Anda di halaman 1dari 6

Ujian Ahkir Semester

Mata Kuliah ; Sejarah Politik

Pembina ;Bapak Ari Sapto

Nama ; Erik Krisdianto


NIM ;109831422534
OFF ;G

1 Melalui analisis mobilization model jelaskan proses mobilisasi


yang dilakukan Sultan Agung saat menyerang Batavia

Proses mobilisasi yang dilakukan Sultan Agung saat menyerang Batavia


sebelumnya telah menaklukan Surabaya secara priodik. Selanjutanya
Sultan Agung ingin menaklukan Batavia sebab ia menganggap Batavia
adalah wilayahnya. Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di
bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti
namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu.
Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir
untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan
Banten. Sehingga pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan
dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC
ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya.
Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke
Batavia untuk menyampaikan pesan tawaran damai dengan syarat-syarat
tertentu dari Mataram. Tetapi tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga
Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Ahkirnya pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin


Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba
bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani).
Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng
Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang
perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada
bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati
Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC
menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada


tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada
bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah
berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan
serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung
beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan
semuanya.

2 Identifikasi dan jelaskan budaya politik diwilayah Jawa Timur

Jawa Timur salah salah satu wilyah pulau jawa dibagian timur memiliki
kultur budaya politik yang berbeda dengan daerah lain hal ini dapat dilihat
dari faktor dialektika budaya sangat menentukan terhadap munculnya
kekayaan budaya baru melalui interaksi yang cukup intens. Inti dari proses
interaksi adalah agar individu menjadi anggota masyarakat, yakni belajar
kultur masyarakat itu dan berpartisipasi sepenuhnya dalam masyarakat
itu. Kondisi sosial tempat di mana menusia berinteraksi, pemaknaan atau
pemikiran mereka terhadap kondisi sosialnya, serta prilaku dan tindakan
mereka, berhubungan saling meneguhkan. Seperti adanya budaya Arek,
Madura, Pesisir dan Mataraman, meskipun terdapat beberapa penekanan di
mana faktor geopolitik yang membedakan satu sama lain. Berdasarkan
budaya tersebut dapat dibagi beberapa faktor yang mempengaruhi
diantaranya:
Kondisi geopolitik Madura yang menempatkan kiai sebagai pusat
pemersatu juga terjadi di masyarakat Pendalungan. Fungsi kiai sebagai
tokoh agama dan tokoh politik dimaknai sebagai suatu keniscayaan yang
masih diyakini dan ditaati oleh masyarakat setempat. Tokoh-tokoh penting
yang memiliki peran dan pengaruh politik adalah kiai keturunan Madura
atau Pendalungan.Wilayahnya meliputi madura dan kepulauan
lainnya,serta wilayah pendalungan yaitu Jember, Banyuwangi , Bondowoso,
Situbondo, Lumajang, Pasuruan, Probolingo.
Sementara di kawasan pesisir, meskipun kiai memiliki porsi dan
pengaruh yang cukup besar, tetapi masyarakat muslim lebih rasional dalam
berpolitik. Hubungan kiai-santri atau guru murid lebih longgar, artinya
pilihan politik kiai tidak serta merta akan diikuti oleh pilihan politik
santri.Wilayahnya meliputi kawasan utara Gresik,Lamongan dan Tuban.
Selanjutnya di kawasan Arek yang lebih heterogen, permainan dalam
kegiatan politiknya lebih dinamis dan enak didengar. Kultur santri dan
moderen melebur menjadi satu domain kultur politik yaitu tidak ada yang
dominan. Semangat religius nasionalisme menyatu dalam politik yang
membuat permainan politik komunitas Arek sangat dinamis.Wilayahnya
meliputi Surabaya, Sidoarjo, Malang, Jombang.
Sementara dalam tradisi Mataraman permainan politik cenderung statis.
Pengaruh Mataram dan sufisme yang dianut oleh Kraton sangat menonjol
dibandingkan dengan kawasan lain di Jawa Timur. Agama sufi yang
menjadi ciri khas Kraton dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan,
menyusun dan memberi makna terhadap berbagai aspek dalam
kehidupan.Wilayahnya meliputi Madiun, Magetan, Nganjuk,Kediri

3 Jelaskan hubungan antara lapisan sosial, pendidikan, dan elite


pada masa Pergerakan Nasional Indonesia.

Hubungan antara lapisan sosial,pendidikan,dan elite pada masa


Pergerakan Nasional Indonesia memiliki keterkaitan yang kuat dan saling
mempengaruhi karena dari semua lapisan tersebut mempunyai suatu
pembentukan pelapisan sosial yang menonjol atau dominan. Pelapisan ini
dibagi berdasarkan :

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan


anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas
dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Kekuasaan dan wewenang adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan
atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau


kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati
lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya.

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota


masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling
menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.

Sehingga berdasarkan pembagian pelapisan diatas lapisan sosial,


pendidikan, dan elite saling mempunyai pengaruh dalam pergerakan
nasional Indonesia, hal ini dapat dilihat dari imperialisme modern yang
dijalankan ketika penjajahan Belanda yang menyebabkan munculnya suatu
lapisan baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu golongan terpelajar
(cendekiawan), para pegawai pemerintah Belanda, dan para pedagang atau
pengusaha tingkat menengah. Ketiga golongan baru ini merupakan lapisan
menengah (middle class) dalam stratifikasi masyarakat kolonial. Lapisan
bawah adalah para petani, pedagang kecil, dan pegawai rendahan yang
merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia yang umumnya hidup
melarat. Sedangkan lapisan atas dimonopoli oleh bangsa kulit putih
(Belanda).

