Anda di halaman 1dari 29

1.

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Gereja merupakan perkumpulan orang-orang pengikut Yesus Kristus yang
di dalamnya melakukan pujian dan penyembahan kepada Yesus Kristus. Tiap
gereja adalah ungkapan dari yang kudus dan am, hal ini berarti persekutuan orang
percaya, pria dan wanita, tua dan muda, di segala tempat dan di sepanjang jalan.1
Jika kita lihat asal kata gereja yang berasal dari Bahasa Yunani yaitu “ekklesia”
(dari kata kerja “Kaleo”) mula-mula berarti: mereka yang dipanggil keluar, yaitu
orang-orang merdeka yang oleh seorang bentara dipanggil berhimpun untuk
menghadiri rapat rakyat. Jadi dapat dikatakan bahwa Gereja terdapat dimana ada
yang dipanggil, mereka dipanggil untuk berhimpun, yaitu oleh Allah.2
Lebih lanjut menurut Boland dan Niftrik, untuk memahami apa artinya
Gereja, ada baiknya juga memperhatikan kata-kata untuk “Gereja” dalam
beberapa bahasa barat, misalnya kata Inggris “Church”, kata Belanda “Kerk” dan
kata Jerman “Kirche”. Agaknya kata-kata itu berasal dari kata
Yunani kyriake. Kata sifat ini dipakai untuk apa yang tergolong kepada Kyrios,
apa yang menjadi milik Kyrios. Itulah Gereja yakni orang-orang yang mengaku
menjadi milik Yesus Kristus. Jika Gereja bukanlah Gereja Kristus, ia sama sekali
tidak dapat disebut Gereja.3
Gereja pada dasarnya tidak lain dari pada menghayati dan mengamalkan
hakikatnya sebagai suatu tanda misteri penyelamatan Allah. Kita semua sudah
mengetahui bahwa gereja adalah hasil karya penyelamatan Allah yang mencapai
puncaknya dalam hidup, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus.4 Hal ini juga tidak
lepas dari peran murid-murid dan Yesus Kristus dan Rasul Paulus yang
melakukan pemberitaan Injil Kristus setelah Yesus Kristus naik ke surga.
Setelah itu gerejalah yang berperan aktif untuk melanjutkan tugas dan
tanggungjawab serta mengingat akan perkataan Yesus Kristus sebelum naik ke
surga supaya menjadikan bangsa murid-murid ku. Tugas yang melibatkan seluruh

1
Lima Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. 9
2
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2001), 359.
3
Niftrik dan Boland, Dogmatika Masa Kini, 361.
4
G. Kirchberger. SVD. Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh kudus. (Flores-NTT: Nusa
Indah 1988), 151.

1
gereja itu mencakupi tiga tugas Kristus sebagai nabi, imam dan raja. Seluruh
gereja sebagai umat Allah dalam segala tinggkatnya mengambil bagian dalam
ketiga tugas Kristus tersbeut.5 Tugas dan tanggungjawab gereja tambah berat
ketika gereja harus membantu orang-orang yang berasal dari luar gereja.
Ditambah lagi adanya perkelahian antar saudara seiman, akibat dari kurang sepikir
dalam proses pengembangan gereja, membuat gereja menjadi pecah dan lupa akan
tugas yang akan di lakukan di bumi ini.
Secara umum kita telah mengetahui tugas dan tanggung jawab gereja
adalah melayani. Pelayanan yang diberikan oleh gereja terhadap warga jemaat,
membuat ajaran Yesus Kristus nyata dalam kehidupan jemaat. Seorang pelayan
memiliki tugas untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Banyak motivasi dan
alasan bagi seseorang untuk melayani, baik karena tugas dan tanggungjawab
maupun karena paksaan dari pihak lain. Seorang pelayan harus membiarkan
dirinya terbuka, berani mengambil resiko dan memberikan hidupnya bagi
sesama.6 Dalam pelayanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
mengajar, berkhotbah, membimbing dan mengorganisasi. Oleh sebab itu,
pelayanan memiliki hubungan erat dengan spiritualitas.
Roh Kudus memiliki peranan penting dalam pelayanan, hal ini didukung
oleh beberapa alasan, yaitu Pertama, pelayan bertanggung jawab untuk
menunjukan ketergantungan gereja pada Yesus Kristus. Kedua, pelayan dapat
menetapkan sebuah fokus bagi kesatuan gereja. Ketiga, gereja tidak pernah hadir
tanpa orang-orang yang memegang otoritas khusus dan tanggungjawab. Peran dari
pelayan-pelayan yang ditahbiskan adalah untuk melayani sebagai pewarta injil,
pemimpin persekutuan, guru dan gembala.7
Salah satu tugas berat yang diemban oleh gereja hanya dapat dimengerti
dalam terang rencana keselematan Allah dan tidak boleh dibatasi oleh kegiatan-
kegiatan atau program-program pelayanan Kristen yang akhirnya bermuara
kedalam kehidupan gerejawi itu. Tugas pengutusan gereja bermaksud supaya
sekalian warga gereja menggunakan fungsinya sebagai kawan sekerja Allah dan
5
Kirchberger. Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh kudus ((Flores-NTT: Nusa Indah
1988), 151
6
Henri J. M Nouwen, Pelayanan yang Kreatif (Yogyakarta: KANISIUS, 1986), 7.
7
David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011), 9-10.

