Anda di halaman 1dari 99

KONSEP BESAR PRIA BERWIBAWA RA BOBOT BIG MAN SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUA

A. KONSEP BESAR PRIA BERWIBAWA RA BOBOT 1. Asal-Usul Perkembangan Konsep Konsep pria berwibawa atau Big Man/Ra bobot yang di gunakan oleh para ahli antropologi untuk menamakan para pemimpin politik tradisional di daerah daerah kebudayaan Oseania, khususnya di Melanesia, sesungguhnya berasal dari terjemahan bebas terhadap istilah-istilah lokal yang digunakan oleh penduduk setempat untuk menamakan orang-orang penting dalam masyarakatnya sendiri. Karangan yang membahas sejarah pemakaian konsep tersebut, di tulis oleh L. Lindstrom (1981:900-905), menunjukkan bahwa sejarah perkembangan kata Big Man dari vokabuleri sehari-hari menjadi konsep ilmiah mengalami suatu proses yang lama. Selama abad ke-19 dan sampai pertengahan abad ke-20, para peneliti di daerah kepulauan Melanesia selalu menggunakan konsep chief, penghulu atau kepala suku, untuk menamakan para pemimpin pada masyarakat yang mereka deskripsikan. Konsep chief itu kemudian tidak digunakan lagi oleh karena makna yang terkandung di dalam konsep tersebut tidak tercermin dalam sistem kepemimpinan banyak masyarakat di Melanesia dan di gantikan dengan berbagai konsep lain, misalnya influential man (Powdermarker 1944:41), Head Man (Williams 1936:236; Hogbin 1952: Index; 1964:62; Belshaw 1954: 108; Pospisil 1963:48), Center Man (Hogbin 1939:62), strong Man (Bendt 1969:335; Du Toit 1975:385), manager (Burridge 1969:38, 1975; Scheffler 1965:22), magnate (Chowing and Goodenough 1965-66:454), Direktor atau executive (Salisbury 1964:236), dan tentusaja big man. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, terjadi persaingan antara istilah-istilah tersebut untuk mendapat tempat dalam khazanah istilah ahli antropologi dan dalam situasi persaingan itulah lambat laun muncul istilah big man sebagai konsep tipikal antropologi yang diterima secara luas untuk menandakan suatu tipe atau sistem kepemimpinan yang ciri-ciri dasarnya berlawanan dengan ciri-ciri dasar pada sistem kepemimpinan chief.

Konsep big man sendiri sebenarnya sudah digunakan lama sebelumnya, misalnya oleh M. Mead, dalam karyanya, sex and Temperament in Three Primitive Societies (1935:326), namun peralihannya dari bahasa umum (common parlance) menjadi bahasa antropologi sangat lamban. Konsep tersebut baru menjadi konsep resmi dan dimuat dalam lexikon antropologi melalui karya M.D. Sahlins, yang terkenal dan selalu dikutip itu, Por Man, Rich Man, Big Man, Chief (1963) dan kemudian diperkuat oleh K. Burridge, melalui karyanya, The Melanesian Manager, yang dipersembahkan untuk mengenang seorang tokoh antropologi politik E.E. Evans-Pritchard (1975:86-104). 2. Tipologi Sistem Kepemimpinan Tradisional Orang Maybrat Imian Sawiat dengan 2 Tipe Sistem Kepemimpinan. Dalam kebhinekaan kebudayaan di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, terdapat pula kebhinekaan dalam organisasi sosial dan khususnya dalam sistem-sistem kepemimpinannya. Dari karangan-karangan etnografi mengenai kebudayaan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, dapat disusun suatu tipologi mengenai sistem kepemimpinan tradisional yang dapat dibagi kedalam 2 tipe, yaitu 1) tipe pria berwibawa Big Man/Ra bobot dan 2) tipe raja Chief. Untuk menyusun suatu tipologi, penulis meminjam model tipologi yang dikembangkan oleh M.D. Saklins dalam karangannya big man, chief man (1963). Dalam karangan itu, Saklins mengajukan suatu model analisis politik tradisional di daerah kepulauan Oseania, yang berbentuk suatu kontinuum dengan dua kutub, pada satu kutub terdapat sistem kepemimpinan yang disebut big man, yang dalam bahasan Indonesia sebainya kita terjemahkan dengan pria berwibawa, dan pada ujung kutub yang lain, terdapat sistem kepemimpinan yang disebut chief atau raja. Menurut Saklins perbedaan pokok dari kedua sistem kepemimpinan tersebut terletak pada cara memperoleh kekuasaan. Jika pada sistem kepemimpinan pria berwibawa posisi atau kedudukan pemimpin diperoleh melalui achievement, atau upaya pencapaian maka didalam penduduk setempat, pemimpin pada sistem kepemimpinan raja diperoleh melalui aseribement, atau pewarisan. Selanjutnya, dalam karangan yang sama, Saklins berpendapat bahwa penduduk daerah kebudayaan Melanesia (Termasuk Suku Maybrat, Imian, Sawiat) hanya mempunyai satu sistem kepemimpinan tradisional saja, yaitu tipe kepemimpinan pria berwibawa/Big Man/Ra bobot. Sebaliknya, kepemimpinan Raja di suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan kepemimpinan baru

yang diambil dari tipe pemimpin dari penduduk daerah polinesia yang hanya mengenal tipe kepemimpinan Raja, oleh Bangsa Hindia Belanda melalu Natisiri dan Waranewi. Pernyataan Saklins ini tentu saja benar, karena dari hasil-hasil studi para ahli antorpologi lain di daerah Oseania, terbukti di daerah kebudayaan Melanesia kepemimpinan raja seperti (orang Brokol, orang Mekeo, orang Buin, dan orang Trobriand di Papua Newguini) karena sementara yang dikembangkan di daerah Kepala Burung Papua barat, yaitu orang Kaimana, orang Fak-fak, penduduk kepulauan Raja ampat dan orang Ayamaru merupakan Kepemimpinan baru yang diperkenalkan oleh Bangsa Hindia Belanda. Apabila kita menerapkan model kontinuum yang diajukan oleh Saklins, terdapat data etnografi tentang penduduk Papua barat, khususnya data tentang sistem kepemimpinan tradisionalnya, maka penduduk Papua barat khususnya orang Maybrat, orang Imian, orang Sawiat, dapat kita golongkan kedalam 2 tipe masyarakat seperti yang tersebut di atas. Di bawah ini akan dibuat suatu deskripsi umum tentang 2 tipe kepemimpinan tersebut dan masyarakat penduduknya. 3. Sistem Kepemimpinan Pria berwibawa Ra Bobot Ciri umum dari tipe masyarakat dengan sistem kepemimpinan pria berwibawa seperti telah disebutkan di atas adalah kedudukan pemimpin yang diperoleh melalui upaya pencapaian. Sumber kekuasaan dalam tipe kepemimpinan ini adalah kepemimpinan pribadi seseorang yang berwujud nyata dalam keberhasilan ekonomi (kaya-bobot). Kepandaian berdiplomasi, dan berpidato, keberanian memimpin perang, memiliki tubuh yang cukup dan tegap, serta memiliki sifat murah hati. Ciri lain tipe kepemimpinan ini ialah bahwa seluruh kekuasaan dijalankan oleh pemimpin sejati itu secara otonomi tunggal yesait kar dalam bahasa Maybrat. Orang-orang yang termasuk dalam tipe ini adalah orang Maybrat, rang Imian, orang Sawiat, orang Muyu, orang Naglum, orang Dani, orang Asmat, orang Mek. 4. Sistem Kepemimpinan Raja Tipe masyarakat yang kedua, yaitu yang termasuk mendukung sistem kepemimpinan raja, bercirikan pewarisan kedudukan pemimpin dari orang tua pada anak pria yang sulung, akan tetapi bila anak sulung itu tidak mampu mewarisinya karena ia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditunjuk untuk jabatan tersebut, maka salah seorang adiknya atau seorang saudara ayahnya yang memenuhi syarat-syarat kepemimpinannya dapat memperoleh kedudukan tersebut. Dengan

demikian hak kekuasaan selalu dipertahankan dan diwariska di dalam rangka kelompok kekerabatan besar, seperti klen, melalui sistem pewarisan. Ciri lain yang sangat penting dalam sistem kepemimpinan raja adalah adanya birokrasi. Bentuk dari birokrasi ini adalah seperti yang oleh Max Weber disebut birokrasi tradisional, yang berperan sebagai mesin politik, di dalamnya terdapat pegawai tiap pegawai mempunyai tugas tertentu, seperti mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan upacara ritual, atau yang mengurus masalah keamanan. Masyarakat tipe kepemimpinan raja di Papua terdapat di Ayamaru, Tehit, kepulauan Raja Amapat, daerah semenanjung Onim (Fak-fak) dan di daerah Kaimana. Kalau kita perhatikan letak daerah-daerah itu, merupakan daerah lintas budaya antara kebudayaan Maluku di satu pihak dan kebudayaan-kebudayaan Papua di pihak lain. Penduduk di daerah lintas budaya tersebut dalam sejarah, telah lama mempunyai hubungan perdagangan dengan penduduk di kepulauan Maluku, yang terletak di sebelah baratnya. Melalui hubungan itu, terjadilah proses pengambil alihan unsur-unsur kebudayaan tertentu, termasuk unsur sistem kepemimpinan oleh penduduk lintas budaya itu dari penduduk kepulauan Maluku. Unsur-unsur kebudayaan yang diambil alih itu kemudian diolah sesuai dengan kebudayaan setempat, dan dibudayakan menjadi pranata sendiri, seperti yang diuraikan dalam karangankarangan etnografi (Pouwer 1955; Lochem 1963; Cator 1942; Mansoben 1982). Itulah sebabnya kerajaan-kerajaan di Papua mirip benar dengan bentuk susunan dari beberapa kesultanan di kepulauan Maluku, terutama di Ternate dan Tidore (Fraassen 1980; Mansoben 1982). Kepemimpinan raja di wilayah Maybrat, Tehit, merupakan kepemimpinan yang baru diperoleh dari Pemerintahan Hindia Belanda, yang mempunyai kepentingan feodalisme. Jabatan Raja diberikan kepada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, dan masyarakat tradisional lainnya di wilayah kepala burung dengan tujuan sebagai perpanjang tangan pemerintah Hindia Belanda melalui kesultanan Tidore untuk mengambil kekayaan daerah melalui VOC. Orang Maluku sangat berperan aktif dalam proses pemberian jabatan raja kepada masyarakat tradisional di pulau Papua. Bahkan mereka juga ikut serta dalam melakukan pembangkangan terhadap masyarakat di pedalaman-pedalaman kepala burung.

a. Siapa itu Raja? Raja adalah pemimpin-pemimpin orang Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, Raja Ampat, FakFak, yang pangkatnya diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda, untuk pembentukan keresidenan pemerintah Belanda di wilayah-wilayah terpencil di Kepala burung dengan kepentingan feodalisnya. Kepangkatan Raja yang diberikan itu merupakan hal yang baru dalam kehidupan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit. Kepemimpinannya berjalan tetapi tidak memiliki struktur kelembagaan yang jelas, misalnya istana raja, peraturan kerajaan, wilayah kekuasaan raja, masyarakat, tenaga kerja/pegawai, kekayaan raja, peralatan perang, bala tentara kerajaan, dan pengakuan dari kerajaan lain, serta pangkat/gelar pendidikan. Raja-raja yang diangkat tersebut hanya memimpin sekelompok masyarakat kecil di satu kampung yang kira-kira jumlah penduduknya 100 jiwa, yang semestinya tidak masuk dalam kuota pembentukkan suatu kerajaan. Legalitasnya pun sepertinya hanya diberikan karena kepentingan kerajaan Belanda untuk mendapatkan harta kekayaan dari Papua sebanyakbanyaknya. b. Mengapa ada Raja? Keberadaan Raja-raja di kepala burung Papua merupakan konsep pengembangan pemerintahan Hindia Belanda yang notabene ditunggangi sistem feodalis, yang dating melalui ekspansi wilayahnya, oleh karena VOC mengalami kesulitan untuk memasuki daerah-daerah terpencil di wilayah Papua, sehingga mereka menggunakan jalur hubungan tradisional yang ada untuk menjangkau daerah-daerah terpencil guna mencari bahan rempahrempah dan bulu burung, guna memperkaya kerajaan Belanda. Jalur tradisional yang dipakai oleh Pemerintahan Hindia adalah melalui kesultanan Tidore, dan menyusup ke Teminabuan dan selanjutnya menjangkaui daerah Maybrat, Sawiat, Tehit dan Imian. Sesuai dengan perjalanannya, bahwa orang Patipi yang membawa team ekspedisi masuk ke teminabuan, mereka masuk daerah teminabuan melalui sungai Kaibus dan sungai Waigo. Ada dua pemimpin ekspedisi, diantaranya Waranewi memimpin satu ekspedisi menyusuri sungai Waigo, dan mengangkat Usiah Tuan, yaitu raja pertama di sekitar sungai Waigo, dari marga Smur, yang selanjutnya menyebar menyusuri wilayah aitinyo dan sekitarnya, sedangkan Natisiri, memimpin satu team ekspedisi menyusuri sungai Kaibus, dan

mengangkat Raja Besi, sebagai raja pertama di sekitar sungai Kaibus dari marga Flasi, selanjutnya ke daerah Sawiat, Maybrat melalui jalan Mbol Malit. Raja-raja yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda adalah masyarakat setempat yang bisa diajak kompromi dan mendukung visi misi Hindia Belanda melalui VOC. Karena ketika diberikan gelar Raja, maka dengan sendirinya raja-raja tersebut tunduk kepada aturanaturan yang diberikan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Sasaran utamanya adalah membantu pemerintah untuk menghimpun kekayaan dan dikirimkan ke Belanda melalui kesultanan Ternate Tidore untuk kepentingan Pemerintah Belanda. c. Apa Tujuan Adanya Raja? Tujuan daripada pengangkatan raja-raja oleh VOC adalah untuk pembentukkan keresidenan pemerintahan Belanda dengan penerapan sistem feodal. Sasaran utamanya bahwa pada abad ke 15, terjadi perburuan rempah-rempah dan harta karun di belahan dunia yang awalnya dilakukan oleh Portugis dan Spanyol, sehingga Belanda pun ikut berkutat dalam ekspedisi ini sehingga terjadilah penjajahan wilayah Papua oleh Hindia Belanda. Pengangkatan raja-raja tersebut dengan tujuan sebagai pusat pemerintahan Belanda di wilayah terpencil Kepala Burung untuk mendukung misi negera dalam pencarian harta karung di Papua. Selanjutnya Hindia Belanda mulai menguasai Papua karena mereka telah berhasil menyusup masuk ke wilayah-wilayah pedalaman tersebut dan membentuk pemerintahannya melalui pengangkatan raja-raja dan pembentukkan keresidenan. Pada tahapan berikutnya, Belanda mengeluarkan suatu konsep yang mengatakan bahwa devide the impera memecah belahkan untuk menguasai. Konsep ini akhirnya sukses dengan penguasaan pemerintahan Belanda atas tanah Papua yang pada akhirnya diketahui bahwa Belanda telah Menjajah Papua. Karena Hindia Belanda merasa bahwa mereka sudah menyusup hingga pedalaman Papua, sehingga dengan sendirinya dibentuklah daerah-daerah pemerintahan tertentu yang dipimpin oleh Bustir, yang bertanggung jawab untuk suatu keresidenan. d. Kedudukan Raja dalam Pengakuan Masyarakat Walaupun diangkatnya raja-raja di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, namun masyarakat adat tidak serta merta secara menyeluruh mengakui kepemimpinannya secara mutlak. Namun disisi lain, raja memiliki stratifikasi tertentu sebagai orang terhormat di masyarakat tertentu.

Pamor raja-raja di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, tidak begitu besar, karena ketika diangkat oleh Hindia Belanda, tidak ada konsep pemerintahan Kerajaan yang diberikan oleh Hindia Belanda. Dan para pemimpin raja yang telah diangkat tersebut hanya berkuasa dan memimpin sebuah kampung kecil dengan penduduk yang tidak lebih dari seratus jiwa, bahkan lebih kurang dari delapan puluh jiwa. Selain itu, raja-raja ini tidak memiliki pemerintahan yang jelas, tidak mempunyai wilayah, struktur pemerintahan, pegawai, peralatan perang, bala tentara, pakaian raja, dan panji-panji lain yang berhubungan dengan pembentukkan suatu kerajaan. Mungkin bentuk pengangkatan raja semacam ini kita sebut saja sebagai sosok pemimpin Feodal lokal. Pengangkatan raja-raja dianggap sebagai suatu bujukan pemerintah Hindia Belanda, karena semua raja yang diangkat tersebut hanya memperoleh gelar raja sedangkan selebih daripada itu tidak diberikan, namun pekerjaan yang harus dikerjakan oleh raja untuk mengabdi kepada Belanda cukup besar. Bentuk-bentuk keharusan yang dilakukan oleh raja kepada Hindia Belanda menunjukan bahwa adanya suatu sistem feodalisme yang sedang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat telah dibodohi oleh jabatan raja dan kapitan yang telah diberikan oleh Hindia Belanda. Semua hasil dan harta karun telah dikeruk, diambil dan diberikan kepada kerajaan Belanda. Tak ada satupun orang Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, Papua zaman itu yang mengerti untuk apa posisi seorang Raja ditengah-tengah kehidupan mereka. Hingga sekarang, para raja-raja tersebut kelihatannya mengalami penurunan pamor pasca keluarnya pemerintah Hindia Belanda dari Papua, bahkan pemimpin-pemimpin raja ini hanya menggema dalam ingatan dan pembicaraan warga masyarakat, karena sudah tidak ada lagi aktifitas yang dipimpin oleh raja di tempat masing-masing. Jabatan tersebut tidak melembaga dengan baik, sehingga ketika Belanda keluar dari Papua, kepemimpinan raja pun hilang. Oleh karena pemimpin raja di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit adalah kepemimpinan yang baru dan diangkat oleh Pemerintah Belanda sehingga kadang tidak diakui oleh masyarakat adat. Karena suatu alasan, bahwa pemimpin tradisional di lingkungan mereka adalah orang-orang yang dihargai berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti memiliki hak ulayat adat, banyak pengikut, memimpin upacara-upacara adat, mampu berdiplomasi, memiliki harta kekayaan, memiliki kemampuan-kemampuan supranatural, yang mana bagi seorang raja belum tentu memilikinya. Sedangkan dilain sisi, orang Maybrat,

Imian, Sawiat, Tehit, telah sadar tentang kepemimpinan yang berbobot, bahkan dikatakan bahwa pemimpin yang memiliki nilai tertinggi di daerah mereka adalah pemimpin bobot bukan pemimpin raja, karena pemimpin bobot adalah orang-orang yang telah memiliki kemampuan-kemampuan kharismatik dan bertumbuh secara alami di tengah masyarakat dan membuktikan dirinya sebagai sosok yang berwibawa dan juga menyenangkan bagi masyarakat. Jabatan Raja di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, Papua, sebenarnya bila dimaknai dengan baik, mereka bukanlah pemimpin yang diakui secara mutlak oleh masyarakat setempat melalui kemampuan-kemampuan tertentu yang dituntut oleh masyarakat untuk diakui sebagai pemimpin. Masyarakat menghormati dan menganggapnya sebagai pemimpin melalui criteria yang ditunjukkannya sehingga memperoleh prestise penghormatan sebagai pemimpin tradisional. Selain daripada itu, pemimpin bobot adalah pemimpin-pemimpin yang berkharismatik yang diutus Tuhan untuk memimpin masyarakat tradisional. Sedangkan Raja merupakan pemimpin politik yang ditunggangi oleh kepentingan Hindia Belanda dengan sistem feodalismenya. Keberadaan raja di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, menyisakan banyak hal yang merugikan, misalnya pendidikan adat wiyon/wofle dibangkang habis-habisan tanpa sisa, dan Perdagangan Kain timur, telah dihentikan dan jenis-jenis kain timur dibakar dan ada jenis kain pusaka seperti wan safe, sarim, bokek dan kain ternama lainnya dirampas lalu diberikan kepada Para Raja setempat untuk mengangkat prestise mereka, agar supaya tidak dikucilkan ditengah masyarakat, karena masyarakat setempat lebih menghormati orang yang memiliki banyak harta karung termasuk kain-kain pusaka. Suatu sistem perilaku feodal yang mematikan kehormatan dan harga diri serta martabat masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit, Papua. Mereka begitu dobohongi dan dibodohi. 5. Konsep Pria Berwibawa Ra bobot Konsep pria berwibawa atau Big Man/Ra bobot yang di gunakan oleh para ahli antropologi untuk menamakan para pemimpin politik tradisional di daerah daerah kebudayaan Oseania, khususnya di Melanesia, sesungguhnya berasal dari terjemahan bebas terhadap istilah-istilah lokal yang digunakan oleh penduduk setempat untuk menamakan orang-orang penting dalam masyarakatnya sendiri. Karangan yang membahas sejarah pemakaian konsep tersebut, di tulis oleh L. Lindstrom (1981:900-905), menunjukkan bahwa sejarah perkembangan kata Big Man dari vokabuleri sehari-hari menjadi konsep ilmiah mengalami suatu peoses yang lama. Selama

abad ke-19 dan sampai pertengahan abad ke-20, para peneliti di daerah kepulauan Melanesia selalu menggunakan konsep chief, penghulu atau kepala suku, untuk menamakan para pemimpin pada masyarakat yang mereka deskripsikan. Kemudian kita akan menggunakannya untuk mendeskripsikan pria berwibawa di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang disebut ra bobot. Konsep chief tidak digunakan dalam konsepe pria berwibawa di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, oleh karena chief baru diterapkan ketika pemerintahan Hindia Belanda, dan juga makna yang terkandung di dalam konsep tersebut tidak tercermin dalam sistem kepemimpinan masyarakat di Maybrat, Imian, Sawiat dan di gantikan dengan konsep bobota atau big man, seperti konsep lain yang digunakan untuk penamaan diwilayah Melanesia misalnya influential man (Powdermarker 1944:41), Head Man (Williams 1936:236; Hogbin 1952: Index; 1964:62; Belshaw 1954: 108; Pospisil 1963:48), Center Man (Hogbin 1939:62), strong Man (Bendt 1969:335; Du Toit 1975:385), manager (Burridge 1969:38, 1975; Scheffler 1965:22), magnate (Chowing and Goodenough 1965-66:454), Direktor atau executive (Salisbury 1964:236), dan tentusaja big man. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, istilah big man sebagai konsep tipikal antropologi yang diterima secara luas untuk menandakan suatu tipe atau sistem kepemimpinan yang ciri-ciri dasarnya berlawanan dengan ciri-ciri dasar pada sistem kepemimpinan chief. Konsep big man sendiri sebenarnya sudah digunakan lama sebelumnya, misalnya oleh M. Mead, dalam karyanya, sex and Temperament in Three Primitive Societies (1935:326), namun peralihannya dari bahasa umum (common parlance) menjadi bahasa antropologi sangat lamban. Konsep tersebut baru menjadi konsep resmi dan dimuat dalam lexikon antropologi melalui karya M.D. Sahlins, yang terkenal dan selalu dikutip itu, Por Man, Rich Man, Big Man, Chief (1963) dan kemudian diperkuat oleh K. Burridge, melalui karyanya, The Melanesian Manager. 6. Ciri-ciri Pria Berwibawa Ra bobot Konsep Big Man/ra bobot atau pria berwibawa, digunakan untuk satu bentuk tipe kepemimpinan politik yang diciri oleh kewibawaan (authority) secara tradisionalitas. Dasar kemampuan pribadi seseorang untuk mengalokasi dan merealokasi sumber sumber daya yang penting untuk umum (Sahlins 1963; Claessen 1984 dalam Van Bakel et al; 1986:1). Sifat pencapaian demikian menyebabkan adanya pendapat bahwa ciri terpenting dari seseorang yang menjadi Big Man/Ra bobot adalah seseorang yang dengan kecakapannya memanipulasi orangorang dengan sifat pencapaian (achievement). Sistem ini merupakan ciri ketidak stabilannya,

seperti yang selalu dikhawatirkan apakah berasal dari dalam atau luar (Van Bakel et al. 1986:3). Implikasi ketidak stabilan sistem yang didasarkan pada prinsip pencapaian ini yang dikemukakan oleh Van Bakel et al. ialah terbukanya kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat, terutama kaum pria yang sudah dewasa menurut ukuran masyarakat yang bersangkutan, untuk bersaing merebut kedudukan pemimpin. Pria berwibawa merupakan mikrokosmos dari masyarakatnya dan oleh karena itu status pria berwibawa menjadi pokok perhatian dari setiap orang dalam masyarakat. Menurut A. stratheren (1979:214) ada dua arena yang digunakan untuk merebut kedudukan pria berwibawa. Dua arena itu adalah hubungan interen dan hubungan eksteren. Hal yang dimaksudkan dengan hubungan interen adalah usaha seseorang untuk memperoleh dan meningkatkan pengaruh serta keunggulannya di dalam klen sendiri. Sedangkan hubungan eksteren diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menjalani hubungan dengan pihak-pihak luar yang terdiri dari sekutu, bekas musuh dan hubungan antara pria berwibawa. Pada umumnya individu individu yang berhasil di dua arena tersebut diakui sebagai pria berwibawa utama dan yang dapt menduduki posisi superior untuk bertahun-tahun lamanya. Ciri umum lain yang biasanya digunakan untuk membedakan sistem politik pria berwibawa dari sistem-sistem politik yang lain adalah bahwa pada sistem pria berwibawa tidak terdapat organisasi kerja dengan pembagian tugas di antara para pembantu pemimpin. Bahwa penduduk di Melanesia terbentuk dari kesatuan-kesatuan sosial itu secara politik maupun ekonomi berdiri sendiri-sendiri. Kondisi semacam itu, menurut K.E. Read (1959:425), rupanya tidak memberikan peluang bagi tumbuhnya prinsip birokrasi pada sistem pria berwibawa di Melanesia. Ciri ciri kepemimpinan pada sistem pria berwibawa seperti tersebut diatas menyebabkan S. Epstein, menamakan orang yang berhasil untuk masuk dan berperan sebagai pemimpin dalam arena kepemimpinan pria berwibawa, a well-rounded political expertise man atau ahli politik sejati (1972:42) dan D. Riesman, (1950) serta K.E. Read (1959:425), menamakan orang demikian autonomous leader atau pemimpin tunggal. Telah dikemukakan di atas bahwa prinsip dasar dari sistem pria berwibawa adalah achievement berdasarkan kwalitas kemampuan perorangan. Studi studi etnografi tentang pria berwibawa menunjukkan bahwa atribut-atribut yang digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur kemampuan seseorang agar menjadi pemimpin, menurut kebanyakan penulis dan seperti yang disimpulkan oleh A. Chowing (1979:71), adalah kekayaan, suatu wujud nyata

10

kemampuan di bidang ekonomi. Sungguh pun kekayaan merupakan atribut yang sangat penting, namun kedudukan pemimpin tidak dapat dicapai melalui kekayaan saja. Atribut lain yang harus dimiliki pula ialah sikap bermurah hati. Sikap tersebut harus dinyatakan melalui tindakan nyata, seperti misalnya membagi-bagi kekayaan kepada orang lain (redisitribusi), lewat sumbangansumbangan dan hadiah-hadiah pada saat adanya pesta perkawinan, upacara ritual atau pesta adat lainnya. Di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, terkenal dengan istilah bobot-big manseoragn bobot memiliki atribut-atribut yang telah diuraikan sebelumnya diatas. Perbuatan memberikan sumbangan atau hadiah kepada orang lain disebut oleh M. Mauss, adalah gift. Gift atau pemberian itu secara tidak langsung membentuk suatu ikatan antara dua pihak, ialah pihak pemberi dan pihak penerima. Mauss, selanjutnya berpendapat bahwa pemberian itu mengandung apa yang disebut olehnya sendiri total presentation (1924:227), bahkan menurut kami perbuatan memberi ini adalah suatau metode yang digunakan oleh seseorang dengan tujuan mengangkat gengsi atau dengan melakukannya demikian maka ia akan dihormati, orang seperti ini bagi kami disebut dengan respect man. Seorang respect man memiliki latar belakang yang sama dengan seorang bobot atau big man. Seorang respect man adalah seseorang yang pada awalnya menjual diri melalui cara memberi, melayani dan menolong sesamanya hingga semakin lama ia semakin dihargai sebagai orang yang berwibawa. Respect man tidak diperoleh melalui cara pemberian materiil saja, tetapi ia secara baik memberikan kesan hidup, sifat, berdiri sebagai seorang figure, atau dikenal sebagai pemimpin terhormat diwilayahnya dengan ekonomi atau kekayaannya yang begitu besar. Hal ini serupa dengan yang dimaksud Mauss, dengan total prestation, adalah bahwa selain bentuk nyata dari benda (objek) yang diberikan, terkandung pula di dalamnya unsur-unsur lain berupa unsur ekonomi, unsur religi, unsur hukum, unsur keindahan dan unsur politik. Secara keseluruhan semuanya itu membentuk kekuatan pengikat dan sekaligus merupakan kekuatan pendorong bagi pihak penerima untuk melakukan sesuatu kembali secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk benda atau jasa kepada pihak pemberi. Dilihat dari segi politik, pemberian dalam bentuk apapun merupakan modal bagi pihak pemberi untuk meningkatkan pendukung, supporters, guna mencapai tujuan politiknya. Makin banyak orang yang diberikan hadiah dan makin banyak yang mendapat bantuan, semakin kuat pula kedudukan politik pihak pemberi. Pemberian yang digunakan untuk kepentingan politik tertentu itulah yang menyebabkan F.G. Bailey (1971) menamakan pemberian sebagai racun

