termasuk
kategori aves dan penyu, biawak, ular yang masuk dalam kategori reptil. Di
kawasan ini terdapat empat tipe ekosistem yang dapat dijumpai yaitu ekosistem
pantai dengan jenis-jenis dominan nyamplung (Calophyllum inuphyllum), pandan
(Pandanaceae) dan waru laut (Hibiscus tiliaceae), ekosistem mangrove dengan
jenis-jenis Rhizopora sp dan Avicenia sp, ekosistem rawa dengan jenis-jenis
dominan putat (Alstonia spontulas) dan sengir (Pleinocasiuma sternatifolium)
serta ekosistem hutan dataran rendah dengan jenis tumbuhan yang dominan kepuh
(Sterculia foetida) dan serut (Streblus asper). Objek tumbuhan, satwa dan
ekosistem ini dapat digunakan untuk kegiatan pengenalan jenis-jenisnya, deskripsi
tumbuhan dan satwa maupun perilaku satwa dan ekologinya.
Objek wisata sejarah di sini berupa benteng pertahanan dengan menara
pengintai dan beberapa ruangan serta bak mandi peninggalan masa penjajahan
Jepang yang terletak di atas Teluk Jeruk. Objek lainnya adalah makam Mbah
Sindu, yang menurut cerita penduduk Puger merupakan pengikut setia Pangeran
Puger. Pangeran Puger adalah pangeran Kerajaan Mataram di Jawa Tengah yang
melarikan diri ketika masa penjajahan Belanda. Di dalam kawasan Pulau Nusa
Barong juga terdapat batu-batuan yang dapat digunakan untuk pengenalan jenis
batuan, diantaranya adalah batu kaca yang merupakan bahan dasar pembuatan
kaca mobil. Selain itu, pada tebing-tebing pulau yang berbatasan dengan laut
terdapat lapisan-lapisan tanah yang sangat terlihat dan juga dapat menjadi objek
wisata pendidikan terutama cabang ilmu geologi yang cukup menarik untuk
diamati.

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Pulau Nusa Barong juga berpotensi untuk pengembangan di bidang


perikanan tangkap, sebaiknya dilakukan pengembangan alat tangkap perikanan
pukat cincin (purse seine) dengan alat bantu rumpon permukaan. Untuk perikanan
laut dalam dapat dikembangkan jaring insang dasar (bottom gillnet) dan rumpon
laut dalam. Selain itu, diperlukan juga pengelolaan kawasan pesisir antara lain
dalam bentuk kebijakan pemerintah seperti rehabilitasi kerusakan ekosistem
mangrove, terumbu karang, lahan pesisir bekas penambangan pasir, pencegahan
erosi pantai maupun pengendalian pencemaran yang berasal dari darat,
pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat pesisir, pengembangan
mata pencaharian alternatif serta pemanfaatan sumberdaya pesisir. Untuk
pengembangan di bidang kehutanan, sebaiknya dilakukan konservasi kehutanan
yang berbasis kerakyatan juga pelestarian penyu dan rusa, sehingga kelangsungan
hidup penyu dan rusa di pulau tersebut dapat terjaga, serta mencegah penebangan
hutan secara liar serta penangkapan ikan menggunakan bom dan racun dan juga
sampah manusia yg terus mengalir dari muara Puger dan sekitarnya.
Kondisi Nusa Barong Hari Ini
Keeksotisan pulau Nusa Barong menarik perhatian wisatawan, di dunia
maya pun sudah banyak yang mempromosikan pulau ini sebagai destinasi wisata
lokal yang menawan. Pada tahun 2009, bahkan bupati Jember (Djalal)
mengunjungi pulau ini bersama sejumlah kepala dinas dan dua investor asal
Surabaya. Pemerintah Jember berminat menjadikan pulau Nusa Barong sebagai
obyek tujuan wisata sehingga akan ada pengajuan proposal ke pemerintahan pusat
dan provinsi. Ada pula agensi wisata yang mencoba meminta ijin kepada Bidang
Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember untuk menjadikan Nusa
Barong sebagai bagian paket wisata. Jika dilihat dari perspektif wisata, Nusa
Barong memang layak menjadi incaran para penggemar jalan-jalan. Nusa Barong
memiliki kekhasan dan keunikan, baik dari sisi flora maupun ekosistem.