2
dengan demikian ikut serta dalam tindakan Allah yang tertuju kepada segala
sesuatu, gara tercapai keselamatan dari segala sesuatu.8
Pembinaan warga gereja yang diberikan dapat menumbuh kembangkan
iman jemaat dan membuat mereka tidak dapat terpecahbelahkan. Dalam
melakukan pembinaan gereja, perlu memperhatikan konteks warga jemaat,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat meningkatkan spiritualitas. Pembinaan
dilakukan secara teratur dan efektif dapat membuat warga gereja paham akan
pentingnya kehadiran gereja. Terlebih-lebih apabila rencana pembinaan yang
digariskan oleh gereja, dapat terlaksana dalam waktu yang sangat panjang maka
persiapan yang dilakukan oleh gereja harus secara tepat. Pembinaan harus
disampaikan kepada jemaat dan setiap generasi jemaat, agar rencana jangka
panjang itu dapat sampai kepada tujuan.9
Gereja-gereja di Indonesia sangat perlu melakukan pembinaan bagi warga
jemaatnya. Ditambah lagi gereja-gereja yang ada di Indonesia tersebar sampai
pelosok desa, sehingga gereja harus melakukan pembinaan bagi warga jemaatnya
karena itu merupakan bagian dari tanggungjawab gereja. Terkhususnya GPIB
(Gereja Prostestan di Indonesia bagian Barat) yang memiliki ratusan pospelkes
(Pos Pelayanan dan Kesaksian) harus mampu menciptakan pembinaan bagi warga
jemaatnya yang tersebar diduapuluhtujuh provinsi di Indonesia.10
Tersebar di duapuluhtujuh provinsi, yang berbeda-beda konteks serta
karakter yang dimiliki dari setiap jemaat, ditambah dengan budaya yang dimiliki
oleh jemaat setempat dan latar belakang sosial-ekonomi, membuat GPIB secara
sinodal harus dengan cermat, disiplin dan teliti dalam melihat perkembangan yang
terjadi disetiap anggota jemaatnya. Bukan hanya sekedar perkembangan fisik
yaitu dari bentuk bangunan gerejanya, melainkan sumberdaya insani yang
terdapat dalam gereja tersebut perlu diperhatikan.
Sampai saat ini jumlah GPIB terus bertambah, baik dari segi
pembangunan maupun dari kemandirian gereja yang tersebar di duapuluhtujuh
Provinsi Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari perkembangan yang terjadi di

8
D.R. Maitimoe, Pembangnan Jemaat Misioner (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1978), 26
9
A.a. Sitompul, Di pintu gerbang pembinaan warga gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1979), 46
10
Majelis Sinode GPIB, Buku III, PKUPPG dan GRAND DESIGN PPSDI (), 10

3
Provinsi Kalimantan. GPIB yang terdapat di Provinsi Kalimantan pada tahun
1948-2008 secara keseluruhan memiliki lima mupel yaitu Mupel Kalimantan
Timur I (Kaltim I), Mupel Kalimantan Timur II (Kaltim II), Mupel Kalimantan
Timur III (Kaltim III), Mupel Kalimantan Tengah-Selatan (Kaltengsel), Mupel
Kalimantan Barat (Kalbar).11
Pada saat ini ada terjadi penambahan mupel yang berada di Kalimantan
yaitu Mupel Kalimantan Utara Berkat. (Kaltara - Berkat) seiring dengan
pemekaran provinsi yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah setempat,
sehingga pada tahun ini mupel yang berada di Provinsi Kalimantan sebanyak
enam mupel.12 Ini tidak bisa dipungkiri bahwa ada kemajuan dan perkembangan
yang terjadi dalam GPIB.
Secara khusus yang berada di Kalimantan Utara, pada tahun ini terdapat
sepuluh jemaat GPIB yang tersebar di Kabupaten Malinau, Pujungan, Kabupaten
Nunukan, Tanjung Selor, Pulau Bunyu, Tarakan, Tarakan Utara, Kabupaten
Bulungan, Berau, dan Apau Kayan. Ada yang tidak memiliki pospelkes dan ada
gereja yang memiliki pospelkes bahkan tersebar sampai pedalaman dan didaerah
perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia.13 Melihat perkembangan yang
terjadi di GPIB, GPIB secara sinodal kembali mengevaluasi diri apakah sudah
melakukan pembinaan warga jemaatnya dengan terstruktur, baik dan benar.
Mengingat kembali bahwa hadirnya GPIB sebagai Gereja mandiri
ditengah situasi revolusi, tentunya banyak tantangan dan masalah-masalah yang
timbul, baik dalam bentuk eksternal maupun internal.14 GPIB hadir ditengah-
tengah masyarakat bukan sebagai rutinitas tempat peribadahan saja, melainkan
GPIB hadir dan dapat membina warga jemaat agar jemaat dapat bersaing diera
globalisasi yang sangat maju ini. GPIB bertanggungjawab untuk membina
sumberdaya insani yang berada ditempat pelayanan sehingga dapat menjadi gereja
misioner.
Disini penulis lebih memperhatikan bentuk pembinaan yang dilakukan
oleh GPIB terhadap jemaatnya. Hal ini bukan berarti yang lainnya tidak penting,

11
Henry Jacob, Data Jemaat GPIB tahun 1948-2008 (Majelis Sinode GPIB) 13-34
12
Majelis Sinode, Agenda 2017 (Majelis Sinode GPIB)
13
Ibid.
14
Majelis Sinode, Buku III PKUPPG&GRAND DESIGN PPSDI (Majelis Sinode GPIB, 2015) 7.