11

bagi pihak penerima dan J. Van Baal, mengkontatir pemberian sebagai sesuatu yang kadangkadang berbahaya bagi masyarakat (1975:23). Perbuatan memberikan terus-menerus hadiah atau sumbangan secara sepihak dapat menyebabkan terbentuknya suatu hubungan ketergantungan yang bersifat asymetrik, menyerupai hubungan patron-klien, dimana pihak pemberi berperan sebagai patron, sedangkan pihak penerima adalah kliennya. Dalam sistem kepemimpinan pria berwibawa, hubungan semacam ini sangat penting, sebab seorang pria berwibawa dapat memanipulasi kekayaan dan keunggulan-keunggulan lain yang dimilikinya untuk memperoleh dukungan dan simpati dari para penerima bantuan. Kekayaan dalam sistem kepemimpinan pria berwibawa sekaligus mempunyai nilai simbolik dan nilai nyata. Nilai simbolik melambangkan kekuasaan yang terkandung di dalamnya dan nilai nyata mengacu pada benda atau harta itu sendiri. Itulah sebabnya kekayaan digunakan sebagai alat pengabsahan kekuasaan (Cohrance 1970:5). Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin pria berwibawa/ra bobot agar para pendukung setia kepadanya menurut Sahlins (1968:164), ialah bahwa ia harus menunjukkan kecakapan-kecakapan tertentu, misalnya pandai bertani, panda berburu, pandai berdiplomasi dan panda berpidato, memiliki kekuatan magis, pandai memimpin upacara-upacara ritual dan berani memimpin perang. Berbagai atribut yang diberikan kepada seorang pria berwibawa seperti tersebut diatas seringkali menyebabkan adanya kesamaan umum, seolah-oalah seorang big man/ra bobot harus memiliki semua atribut tersebut. Banyak contoh etnografi menunjukkan pula bahwa tidak mutlak semua atribut tersebut harus dimiliki oleh seseorang agar menjadi pemimpin di dalam system pria berwibawa/ra bobot/big man. Di samping itu, data etnografi menunjukkan pula bahwa ada perbedaan penekanan pada atribut-atribut tertentu yang dianggap penting antara masyarakat satu dan masyarakat yang lain. Dengan perkataan lain ada perbedaan dalam tata urut hierarki dari atribut-atribut tersebut, misalnya dalam masyarakat A atribut X menduduki tempat pertama dalam urutan hierarki penting, sedangkan dalam masyarakat B bukan atribut X tetapi atribut Y yang paling penting. Demikian secara empiris, unsur-unsur yang merupakan atribut bagi pemimpin pria berwibawa/ra bobot itu berkaitan erat satu sama lain sehingga sulit untuk dipisah-pisahkan, namun secara analisis pembagian berdasarkan urutan pentingnya atribut-atribut itu dapat

12

dilakukan. Menurut hemat kami, pembagian tersebut penting, sebab memberikan pengertian yang lebih tajam tentang corak-corak khas dalam sistem kepemimpinan pria berwibawa. Sepanjang pengetahuan penulis, hal ini belum perna dilakukan oleh para ahli antropologi sehingga timbul pendapat bahwa tipe kepemimpinan pria berwibawa itu sama dalam masyarakat yang berbeda-beda. Pendapat demikian tentu saja selain mengaburkan pengetahuan kita tentang sistem kepemimpinan tersebut, juga menyebabkan tumbuhnya sikap sudah tahu pada diri kita dan menyebabkan kita tidak berminat untuk mencari lebih jauh tentang mekanisme-mekanisme yang mendasarinya. Sebaliknya jika kita membuat suatu para digma tentang sifat-sifat yang merupakan sifat pokok pada masyarakat yang berbeda, maka akan terbukalah perspektif baru bagi kita untuk bertanya apa yang menjadi dasar persamaan atau perbedaan itu dan sekaligus kita berusaha untuk mncari jawabannya. 7. Tipe-tipe Pemimpin Pria Berwibawa Ra bobot. Bertolak dari dasar pemikiran tersebut diatas dan atas dasar pengamatan penulis sendri di lapangan maupun kajian-kajian sendiri mengena studi tentang karangan-karangan etnografi yang membicarakan sistem kepemimpinan pria berwibawa/ra bobot di Papua, maka sistem kepemimpinan ini dapat dibagi menurut dua bentuk. Bentuk pertama adalah pemimpin yang di dasarkan atas kekayaan harta, pemimpinnya disebut pemimpin pandai berwiraswasta, dan bentuk kedua adalah kepemimpinan yang didasarkan atas keberanian memimpin perang, pemimpinnya disebut pemimpin perang. 8. Pemimpin Pria Berwibawa berdasarkan kemampuan berwiraswasta. Sub-bab ini diberi judul demikian berdasarkan dua alasan. Alasan pertama ialah alasan yang didasarkan atas pendapat sejumlah ahli antropologi, sedangkan alasan kedua didasarkan atas pendangan pendukung sistem kepemimpinan tersebut itu sendiri. Alasan pertama, pendapat dari pihak ahli antropologi, contohnya, berasal dari F. Barth (1963:6) yang berpendapat, bahwa tindakan-tindakan seorang pemimpin pria berwibawa dapat disamakan dengan seorang enterpreneur atau seorang wiraswasta. Seorang pria berwibawa dapat mengakumulasi sumber-sumber daya tertentu dan memanipulasi orang-orang untuk mencapai tujuannya. Menurut Barth, tujuan di sini dapat berupa kekayaan, kedudukan, dan prestise. Pendapat lain berasal dari Thoden Van Velsen. Menurut ahli ini, sifat interaksi antara para pemimpin pria berwibawa adalah sama dengan interaksi antara para pengusaha, sebab sering terjadi tawar-menawar antara mereka bahkan kadang-kadang mereka sengaja untuk saling

13

mengalahkan atau menghancurkan modal pihak lawannya. Interaksi tersebut menentukan struktur dari pollitical field (Thoden van Velsen 1973:597). Pollitical field di sini adalah para pemeran yang secara langsung terlibat di dalam proses politik. Kecuali dua pendapat tersebut, terdapat pula beberapa pendapat lain yang berasal dari ahliahli antropologi yang secara langsung melakukan penelitian di derah kebudayaan Melanesia. Tempat terdapatnya sistem pemimpin pria berwibawa. Pada umumnya para peneliti itu menyamakan seorang pria berwibawa dengan seorang pengusaha atau seorang wiraswasta (lihatlah pada karangan-karangan dari strathern 1974:255; Burrigde, 1975:86; Sheffler 1965:22; Elmberg 1968; Pouwer 1957). Selanjutnya dibawah ini saya muat dua buah contoh alasan berdasarkan pendapat masyarakat pendukung sistem itu sendiri. Contoh pertama berasal dari orang Me (Kapauku). dalam studinya tentang orang Me (Kapauku), L. Pospisil mencatat kata-kata yang diucapkan oleh para informannya terhadap seorang warganya yang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin pria berwibawa, tetapi tidak berhasil, sebagai berikut: dia adalah salah satu dari orang-orang bodoh yang tidak mengerti urusan dagang, sebab ia dapat menjadi tonowoi, pemimpin, tetapi karena ketolololannya ia tidak meningkatkan kekayaannya melainkan ia memboroskannya (1958:79). Contoh kedua berasal dari orang Maybrat,Imian, Sawiat. Seorang informan dari J. Pouwer mengatakan bahwa seorang yang dapat menjadi pemimpin politik pada orang Maybrat, Imian, Sawiat adalah orang yang pandai berdagang. Ucapan di atas ini kemudian dilukiskan dengan contoh berikut: dia menjual sauger (tuak)-nya dengan harga setalen, uang setalen itu diberikan kepada ipar-ipar-nya. Ia menerima kembali dari ipar-nya dua talen (50 sen). Uang 50 sen itu diberikan kepada ipar-nya yang lain. Darinya ia menerima Kembali satu rupiah. Demikian uang setalen itu berdar terus sampai mencapai 25 rupiah. Jika ada orang yang berhasil seperti ini, maka ia dapat di sebut bobot, pemimpin (Pouwer 1957:312). Lebih lanjut sikap mencari keuntungan yang biasanya terdapat pada seorang pengusaha pada umumnya, dikenal juga oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, seperti yang terungkap di dalam kata-kata berikut: seorang pemimpin adalah orang yang pandai memperlakukan barang dagangan, dalam hal ini kain timur jenis ru-ra, seperti burung yang terbang dari dahan ke dahan untuk membawa keuntungan (Elmberg 1968; Kamma 1970; Schoorl 1979:178, 208; Miedema 1986:31). Contoh-contoh diatas kiranya cukup memberikan penjelasan mengapa saya

14

menyamakan seorang pemimpin politik pria berwibawa atau big man dengan seorang yang mempunyai keterampilan berwiraswasta. Deskripsi-deskripsi tentang orang Maybrat, Imian, Sawiat, orang Me dan orang Muyu di bawah memberikan penjelasan yang lebih terinci tentang seorang pemimpin yang menggunakan kekayaan sebagai sumber kekuasaannya. 9. Pemimpin Pria Berwibawa Berdasarkan Kemampuan Memimpin Perang Sub-sub ini diberi judul demikian karena pada kelompok-kelompok etnik tertentu di Papua yang mendukung sistem politik pria berwibawa aktivitas perang meupakan fokus kebudayaannya sehingga selalu dibutuhkan orang-orang tertentu yang memiliki keberanian untuk menjadi pemimpin masyarakat. Sifat berani ini mengandung dua unsur agresif dan unsur orator. Kedua unsur tersebut berkaitan erat satu dengan yang lain. Unsur agresif terwujud dalam bentuk pernah membunuh orang lain, biasanya dari pihak musuh pada waktu perang, atau pada waktu ekspedisi pengayauan kepala manusia. Kadang-kadang terjadi juga bahwa itu merupakan suatu tindakan membunuh. Kecuali unsur agresif, unsur itu terjadi di dalam kelompok sendiri pada seorang orator atau orang yang pandai berpidato yang juga merupakan suatu syarat terpenting. Seorang pemimpin pada masyarakat yang berkebudayaan perang, harus memiliki pengetahuan dalam berbagai hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk disampaikan dalam pidato- Politik serta kadang-kadang sebagai pemimpin upacara-upacara keagamaan dibahas secara lebih luas pada sub-sub bab dibawah yang berjudul sistem kepemimpinan bobot. Orangorang Eropa pertama mengunjungi daerah Maybrat, Imian, Sawiat, terdiri dari suatu tim ekspedisi pemetaan Belanda pada tahun 1908. walaupun sudah ada kontak pada waktu itu, namun Pemerintahan Belanda baru melaksanakan pemerintahan administratifnya atas daerah itu pada tahun 1924. Sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1934, terbentuklah kampongkampong yang pertama yang secara permanen didiami oleh orang Maybrat, Imian, Saiwiat, ataas usaha pemerintahan Hindia Belanda. Sebelumnya, orang Maybrat, Imian, Sawiat, hidup secara terpencar dalam kelompok-

kelompok kekerabatan kecil dan sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya mengikuti pola perladangan mereka yang berpindah-pindah. Pada tahun 1935, dibuka pusat pemerintahan Belanda yang pertama di Aitinyo dan di sekitar pusat pemerintahan tersebut, dibentuk beberapa kampung. Pembentukkan kampung-kampung

15

mulai dibentuk seperti kampung Araray/Kampung Sere dibentuk pada tahun 1939, dan kampung Semogum dibuka pada tahun 1941, bahkan di sekitar danau, kampung-kampung mulai dibuka pada tahun 1950, dan tiga tahun kemudian (1953) kampung-kampung terbesar diantara kampung-kampung yang telah dibentuk itu mendapat guru dan sekolah. 10. Sistem Politik ra bobot Sebelum nama bobot muncul sebagai orang berwibawa di tengah-tengah kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, walaupun sudah ada semenjak keberadaan mereka, kami mengkonstatir bahwa orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal sistem politik yang didasarkan pada gerontocrocy atau kepemimpinan orang tua, dan merupakan sistem politik yang didasarkan atas kekuasaan satu orang. Sistem kekuasaan yang bersifat gerontocracy itu hanya terbatas di dalam lineage atau cabang klen dan berdasarkan keturunan darah/keret sendiri, kadang-kadang dapat meluas sampai ke klen. Sistem kepemimpinan gerontocracy tersebut kemudian menjadi hilang ketika munculnya nama bobot yang mana diberikan kepada para gerontocracy. Menurut Kamma (1970:138), mengatakan bahwa kelompok sosial baru yang disebut bobot itu mucul sebagai akibat makin pentingnya peranan kain timur dalam kebudayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Pada mulanya kain timur hanya mempunyai fungsi sosial, yaitu untuk mempertahankan kelompok dan interes kelompok. Fungsi tersebut kemudian secara lambat laun berubah menjadi kepentingan individu sebgai akibat faktor-faktor sosial ekonomi. Demikinlah muncul suatu sebutan baru (bobot) di dalam masyarakat yang lebih bersifat kelompok ekonomi, yang walaupun ikatan klen dan king group-nya masih terjalin, namun lebih mendasarkan diri pada perjuangan yang bersifat individu untuk memperoleh kekuasaan dan prestise pribadi. Apabila seseorang melalui kemampuan pribadinya berhasil mengumpulkan banyak bo/not /kain timur, maka ia mendapat pengikut dan disebut bobot, berarti sangat kuat, atau arti harafiahnya adalah perebut kain timur (Kamma 1970:134). Disamping itu, istilah bobot mengandung pula tiga arti yang lain, seperti yang terdapat di bagian barat Papua yaitu suku Maybrat, Imian, Sawiat, ialah pertama bobot, berarti pemimpin, khusus yaitu seorang pemimpin dari serangkaian upacara ritual yang disebut orang asing (pendatang) pesta bobot. Arti kedua adalah seorang yang mempunyai banyak pengikut atau anak buah, yang disebut ku/gu sme; orang yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan dalam melaksanakan upacara tukar-menukar kain dan memberikan banyak kain kepada orang lain. Arti ketiga adalah seseorang yang berhasil

16

menyelenggarakan pesta-pesta penukaran kain yang diadakan dalam rangka upacara-upacara sekitar lingkungan hidup orang Maybrat, Imian, Sawiat (Elmberg 1955:34). Pada waktu lampau dalam zaman prasejarah, nama tersebut juga diberikan kepada seseorang yang pernah membunuh orang lain, (musuh) (Elmberg, 1955:34). Penjelasan-penjelasan diatas ini menunjukkan kepada kita bahwa nama atau gelar bobot terutama diberikan kepada dan dipakai oleh orang yang mampu menyelenggarakan upacara tukar-menukar kain yang disebut pesta bobot, (masi bah), karena memiliki kain timur. Sebaliknya penggunaan gelar bobot karena alasan pernah membunuh orang lain, tetapi konsep semacam ini kurang penting. Seperti terlihat nanti dalam uraian-uraian selanjutnya di bawah ini, bahwa alasan pertama merupakan faktor yang paling penting untuk mencapai posisi bobot, sedangkan alasan kedua merupakan faktor pelengkap saja. Secara teori, setiap pria dewasa dapat menjadi bobot, jika syarat-syarat tertentu dipenuhi. Menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, orang yang ideal untuk disebut bobot adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang bisnis, disamping itu telah bersedia untuk membantu orang lain dalam masalah-masalah ekonomi (berjiwa loyal, berjiwa besar), memiliki kepribadian etos kerja yang baik, berjiwa pelayan, memperhatikan anak yatim, janda dan duda. Atau dengan kata lain seorang bobot adalah orang kaya yang bermurah hati. (data kajian dan penelitian pribadi, Hamah Sagrim, 2006-2007). Tentang syaraat pertama, pengetahuan bisnis menurut ukuran dan pengertian orang Maybrat, Imian, Sawiat, dapat kita lihat pada penjelasan-penjelasan berikut. Ukuran yang digunakan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk menentukan apakah seseorang itu mempunyai kemampuan bisnis atau tidak terlihat pada pengetahuan memanipulasi sirkulasi kain timur. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, berpendapat bahwa kain timur harus selalu bergerak, artinya harus secara terus menerus beredar dari satu orang kepada orang lain dan dalam peredaran itu harus membawa keuntungan. ______________________________________
. Istilah perang disini diartikan menurut definisi yang dikemukakan oleh R. Berndt (1962:232), yang berarti tindakan kekerasan berencana yang dilakukan oleh anggota-anggota dari suatu kelompok sosial tertentu atas nama kelompok sosialnya terhadap anggota-anggota dari kelompok sosial yang lain. Fokus kebudayaan adalah aspek tertentu di dalam suatu kebudayaan yang lebih jauh berkembang dari aspek-aspek lainnya dan yang banyak mempengaruhi . Pola kebudayaan atau struktur kebudayaan itu (Herskovits, 1948:542) Sifat agresif dapat ditunjukkan juga pada tindakan membunuh isteri atau saudara kandung sendiri seperti yang pernah terjadi pada orang Asmat (Mansoben, 1974:32).

17

Keuntungan di sini mengandung dua makna, ialah makna materi dan makna prestise (nonmateri). Prinsip keuntungan yang mengandung dua makna tersebut diatas ditegaskan oleh orang Maubrat, Imian, Sawiat dalam ungkapan berikut ; to b sou, tesia mberi tna taru amot yi mam tefo artinya, saya ambil satu, akan saya kembalikan lagi dengan menambahkan bunga dari yang sayapunya menjadi banyak. Untuk memahami prinsip keuntungan yang terkandung di dalam ungkapan di atas, maka sebaiknya saya jelaskan lebih dahulu secara singkat bahwa ini sistem tukar-menukar kain timur pada orang Maybrat, Imian, Sawiat. Dalam sistem tukar-menukar kain timur orang Maybrat, Imian, Sawiat, para Ra bobot merupakan titik pusat dari segala aktivitas transaksi. Setiap Ra bobot mempunyai jumlah partner dagang yang bervariasi antara 8 samapi 60 orang. Pandangan orang Maybrat, Imian, Sawiat, untuk selalu memberikan lebih banyak kepada pihak kreditor atau pemberi seperti terurai diatas menimbulkan semacam persaingan yang terus menerus berlangsung antara para ra bobot. Persaingan tersebut menyebabkan sistem tukar-menukar kain timur bersifat ekonomi prestise. Jadi tujuan tukar menukar kain timur pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah bukan untuk mencapai kesejahteraan sosial, melainkan untuk mendapatkan prestise, atau dengan kata lain tujuan tukar menukar kain timur pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah untuk menciptakan kedudukan terpandang dalam masyarakat. Menjadi orang terpandang di dalam masyarakat oleh karena kekayaan memiliki banyak kain timur menyebabkan seseorang mempunyai pengikut dan berhak untuk membuat keputusan. Disinilah letak hubungan antara aspek ekonomi dengan aspek Politik . Melalui kemampuan dalam bidang ekonomi prestise, seorang bobot dapat menciptakan hubunganhubungan sosial tertentu dengan warga masyarakat yang ada di Kampung lain, hubunganhubungan yang terwujud itu dapat bersifat hubungan simertis maupun hubungan asimetris. Hubungan simetris adalah hubungan yang terjadi antara para bobot yang mempunyai kedudukan dan peran yang relatif sama. Sebaliknya hubungan asimetris adalah hubungan yang terjadi antara seorang bobot dengan anggota-anggota masyarakat lainnya yang tidak berstatus bobot. Hubungan ini menyerupai hubungan patron-klien. Seorang bobot, berperan sebagai klien. Disini peran dan kedudukan kedua belah pihak tidak sama. Pada hakekatnya seorang bobot yang mempunyai kedudukan dan peran yang lebih penting dalam hubungannya dengan seorang warga biasa, dapat menggunakan wewenang yang diperoleh melalui kedudukannya untuk memaksakan kehendaknya pada orang lain.

18

Walaupun secara teori, setiap pria dewasa mempunyai hak yang sama untuk saling menjadi bobot, namun hanya sedikit yang dapat berhasil mencapai kedudukan tersebut. Mereka yang berhasil menduduki status tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk berdagang. Suatu contoh yang amat bagus yang dapat digunakan untuk melukiskan hal tersebut adalah seperti yang dilaporkan oleh Power tentang bagaimana menjadikan duapuluh lima rupiah dari duapuluh lima sen. Atau dapat kita tambahkan bahwa jika seorang bobot memberikan sebuah kain sarim, kepada seseorang yang lain, maka orang yang menerima akan mengembalikannya dengan sarim juga atau wan safe plus ditambahkan dengan bokek sebagai porsen dan beberapa kain bawahan lainnya bunga. Orang-orang yang mempunyai kemampuan (pengetahuan) seperti yang dilukiskan pada contoh tersebut diatas sajalah yang mampu untuk menyelenggarakan transaksi-transaksi kain timur. Biasanya transaksi-transaksi itu diadakan pada tempat-tempat khusus dan pada kesempatan-kesempatan tertentu, bukan pada sembarangan tempat dan waktu. Tempat-tempat transaksi berlangsung berupa bangunan-bangunan rumah yang disiapkan khusus untuk maksud tersebut dinamakan sachefra - sehafla, atau rumah pesta - pesta tengkorak (schedelfeesthuizen). Dan juga sabiach bach atau sebiah atau rumah pesta pertandingan (spelhuis). Waktu-waktu yang biasanya ditetapkan untuk melasanakan transaksi itu biasanya terjadi pada saat adanya suatu upacara atau pesta tertentu, misalnya pada upacara pembayaran tulang orang yang telah meninggal dunia, pada upacara inisiasi atau pada pesta pernikahan.

Tentang munculnya nama pemimpin bobot tidak berkaitan dengan masuknya kain timur di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, tetapi sudah ada dan sangat berkaitan dengan kemampuan dan keuletan serta kecakapan seseorang yang mana bila dilihat dari finansial oke, kepribadian oke, sifat oke, dan berjiwa besar serta mampu menghidupkan anak-anak yatim, janda, duda serta menyelamatkan nyawa orang yang rencana dibunuh oleh musuh, bahkan mengambil alih masalah orang lain untuk diselesaikannya. (data kajian dan penelitian pribadi Hamah Sagrim 2006-2007).

19

Dua rumah tempat berlangsungnya upacara transaksi seperti tersebut diatas merupakan dua kutub, dan diantara kedua kutub tersebut terjadilah sirkulasi kain timur. Rumah pesta sachefra/shafla, dibangun di atas bukit sedangkan rumah pesta sebiach/sbiah yang berbentuk rumah panjang polos, dibangun di kaki bukit. Rumah pertama bersifat sakral sedangkan rumah kedua bersifat profan. Kedua rumah tersebut sangat penting karena di dalamnya terjadi transaksi kain timur. Menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, kehebatan seseorang dapat dilihat pada kemampuannya untuk mengatur pembangunan rumah-rumah upacara tersebut serta pengaturan upacara-upacara ritus dan pesta yang dilanjutkan dengan transaksi kain timur di dalamnya. Oleh karena tempat upacara ini merupakan arena perebutan kekuasaan, maka sebaiknya saya uraikan di bawah ini garis besar dari proses berjalannya upacara-upacara tersebut. Tipe rumah pertama yang bersifat sakral itu disebut tengkorak sachefra-shafla. Penamaan demikian disebabkan oleh karena arti dari sehafla adalah Tengkorak, dan rumah tersebut memang dibangun untuk kegunaan upacara pembagian dan pembayaran tengkorak dari seseorang yang telah meninggal dunia. Alasan lain untuk membangun rumah upacara guna terselenggaranya transaksi kain timur, ialah karena salah seorang kerabat sakit, mati atau karena terjadi kegagalan panen. Peristiwaperistiwa buruk seperti tersebut diatas dianggap oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai tindakan penghukuman atau tindakan pembalasan dendam dari kerabat yang meninggal dunia sebab ketidak pedulian terhadap dirinya oleh kerabat-kerabat yang masih hidup. Anggapan demikian biasanya diperkuat oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh orang dukun atau shaman atau ra wiyon/na wofle. Di samping kedua alasan tersebut, alasan lain lagi adalah karena adanya kewajiban dari seorang suami terhadap pihak isterinya untuk menbangun sebuah rumah upacara sechafra-shafla, guna kepentingan transaksi kain timur. Tiga alasan tersebut dapat disifatkan kedalam dua sifat, ialah sifat sakral dan sifat profan. Kedalam sifat sakral termasuk dua alasan pertama, sedangkan alasan terakhir bersifat profan.

Secara prinsip, kedudukan bobot merupakan kedudukan pencapaian, namun demikian status tersebut dapat diwariskan juga oleh ayah kepada anak. Hal ini terjadi jika ayah meninggalkan banyak kain timur kepada anaknya; di samping itu anak harus memiliki kwalitas-kwalitas yang dituntut dari seorang bobot, seperti misalnya panda dalam usaha bisnis dan bermurah hati.

