Pulau-pulau Kecil
I.
Pendahuluan
Kabupaten Jember menjadi sebuah daerah yang memiliki beberapa
wilayah perairan dan pulau-pulau kecil, salah satunya adalah pulau Nusa Barong
yang menjadi salah satu primadona wisata karena kealamiahan pemandangan
yang ada disana. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu ekosistem yang ada di
pulau ini mengalami kerusakan karena beberapa aktivitas yang dilakukan
penduduk sekitar seperti menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
(potassium dan dinamit) serta jangkar nelayan yang bersandar untuk mencuri
telur-telur penyu yang akan dijual di pasar gelap dengan harga yang selangit.
Kerusakan terumbu karang tercatat hampir 85% yang terjadi di pulau ini. Hal ini
mengakibatkan produktivitas nelayan semakin berkurang hingga mencapai 20%
sejak tahun 2009 hingga 2011 dengan sulit ditemukannya hampir semua jenis
ikan,baik lemuru maupun tongkol yang sebelumnya menjadi hasil tangkapan
mayoritas nelayan Puger.
Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar pulau Nusa Barong dapat
memicu berbagai masalah seperti berkurangnya produktivitas nelayan karena
rusaknya
terumbu
karang
yang
merupakan
tempat
biota
laut
untuk
bahwa sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, pulau Nusa Barong terkenal
sebagai habitat satwa rusa (Cervus timorensis), penyu (Chelonidae) dan beberapa
burung laut sehingga kawasan ini dikenal sebagai area perburuan rusa yang ideal.
Tetapi dengan semakain maraknya perburuan rusa dikhawatirkan satwa-satwa di
kawasan ini mengalami kepunahan. Untuk menghindari kerusakan hutan dan
menurunnya populasi satwa, pada tanggal 9 Oktober 1920 pemerintah Hindia
Belanda menerbitkan SK melalui Staatblad No. 736 yang berisi penetapan pulau
Nusa Barong seluas 6100 Ha sebagai kawasan cagar alam. Saat ini, kawasan cagar
ala mini berada di bawah naungan Sub Balai KSDA Jawa Timur II, sub seksi
KSDA Meru Nusa Barong.
Dari segi aksesbilitas, pulau Nusa Barong dapat dicapai melalui jalur
darat dan dilanjutkan dengan transportasi laut. Titik keberangkatan dapat dimulai
dari kota Jember menuju PPI Puger di desa Puger Kulon kecamatan Puger lalu
dilanjutkan dengan menyewa perahu nelayan menuju pulau Nusa Barong. Rute
lain yang dapat ditempuh melalui desa Getem yang berjarak 11 km dari
kecamatan Puger, dari desa ini menuju ke pulau Nusa Barong 30 menit dengan
menggunakan perahu jukung. Kondisi jalan menuju desa Puger Kulon sudah
beraspal dan dapat dilewati kendaraan roda empat. Desa ini menyediakan perahu
atau kapal dengan berbagai ukuran sebagi alat transportasi laut menuju pulau
Nusa Barong. Kendala transportasi yang sering terjadi adalah sering terjadi
kecelakaan di pintu masuk menuju PPI Puger (Plawangan).
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh pulau Nusa Barong sangat
beragam. Di bidang kehutanan berupa cagar alam yang masih memiliki plasma
nutfah, penyu, rusa dan hewan lainnya. Di bidang perikanan, pulau Nusa Barong
kaya akan ikan jenis pelagis dan demersal. Ikan pelagis menjadi ikan yang banyak
ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau ini antara lain ikan tongkol, selar, lemuru,
kembung dan sebagainya yang ditangkap menggunakan jaring pukat cincin (purse
seine). Ikan demersal yang umumnya ditangkap adalah ikan kerapu, kuwe, kakap,
kurisi dan lain-lain yang ditangkap dengan menggunakan pancing. Selain itu,
lobster dan kepiting yang hidup di perairan karang, nelayan menggunakan jaring
insang dan kredet untuk menangkapnya di perairan sebelah selatan pulau Nusa
Barong yang sebelumnya menjadi hasil tangkapan mayoritas nelayan Puger.
Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar pulau Nusa Barong dapat memicu
berbagai masalah seperti berkurangnya produktivitas nelayan karena rusaknya
terumbu karang yang merupakan tempat biota laut untuk berkembangbiak,
beradabtasi dan bertelur serta merusak keindahan pulau yang akan mengurangi
ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke pulau Nusa Barong.
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim III. Langkah ini diharapkan
mampu menjadikan Pulau Nusa Barong sebagai benteng Kabupaten Jember yang
berada di gugusan Line of Fire agar tetap lestari dan mampu menjadi pelindung
ketika terjadi tsunami atau bencana lain.
Diperlukan sebuah kerangka hukum sebagai upaya pelaksanaan aktivitas
yang akan dilakukan melalui kebijakan. Kebijakan ialah rangkaian konsep dan
asas terkait dengan kawasan konservasi yang menjadi pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi untuk mencapai tujuan
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan berbeda dari
prosedur atau protokol dia menentukan apa dan mengapa suatu tindakan
konservasi diperlukan. Sedangkan prosedur atau protokol mencakup keseluruhan
tentang apa, siapa, bagaimana, dimana, dan kapan kegiatan dilakukan untuk
mencapai sasaran (tujuan) Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan
juga bisa dikatakan sebagai pernyataan kehendak, statement of intent, atau
komitmen untuk melakukan tidakan yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian
sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Negara Indonesia
terkenal sebagai kawasan pusat segitiga terumbu karang (The Coral Triangle
Center ).
Salah satu program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara berkelanjutan dilakukan melalui konservasi yang bertujuan melindungi,
melestarikan dan mengelola secara berkelanjutan sumberdaya ikan, meliputi
ekosistem, jenis dan genetik ikan secara lestari dan berkelanjutan. Salah satu
upaya konservasi ekosistem adalah dengan mengembangkan dan menetapkan
kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikelola dengan
sistem zonasi, diantaranya zona perikanan berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan
masyarakat untuk budidaya dan penangkapan ikan ramah lingkungan serta zona
pemanfaatan untuk kegiatan wisata bahari. Program ini tentunya sejalan dengan
penerapan prinsip blue economy untuk mendukung industrialisasi kelautan dan
perikanan.
KKP3K;
Kawasan Konservasi Maritim, yang selanjutnya disebut KKM;
Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut KKP; dan
Sempadan Pantai.
Selanjutnya, Pasal 5 menyatakan bahwa jenis KKP3K terdiri dari kategori:
Suaka pesisir;
Suaka pulau kecil;
Taman pesisir; dan
Taman pulau kecil.
Kawasan konservasi di wilayah perairan juga menggunakan istilah yang
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kategori kawasan dari kedua
Undang-Undang ini juga berbeda, sementara sangat memungkinkan keduanya
berada pada wilayah yang saling tumpang tindih.
Dinas KKP akan melakukan konservasi di wilayah selatan dan utara
pulau Nusa Barong karena dua wilayah ini mengalami kerusakan yang sangat
parah. Namun, undang-undang tersebut belum dapat menjadi payung hukum yang
kuat karena dinas KKP masih dalam tahap untuk pembuatan SK Bupati. SK
Bupati ini memuat tentang pembuatan peta daerah konservasi yang ada khususnya
untuk pulau Nusa Barong sebagai bagian dari pelaksanaan UU no. 27 tahun 2007
tentang konservasi pulau-pulau kecil. Masih diperlukan beberapa tahap dalam
pengajuan SK ini melalui beberapa mekanisme seperti pembuatan keputusan
tingkat RT, RW, rencana Sonasi, hingga samapai pada pemberian SK oleh Bupati
yang akan digunakan untuk mengusulkan ke tingkat Dirjen Kelautan dan
Perikanan nasional. Namun, KKP tidak tinggal diam begitu saja melihat
kerusakan ekosistem yang ada. Sehingga membentuk Pokwasmas, sebuah
kelompok yang berfungsi untuk membantu mengawasi wilayah tertentu dari
kerusakan sebagai akibat dari ulah negatif masyarakat. Serta membentuk suatu
komunitas yang bernama KIARA (Koalisi rakyat untuk keadilan Perikanan) untuk
melakukan rehabilitasi terumbu karang yang telah rusak.