4
namun ketika melihat GPIB bertumbuh sangat pesat harus diimbangi juga dengan
jemaat yang bertumbuh dalam Kristus. Artinya GPIB harus memperhatikan
jemaat dengan membina jemaat agar tidak menyimpang melainkan membuat
jemaatnya menjadi siap dalam menghadapi kemajuan globalisasi diera ini.
Memang selama ini bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan GPIB
secara sinodal sudah ada, misalnya dalam pelayanan kategorial dari anak hingga
lansia, ibadah minggu maupun ibadah keluarga, dan katekisasi. Semuanya ini
merupakan bentuk-bentuk ibadah yang harinya telah ditetapkan dan didalamnya
dapat membina warga jemaatnya, namun tentunnya harus memperhatikan konteks
jemaat. Maksudnya ialah bagaimana dengan jemaat yang hanya memiliki waktu
ibadah dihari minggu saja, sedangkan dihari yang lainnya jemaat sibuk bekerja.
Hal ini berarti semua bentuk-bentuk pembinaan yang telah ditentukan oleh GPIB
secara sinodal, dilaksanakan dalam satu hari yaitu pada hari minggu saja.
Fenomena ini dapat dilihat disalah satu Jemaat GPIB Immanuel Apau
Kayan pospelkes (Pos Pelayanan dan Kesaksian) Maranatha Nawang Baru.
Jemaat rata-rata memiliki pekerjaan sebagai petani ladang. Mereka juga tidak
hidup dengan berladang, tetapi memiliki keahlian yang lain seperti berburu
binatang liar di hutan, menangkap ikan dengan menggunakan jala atau tembakan
ikan, dan pukat (perangkap ikan yang terbuat dari tali pancing yang diletakan
dipinggir sungai).
Dalam melakukan pekerjaan sebagai petani ladang, meninggalkan anak-
anaknya dirumah sendirian dan tinggal dipondok yang berada di ladang mereka
adalah hal yang biasa bagi orang tua. Bahkan apabila ada anaknya yang sudah
remaja, terpaksa untuk tidak masuk sekolah dikarenakan menjaga adiknya yang
masih kecil. Hal ini berdampak pada pendidikan anak-anak mereka yang terbukti
dengan adanya anak-anak mereka yang tidak naik kelas, bahkan ada pula yang
putus sekolah dikarenakan orangtua yang hanya sibuk mengurusi ladang mereka.
Jemaat yang berprofesi petani ladang dan rata-rata memiliki ladang yang
jauh dari tempat tinggal mereka, sehingga mempunyai jam kerja dari hari senin
sampai hari sabtu sekitar pukul empat atau lima sore baru tiba di rumah dan dapat
berkumpul dengan keluarga. Terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka di ladang dan
pembinaan yang hanya satu hari yaitu pada hari minggu tentunya tidak cukup.

5
Komunikasi yang terbatas ini membuat GPIB secara khusus Jemaat GPIB
Immanuel Apau Kayan Pospelkes Maranatha Nawang Baru harus memikirkan
cara lagi dalam melakukan pembinaan bagi warga jemaatnya.
Hanya mengandalkan hidup dari alam tentunya tidak bisa terus menerus
menjadi sumber pencaharian mereka. Hidup yang tidak menentu dengan mata
pencaharian yang hanya mengandalkan alam, memaksakan mereka menjalani
kehidupan ini dengan apa adanya. Tidak berani keluar untuk mencari pekerjaan
yang mempunyai penghasilan tetap, karena mental yang belum dibentuk.
Ekonomi, pendidikan dan waktu merupakan masalah dan tantangan yang serius,
yang dihadapi oleh GPIB dalam melakukan pembinaan bagi warga jemaat GPIB
Immanuel Apau Kayan pospelkes Maranatha Nawang Baru.
Pospelkes Marantha Nawang Baru berada di pedesaan dan perbatasan,
tentunya pemikiran mereka sangat berbeda dengan warga jemaat yang berada di
perkotaan. Keberanian untuk mengubah pola hidup dan keluar dari zona nyaman
adalah hal yang perlu diperhatikan. Miskin ilmu pengetahuan dan motivasi yang
selalu menjadi penghalang mereka untuk berkembang. Jika dibiarkan akan
mengakibatkan generasi-generasi yang baru sehingga membuat persekutuan yang
ada disitu menjadi tidak berkembang dan efektif.
Melakukan pembinaan dengan kreativitas untuk menjalani kehidupan dan
tidak lupa juga peranan dari gereja yakni GPIB, untuk dapat melakukan
pembinaan yang tepat bagi warga jemaatnya yang memiliki pekerjaan petani
ladang sangat diperlukan. Dengan demikian penelitian ini kemudian akan
difokuskan pada pembinaan pekerja ladang bagi warga jemaat GPIB Immanuel
Apau Kayan pospelkes Maranatha Nawang Baru, yang berada di kabupaten
Malinau, kecamatan Kayan Hulu desa Nawang Baru provinsi Kalimantan Utara,
berdasarkan pergumulan iman yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

1. 2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah diajukan dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan oleh jemaat GPIB
Immanuel Apau Kayan pospelkes Maranatha Nawang Baru ?