20

Rumah upacara sechafra-shafla, biasanya dibangun diatas prakarsa seorang bobot atau ra wiyon, dan dibantu oleh kerabat-kerabatnya. Apabila rumah tersebut sudah selesai dibangun, maka sekali lagi atas prakarsa bobot dan ra wiyon dikumpulkan makanan dan kain timur bersama kaum kerabat dekat lalu disimpan di dalam rumah upacara itu. Jika semua persiapan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan upacara sudah siap, maka pemerkarsa mengundang semua kerabat yang dekat dan jauh, juga kerabat-kerabat dari pihak isterinya, untuk menghadiri upacara pembayaran tulang. Apabila pemerkarsa adalah anak laki-laki dari orang yang telah meninggal dunia, maka pembayaran tulang dilakukan orang yang bersangkutan kepada saudara laki-laki ibu ayahnya (yatat) (Father/Mother/Brother ) atau kepada anak-anak dari saudara ibu ayahnya (yaja yamu ana-yatat) (Father/Mother/Brother). Pembayaran tersebut didasarkan atas pandangan di bawah ibu ayahlah yang membesarkan ayah yang telah banyak berjasa kepada bobot, sedangkan saudara laki-laki ibunya atau anak-anaknya adalah wakil dari ibu ayahnya. Upacara pembayaran tulang berupa pemberian sejumlah kain timur oleh pemerkarsa (bobot) kepada pihak ibunya yang disaksikan oleh kaum kerabat dari pihak ayah dan pihak ibu itu dilanjutkan dengan penyerahan pemberian dari pihak isteri kepada bobot. Pemberian itu di dalam bahasa Maybrat disebut ru-ra berupa kain timur, diserahkan oleh ayah ibu isteri (yatat)

(Father/Mother/Brother), saudara laki-laki isteri (yaja yamu-yatat) (Father/Mother/Brother) kepada bobot. Tahap pertama dari upacara ini yang terdiri dari dua mata acara, yaitu pembayaran tulang kepada pihak ibu oleh keluarga laki-laki yang dilahirkan oleh keret ibu. Contoh; dari keluarga laki-laki Sagrim , kawing dengan Keluarga Karet sebagai isteri, dan mempunyai anak, ketika meninggal, maka keluarga Sagrim bertanggung Jawab membayarkan tulang kepada keluarga Karet sebagai keluarga Ibu yang melahirkan anak tersebut. Berbeda dengan pembayaran rura dimana yang bertindak sebagai pemerkarsa dan penyerahan ru-ra dari pihak isteri kepada pihak laki-laki. Sebelum tahap pertama yang bersifat sakral dari upacara ini ditutup dengan acara makan bersama, pemerkarsa memanggil orang yang telah meninggal dunia itu untuk menyaksikan pemberian kain timur yang sakral yang diserakan olehnya kepada ibu atau saudara laki-laki ibu dari orang yang meninggal. Apabila tahap pertama upacara sudah selesai, maka tahapan kedua dari upacara itu yang bersifat profan dimulai. Acaranya ialah pembagian ru-ra atau pemberian yang diterima dari pihak isteri oleh pemrkarsa kepada hadirin yang terdiri dari kerabat-kerabat ayah, kerabat ibu,

21

suami-suami dari saudara-saudara perempuan, kerabat-kerabat dari klen sendiri serta temanteman dari klen-klen lain, tidak termasuk disini kerabat-kerabat atau anggota-anggota dari kelen pihak isteri. Dengan demikian ru-ra masuk dalam sirkulasi ekonomi simpan pinjam. Setiap penerima ru-ra, berhak penuh atas penggunaannya, misalnya digunakan sebagai alat bayar maskawin, untuk membayar denda atau untuk membeli makanan. Setelah beberapa waktu berselang, satu sampai dua tahun, pemerkarsa upacara mengundang para debitor-nya untuk mengembalikan utang-utangnya. Pembayaran kembali itu biasanya disertai dengan suatu perjanjian fe to, yang mana pengambaliannya dilakukan dengan pemberian tambahan, yang disebut dalam bahasa Maybrat bo-war/maru amot. Pemberian tambahan itu kadang-kadang dua kali lipat lebih banyak daripada apa yang pernah diterima. Pelaksanaan pembayaran kembali utang biasanya dilakukan di rumah upacara lain yang sementara itu dibangun oleh pemerkarsa, disebut samu ra masi bah, atau rumah pesta pengembalian kain. Situasi pada saat pelaksanaan pengembalian utang sebagai saat yang menegangkan, sebab terjadi tawar menawar antara pemberi dan penerima. Semua barang (dalam hal ini kain timur jenis ru-ra) yang digunakan sebagai thanks gift atau alat pembayaran utang yang di sebut brumaru b, dan yang diberikan sebagai pemberian tambahan diperiksa penerima dengan amat teliti. Jika penerima tidak puas dengan nilai atau kwalitas dari benda yang digunakan untuk membayar utang, maka kepada debitornya diberikan lagi makanan dan minuman. Tindakan seperti ini segera dimengerti oleh pihak debitor sehingga kembali sekali atau beberapa kali ke tempat menyimpan barang untuk mengambil tambahan barang atau pengganti guna melengkapi dan atau mengganti yang sudah ada. Apabila pemerkarsa sudah puas dengan pembayaran kembali, maka dipotonglah seekor babi lalu dibagikan dagingnya kepada para debitornya (tamunya) sebelum mereka ini kembali ke tempatnya masing-masing. Semua kain timur yang diterima oleh pemerkarsa dari para debitornya seperti yang telah dijelaskan diatas, kemudian disimpan oleh isterinya di rumah upacara pesta tengkorak, sachefrashafla. Sesudah itu, pemerkarsa mengirim berita kepada kerabat-kerabatnya dari pihak isterinya tentang telah terjadinya pembayaran utang. Mereka ini segera membangun sebuah rumah pertandingan baru, samu bah-sbiah. Apabila rumah itu sudah siap dibangun, maka ditentukannlah suatu hari tertentu untuk berkumpul disana dalam rangka pengembalian ru-ra yang diterima oleh pemerkarsa pada waktu pembayaran tengkorak kepada pihak isterinya.

22

Upacara pengembalian ru-ra ini dihadiri oleh semua pihak, baik dari pihak pria (suami) maupun dari pihak wanita (isteri). Kain timur jenis ru-ra yang dibawa oleh pihak pria itu dijejerkan berbentuk garis panjang di atas tanah. Kain-kain tersebut kemudian diperiksa secara seksama oleh pihak wanita. Barang yang kurang baik diantara barang-barang itu segera dipisahkan dan harus diganti dengan yang lebih baik. Situasi pada saat ini tegang, sebab pihak pria seringkali menyembunyikan ru-ra yang berkwalitas lebih baik di belakang tangannya. Barang yang berkwalitas baik ini, diberikan setelah terjadi pemeriksaan, bo war/amot. Pemberian tambahan itu biasanya selain terdiri dari kain timur jenis ru-ra juga berupa kain toko dan kain sarung. Ongkos makan dan minum untuk semua peserta ditanggung oeleh pihak isteri. Pertemuan tukar menukar ini kemudian diakhiri dengan pemotongan seekor babi yang di sembunyikan oleh pihak wanita. Gambaran peristiwa tukar menukar kain timur berupa cara pada uraian diatas menunjukkan bahwa pemerkarsa berperan sebagai titik sentral, titik pertemuan, antara golongan-golongan yang berbeda asalnya. Mereka itu sendiri dari kaum kerabat pihak pria (suami), kaum kerabat dari pihak wanita (isteri), dan teman-teman yang berasal dari cabang-cabang klen dan klen-klen kecil. Juga dari uraian diatas kita melihat bahwa pertemuan antara golongan-golongan yang berbeda dapat terjadi atas perantaraan di sini sebagai media pertemuan untuk kepentingan ekonomi prestise (tukar menukar kain tumur) dalam rangka mencapai prestise sosial yang menunjukkan dengan jelas, bahwa religi orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah sesuatu yang konkrit, nyata dan bukan transendent. Secara sosiologis upacara tukar-menukar yang dilakukan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, mangandung tiga dimensi: dimensi religi, dimensi ekonomi dan dimensi politik. Tiga dimensi tersebut terjalin erat satu sama lain dalam suatu bentuk hubungan sibernetrik. Bagan III.1, di bawah ini menunjukkan hubungan tersebut. Hubungan sibernetik dalam tata urut hierarkis pada bagian tersebut dibuat demikian bedasarkan asumsi bahwa aspek religi merupakan mekanisme pendorong untuk orang berprestasi dalam bidang ekonomi. Selanjutnya keberhasilan ekonomi mendatangkan prestise atau kekuasaan politik bagi seseorang. Kekuasaan tersebut menjadi mantap karena mendapat pengabsahan religi. Sebaliknya kekuasaan politik yang mantap memungkinkan bertambah banyaknya keberhasilan dalam bidang ekonomi yang merupakan syarat mutlak bagi intensifikasi upacara-upacara keagamaan.

23

Perlu ditegaskan pula disini bahwa upacara transaksi kain timur tidak hanya terjadi pada kesempatan adanya upacara ritual yang diadakan berhubungan dengan pembayaran tengkorak seperti yang sudah disebutkan di atas, tetapi juga terdjadi pada upacara inisiasi, pesta perkawinan dan pesta-pesta lainnya. Itulah sebabnya ditegaskan bahwa pada umumnya upacara-upacara pesta lebih diarahkan pada tujuan tukar menukar dari pada tujuan umumnya: banyak meyelenggarakan pesta (ritual) adalah pertanda penghormatan terhadap orang-orang yang

telah meninggal dunia. Penghormatan demikian menyebabkan orang mati menjadi senang sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi kaum kerabatnya yang masih hidup.
Hubungan sibernitas antara Religi, Ekonomi, dan Politik

Gambar: 1. bagan III.1. Hubungan sibernetik antara Religi, Ekonomi dan Politik

Selain syarat-syarat yang sudah dibicarakan di atas memiliki pengetahuan bisnis dan pandai mengatur penyelenggaraan upacara-upacara ritual serta transaksi kain timur, syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh seseorang agar ia menjadi bobot atau pemimpin, ialah sifat bermurah hati dan pandai berdiplomasi.

24

Elmberg, melaporkan bahwa syarat ideal bagi seorang bobot ialah kesediaannya untuk membantu orang lain, terutama kerabat-kerabatnya yang mengalami kesulitan ekonomi. Ditegaskan lagi bahwa, seorang bobot adalah orang yang berbudi baik, selalu membantu para pengikutnya dengan banyak barang. Lebih lanjut Elmberg berpendapat bahwa para bobot atau bangkir-bangkir orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak selalu menggunakan posisinya untuk menekan orang lain secara semena-mena. Sebaliknya kekuasaannya itu dibatasi pada sifat realistik seperti pada orang biasa Raa kinyah. Sifat bermurah hati seorang bobot yang terwujud dalam bentuk nyata adalah pemberian bantuan kepada orang lain. Orang yang menerima bantuan, secara otomatis menjadi pengikut atau anak buah bobot, mereka itu disebut ra kinyah yang berarti orang kecil atau pengikut atau rakyat. Elmberg menamakan pengikut seorang bobot, partner bebas, atau menurut saya mereka adalah rayat atau rakyat. Sebab walaupun mereka bekerja untuk bobot tetapi mereka masih memiliki kebebasan untuk meningkatkan kedudukan sendiri menjadi bobot dikemudian hari. Hanya sedikit saja yang biasanya mencapai kedudukan tersebut. Sifat lain yang menjadi syarat bagi seorang bobot adalah kepandaian berdiplomasi. Sifat tersebut dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk menawarkan maksudnya dengan katakata yang menarik agar tawarannya dapat diterima di depan umum secara konsensus. Elmberg menemukan prinsip tersebut pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga menyamakan para bobot di Maybrat, Imian, Sawiat, dengan pemimpin big man pada orang Gahuku Gama (Papua New Gunea). Seperti yang dilaporkan oleh Read (Elmberg 1968: 199-200). Pengaruh kekuasaan seorang bobot biasanya terbatas pada lingkungan tempat tinggalnya sendiri. Agar pengaruhnya dapat meluas sampai di batas-batas wilayah kekuasaannya, maka seorang bobot harus memperkokoh hubungannya dengan pihak luar. Salah satu cara yang biasanya dipakai untuk memperkokoh hubungan dengan pihak luar adalah melalui perkawinan. Oleh karena itu seorang bobot sering melakukan perkawinan-perkawinan dengan pihak luar. Dengan demikian seorang bobot yang besar pengaruhnya, kawing lebih dari satu perempuan, atau dengan kata lain berpoligami. Poligami sering dilakukan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada umumnya dan bobot pada khususnya adalah simbol kekayaan dan kekuasaan. Disatu pihak, poligami adalah simbol kekayaan, sebab orang kaya saja yang mampu membayar maskawin untuk banyak isteri. Banyak isteri berarti banyak tenaga kerja yang dapat menghasilkan makanan yang dibutuhkan sebagai konsumsi pesta-pesta atau upacara-upacara

25

ritual. Poligami dipihak yang lain mempunyai arti politik atau kekuasaan, sebab melalui isteriisteri terjalin hubungan dengan pihak luar (pihak isteri) atau dengan perkataan lain banyak isteri berarti banyak pula relasi. Relasi amat penting bagi seorang bobot karena para relasi adalah pendukung dan juga partner atau rekanan dagang potensial dalam transaksi tukar menukar kain timur. Beberapa implikasi sosial sistem politik bobot yang berlandaskan kompleks kain timur pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah kecenderungan untuk kawin diantara anak-anak bobot, atau dengan kata lain terjadinya endogami golongan dan timbulnya kerenggangan kohesi sosial antara seorang bobot dengan anggota-anggota klennya sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena seorang bobot lebih banyak memberikan perhatian kepada rekanan dagangnya daripada warga klennya sendiri. Sebaliknya, kompleks kain timur yang melibatkan kelompok-kelompok kerabat consaguineal atau yang seketurunan, mengakibatkan tumbuhnya solidaritas yang kuat baik diantara kelompok-kelompok kekerabatan itu sendiri maupun diantara mereka dengan kelompok-kelompok kekerabatan lain yang merupakan partner dagangnya. Disamping itu kompleks kain timur yang diintensifisasikan oleh sistem politik bobot merupakan tempat konsumsi bagi barang-barang yang tidak bertahan lama, seperti makanan dan minuman. 11. Analisa Komparatif Sistem Politik Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Orang Me dan Orang Muyu Analisa komparatif diadakan dalam rangka memperoleh suatu pengertian yang bersifat komperehensif, tepat dan jelas tentang sistem politik pria berwibawa di Maybrat, Imian, Sawiat west Papua. Ada dua alasan pokok untuk melakukan hal tersebut, pertama, bahwa unsur kebudayaan, dalam hal sistem politik pria berwibawa yang nampak secara lahiriah sama dan terdapat pada golongan-golongan suku-bangsa yang berbeda itu belum tentu disebabkan oleh mekanisme atau daya-daya penggerak yang sama. Kedua, apabila memang ada daya penggeraknya yang sama, itu bukan berarti bahwa proses yang dilalui untuk mencapai wujud yang nampak dan sama itu sama pula, mengingat latar belakang kebudayaan dan meningkatnya ekologi yang berbeda-beda dari suku-suku bangsa penduduk dalam sistem tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, ditempuh dua tahap analisis. Analisis pertama (butir 3.1 di bawah), membandingkan apa yang menjadi public goals atau cita-cita umum pada masingmasing suku bangsa yang menjadi objek penelitian dan penulisan buku ini. Tahap analisis kedua di bawah, mencari dan membandingkan mekanisme-mekanisme atau daya-daya penggerak yang

26

mendasari cita-cita umum itu. Cita-cita umum (public goals) dipilih sebagai tolok ukur perbandingan atas dasar pertimbangan bahwa pada masyarakat manapun tolok ukur inilah yang menjadi dasar pranata politik, sungguh pun bentuk dan cara untuk mencapainya berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Selanjutnya perlu diingatkan di sini bahwa pada tingkat analisis pertama akan diperhatikan variabel-variabel ekonomi dan variabel religi. Prosedur analisis komperehensif yang ditempuh dalam kajian ini, ialah pertama-tama membandingkan cita-cita umum yang menjadi tujuan tindakan politik dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai cita-cita tersebut pada lima suku bangsa yang akan dibicarakan pada kajian ini. Untuk itu pertama akan dilakukan suatu analisis perbandingan antara suku-suku bangsa yang mempunyai cita-cita umum yang sama, kemudian langkah berikut ialah membandingkan suku-suku bangsa dengan cita-cita umum yang berbeda. Demikianlah pada bagian sub dibawah ini akan dilakukan perbandingan secara berturut-turut, mulai dengan sistem kepemimpinan pria berwibawa yang terdapat pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, masyarakat Me, masyarakat Muyu (saya sebut mereka ini golongan pertama). Yang menurut data etnografi seperti yang dimuat dalam bagian buku ini mempunyai cita-cita umum yang sama ialah kekayaan. Perbandingan berikut adalah tentang sistem kepemimpinan pria berwibawa yang ada pada masyarakat Asmat, dan masyarakat Dani seperti pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, (saya sebut mereka ini golongan kedua) yang mempunyai cita-cita umum yang sama, plus keberanian memimpin perang. Perbandingan pada tingkat berikut adalah membandingkan golongan pertama dengan golongan kedua. Apabila tahap analisis pertama telah dilakukan, maka pada tahap analisis kedua perbandingan akan dilakukan terhadap mekanisme-mekanisme atau daya-daya penggerak yang mendasari citacita umum pada ketujuh suku bangsa di Papua secara keseluruhan. 12. Realistis dan Analisis Komparatif Sistem Politik Orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, orang Me dan orang Muyu. Lingkungan ekologi pada kelima suku-bangsa yang dibahas pada bagian ini pada satu pihak memperlihatkan kesamaan-kesamaan tertentu dan pada pihak yang lain menampakan pula perbedaan-perbedaan. Kesamaan yang ada adalah bahwa ketiga lingkungan ekologi yang didiami oleh lima suku-bangsa tersebut di atas terletak di daerah pedalaman bagian barat, bagian tengah, dan bagian Timur West Papua. Perbedaannya ialah, bahwa orang Maybrat, Orang Imian, dan Orang Sawiat, mendiami daerah pedalaman bagian barat West Papua (kepala burung), orang Me

27

mendiami daerah pedalaman yang merupakan daerah peralihan antara pegunungan tengah dengan daerah dataran rendah di bagian selatan dan orang Muyu, terletak pada perbatasan west Papua dan negara Papua New Guinea. Ciri ekologi lain yang menunjukkan persamaan tetapi juga perbedaan antara kelima wilayah yang didiami oleh lima suku-bangsa tersebut ialah bahwa orang Maybrat dan orang Me mendiami daerh-daerah yang merupakan daerah interlaukstrin atau daerah berdanau-danau, sedangkan orang Muyu, orang Sawiat, dan orang Imian, mendiami daerah yang tidak berdanau. Dari segi sistem mata pencaharian hidup, kelima suku-bangsa itu dapat digolongkan pada tingkat ekonomi yang sama, ialah subsistensi; mereka sama-sama hidup sebagai petani ladang berpindah-pindah, walaupun perladangan pada orang Me bersifat pertanian yang kompleks intensif (Pospisil, 1978:8), bila dibandingkan dengan empat suku-bangsa lainnya. Di samping itu, orang Muyu, dan orang Imian hidup sebagai petani berladang, juga hidup dari meramu sagu, hal yang disebut akhir ini tidak dikenal orang Maybrat, orang Sawiat maupun orang Me, kecuali hidup sebagai petani ladang berpindah-pindah, orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, orang Me dan orang Muyu, juga mengenal mata pencaharian lain; yaitu perdagangan. Perbedaan yang terdapat pada sistem perdagangan antara mereka, pertama terletak pada benda yang digunakan sebagai alat ukur (bojek dagang remarcable objec). Orang Me dan orang Muyu menggunakan kulit kerang, cyprae maneta, sebagai alat tukar, jadi kulit kerang pada dua sukubangsa ini berfungsi sebagai uang (orang Me menyebutnya mege dan orang Muyu menyebutnya ot), sedangkan orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, menggunakan (bo) kain timur, sebagai alat tukar maupun sebagai benda yang diperdagangkan dalam sistem perdagangannya. Membandingkan ketiga suku-bangsa itu dalam hal aktivitas perdagangan, maka orang Maybrat, Imian, Sawiat, memperlihakan suatu sistem yang amat kompleks, melibatkan klen-klen lain yang tersebar luas di seluruh wilayah yang menjadi tempat tinggal orang Maybrat, Imian, Sawiat. Juga sifat kompleksitas perdagangan seperti yang terdapat pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan suatu siklus perdagangan yang melalui tiga tahap dimana tidak terdapat pada orang Me maupun orang suku Muyu. Sungguhpun tingkat kompleksitas berbeda, namun orang-orang yang berhasil sebagai pedagang dalam tiga suku bangsa itu mendapat status sosial tinggi dalam masing-masing

masyarakatnya. Dengan pengertian lain, mereka yang berhasil sebagai pedagang sejati sajalah yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakatnya.

28

Kesamaan lain antara mereka ialah, penggunaan suatu upacara ritual sebagai arena perdagangan dan sekaligus arena perebutan gengsi atau status sosial. Baik pada orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, orang Me maupun orang Muyu, puncak transaksi perdagangan terjadi pada kesempatan adanya suatu upacara pesta ritual. Bedanya adalah bahwa bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, perdagangan merupakan tujuan pokok tetapi selalu terselubung dalam suatu pesta perkawinan, upacara inisiasi atau ritual pembayaran tulang orang yang telah meninggal dunia. Sebaliknya pada orang Muyu, tujuan pokok yang terselubung dalam transaksi perdagangan yang terjadi pada suatu pesta babi adalah penguburan kedua dari seseorang terhormat yang telah meninggal dunia. Bagi orang Me, transaksi perdagangan yang terjadi pada satu pesta babi terutama bertujuan untuk memperkokoh solidaritas kelompok (kampung atau konfederasi). Peranan babi dalam kehidupan kelima suku-bangsa tersebut diatas amat penting, namun pada orang Muyu dan orang Me, peranan babi jauh lebih penting bila dibandingkan dengan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Sebab pada dua suku-bangsa yang disebut pertama disamping babi merupakan komoditi perdagangan umum, juga karena mereka hanya dapat menyelenggarakan suatu upacara pesta babi yang menjadi arena transaksi perdagangan jikalau tersedia cukup banyak babi, sedangkan orang Maybrat, Imian, Sawiat, dapat menyelenggarakan suatu upacara atau ritual yang menjadi arena transaksi perdagangan tanpa banyak babi. Dilihat dari segi struktur sosial, maka orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, orang Me dan orang Muyu, bukan saja memperlihatkan kesamaan-kesamaan tertentu, tetapi juga perbedaan-perbedaan diantara mereka. Persamaannya ialah bahwa kelima-limanya menganut prinsip eksogami patrilineal. Sebaliknya perbedaannya ialah bahwa kesatuan sosial orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat, dan orang Muyu berdasarkan lokalitas, sedangkan kesatuan sosial orang Me, berdasarkan klen. Kecuali orang Me mengenal kesatuan sosial yang jauh lebih besar dari klen, yang mana ialah konfederasi. Orang Muyu dan orang Maybrat, Imian, Sawiat tidak mengenal konfederasi dalam sisitem sosialnya, walaupun orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga mengenal konfederasi dalam kelompok kecil yang berdasar atas asas klen dan kerabat klen yang tergabung didalam konfederasi itu. Bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, pemimpin konfederasi ini dipanggil dengan nama Ra sien/na sien, atau panglima perang yang memiliki kemahiran dalam berperang atau dalam mengayau musuh.

29

Berlatar belakang persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan seperti yang digambarkan diatas maka, dibawah ini dibandingkan sistem politik pria berwibawa pada lima suku-bangsa tersebut. Di dalam analisis perbandingan itu tidak dibandingkan struktur organisasi politik sebab hal tersebut tidak terdapat pada lima suku-bangsa ini, mereka hanya mengenal kepemimpinan yang bersifat autonomous dan kedudukan pemimpin diperoleh melalui pencapaian. Jadi tolok ukur yang digunakan dalam analisis ini, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya pada awal subsub ini, ialah public goals atau cita-cita umum. Hal ini penting sebab berkaitan erat dengan komponen kekuasaan. Perhatian dalam perbandingan tidak diberikan hanya pada apa yang menjadi cita-cita umum dalam lima suku-bangsa itu saja, tetapi lebih penting dari itu penekanan akan diberikan terutama kepada proses pencapaian cita-cita umum itu. Apa yang dimaksud dengan proses mencapai cita-cita umum disini adalah bentuk-bentuk tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bentuk-bentuk tindakan bermanifestasi dalam tindakan-tindakan nyata seperti misalnya sifat bermurah hati (sifat ini bermanifestasi dalam tindakan memberikan bantuan kepada orang lain) dan sifat rajin (bermanifestasi dalam keberhasilan bertani, beternak dll). Perlu diperhatikan bahwa analisis perbandingan yang dilakukan disini adalah perbandingan antar suku-bangsa yang berbeda, sehingga dalam perbandingan selalu akan dicari untuk disampaikan tindakan apa yang lebih menonjol pada satu suku-bangsa dan tidak pada sukubangsa lain. Hal ini lain daripada jika kita mempelajari proses penguasaan cita-cita umum oleh para pemeran politik pada masyarakat yang sama. Jika hal tersebut yang terakhir ini dilakukan, maka tentu perhatian harus diberikan kepada upaya-upaya para pemeran politik untuk saling berkompetisi dalam merebut penguasaan terhadap cita-cita umum. Perhatian dalam analisis perbandingan ini adalah usaha mencari unsur-unsur yang sama dan yang tidak sama antara lima suku-bangsa itu dan selanjutnya berusaha memberikan jawaban terhadap pertanyaan, faktorfaktor apakah yang mendasari persamaan atau perbedaan itu. Jadi kompetisi antar individuindividu pada suku-bangsa yang sama untuk merebut kekuasaan secara eksplesit tidak akan di kemukakan dalam analisis perbandingan ini. Data kami tentang lima suku-bangsa itu, seperti yang termuat dalam kajian ini, menunjukkan bahwa cita-cita umum yang dikejar oleh pria dewasa dan yang menjadi idaman warga masyarakat adalah kekayaan. Bagi kelima suku-bangsa itu, gagasan atau ide kekayaan memang

30

sangat dinilai tinggi sebab melalui kekayaan seseorang dapat membangun kekuasaannya. Atau dengan pengertian lain kekayaan mendatangkan kekuasaan. Jadi bagi mereka, konsep kekayaan adalah identik dengan konsep kekuasaan. Jika kita membandingkan wujud kekayaan yang menjadi landasan kekuasaan dalam lima suku-bangsa itu, maka akan nampak hal-hal sebagai berikut; seorang kaya pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah orang yang memiliki banyak kain timur, sedangkan orang Me dan orang Muyu yang disebut orang kaya adalah orang yang memiiki banyak kulit kerang. Walaupun wujud benda yang mempunyai nilai tinggi itu berbeda antara orang Maybrat, Imian, Sawiat, di satu pihak dengan orang Me dan orang Muyu di pihak yang lain, namun gagasan atau ide pokok tentang nilai yang terkandung dalam benda-benda yang berbeda itu sama. Persamaan lain yang terdapat pada dua benda yang berbeda wujud tetapi mempunyai kedudukan nilai yang sama adalah bahwa keduanya berasal dari luar, bukan hasil produksi lokal. Kulit kerang yang bernilai sangat tinggi bagi orang Me dan orang Muyu berasal dari daerah pantai dan melalui rute pedagangan (yang belum banyak kita ketahui) dapat sampai kepada orang Me dan orang Muyu. Demikian pula halnya dengan kain timur yang bernilai sangat tinggi bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, berasal dari alam dan daerah kepulauan Nusa Tenggara Timur dan dari kepulauan Maluku, melalui rute perdagangan yang berliku-liku akhirnya sampai ke daerah Maybrat, Imian, Sawiat. Orang-orang kaya itu di daerah Maybrat, Imian, Sawiat disebut ra bobot/na bobot, di Me disebut tonowi dan di Muyu disebut kayepak. Pada umumnya selain memiliki banyak kain timur (untuk orang Maybrat, Imian, Sawiat) atau kulit kerang (untuk orang Me dan Muyu), atribut lain yang memperlihatkan kekayaan seseorang adalah mempunyai banyak isteri, maka semakin banyak pula partner dagang yang akan terlibat dalam transaksi penukaran kain timur. Keterlibatan banyak orang sebagai rekanan dagang dalam transaksi kain timur yang berkesinambungan sangat berpengaruh terhadap gengsi seorang bobot. Jadi melalui poligami terbentuklah partner-partner dagang yang pada gilirannya menyebabkan gengsi seorang bobot menjadi lebih tinggi. Dilihat dari segi produktivitas ekonomi, isteri adalah tenaga kerja yang amat produktif, sebab isteri turut aktif dalam pekerjaan perladangan dan peternakan babi. Hal itu berarti makin banyak isteri, semakin banyak pula ladang yang dapat digarap dan banyak babi yang dapat dipelihara. Dengan perkataan lain banyak isteri berarti banyak hasil kebun yang dapat diproduksi dan

31

banyak babi yang dapat dipelihara. Dua produk ini babi dan hasil kebun adalah sangat penting sebab memudahkan terselenggaranya suatu upacara pesta atau ritual yang sering dijadikan arena perdagangan yang memang sangat membutuhkan konsumsi hasil kebun dan babi yang banyak. Jika kita membandingkan prisip poligami yang berimplikasikan jaringan partner dagang seperti yang terdapat pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan orang Me dan orang Muyu, maka data kajian ini menunjukkan bahwa walaupun implikasi tersebut penting juga dalam tiga suku-bangsa yang disebut akhir, namun peranannya pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, jauh lebih penting. Sebaliknya peranan poligami sebagai alat penada produktif dalam perladangan dan khususnya peternakan babi, sangat memainkan peranan penting pada orang Me dan orang Muyu bila dibandingkan dengan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Selanjutnya dibawah ini akan diperbandingkan beberapa hal yang dijadikan sebagai syarat bagi seorang pemimpin pria berwibawa pada kelima suku-bangsa tersebut. Tata urut syarat seperti yang dimuat di bawah ini tidak didasarkan atas pertimbangan prioritas, sebab hal itu sangat sulit untuk menentukan syarat mana yang menduduki urutan pertama dan yang mana kemudian. Semua syarat itu berkaitan erat satu sama lain. Walaupun seorang itu kaya-memiliki banyak kain timur atau kulit kerang, banyak babi dan banyak isteri, namun ia belum dapat menjadi pemimpin jika tidah memenuhi syarat bermurah hati. Sikap bermurah hati selanjutnya bermanifestasi dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada saat ini. Sikap bermurah hati disini mengandung dua makna; pada satu pihak mengandung makna politik, dan pada pihak yang lain mengandung makna moral. Sikap bermurah hati dalam bentuk memberikan bantuan secara material maupun imaterial bermakna politik, sebab melalui pemberian atau bantuan terciptalah suatu kesepakatan secara nyata atau tidak nyata antara pihak pemberi dengan pihak penerima, dimana pihak penerima secata moral tunduk dan taat kepada pihak pemberi. Atau dengan perkataan lain, melalui pemberian seseorang itu terikat untuk menjadi pendukung bagi pihak pemberi. Kedua, sikap bermurah hati bermakna moral, sebab dalam banyak masyarakat di dunia ini, seperti misalnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, seorang kaya berkewajiban untuk memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan bantuan. Kekayaan tidak boleh digunakan untuk