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

BKSDA sering kerepotan menghadapi pencurian telur penyu, sarang


burung walet, dan kayu sentigi yang terjadi sejak 1980. Tahun 2011 lalu, ada dua
kasus pencurian telur penyu yang terbongkar, di Kota Batu dan Kecamatan Puger,
Jember. Jumlah telur penyu curian yang diamankan sekitar dua ribu butir. Dua
penjual mengaku mendapat telur penyu curian dari Nusa Barong. Petugas
kesulitan melakukan pengawasan intensif karena sulitnya medan dan besarnya
biaya transportasi. Di pulau itu tak ada air tawar, sehingga sulit dibangun pos
permanen. Dulu sempat ada pos di Nusa Barong, namun hancur terkena ombak
Tsunami. Jadi petugas memakai sistem berkemah saja, dan dua bulan sekali
masuk ke kawasan konservasi.
Namun model kemping seperti itu bukannya tanpa kelemahan. Tim dari
BKSDA tak bisa setiap saat masuk ke kawasan konservasi sesuai jadwal, terutama
pada Desember dan Januari, saat puncak kedatangan penyu ke pantai dan bertelur.
Saat Desember-Januari jumlah penyu yang bertelur di sana bisa mencapai 10-20
ekor semalam. Ombak yang besar membuat petugas kesulitan masuk ke Nusa
Barong. Di lain pihak, pencuri telur penyu kadang nekat. Mereka berani berenang
ke pantai Nusa Barong. Dari sini, BKSDA tak berani membuka pintu lebar-lebar
bagi peluang dijadikannya Nusa Barong sebagai objek wisata. Apalagi pulau ini
juga salah satu pulau terluar Indonesia. Jika terjadi kerusakan akibat intervensi
manusia, maka sedikit-banyak akan mengganggu kedaulatan negara. Kerusakan
mudah timbul di daerah itu, karena lapisan tanahnya cukup tipis.
Kerusakan terumbu karang tercatat hampir 85% yang terjadi di pulau ini.
Hal ini mengakibatkan produktivitas nelayan semakin berkurang hingga mencapai
20% sejak tahun 2009 hingga 2011 dengan sulit ditemukannya hampir semua
jenis ikan pelagis dan demersal. Ikan pelagis menjadi ikan yang banyak ditangkap
oleh nelayan di sekitar pulau ini antara lain ikan tongkol, selar, lemuru, kembung
dan sebagainya yang ditangkap menggunakan jaring pukat cincin (purse seine).
Ikan demersal yang umumnya ditangkap adalah ikan kerapu, kuwe, kakap, kurisi
dan lain-lain yang ditangkap dengan menggunakan pancing. Selain itu, terdapat

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

lobster dan kepiting yang hidup di perairan karang, nelayan menggunakan jaring
insang dan kredet untuk menangkapnya di perairan sebelah selatan pulau Nusa
Barong yang sebelumnya menjadi hasil tangkapan mayoritas nelayan Puger.
Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar pulau Nusa Barong dapat memicu
berbagai masalah seperti berkurangnya produktivitas nelayan karena rusaknya
terumbu karang yang merupakan tempat biota laut untuk berkembangbiak,
beradabtasi dan bertelur serta merusak keindahan pulau yang akan mengurangi
ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke pulau Nusa Barong.