6
2. Apa masalah-masalah dalam melakukan pembinaan khususnya isi dan
metode pembinaan bagi warga jemaat GPIB Immanuel Apau Kayan
pospelkes Maranatha Nawang Baru ?

1. 3. Tujuan Penelitian
Mendiskripsikan bentuk-bentuk pembinaan yang di lakukan oleh GPIB
pada warga jemaat GPIB Immanuel Apau Kayan pospelkes GPIB Nawang Baru
di Kalimantan Utara dan mengindentifikasi maslah-masalah dalam melakukan
pembinaan khususnya isi dan metode pembinaan.

1. 4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
kajian terkait pembinaan bagi warga jemaat GPIB pospelkes Marantha Nawang
Baru di Malinau Kalimantan Utara. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran yang
baru bagi Gereja Prostestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) dalam menciptakan
bentuk-bentuk pembinaan khususnya isi dan metode bagi warga jemaat GPIB
pospelkes Marnatha Nawang Baru di Malinau Kalimantan Utara.

1. 5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yakni deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antara fenomena yang di
selidiki.15 Desain analisis yang digunakan bertujuan untuk menganalisis
pembinaan bagi warga jemaat GPIB Immanuel Apau Kayan pospelkes Maranatha
Nawang Baru, di Malinau Kalimantan Utara
1. Unit Analisa dan Unit Pengamatan :
Unit Analisa dalam penelitian ini adalah Gereja Pospelkes Maranatha
Nawang Baru. Unit pengamatan dalam penelitian ini adalah warga jemaat
pospelkes Maranatha Nawang Baru di Malinau Kalimantan Utara.
2. Lokasi Penelitian

15
Imam Suprayogo&Tobroni, MetodologiPenelitianSosial Agama (Bandung : PT
RemajaRosdakarya, 2003), 136-137.

7
Lokasi penelitian adalah GPIB Pospelkes Maranatha Nawang Baru di
Malinau Kalimantan Utara.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber yakni
hasil wawancara terkait dengan persoalan penelitian dan didukung dengan hasil
observasi peneliti.Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara
mendalam (indepth-interview). Tipe wawancara bersifat terbuka dan intens demi
memperoleh informasi yang representatif dan valid tentang pokok penelitian.
Informan dipilih secara sengaja dengan pertimbangan keterlibatan dan relevansi
yang bersangkutan terhadap persoalan dan tujuan penelitian.
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur16
atau wawancara terbuka.17 Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang
bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan-
mengacu pada perumusan masalah. Pada konteks wawancara yang akan
dilakukan, peneliti memberikan kebebasan kepada informan (subyek penelitian)
dan mendorongnya untuk berbicara secara luas dan mendalam.

1. 6. Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi tulisan ini kedalam lima bagian. Bagian pertama
pendahuluan yang berisikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dam sistematika penelitian.
Bagian kedua yaitu landasan teori, yang berisikan teori pembinaan warga gereja.
Bagian ketiga yaitu hasil penelitian, yang berisikan pertama bagaimana bentuk-
bentuk pembinaan GPIB terhadap warga jemaat yang ada di jemaat GPIB
Immanuel Apau Kayan Pospelkes Maranatha Nawang Baru. Kedua masalah dan
tantangan yang dihadapi dalam melakukan pembinaan bagi warga jemaat GPIB
Immanuel Apau Kayan Pospelkes Maranatha Nawang Baru. Bagian keempat
yaitu analisa, yang berisikan pengolahan data dan teori. Bagian kelima yaitu
penutup, berisi kesimpulan dan saran yang akan diberikan.

16
Sugiyono, MemahamiPenelitianKualitatif (Bandung : Penerbit CV.Alfabeta,2005),
74-75
17
Sudarwan Danim, MenjadiPenelitiKualitatif (Bandung: PenerbitPustakaSetia, 2002),
131-134