32

memperkaya diri sendiri. Penilaian terhadap kewajiban moral tersebut begitu tinggi dijunjung sehingga orang kaya yang bermurah hati sajalah yang dapat diakui sebagai pemimpin. Jika kita membandingkan syarat bermurah hati yang bermakna politik antara lima sukubangsa yang dibandingkan dalam bagian penulisan buku ini, maka nampak bahwa makna tersebut hadir secara positif pada kelima-limanya. Sebaliknya makna moral dari syarat tersebut jauh lebih berperan pada orang Maybrat, Imian, Sawiat dan Orang Me, bila dibandingkan dengan orang Muyu. Secara keseluruhan, syarat bermurah hati dalam pengertian berganda diatas digunakan baik oleh orang Maybrat, Orang Sawiat, Orang Imian, orang Me maupun orang Muyu, sebagai alat untuk merekrut pengikut (pendukung). Bedanya ialah, bahwa pengikut seorang bobot di orang Maybrat, Orang Imian, Orang Sawiat dan seorang tonowi di orang Me, melembaga, masingmasing disebut r/na bobot (untuk orang Maybrat, Imian, Sawiat), dan ani yokaani (untuk orang Me), sedangkan para pengikut seorang kayepak pada orang Muyu tidak melembaga. Kedudukan serta prestise seorang bobot atau tonowi menjadi mantap karena dukungan dari sistem pendukung yang melembaga, sebaliknya kedudukan dan prestise seorang kayepak menjadi mantap terutama bukan karena dukungan dari suatu sistem pendukung yang melembaga melainkan oleh dukungan dari kaum kerabat. Itulah sebabnya faktor demografi dalam pengertian banyak atau sedikit jumlah warga kerabat turut menentukan besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh seorang kayepak. Selain syarat bermurah hati yang telah dibicarakan diatas, syarat-syarat lain yang harus dipenuhi pula oleh seseorang agar menjadi pemimpin adalah memiliki kecakapan-kecakapan tertentu seperti kepandaian bertani, kepandaian berburu, kemahiran berpidato dan berdiplomasi, kepandaian berdagang dan kesanggupan menyelenggarakan upacara intensifikasi. Membandingkan kecakapan-kecakapan yang merupakan syarat tersebut di atas antara lima suku-bangsa itu, maka nampak hal-hal berikut; pertama, bahwa seluruh kecakapan itu tidak merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Pada data kajian ini menunjukkan bahwa pengutamaan kecakapan-kecakapan tertentu bebeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Demikianlah dapat dilihat misalnya, kecakapan berdagang dan berdiplomasi merupakan syarat utama yang dituntut dari seorang bobot atau pemimpin pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, sedangkan kecakapan bertani dan berburu hanya merupakan syarat pelengkap saja. Bagi orang Me, kecakapan bertani dan memelihara babi merupakan syarat

33

utama, sebab suatu pesta babi yang merupakan arena perdagangan atau pasar tempat jual beli daging babi dengan kulit kerang, hanya dapat dilakukan apabila tersedia banyak babi. Memelihara banyak babi membutuhkan banyak makanan yang terdiri dari hasil kebun (ubi manis). Oleh karena itu, mereka yang berhasil dalam kebun sajalah yang dapat memelihara banyak babi. Seperti halnya orang Me, kecakapan bertani dan memelihara babi, bagi orang Muyu adalah syarat yang penting untuk seorang pemimpin. Sebabnya ialah bahwa keberhasilan memelihara babi sangat penting bagi terselenggaranya suatu pesta babi yang merupakan hasil penting dalam kehidupan orng Muyu. Untuk kepentingan penyelenggaraan pesta babi pada orang Muyu selalu dipotong sejumlah besar ekor babi. Kecakapan lain yang dituntut dari seorang pemimpin adalah kemampuannya menyelenggarakan suatu upacara intensifikasi. Kemampuan tersebut meliputi keberhasilan ekonomi, banyak babi dan banyak hasil kebun, juga meliputi pengetahuan seseorang dalam hal mengatur pelaksanaan upacara intesifikasi. Bagi orang Muyu, kecakapan penyelenggaraan pesta babi atau atatbon, bukan suatu hal yang gampang, sebab menuntut pengetahuan berorganisasi dan pengetahuan religius. Pengetahuan berorganisasi dalam pesta babi penting sebab menyangkut pengaturan macam-macam aktivitas menjelang pada waktu berlangsungnya dan pada waktu penutupan pesta babi. Pada waktu menjelang pesta babi, harus ditentukan tempat (lokasi) dan menyiapkan bangunan-bangunan (pondok-pondok) bagi para peserta pesta, membangun rumah pesta (atatbon), dan mengumpulkan makanan dan minuman yang cukup serta menyiapkan babi yang cukup banyak untuk dipotong dalam pesta. Selain itu, harus disiapkan juga sejumlah babi suci yang diperuntukkan bagi kekuatan-kekuatan alam agar pesta yang akan diselenggarakan dapat berjalan dengan baik dan membawa hasil yang banyak bagi pemerkarsa pesta. Demikian pula pada waktu pesta sedang berlangsung diperlukan pengetahuan untuk mengatur konsumsi bagi para peserta pesta yang terdiri dari dua sampai tiga ribu orang. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan untuk mengatur keamanan antara peserta yang berasal dari kelompok-kelompok yang biasanya

bermusuhan. Juga pengetahuan tentang aturan-aturan yang menyangkut cara pemotongan babi dan penjualan daging babi yang merupakan acara puncak pesta tersebut harus dikuasai oleh pemerkarsa upacara. Pengetahuan religius juga sangat diperlukan oleh seorang pemimpin, terutama pengetahuan tentang penyelenggaraan suatu pesta babi. Berbagai upacara religius harus dilakukan demi suksesnya pesta, misalnya upacara yawarawon yang dilaksanakan pada waktu

34

persiapan pesta. Pada upacara ini, ditanami pohon sakral yang merupakan pusat dari tempat pesta babi; juga upacara yawarawon menyangkut pembuatan kandang-kandang untuk menampung babi-babi yang akan dipotong dalam pesta. Pantangan-pantangan tertentu seperti misalnya, seorang yang berperan sebagai orang yang memotong babi pertama pada waktu pesta, selama masa persiapan tidak boleh makan makanan yang di masak oleh perempuan. Tujuan utama dari upacara-upacara religius dan pantangan-pantang itu adalah agar penyelenggaraan pesta mendapat bantuan dari kekuatan-kekuatan alam atas untuk memperoleh banyak kulit kerang, ot, dalam pesta babi yang memang berfungsi sebagai tempat jual beli daging babi dengan kulit kerang. Seperti halnya orang Muyu, orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga menuntut kepandaian berorganisasi dari seorang pemimpin atau bobot. Kepandaian atau kemampuan berorganisasi itu dapat dilihat terutama pada penyelenggaraan suatu pesta bobot. Kepandaian berorganisasi pada seorang pemimpin Maybrat, Imian, Sawiat, bukan saja menuntut pengetahuan yang bersifat profan saja tetapi juga pengetahuan religius (sakral). Pengetahuan profan terwujud dalam keberhasilan seorang bobot untuk mengatur pelaksanaan pesta bobot, meliputi pengorganisasian membangun rumah-rumah pesta, pengumpulan bahan konsumsi yang dibutuhkan selama upacara pesta berlangsung dan pengumpulan kain timur serta pengaturan kelompok-kelompok yang terlibat dalam pertukaran kain timur pada waktu pesta. Orang Maybrat, imian, sawiat, telah mengembangkan inisisasi (pendidikan tradisional yang disebut wiyon/wpfle), setiap anak muda yang dianggap memiliki sifat berwibawa bobot di bawa untuk di didik dalam pendidikan tradisional wiyon/wofle. Dalam melakukan pendidikan inisiasi itu, semua murid tidak diperbolehkan keluar dari rumah sekolah (kwiyon/mbol wofle) yang mana sangat tertutup dan sakral, bilaman merasa buang air, mereka digendong oleh guru pembimbingnya menuju tempat yang sudah di siapkan (wc). Setiap murid memiliki seorang pembimbing yang disebut raa wiyon/na wofle dan seorang guru besar yang disebut raa bam/na tmah. Dalam perencanaan penyelenggaraan inisiasi, seorang guru pembimbing bahkan guru besr harus menjaga kesucian mereka yaitu tidak mendekati isteri, atau wanita, tidak diperbolehkan memakan daging, dalam waktu 2 minggu menjelang pelaksanaan inisiasi. Bangunan sekolah atau juga dibilang tabernakel mempunyai aturan dan kegunaan fungsi ruang, dimana ruang luar biasanya di perbolehkan masuk kepada semua orang baik wanita dan pria, dewasa bahkan anak-anak untuk melewatinya, sedangkan ruang suci, tidak diperbolehkan untuk wanita, anak-anak, bahkan seorang guru raa wiyon yang melakukan pelanggaran aturan dilarang masuk, ruang maha suci, merupakan ruang

35

yang sakaral dan mereka yang pantas memasukinya adalah seorang guru besar raa bam-imam untuk membawa korban persembaha. Dalam melaksanakan inisiasi tersebut, biasanya sudah ditentukan waktu, yaitu 6-9 bulan untuk yang bersedia dididik sebagai raa wiyon atau guru biasa atau rasul, sedangkan 9-12 bulan untuk murid yang dipersiapkan sebagai guru besar raa bam atau imam. Setelah pendidikan dalam waktu yang sudah ditentukan, maka yang terakhir di lakukan untuk mengetahui keberhasilan setiap murid adalah menguji mereka atau disebut sana wiyon, dalam pelaksanaan sana wiyon disini akan dilihat, diantara murid kalo yang berhasil dan mampu misalnya menyembuhkan orang, atau menghentikan hujan, maka ia lolos dan dikatakan sebagai wiyon tna sebaliknya untuk murid yang tidak berhasil dalam semua perintah tersebut, ia di nyatakan gugur atau jatuh ujian atau yatah kon. Selain itu, pengetahuan religius penting juga sebab segala aktivitas sekitar pesta bobot selalu disertai dengan tindakan-tindakan religius yang harus dipatuhi. Disampingnya kepandaian berorganisasi seorang bobot dapat dilihat pada keberhasilannya untuk memimpin kelompoknya (in-group) terdiri dari bobot sendiri dan anak-anak buahnya, raa kinyah- untuk melakukan ekspedisi-ekspedisi penukaran kain timur dengan rekanan dagangannya yang tersebar hampir diseluruh daerah pedalaman kepala burung. Bagi orang Me, kepandaian berorganisasi seperti yang terdapat pada orang Muyu dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga penting, sebab penyelenggaraan suatu pesta babi yang biasanya menelan biaya konsumsi yang besar dan yang melibatkan banyak pihak, tentu menuntut pengetahuan berorganisasi dari seorang guna mengatur terselenggaranya pesta babi. Perbedaan antara orang Me di satu pihak dengan orang Maybrat, Imian, Sawiat dan orang Muyu pada pihak yang lain dalam hal pengetahuan berorganisasi ialah bahwa orang Me tidak menggunakan kekuatan magis dalam acara-acara sekitar suatu pesta babi utnk mencapai keberhasilannya seperti halnya orang Maybrat, Imian, Sawiat dan orang Muyu. Orang Me percaya bahwa keberhasilan untuk menyelenggarakan suatu pesta babi semata-mata tergantung dari kemampuan berorganisasi penyelenggara, bukan campur tangan alam ghaib (Pospisil 1978:92). Nuansa dapat ditangkap dari penjelasan diatas ialah bahwa pada orang Muyu dan orang Maybrat, Imian, Sawiat, syarat memiliki kekuatan magis bagi seorang pemimpin dianggap penting, sedangkan bagi orang Me kurang penting. Syarat-syarat lain yang dituntut pula dari seorang pemimpin pada lima suku-bangsa tersebut adalah kemahiran berpidato dan kepandaian berdiplomasi. Data kajian ini menunjukkan bahwa

36

syarat-syarat tersebut secara positif terdapat pada lima suku-bangsa tersebut, namun bukan merupakan syarat mutlak melainkan syarat pelengkap. Dengan demikian disimpulkan bahwa kekuasaan konsensus merupakan unsur paling penting yang digunakan dalam sistem politik pria berwibawa pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, orang Me dan orang Muyu, sedangkan kekuasaan coesif atau koersif hanya merupakan unsur pelengkap saja. Persamaan serta perbedaan dari hasil analisis komparatif terhadap syarat-syarat kepemimpinan pada lima suku-bangsa diatas dapat ditunjukkan secara sederhana dalam paradigma dibawah ini. Hasil perbandingan dari sistem politik pria berwibawa dengan keterampilan berwira swasta antara kelima suku-bangsa seperti yang dimuat dalam penjelasan-penjelasan diatas menunjukkan bahwa walaupun orientasi hidup mereka sama, yakni mencari kekayaan, namun cara yang ditempuh masing-masing tipe pemimpin untuk mncapai dan mengalokasi cita-cita umum

tersebut demi kepentingan politiknya menampakan ciri-ciri khas tertentu yang dapat membedakan mereka antara satu sama lain. Kita akan gambarkan paradigma kepemimpinan pria berwibawa orang Maybrat, Imian, Sawiat, Orang Me, Orang Muyu.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan inisiasi selain mendidik dan membentuk seseorang sebagai pria berwibawa, juga merupakan tempat berinteraksi antara manusia dan Allah dalam kemuliannya di dalam tabernakel. Baca dalam TEOLOGI TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT YANG

DIPARALELKAN DENGAN ALKITAB (karya Hamah Sagrim, 2008). Bandingkanlah antara kwiyon dengan tabernakel musa. Bentuk babi suci adalah babi yang berasal dari keturunan babi pertama yang merupakan hasil perkawinan antar bagian tubuh tokoh mite kamberap yang di sembelih (Den Haan, 1955:163).

37

Gambar : 2 Paradigma Kepemimpinan pria berwibawa Orang Maybrat, Imian, Sawiat

TUJUAN/CIRI I. ORIENTASI HIDUP

ORANG MAYBRAT, IMIAN, SAWIAT

ORANG ME

ORANG MUYU

Kekayaan II. Ciri-Ciri A. Bermurah Hti A.1. Implikasi Politik A.2. Implikasi Moral B. Kemampuan Berwira Usaha B.1. Bertani B.2. Beternak Babi B.3. Berdagang C. Kepandaian Berorganisasi C.1. Pengetahuan Praktis C.2. Pengetahuan Magis C.3. Kemahiran Berpidato / Berdiplomasi C.4. Pengikut Melembaga D. Kemampuan Melaksanakan Ritual dan Berdagang E. Kemampuan Melaksanakan Syamanisme F. Kemampuan Memimpin Perang G. Berpoligini G.1. Keluarga Isteri Sebagai Partner dagang

+++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++

+++ +++ +++ +++ +++ ++ + + + +++ + ++ ++ +

+++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ + +++ +++ ++ +++

Keterangan: +++ = sangat penting; ++ = penting; + = kurang penting

13. Wajah Sistem Kepemimpinan Pria Berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, dalam Kepemimpinan-Kepemimpinan Mereka di birokrasi Sekarang, (Big Man Leadership Bobot) Telah diuraikan bahwa sistem kepemimpinan tradisional suku maybrat yang termasuk dalam sistem kepemimpinan pria berwibawa memiliki kaitan-kaitan dengan tipe-tipe kepemimpinan sebagai mana yang di lakukan oleh pemimpin-pemimpin moderen saat ini.

38

1. Tipe-Tipe Sistem Kepemimpinan bobot/Big Man Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Sebagai Leadership Sistem kepemimpinan pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, Big Man yang mana cenderung menampilkan kemampuan atau pengaruh interpersonal seorang bobot yang mampu menyebabkan seseorang atau kelompok untuk melakukan apa yang seorang bobot inginkan, atau juga kita bisa menyebut para bobot sebagai Leadership. Sebagaimana yang diuraikan pada bagian terdahulu mengenai karakteristik secara tradisionalnya. 2. Operational Type bobot/Big Man Leadership Tipe Operasional. Adalah tipe kerja kepemimpinan pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah mereka sangat antusias dan serius dalam melaksanakan segala sesuatu yang mereka kerjakan. Nilai-nilai yang terbangun dalam sistem kepemimpinan operational bobot Big Man Leadership orang Maybrat adalah sebagai berikut : Rajin - samioh Produktif mes bobot Orientasi kerja yang jelas (Action Oriented) krek aam ase Transparansi (tidak melakukan sesuatu dibelakang-belakang) Berani dan Aktif berdiplomasi Fleksibel Realistik Ekspresif Inisiatif Tinggi Tegas Cepat Spontan

3. Promotion Type bobot/Big Man Leadership Tipe Promosional. Adalah tipe kepemimpinan bobot-big man pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, dengan menggunakan metode kepemimpinan yang suka mempromosikan kemampuannya dalam meraih banyak kain timur. Nilai-nilai yang menonjol dalam promotion type bobot-big Man leadership adalah: Pemimpin bobot yang Lincah Pemimpin bobot yang berjiwa Periang

39

Pemimpin bobot yang romantis Pemimpin bobot yang penghibur Pemimpin bobot yang promotional, memiliki relasi aktivitas bermain kain timur Team Worker/yafoh magin Pemimpin bobot yang terbuka Pemimpin bobot yang Polos Pemimpin bobot yang Antusias Pemimpin bobot yang Fleksibel Pemimpin bobot yang Luwes Pemimpin bobot yang Introvert Pemimpin bobot yang penuh Perhatian Pemimpin bobot yang komunikatif dan hangat

4. Negosiator Type bobot/Big Man Leadership Tipe Negosiasi. Adalah Tipe kepemimpinan bobot big Man Leadership dengan menggunakan kecenderungan Negosiasi, yang mana memiliki beberapa nilai baik dalam kepemimpinannya adalah: Sebagai pemimpin bobot yang sabar Negosiator Kepemimpinan yang sangat efisien dan efektif Bertoleransi Sebagai pemimpin bobot yang tenang dan tertib. Memiliki kemampuan strategis Analistis Sebagai pemimpin bobot yang berwibawa dan taat pada setiap kegiatan Sebagai pemimpin bobot yang Disiplin

5. Conceptual Type bobot/Big Man Leadership Tipe Konseptual. Adalah Tipe kepemimpinan bobot big Man leadership yang memiliki kemampuan konseptual. Kepemimpinannya memiliki beberapa kelebihan tertentu yang membawanya sukses adalah: Pemimpin bobot yang seleranya tinggi (perfectionist)

40

Sebagai pemimpin bobot yang teliti dan juga sebagai pengamat jitu Sebagai pemimpin bobot yang Konseptual, analitis dan Mandiri serta serius Pemimpin bobot yang tertib Orientasi pada Tugas dan sebagai pemimpin bobot yang responsif terhadap feeling rendah Sebagai pemimpin bobot yang ramah, pendengar, menyimak. Sebagai pemimpin bobot yang tenang dan terukur Sebagai pemimpin bobot yang suka berdiplomatis, pemikir dan selalu hati-hati.

6. Grid Type Big Man Leadership Tipe Merangkul. Adalah Tipe kepemimpinan bobot yang selalu berkonsentrasi terhadap rakyat dan penghasilan, lebih cenderung pada pola manajemen kepemimpinan. Type ini memiliki beberapa faktor pendukung antara lain sebagai mana berikut adalah: Klen management klen manajemen. (kelompok yang terdiri dari keluarga-keret atau marga, mereka memiliki manajemen baik tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik hura-hura) perbandingan poin 9:1 Team management team manajemen. (kelompok yang terdiri dari Team, mereka cenderung memanfaatkan peluang dengan memanajemnnya secara efektif sehingga mereka berhasil), perbandingan pon 9:9. Midle of the road management kelompok manajemen sedang. (kelompok ini cenderung berada di tengah antara klen management, team manajemen dan improve manajemen serta task manajemen). Kepemimpinan Big Man Bobot Leadership Grid orang ayamaru dapat di ukur dari dua variabel, yaitu orientasi pada kerabat atau orang (concern for people) dan orientasi pada hasil kain Timur (concern for production). Kemudian hasilnya disusun dalam 9 poin/kriteria. Dari dua variabel kepemimpinan big man bobot ini maka, akan ada 5 kategori kepemimpinan, yaitu:

41

Gambar: 3 tipe kepemimpinan yang selalu berkonsentrasi terhadap rakyat dan penghasilan

Keterangan: 1. Tipe kepemimpinan bobot pada grid 1.1. adalah kepemimpinan bobot yang sangat buruk, tidak memiliki kepedulian kepada produktifitas/hasil permainan kain timur dan juga tidak berorientasi pada rakyatnya (ra kinyah). 2. Pada pemimpin bobot dengan grid 9.1 adalah tipe pemimpin big Man bobot country club yang berorientasi/mementingkan rakyatnya lebih daripada memperhatikan hasil bisnis kain timur. 3. Sebaliknya pemimpin Big Man - Bobot pada grid 1.9 adalah pemimpin bobot Big Man yang terlalu berorientasi pada hasil permainan kain timur tetapi melanggar prinsippronsip kekerabatan klen (human relation). Orientasi pada sistem permainan kain timur dan hasil permainan kain timur yang tinggi, tetapi keprihatinan pada rakyat rendah.

42

4. Sedangkan yang ideal, dimana pemimpin Big man bobot dapat memobilisasi pengikutnya dengan hasil yang optimal adalah 9.9 yaitu organisasi sangat produktif dan relasi interpersonal pemimpin dengan yang dipimpin sangat solid. 7. Gaya Kepemimpinan Big Man Bobot yang Situasional Tipe Kepemimpinan Situasional. Adalah Gaya kepemimpinan big man bobot ini cenderung berdasarkan pada tingkat kedewasaan (maturity) dan kesiapan (readynes) orang yang dipimpinnya/rakyatnya. Kedewasaan dan kesiapan adalah tingkat kemampuan (willingnes) rakyat yang dipimpinnya dalam menjalankan tugas tersebut. Lihat diagram berikut:
Gambar : 4. Diagram Gaya kepemimpinan Big Man Bobot situasional

Gambar: 5. Tabel kesiapan orang Maybrat yang dipimpin oleh Bobot

43

8. Transactional Leadership Gaya Kepemimpinan Bobot yang Transaksional. Tipe transaksional. Adalah Gaya kepemimpinan pria berwibawa bobot dimana selalu melakukan pertukaran-pertukaran/transaksi-transaksi dengan rakyat yang dipimpinnya utnuk mencapai sesuatu yang diinginkannya (transactional leadership). Selain itu, bobot juga memberikan hadiah-hadiah secara timbal balik dengan kesepakatan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bermain kain timur(contingen rewards). Bobot juga selalu melakukan pengawasan atas penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh kerabat-kerabatnya dari peraturan atau standard serta mengambil tindakan-tindakan korektif (active management by exception). Seorang bobot akan melakukan intervensi terhadap kerabat-kerabat/rakyat yang dipimpinnya jika peraturan/standard yang telah ditetapkan tidak dapat dilaksanakan, dalam proses ini hanya sebatas intervensi dan seorang bobot tidak melakukan penekanan (massive management by exception). 9. Transformational Leadership Gaya Kepemimpinan bobot yang Bertransformasi. Tipe Transformasional. Adalah Gaya kepemimpinan bobot yang bertransformasi merupakan gaya kepemimpinan bobot dimana target atau tujuan-tujuan para klen atau pengikut-pengikutnya diperluas kekerabatannya atau ditingkatkan/ditransformasikan

sehingga pada akhirnya tumbuhlah rasa percaya diri untuk mencapai yang lebih dari apa yang ditargetkan. 10. Charisma Leadership Pemimpin bobot yang Berkarisma Tipe Karisma. Bobot adalah seorang pemimpin atau seorang pria berwibawa yang sangat dihormati di suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana bobot merupakan pemimpin yang selain memiliki banyak harta kekayaan kain timur juga ada bobot yang memiliki karisma, mereka adalah pemimpin-pemimpin berkarisma. Bobot yang berkarisma memiliki dimensidimensi kepemimpinan yang memberikan visi dan misi serta menanamkan rasa bangga, respek dan kepercayaan dalam diri kerabat klen yang mengikutinya. Selain itu, bobot juga memiliki kemampuan menginspirasikan kerabat-kerabat klen pengikutnya, yaitu ia berkemampuan mengkomunikasikan harapan-harapan yang agung, penggunaan simbolsimbol, mengekspresikan tujuan yang penting dan cara yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan (inspirationalized). Selain itu, bobot juga memiliki kemampuan yang mana mampu memimpin dan mengembangkan rasionalitas, intelegensi, maupun pemecahan masalah secara kreatif (intelectual stimulation). Bobot memiliki kemampuan tersendiri dalam

44

memberikan perhatian dan perlakuan personal kepada setiap kerabat klen pengikutnya secara pribadi sehingga mereka juga mampu bertumbuh untuk menjadi orang-orang yang berwibawa. Berikut ini adalah tabel penilaian diri bobot-big man yang diklasifikasikan menurut karakteristik yang paling sesuai menyatakan diri seorang bobot. Poin 1 menyatakan pribadi seorang bobot yang paling tidak sesuai dan 5 menyatakan pribadi seorang bobot yang paling sesuai.

45

Gambar: 6.a Tabel penilaian Bobot


Data fakta Kuosioner Kajian Hamah Sagrim, 2006

46

Gambar: 6.b. Tabel Penilaian Bobot Data fakta Kuosioner Kajian Hamah Sagrim, 2006

47

Skor 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10

54 49 45

59

Gambar: 7 Skors keterangan diagram penilaian Sumber: Hasil analisis Penulis

KETERANGAN TIPE PEMIMPIN BOBOT

TYPE OPERATIONAL O Orientasi pada hasil Irama cepat, aktif berbicara, fleksibel, realistik, langsung, inisiatif tinggi, tegas, terbuka, cepat, spontan

TYPE PROMOTIONAL P Orientasi pada orang, respon terhadap feellng tinggi, cepat akrab, komunikasi pribadi hangat, intuitif, ekspresif, terbuka, polos, antusias, fleksibel, luwes, team worker

TYPE CONCEPTIONAL C Orientasi pada ketepatan, irama rendah menjaga jarak, komunikasi faktual, analistis, terukur, pandai menahan diri, berwibawa, disiplin, taat pada agenda

TYPE NEGOSIATION N Orientasi pada tugas, respon terhadap feeling rendah, mendengar, menyimak, taat terhadap peraturan, tenang, terukur, tak langsung mendahulukan orang lain tenggang rasa, halus diplomaatis, hati-hati, senag berpikir

48

11. Houses Path Goal bobot/ bobot/Big Man Leadership Tipe Motivasi. Adalah Penekanan pada motivasi seorang pemimpin suku maybrat bobot - Big Man yang mampu mempengaruhi persepsi persepsi orang orangnya, baik tujuan pribadi dan pekerjaannya, serta jalan yang mempertemukan kedua tujuan tersebut.

B. Dalam Kepemimpinan Bobot Big Man, Memiliki 4 Kecenderungan Gaya Pokok , dalam Kepemimpinan M epemimpinan Mereka : 1. Bobot/Big Man Directve L Leadership Kecenderungan ini merupakan gaya kepemimpinan politik bobot big man yang mengarahkan tentang apa dan bagaimana melaksanakan tugas atau sistem bermain kain timur itu berjalan dengan lancar. 2. Bobot/Big Man Supportive Leadership upportive Merupakan gaya kepemimpinan politik bobot big man yang berfokus pada kebutuhan dan kenyamanan rakyatnya dan menciptakan sistem kekerabatan ya ng nyaman. 3. Bobot/Big Man Achievement and Oriented Leadership chievement Kecenderungan kepemimpinan politik bobot-big man dengan gaya kepemimpinan yang menekankan pada target target keberhasilan dan meyakinkan keluarga kerabat tentang kemampuannya. 4. Participative bobot/Big M Leadership Big Man Gaya kepemimpinan politik bobot big man yang suka mengkonsultasikan, menunjukkan sarang atau ide ide pada keluarga klen sebelum mengambil keputusan.

