Anda di halaman 1dari 5

APA PERAN GEREJA-GEREJA DITENGAH PERGOLAKAN HIDUP UMAT TUHAN DI TANAH PAPUA SEKARANG

Oleh : Hamah Sagrim Sekretaris Lembaga Intelektual Tanah Papua & Anggota Internasional Asia Afrika Working Group (IWG) for Asia Afrika To Globalization

Apa peran Gereja-Gereja dalam mensikapi pergolakan hidup umat Tuhan di Tanah Papua sekarang ini?. Sejarah Peradaban orang Papua, terletak ditangan Gereja, bukan ditangan Pemerintah. Oleh karena itu, Gereja dituntut bertanggung jawab kepada Umat Tuhan di tanah Papua karena Gereja yang diutus Tuhan untuk mencari dan menemukan orang Papua ada tahun 1855, melalui pulau Peradaban (Mansinam) Wasior Papua Barat. Pada abad ke-15, Pulau Papua ditemukan oleh Bangsa Spanyol dan Portugis, dan cikal-bakal penemuan Pulau Papua adalah rempah-rempah atau hutan, kemudian selang tiga abad kemudian pada abad ke-18, tepatnya 1855 Gereja Merasa Terpanggil untuk mewujudkan tanda kerajaan Allah, yaitu; keadilan, Kebenaran, Kesejahteraan, dan Kebebasan bagi orang Papua. Gereja mulai tergerak ke Papua dengan informasi dari Penjelajah Spanyol dan Portugis. Gereja merupakan cikal bakal Peradaban orang Papua pada abad ke-18 dan abad itu merupakan abad dimana orang Papua mengenal baca dan tulis dan orang Papua mulai memasuki suatu era yang baru yaitu era sejarah dan juga abad ini merupakan abad dimana orang Papua melepaskan kehidupan prasejarah mereka dan memasuki zaman sejarah. Itulah sebenarnya Gereja harus bertanggung jawab penuh bagi umat Tuhan di tanah Papua dan menjadi terang dan garam di tengah pergolakan hidup umat Tuhan di tanah Papua yang sedang berlangsung sekarang ini untuk mewujudkan tugas dan panggilannya. Tripanggilan gereja menyatakan bahwa; Gereja harus Bersaksi, Melayani, Bersekutu, untuk pelayanan umat manusia dan mewujudnyatakan kerajaan Allah di muka bumi. Sebagaimana yang dikatakan bahwa Gereja harus mampu memperjuangkan keadilan bagi orang Papua sebagai umatnya dalam kondisi seperti sekarang, Gereja harus ikut memperjuangkan kesejahteraan orang Papua sebagai umatnya, Gereja harus memperjuangkan kebenaran bagi orang Papua sebagai umatnya dan

Gereja harus mampu memberikan kebebasan bagi orang Papua sebagai umatnya. Pemimpin gereja sudah seharusnya berbicara atas dasar kebenaran sebagai suatu wujud pelayanan secara vertikal kepada Tuhan dan secara horizontal kepada sesama manusia sebagai umat Tuhan, bukan sebaliknya Gereja berbicara karena materi. Kelihatannya Gereja di tanah Papua terjebak dengan bagian tertentu teologi yang mengutamakan kasih ketimbang berusaha, membuat pemikiran banyak orang yang selalu memperjuangkan segala sesuatu dengan jalan berdoa saja, manusia itu akhirnya dibuatnya menjadi hidup berpasrah diri, ini merupakan suatu konsepsi pemikiran yang menginabobokan seseorang yang seharusnya berdoa dan bekerja serta berusaha menjadi malas. Sebenarnya teologi pembebasan telah secara jelas mengatakan bahwa manusia (termasuk Pemimpin Gereja) harus fokus melayani Tuhan dan sosial relasi dengan sesama manusia. Marthen Luter king adalah seorang penganut telog kristen terhebat sepanjang sejarah telah menerapkan konsep pemikiran teologi pembebasan dan berhasil menghapus diskriminasi antara keturunan kulit hitam dan keturunan kulit putih di Eropa. Hal ini merupakan inti utama daripada isi alkitab, bahwa diantara hukum-hukum yang ada hanya dua hukum yang terbesar dan yang terutama, yaitu; Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan yang kedua adalah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Inilah esensi utama isi alkitab. Toh bila dikaji secara acak balik dalam kondisi sekarang ini, Gereja malah tidak membuka suara, sebenarnya jumlah denominasi gereja-gereja di tanah Papua yang berjumlah 40 lebih merupakan harapan besar yang baik sebagai jalan menuju Papua baru. Pemerinta jangan melarang atau menginterfensi apa yang dilakukan oleh Gereja, karena itu merupakan pelayanan kepada Tuhan, sebaliknya kepada pemerintah, lakukanlah bagian pemerintah dan jangan melibatkan diri dalam apa yang dilakukan oleh Gereja, begitupula sebaliknya. Berikanlah kepada Tuhan apa yang Tuhan punya, sedangkan bagi kaisar (pemerintah) berikanlah apa yang kaisar (pemerintah) punya. Gereja juga perlu membenah diri bahwa, Seorang Pendeta bekerja hanya dibawah payung gereja bukannya harus menjadi perwakilan pemerintah seperti harus menjadi anggota DPRD/DPRP, dan lain sebagainya, karena tidak baik kalau seorang hamba mengabdi kepada dua tuan. Pelayan-pelayan Gereja jangan terhisap karena materialis, itu merupakan suatu cobaan, karena Yesus pun demikian ketika berpuasa, Ia dibawa oleh iblis dan iblis memperlihatkan harta kekayaan dengan memberikan tawaran kepada Yesus bahwa ia akan memberikan semuanya itu kepada Yesus jikalau Yesus sujud menyembah dia, namun Yesus Menolaknya. Demikian bahwa seorang Pelayan Tuhan sudah seharusnya mengikuti prinsip