8
2. LANDASAN TEORI
Gereja tidak hanya menghadirkan dan membangun persekutuan dalam
suatu jemaat dengan baik, namun sekarang gereja dituntut untuk membina warga
jemaatnnya untuk bisa menjawab kebutuhan warga jemaatnya sesuai dengan
melaksanakan misi Allah ditengah-tengah dunia ini atau mewujudkan Gereja
Misioner.18 Kebutuhan itu hanya bisa dilakukan ketika gereja membangun ruang
kebersamaan bersama jemaatnya, sehingga mewujudkan pembinaan warga jemaat
dalam gereja.
Kita mengakui bahwa Allah turut bekerja dalam pembangunan Gereja.
Roh Allah bekerja bersama para anggota umat dan pejabat gereja. Kesadaran akan
panggilan Allah diperluas bukan hanya seorang melainkan banyak orang telah
terpanggil, bukan hanya mereka yang meninggalkan ayah dan ibunya termasuk
pengikut Yesus, akan tetapi mereka yang tinggal dirumah seperti kawan-kawan
Yesus di Betani. Suara Allah yang memanggil banyak orang dalam hati harus
didengarkan dan diberi ruang dalam persekutuan orang beriman. Persekutuan
tersebut menghadirkan spiritual dan itu merupakan dasar dalam melakukan
pembinaan. Hal ini berarti melakukan pembinaan warga jemaat berarti tidak lepas
dari pembangunan warga jemaat yang ada di gereja, sehingga sepatutnya kita
mengetahui akan pentingnya pembangunan warga jemaat (pembangunan
jemaat).19
Jemaat orang beriman lokal tidak hanya sesama subjek, melainkan juga
objek pembangunan jemaat yang terjadi di gereja. Dapat diartikan bahwa jemaat
lokal adalah objek pembangunan gereja, yang berarti pembangunan jemaat
melalui dan melewati jemaat lokal ini, mengarahkan diri kepada perwujudan
karya penyelamatan Allah sebagaimana dikatakan dalam Perjanjian Lama dan
Baru. Karya penyelamatan itu tertuju pada manusia. Sebagai sesama subjek karya
penyelamatan Allah, kita bertindak sesuai dengan kehendak Allah, jika dalam

18
Widi Artanto M.Th, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia
(Yogyakarta : Taman Pustaka Kristen, 2008), 19.
19
P.G van Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup (Yogyakarta : Kanisius dan BPK Gunung
Mulia, 1996), 11.

9
pembangunan dan pembinaan jemaat kita mengarahkan diri kepada dunia dan
menganggap dunia sebagai tujuan akhir usaha kita.20
Dapat dilihat diatas bahwa dalam melakukan pembinaan jemaat tentunya
memiliki tujuan. Didalam gereja tujuan dalam pembinaan jemaat yaitu
mengantarai terjadinya keadilan Allah sebagai pristiwa eskatologis dalam dan
lewat jemaat lokal dan dalam serta lewat sejarah manusia yang actual. Adanya
pembinaan jemaat yang dilakukan menjangkau tujuan akhirnya bukan dalam
gereja ini melainkan di dunia ini.21 Melakukan pembinaan terhadap jemaat berari
membangun jemaat atau umat Allah dengan kesadaran dan penuh tanggungjawab.
Pendekatan pembangunan jemaat secara sistematis, metodis, dan empiris
termasuk persyaratan modern. Selanjutnya pembangunan jemaat memperhatikan
beraneka wujud jemaat seetempat secara spesifik. Pembangunan jemaat akan
mendapatkan wajah baru karena kedewasaan orang beriman. Telah lama gereja
mengatur jemaat-jemaat setempat menurut sistem paroki. Tujuan sistem paroki
seperti ini masih menimbulkan pertanyaan karena seharusnya dalam melakukan
pembangunan jemaat seharusnya bertujuan mengantarai peristiwa (eskatologis)
dalam mana keadilan Allah diwujudkan di sini dan sekarang, dalam jemaat dan
paroki.22
Pertumbuhan jemaat dalam arti modern, yaitu bekerja sistematis, metodis,
dan empiris, ditujukan kepada pertumbuhan jemaat setempat. Pertumbuhan
ekstensif mengandaikan perluasan paroki dengan bertambahnya warga baru.
Pertumbuhan jemaat setempat atau paroki bukanlah tujuan pada dirinya. Tujuan
umum pembangunan jemaat ialah menjadi perantara bagi keadilan dan kasih
Allah. Tolak ukur yang digunakan adalah jika jemaat diperkuat sebagai tanda dan
sarana keadilan serta kasih bagi dunia. Tujuan umum itu lebih daripada sekedar
memikirkan jemaat itu sendiri. Kalau pembagunan jemaat mengejar tujuan umum
itu, maka terulanglah polaritas antara berkaryanya manusia dan berkarnya Allah.23
Berkerja secara sistematis, metodis, dan empiris menekankan berkaryanya
manusia. Ilmu teologi menekankan bahwa berkaryanya manusia ini bersifat

