Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mariam Hedapratiwi

NIM : 15419129

TUGAS 1 (Pengembangan Wilayah Pesisir)

Bagaimana Sumber Daya Pesisir Non-Perikanan (Non-hayati) Dipertimbangkan Dalam


Perencanaan Wilayah Pesisir, Pulau Kecil, dan Laut? Berikan ulasan secukupnya, sehingga
jelas pemikiran anda (semakin jelas pendapat anda semakin bagus nilainya)

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki peran strategis dalam membangun dan
mensejahterakan bangsa dan masyarakatnya. Hal tersebut dikarenakan, kekayaan sumber
daya alam yang terkandung di wilayah ini, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya non
hayati (Adrianto, 2015). Namun, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah
penduduk seiring dengan meningkatnya pembangunan di wilayah pesisir yang
diperuntukkan untuk permukiman, pelabuhan, perikanan, objek wisata dan lain halnya, yang
dapat memberikan tekanan ekologis dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan
ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. (Rahmawati,
2004). Untuk sumber daya pesisir dan laut sendiri meliputi dua hal yakni sumber daya
non-perikanan dan sumber daya perikanan. Untuk Sumber daya non-perikanan lebih rinci
lagi terdiri atas sumber daya hayati dan sumber daya non-hayati. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistem dijelaskan bahwa sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam
yang terdiri dari sumber daya alam nabati(tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)
yang bersama dengan unsur non-hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem. Tentunya, dalam pembentukan suatu ekosistem maka sumber daya hayati dan
sumber daya non-hayati saling mempengaruhi keberadaannya. Sumber daya non-hayati
sendiri sifatnya lebih geomorfologi dan geografis dari pesisir sendiri. Penjelasan lebih lanjut
dari masing-masing sumber daya hayati dan sumber daya non-hayati akan dijelaskan
sebagai berikut:

1. Sumber Daya Hayati


Hal-hal yang termasuk sebagai sumber daya hayati diantaranya rumput laut, padang
lamun, terumbu karang, hutan mangrove, dan lain-lain.
● Rumput Laut (Seaweeds)
Rumput laut memiliki banyak jenis spesies. Bahkan, tiap wilayah dapat memiliki
spesies yang berbeda-beda. Rumput laut memiliki manfaat yang sangat beragam,
umumnya dapat digunakan sebagai pangan, bahan dasar kosmetik, dan lain-lain.
Hal ini menjadikan rumput laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat
dijadikan komoditas yang berharga. Walaupun begitu,rumput laut tidak dapat
ditanam di seluruh bagian pesisir maupun laut, terdapat kriteria-kriteria tertentu agar
rumput laut dapat berkembang.
● Padang Lamun (Seagrass Beds)
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem khas yang berada di perairan
hangat layaknya rumput yang berada di daratan. Padang Lamun pun merupakan
sumber daya yang dijadikan sebagai habitat dari ikan-ikan yang ada. Terdapat
padang lamun yang rapat dan ada juga yang jarang-jarang. Hal Ini dapat
menunjukkan kondisi dari arus laut. Jika padang lamun yang ada jarang-jarang maka
arusnya tidak deras dan vice versa.
● Terumbu Karang (Coral Reef)
Diperkirakan, ekosistem yang terbentuk dari luas terumbu karang di Indonesia
Mencapai 2,5 juta ha. Indonesia pun merupakan bagian dari segitiga terumbu karang
dunia. Hal ini tentunya menunjukkan Indonesia memiliki terumbu karang yang
melimpah, namun hal tersebut berarti kekayaan ini perlu dijaga dan dirawat pula.
Namun ternyata terdapat fakta bahwa, banyak terumbu karang yang rusak karena
sensitivitas yang membutuhkan sinar matahari, namun sayangnya tidak dapat
memperoleh sinar matahari secara cukup. Hal ini dikarenakan adanya sedimentasi
pada terumbu karang. Karena sedimentasi tersebut, sinar matahari menjadi
terhalang dan menyebabkan kerusakan. Hal ini tentunya harus segera dibenahi
salah satunya dengan melakukan pembersihan secara berkala.
● Hutan Bakau (Mangrove)
Hutan bakau dapat tumbuh di air payau. Terdapat berbagai jenis dari hutan bakau,
tentunya memiliki berbagai fungsi pula. Jika kerapatannya tinggi, hutan bakau dapat
menjadi tembok laut yang menghadang tsunami, hutan bakau pun juga dapat
mencegah abrasi. Karena vegetatif, hutan bakau juga membentuk habitat untuk
hewan muara. Dimana dapat terjadi pembiakkan di hutan bakau terlebih dahulu,
kemudian baru ke laut lepas. Pesisir dan laut yang saling bergantungan pun dapat
dibuktikan melalui hal ini. Jika tidak ada hutan bakau maka tidak ada perkembang
biakan yangterjadi, maka ikan yang di laut pun juga tidak ada.