Oleh karena itu menjadi sangat penting artinya kegiatan konservasi
terumbu karang di wilayah Nusa Barong dan sekitarnya dengan menerapkan
prinsip-prinsip sistem pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL) melalui
keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders. Upaya perlindungan atau konservasi
sumberdaya alam di wilayah pulau Nusa Barong dan sekitarnya dapat dilakukan
dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman
jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya. Kawasan
konservasi pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan
pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara
tersebut diharapkan upaya perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga
10
12
berada dalam tahap penyususnan agenda kebijakan dan formulasi kebijakan (sense
policy).
Local Wisdom sebagai Upaya Konservasi
Kebijaksanaan lokal (local wisdom) atau kearifan lokal dapat dijadikan
sebagai upaya pelestarian lingkungan. Karena nilai-nilai budaya yang ada di suatu
masyarakat biasanya tersembunyi pesan-pesan untuk melestarikan alam. Nilainilai yang disosialisasikan sejak generasi nenek moyang dapat menjadi obat yang
ampuh untuk mencegah eksploitasi manusia atas alam yang terkadang kebablasan.
Dalam buku Jaminan Sosial Nelayan disebutkan salah satu kearifan lokal yang
dapat digunakan sebagai upaya konservasi yaitu persepsi orang Bugis terhadap
ikan kerapu. Keberadaan dan pengakuan terhadap nilai-nilai budaya lokal penting
bagi masyarakat Bugis karena jika diabaikan dapat menimbulkan konflik.
Misalnya, orang Bugis di kabupaten Bone sangat pantang makan ikan kerapu. Jika
mengkonsumsi ikan tersebut maka derajat dan kehormatannya akan turun. Dalam
persepsi mereka, hanya kelompok masyarakat yang rendah status sosialnya yang
mau mengkonsumsi ikan kerapu. Dalam hal ini, ada mitos terhadap ikan kerapu
sehingga dapat menjaga populasi ikan kerapu yang merupakan jenis ikan
demersal.
Upaya untuk melakukan konservasi sumberdaya pesisir merupakan
pekerjaan besar yang sangat penting dalam menjaga keutuhan dan kelestaraian
sumberdaya alam. Peran nelayan lokal dalam menggali budaya dan foklor menjadi
penting untuk dilakukan mengingat upaya konservasi tidak hanya berada di bawah
paying hukum semata. Di era otonomi saat ini, Pemerintah daerah merupakan
pelaku utama pengelolaan kawasan. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi sesuai yang diamanatkan
undang-undang. Dalam konteks ini, pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dan katalis percepatan pengelolaan melalui penyusunan kebijakan,
program dan prioritas nasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya
13
III. Penutup
Kesimpulan
Pengelolaan pulau-pulau kecil membutuhkan kebijakan yang
komprehensif, integral dan tepat, sesuai dengan keberadaannya
sebagai
kawasan
yang
memiliki
permasalahan,
potensi
dan
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Dunn .W, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada
Universitas Press.
Kusnadi, 2007. Jaminan sosial Nelayan. Yogyakarta: LKiS
Santoso, A, 2008. Konservasi Indonesia: Sebuah Potert Pengelolaan dan
Kebijakan. Jakarta: POKJA Kebijakan Konservasi
Satria, Arif, 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta: LKiS
Widodo, Joko, Dr.M.S, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, dan Aplikasi
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Majalah yang berjudul Laut Indonesia dalam Krisis yang diterbitkan oleh
Greenpeace
Website
http://ardhaws13.wordpress.com/2012/11/20/nusa-barong-bukan-untuk-wisatakomersial/
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/informasi-konservasi/161-kawasankonservasi-perairan,-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-paradigma,-perkembangandan-pengelolaannya
http://mancingdinusabarong.blogspot.com/2010/12/pulau-nusa-barong.html
http://www.coremap.or.id/print/article.php?id=177
http://www.eastjava.com/books/glorious/ina/nature.html
http://www.kp3k.kkp.go.id/index.php/newsroom/info_media/90/-nusa-barongjadi-pulau-konservasi-terumbu-karang.
http://www.tempo.co/read/news/2008/04/07/058120661/Balai-KonservasiJember-Tidak-Pantau-Penyu-Pulau-Nusa-Barong