20
Ibid., 13.
21
Ibid., 14.
22
Ibid., 14-15.
23
Ibid., 15-16.

10
mengantarai. Keyataan paroki sebagai tanda dan keefektifan paroki sebagai alat
akhirnya disebabkan oleh kedatangan Allah di dunia ini. Tujuan akhir dalam
bentuk eskatologis tidak hanya dihasilkan oleh karya pembangunan manusia.
Maka tujuan akhir pembangunan jemaat tidak saja merupakan hasil serangkaian
tindakan, melainkan juga merupakan kepenuhan yang dihadiahkan Allah kepada
kita24 seperti diungkapkan oleh Kitab Suci :
Dan aku telah melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun
dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan penagntin perempuan
yang berdandan untuk suaminya. (Wahyu 21 : 2)
Pembangunan jemaat digerakan oleh kuasa Roh Kudus yang berdiam
dalam diri orang beriman. Dinamikanya tergantung pada keterbukaan jemaat dan
pemimpinnya dalam hal mendengarkan dan membaca. Dipandang dari dinamika
itu, pembangunan jemaat penting sebagai tempat di mana orang beriman dapat
belajar.25
Pembinaan jemaat dalam gereja merupakan suatu tanggungjawab, untuk
menciptakan gereja atau jemaat yang missioner, yang telah terwujud dalam Yesus
Kristus yang sesuai dengan pelaksanaan misinya di dunia ini dalam rangka
kedatangan Kerajaan Allah pada masa kini dan masa mendatang sampai
kegenapan pemerintahan Allah itu tiba. Hal ini berarti Gereja bersedia dan berani
berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas panggilan gereja yang tidak berubah di
semua tempat dan disepanjang zaman yaitu bersaksi, mewujudkan kasih Allah
dalam pelayanan dan mewujudkan keesaan sebagai tubuh Kristus.26
Tentunya lewat pembinaan terhadapat warga jemaatnya, gereja bisa
menjadi gereja misioner. Dalam melakukan pembinaan tersebut, tidak bisa
ditinggalkan aspek dasar yaitu pembangunan jemaat sendiri. Pembangunan jemaat
sebagai teori atau ajaran merupakan hasil refleksi atas pengetahuan praktek dan

24
Ibid., 16
25
Ibid., 27.
26
Pdt. Widi Artanto M.Th, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia
(Yogyakarta Taman Pustaka Kristen, 2008), 20.

11
pengolahan teori fundamental ilmiah sehingga terjadinya proses pembinaan
jemaat.27
Ada lima aspek dasar pembangunan jemaat yaitu,
1. Bertindak Imani dan rasional.
Pembanguan jemaat tidak bisa dilihat sebagai usaha beriman saja dan juga
tidak bisa dilihat sebagai usaha rasional belaka. Melainkan harus dikombinasikan
dengan cara bertindak dengan iman dan bertindak dengan rasional. Adanya
kombinasi antara bertindak dengan iman dan bertindak dengan rasional akan
mengajak jemaat adanya kebijakan dan perundingan dalam berwarga gereja.28
2. Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil
Bertindak fungsional berarti berpikir secara instrumental atau fungsional
tentang gereja. Gereja adalah sarana manusiawi, lembaga manusia, organisasi
sosial yang dapat dituntut kualitas manusiawi tertentu di bidang kepemimpinan
dan manajemen. Terarah pada tujuan dan hasil perlu mengadakan tinjauan yang
baik tentang pertanyaan dan kebutuhan masa kini. Dengan demikian
pembangunan jemaat ingin meningkatkan pelayanan Gereja, jemaat local agara
dapat bergerak secara efektif dalam situasi saat ini. Gereja diminta untuk berkarya
dan juga meninjau keadaan mereka sendiri. Sarana-sarana yang digunakan oleh
gereja seperti pastoral dapat digunakan untuk memperluas usahanya kepada
kelompok baru, dan memenuhi kebutuhan baru dalam pembangunan jemaat.29
3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses.
Dalam pembangunan jemaat ada proses yang dilalui yaitu melalui dua
tahap, yang pertama adalah meninjau kembali sejarah dan melihat pembangunan
jemaat sebagai proses hitoris yang berlangsung hingga pada saat ini. Kedua
melihat keadaan sekarang dan hari depan sehingga melihat pembangunnan jemaat
sebagai tindakan intervensi untuk mempersiapkan, melaksanakann dan
menstabilisasikan. Intervensi didasarkan pada kekurangan yang dilihat, kebutuhan
yang tidak terpenuhim dan cita-cita yang tidak terealisasi. Intervensi ini terarah

27
Dr. P.G van Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup (Yogyakarta : Kanisius dan BPK Gunung
Mulia, 1996), 67-68
28
Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup, 69
29
Ibid., 69-70

12
pada perubahan dan pembaharuan agar kekurangan diatasi dan cita-cita
terealisasi.30
4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi.
Kebanyakan orang belum bisa memakai kategori ilmu sosial dalam
pembangunan jemaat. Padahal organisasi jemaat dianggap sebagai fungsi yang
paling penting dalam pembangunan jemaat. Organisasi diambil dari ilmu sosial
yang dapat menolong agar pikiran kita lebih bernuasa sehingga perlawanan kita
terhadap organisasi gerejawi berkurang dan ternetralisir. Didalam organisasi
tersebut bagian vital dan menjadi prioritas bagi jemaat adalah usaha menciptakan
relasi yang baik antarmanusia, menciptakan komunikasi terbuka yang
memungkinkan orang dapat berkembang menurut apa adanya. Komunikasi
tersebut memungkinkan jemaat mengembangkan bentuk kepemimpinan yang
mendukung orang sesuai dengan jati diri dan pengertian hidupnya.31
5. Mengaktifkan partisipasi.
Adanya metode ilmu sosial seperti pembangunan masyarakat dan
pengembangan organisasi akan membuat jemaat mempunyai inisiatif dalam
kelompoknya sehingga menjadikan jemaat tersebut selalu aktif berpartisipasi dalm
proses perubahan. Dalam proses pengaktifan jemaat ini lebih rumit daripada yang
dikira. Ada kerja sama antara ilmu sosial dan teologi dalam pengaktifan
partisipasi dalam jemaat. Sebagai proses agogis pembangunan jemaat harus dan
mau bekerja dengan manusia yang beriman. Agogi ini tidak mau memaksa atau
menekan, melainkan mau mengadakan relasi kerja sama yang fungsional untuk
mencapai sesuatu dalam gereja.32
Pembinaan jemaat sudah terjadi dalam beribu-ribu tahun yang lalu. Hal ini
dapat dilihat dari kesaksian dalam Alkitab pada Perjanjian Baru. Pada hari
Pentakosta pertama jemaat di Yerusalem terdiri dari 120 orang (Kis 1:15).
Pengikut Kristus menjadi bertaburan ketika mempraktekan Amanat Kristus dalam
Matius 28:18-20 itu, sehingga dalam waktu yang sangat singkat, jemaat
bertumbuh menjadi 3000 jiwa (Kis 2:41). Penginjilan dan pembinaan yang terus