2. Sumber Daya Non-Hayati


Hal-hal yang termasuk sebagai sumber daya non-hayati diantaranya adalah estuaria,
pantai pasir, pantai berbatu, pulau-pulau kecil, energi laut, mineral, harta karun, dan
lain-lain.
● Estuaria sendiri merupakan pertemuan air laut dan air tawar. Sebagian besar muara
sungai membentuk estuaria yang langsung terhubung dengan laut lepas. Pada
Estuaria, banyak sedimen yang membentuk delta yang dapat menyebabkan posisi
pantai pun menjadi semakin maju.
● Pantai Pasir (Sandy Beach)
Pantai pasir memiliki kemiringan yang landai, disinilah terjadi pertemuan antara laut
lepas dan daratan. Tidak hanya yang terbentuk secara alamiah, namun seiring
dengan perkembangan zaman semakin banyak pulau buatan yang terbentuk melalui
reklamasi. Terlepas dari keindahannya, pembangunan yang dilakukan di pantai
pasar memiliki risiko bencana seperti tsunami, air laut yang pasang, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam pembangunannya maka perlu dipertimbangkan pula
bagaimana meminimalisir dampak dari bencana yang ditimbulkan. Seperti
Contohnya di Dubai dimana Hotel Burj Al Arab memiliki arsitektur yang unik yang
dapat memecah belah ombak secara lateral jika terjadi tsunami. Dengan
begitu,bangunan dapat tetap berdiri kokoh.
● Pantai Berbatu (Rocky Beach)
Berbeda dengan pantai yang berpasir, pantai jenis ini dipenuhi dengan bebatuan.
Bebatuan tidak hanya terbatas pada pantai yang ada dan biasanya terbentuk juga
tebing bebatuan dengan ketinggian 10-30 meter dari permukaan laut. Selain itu,
dengan wujudnya yang padat bebatuan juga dapat menjadi bentuk mitigasi tsunami
secara alamiah.
● Pulau-Pulau Kecil (Very Small Island)
Per tahun 2020, Indonesia memiliki pulau sejumlah 17.491 yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Di dunia umumnya pulau yang dikatakan kecil memiliki
luas 10.000 km2, sedangkan di Indonesia standar pulau kecil beserta ekosistemnya
adalah seluas 2000 km2. Oleh karena itu, pulau-pulau tersebut bukan hanya
dikatakan kecil tetapi sangat kecil (very small). Dengan sebagian besar pulau di
Indonesia termasuk kategori very small island maka diperlukan pengawasan yang
lebih ketat. Hal ini guna untuk menghindari agar pulau yang dimiliki tidak bisa diklaim
dengan mudahnya. Pulau-pulau ini tidak hanya bermanfaat secara lingkungan,
melainkan juga administrasi kenegaraan yang menentukan wilayah kedaulatan
Indonesia. Dalam perencanaannya, perlu dipertimbangkanmanfaat dari
pembangunan yang akan dilakukan supaya efektif dan efisien serta dapat
menunjang aktivitas yang dilakukan masyarakat setempat. Salah satu contoh kasus
yang terjadi adalah adanya helipad di salah satu pulau di Kepulauan Seribu,namun
kini menjadi terbengkalai dan beralih fungsi menjadi tempat yang digunakan para
nelayan. Selain itu, dengan isu meningkatnya permukaan air laut, maka
kemungkinan wilayah pulau kecil terus terkikis. Oleh karena itu, apabila akan
dilakukan pembangunan sebaiknya tidak langsung bersentuhan dengan tanah
melainkan ditinggikan sedikit. Seperti contohnya, rumah panggung.
● Energi Terbarukan
Pada wilayah pesisir dalam menghasilkan energi tidak selalu bergantung dengan
listrik yang konvensional. Dengan berbagai hal alamiah seperti ombak,pasang surut,
angin, cahaya matahari, dan osmosis dapat dijadikan sebagai energi terbarukan.
● Mineral
Untuk mengekstrak mineral yang terkandung di dalam bumi, sering dilakukan
pengeboran mineral yang dilakukan di lepas pantai atau yang lebih dikenal dengan
istilah off-shore mining. Guna melaksanakan hal tersebut biasanya di lepas
pantaidibangun seolah-olah sebuah 'kota' yang digunakan para pekerja dengan
berbagai fasilitas untuk mendukung pekerjaan yang dilakukan. Sayangnya, masih
sering terjadi regulasi yang tumpang tindih dalam hal ini. Perlu diatur regulasi yang
selaras antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam penanganannya.
Selain itu,karena off-shore mining dilakukan di lepas pantai suatu wilayah maka
tentunya hal tersebut perlu memberikan added value pada wilayah yang 'diambil'
sumber daya mineralnya sehingga memberikan keuntungan yang mutual.
● Harta karun
Di laut lepas, dapat ditemukan barang barang-barang muatan kapal tenggelam atau
yang dianggap sebagai harta karun. Karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi,tidak
jarang orang-orang memburunya dan kemudian dilakukan pelelangan. Dilihat Dari
sudut pandang pemerintah, tentunya hal tersebut memberikan kerugian tersendiri.
Oleh karena itu, Kementerian Kelautan mengeluarkan kebijakan dimana adanya bagi
hasil dari pelelangan yang dilakukan, namun jika ada barang yang memiliki nilai
historis yang tinggi maka tidak boleh dilakukan pelelangan melainkan harus
diabadikan di museum.

