Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia
menunggu peninjauan.
Akurasi Terperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
210px
Sejarah Nusantara
Pra-sejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Islam
[Sunting]
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai
sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta
tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era
Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-
orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan
penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga
pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa
pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai
sekarang.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Prasejarah
2 Era pra kolonial
o 2.1 Sejarah awal
o 2.2 Kerajaan Hindu-Buddha
o 2.3 Kerajaan Islam
3 Era kolonial
o 3.1 Kolonisasi Portugis dan Spanyol
4 Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
o 4.1 Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
4.1.1 Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
4.1.2 Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
4.1.3 Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
o 4.2 Kolonisasi Spanyol
o 4.3 Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
5 Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
6 Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
7 Garis waktu kolonialisasi
o 7.1 Kolonialisasi Spanyol
o 7.2 Kolonialisasi Portugis
o 7.3 Kolonisasi VOC
o 7.4 Kolonisasi pemerintah Belanda
o 7.5 Gerakan nasionalisme
o 7.6 Perang Dunia II
o 7.7 Pendudukan Jepang
8 Era kemerdekaan
o 8.1 Proklamasi kemerdekaan
o 8.2 Perang kemerdekaan
o 8.3 Demokrasi parlementer
o 8.4 Demokrasi Terpimpin
o 8.5 Nasib Irian Barat
o 8.6 Konfrontasi Indonesia-Malaysia
o 8.7 Gerakan 30 September
9 Era Orde Baru
o 9.1 Irian Jaya
o 9.2 Timor Timur
o 9.3 Krisis ekonomi
10 Era reformasi
o 10.1 Pemerintahan Habibie
o 10.2 Pemerintahan Wahid
o 10.3 Pemerintahan Megawati
o 10.4 Pemerintahan Yudhoyono
11 Catatan kaki
o 11.1 Lihat pula
o 11.2 Sumber dan bacaan lebih lanjut
[sunting] Prasejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nusantara pada periode prasejarah
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah
pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni pertama adalah fosil-
fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu.
Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores,
membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es
terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang
lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang
lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berciri rasial berkulit
gelap dan berambut ikal rapat (Negroid), menjadi nenek moyang penduduk asli
Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong
(Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur
Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui
Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses
migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang
penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal
ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik
penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik
pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-
8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktek-
praktek megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat
(dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta
kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari
India akibat hubungan perniagaan.
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa
Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang
menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak
Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di
pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai
wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan
peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra
dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali
menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam
ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-
Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga
menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh
kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi
hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu
sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka
yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani
Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini
nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari
Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam
kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja,
yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat
seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu,
bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga
menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan
lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya
ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam
kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun
kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk
Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun
730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut
Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,
sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram
225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk
ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama
Bayanullah.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini,
karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan
Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga
mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun
menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang
ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya
pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut.
Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan
Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan
Mataram, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang
membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya
Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris
dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis
mengarungi Samudra Atlantik, mungkin makan waktu sebulan hingga tiga bulan,
melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan
dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang
setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa.
Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh
Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke
timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh
Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan
Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia
memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa
15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10
Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia
ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de
Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Pada tahun 1512 portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut
kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak
yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja
Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh
dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan
Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-
rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan
Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan
Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-
jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di
Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang
terletak di bagian Timur Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah
Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512.
Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony
d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu.
Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat -
seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk
mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau
Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena
Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama
Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14
Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547,
dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku
untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir
pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575),
membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512
membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan
Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560
hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol.
(Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong).
Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir
portugis dari ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor
timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu
diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang
dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-
rempah dan berdagang.
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang
Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada
tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih
kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Falatehan dapat menguasai
Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan
dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis
mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda
berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1629.
Bangsa Portugis kali pertama mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan
Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate merasa dirugikan oleh
Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha
monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk
mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh
Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun
dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng
Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis
diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Fernando Magelhans (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah,
yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan
bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya
Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama
Portugis,Inggris dan Belanda.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—
yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad,
kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal
13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau
Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro
yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan
ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso,
jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara
semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520,
Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián
yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada
pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum
terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián,
dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin
pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat
tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua
pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang
kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-
raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari kata
Spanyol yang berarti "kaki besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala
laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di
bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak
bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan
sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago
yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang
karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil
bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda,
berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga
tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata
terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik
dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun,
bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di
tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-
tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu.
Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari
perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah
Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak banyak penduduk lokal dan penguasa mereka
pada agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi kebinasaannya. Ia menjadi
terlibat dalam pertikaian antarsuku dan, dengan hanya 60 pria, menyerang sekitar
1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa senapan busur, senapan kuno, dan
Allah akan menjamin kemenangannya. Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya
tewas. Magelhaens berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka
membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari
kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh
oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Karena sekarang jumlah awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin untuk
berlayar dengan tiga kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción dan berlayar
dengan dua kapal yang masih tinggal ke tujuan terakhir mereka, Kepulauan Rempah.
Kemudian, setelah mengisi muatan dengan rempah-rempah, kedua kapal itu berpisah.
Akan tetapi, awak kapal Trinidad ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan
tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-
Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai
menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina.
Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia,
Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh
kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para
pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang
kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina
berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat
pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang
dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di
Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah
Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan
Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure.
Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu
itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau
tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada
perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di
Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di
Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli
menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari
Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate
dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk
menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan
A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh
raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang
Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan
melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para
budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut
dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari
kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah
dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah
keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai
kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan
Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para
pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan
bajak laut mungkin dari Sangihe.
Ratu Oki berkisar di tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat
antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan
para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku
Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama
terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di
samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol
terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah
mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung
sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan
tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain
adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima
Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal,
dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk
anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup
sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak
suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama
kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau
menjajah anak Toundanow,”
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan
masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan
mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu
peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw
II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga
dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw
II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga
dipantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler.
Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan
ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang
berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong
Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom
tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya
raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat
wilayah setingkat 'camat'.
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan
usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu
Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa
Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah
seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang
Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an
sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak
(Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang
disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama
‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai
Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat
100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak
era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai
meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan-
perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada
Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw
tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para
Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari
beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat
balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena
berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai
pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi
akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di
pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil
dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan
samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika
Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol
pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan
kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah
persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak
memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian
tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang
timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan
penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat
pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal
pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico .
Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi
perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di
ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan
Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan
Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis.
Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan
wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol
tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin
didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke
Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya
menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik
makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang
diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat
Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliler Spanyol, yakni budaya Panada. Kue
ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui
lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba,
sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan
berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-
orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama
waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu
adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-
ksatria Minahasa).
1514
o Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan
Aceh pertama.
1515
o Portugis pertama kali tiba di Timor.
1518
o Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johore.
o Raden Patah meninggal dunia; Patih Unus menjadi Sultan Demak.
1520
o Aceh mulai menguasai pantai timur laut Sumatra.
o Rakyat Bali menyerang Lombok.
o Para pedagang Portugis mulai mengunjungi Flores dan Solor.
o Banjar di Kalimantan menjadi Islam.
1521 – 1530
1521
o Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-
orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran.
Trenggono menjadi Sultan Demak.
o Portugis merebut Pasai di Sumatra;
o Gunungjati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
o Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaenz mengeliling dunia berlayar
antarapulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
1522
o Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
o Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng
Portugis.
o Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan
Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang
Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao
didirikan di Sunda Kalapa
o Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz berkeliling dunia mengunjungi Timor.
o Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
1523
o Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di
Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
1524
o Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten)
melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk
memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan
persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang
tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan
pihak Cirebon dan Demak.
o Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatra utara.
1525
o Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon),
melakukan dakwah di Lampung.
1526
o Portugis membangun benteng pertama di Timor.
1527
o Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit;
Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan
Kudus ikut serta.
o Demark merebut Tuban.
o Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan
Kerajaan Sunda. Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta.
(Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai
dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini
adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.)
Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur
meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang
atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan
Sunda batal terwujud.
o Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini
Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
o Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari
Maluku.
1529
o Demak menaklukkan Madiun.
o Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi
milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
1530
o Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
o Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut
Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
o Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
o Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
1531 – 1540
1536
o Serangan besar Portugis terhadap Johore.
o Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate;
mendirikan pos Portugis di Ambon.
o Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena
mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis activity,
menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
1537
o Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan
oleh Alaudin Riayat Syah I.