30
Ibid., 70-71
31
Ibid., 71-72.
32
Ibid., 72-73.

13
dilakukan terutama disekitaran penduduk Yerusalem dan sekitarnya dan Tuhan
membertkati usaha ini, sehingga membuat mereka bertammbah banyak tiap
harinya. Hingga saat ini pertumbuhan jemaat terus dirasakan. Pertumbuhan suatu
jemaat merupakan suatu proses berkesinambungan dalam membina warga jemaat.
Warga jemaat sendiri merupakan sarana tetapi sekaligus juga pelaksana dari
Amanat Kristus.33
Pada Kisah Para Rasul 2-9, pembinaan jemaat yang efektif merupakan
suatu kualitas yang selalu dapat diukur dengan kuantitas. Kuantitas berarti bentuk
pertumbuhan dan jumlah pertambahan warga jemaat baru. Tidak hanya dari
kuantitas saja, melainkan pembinaan warga jemaat dapat diukur dengan hasil yang
dapat dilihat dari sikap dan perbuatan warga gereja yang bersangutan. Hal ini
merupakan suatu prinsip Perjanjian Baru yang perlu difungsikan lagi dalam
membina jemaat di Indonesia.34
Dalam pembinaan warga jemaat dengan kegiatan pemberitaan (kesaksian),
pelayanan, peribadahan, pendidikan sehingga pembinaan selalu ada sasaran yang
kongkret. Prinsip pembinaan warga jemaat dalam Perjanjian Baru, pengijilan itu
tidak terbatas melalui beberapa tahap pertama, mencapai orang-orang dengan
kabar baik, kedua mengabarkan Injil secara masal dihadapan umum, ketiga
menambah waga jemaat baru pada jemaat melalui baptisan, pendidikan, dan
pembinaan, keempat membentuk jemaat-jemaat baru yang anggota-anggotanya
adalah bukan hanya anggota Kristen lama, tetapi terutama anggota Kristen Baru.35
Keempat tahap tersebut merupakan jaminan tentang dinamika warga
jemaat serta pembinaannya secara berkesinambungan. Menurut kesaksian
Perjanjian Baru ini, maka pembinaan dalam suatu jemaat tidak bersifat misioner
dan karena itu hanya bersifat prokial bila tahap keempat tersebut tidak terlaksana
melalui program pembinaan, karena justru tahap keempat itulah sasaran ganda
dalam membina warga jemaat.36
Membina warga jemaat dengan baik, tentunya memiliki tujuan. Hal ini
juga tidak lepas dengan peranan dari gereja tersebut dalam melihat apa yang

33
Pdt. D.R. Maitimoe, Membina Jemaat Misioner (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984), 12
34
Ibid., 13
35
Ibid., 15
36
Ibid., 16

14
terjadi terhadap warga jemaatnya. Gereja dalam membina warga jemaatnya
tentunya memiliki tujuan. Vitalisasi merupakan tujuan segala bentuk dan proses
pembangunan jemaat sedangkan vitalitas merupakan hasli dari vitalisasi. Vitalitas
itu tergantung pada apakah dan sejauh manakah jemaat beriman menemukan
dirinya dalam penghayatan Injil, sehingga vitalitas yang dimaksudkan disini untuk
menjawab kejelasan mengenai idenntitas jemaat. Bagi vitalitas tentunya relasi-
relasi intern, tugas-tugas, dan kompetensi-kompetensi diorganisasikan secara
efesien. Pembangun dan membina jemaat hanya memperhatikan pengorganisasian
itu.37
Gereja dalam melakukan pembinaan jemaat harus bisa menggerakan dan
memiiki program dalam tindakan-tindakan yang sistematis dan metodis untuk
mengubah situasi. Tindakan-tindakan yang dilakukan mengandaikan pengakuan
iman yang tidak ambigu tentang kebebasan dan pembebasan. Disetiap pembinan
jemaat yang terjadi ada pemikiran struktur, perubahan struktur, dan
perwujudannya melalui proses. Jemaat yang didirikan akan bertitik tolak dari
tanggungjawab semua orang yang bersangkutan terhadap keberadaan dan
pembentukan jemaat Kristiani dalam situasi ruang dan waktu.38
Jemaat tidak lepas dari tanggungjawab gereja. Dalam membina warga
jemaat tentunya tidak hanya jasmani saja yang terjawab melainkan juga
pembinaan rohani perlu dilakukan, yaitu dengan adanya gereja dapat terbina akan
pemahaman dan penghayatan warga gereja berdasarkan Firman Tuhan dalam
Alkitab dengan demikian terciptanya tentang hakikat gereja sepanjang masa yakni
melayani.39
Dalam membina jemaat secara praktis kita mau memperkembangkan dan
membina tiga pola, yaitu pola datang (mobilisasi warga gereja), pola pergi
(kegiatan misioner dunia) dan pola pengemban (pembinaan menuju kepada
kedewasaan). Maksud dari membina jemaat dengan ketiga pola ini adalah untuk
memperoleh hubungan yang relevan dan komunikatif antara injil dan dunia.