Yesus, walaupun ada tawaran materi atau jabatan sudah seharusnya tidak boleh diterima begitu saja, karena jika hal itu terjadi maka, kita bisa katakan bahwa kita telah memaksa Tuhan untuk tunduk kepada keduniawian. Tuhan sangat membenci pelayan-Nya yang mendua. Kehadiran Gereja dalam Pemerintah memang diperlukan, bukan berarti Pelayannya harus meninggalkan Gereja dan berbakti kepada yang lain, juga jangan menggunakan Gereja untuk keperluan tertentu diluar Tuhan. Gereja-gereja di tanah Papua kelihatannya tidak bersatu dan tidak bergigih dalam mempertahankan keeksistensian mereka sebagai wakil Allah dan Bapak Gembala yang memberitakan suara kenabian di Muka bumi. Walaupun ada beberapa gereja-gereja yang sangat memperhatikan hal ini seperti Gidi, Gereja Baptis, GKI, dan Katolik, namun tidak adanya dukungan dan kekompakan denominasi gereja-gereja se-Papua dalam menyikapi pergolakan hidup umatnya di tanah Papua saat ini. Pemimpin Gereja Baptis, Pdt. Dumma Socratez Sofian Yoman, sebagai sosok yang perlu dicontohi oleh pemimpin-pemimpin Gereja yang ada di Papua. Malahan Gereja-gereja setanah Papua duduk diam saja tanpa harus berbuka mulut menyikapi kasus dipanggil secara paksanya Pdt. Dumma Socratez Sofian Yoman, oleh KAPOLDA Papua sebagai tersangka yang ikut menentang negara, padahal kenyataannya Pdt. Socratez menyatakan kebenaran sebagai wujud pelayanannya didalam Gereja. Pemimpin mana yang menutup mulut bila rakyatnya di intimidasi. Pdt. Socratez menyuarakan sesuatu yang terjadi pada umatnya. Merupakan tanggungnjawabnya sebagai Bapa Gembala yang selalu memperhatikan dan membimbing serta menuntun dan merawat kawanan dombanya. Pdt. Socratez telah merasa prihatin terhadap umatnya yang di intimidasi di Lani Pegunungan Bintang dan mengatakan kepada public bahwa daerah di Lani Pegunungan Bintang saat ini ditetapkan sebagai DOM. Pdt. Socratez melakukan itu sebagai wujud daripada pelayanan gereja, ia merasa perlu untuk mengungkapkan suatu kebenaran, ia merasa bahwa hal itu tidak sesuai dan bertentangan dengan hukum Tuhan. Denominasi Gereja-gereja di Papua dituntut untuk berdiri teguh sebagai terang dan garam dalam pergolakan umatnya saat ini di Papua. Perjalanan orang Papua, telah mencapai manusia yang beradab berkat Gereja, yaitu Gereja sebagai cikal bakal awal peradaban melalui panggilan pelayanan penginjilan dan telah menciptakan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan formal di tengah masyarakat Papua hingga berdirinya sekolah-sekolah Kristen diseluruh wilayah Papua. Mayoritas orang Papua adalah umat Kristen yang merupakan potensi dalam bidang pelayanan.