Selain itu, dalam perencanaan pemanfaatan sumber daya pesisir non-perikanan perlu
ada mempertimbangkan dinamika ekosistem pesisir, lebih tepatnya dipelajari dalam
fisiografi. Pada intinya, pemanfaatan sumber daya non-hayati atau non-perikanan beragam
memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Apabila terjadi kerusakan pada salah satu sumber
daya non-perikanan atau non-hayati maka akan berpengaruh ke yang lainnya karena pada
dasarnya masih dalam satu ekosistem. Untuk diperlukan pengaturan melalui regulasi atau
aturan yang perlu diterapkan atau diberlakukan guna untuk menjaga keberlangsungan
ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Seperti halnya terdapat Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 yang menjelaskan
definisi dari wilayah pesisir itu sendiri, yaitu:
❖ Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian
perencanaan,pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
antarsektor, antara ekosistem darat dan laut,serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
❖ Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
❖ Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2(dua
ribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
❖ Sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut.

Selanjutnya, ada tambahan pada tanggal 2 november 2020 secara resmi UU cipta
kerja ini disahkan dan diundangkan. Beberapa UU sektoral pun mengalami penyesuaian
baik itu merubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru. Salah satu yang
dilakukan penyesuaian yaitu Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Penyesuaian ini untuk mendukung penyederhanaan Persyaratan Dasar
Perizinan Berusaha kaitannya dengan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Dari beberapa kebijakan, peraturan, dan definisi tersebut, ketiga ruang (Kawasan
pesisir, pulau kecil, dan laut) merupakan hal yang sangat berkaitan satu sama lain. Sebuah
laporan "Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil" yang disusun oleh tim dari Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum
Nasional, membahas tentang kondisi eksisting pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dari sisi hukum.Di dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa manusia sebagai
pengguna sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir memiliki kontribusi terhadap
permasalahan pembangunan pesisir. Adapun Beberapa sumber dari akar permasalahan
tersebut diantaranya:
1. Orientasi keuntungan ekonomi jangka pendek
2. Kesadaran akan nilai strategis sumberdaya dapat pulih dan tingkat pengetahuan dan
kesadaran tentang implikasi kerusakan lingkungan terhadap kesinambungan
pembangunan ekonomi masih rendah
3. Jasa lingkungan bagi pembangunan ekonomi masih rendah
4. Ketiadaan Alternatif Pemecahan Masalah Lingkungan
5. Pengawasan, pembinaan, dan penegakkan hukum masih lemah.