Gambar: 8 Piramida Keseimbangan Hidup Bobot Sumber: Hasil analisis Penulis

Gambar: 9 Piramida Kepemimpinan seorang Bobot Sumber: Analisis Penulis

gambar: 10 Makna Pekerjaan dan Sistem Politik Seorang Bobot Dalam Pencariannya Sumber: Analisis Penulis

49

C. Pola dan Sistem Penerapan Politik Kekuasaan Terbatas Seorang Bobot (Big Man) Melalu Perdagangan Kain Timur dan Perkawinan Keluar. Inti pola penerapan kekuasaan terbatas oleh seorang bobot (big man) adalah sebagai berikut: a. Orang Maybrat, Imian, sawiat, hidup pada awalnya adalah dalam kondisi alamiah (state of nature), yaitu kondisi hidup merka mulai dari system klen, atau marga, atau keret, dan setelah itu melalui perkawinan keluar sehingga terbentuklah kekerabatan patrilineal yang mana pada akhirnya mereka menjadi hidup bersama. Dalam kondisi alamiah mereka, yaitu kondisi hidup mereka di bawah bimbingan akal tanpa ada kekuasaan tertinggi dalam kehidupan mereka yang menghakimi mereka untuk berada dalam keadaan alamiah. Ini disebut sebagai kehidupan pada masa prapolitik, yang mana orang Maybrat, Imian, Sawiat, merasa bebas, sederajat, dan merdeka. b. Setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula merasa bahwa mereka memiliki kemerdekaan alamiah untuk bebas dari setiap kekuasaan superior di dalam kehidupan mereka dan tidak berada di bawah kehendak atau otoritas legislatif tertentu. c. Meskipun keadaan alamiah adalah keadaan kemerdekaan, orang Maybrat, Imian, Sawiat, namun mereka bukan berada pada keadaan kebebasan penuh. Merekka pun juga bukan masyarakat yang tidak beradab, tetapi mereka adalah masyarakat anarki yang beradab dan rasional. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak memiliki kemerdekaan untuk menghancurkan diri mereka atau apa yang menjadi milik mereka. Tetapi pada akhirnya prinsip ego yang membuatnya merasa dirinya gengsi sehingga mengakibatkan pemikiran bersaing yang pada akhirnya menjadikannya timbul konflik. d. Untuk menanggulangi kelemahan dalam hukum alam, terdapat kebutuhan hukum yang mapan yang diketahui, diterima, dan disetujui oleh kesepakatan bersama untuk menjadi standar benar dan salah. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menetapkan aturan-aturan pada Teologia Wiyon-wofle sebagai penyeleksi dosa (iro) yang biasanya akan diadakan setiap saat untuk pengakuan dosa. Ini disebut dengan (tgif iro) atau upacara pengakuan dosa. Dan salah satu aturan lainnya adalah hokum isti, yang sangat begitu keras dengan aturan-aturannya. e. Setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak menyerahkan kepada komunitas lain tentang hak-hak alamiahnya yang substansial, tetapi mereka akan tetap dengan menjalankan hakhak untuk melaksanakan hukum alam.

50

f. Hak yang diserahkan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, secara individu kadang kala diberikan kepada orang sebagai individu, adajuga yang diberikan kepada kelompok tertentu, bahkan kepada seluruh komunitas. g. Perdagangan kain timur dan Perkawinan keluar adalah jalinan untuk membentuk suatu masyarakat politik. Ketika masyarakat itu telah terbentuk, kemudian harus membentuk system kekerabatan patrilineal yang dilanjutkan dengan membentuk suatu sistem strata sosial yang tepercaya sehingga sosok yang begitu terlihat berwibawa dan terkaya

diantara mereka akan diangkat secara otomatis sebagai seorang bobot (big man) sesuai dengan criteria yang telah dilihat untuk memimpin kelompok sosial masyarakat tertentu guna mencapai sasaran tertentu. h. Seorang bobot (bigman) adalah pemimpin tertinggi dilingkungan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula. Seorang bobot ini kemudian bermain kain timur dan melakukan perkawinan keluar yang mana didalamnya terselubung maksud dan tujuan tertentu yang akan dicapai kemudian. Ini merupakan awalan orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal bermain politik. Permainan politik melalui bermain kain timur dan perkawinan keluar sebagai suatu strategi menghimpun kekerabatan yang banyak dan kerabat-kerabat tersebut dijadikan sebagai pengikut sehingga dengan sendirinya pelaku akan dikatakan sebagai seorang pemimpin atau bobot. Sistem ini dalam kehidupan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana seorang bobot (big man) adalah pembuat sekaligus pewaris keputusan tersebut. Sebagai pembuat ia menetapkan batasbatas kekuasaan, sedangkan sebagai pewaris ia adalah penerima manfaat yang berasal dari pelaksanaan kekuasaan tersebut. Inilah pola dan sistem kekuasaan terbatas yang dilakukan oleh seorang bobot (big man). 1. Terjadinya Stratifikasi Sosial Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Secara teoritis, semua manusia dianggap sederajat, tidak ada yang lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi dalam kehidupan dan kenyataannya sehari-hari kita sering menjumpai adanya ketidak samaan. Selalu adanya pembedaan status masyarakat berdasarkan status yang di miliki oleh setiap orang, atau pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (strata). 1) Terjadinya stratifikasi sosial di dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat

51

Stratifikasi yang terjadi didalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan mereka, dan selanjutnya disusun secara sistem kekerabatan keluarga untuk mengejar prestise tertinggi dalam tujuan mereka. Stratifikasi yang muncul dengan sendirinya pada orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah pada tingkat kepandaian, kewibawaan, keturunan, kepandaian memimpin, kepandaian berdiplomasi, kepandaian bermain kain timur dan ukuran harta benda (ekonomi). Sedangkan stratifikasi yang disusun secara sistem kekerabatan keluarga sebagai stratifikasi yang disusun berdasarkan garis struktur keturunan dalam sistem perkawinan yang mana sengaja dimunculkan untuk tujuan bersama oleh kerabat, dan sistem ini biasanya terjadi dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat, secara formal dan menyeluruh pada setiap keluarga yang telah kawin mengawin. Pembentukan stratifikasi ini akan muncul didalamnya sosok penggerak utama yang mulai melakukan peminjaman kain (feah bo) kepada kerabatnya yang lain. Proses ini serta merta dengan sendirinya membuat adanya stratifikasi dalam sistem kekerabatan mereka, dimana pemberi akan dianggap sebagai orang yang terhormat (bobot- big man) oleh kerabat penerima. Selanjutnya kerabat penerima akan dipandang sebagai orang terhormat (bobot big man) juga oleh sesama kerabatnya yang lain ketika ia memberikan peminjaman kain (feah bo) kepada mereka, walaupun dia juga telah meminjam kain dari kerabatnya yang lain. Sistem ini saya sebut sebagai sistem pembaharuan. Karena melalui orang yang punya, sehingga membaharui mereka yang tidak punya, dan seterusnya. 2) Sifat stratifikasi Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Sifat stratifikasi masyarakt Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, terdiri atas dua sifat stratifikasi, yaitu; pertama; sifat yang tertutup, dan kedua; sifat yang terbuka. Pertama; stratifikasi yang tertutup, tidak memungkinkan berpindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun gerak ke bawah. Yang tergolong dalam stratifikasi ini adalah keturunan bobot, namun bobot tidak begitu bertahan lama jika tidak ada usaha untuk mempertahankannya. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota pada stratifikasi tertentu dalam kehidupan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, menurut sifat ini adalah ditentukan oleh garis keturunan keluarga, yaitu keturunannya akan berada pada stratifikasi atas jikalau berasal dari garis keturunan Bobot

52

atau Raja, namun sebaliknya keturunannya akan berada pada stratifikasi bawah jikalau berasal dari garis keturunan rayat biasa. Berbeda dengan Sifat bobot, yang mana bisa berubah atau sebut saja bahwa stratifikasi ini tidak selamanya baku seperti sifat keturunan dari Raja, karena jikalau tidak ada usaha yang dilakukan oleh seorang individu untuk mempertahankannya maka akan mengubah stratifikasinya. Bisa saja yang teratas bisa turun ke bawah jika tidak adanya usaha untuk mempertahankannya, begitupula yang terbawah akan menjadi teratas jikalau ia selalu berusaha untuk berubah menjadi seorang bobot. Sistem stratifikasi kasta yang tertutup di dalam Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, ini dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagai beriktu; 1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan atau keturunan (bobot). 2. Keanggotaan yang diwariskan tersebut berlaku untuk seumur hidup (khusus untuk bobot jikalau tetap dipertahankan). 3. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama klen/keret/marga/famili, dan identifikasi anggota kerabat, bahkan adanya penyesuaian diri yang terlihat ketat terhadap norma-norma kastanya yang mana selalu dijaga oleh masyarakat sekitar. 4. Kasta bobot terkait oleh kedudukan yang secara tradisional dan kewibawaan seorang individu yang ditetapkan sebagai tolok ukur. 5. Sangat memperhatikan prestise. Kedua; sifat yang terbuka. Sifat ini memungkinkan setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk pindah ke lapisan teratas. Misalnya karena kecakapan, prestasi, kemampuan dan kepandaian yang diperoleh sehingga setiap individu yang selalu berusaha akan memiliki kesempatan untuk beralih ke lapisan atas. Dalam kehidupan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dengan sifat yang terbuka ini, terlihat dengan jelas pula dengan konsep mobilitas pendidikan sebagai pengubah utama yang begitu vertikal sehingga membawa suatu perpindahan status, baik ke atas maupun ke bawah melalui stratifikasi pendidikan dan pencapaian dunia kerjanya. Dalam stratifikasi masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, kedua sistem stratifikasi ini terlihat begitu menonjol. Akan tetapi menurut analisa kami, bahwa kecenderungan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, mulai dari abad ke-20 abad ke-21

53

dan seterusnya, cenderung menggunakan sifat kedua. Walaupun kelihatannya sifat pertama masih digunakan sebagai resep pencapaian prestise. Sistem stratifikasi tertutup pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, telah terlihat jelas karena masih adanya setiap anggota masyarakat yang tetap berada pada status yang sama dari orang tuanya, yaitu status dari keturunan bobot dan sistem stratifikasi terbuka juga terdapat pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, karena adanya mobilitas persaingan yang diperlihatkan oleh setiap individu dalam mengejar prestise tertentu untuk mencapai stratifikasi teratas. Hal ini terlihat melalui status masyarakatnya yang berbeda latarbelakang dari status orang tuanya (mereka dapat lebih tinggi maupun lebih rendah karena ditentukan dari garis keturunan orang tuanya). Namun dalam kenyataannya sekarang bahwa, masih adanya kolaborasi antara sifat tertutup dan sifat terbuka. Sifat tertutup sangat jelas terlihat melalui tatapan budaya lokal (seperti ketika membicarakan kain timur bo bahkan perkawinan pun selalu dipertanyakan tentang garis keturunan oleh klen wanita). Sedangkan sifat terbuka, akan terlihat jelas melalui sistem pemerintahan. Kedua sifat ini selalu digunakan sebagai suatu pola kolaborasi dalam pencapaian prestise. 3) Dasar-dasar stratifikasi dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Ukuran atau kriteria yang kami pakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, kedalam lapisan-lapisan stratifikasi adalah: a. Ukuran kekayaan (Ekonomi) Di tengah masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, barang siapa yang memiliki kekayaan (ekonomi) paling banyak, akan masuk pada stratifikasi atau lapisan atas (bobot) b. Ukuran kekuasaan Ditengah masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar, maka dia akan menempati posisi yang atas (terhormat) didalam masyarakat. c. Ukuran kehormatan atau kewibawaan, dan kepandaian. Ukuran kehormatan, kewibawaan dan kepandaian ini mungkin sekali dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan maupun ukuran kekuasaan. Disini orang yang paling disegani atau dihormati karena berwibawa, dan pandai maka dia akan mendapat

54

tempat

yang teratas dalam masyarakat. Ukuran semacam ini ditemui pada

masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang tradisional. d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ilmu pengetahuan didalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dipakai karena kecenderungan mobilitas pengubah stratifikasi mereka saat ini juga ditentukan oleh ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan yang tradisional (inisiasi wiyon-wofle) dan pendidikan moderen (pendidikan sekolah). 4) Unsur-unsur stratifikasi di dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Hal-hal yang menjadi unsur-unsur stratifikasi dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, adalah: kedudukan (status) dan peranan (role). 1. Status Status atau kedudukan bagi masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, merujuk pada tempat seseorang dalam pola tertentu. Dengan demikian bahwa seorang bobot atau raja dapat menduduki beberapa kedudukan sekaligus, dikarenakan seorang bobot atau raja biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pada umumnya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, mengembangkan tiga macam status, yaitu; Big Man status (bobot), Ascribe Man status (Raja) dan Achieved status. Big man status adalah kedudukan dalam masyarakat yang diperoleh karena; keturunan, kewibawaan, dan kepandaian, yang mana suatu waktu bisa hilang ketika tidak bisa dipertahankan. Sebaliknya status big man juga bisa diperoleh oleh individu yang bukan berasal dari keturunan orang tua yang memiliki status big man, karena atas usaha dan kerja kerasnya dengan didukung oleh kemampuan dan kewibawaannya. Sedangkan acribe man status adalah kedudukan dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang diperoleh melalui keturunan (raja). Sedangkan Achieved status adalah kedudukan seseorang yang diperoleh dengan usaha-usaha yang dilakukannya. Melalui achieved status inilah status bigman (bobot) dapat tercapai. Ketiga status tersebut masih begitu menonjol dan memiliki peranan penting, serta masih digunakan oleh masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, walaupun terlihat dengan jelas adanya perbedaan antara ketiga status ini dalam pola stratifikasi di dalam masyarakat mereka. Terlihat bahwa masing-masing penganut ketiga status ini selalu

mengembangkannya sendiri-sendiri pada status yang ada, sesuai dengan kedudukan yang dikenal dengan assingned status, yang merupakan kedudukan yang diberikan. Dalam

55

ketiga status ini, yang merupakan status yang tidak terubahkan adalah ascribe man status (status raja). 2. Peranan (role) Peranan pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki makna sebagai aspek dinamis dari status atau kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia selalu menjalankan suatu peranan yang tujuannya untuk memperoleh prestise. Suatu peranan ini terdiri atas tiga hal, yaitu; a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seorang bobot atau raja di dalam masyarakat. b. Peranan adalah suatu konsep tentang perihal apa yang dapat dengan mampu dilakukan oleh seorang bobot atau raja ditengah masyarakat. c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan seorang bobot atau raja yang sangat penting bagi struktur sosial guna mempertahankan prestisenya.

56

BUDAYA PERKAWINAN ORANG MAYBRAT IMIAN SAWIAT SEBAGAI PRESTISE SEORANG BOBOT

A. Budaya Perkawinan Sebagai Unsur yang Mempengaruhi Pria Berwibawa Ra Bobot Na Bobot Telah kita diskusikan pada bagian awal bahwa kriteria yang menentukan seorang pria berwibawa ra bobot na bobot Big Man adalah materi dan kemampuan melaksanakan upacara-upacara adat dan melangsungkan pembayaran maskawin dalam proses perkawinan antar klen. Seseorang akan disebut sebagai ra bobot na bobot karena mampu menyelenggarakan upacara adat dan melangsungkan pembayaran maskawin, sebaliknya seseorang yang banyak mengumpulkan harta kain, ia juga disebut dengan ra bobot na bobot. Materi utama dalam ukuran ini adalah kain, dan kain dalam kehidupan tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan alat pembayaran maskawin yang sangat tinggi nilainya. Unsur unsur utama penentu dalam kriteria seorang bobot terutama adalah materi (kain timur). Dalam pandangan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa anak perempuan dipandang sebagai Harta, karena adat istiadat Maybrat, Imian, Sawiat, mengharuskan kepada mempelai laki-laki yang biasanya membayar mempelai wanita. Dengan demikian bahwa secara otomatis kerabat dari perempuan mendapat pemasukan besar, sedangkan kerabat laki-laki akan merasa bangga dan pasti dihargai karena mampu membayar maskawin. Semakin banyak kain yang dibayar dengan bobot/nilai yang tinggi maka secara otomatis sipembayar telah menunjukkan harga dirinya kepada kerabat yang lain bahwa dia adalah seorang bobot sehingga dengan sendirinya ia mendapat prestise yang luarbiasa dari kerabat yang lain termasuk kerabat dari wanita. Sisitem perkawinan bagi konsep seorang bobot bukan hanya sekerdar kawin mengawini, tetapi perkawinan merupakan sistem pengembangan kekuasaa dalam bermain kain bahkan juga sistem memperbanyak kekerabatan, dengan tujuan bahwa semakin banyak kerabat maka semakin banyak pengikut. Dikatakan bahwa kerabat dianggap sebaga pengikut karena, bilamana seorang bobot memberikan kain kepada kerabat yang lain, maka secara otomatis ia dipandang sebagai bobot dan pemimpin atau pemodal (borjuis), karena sudah memberikan bantuan modal kepada kerabatnya dan kerabat penerima inilah yang disebut sebagai pengikut.

57

Kita akan saksikan bersama dalam pembahasan bagian-bagian berikutnya tentang sistem perkawinan, sistem pembayaran maskawin, sistem kekerabatan dan lain sebagainya, yang mana kesemuanya ini merupakan unsur-unsur yang mempengaruhi seseorang menjadi bobot, mengangkat dan memberikan prestise kepada seseorang yang tadinya belum mencapai bobot menjadi bobot. B. Pembayaran Maskawin Boyi Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dikenal sebagai masyarakat yang berpegang erat pada pusat keluarga inti (marga-fam-keret) dan juga berpegang pada silsiah keturunan antara marga yang satu dengan marga yang lain sehingga membentuk rumah tangga yang luas utrolokal. Selanjutnya dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat ada pula kesatuan keluarga kindred, ada larangan yang terlalu ketat terhadap perbuatan sumbang, yaitu hubungan kelamin antara dua saudara sepupu silang maupun saudara satu marga sejajar berjarak 2 derajat. Untuk perkawinan orang Maybrat, Imian, Sawiat diperlukan maskawin yang besar (boyi) atau diadakan pertukaran pengantin wanita (finya migiar) secara langsung. Walaupun ada kasus-kasus poligini, perkawinan monogami adalah yang paling umum. Poligini migi sering juga terjadi dalam genealogi yang terhimpun, dan hubunga levirat juga ada. Pola tunggal bagi pasangan suami-istri yang baru kawin adalah utrolokal dan juga avunkolokal. C. Istilah Kekerabatan dan Hubungan Kekerabatan Mafoh Orang Maybrat, Imian, Sawiat sangat peduli dan memegang erat kaum kerabatnya (mafoh) yang telah lama saling kenal walaupun berbeda marga/karet/fam. Selain itu, mereka juga sangat peduli dan memegang erat kekerabatan berdasarkan perkawinan antara keturunan perketurunan dan silsilah sampai kakek-nenek dan lebih dari dua angkatan di atasnya dan lebih dari dua derajat ke samping. Untuk silsilah tersebut, bagi orang Maybrat, Imian, Ssawiat selalu mengenal semua kekerabatan orang tua sebelumnya dan silsilah keturunan perorang tua akan tetapi setelah pada tahun 1980an garis keturunan ini semakin berkurang untuk dipertahankan karena pengaruh perkawinan silang atau perkawinan keluar. Sehingga mereka sudah tidak lagi mengena semua kaum kerabatnya yang seangkatan dengan kakek-nenek mereka. Istilah-istilahnya adalah : a. Kerabat dari kakek-nenek Tatat ana mafoh b. Kerabat dari ibu c. Kerabat dari ayah Tme mafoh Taja yafoh

58

d. Kerabat dari kita

Anu bfoh

Sedangkan istilah dalam silsilah keturunan adalah : A. Ayahnya kakek-nenek B. Kakek-nenek Hohos Tatat sme tatat ano

C. Saudara dari ayahnya kakek-nenek Hohos mao hohos mano hohos mamu hohos mati hohos matat hohos anya D. Saudaranya kakek-nenek Tatat mao Tatat mano Tatat matat Tatat mati Tatat mhohos-Tatat Mati-Tatat Mamu-Tatat mtmo. E. Ayah-ibu F. Saudaranya ayah G. Saudara dari Ibu Taja tme Tati taja yabi taja yaku taja tmo taja yamu. Tme mabi tme magu tamu

Istilah-istilah dalam bahasa Maybrat, Imian, Sawiat selalu dipakai dan bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat istilah kekerabatan ini sangat penting. Ciri-ciri khas dari sistem peristilahan orang Maybrat, Imian, Sawiat adalah sifatnya yang klasifikatoris, penekanan terhadap prinsip generasi dan langkahnya istilah-istilah yang jelas. Maka adanya suatu istilah yang khusus bagi saudara/saudari se-marga/famili yang sangat mencolok dan lebih akrab. D. Maskawin Boyi Maskawin (Boyi) yang mempunyai nilai kekayaan yang sangat besar, sangat penting dalam hubungan kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat untuk mengumpulkan unsur-unsur maskawin (Boyi) biasanya diperlukan waktu yang sangat lama. Menurut adat istiadat orang Maybrat, Imian, Sawiat, maskawin terdiri dari: Kain timur (Boo-not) barang-barang persen (bain) kain timur (Boo-not) yang dipakai sebagai alat pertukaran resmi orang Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki beberapa bobot nilai, untuk wan safe-mon, merupakan kain berkelas satu dengan bobot nilai bila di uangkan mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini demikian karena menurut mitologi orang Maybrat, Imian, Sawit. Menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, wan safe bukanlah benda biasa yang diperoleh melalui produksi manusia, namun diperoleh dari pemberian alam (Tagio) Bokek, termasuk kain yang berkelas satu namun memiliki nilai bobot di bawah ratusan juta, Bokek juga merupakan kain pusaka dan pemberian alam. Sarim merupakan kain berkelas satu namun memiliki bobot di bawah Bokek dan Waan harganya bisa mencapai puluhan juta dan yang lainnya adalah kasuban, Han, Bainoke, Boirim, Serenta, harga-harga masing-

59

masing Boo tersebut tercatat pada 1999, dan bukan merupakan harga resmi. Seorang biasanya bersama-sama keluarganya menghimpun keluarga-keluarga mereka sesuai dengan garis kekerabatan dan silsilah keturunan untuk bersatu membayar maskawin, dan hal ini terjadi secra terus-menerus antara kekerabatan yang satu dengan kekerabatan yang lain dengan kompak. Karena kebersamaan, kekompakan dalam membayar maskawin inilah yang membuat waktu penyelesaian lazim ditunda beberapa bulan bahkan sampai lebih dari setahun. Sementara itu ayah pengantin pria, dibantu para kerabatnya dari pihak ibunya, neneknya, iparnya, tantenya dan terutama saudara-saudara kandung pria yang lebih berupaya mengumpulkan maskawin itu. Paling sedikit satu unsur barang seperti kain Waan-mon dan kain Bokek diupayakan untuk melengkapi maskawin itu, karena hal itu makin menaikkan gengsi kaum pengantin laki-laki. Penyerahan maskawin dilakukan dengan suatu upacara di kompleks/koot kerabat pengantin pria. Maksud utama dari upacara ini adalah untuk memperlihatkan benda-benda yang diserahkan kepada keluarga pengantin perempuan dan tamu yang diundang. Selanjutnya di sertai dengan pesta-pesta. Pesta yang berlangsung sesudah upacara penyerahan maskawin mulai sekitar jam 3,4,5 sore. Tamu-tamu yang datang, duduk di dalam maupun di luar rumah, mereka biasanya di jamu oleh kerabat dari keluarga pengantin perempuan. Jamuan ini disebut (bain). Kalau maskawin tidak di bayar, maka pengantin laki-laki harus tinggal dengan keluarga kerabat pengatin perempuan dan selalu bekerja kepada mereka sebagai ganti dari pembayaran maskawin, ini sering di sebut kro finya, karena tidak mampu membayar maskawin. E. Denda - Bohlat Boke Denda bohlat - boke, merupakan salah satu cara yang lazim dipakai oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat dalam menyelesaikan masalah muda mudi (seksual), dan zinah, pemukulan terhadap orang hingga babak belur, fitnahan atau caci-maki yang menjatuhkan pamor orang lain tanpa adanya suatu bukti masalah yang benar, pembunuhan dan pemerkosaan.

lihat Disertasi Mansoben, Leden University 1982, tentang sistem kepemimpinan tradisional dan sistem perkawinan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Lihat juga tulisan Hamah Sagrim sistem sosial budaya suku Maybrat, Imian, Sawiat, Papua................................

60

Dalam persoalan Bohlat Boke Denda, biasanya diberikan beban sesuai dengan perbuatan, yaitu tentang muda-mudi (seksual) jika hal ini terjadi atas dasar suka sama suka antara pria dan wanita maka beban yang diberikan tidak begitu besar, namun biayanya berkisar 50.000.000,ke bawah. Biaya 50.000.00,-berlaku untuk seorang wanita yang statusnya sarjana, sedangkan di bawah harga dari itu berlaku untuk wanita yang statusnya mahasiswa, dan yang berikut di bawah lagiberlaku bagi wanita status siswi atau tamatan SMA, SMP, SD dan yang tidak sekolah, akan tetapi untuk persoalan selingkuhan zinah terhadap istri orang (safo finya mabi) lebih tinggi biayanya dan persoalan ini tergolong krusial, bisa mengakibatkan korban jiwa terutama pria yang berhubungan dengan istri orang. Bohlat Boke Denda untuk persoalan pemukulan, akan dilihat bilamana korban mengalami cedera fatal, maka besar harga yang diberikan akan tinggi dan biayanya bisa mencapai Rp. 70.000.000,- ke bawah jikalau korbannya tidak fatal, maka biayanya kurang dari 70 juta. Sedangkan untuk kasus fitnahan atau caci maki, akan diberi beban setimpal dengan kata-kata fitnahan, bilamana kata-katanya cukup memalukan atau menjatuhkan harga diri, citra, rasa dan karsa maka beban yang diberikan mencapai Rp. 30.000.000,- ke bawah, namun bila fitnahan atau caci maki itu mengakibatkan korban jiwa, maka persoalannya semakin parah dan dendanya bisa mencapai miliaran rupiah. Seperti halnya pembunuhan, besar beban yang dibebani akan mencapai miliaran rupiah. Untuk kasus pemerkosaan, biaya yang dibebani Rp. 100.000.000,seratus juta ke bawah. F. Sistem Perdagangan tradisional Sistem Bermain Kain Timur/Sistem Ekonomi Tradisional Feah Boo Mfou Gu Ano- Nangli. Perdagangan tradisional antara klen, gabungan klen, atau suku bangsa merupakan aktivias yang umum dalam hampir semua masyarakat suku bangsa papua, bakan di Papua Newguinea, dalam masyarakat di kedua daerah tersebut, berdagang hanya berarti tukar-menukar barang yang kurang diperlukan dengan benda-benda kain yang sangat diperlukan, atau kemudian pertukaran barang yang sangat diperlukan dengan benda-benda yang melambangkan ukuran nilai tertentu, seperti kerang-kerang yang indah, batu-batuan yang berwarna atu diasah indah, perhiasan yang terbuat dari tulang, manik-manik dan lain-lain, tetapi di dorong oleh keinginan untuk memperoleh rasa solidaritas antara orang-orang yang saling bertukar-tukaran, atau karena keinginan kedua belah pihak untuk menaikkan gengsi dengan memberikan benda yang lebih

61

berharga dari pada yang diterimanya. Gejala pertukaran barnag atau perdagangan tradisional seperti itu diketahui para ahli sudah berlangsung sekitar 100 tahun yang lalu. Perdagangan kain tmur yang merupakan aktivitas orang maybrat, (meibrat, mejbrat), orang Imian, orang Sawiat, orang Tehit, orang Madik dan orang Karon dengan materi perdagangan kain timur sebagai jenis barang yang dipertukarkan dalam aktivitas sehari-hari orang Maybrat, Imian, Sawiat, pria maupun wanita suka dan memang pandai berdagang, seperti juga halnya orang Karon. Pada tahun 1950an, mereka biasanya mengambil hasil hutan seperti rotan dan damar yang mereka jual kepada tengkulak China atau Bugis yang datang dari Sorong atau Bintuni. Selain menanam tumbuh-tumbuhan yang hanya menghasilkan makanan saja, orang maybrat dan Karon pada umumnya menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat merek ajual di pasar, seperti bawang, cengkeh dan berbagai macam buah-buahan. Karena tanah di sekitar danau Ayamaru rupa-rupanya kurang subur maka penduduk biasanya hanya dapat memungut hasil dari ladang mereka satu kali saja, dan kemudian meninggalkan ladang tersebut. Mereka lalu membuka sebuah ladang baru, sehingga dalam waktu satu tahun saja mereka seringkali harus berpindah tempat 2 3 kali. Oleh karena itu, rumah orang Maibrat (secefra halit) sangat sederhana dan mudah dibongkar untuk dipindahkan ke lokasi yang baru. Kadang-kdang mereka membangun rumah ladang di atas sebuah beranda yang mereka biat diatas pohon dan ada yang langsung dari bawah tanah (halit) untuk mengawasi binatang-binatang perusak kebun atau melindungi diri dari gangguan akan sekitar serta serangan musuh. Di samping rumah sederhana di ladang, orang Maybrat, Imian, Sawiat juga memiliki rumah tetap di desa induk. Setiap kali mereka kembali ke desa induk setelah selesai musim panen, untuk melaksanakan berbagai macam upacra dan pesta yang berkenaan dengan daur hidup, seperti misalnya pesta perkawinan, bersama warga-warga keluarga patrilineal mereka yang lain. Rumah di desa induk yang juga mereka sebut samu-mbol yang mana lebih besar dari pada rumah di ladang halit-mbol chalit, dibangun lebih kokoh dan diatas tiang-tiang, dengan bahan bangunan yang lebih kuat. Pesta-pesta dan upacara-upacara adat yang keramat, yang dilaksanakan dalam rangka solidaritas klen, seperti misalnya upacara inisiasi (mber wiyon) dan dulu pertemuan untuk merencanakan serangan pengayauan (mhoh bioh). Di waktu yang lampau, pertemuan semacam ini diselenggarakan dalam balai pertemuan umum (samu siret) yang dianggapkeramat. Namun menjelang zaman perang pasifik, ketika pemerintah Hindia-Belanda berusaha memantapkan

