DESEN PEMBIMBING
MUNAWARAH,S.Sos.M.AP
DISUSUN OLEH :
ANANG SUKRI
DELIMAWATI
Hj.SARI
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
2.2 Kepresidenan
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
memberikan nikmat sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas dari Dosen Munawarah,S.Sos,M.AP Dalam penyusunan makalah ini Saya
POLITI INDONESIA yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.Penulis harapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi
kekurangannya semoga itu semua dapat dimaklumi, tidak lupa kritik dan saran yang
membangun bagi penulis untuk bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah,Demikian
Amuntai, 21 April 2
Penulis
Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN
Kekuasaan negara adalah kekuasaan mengatur, menertibkan ,dan memajukan kepentingan umum
dalam rangka mencapai tujuannya. Kekuasaan itu biasanya di serahkan kepada lembaga negara
yang bekerja, baik sendiri maupun berhubungan.Penyerahan kekuasaan kepada lembaga negara
di maksudkan agara tujuan nasional lebih efisien, karena hal itu memberi perlindungan dan
jamnan hak asasi manusia, yaitu warga negara selain di atur juga di beri kesempatan mengenai
haknya (misalnya berbicara, mencari nafkah, dan persamaan dalam hukum).Kekuasaan
kelembagaan negara umumnya berpedoman pada Trias Politica dari Montesquieu tentang
pemisahan kekuasaan atau dari John Lock tentang pembagian kekuasaan.
Kita ketahui saat ini negara kita memakai asas trias politica tidak murni.Artinya pembagian
kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak mengikuti asas Montesquieu secara
penuh, jadi masih ada interperensi dari lembaga-lembaga ekskutif, legislatif, dan yudikatif itu
sendiri.Jika adanya interperensi berarti kita dapat menemukan adanya hubungan lembaga-
lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Untuk membahas hal tersebut akan di jelaskan
lebih rinci pada pembahasan. Semoga makalah ini menjadi ilmu bagi pembaca maupun penulis.
Dalam pembahasaan tersebut akan di bahas mengenai “Hubungan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dalam prespektif fungsi, kedudukan, dan wewenangnya”.
4. BPK
• Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
• Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah
(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum.
• Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
• Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan
ke dalam BPK.
5. PRESIDEN
• Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
presidensial.
• Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
• Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
• Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
• Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
• Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi
dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
6. MAHKAMAH AGUNG
• Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
• Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah
Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
• Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
• Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7. MAHKAMAH KONSTITUSI
• Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the
constitution).
• Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar
lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD.
• Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung,
DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3
cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
8. KOMISI YUDISIAL
• Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan moralitas dank ode etik
para Hakim.
2.2 KEPRESIDENAN
Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
• Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
• Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara
• Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden
melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan
RUU menjadi UU.
• Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang
memaksa)
• Menetapkan Peraturan Pemerintah
• Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
• Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR
• Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
• Menyatakan keadaan bahaya.
• Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
DPR
• Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
• Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
• Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
• Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
• Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
• Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
• Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
• Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Tugas dan Fungsi Presiden
Sebagai Kepala Negara
• Melangsungkan perjanjian dengan Negara lain
• Mengadakan perdamaian dengan Negara lain
• Menyatakan Negara dengan Negara lain
• Mengumumkan perang terhadap Negara lain
• Menggangkat, melantik dan memberhentikan duta serta konsul untuk Negara lain.
• Menerima surat kepercayaan dari Negara lain melalui duta dan konsul Negara lain
• Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan tingkat nasional
• Menguasai angkatan darat, laut dan udara serta kepolisian.
Sebagai Kepala Pemerintahan
• Memimpin kabinet
• Menggangkat dan melantik mentri-mentri
• Memberhentikan mentri-mentri
• Mengawasi operasional pembangunan
• Menerima mandat dari MPR RI
e. serta memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam
masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya
selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari.
2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor
14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan :
- Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan
dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan
Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa
mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-
undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27
Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985).Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah
Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun
demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada
pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun
1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35
Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan
tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6. Fungsi Lain-Lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi
tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
Wewenang BPK
1. menentukan objek pemeriksaan, merncanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menetukan
waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.
2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oeh setiap orang, unit organisasi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, badan
layanan umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.
3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik Negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan Negara, serta pemeriksaan
perhitungan-perhitungan,surat-surat, bukti-bukti, rekening koraqn, pertanggung jawaban, dan
daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Negara.
4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara yang wajib disampaikan kepada BPK.
5. menetapkan standar pemeriksaan keuangan Negara setelah konsultasi dengan pemerintah
pusat/pemerintah daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara.
6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas
nama BPK.
8. membina jabatn fungsional pemeriksa.
9. memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintahan.
10. memberi pertimbanga atas rancangan system pengendalian intern pemerintah
puast/pemerintah Daerah sebelumditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.(Pasal 9
ayat (1) UU No. 15 tahun 2006)
Tujuan BPK
1. mewujudkan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa keuangan Negara yang independent dan
professional.
2. memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan.
3. mewujudkan BPK RI sebagai pust regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara
4. mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Negara.
Landasan operasional ditetapkan:
- UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
- UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
- UU No.15 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan mengenai lembaga-lembaga tinggi Negara di atas, dapat disimpulkan
bahwasanya ada beberapa poin yang memang dirubah pada struktur kelembagaan pada era
sebelum dan sesudah amandemen.Hal ini dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kinerja yang
ada di pemerintahan pusat. Namun dalam kenyataannya, masih banyak sekali penyimpangan-
penyimpang yang terjadi dalam proses implementasinya.
Pergeseran yang paling nampak adalah terjadi pada MPR yang bukan lagi menjadi lembaga
tertnggi Negara seperti sebelum amandemen, namun setelah amandemen MPR menjadi lembaga
tinggi Negara yang beranggotakan DPR dan DPD.Sehingga, setelah amandemen, MPR menjadi
lembaga yang setingkat dengan DPR, DPD, Kepresidenan, dan lain-lain.
Selain itu ada juga beberapa perubahan yang cukup signifikan, yakni pada sector pemilihan
umum presiden maupun kepala daerah.Dalam pemilihan umum presiden, pada masa setelah
amandemen, dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini bertujuan untuk melakukan proses demokrasi
yang lebih mengedepankan partisipasi rakyat.
Akhirnya, adanya suatu perubahan dalam struktur maupun proses dalam pemerintahan pada
masa sebelum dan sesudah amandemen merupakan suatu langka yang harus ditempuh demi
mencapai tujuan nasional Bangsa Indonesia.
3.2 Saran