Dari penjabaran dalam laporan tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
menjawab pertanyaan awal. Sumber daya pesisir non-perikanan khususnya non-hayati
seringkali dipandang sebagai sumber daya yang hanya bisa diambil kemudian dimanfaatkan
sebagai penghasil keuntungan ekonomi, misalnya pasir atau mineral. Karena wilayah pesisir
merupakan wilayah peralihan, maka sangat rentan digunakan sebagai perluasan/pelebaran
dari pembangunan daratan ketika lahan daratan sudah semakin terbatas jumlahnya, serta
rentan terhadap pencemaran. Disisi lain juga, pesisir merupakan destinasi wisata yang
sangat diminati, dimana hal tersebut terjadi tidak terlepas dari peran sumber daya pesisir
non hayati yang memberikan "nilai" tersendiri. Karena itu, beberapa kawasan pesisir di
Indonesia Mulai banyak mempertimbangkan keberadaan sumber daya pesisir, khususnya
sumber daya non hayati, agar tidak merusak dan mengganggu keberlangsungan ekosistem
lainnya. Masih sangat banyak pulau-pulau kecil yang tersebar di berbagai tempat di
Indonesia. Banyak pulau yang "tenggelam" atau pulau yang dijadikan ladang investasi
pihak-pihak swasta menjadi beberapa tantangan yang sering dihadapi dalam mengelola
pulau-pulau kecil. Salah satu faktornya adalah karena adanya peningkatan ketinggian air
laut hingga melebihi ketinggian daratan pada pulau-pulau yang ada. Begitu juga sumber
daya nonhayati di pulau-pulau tak berpenghuni yang lebih mudah untuk dikeruk karena
keterbatasan pengawasan dan penegakan hukum. Karena itu, perencanaan pulau-pulau
kecil juga harus mempertimbangkan sumber daya pesisir untuk meminimalkan pengurangan
jumlah pulau-pulau kecil.

Kesimpulannya, pertimbangan-pertimbangan terhadap sumber daya pesisir tidak


terlepas dari peran regulasi serta kesadaran dari masyarakat sendiri, yang tidak hanya
masyarakat sekitar tapi juga masyarakat secara luas, untuk mau menggunakannya secara
bijak dan turut menjaga keberlangsungannya. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa sumber
daya pesisir non-perikanan (nonhayati) sangat perludipertimbangkan lebih dalam untuk
perencanaan kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, dan laut agar tidak hanya terus
dimanfaatkan untuk kebutuhan daratan dan ekonomi, tetapi juga dijaga agar tetap lestari
dan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lingkungan dan sosial budaya.

Referensi

● Bahan Kuliah Pengembangan Kawasan Pesisir Minggu 3


● Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistem
● Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
● Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
● Luky Adrianto. (2015). “Laporan Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. BPHN.go.id. Diakses dari
https://bphn.go.id/data/documents/ae_tentang_pengelolaan_wilayah_pesisir_dan_pula
u-pulau_kecil.pdf

Anda mungkin juga menyukai