62

administrasi pemerintahannya di daerah Maybrat, Imian, Sawiat bersama dengan upaya penyiaran Agama Kristen, banyak upacara adat terutama yang berkaitan dengan cara membongkar dan membakar balai (samu siret) dan kwiyon-Mbol wafle yang nama digantikan dengan balai desa atau gereja, yang dibangun sesuai dengan contoh yang diberikan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Orang Karon juga tetap mengalami perubahan sosial yang sama, walaupun perkampungan tempat tinggal mereka kecil-kecil dan saling berjauhan letaknya ditengah atau dekat ladang mereka masing-masing, lebih mantap sifatnya, dan tidak hanya merka gunakan untuk berkemas saja, kecuali itu upaya untuk menggabungkan perkampungan kecil menjadi desa yang lebih besar, dan mantap guna memudahkan urusan administrasi, sudah dimulai sebelum hal yang sama dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda, dikalangan orang Maybrat, Imian, Sawiat upaya yang kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia, berhasil membentuk 7 desa pada tahun 1969. Adat pertukaran kain timur ini juga menonjol dalam pesta dan upacara perkawinan, perlu suatu uraian mengenai adat-istiadat perkawinan dan sistem kekerabatan orang maybrat, Imian, Swiat dan Karon yang melatar belakangi adat-adat itu. Dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat, keluarga Karon seperti pada banyak masyarakat manusia di dunia, keluarga inti juga merupakan kesatuan kekerabatan yang paling dasar. Namun walaupun pola perkampungan orang Maybrat, Imian, Sawiat dan karon tidak kompak pada tahun 1950an, tetapi keluarga inti orang Maybrat, Imian, Sawiat dan Karon tidak lepas dari jaringan. Kekerabatan yang lebih luas, yang mengikat para anggotanya, melalui hubungan keturunan yang mengacu ke para warga pria (patrilineal). Istilah antorpologi sosial untuk kesatuan sosial semacam itu adalah klen patrilineal. Dalam bahasa Maybrat, istilah asli bagi kesatuan sosial semacam itu sudah tidak dikenal lagi, tetapi diganti dengan istilah perkenalan fam/marga yang berasal dari Maluku, yang masuk kedaerah kepala burung bersamasama dengan para penginjil yang menyebarkan Agama Kristen. Dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dan Karon, sistem perkawinan didasarkan pada exogami klen kecil patrilineal (ra kinyah dalam bahasa maybrat atau rae sawan dalam bahasa Karon). Karena dalam kedua masyarakat itu merupakan klen-klen kecil mengelompok menjadi satu dalam desa, maka exogami klen kecil dapat diartikan sebagai exogami, kalau seorang pria Maybrat, Imian, Sawiat atau Karon kawin dengan gadis dari klen kecil yang tinggal

63

mengelompok di desa lain, tetapi dianggap endogami apabila ia kawin dengan garis dari klen kecil lain tetapi tetap tinggal mengelompok didesa yang sama. Perkawinan dalam kedua masyarakat itu masih banyak diatur dan ditentukan oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak, terutama dalam penentuan maskawin. Hal itu bahkan juga masih terjadi hingga sekarang ini, yang tampaknya merupakan suatu pandangan dinamikal orang Maybrat, Imian, Sawiat dan Karon karena orang tua atau keluarga yang dituakan adalah mereka yang lebih dahulu dan lebih banyak berpengalaman salah satu akibat dari perkawinan yang diatur orang tua, peristiwa kawin lari (betak finya), bila dibandingkan dengan ornag Maybrat, Imian, Sawiat, yang umumnya masih menerima penentuan jodoh antar seorang pemuda dan pemudi serta yang dijodohkan oleh orang tua. Adat orang maybrat, Imian, Sawiat, maupun orang Karon, adalah bahwa sesuadah menikah, istri turut tinggal di desa kaum kerabat suaminya. Adat yang pada dasarnya virilokal ini jarang diganti menjadi uxorilokal (suami tinggal di desa kaum kerabat isterinya). Apabila si isteri berasal dari desa yang sama, maka untuk melaksanakan adat virilokal tidak ada persoalan, tetapi apabila dia berasal dari desa lain maka ia harus tinggal terpisah jauh dari keluarganya. Adat uxorilokal seringkali merupakan akibat dari tak mampunya kaum kerabat pria untuk menyelesaikan harta maskawin (Mayi Boyi). Yang tidak terdiri dari barang yang ber nilai tinggi, tetapi yang juga langka dan juga sulit untuk diperoleh. Selain itu, suami wajib pula bekerja untuk keluarga isterinya (kro finya), seperti membantu bercocok tanam di ladang (ykah wora) atau melakukan hal-hal dalam bidang-bidang lain bagi keluarga isterinya yang sesuai dengan kemampuannya. Apabila suatu perkawinan disetujui oleh kerabat pria dan wanita, maka pihak kerabat pria harus membayar maskawin sesuai dengan nilai yang telah disepakati oleh kerabat orang tua pria dan wanita. Dulu, inti dari maskawin adalah kain-kain pusaka yang disebut wan safe, namun sekarang karena benda atau wan safe sudah sulit didapat, maka nilainya menjadi sangat tinggi. Pembayaran maskawin kini dengan kain timur dan uang, karena pada saat ini konsumsi uang semakin tinggi, maka maskawinpun semakin tinggi harganya. Di saat sebelum zaman perang pasifik, orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Karon baru mengenal suatu benda baru yang kemudian sebagai salah satu unsur baru dalam maskawin setelah sebelumnya hanya menggunakan kerang laut, heger, timponan dan perhiasan manik, unsur bahan yang baru tersebut adalah tekstil kain timur (Boo dalam bahasa Maybrat) untuk menggantikan benda-benda

64

perhiasan tradisional yang waktu itupun sudah hampir hilang serta di anggap sebagai benda yang menyimpan majik. Sampai sekarang tekstil tersebut (Boo) masih tetap menajdi unsur pokok dalam pembayaran maskawin yang mana dilakukan oleh kerabat pria kepada kerabat wanita sebagai tanda bahwa kerabat wanita telah resmi menjadi isteri seorang pria yang telah dibayar lunas. G. Sistem Perkawinan Orang Maybrat, Imian, Sawiat Dalam masyarakat orang Maybrat, Imian, Sawiat, sistem perkawinan didasarkan pada exogami klen kecil patrilineal (raa kinyah atau raa sou su dalam bahasa Maybrat) atau (rae sawan dalam bahasa Karon). Karena kedua masyarakat itu warga klen-klen kecil mengelompok menjadi satu dalam desa, maka exogami klen kecil dapat diartikan sebagai exogami desa, tetapi dapat pula endogami desa. Dianggap sebagai exogami kalau seorang pria Maybrat, Imian, Sawiat kawin dengan gadis dari klen kecil lain yang tinggal mengelompk di desa lain, tetapi dianggap endogami apabila ia kawin dengan garis dari klen kecil lain tetapi tinggal mengelompok di desa yang sama. Dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat seperti banyak masyarakat di dunia, keluarga inti merupakan kesatuan kekerabatan yang paling mendasar (margais). Walaupun keberadaan keluarga inti (margais) yang berbeda-beda dan tersebar di mana-mana tetapi tetap memegang kekompakan ini. Misalnya saja seorang yang bermarga Sagrim tinggal di Sauf, bertemu dengan klen satu marga Sagrim di Jayapura, atau di Jawa, atau di Amerika ataupun di negara mana saja, maka keutuhan klen Sagrim akan di eratkan walau sudah berjauhan dari asal desa mereka. Pola perkampungan orang Maybrat, Imian, Sawiat pada tahun 1940 belum padat, namun kelaurga inti orang Maybrat, Imian, Sawiat tidak melepaskan jaringan kekerabatan mereka dan hingga sekarang ini, jaringan kekerabatan tersebut menjadi luas, dan mengikat pada anggotanya melalui hubungan keturunan yang mengacu ke marga pria (patrilineal). Istilah antorpologi sosial utnuk kesatuan sosial semacam itu adalah klen patrilineal. Dalam bahasa Maybrat, Imian, Sawiat istilah asli kesatuan sosial semacam itu adalah keret, yang kemudian berkembang menjadi fam dan selanjutnya marga. Sistem perkawinan dalam kedua mempelai dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat itu masih banyak diatur dan ditentuakan oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak (raa mabi). Hal itu bahkan sampai sekarang kadang masih tetap dipertahankan oleh beberapa orang tanpa melibatkan satu keret tetap tergantung pada keluarga inti tertentu dan juga masih tampak

65

sekarang ini hal itu terjadi pad orang Maybrat, Imian, Sawiat hingga sekarang, yang tampaknya mempunyai pandangan yang lebih dinamikal karena mereka sudah lebih dahulu dan lebih banyak memiliki pengalaman. Adat pada orang Maybrat, Imian, Sawiat adalah bahwa sesudah menikah istri turut tinggal di desa kaum kerabat suaminya. Adat yang pada dasarnya virilokal ini tak jarang digantikan menjadi uxorilokal (suami tinggal di desa kaum kerabat isterinya) apabila si istri berasal dari desa yang sama, maka untuk melaksanakan adat virilokal tidak ada persoalan, tetapi apabila ia berasal dari desa lain, maka adat virilokal mengalami persoalan karena tinggalnya berjauhan. Adat uxorilokal seringkali merupakan akibat dari takmampunya kaum kerabat pria untuk mengumpulkan harta maskawin (Boyi) pada sebutan orang maybrat, yang tidak hanya terdiri dari barang yang bernilai tinggi tetapi yang juga langka dan sulit diperoleh. Selain itu si suami wajib pula bekerja untuk keluarga isterinya, seperti membantu bercocok tanam di ladang, atau melakukan hal-hal dalam bidang-bidang lain bagi keluarga iterinya yang sesuai dengan kemampuannya. Apabila suatu perkawinan di setujui oleh kerabat pria dan kerabat wanita, maka pihak kearbat pria harus membayar maskawin (Mayi Boyi). Dulu inti dari maskawin adalah benda-benda tradisional yang terbuat dari kain (boo) akan tetapi sekarang sistem pembayarannya dengan menggunakan kain timur (boo) sebagai benda pusaka dan uang (pitis). Namun karena bendabenda pusaka itu sekarang sudah sukar di dapat, sehingga nilainya menjadi sangat tinggi. Disamping benda-benda tradisional itu, maskawin juga terdiri dari uang. Uang yang dibayarkan seringkali di beri dalam jumlah banyak. H. Kain Timur Boo-not Dalam Membayar Perkawinan Dalam maskawin orang Maybrat, Imian, Sawiat sejumlah kain timur yang ternama dan berbobot nilai tinggi (wansafe, bokek, sarim) menjadi unsur yang pokok di samping sejumlah benda yang bernilai seperti uang. Sewaktu berkunjung ke rumah calon pengantin (samu finya mgiar) untuk melamar, keluarga pihak wanita biasanya menentukan jumlah serta ragam benda maskawin yang harus di serahkan oleh keluarga pihak pria, yang antara lain terdiri dari kain timur (boo) dari golongan yang mereka kehendaki dan uang (pitis) sebagai bagian penting dari pembayaran maskawin wanita, keluarga wanita biasanya meminta jenis kain yang bergengsi seperti wansafe, bokek, sarim,

66

pihak keluarga calon pengantin pria jarang dapat menolak permintaan tersebut untuk menghindari malu karena kehilangan martabat (bobot). Apabila maskawin yang diminta tidak dapat di sediakan oleh pihak keluarga inti pria, maka keluarga inti pria, mereka akan segera meminta bantuan dari semua kerabat untuk mendapatkannya. Seorang kerabat yang berkuasa dan mempunyai hubungan yang luas tentu mudah mendapatkan benda-benda langka. Dengan demikian pihak keluarga calon pengantin pria sekaligus betapa tinggi dan luasnya kekuasaan kerabat mereka. Sebaliknya, pihak keluarga calon pengantin wanita juga tidak tinggal diam, karena mereka juga akan mengusahakan barangbarang bernilai seperti makanan, babi, minuman enao (saguer) sebagai persen (mbar) kepada keluarga mempelai laki-laki atas porsen terhadap pembayaran maskawin. Kalau pemberian mereka tidak seimbang merekapun akan mendapat malu besar. Pertukaran kain timur bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat memang mengandung unsur martabat dan gengsi, walaupun disamping itu adat pertukaran kain timur juga memperdalam rasa solidaritas antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kegagalan untuk membayar maskawin, seperti yang telah dijanjikan tidak hanya menimbulkan rasa malu yang mendalam pada pihak keluarga mempelai pria tetapi mereka juga akan memberikan anak yang kelak lahir dari perkawinan itu kepada keluarga mempelai wanita untuk diadopsi, kalau pasangan itu tidak mempunyai anak, maka si suami harus bekerja untuk keluarga isterinya sampai hutangnya lunas. Di samping itu, pada pesta perkawinan diundang juga warga klen-klen lain yang biasanya datang ke pesta yang merupakan kesempatan untuk memamerkan kain timur (matir boo) dan saling menukarkannya. Pihak-pihak yang kalah tidak jarang menderita hutang besar dan kalau ia tidak membayarnya, ia wajib bekerja sebagai budak pada pihak yang menang. I. Kain Timur boo/not Untuk Membayar Denda Pelanggaran janji yang dianggap paling serius dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dan yang karena itu menurut adat harus dihukum dengan denda-denda adalah perzinahan. Denda yang dituntut dapat dilakukan oleh isteri mapun oleh suami, apabila zinah itu dilakukan oleh isteri maka suami biasanya menceraikan isterinya, yangh berakibat bahwa keluarga isteri harus mengembalikan maskawin, termasuk kain timur yang telah mereka terima sebagai (Boyi), serta beberapa ekor babi semua pasangan itu diambil oleh suami. Sebaliknya apabila zinah dilakukan oleh suami, kadang-kadang juga bisa terjadi perceraian, tetapi kadang-kadang juga tidak.

67

Walaupun demikian karena perbuatan itu dianggap sebagai suatu pelanggaran janji, kerabat suami dikenakan denda dengan mengembalikan kain timur (boyi) yang telah mereka terima dari kerabat isteri, ditambah dengan sejumlah kain timur yang golongannya di tentukan oleh kerabat isteri juga, disertai dengan beberapa ekor babi. Apa bila si suami ingin menikah dengan wanita yang digaulinya itu, maka kerabatnya tentau juga harus membayar boyi kepada kaum kerabat isteri yang baru. J. Kain Timur boo-/not Dalam Upacara Kematian Orang Maybrat, Imian, Sawiat membedakan antara orang mati karena umur tua, karena sakit, karena kecelakaan dan karena guna-guna. Dalam semua upacara diperlukan kain timur sebagai salah satu unsur. Apabila harta orang yang meninggal itu banyak dan kekuasaannya besar, maka kain-kain yang dipakai untuk menutup jenazah, atau yang diikatkan pada pohon-pohon dengan jumlah yang lebih banyak plus yang di sobek-sobek dengan kualitas kainnya pun terbaik, tetapi apabila orang meninggal itu miskin, maka sudah cukup sehelai kain yang tidak sangat mahal ditutupi jenazahnya, atau dipotong-potong atau di sobek untuk diikatkan pada beberapa pohon sekitar halaman. Kekayaan dan kekuasaan orang meninggal itupun tampak dari jenis makanan yang tersedia. Apabila kematian seseorang oleh kerabatnya di duga akibat guna-guna, maka para kerabat itu akan meneliti serta melacak orang yang melakukan atau menyuruh melakukan guna-guna tersebut. Apabila orang-orang tersebut telah ditemukan, dan dakwaan terhadap mereka dibenarkan oleh orang-orang terdakwa dengan menggunakan alat uji (fnor) oleh para ahli di bidang itu dan disaksikan oleh para keluarga korban dengan menghadirkan pemimpin masyarakat, maka biasanya orang-orang terdakwa tersebut sulit untuk ingkar. Sebagaimana halnya orang yang melanggar adat, mereka di tuntut bayar denda kepada kerabat orang yang meninggal, yang selalu beruapa sejumlah kain timur. Hingga sekarang ini pembayaran atas kematian ini terus dipertahankan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat. Karena mencari, mengumpulkan dan membeli kain timur memerlukan banyak biaya, dan waktu, hal itu seringkali dapt menggangu konsentrasi orang pada pekerjaan mereka yang lebih produktif dan berguna, sehingga upaya berkembang baikpun terganggu. K. Kain Timur boo/not Dalam Transaksi Perdagangan barang dan jasa Fungsi kain timur boo-not sebagai alat pembayaran dalam perdagangan sebenarnya sudah ada sejak dahulu, ketika para pemburu burung cenderawasih membawa kain-kain tekstil sebagai

68

pengganti peralatan untuk berburu, jasa pemandu, serta bahan makanan selama berburu, dari produk asli. Samapai sekarang pun penggunaan kain timur boo sebagai alat pembayaran dalam perdagangan masih terlihat, walaupun alat pembayaran perdagangan modern seperti uang telah berhasil mendominasi dunia, walaupun orang Maybrat, Imian, Sawiat sudah sejak 5 6 dasa warsa yang lalu (yaitu masih dalam zaman pemerintahan Hindia Belanda) mengenal uang. Banyak hal, seperti berbagai peralatan masa kini, makanan dan minuman dalam kaleng, dan tembakau, telah merka beli dengan uang. Namun daging yang mereka beli dari produk (jadi tidak di toko atau kedai) seringkali masing-masing dibayar denagn kain timur, dan upah pun kadangkadang dibayar dengan uang, walau sebelumnya selalu dibayar upah dengan kain timur boo. Dalam pertemuan-pertemuan antar pedagang di pasar, di tempat-tempat lain di Indonesia, kita sering melihat kegiatan bermain judi. Di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, berjudi dengan kain timur boo sebagai taruhannya, tak jarang menimbulkan akibat-akibat yang negatif seperti yang terurai diatas. L. Larangan dan Munculnya Kembali Pertukaran Kain TimurSamiya boo-not di Daerah Maybrat Imian Sawiat. Ketika pemerintah Hindia-Belanda kembali ke Manokwari seusai perang pasifik, dan menguasai penduduk daerah kepala burung, muncul gagasan pada penguasa untuk menghapuskan aktivitas pertukaran kain timur semya boo yang dalam zaman jepang meningkat secra ekstrem dan mengganggu keamanan serta menghambat laju pembangunan di daerah kepala burung, terutama daerah Maybrat, Imian, Sawiat. Setelah pemerintah HindiaBelanda menelitinya dengan seksama, dan laporan-laporan mengenai aktivitas tersebut di laporkan (Galis 1955 56; Bruyn 1957; Dubois 1960), suatu kampanye penerangan yang menggunakan seuab ceritera keramat dalam mitologi penduduk asli yang mengisahkan bahwa zaman bahagia yang sesungguhnya bagi umat manusia akan segera tiba, apabila mereka dapat mengundang kembali nenek moyang itu kembali apabila manusia sanggup menahan diri, terhadap keserakahan serta godaan nafsu, mau menang sendiri dan merugikan orang lain. Maka untuk memudahkan kembalinya nenek moyang segala benda dan harta kekayaan sebaiknya dibuang. Sambutan penduduk asli, terutama golongan kaum muda, di daerah Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Tehit, dan Sedorfayo terhadap anjuran pemerintah itu sangat baik sehingga ketika pemerintah Hindi-Belanda dalam tahun 1957 memberi perintah untuk mengumpulkan semua kain timur boo yang ada untuk didaftar atau disita, banyak orang Maybrat, aktif turut mencari

69

dan membujuk dan bahkan memaksa golongan tua serta orang-orang yang kaya untuk menyerahkan kain timur boo mereka. Sebenarnya ini merupakan suatu pelanggaran besar yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda Pada waktu itu, karena mereka berusaha menghapuskan warisan budaya orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan cara memusnahkan atau membakar semua kain timur boo- yang merupakan nilai adat tertinggi bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Hal ini merupakan penjajahan yang memilukan serta sangat mematikan karakter budaya orang lain. Sebenarnya saat ini orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus menuntut kompensasi sebagai ganti rugi kepada pemerintah Hindia Belanda atas pemusnahan budaya mereka pada waktu itu. Walaupun dengan ceritera itu, beribu lembar kain timur boo kemudian dibakar, masih banyak orang Maybrat, Imian, berhasil disita, dan yang masih

Sawiat

menyembunyikannya. Setelah peristiwa itu, selama beberapa waktu, yaitu sampai akhir pemerintah Hindia-Belanda dalam tahun 1962, aktivitas pertukaran kain timur boo yang mana tidak hanya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang dimusnahkan habis, melainkan jug adi seluruh daerah kepala burung seakan-akan semuanya menjadi hilang hapir musnah seluruhnya, akan tetapi secara terbatas masih ada pada upacara-upacara tertentu, seperti perkawinan dan kematian, karena benda-benda itu dianggap sebagai benda-benda keramat yang mengandung kekuatan sakti yang berfungsi dalam upacara-upacara keagamaan. Dalam hubungan itu pemerintah Belanda mengizinkan penggunaan kain timur boo yang telah didaftar dan dicap terlebih dahulu, setelah pihak-pihak yang bersangkutan mengajukan permohonan khusus. Sayangnya setelah pemerintahan di Papua yang sebelumnya Irian Jaya di ambil alih oleh pemerintah Indonesia, aktivitas-aktivitas sosial budaya penduduk pada umumnya dan penduduk Maybrat, Imian, Sawiat pada khususnya tidak difahami, dan didorong keinginan untuk mengeruk untung dengan cara yang mudah, beberapa pedangang yang berasal dari Makasar, Bugis, dan Jawa mengimpor kain timur boo kelas C seperti boerim, bain, kasuban, han dan lain-lain ke daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang mereka jual dengan harga yang cukup tinggi. Dengan demikian kain timur boo mulai beredar lagi di daerah Maybrat, Imian, Sawait dan beberapa perdagangan kain timur boo yang bernilai tinggi. Sebenarnya upaya pemberantasa peredaran kain timur boo bila dipandang dari ilmu psikologi, merupakan penurunan harkat martabat orang Maybrat, Imian, Sawiat, karena motivasi orang turut dalam perdagangan dan peredaran kain timur boo dalam kebudayaan penduduk

70

daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang merupakan suatu hasrat manusia untuk menaikkan martabat dan gengsi atau motivasi manusia untuk berspekulasi untuk menjadi kaya dengan berjudi kain menjadi runtut dengan merujuk pada orang kecil (raa kinyah), yang mana hal itu terjadi karena seorang bobot adalah orang yang memiliki banyak kain timur (boo) akan tetapi seorang bobot itu akan menjadi rakyat kecil (raa kinyah) karena sudah tidak memiliki kain (boo) yang berkelas. Hal semacam ini dapat disamakan dengan istilah ekonomi dengan meminjamkan istilah kata dalam ilmu ekonomi yang disebut (bangkrut), yaitu seseorang yang tadinya dianggap kaya dengan harta sebagai tolok ukur atau barometernya akan dipandang sebagai orang jelata atau orang kecil ketika ia jatuh bangkrut. Demikian seorang bobot akan menjadi seperti seorang kaya yang bangkrut. Walaupun hingga kini banyaknya kain timur boo tenunan, orang Maybrat, Imian, Sawiat menganggapnya sebagai bahan yang nilainya kecil (bo ro tna sei), dan mereka lebih menerima kain timur boo yang semenjak dulu sudah di pakai yaitu dengan pengertian mereka bahwa kain timur boo- yang umurnya tua mempunyai nilai lebih tinggi ketimbang yang berumur muda, karena untuk boo yang walaupun sudah berabat tahun, tetapi umurnya itulah yang memberikan suatu nilai tertinggi dan semakin menjadi tolok ukur utama nilainya. Berikut lihat gambar jenis kain timur:

Gambar: 11 Jenis kain timur kelas 2 (boo toba)


Sumber Data Penelitian penulis

71

M. Perdaganagan Kain Timur Feyah Boo Rura Mfou Gu Ano-nangli 1. Perdagangan Tradisional di Daerah Maybrat Imian Sawiat. Perdagangan tradisional antar klen orang Maybrat, Imian, Sawiat (Feah Boo, Rura, Mfou Guano) merupakan aktivitas yang umum dalam kehidupan mereka. Dalam masyarakatmasyarakat di daerah maybrat, Imian, Sawiat, berdagang tidak hanya berarti tukar menukar barang yang kurang diperlukan dengan benda-benda lain yang tidak diperlukan (Guwiat) atau kemudian pertukaran barang yang sangat diperlukan dengan benda-benda yang melambangkan ukuran nilai tertentu, tetapi didorong oleh keinginan untuk memperbesar rasa solidaritas antara orang-orang yang saling bertukar-tukaran kain timur (feah Boo-not) atau karena keinginan kedua belah pihak untuk menaikkan gengsi dengan memberikan kain timur yang lebih berharga daripada yang diterimanya. Gejala pertukaran kain timur seperti itu dibedakan atas 3 bagian besar sebagaimana yang lazim dilakukan, yaitu : 2. Feah Boo-not Feah boo adalah pemberian kain timur kepada saudara atau saudari untuk menyelesaikan persoalan seperti denda masalah (Bo hlat, Boke) atau membayar maskawing (Boyi). Pemberian atau pertukaran kain timur seperti ini feah boo selalu diadakan suatu kesepakatan bahwa yang dibantu akan bertanggung jawab untuk mengembalikan kain timur (Boo-not) yang serupa plus ditambahkan dengan beberapa kain timur (Boo-not) sebagai bunga. Pengembalian ini biasa disebut Tho Boo atau masi bah, atau juga Me Fe Too, bergantung besar kecilnya keterlibatan klen yang ikut merasakan pertukaran kain timur itu. 3. Mfou Gu Ano Mfou gu ano merupakan aktivitas orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana mfou gu ano berarti kerabat dari mempelai perempuan memberi bantuan kain timur kepada kerabat mempelai laki-laki melalui isteri mempelai laki-laki dengan perjanian tertentu atau sebagai suatu pinjaman yang mana suatu saat nanti akan dikembalikan dengan porsen beberapa kain sebagai imbalan dan ucapan terima kasih. Model ini sangat lazim dilakukan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, semenjak dulu hingga saat ini. Tho Boo Masibah Me fe too pengembalian kain dalam jumlah klen kecil sebagai penghargaan. pengembalian kain timur dalam jumlah klen yang besar pengembalian kain timur dalam jumlah klen yang lebih dari besar (melibatkan semua klen).