Ketiadaan Payung Hukum Kawasan Konservasi Perairan di Jember


Kebijakan ialah rangkaian konsep dan asas terkait dengan kawasan
konservasi yang menjadi pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi untuk mencapai tujuan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia. Kebijakan berbeda dari prosedur atau protokol. Kebijakan menentukan
apa dan mengapa suatu tindakan konservasi diperlukan. Sedangkan prosedur atau
protokol mencakup keseluruhan tentang apa, siapa, bagaimana, dimana, dan kapan
kegiatan dilakukan untuk mencapai sasaran (tujuan) Kawasan Konservasi Perairan
di Indonesia. Kebijakan juga bisa dikatakan sebagai pernyataan kehendak,
statement of intent, atau komitmen untuk melakukan tidakan yang dibutuhkan
dalam rangka pencapaian sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia.
Oleh sebab itu, Dinas Perikanan Peternakan dan Kelautan (KKP)
kabupaten Jember akan menjadikan Pulau Nusa Barong di sekat Puger sebagai
kawasan konservasi taman wisata perairan. Dinas KKP akan mengajukan program
rehabilitasi terumbu karang termasuk pemanfaatan kawasan perairannya sebagai
konservasi alam. Dalam pengelolaan kawasan, Dinas akan membentuk Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Puger yang akan bekerja sama dengan Balai

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim III. Langkah ini diharapkan
mampu menjadikan Pulau Nusa Barong sebagai benteng Kabupaten Jember yang
berada di gugusan Line of Fire agar tetap lestari dan mampu menjadi pelindung
ketika terjadi tsunami atau bencana lain.
Diperlukan sebuah kerangka hukum sebagai upaya pelaksanaan aktivitas
yang akan dilakukan melalui kebijakan. Kebijakan ialah rangkaian konsep dan
asas terkait dengan kawasan konservasi yang menjadi pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi untuk mencapai tujuan
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan berbeda dari
prosedur atau protokol dia menentukan apa dan mengapa suatu tindakan
konservasi diperlukan. Sedangkan prosedur atau protokol mencakup keseluruhan
tentang apa, siapa, bagaimana, dimana, dan kapan kegiatan dilakukan untuk
mencapai sasaran (tujuan) Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan
juga bisa dikatakan sebagai pernyataan kehendak, statement of intent, atau
komitmen untuk melakukan tidakan yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian
sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Negara Indonesia
terkenal sebagai kawasan pusat segitiga terumbu karang (The Coral Triangle
Center ).
Salah satu program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara berkelanjutan dilakukan melalui konservasi yang bertujuan melindungi,
melestarikan dan mengelola secara berkelanjutan sumberdaya ikan, meliputi
ekosistem, jenis dan genetik ikan secara lestari dan berkelanjutan. Salah satu
upaya konservasi ekosistem adalah dengan mengembangkan dan menetapkan
kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikelola dengan
sistem zonasi, diantaranya zona perikanan berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan
masyarakat untuk budidaya dan penangkapan ikan ramah lingkungan serta zona
pemanfaatan untuk kegiatan wisata bahari. Program ini tentunya sejalan dengan
penerapan prinsip blue economy untuk mendukung industrialisasi kelautan dan
perikanan.

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 memperkenalkan istilah baru


kawasan konservasi yang berlaku untuk Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil didefinisikan sebagai upaya
perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan 336
Hukum dan kebijakan kawasan konservasi perairan kesinambungan sumber daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragamannya (Pasal 1(19)). Sedangkan Kawasan
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan (Pasal
1(20)).
Pasal 28 (4) menyatakan bahwa kawasan konservasi di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Setahun kemudian,
Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Peraturan Menteri No. 17 tahun
2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 4(1) dari Peraturan Menteri ini menyatakan bahwa Kategori Kawasan
Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri dari:

Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , yang selanjutnya disebut

KKP3K;
Kawasan Konservasi Maritim, yang selanjutnya disebut KKM;
Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut KKP; dan
Sempadan Pantai.
Selanjutnya, Pasal 5 menyatakan bahwa jenis KKP3K terdiri dari kategori:
Suaka pesisir;
Suaka pulau kecil;
Taman pesisir; dan
Taman pulau kecil.
Kawasan konservasi di wilayah perairan juga menggunakan istilah yang

berbeda. UU No. 31 tahun 2004 menggunakan istilah Kawasan Konservasi


Perairan (KKP). Sedangkan UU No. 27 tahun 2007 menggunakan istilah

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kategori kawasan dari kedua
Undang-Undang ini juga berbeda, sementara sangat memungkinkan keduanya
berada pada wilayah yang saling tumpang tindih.
Dinas KKP akan melakukan konservasi di wilayah selatan dan utara
pulau Nusa Barong karena dua wilayah ini mengalami kerusakan yang sangat
parah. Namun, undang-undang tersebut belum dapat menjadi payung hukum yang
kuat karena dinas KKP masih dalam tahap untuk pembuatan SK Bupati. SK
Bupati ini memuat tentang pembuatan peta daerah konservasi yang ada khususnya
untuk pulau Nusa Barong sebagai bagian dari pelaksanaan UU no. 27 tahun 2007
tentang konservasi pulau-pulau kecil. Masih diperlukan beberapa tahap dalam
pengajuan SK ini melalui beberapa mekanisme seperti pembuatan keputusan
tingkat RT, RW, rencana Sonasi, hingga samapai pada pemberian SK oleh Bupati
yang akan digunakan untuk mengusulkan ke tingkat Dirjen Kelautan dan
Perikanan nasional. Namun, KKP tidak tinggal diam begitu saja melihat
kerusakan ekosistem yang ada. Sehingga membentuk Pokwasmas, sebuah
kelompok yang berfungsi untuk membantu mengawasi wilayah tertentu dari
kerusakan sebagai akibat dari ulah negatif masyarakat. Serta membentuk suatu
komunitas yang bernama KIARA (Koalisi rakyat untuk keadilan Perikanan) untuk
melakukan rehabilitasi terumbu karang yang telah rusak.
Oleh karena itu menjadi sangat penting artinya kegiatan konservasi
terumbu karang di wilayah Nusa Barong dan sekitarnya dengan menerapkan
prinsip-prinsip sistem pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL) melalui
keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders. Upaya perlindungan atau konservasi
sumberdaya alam di wilayah pulau Nusa Barong dan sekitarnya dapat dilakukan
dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman
jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya. Kawasan
konservasi pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan
pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara
tersebut diharapkan upaya perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga

10

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

kehidupandan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara


berkelanjutan.
Evaluasi Kebijakan Konservasi Perairan Di Jember
Menurut William N Dunn dalam Analisis Kebijakan Publik: An
Introduction menjelaskan bahwa evaluasi merupakan salah satu dari proses
ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah kebijakan,
implementasi kebijakan, dan monitoring atau pengawasan terhadap implementasi
kebijakan. Pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah
tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau
tidak. Tetapi evaluasi tidak hanya sekedar mengahasilkan sebuah kesimpulan
mengenai tercapai atau tidaknya sebuah kebijakan atau masalah telah
terselesaikan, tetapi evaluasi juga berfungsi sebagai klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan
perumusan masalah pada proses kebijakan selanjutnya.
Evaluasi merupakan salah satu dari prosedur dalam analisis kebijakan
publik. Metodologi analisis kebijakan publik pada hakikatnya menggabungkan
lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia yaitu
definisi (perumusan masalah), prediksi (peramalan), preskripsi (rekomendasi), dan
evaluasi yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa seharihari yang berfungsi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan masalah atau pengatasan masalah.
Weis (1972:2526) seperti yang dikatakan oleh Widodo (2008:124)
menjabarkan bahwa terdapat beberapa tahap dalam evaluasi kebijakan:
1.Formulating the program goals that the evaluation will use as criteria.
2.Choosing among multiple goals.
3.Investigating unanticipated consequences.
4.Measuring outcomes.
5.Specifying what the program is
6.Measuring program inputs and intervening processes.
7.Collecting the necessary data.
11