Kurangnya gaun suara Gereja dalam pergolakan hidup orang Papua saat ini, mengakibatkan kebanyakan jemaatnya mengeluh, kecewa dan merasa tertindas. Sebenarnya ketika umatnya telah tersesat, Gereja dituntut untuk membebaskannya, ketika umatnya mengalami kebuntuan dengan jalannya yang ditempuh sendiri, Gereja harus berdiri sebagai pembimbing, Pengarah dan Penghubung, Gereja mempunyai strukturnya yang begitu mendunia, mengapa tidak bergigih dalam melakukan pembelaan terhadap umatnya yang tertindas hingga ke tingkatan dunia. Kelihatannya umat kristen di Papua mengalami suatu penekanan, dan Gereja sebagai Bapa yang sebenarnya berperan penting dalam menangani persoalan-persoalan anak-anaknya yang ada, namun sebaliknya Gereja seperti menutup telinga mereka, seolah-olah tiada persoalan. Ataukah gereja mengalami suatu represivitasi. Gereja dan Orang Papua kelihatannya hilang percaya diri, kecilnya moralitas dan mental, bahkan terjadi krisis iman dan moralitas dikalangan generasi muda umat kristen sehingga melakukan hal-hal zinah karena tidak diberi pembekalan yang baik. Selain itu Gereja harus berbicara tegas tentang pasokan minuman keras di Papua dan menutup tempat-tempat penjualan, bila perlu meminta Pemerintah daerah untuk mengeluarkan Peraturan yang mengikat, karena minuman keras di tanah Papua dianggap sebagai suatu hal yang merusak moralitas umat kristen, terutama orang Papua, selain itu, Gereja harus berbicara tegas dan menutup tempat-tempat Prostitusi di seluruh Papua, karena awal mula terjadinya HIV/AIDS dari sana. Gereja di tanah Papua kelihatanya tidak mampu menunjukkan keeksistensian mereka dalam mempertahankan suara kenabian. Apakah mungkin Gereja kekurangan Porsi hak hukum? Sehingga tidak bergigih dalam memperjuangkan kebenaran bagi umatnya di Papua? Ataukah Gereja tidak diberi ruang untuk bebas mengeluarkan suaranya. Gereja harus dan memang sudah seharusnya mewujudkan keterpanggilan mereka untuk menyampaikan suara kenabian di Tanah Papua. Allah memberikan Gereja kekuasaan dan kemampuan untuk membebaskan orang yang tertindas, Melepaskan mereka yang terbelenggu, mengangkat mereka yang norak, inilah fokus pertanggung jawaban yang harus dilakukan oleh Gereja-Gereja di tanah Papua, yaitu seperti Perjuangan orang Papua dalam pendidikan, Gereja sudah seharusnya mengusulkan kepada Pemerintah untuk memperhatikan sekolah-sekolah kristen yang berada diseluruh tanah Papua, selain itu, Gereja harus ikut memperjuangkan hak-hak adat dan harga diri orang Papua sebagai umat Tuhan yang diciptakan sesuai dengan gambar dan Rupa Allah itu.

Sepertinya Gereja pada saat ini mengalami krisis di bidang daya, hal ini karena Gereja kurang memanfaatkan dan mengolah kembali serta memanajemenkan lembaga-lembaga pendidikan Kristen yang ada di Papua semaksimal mungkin. Adanya kurang pemahaman Gereja tentang visi Gereja dalam bidang penata layanan. Gereja harus menjadi Pionir dan vision bagi umat manusia. Adanya indikasi bahwa persamaan hak bagi Gereja dihadapan hukum kurang mendapat posisi yang layak atau merasa tergolong minoritas sehingga bersifat pasrah. Sebenarnya Gereja harus berani mengambil resiko, berani membicarakan persoalan-persoalan orang Papua kepada dunia melalui jalur Gerejani, Gereja harus mampu mendengar keluhan umatnya, Gereja harus terbuka untuk menerima aspirasi dan keluhan umatnya. Berikut masih ada banyak persoalan mengapa di Papua seperti Mengapa orang Papua kelihatanya ditelantarkan oleh Gereja, mengapa orang Papua merasa diri mereka begitu terbelenggu tanpa ada perhatian Gereja? Mengapa, mengapa, mengapa dan mengapa dan mengapa dan seterusnya masih banyak mengapa yang harus diperhatikan oleh Gereja.

Anda mungkin juga menyukai