72

PENDIDIKAN TRADISIONAL INISIASI WIYON-WOFLE SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER SEORANG MURID MENJADI PRIA BERWIBAWA RA BOBOT NA BOBOT

A. Praktik Pendidikan Karakter Berbasis Wiyon-Wofle Keistimewaan-keistimewaan pendidikan berbasis wiyon-wofle di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat Papua, ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu meliputi; raa wiyon-nawofle (guru), bobot (raja), raa kinyah (rayat), dan yang memiliki potensi terbesar dalam melakukan praktik pendidikan berbasis wiyon-wofle adalah Raa wiyon-Na wofle sebagai guru. Para pendidik Raa wiyon-Na wofle secara resmi melakukan aktivitas Pendidikan berbasis wiyon-wofle sebagai dasar pembentukan dan pemuridan. Dalam praktik pendidikan wiyon-wofle (mber wiyon) dituntut oleh tujuh (7) azaz keberpijakan praktika, yaitu; 1) Tertib dan Damai, 2) Nasehat, Firman, dan Petunjuk khusus (watum, vito, dan bosnyuk), 3) Kemanusiaan dan Kemasyarakatan, 4) Non Diskriminatif, 5) Tidak ada bantuan yang mengikat, 6) Beriman dan Lembut, 7) berorientasi kepada ajaran dan pemuridan. Raa wiyon-na wofle atau pendidik dalam sistem pendidikan wiyon-wofle (mber wiyon), adalah guru yang memberikan bimbingan selalu dalam proses pendidikan berbasis wiyon-wofle dengan kepemimpinan yang spiritual dan terfokus kepada wiyon-wofle. Dalam pola pengajaran, adanya pola kerjasama dan garis komando serta batas-batas kerja dan batas-batas pergerakan akan ekaristi didalam ruang kemah atau sekolah (kwiyon-mbol wofle) antara guru bantu (raa wiyon-na wofle) dan guru kepala (raa bam-na tmah) yang selaras dan harmonis dalam penyelenggaraan pendidikan inisiasi. Dalam penyelengaraannya, biasanya dilakukan dengan tiga (3) elemen utama sebagai pusat pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini, yakni; 1. Lingkungan keluarga (raa mabi); keluarga memiliki peranan utama dalam pembentukan karakter seorang anak (raa iin-na iin) sebelum akan menjadi murid (wiyon tna). Keluarga sebagaimana layaknya, bahwa seorang anak sebagai murid, sedangkan ayah dan ibu adalah guru. 2. Lingkungan Perguruan (kwiyon-bol wofle); perguruan memiliki peranan kedua dalam membentuk seorang anak (wiyon tna) menjadi orang yang arif, penuh tanggung jawab,

73

beriman, takut akan kefanaan. Dipersiapkan sebagai orang-orang yang akan bertumbuh sebagai seorang pemimpin besar, penolong dan utusan Tuhan ditengah-tengah masyarakat. 3. Lingkungan Masyarakat (rayat); lingkungan masyarakat memiliki peranan ketiga dalam membentuk seorang anak murid (wiyon tna), lingkungan masyarakat sebagai lingkungan dimana semua pengajaran yang diterima akan diterapkan atau tersalurkan. Ketiga pusat ini dilakukan berdasarkan azaz, cirri, dan dasar pendidikan inisiasi wiyonwofle yang begitu prinsipil. Praktik pendidikan inisiasi berbasis wiyon-wofle ini sebagai suatu praktik pendidikan yang membentuk karakter dasar serta memerdekakan batin. Ini lebih banyak dilakukan dalam keluarga (raa mabi), sedangkan pengajaran yang memerdekakan pikiran, lebih banyak terjadi dalam perguruan/sekolah (kwiyon-mbol wofle), dan budi pekerti atau budi pekerja sebagai suatu target tujuan pendidikan yang dominan dalam inisiasi wiyon-wofle. Untuk lingkungan masyarakat, sebagai pusat penyaluran semua yang diterimanya. Penyelenggaraan pendidikan berbasis inisiasi wiyon-wofle ini berpola pengasramaan. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan fungsi keluarga dengan perguruan tinggi/sekolah (kwiyonmbol wofle) walau didalamnya terdapat aturan-aturan yang dianggap sakral dan begitu memiliki sifat-sifat yang sangat inheren dan tidak boleh dilanggar, baik oleh keluarga maupun seorang murid dari keluarga tersebut. Dengan menempatkan para guru (raa wiyon-na wofle) sebagai guru bantu dan guru kepala (raa bam-na tmah) sebagai guru kepala bersama siswa didalam asrama (kwiyon-mbol wofle). Tak ada pilar keistimewaan pendidikan lain pada saat ini yang berpotensi menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pendidikan pola inisiasi wiyon-wofle pada perkembangan saat ini. Misalnya seperti pendidikan nasional yang mana menggelar pendidikan yang cenderung menggunakan ideologi liberalisme, yang menyebabkan diskriminasi terhadap nilai-nilai pendidikan lokal yang ada. B. Inisiasi Wiyon-Wofle Sebagai Pendidikan Karakter dan Kepribadian Seorang Murid (Wiyon Tna-Wiyon Wefi) Inisiasi wiyon-wofle sebagai salah satu aktivitas pendidikan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, yang berguna untuk membangun sumberdaya manusia di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana dalam pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini mampu

74

membentuk manusia sehingga menjadi orang yang berwawasan luas. Pendidikan inisiasi wiyonwofle ini menyangkut seluruh aspek kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, baik dalam pemikiran, pengalaman, maupun perilaku serta iman percaya. Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini secara kuantitatif bertujuan mendidik, mencerdaskan dan mendogmatikkan setiap murid (wiyon tna). Sedangkan secara kualitatif bertujuan membangun jemaat atau pengikut wiyon-wofle seutuhnya, yaitu membangun keimanan, kepribadian, budipekerti, pengetahuan, keterampilan, dan membangun suatu tanggung jawab yang besar serta kekudusan kaum wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle). Tujuan utama pendidikan inisiasi wiyonwofle ini adalah untuk pemuridan, demi keberlanjutan akan pekabaran tentang wiyon-wofle, serta membentuk seorang murid (wiyon tna) sebagai anak didik yang dibentuk menjadi para abdi atau teolog (raa wiyon-na wofle) yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, serta merdeka dalam kesuciannya. Pendidikan inisiasi wiyon-wofle, merupakan pendidikan yang berhasil memberi kemajuan akan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, dan karakter), pikiran (intelektualitas) dan iman serta tubuh, baik secara jasmaniah maupun sekular. Dalam pengertian pendidikan inisiasi wiyon-wofle, aspek-aspek tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagiannya, agar seorang murid (wiyon tna) dapat memajukan kesempurnaan hidupnya, yakni kehidupan dan penghidupan mereka yang selaras dengan dogmatika dalam pendidikan inisiasi wiyon-wofle. Pendidikan inisiasi wiyon-wofle menurut fahamnya adalah pendidikan yang berdasarkan garis hidup dari teologianya dan ditunjukkan untuk keperluan perikehidupan manusia yang mana setiap mata akan tertuju kepada wiyon-wofle sebagai Tuhan yang singular, sehingga dapat menerima berkah dengan kemuliaan. Pendidikan karakter dan kepribadian ini mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan ekaristi dan dogmatika wiyon-wofle untuk menuju kepada kesucian, serta ketertiban dan kedamaian secara jasmaniah dan rohaniah. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, maka pendidikan karakter dan kepribadian seorang murid (wiyon tna) dilaksanakan dari lingkungan keluarga (raa mabi), sebagai intervensi dan pembentukan karakter awal, sekolah/perguruan (kwiyon-bol wofle), sebagai pendidik, dan masyarakat (rayat) sebagai pusat pertunjukkan akhir (sana wiyon). Pendidikan karakter dan budi pekerti oleh orang melalui pembiasan-pembiasan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan di sekolah (kwiyon-mbol wofle) dilakukan oleh guru (raa wiyon-na wofle) sebagai pendidik melalui budipekerti (watum), dengan fokus utamanya pada metode mendidik karakteristik.

75

Watum sebagai suatu penasehatan itu sendiri yang bertujuan untuk membentuk karakteristik seorang murid (wiyon tna) secara terintegrasi dalam setiap pertemuan (maut aken). Pada saat subu sebelum menerima sarapan, otomatis seorang raa wiyon-na wofle atau guru terlebih dahulu menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan karakter dan kepribadian melalui penasehatan dan rahasia (watum dan bosnyuk). Tujuannya agar supaya seorang murid (wiyon tna) tidak hanya pintar, akan tetapi juga berkarakter dan mempunyai kepribadian yang baik sehingga ia tidak gagal dalam pendidikannya (ytah k n). watum ini bertujuan untuk mengarahkan seorang murid sehingga terbentuk sebagai manusia yang berpengertian tinggi, pintar, sopan, santun, hormat kepada orang tua, berdisiplin, dan yang terutama adalah menjaga kesucian dan tidak akan keluar dari janji-janji khususnya (bosnyuk) dengan Tuhan (wiyon-wofle). Sedangkan ditengah kehidupan bermasyarakat, seorang murid (wiyon tna) diajarkan untuk dapat memberikan pertolongan, mengusir roh jahat, menyembuhkan orang sakit, menangkal racun dari pagutan ular dan lain sebagainya. a. Karakter dan Identitas Pendidikan inisiasi wiyon-wofle, merupakan manifestasi dari falsafah atau kepercayaan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, yang mengandung sistem nilai, dan norma-norma atau dogmatika dalam teologia yang berwujud kepercayaan, imanen, dogmatika dan ekaristi. Tujuan pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini adalah untuk memberikan nilai-nilai outonomia, equity, dan survival. Outonomia; artinya: Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini memberikan suatu kesadaran akan pengetahuan dan kemampuan kepada para murid (wiyon tna) secara individu mandiri dan hidup dalam suatu kehidupan yang lebih baik. Equity; artinya: tujuan Pendidikan inisiasi wiyon-wofle memberikan suatu kesempatan kepada suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, untuk dapat menjadi serta melanjutkan pendidikan inisiasi wiyon-wofle sebagai sebuah sarana yang memberikan kebahagiaan dan ketenangan. Survival; artinya: Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini akan menjamin pewarisan wiyonwofle dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan ketiga nilai tersebut, pendidikan inisiasi wiyon-wofle mengembangkan tugas untuk menghasilkan seorang manusia yang lebih baik, yaitu manusia (raa wiyon-na wofle) yang beriman, hidup dalam kekudusan, berkebudayaan, berperadaban mandiri, bertanggung jawab, dan mampu memahami serta bertanggung jawab serta memberikan pertolongan kepada orang untuk dapat

76

lain, memelihara anak-anak terlantar (ytos gu awe) serta yang terutama memberikan norma moral dalam kehidupan. Wiyon-wofle sebagai pokok teofani Raa wiyon-na wofle, yang mana merupakan dasar sekaligus jalan menuju keselamatan sebagai tujuan utama dalam perjalanan pengajaran dan dogmatika wiyon-wofle yang dikerjakan dalam hidup seorang abdi wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle). Merujuk kepada tujuan pendidikan inisiasi wiyon-wofle. Aktivitas ini telah mampu membentuk seorang manusia fana menjadi manusia sekular, menjadikannya berkarakter sekular, cinta dan berbakti kepada ekaristi dan dogmatika wiyon-wofle sebagai dasar pijakan iman mereka. Mempunyai kemampuan, kesucian dan beriman teguh sehingga sanggup bekerja keras untuk membangun kejayaan wiyon-wofle demi keberlanjutannya. Peran pendidikan inisiasi wiyon-wofle, khususnya melalui metode didikan karakter dan kepribadian ini, sangat diperlukan dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, saat ini untuk mengembalikan jatidiri suku bangsa mereka, sehingga rasa percaya diri serta rasa takut terhadap kejahatan yang dilakukan oleh mereka akan adanya suatu kesadaran tinggi serta mau bekerja keras dan mengenal akan jatidiri mereka serta mengenali bangsanya demi kejayaan dan masa depan wiyon-wofle sebagai bentuk warisan dari Tuhan sebagai sarana yang menghubungkan mereka dengan Tuhan. b. Implementasi Inisiasi Wiyon-Wofle Sebagai Pendidikan Karakter dan Kepribadian Dalam pendidikan di rumah sebagai intervensi awal pembentukkan karakter yang berlangsung sehari-hari, orang tua hendaknya selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang diperlukan kepada anak-anaknya, terutama kepada seorang anak laki-laki. Pendidikan jenis ini menyangkut nilai-nilai moral, sosial, budaya, ekonomi dan etika/etiket. Karena kriteria seorang anak yang dapat lolos sebagai murid (wiyon tna) adalah yang telah diseleksi dan memiliki kriteria-kriteria tersebut di atas, dan terutama menyangkut kedewasaan berpikirnya dalam kehidupan di keluarganya bahkan di kalangan masyarakat sekitar, sehingga karakter anak sudah terbentuk sejak awal. Bahkan pendidikan dalam keluarga dapat dimulai semenjak anak ada dalam kandungan ibu. Melalui pembiasan-pembiasan kehidupan ibu yang teratur dan baik pada saat mengandung akan mempengaruhi karakter seorang bayi juga, karena demikian akan berpengaruh pada janin yang sedang dikandung (psikologi pertumbuhan). Pendidikan disekolah (mber wiyon) dapat dilaksanakan dengan salah satu pola pendidikan, yaitu pendidikan budipekerti (watum) atau nasehat, yang terintegrasi langsung dalam setiap prosesi pengajarannya (raa mber). Saat guru (raa wiyon-na wofle) mengajarkan materi pelajaran,

77

otomatis para guru raa wiyon-na wofle menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran (bo tgif, dan vito) tersebut, sehingga murid (wiyon tna) dapat menguasai materi pelajaran sekaligus menghayati serta menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran sebagai sesuatu yang rahasia (bo snyuk) yang mana menjadikan seorang murid (wiyon tna) mampu mengamalkannya didalam kehidupannya sehari-hari sepanjang alhayatnya. C. Prinsip Dasar Perkembangan Perilaku dan Karakteristik Pribadi Seorang Murid Wiyon Tna-Wiyon wefi Dalam Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle. 1. Peranan, Tugas, dan Tanggung jawab seorang guru Raa wiyon-Na wofle sebagai pendidik dan pengajar serta kaitannya dengan konsep dasar perilaku murid wiyon tna. a. Dalam arti yang luas, pendidikan inisiasi (wiyon-wofle) dapat mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi seorang murid (wiyon tna) dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal, maupun informal, dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai dengan tahapan tugas perkembangannya secara optimal sehingga ia mencapai taraf kedewasaan dalam inisiasi wiyon-wofle. Dalam konteks ini, seorang guru raa wiyon-na wofle dapat bertugas dan berperan sebagai: 1. Pemelihara (conservator) sistem nilai wiyon-wofle yang merupakan sumber norma yang mendidik dan menjadikan seorang murid wiyon tna menjadi dewasa dan juga para pendidik atau guru raa wiyon-na wofle juga harus sebagai seorang pengembang (inovator) sistem nilai inisiasi wiyon-wofle. 2. Penerus (transmitor) sistem-sistem nilai wiyon-wofle kepada murid wiyon tna sebagai sasaran didiknya. 3. Penerjemah (transformator) sistem-sistem nilai wiyon-wofle melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya yang disebut kekhususan (bo snyuk) melalui proses interaksinya dengan murid (wiyon tna) sebagai sasaran didik. 4. Penyelenggara (organisator) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara formal melalui pengujian (sana wiyon) maupun secara moral kepada murid (wiyon tna) sebagai sasaran didik, serta kepada Allah, yang di konsepsikan sebagai wiyon-wofle. b. Dalam arti yang terbatas, pendidikan inisiasi wiyon-wofle merupakan salah satu proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (mber

78

wiyon aken suwya). Dalam konteks ini, seorang guru (raa wiyon-na wofle) berperan, bertugas dan bertanggung jawab sebagai: 1. Perencana (planer ymah on), yang harus mempersiapkan segala sesuatu yang akan dilakukan dalam proses aktivitas belajar mengajar (mber wiyon-aken suwya preteaching problems). 2. Pelaksana (ra bo-organizer) yang menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan ekaristi. Guru (raa wiyon-na wofle) bertindak sebagai sumber utama (raa bo-resource person), sedangkan raa bam-na tmah bertindak sebagai guru kepala, konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis dan manusiawi humanistik, selama proses berlangsungnya aktivitas inisiasi wiyon-wofle (during teaching problems). 3. Penilai (ymat sas evaluator) yang selalu mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat keberhasilan murid (wiyon tna) berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk (output)nya. 4. Sebagai pengubah perilaku/karakter (behavioral changes) bagi murid (wiyon tna), bahwa seorang guru raa wiyon-na wofle harus mampu membentuk pola perilaku seorang murid (wiyon tna) melalui proses pembiasan dan pengukuhan

(reinforcement) dengan mengkondisikan ransangan stimulus (conditioning) dalam lingkungan (enviromentalistik) sekolah (kwiyon-mbol wofle) dengan demikian, perubahan karakter dan perilaku (behavior change) seorang murid (wiyon tna) dapat tercapai. c. Atas dasar keterangan diatas, sehingga mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku seorang murid wiyon tna dapat di jelaskan secara visual sebagai berikut : 1) S R Atau 2) S O R

S = (Stimulus) Perangsang; R = (Respons) Perilaku, aktivitas; dan O = (Organisme) Murid - wiyon tna. Hal ini berlaku juga bagi makhluk organik lainnya, karena S datang dari lingkungan W= world dan R juga ditujukan kepadanya. Gambaran visual tersebut dapat dilengkapkan sebagai berikut 3) WSOW

79

Yang dimaksud dengan ungkapan (W) di sini dapat diartikan sebagai berikut : 1. Lingkungan objektif (umgebung : segala sesuatu yang ada di sekitar murid wiyon tna), dan secara potensial dapat melahirkan S. 2. Lingkungan efektif (segala sesuatu yang aktuil merangsang organisme individu setiap murid wiyon tna karena berkaitan dengan dunia pribadinya). W = umwelt sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri O dan ia merespons (R) terhadapnya. Dengan demikian perilaku sadar seorang murid (wiyon tna ) tentang hal pribadi dan dengan wiyon-wofle (Tuhan) secara lengkap dapat di gambarkan secara visual sebagai berikut : 4) W S Ow RW Sedangkan gambar visual nomor (3) dapat melukiskan suatu perilaku spontan daripada murid (wiyon tna) yang berlangsung secara spontan. d. Sebenarnya ada dua komponen penting lainnya dalam diri setiap murid (wiyon tna) yang mempengaruhi keefektifan mekanisme proses perilakunya ialah respector-srou myi (panca indera, stimulus, - watum) dan effectors (syarat, stamina dan yang lain sebagainya) sebagai pelaksana gerak (R) = perilaku. Mekanisme perilaku sadar dan spontan ini digambarkan secara visual sebagai berikut : Ow (4 W S r ............................... e R W (3) r = respector e = effectors

Mekanisme perilaku seorang murid (wiyon tna) ini juga dibentuk pada tiga mekanisme utama di dalam aktivitas inisiasi wiyon-wofle dalam konteks; apa (what) bagaimana (how) dan mengapa (why). 1. Apa-bawya (what) merujuk pada tujuan (goals, incentives, purpose) yaitu pencapaian nilai-nilai wiyon-wofle oleh seorang murid (wiyon tna) dengan perilakunya. 2. Bagaimana-fiye (how) merujuk pada metode pencapaian nilai-nilai wiyon-wofle dengan perilaku seorang murid (wiyon tna). 3. Mengapa-wekayi (why) merujuk pada motivasi yang menggerakkan sehingga terjadinya dan berlangsungnya metode pencapaian yang mana bersumber pada kebutuhankebutuhan dasar di dalam diri individu sendiri (intrisik) seorang murid (wiyon tna) melalui tantangan (chalenged) daripada dogmatika wiyon-wofle sebagai fokus (incentive).

80

Dengan demikian, pola urutan (sequence) dari mekanisme perilaku dalam konteks inisiasi ( ) wiyon-wofle ini dapat di gambarkan sebagai berikut :

Gambar: 12 Pola urutan Sekuens Mekanisme Perilaku dalam Konteks Inisiasi Wiyon n Wiyon-Wofle
Sumber: Hamah Sagrim, History Of God In Tribals Religion

Pola mekanisme ini di gambarkan secara siklus melingkar karena aktivitas yang serupa selalu dan terus kembali di lakukan secara berulang-ulang di setiap pelaksanaan aktivitas inisiasi berula ulang wiyon-wofle. ( ) e. Taksonomi perilaku seorang murid (wiyon tna) dalam didikan inisiasi wiyon-wofle. Dalam garis besar taksonomi perilaku dari seorang murid ( (wiyon tna) adalah sebagai berikut: ) 1. Kawasan kognitif (the cognitive domain) yaitu terdiri dari : the domain 1. Pengetahuan (yhar safo - cnowledge) tentang wiyon-wofle. har 2. Pemahaman (yagit man - comprehension) tentang wiyon-wofle. yagit 3. Penerapan (ybo yno - application) ilmu pengetahuan yang di terimanya. ybo ) terimanya 4. Penguraian (ynout kaket, ykrek safo - analysis) nasehat dan didikan wiyon-wofle ynout ) 5. Memadukan (yberur beta - sinthesys) ilmu pengetahuan dalam kehidupan yberur ) bermasyarakat 6. Penilaian (ymat sas - evaluation) untuk melihat kesempurnaan. ymat ) 2. Kawasan efektif (the effective domain) yaitu terdiri dari: the domain 7. Penerimaan (yari - receving) akan ajaran dan didikan (bo snyuk, bo tgif, watum, vito bo vito).

81

8. Sambutan (yhaha - responding) akan ajaran dogmatika. (safo, bo snyuk) 9. Penghargaan (ybout - valuing) akan wiyon-wofle sebagai Tuhan. 10. Pengorganisasian (raa mana wiyon - organization) para murid wiyon tna di persatukan di dalam wiyon-wofle sebagai jemaat yang terorganisir sebagaj abdi wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle). 11. Karakterisasi, internalisasi, dan penjelmaan (characterizations by value or value complex) di dalam manivestasi wiyon-wofle pada diri mereka. D. Peranan dan Pengaruh Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle Terhadap Perubahan dan Perkembangan Perilaku Murid (Wiyon Tna-Wiyon Wefi) Menjadi Berwibawa Pendidikan inisiasi wiyon-wofle merupakan sebuah pendidikan yang normatif, yang mana bersumber pada tugas-tugas perkembangan inisiasi dan kriteria kedewasaan seorang murid (wiyon tna). Norma-norma inisiasi wiyon-wofle merupakan seperangkat pengetahuan, fakta, sistem nilai, prosedur, dan teknik, bahkan sikap-sikap etis, estetis, sosial, norma, ilmiah, religius/keimanan serta keterampilan dan kemahiran berbicara dalam bahasa khusus (bo tgif, vito, bo snyuk), yang sequens urutannya di susun berdasarkan tahapan perkembangan aktivitas inisiasi sesuai dengan konteks dan jenis lingkungan pendidikan wiyon-wofle dan sekaligus merupakan perangkat kriteria untuk keberhasilan seorang murid (wiyon tna). Dapat di katakan bahwa, praktik pendidikan inisiasi wiyon-wofle pada hakekatnya merupakan usaha penciptaan seperangkat rangsangan yang di harapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku dengan seperangkat respons tertentu kepada murid (wiyon tna). Prestasi belajar dalam term-term pengetahuan penalaran, sikap, penghayatan dan keterampilan sebagai pengalaman yang mana sebagai indikator-indikator atau manifestasi dari perubahan dan perkembangan daripada perilaku seorang murid (wiyon tna). Apakah arah positif, negatif, atau meragukan dari pembentukan karakter dan perubahan serta perkembangannya maupun kualifikasi pada murid (wiyon tna) apakah tinggi, sedang, rendah, atau gagal (ytah kon) atau berhasil, memadai, tidak memadai, hidup/meninggal. Seorang murid (wiyon tna) dapat di terima atau tidaknya sebagai abdi wiyon-wofle yang sah yaitu sebagai (raa wiyon-na wofle) di dasarkan pada perangkat kriteria yang telah di tetapkan sebagai aturan atau norma suci/sakral pada inisiasi wiyon-wofle. Hal ini jelas bergantung pada faktor dan kondisi pendidikan inisiasi wiyon-wofle. Di samping faktor pendidikan wiyon-wofle, karakteristik murid

82

(wiyon tna) sendiri termasuk salah satu faktor penting. Kita akan membuat gambar formal rumusan matematis secara fungsional (1) atau regresional (2) yang notasinya sebagai berikut: 1) P = f (S, O) 2) P = a + b S + b O + E P f S O a b b E tna). = Person (perilaku, dan kepribadian individu) murid wiyon tna = fungsi (fungtion) = Stimulus (Perangsang) pendidikan = Organisme (karakteristik murid wiyon tna). = Constanta (pengarus rata-rata dari faktor S dan O) = Beta weight (bobot nilai kontribusi dari S dan O) = Pengaruh variabel lain (yang mengiringi dan mempengaruhi murid wiyon

1. Beberapa Hukum (Principles) Perkembangan Perilaku Individu Murid (Wiyon Tna Wiyon Wefi) Serta Implikasinya Bagi Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle. Hukum a. Perkembangan murid (wiyon tna) di pengaruhi oleh faktor pembawaan, lingkungan, dan fokus serta kematangan. [ P = f ( H,E,T ) atau P = a + b H ]. b. Proses perkembangan inisiasi wiyonwofle berlangsung secara bertahap (progresif, sistematik, bersinambung, tertutup, dan sakral). Implikasi a. Pengembangan, atau (penyusunan, penggunaan) materi, strategi, metodologi, sumber, evaluasi belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle selalu memperhatikan kedua faktor tersebut. b. Program (kurikulum) belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle di susun secara bertahap dan berjenjang dari: 1. Sederhana menuju kompleks 2. Dari mudah menuju sukar 3. Sistem inisiasinya terorganisasikan sehingga terlaksananya prinsip - Belajar tuntas (mastery learning) - Maju dan berkelanjutan (continuous progres)

83

c. Bagian-bagian dari fungsi-fungsi organisme murid (wiyon tna) mempunyai garis perkembangan dan tingkat kematangan. Karena inisiasi yang di lakukan bersifat tertutup dengan pola pengasramaan sehingga adanya korelasi dan kompensatoris antara murid yang satu dengan lainnya. d. Terdapat variasi dalam tempo dan irama perkembangan antara setiap murid (wiyon tna) dengan murid yang lain (berkaitan dengan latar belakang pembawaan dan daya serap). e. Proses perkembangan murid (wiyon tna) itu memang pada tahap awalnya bersifat diferensiasial (berbeda) tetapi pada akhirnya nanti akan disatukan atau bersifat integrasi antara bagian dan fungsi inisiasi wiyon-wofle. f. Dalam batasan-batasan pekanya seorang murid (wiyon tna), maka perkembangan belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle dapat di percepat atau di perlambat bergantung pada kondisi dan daya tangkap murid (wiyon tna). g. Perkembangan seorang murid (wiyon tna) berlangsung pesat mulai periode kanak-kanak yang di bawa pada inisiasi wiyon-wofle hingga periodeperiode berikutnya yang excellent.

c. Pada batasan tertentu, program dan strategi inisiasi wiyon-wofle berbentuk: 1. Korelasi belajar 2. Broad field (watum) 3. Orientsi materi (bo tgif, vito, bo snyuk).

d. Program dan strategi belajar mengajar di organisasi secara teratur sesuai ekaristi wiyon-wofle sehingga secara individual dapat terserap.

e. Program dan strategi belajar mengajarnya di organisasi sehingga terjadinya proses-proses yang: 1. Deduktif induktif 2. Analisis sintesis 3. Global spesifik global f. Program dan strategi belajar mengajarnya di kembangkan dan di organisasikan melalui perlakuan (intervensi) sehingga dapat merangsang, mempercepat, dan menghindari ekses yang memperlambat laju perkembangan murid (wiyon tna). g. Penasehatan (watum maut aken, mait bofit, mata waef) amat penting untuk merubah, mencelikan mata seorang murid (wiyon tna) dari kefanaan (iin) sehingga proses pengertian, karakter, dapat dengan cepat dalam laju perkembangan pendidikannya.