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

Dengan mengacu pada uraian sebelumnya maka menurut Widodo


(2008:125) untuk melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan terdapat
beberapa tahap yang harus dilakukan:
a. Mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan kebijakan, program dan kegiatan.
b. Penjabaran tujuan kebijakan, program dan kegiatan ke dalam kriteria atau
indikator pencapaian tujuan.
c. Pengukuran indikator pencapaian tujuan kebijakan program.
d. Berdasarkan indikator pencapaian tujuan kebijakan program tadi, data dicari di
lapangan.
e. Hasil data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dikomparasi dengan kriteria
pencapaian tujuan.
Dunn merumuskan ada 5 tahap dalam membuat kebijakan (public policy)
yaitu pertama penyusunan agenda kebijakan, kedua penyusunan formulasi
kebijakan (sense policy), ketiga penerapan kebijakan (policy implementation),
keempat proses evaluasi, kelima tahap penilaian atau evaluasi kebijakan. Dalam
penyusunan kebijakan dapat melibatkan tiga elemen anatara lain eksekutif,
legislatif dan pihak lain yang terkait seperti lembaga swadaya masyarakat.
Kebijakan tentang Konservasi Perairan di Jember ini belum sampai pada
tahap adanya peraturan daerah mengenai konservasi perairan dan pulau-pulau
kecil salah satunya pada pulau Nusa Barong di kecamatan Puger. Konservasi
hanya berada di bawah naungan BKSDA, yang seharusnya berada dibawah
tanggungjawab Dinas KKP Jember. Dinas KKP untuk saat ini masih dalam proses
pembuatan peta zonasi kawasan konservasi yang akan diajukan kepada pusat.
Untuk itu, tahapan evaluasi kebijakan masih belum dapat dilakukan karena proses
pembuatan kebijakan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil masih berada
dalam mekanisme tahapan kebijakan. Untuk saat ini, kekuatan hukum yang ada
masih sebatas pada SK yang diturunkan oleh bupati. SK ini masaih dalam proses
pengajuan kepada Dirjen Kelautan Pusat. Jika, dilihat menggunakan perspektif
Dunn maka tahapan kebijakan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil masih

12

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

berada dalam tahap penyususnan agenda kebijakan dan formulasi kebijakan (sense
policy).
Local Wisdom sebagai Upaya Konservasi
Kebijaksanaan lokal (local wisdom) atau kearifan lokal dapat dijadikan
sebagai upaya pelestarian lingkungan. Karena nilai-nilai budaya yang ada di suatu
masyarakat biasanya tersembunyi pesan-pesan untuk melestarikan alam. Nilainilai yang disosialisasikan sejak generasi nenek moyang dapat menjadi obat yang
ampuh untuk mencegah eksploitasi manusia atas alam yang terkadang kebablasan.
Dalam buku Jaminan Sosial Nelayan disebutkan salah satu kearifan lokal yang
dapat digunakan sebagai upaya konservasi yaitu persepsi orang Bugis terhadap
ikan kerapu. Keberadaan dan pengakuan terhadap nilai-nilai budaya lokal penting
bagi masyarakat Bugis karena jika diabaikan dapat menimbulkan konflik.
Misalnya, orang Bugis di kabupaten Bone sangat pantang makan ikan kerapu. Jika
mengkonsumsi ikan tersebut maka derajat dan kehormatannya akan turun. Dalam
persepsi mereka, hanya kelompok masyarakat yang rendah status sosialnya yang
mau mengkonsumsi ikan kerapu. Dalam hal ini, ada mitos terhadap ikan kerapu
sehingga dapat menjaga populasi ikan kerapu yang merupakan jenis ikan
demersal.
Upaya untuk melakukan konservasi sumberdaya pesisir merupakan
pekerjaan besar yang sangat penting dalam menjaga keutuhan dan kelestaraian
sumberdaya alam. Peran nelayan lokal dalam menggali budaya dan foklor menjadi
penting untuk dilakukan mengingat upaya konservasi tidak hanya berada di bawah
paying hukum semata. Di era otonomi saat ini, Pemerintah daerah merupakan
pelaku utama pengelolaan kawasan. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi sesuai yang diamanatkan
undang-undang. Dalam konteks ini, pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dan katalis percepatan pengelolaan melalui penyusunan kebijakan,
program dan prioritas nasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya

13

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

mengelola secara langsung kawasan-kawasan konservasi tertentu yang bersifat


strategis, misalnya pada kawasan konservasi di area pulau terluar. Dewasa ini,
sesungguhnya perkembangan dalam perencanaan dan pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil telah banyak terjadi.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, BUMN, swasta, LSM
dan para pihak lain telah berbuat banyak dalam perlindungan dan pelestarian
sumberdaya ikan di Indonesia. Kita harus menyatukan langkah dan bahu
membahu mewujudkan pelestarian sumberdaya perairan yang pada akhirnya kan
bermuara untuk mampu berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.

III. Penutup
Kesimpulan
Pengelolaan pulau-pulau kecil membutuhkan kebijakan yang
komprehensif, integral dan tepat, sesuai dengan keberadaannya
sebagai

kawasan

yang

memiliki

permasalahan,

potensi

dan

karakteristik yang khas. Kebijakan tersebut tentunya harus didukung


dengan pemahaman yang utuh terhadap konsepsi kebijakan, program,
strategi yang sinergis, koordinasi yang efektif dan sistem informasi
yang terpadu dari berbagai pihak/pelaku program pengelolaan pulaupulau kecil.

Kebijakan konservasi yang ada di kabupaten Jember belum memiliki


peraturan yang jelas karena masih berada dalam tahap rancangan pembuatan peta
wilayah atau zonasi di beberapa titik seperti di pulau Nusa Barong salah satunya
sehingga konservasi yang dilakukan belum memiliki payung hukum yang jelas
dalam pelaksanaannya. Pemerintah daerah hanya memfasilitasi salah satu LSM
yang bernama KIARA namun karena undang-undang yang belum masuk pada
level provinsi maupun nasional memiliki kendala biaya dalam upaya
pemaksimalan konservasi sehingga KIARA merasa jika konservasi yang telah
dilakukan bersama masyarakat sekitar hanya menjadi kegiatan swasta tanpa

14

Problematika Pengimplementasian Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi


Pulau-pulau Kecil

bantuan pemerintah daerah. Serta masyarakat lokal diharapakan mampu menggali


kearifan lokal yang diturunkan oleh nenek moyang mereka sebagai upaya
pelestarian ekosistem laut. Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak agar
perlindungan dan pelestarian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dapat
dilakukan semaksimal mungkin sehingga dapat menarik wisatawan maupun
meningkatkan produktivitas nelayan sehingga dapat menjadi income bagi
masyarakat maupun daerah.

15

DAFTAR PUSTAKA

Dunn .W, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada
Universitas Press.
Kusnadi, 2007. Jaminan sosial Nelayan. Yogyakarta: LKiS
Santoso, A, 2008. Konservasi Indonesia: Sebuah Potert Pengelolaan dan
Kebijakan. Jakarta: POKJA Kebijakan Konservasi
Satria, Arif, 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta: LKiS
Widodo, Joko, Dr.M.S, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, dan Aplikasi
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Majalah yang berjudul Laut Indonesia dalam Krisis yang diterbitkan oleh
Greenpeace
Website
http://ardhaws13.wordpress.com/2012/11/20/nusa-barong-bukan-untuk-wisatakomersial/
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/informasi-konservasi/161-kawasankonservasi-perairan,-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-paradigma,-perkembangandan-pengelolaannya
http://mancingdinusabarong.blogspot.com/2010/12/pulau-nusa-barong.html
http://www.coremap.or.id/print/article.php?id=177
http://www.eastjava.com/books/glorious/ina/nature.html
http://www.kp3k.kkp.go.id/index.php/newsroom/info_media/90/-nusa-barongjadi-pulau-konservasi-terumbu-karang.
http://www.tempo.co/read/news/2008/04/07/058120661/Balai-KonservasiJember-Tidak-Pantau-Penyu-Pulau-Nusa-Barong

Anda mungkin juga menyukai