1539
o Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
1540
o Portugis berhubungan dengan Gowa.
o Kesultanan Butung didirikan.
1541 – 1550
1545
o Demak menaklukkan Malang.Gowa membangun benteng di Ujung
Pandang.
1546
o Demak menyerang Balambangan namun gagal.
o Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata.
Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang
(dekat Sukoharjo sekarang).
o St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
1547
o Aceh menyerang Melaka.
1550
o Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
1551 – 1560
1551
o Johore menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
o Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di
Halmahera dengan bantuan Portugis.
1552
o Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan
Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
o Aceh mengirim duta ke Sultan Ottoman di Istanbul.
1558
o Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang
Portugis di Hitu.
o Portugis membangun benteng di Bacan.
o Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir,
memerintah di Pajang.
o Wabah cacar di Ternate.
1559
o Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan
Ternate.
1560
o Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung
timur Jawa.
o Spanyol mendirikan pos di Manado.
1561 – 1570
1561
o Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
o Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
1564
o Wabah cacar di Ambon.
1565
o Aceh menyerang Johore.
o Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
1566
o Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
1568
o Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
1569
o Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
1570
o Aceh menyerang Johore lagi, namun gagal.
o Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai
dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen
Portugis dicurigai melakukannya. Babullah menjadi Sultan (hingga *
1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-
benteng mereka.
o Maulana Yusup menjadi Sultan Banten.
1571 – 1580
1571
o Alaudin Riayet Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
1574
o Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
1575
o Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis
membangun sebuah benteng di Tidore.
1576
o Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
1577
o Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta
sekarang).
1579
o Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa
Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang
enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu
Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan
meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
o November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal
dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah,
yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian
persahabatan dengan Britania.
1580
o Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
o Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial
Portugis tidak dipedulikan.
o Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke
Britania.
o Ternate menguasai Butung.
1581
o Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik
Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang
menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya),
mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
1584
o Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai
pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
1585
o Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
o Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan
misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
1587
o Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis
keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
o Portugis di Melaka menyerang Johore.
o Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
o Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
1588
o Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan
Demak.
1590
o Desa asli Medan didirikan.
1591 – 1659
1591
o Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
o Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi
misinya gagal.
o Ternate menyerang Portugis di Ambon.
1593
o Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
1595
o 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia
Belanda.
o Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan
(belakangan Banjarmasin).
o Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini
adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil
yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah
Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi
provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama
hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari
Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa
penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda
mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di
dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena
wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.
Logo VOC
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia
Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC).
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania
yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih
kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil
ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem
tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai
diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll.
Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan
yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia.
Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang
lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa
Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam
pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah
gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang
kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu
mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan
kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo.
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah
penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari
profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda.
Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden
Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-
Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang
ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye
publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh
penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari
penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang
hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap
penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks,
penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang
Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam
penguasaan Jepang.
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat
keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari
berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran
sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman
Soekarno.
Teks Proklamasi
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda
tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah
kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia,
akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27
Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan
dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari
sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab
kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan
sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil
susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara
sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih
menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang
menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah
suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada
badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.
Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di
bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri
Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-
negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok
Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun
1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan
Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-
negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri.
Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China,
dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai
komunis seperti di negara-negara lainnya.
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk
Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan
mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada
PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto,
menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan
situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang
dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai
setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB",
dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973,
1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga
memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang
merajalela.
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor
yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh
Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak
mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin,
sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham
Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk
aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang
mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang
disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur
mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang
strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000
warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain.
Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah
Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari
Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99%
penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera
setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan
pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor
Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih
tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh
dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun
terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.
Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa
yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998,
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya
adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan
komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga
membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan
pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada
pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai
Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya)
memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai
Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober
1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai
wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya,
Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle
kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan
ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang
terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar
agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang
ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin
memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan
perdebatan politik yang meluap-luap.
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan
laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu
MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya
dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen
dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang
memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati.
Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa
pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang
Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal
masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa
bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian
dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik
berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.