84

E. Keterkaitan Bahasa Dengan Perilaku Kognitif Murid (Wiyon Tna-Wiyon Wefi) Seorang murid (wiyon tna), harus mengerti bahasa dan salah satu kriteria penilaian dan pantas tidaknya seorang anak di jadikan sebagai murid (wiyon tna) adalah ia harus fasih dalam berbahasa, baik ucapan maupun mendengar, karena dengan bahasa seorang murid (wiyon tna) bisa: a. Mengkomodifikasikan dan menyimpan semua materi belajar sebagai hasil pengalamannya, berupa kesan dan tanggapan, informasi, fakta, dan data atau pengertian, dalil atau kaidah, hukum, sampai pada pengetahuan tentang wiyon-wofle dan sistem nilai-nilai wiyon-wofle. b. Mentransformasikan dan mengolah semua materi belajarnya melalui proses berpikir, dengan menggunakan kaidah-kaidah logikanya yaitu (kaidah diferensiasi, asosiasi, interpretasi, kausalitas, prediksi, konklusi, generalisasi, intepretasi dan inferensi) dalam

mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari melalui cara menolong orang, mengusir roh jahat dan lain sebagainya yaitu tentang hal yang berhubungan dengan prinsip-prinsip mistikal. c. Mengkoordinasikan dan mengekspresikan sikap, perilaku, penilaian, dan penghayatan (etis, estetis, ekonomis, sosial, politis, religius, sakral, kultur). d. Mengkomunikasikan (menyimpan dan menerima berbagai informasi, buah pikiran, opini, sikap, penilaian, aspirasi, kehendak, dan rencana penolongan kepada orang lain). F. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas, dan Keimanan Seorang Murid (Wiyon TnaWiyon Wefi). a. Perkembangan perilaku sosial seorang murid (wiyon tna). Secara potensial, manusia di lahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politican), kata Plato. Raa wiyon-na wofle dan murid (wiyon tna) adalah manusia yang termasuk di dalamnya. Untuk kewujudan potensi mereka, maka sudah seharusnya mereka berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain. 1. Proses sosialisasi dan perkembangan sosial Seorang murid (wiyon tna). Secara cepat seorang murid (wiyon tna) menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula ia menyadari bahwa ia harus belajar apa yang harus ia perbuat seperti yang di harapkan orang lain. Ini merupakan pola sosialisasi yang mana bahwa seorang murid (wiyon tna) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial, terutama tekanan-tekanan dan

85

tuntutan kehidupan yang berkaitan dengan dunia mistik. Seorang murid (wiyon tna) di tuntut untuk belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio religi dan sosio kulturalnya. 2. Kecenderungan pola orientasi sosial seorang murid (wiyon tna) Ada tiga pola kecenderungan sosial pada setiap anak dan juga telah di perlihatkan oleh murid (wiyon tna) adalah: a. With drawal expensive b. Reactivity placidity c. Positivity dominance Dalam perkembangannya, kalau seorang murid (wiyon tna) telah memperlihatkan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung selalu akan di ikutinya selama hidupnya. b. Perkembangan moralitas seorang murid (wiyon tna) Secara individu, murid (wiyon tna) menyadari bahwa ia adalah bagian anggota dari kelompoknya, secepat itu pula ia menyadari bahwa terdapat aturan-aturan perilaku yang boleh, harus atau terlarang untuk di lakukannya. Proses penyadaran tersebut berangsur-angsur tumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya dimana ia mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran, atau persetujuanm, kecaman atau celaan, atau merasakan akibat-akibat tertentu yang mungkin pula mengecewakan dari perbuatan-perbuatan yang di lakukannya. 1) Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas. Perkembangan seorang Murid (wiyon tna) mempunyai ciri-ciri perkembangan tertentu sebagai berikut:

86

Level of Moral Thougt (Tingkat kesadaran Moral - Yashana)


I. Perconventional Level: Anak murid (wiyon tna) menyambut adanya nilai baik-buruk, hanya karena sesuatu itu akan menyakiti atau akan menyenangkan secara fisik atas kekuatan kehebatan yang memberikan nilai atau aturan-aturan yang bersangkutan dengan wiyon-wofle sebagai sasaran fokusnya. Conventional level: Murid (wiyon tna) memandang apa yang diharapkan family, keluarga-raa mabi, kelompok atau bangsa. Setia dan mendukung aturan kepercayaan dan sosial bukan sekedar konfornitas, melainkan berharga.

Stage of Moral Development (Tahapan Perkembangan Moral) Ybo watum


2. The Instrumental Relativist Orientation: Sesuatu itu dipandang benar kalau dapat memuaskan dirinya, maupun orang lain. Pragmatic morality. Hubungan murid, seperti perlakuan balas membalas misalnya, kau cubit aku, ku cubit kau, dll.

1. The Punishement obidience orientation: Anak murid (wiyon tna) berusaha menghindari hukuman, menaruh respect karena melihat sifat yang memberi aturan yang bersangkutan dengan wiyonwofle sebagai fokus belajarnya.

II.

3. The Interpersonal concordance orientation: Suatu perilaku dipandang baik kalau menyenangkan, dan membantu orang lain. Karena mereka (wiyon tna) murid akan disetuju, diterima, kalau berbuat yang terbaik.

4. Authority and Social order maintaining orientation: Perilaku yang benar dimana murid (wiyon tna) menunaikan tugaskewajiban, menghargai kewajiban dan mempertahankan peraturan yang berlaku dalam inisiasi. 6. The universal ethical principle orientation: Kebenaran didefinisikan atas kesesuaiannya dengan kata hati, prinsip-prinsip etika yang logis dan komprehensif. Pengakuan atas hak dan nilai inisiasi wiyon-wofle dan manusia yang berkaitan dengan alam kausal.

III. Post conventional autonomous, or principle level: Usaha dilakukan oleh seorang murid (wiyon tna) untuk mendefinisikan prinsipprinsip moralitasnya selalu terikat oleh norma wiyon-wofle dan diaplikasikan secara baik dalam kehidupannya secara universl.

5. The Social contract legalistic orientation: Pelaksanaan peraturan inisiasi dan hak-hak murid (wiyon tna) yang diuji secara kritis dalam inisiasi. Aturannya diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang rahasia dan penuh kekuatan. Prosedur penyususnan aturan inisiasi sangat tertutup dan sakral, penuh tekanan dan norma.

87

2. Perkembangan moralitas dan intelektual. Terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan perkembangan intelektual murid (wiyon tna-wiyon wefi). c. Perkembangan penghayatan Keagamaan. Dengan kehalusan perasaan disertai dengan kejernihan akal budi seorang murid (wiyon tnawiyon wefi) pada saat tertentu dalam inisiasi wiyon-wofle, ia mulai mengalami, mempercayai, meyakini dan menerima wiyon-wofle dengan sungguh-sungguh tanpa keraguan. Para murid (wiyon tna-wiyon wefi) tidak sekedar mengakui wiyon-wofle sebagai sesuatu yang ada, tetapi mereka mengakuinya sebagai sumber kekuatan dan nilai-nilai luhur sebagai Allah mereka yang patut diimani. Karenanya, mereka harus mematuhi aturan dan norma wiyon-wofle dengan penuh kesadaran dan perasaan takut, ikhlas disertai dengan penyerahan diri dalam bentuk inisiasi dan ritual baik secara individual maupun kolektif, baik secara simbolik maupun dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari hingga akhir hayat. d. Perkembangan akhir sekolah - inisiasi. 1. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai seorang murid yang sedang tumbuh-kembang secara berwibawa. 2. Menjalankan pergaulan dengan sesama dengan memberikan teladan yang baik. 3. Mengerti dan mempelajari peranan sosial yang sesuai sebagai seorang pria sejati yang berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang baik. 4. Mengembangkan kepribadian dalam penerapan atau mengaplikasikan ilmu pendidikan yang diperloleh dalam inisiasi-sekolah. 5. Mengembangkan konsep-konsep yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. 6. Mengembangkan kata hati, moralitas, berdasarkan skala nilai dan tata aturan atau norma dari inisiasi. 7. Mencapai kebebasan pribadi secara gemilang dengan pedoman utama dari inisiasi. 8. Mengembangkan sikap-sikap terhadap upacara-upacara tradisional, ritual, secara kelompok dan umum. Tahapan perkembangan kepribadian anak murid (wiyon tna-wiyon wefi) ini dapat digambarkan sebagai berikut :

88

P C S R Y I C S H I O S L O G I C A L

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Intiative vs Guilt = Accomplishement vs Inveriority Identity vs Confusion Intimacy vs Isolation Generativity vs Stagnation Integrity vs Despair

P E R S O N A L I T Y

AGE OF OCCURENCE

A. Masa kanak-kanak (childhood-kukek). Terjamin tidaknya kesempatan untuk berprakarsa dan dipilih sebagai murid (wiyon tna) (dengan adanya kepercayaan, kemandirian

memungkinkannya untuk berprakarsa), akan dilarang, ditegur, ia akan diliputi perasaan serba salah dan masih dianggap fana karena belum dididik atau dosa (guilty). B. Masa anak sekolah (school age - inisiasi-mber wiyon). Pada masa ini seorang murid (wiyon tna) pada umumnya mulai dituntut untuk mengerjakan atau menyelesaikan prosesi belajarnya dengan baik bahkan sempurna. Kemampuan melakukan hal-hal tersebut menumbuhkan kepercayaan atas kecakapannya menyelesaikan pendidikannya. Kalau tidak, padanya akan tumbuh bibit perasaan rendah diri (inferiority ytah kon) yang akan diterimanya pada taraf perkembangan selanjutnya. C. Masa remaja (adolescence). Lasim dikenal sebagai masa angin dan topan (strum and adolescence). Ia dihadapkan kepada sejumlah pertanyaan: siapa sebenarnya aku ini? Akan menjadi apa nanti? Apakah perananku sebagai seorang wiyon-wofle? Apa pekerjaanku? Akan menjadi pribadi macam siapa? Mengapa harus beragama? Dan sebagainya. Kalau seorang murid (wiyon tna) mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan bekal kepercayaan pada lingkungan kemandirian, inisiatif, kepercayaan atas kemampuan, kecakapan yang terbekali dalam inisiasi, maka ia akan mampu mengintegrasikan seluruh

89

unsur-unsur kepribadiannya. Dengan kata lain, ia akan menemukan identitas/jatidirinya. Sebaliknya kalau seorang murid (wiyon tna) tidak mampu menjawabnya atau berada dalam kebingungan, atau kekacauan (confusion), maka ia dianggap tidak berguna (, maka ia dianggap tidak berguna (ytah kon). D. Masa dewasa muda (young adulthood). Dengan terbentuknya identitas dirinya secara

definitif dalam inisiasi wiyon-wofle, kini seorang murid (wiyon tna) dituntut untuk mampu turut ambil bagian dalam membina kehidupan bersama. Kalau ia mampu memelihara perasaan keseimbangan, antara aku dan kita atau kami (kemandirian dan kebersamaan), akan tumbuh rasa keakraban (intimacy-mafoh kanya). Kalau tidak, sebaliknya murid (wiyon tna) akan diliputi rasa keterasingan (isolation). E. Masa dewasa (adulthood). Apakah mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk hidup secara kreatif, produktif, dan bersemangat dalam membina kehidupan generasi mendatang, atau pasif dan menonton saja? Kalau ada kesempatan dan kemampuan tentu akan tumbuh kegairahan hidup (generativity-simaut). Kalau tidak, akan cukup puas saja dengan keadaannya, (namun pada kenyataannya para murid (wiyon tna) selalu bersemangat dengan penuh percaya diri karena mereka memiliki kelebihan-kelebihan tertentu). F. Masa hari tua (old age). Bagi murid (wiyon tna) yang bergairah, tentu mereka akan merasa mendapat tempat dan penghargaan sebagaimana layaknya di tengah-tengah masyarakat, ia merupakan bagian dari masyarakatnya (integrity). Sebaliknya, mungkin dianggap sepi saja sehingga merasa kurang berharga. Pada kenyataannya semua murid (wiyon tna) yang berhasil, selalu dianggap berharga. M. Konsep Dasar Umum Tentang Proses Belajar Mengajar Inisiasi Wiyon-Wofle. Dalam konteks belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle, kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan pewahyuan wiyon-wofle yang diemban oleh inisiasi wiyon-wofle. Dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tugas inisiasi itu, Guru (Ra wiyon-na wofle) menempatkan kedudukan sebagai figur sentral. Di tangan para Guru (raa wiyon-na wofle)lah terletak keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang murid (wiyon tna) dalam pencapaian tujuan pendidikan inisiasi, serta di tangan para guru (wiyon tna) pulalah bergantungnya keberhasilan masa depan seorang murid (wiyon tna) sebagai seseorang yang berhasil yang disebut ra wiyonna wofle. Dengan demikian bahwa guru (raa wiyon-na wofle) mempunyai tugas-tugas pokok

90

antara lain bahwa ia harus mampu dan cakap merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melaksanakan, membimbing kegiatan belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle. Dengan kata lain, agar guru (raa ( wiyon-na wofle) mampu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya, ia terlebih dahulu ) sebaik baiknya, memahami dengan seksama norma-norma, tata aturan dan fokus utama kepada wiyon-wofle norma okus (Tuhan) yang bertalian dengan prosesi belajar mengajar inisiasi wiyon wiyon-wofle. Pertaliannya diuraikan sebagai berikut: a. Murid (wiyon tna) dengan segala karakteristiknya akan diasah sehingga ia akan berusaha ) untuk mengembangkan dirinya secara optimal mungkin melalui tahapan prosesi didalam inisiasi, guna mencapai tujuan utama sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalani. b. Tujuan utama pendidikan inisiasi adalah memfokuskan diri kepada murid ( (wiyon tna) agar melihat apa yang akhirnya diharapkan tercapai setelah menjalani proses belajar mengajar, g yang menrupakan seperangkat tugas atau tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi atau sistem nilai wiyon-wofle harus tampak dalam perilaku dan merupakan sesuatu yang membimbing karakteristik kepribadian murid (wiyon tna). istik ( c. Guru (raa wiyon-na wofle) ialah orang dewasa yang karena jabatannya secara formal, mereka ) selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat dalam mengajar sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri murid ( (wiyon tna) dengan mengarahkan ) segala sumber dan menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat. Secara skematik interrelasi antara ketiga komponen dasar dalam model proses belajar mengajar inisiasi wiyon-wofle yang elementer ini, dapat digambarkan sebagai berikut: wofle

Gambar: 13 Bagang Elementer Proses Belajar Mengajar Pendidikan Inisiasi dalam Pembentukan Karakter Sumber: Hamah Sagrim, History Of God In Tribals Religion, CV. MAJAV, 2009

91

Pendidikan inisiasi wiyon-wofle merupakan aktifitas pendidikan tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang berlangsung dalam kehidupan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, berabad tahun lamanya tanpa diganggu oleh apapun. Inisiasi wiyon-wofle berhasil mengubah karakter dan mampu membentuk orang Maybrat, Imian, Sawiat menjadi orang-orang yang berkompetensi sebagai orang berwibawa. Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini dikhususkan hanya kepada lakilaki, sedangkan bagi kaum perempuan dididik pada pendidikan khusus wanita yang disebut finya mgiar. Pendidikan wanita juga merujuk pada proses pembentukan karakter dan membentuk wanita yang berwibawa (finya bobot). Kebanyakan yang menonjol dalam kehidupan masyarakat sehari-hari ditemukannya pria berwibawa, sedangkan wanita-wanita berwibawa tidak begitu kelihatan, hal ini mungkin disebabkan karena penempatan posisi seorang wanita yang menganggap dirinya seorang ibu rumah tangga sehingga ia menempatkan dirinya dibelakang suami, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh istri ditampilkan oleh suami, istri hanya sebagai pelengkap, walaupun kebanyakan yang dilakukan oleh laki-laki/suami itu dari istri tetapi karena suami yang berhak untuk menampilkannya maka istri tidak begitu ditampilkan sebagai sosok yang berperan utama.

92

ACUAN DAN BIBLIO GRAFI

Barns, J. A. (1960) Marriage and Residential Continuity. Dalam: American Anthropologist. CXII. Hlm. 850-866 Berg, W.F. van den (1940) Memorie van Overgave van Gezaghebber W.F. van den Berg. (Naskah). Bruyn, J.V. de (1958) anthropological Research in Netherlands New Guinea Since 1950. Dalam : Oceania, XXIX: hlm. 132-163. Cooley, F.L. (1962) Ambonese Kin Groups, dalam: Ethnology. I: hlm. 102-112 Dooren, P.J. van (1962) Werk en Welvaart in Twee Districten in Noord Nieuw Guinea. Dalam: Nederlands Nieuw Guinea, X: hlm. Ii, 2-5; iv; 2-7 Held, G.J. (1951) De Papoea Cultuurimprovisator. sGravenhage, Bandung Leeden, A.C. van der (1953) Rapport Beterffende een cooperatie Onderzoek Langs de Oostkust van Sarmi. (Naskah). _____(1954) biographische Schets van Benjamin Mansi, Inheemsch Handelaar Langs de Kust van Sarmi. Dalam:Bijdragen tot de taal-, Land en Volkenkude, CX: hlm. 217-239. _____(1955) Inheemsche Arbitrage in het Binnenland van Sarmi. Dalam: Bijdragen tot te Taal-, Land-en Volkenkunde, III: hlm. 202-216. _____(1956) Hoofdrekken der Sociale Structuur in het Westelijk Binnenland van Sarmi. Leiden. _____(1960) Social Structure in New Guinea. Dalam: Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde, CXVIII: hlm. 51-63. _____(1961) People of the Tor: A Cultural-Anthropological Study of the Tribes of the Tor Terrytory (North Netherlands New Guinea). Assen. Power, J. (1960) Socio Politische Structuur in de Oostelijke Vogelkop I. Hollandia. (Naskah Stensil). _____(1960a) Loosely Structured Societies in Netherlands New Guinea. Dalam: Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde, CXVI: hlm. 109-118. _____(1960b) Social Structure in the Western Interior of Sarmi (Northern Netherlands New Guinea): A Response to a Response. Dalam: Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde,CXVI: hlm. 365-372.

93

_____(1961) Fundamentele Factoren en Algemeene Tendensen in Papoea Cultuuren. Dalam: Nieuw Guinea Studien, V: hlm. 215-231. Bruyn, A.A. (1879) Het Land der Karons. Dalam: Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap,III: hlm. 102-107. Dubois, J.J.W. (1960) De Kain Timoer. Revolutie in het Maybrat Gebied. Dalam: Nederlandsch Nieuw-Guinea, VIII-1: hlm. 14-18. Elmberg, J.E. (1955) Fieldnotes on the Mejbrat People in the Ajamaru District of the Birds Head (Vogelkop), western New Guinea. Dalam: Ethnos, XX-1:hlm.3-102. _____(1959) Further Notes on the Northern Mejbrats. Dalam: Ethnos, XXIV: hlm. 1-2. _____(1965) The Popot Feast Cycle. Dalam: Ethnos XXX: Supplement. _____(1966) Name and Solidarity. Dalam: Ethnos, XXX-1: Supplement. _____(1966a) Balance and Circulation: Aspects of Tradition and Change among the Mejbrat of irian Barat. Stockholm: Skandia. (Disertasi, University of Stocholm). Galis, K.W. (1955-1956) Nota Nopens het Ajamaroe-Gebied. Hollandia. (Naskah Stensil). Pouwer, J. (1957) Het Vraagstuk van de Kain Timur in het Mejbrat Gebied. Dalam: Nieuw Guinea Studien, I: hlm. 302. Sanggenafa, N. (1983) Sistem Tukar menukar kain timur pada orang Karon. Ambon. (Makalah dalam Seminar Kebudayaan Maluku dan Irian Jaya). Schoorl, J.M. (1969) Neku Polu: De Relatie Tussen Ruilsysteem en Levenscyclus in the Mejbrat. Cultuur van Irian Barat, Indonesia. Nijmegen (Skripsi, Universitas Katolik, Nijmegen). Koentjaraningrat (1982) Etnografi Irian Jaya. Hlm. 152-172. Frank Hamah Sagrim (2009) History Of God In Tribals Religion. Frank Hamah Sagrim (2007) Architecture Traditional of Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Tribes in the Socio Cultural Lifing Society With Concept Traditional forms to moderen forms . Dalam: Laporan KKL II, hlm. 301-383.

94

TENTANG PENULIS

Juan Frank Hamah Sagrim, Lahir di lembah perbukitan Hamah Yasib, Kampung Sauf, Distrik Ayamaru, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada 06 April 1982. Ayah Nixon Sagrim (alm) dan Ibu Marlina Sagrim/Sesa. Orang tua bekerja sebagai Penginjil di lingkungan Klasis GKI Maybrat, dan tenaga Medic Klasis GKI Maybrat. Hamah adalah anak Kedua dari empat Bersaudara, (Jeremias, Daud Itas, dan Desi Sah Bolara). Pendidikan: SD Bethel Sauf, SLTP N1 Ayamaru, SMA YPK 1 Ebenhaezer Sorong. Melanjutkan Kuliah di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya ITATS Jurusan Teknik Arsitektur, pindah dan Melanjutkannya di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 2006, pada Jurusan yang sama. Karya yang sudah diterbitkan adalah: 1. HISTORY OF GOD IN TRIBALS RELIGION (KISAH TUHAN DALAM AGAMA SUKU) RAHASIA THEOLOGIA TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUA Wiyon-wofle DIPARALELKAN DENGAN ALKITAB CV. MAJAV 2009 2. ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA MODEREN FOKUS MENELISIK EVOLUSI ARSITEKTUR TRADISIONAL

YOGYAKARTA-OMAH. Cv. Majav. FT. Arsitektur UWMY. LITP 2011. 3. Theory of Emphirisme Architecture. Dalam: Scientific Journal, Hongaria, fol. 116 - 2011. 4. Theory of Rationanchy Architecture. Dalam: Scientific Journal, Hongaria, fol. 116- 2011. 5. Theory of Evolution Architecture. Dalam: Scientific Journal, Hongaria, Fol. 116- 2011. 6. ARSITEKTUR TRADISIONAL DI KERATON YOGYAKARTA. Dalam: Special Report Javanese Traditional Architecture. Disusun dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, Architecture Enginering lavatory, FT. UWMY 2011. Beberapa karya Tulis yang belum diterbitkan adalah:

95

1. Arsitektur Tradisional

suku Maybrat Imian Sawiat Papua Halit-Mbol Chalit dalam

Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Dengan Usulan Konsep Desain dari Bentuk Tradisional ke Bentuk Moderen. sebagai suatu kajian ethno arsitektur. 2. Filsafat Tradisional Suku Maybrat (Bo Flet). 3. Menyelamatkan Hutan Adat Papua Sebagai Suplai Oksigen Terbesar Dunia, dengan usulan konsep dan rekomendasi agar dalam pernyataan Protokol Kyoto mencanangkan pola penanganan tata laksana lingkungan hidup untuk mengatasi Global warming dengan sistem communal. 4. Mengapa Orang Papua Diprediksikan akan Punah Pada tahun 2030? 5. Tata Bahasa Maybrat. Disusun Dalam Bahasa Indonesia Inggris Maybrat. 6. Penuntun Untuk Berpikir Bijaksana The Bigest Thingking. 7. Bamboo in the socio cultural living society of Java - Kegunaan Bambu dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa 8. Teori Arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat 9. Pengaruh Arsitektur Terhadap Fenomena Lingkungan Alam 10. Pendidikan Tradisional Wanita Maybrat, Imian, Sawiat - Finya mgiar. 11. Sebuah dugaan pemusnahan etnik Papua Barat. 12. Raport Motif Batik Maybrat. 13. Peradaban Suku Maybrat dalam Menulis Tulisan Tradisional Hieroglief dan Hitungan Tradisional Taba. 14. Raport Bentuk Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, yang di rancang ke bentuk moderen. 15. Teori Kepemimpinan Ra Bobot/Big Man Leader Ship theory 16. Teori Perilaku Menurut Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle dalam pembentukkan karakter dan kepribadian anak. 17. Makalah Ilmiah Kajian Tentang Keterkaitan Seni Budaya Etnic Negro Melanesoid Papua Dan Negroid Afrika, 2009. Karya ini merupaka karya pertama yang dianggap luarbiasa baginya daripada karya yang lain 18. SEJARAH DAN PERSITIWA-PERISTIWA PENTING YANG TERJADI DI KAMPUNG SAUF. Kini sedang mempersiapkan penyusunan buku barunya, yaitu:

96

1. ENCYCLOPEDIA ADAT ISTIADAT BUDAYA MAYBRAT 2. KAMUS BAHASA MAYBRAT Makalah-makalah kajian lain adalah: 1. Menguak Imunity Rasial Diskriminasi Terhadap Orang Papua (Makalah Konferensi Asia-Afrika) disampaikan pada International Conference of 55th. Asia Africa Sustainabelity, Thaksin University-Mindanao, Moro, Philipines; March, 2009; UI Depok Jakarta, Oktober, 2009. 2. Benturan budaya lokal negara non kapitalisme dengan budaya global negara kapitalisme (Makalah Seminar Nasional) disampaikan pada Seminar nasional. Kebudayaan dan keeksistensian local wosdom sebagai tatanan bangsa, UGM, Yogyakarta, Juni, 2008. 3. Pandangan Kontemporer Papua tentang keindonesiaan (Makalah Dialog) - disampaikan pada Dialog Nasional, Ketahanan Negara, UC UGM, Yogyakarta, July, 2010. 4. Usaha Melepaskan Papua Dari Cengkeraman Asing (Makalah Seminar Nasional)disampaikan pada National Seminary, UPI Bandung, September, 2009. 5. Penyusunan Metode Belajar Mengajar Nusantara Bersama DIKTI, (Makalah

Pembelajaran, Student Equity), Quality Hotel Yogyakarta April, 2006. 6. Peran Pemuda Dalam Memajukan Bangsa (Makalah Dialog), disampaikan dalam Dialog Pemuda Nasional Regional II Indonesia Bagian Tengah, Gedung Negara Gubernur Yogyakarta, Oktober, 2006. 7. Apa Peran Gereja di Tengah Pergolakan Umat Manusia di Tanah Papua (Makalah Diskusi), disampaikan dalam Saresehan LITP, Pogung Rejo Yogyakart, September, 2010. 8. SAVING EARTHS HAS INTEGRAL LIFE SYSTEM: Can Asian-African Visions Rescue Biodiversity from the West-born Globalization? (Makalah Konferensi) disampaikan dalam Comemoration 55th. Asia-Afrika Conference, Yogyakarta Indonesia, October, 25-27, 2010 - Rabat Moroco 23-25 Nopember, 2010. 9. Indegenous People In Papua and Asia Religion: DIVERSITY IN GLOBALIZED

SOCIETY. (Makalah Konferensi) disampaikan dalam The Role of Asia and Africa for a Sustainable World 55 Years after Bandung Asian-African Conference 1955. Asia Africa Summit, Yogyakarta-Molucas Nopember, 2010. 10. Kajian Kritis Tentang Pasar Bebas dan Pengaruhnya terhaap Ketahanan Negara non Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2009

97

11. Pendidikan Zaman Pendudukan Bangsa Asing di Papua. Kliping Pribadi, 2010. 12. Pranata Kehidupan Negara Berkembang. Kliping Pribadi, 2009. 13. Struktur Fungsional Dominasi Budaya Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2008. 14. Memaknai Arsitektur Nusantara Sebagai Kearifan Lokal Di Era Globalisasi. Kliping Pribadi, 2010. 15. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen Dalam Konstelasi Kristen di Tehit, Maybrat, Imian, Sawiat, Papua. Kajian sejarah. Kliping Pribadi, 2007. 16. Evolusi Pemikiran Pembangunan. Kliping Pribadi, 2007. 17. Kajian Kritis Tafsiran Yesus Kristus Isa Almaseh dari Alkitab dan Al-Quran. Kliping Pribadi, 2009. 18. Refleksi Kehidupan Masyarakat Plural Moderen dan Majemuk Papua. Kliping Pribadi, 2010. 19. Sejarah-Sejarah Alkitab dan yang berkaitan dengan Kejadian dalam Alkitab. Kliping Pribadi, 2008. 20. Dua bentuk formulasi Rumus Perhitungan Pematah Sinar Matahari dan perhitungan Pembayangan pada rumah tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua. Dalam: Konsep Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, dengan Usulan Bentuk Rancangan Moderen (Skripsi, Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 2010/2011). 21. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia. Kliping Pribadi, 2009. 22. Teori konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi. Kliping pribadi, 2007. 23. Arsitektur Tradisional dalam RENSTRA Pengembangan tata ruang kota berbasis kebudayaan lokal. Kliping pribadi, 2008. 24. Usulan teori dalam berarsitektur; Rasionansi Arsitektur, dan Empirisme arsitektur. Kliping Pribadi, 2011. 25. Analisis Sosial Perilaku Pasar Remu Sorong terhadap Mama-Mama asli Papua dalam menjual. Kliping Pribadi, 2012. 26. Joob Description dan Panduan Kerja Bagi Aparatur Kampung, di Kabupaten Maybrat. LITP - 2012 27. Peraturan Kampung, untuk penataan Kampung-kampung di Kabupaten Maybrat, mengisi kekosongan ketidak berlakunya PERDA dan PERDASUS Papua. LITP 2012. 28. Terapan Konsep Penataan Ruang Gunung dan Lereng dalam Penataan Zoning Regulation

98

(ZR) dan Zoning Site (ZS) serta Rancangan Tata Ruang Wilayah

Kampung (RTRWK)

Kampung Sauf, Kampung Koma koma, Kampung Sagrim, Kampung Kanisabar, Kabupaten Maybrat, LITP 2012.

99

Anda mungkin juga menyukai