Dari lapisan sosial baru inilah muncul pemimpin-pemimpin rakyat yang


menjadi pelopor perjuangan dalam bentuk pergerakan nasional. Misalnya
golonga terpelajar mendirikan organisasi Budi Utomo di Indonesia dan
Indische Vereeniging di Belanda pada tahun 1908. Golongan pedagang
mendirikan SDI (Sarekat Dagang Islam) pada tahun 1905. Dan para pegawai
Hindia Belanda membentuk PPPB (Persatuan Pegawai Pegadaian Bumi
Putera) dalam tahun 1914.2) Ketiga golongan ini, terutama golongan
terpelajar memainkan peran yang sangat besar dalam dekade awal
pertumbuhan pergerakan nasional. Selain itu perjuangan yang golongan
elite dapat dilihat dari perjuangan yang menuntut haknya yang telah
diambil oleh penguasa dimana penguasa itu menindas dan menganiayanya.
Misalnya perjuangan bung Tomo dalam merebut kemerdekan dari tangan
penjajah dimana bung tomo yang dari kelas menengah dengan jalan
pendidikan yang ahkirnya dapat merubahnya, hal ini dapat dilihat dari
perjuangannya dalam melawan penjajahnya di Surabaya yang bertindak
sebagai motivator yang membakar semangat anak muda Surabaya untuk
melawan penjajah dengan taruhan jiwa dan raga mereka yang ahkirnya
dikenal dengan peristiwa 10 Nopember atau disebut dengan hari pahlawan.

4 Uraikan penerapan konsep kekuasaan Jawa oleh raja-raja Mataram

Penerpan konsep kekuasaan Jawa oleh raja-raja Mataram dalam


memperoleh kekuasaan pertama-tama melalui wahyu,pulung,dan ndaru.
Dalam wahyu tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu wahyu nubuwan,
wahyu hikmah, dan wahyu wilayah. Berdasarkan hal tersebut raja-raja
Mataram menerapakan konsep keagungan binataran merupakan konsep
kekuasaan raja-raja Mataram, konsep kekuasaan raja yang besar selalu
diimbangi dengan kewajiban yang besar, konsep keagungan bintaran
terlihat dari gelar yang digunakan oleh raja. Selanjutnya dala konsep
kekuasaan raja dapat dicirikan sebagai berikut:

 Luasnya wilayah yang dikuasai kerajaan.


 Luas daerah taklukan dan berbagai barang upeti yang diberikan.
 Kesetian para bupati dan punggawa lainya dalam menunaikan tugas
kerajaan dan kehadiran mereka dalam paseban yang diselengarakan
pada hari-hari tertentu.
 Kebesaran dan kemeriahan upacara raja dan banyaknya pusaka dan
perlengkapan upacara yang nampak pada upacara tersebut.
 Besarnya tentara dengan segala perlengkapanya.
 Kekayaan gelar-gelar yang disandang dan kemashuran raja.
 Seluruh kekuasaan menjadi satu ditanganya, tanpa ada yang
menyamai dan menandingi.
 Luasnya wilayah yang dikuasai kerajaan.
 Luas daerah taklukan dan berbagai barang upeti yang diberikan.
 Kesetian para bupati dan punggawa lainya dalam menunaikan tugas
kerajaan dan kehadiran mereka dalam paseban yang diselengarakan
pada hari-hari tertentu.
 Kebesaran dan kemeriahan upacara raja dan banyaknya pusaka dan
perlengkapan upacara yang nampak pada upacara tersebut.
 Besarnya tentara dengan segala perlengkapanya.
 Kekayaan gelar-gelar yang disandang dan kemashuran raja.
 Seluruh kekuasaan menjadi satu ditanganya, tanpa ada yang
menyamai dan menandingi.

Struktur pembagian wilayah mataram dibagi menjadi atas 5 bagian

1. Negara
2. Negara agung
3. Mancanegara
4. Pesisir
5. Sabrang

Sehingga kekuasaan raja-raja Mataram menurut konsep Jawa adalah


absolut (mutlak) yang dalam bahasa pedalangan dikatakan “gung binathara
bau dhendha nyakrawati (sebesar kekuasaan dewa, pemelihara hukum, dan
penguasa dunia). Dalam konsep kekuasaan Jawa tersebut, pemberian
kekuasaan yang besar kepada raja diimbangi dengan ketentuan bahwa raja
harus bijaksana. Seorang raja harus bersifat “berbudi bawa leksana, ambeg
adil para marta” (meluap budi luhur mulia dan sifat adilnya terhadap
sesama). Selain itu, tugas raja adalah “anjaga tata titi tentreming praja”,
yakni menjaga keteraturan dan ketentraman hidup rakyat demi tercapainya
suasana “karta tuwin raharja” (aman dan sejahtera).Selain itu konsep
kekuasaan raja-raja Mataram disebut juga doktrin ajaran keagungan
binatharaan. Apabila kekuasaan dan tugas raja yang termuat dalam ajaran
tersebut dipraktekkan secara tepat, maka orang-orang tidak akan
mempersoalkan kekuasaan raja yang besar itu pantas atau tidak. Bagi
orang Jawa yang menganut konsep tersebut, tidak ada pilihan lain sikap
yang harus diambil kecuali “ndherek ngarsa dalem” (terserah kehendak
raja).

Anda mungkin juga menyukai