37
Rob van Kessel, 6 Tempayan Air : Pokok-pokok Pembangunan Jemaat, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), 7
38
Ibid., 26
39
Pdt. O.E.Ch. Wuwungan, D. Th, Bina Warga : Bungan Rampai Pembinaan Warga
Gerea, (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), 1-7.

15
Pembinaan dengan tiga pola ini bila diterapkan akan memiliki ke khasan yang
khusus yaitu konsepsi misioner yang dioperasikan secara metodis dan krearif,
tetapin juga luwes dengan kepelbagian corak atau cara kegiatan pelayanan dimana
untuk segenap warga jemaat, kecil dan besar, tua dan muda, pria dan wanita, ada
tempatnya dan peranannya. Selain itu akan terlibat juga jemaat-jemaat dari
organisasi-oraganisasi sinode lain.40
Membina jemaat berarti upaya membantu dan mengajak segenap warga
jemaat untuk memperkembangkan pemikiran-pemikiran teologis yang
mendukung dan mengendalikan praktek-praktek jemaat kita. Membina jemaat
adalah upaya mengatasi suatu cara bersama yang tradisional-parokal, yang tidak
lagi memadai, sebab cara dan bentuk parokial dapat menghalangi warga gereja
untuk mendengar dan mengerti Injil. Hal ini juga menghalangi warga gereja untuk
mendekati dan mengerti penderitaan dan kebutuhan serta harapan manusia masa
kini. Tidak hanya demikian, ini juga bisa menjadi penghalang bagi warga gereja
untuk memahami masalah-masalah dan tantangan-tantangan dunia masa kini,
bahkan dapat juga menghalangi warga gereja untuk menaati Missio Dei.41
Membina jemaat berarti upaya memperkembangkan cara-cara dan bentuk-
bentuk berjemaat serta pemahaman teologis yang relevan agar orang Kristen
sungguh-sungguh dapat hidup untuk dan bersama dengan yag lain, dan kemudian
bersama dengan yang lain membangun masyarakat dan dunia ini untuk
kesejahteraan bersama yang siap menyambut Hari Tuhan.42

3. HASIL PENELITIAN
Disini berisi gambaran tentang mengenai GPIB Immanuel Apau Kayan
Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru, pemahaman mengenai pembinaan, metode-
metode pembinaan gereja Pos Pelkes Maranatha, tantangan dalam menjalani
pembinaan di Pospelkes Maranatha Nawang Baru.

3. 1. GPIB Immanuel Apau Kayan


Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel Apau
Kayan, merupakan salah gereja yang terdapat di Desa Long Nawang, Kecamatan

40
Pdt. D.R. Maitimoe, Membina Jemaat Misioner, 85
41
Ibid., 86
42
Ibid., 87

16
Kayan Hulu, Malinau Kalimantan Utara. GPIB Immanuel Apau Kayan masuk
dalam Mupel (Musyawarah Pelayanan) Kaltara-Berkat. GPIB Immanuel Apau
Kayan memiliki 3 sektor dan 5 pelayanan kategorial yaitu Pelkat PA (Persekutuan
Anak), Pelkat PT (Persekutuan Teruna), Pelkat GP (Gerakan Pemuda), Pelkat
PKP (Persekutuan Kaum Perempuan), dan Pelkat PKB (Persekuuan Kaum
Bapak).
Setiap pelkat sudah memilki pengurusnya masing-masing dan mempunyai
hari yang sama dalam beribadah yaitu minggu dan waktu beribadah yang telah
dijadwalkan. Ibadah Umum di mulai pada pukul 09:00 WITA, Ibadah Keluarga
pada pada pukul 16:00 WITA, Ibadah Pelkat PA pukul 07:00 WITA, Ibadah
Pelkat PT pada pukul 14:00 WITA, Ibadah Pelkat GP pada pukul 19:30 WITA,
Ibadah Pelkat PKP pada pukul 14:00, Ibadah Pelkat PKB pada pukul 19:30
WITA.
Gereja yang berdiri sejak tahun 1960 dan memiliki gedung gereja yang
baru pada tahun 1998-1999, hingga saat ini mempunyai empat Pos Pelkes, yaitu
Pos Pelkes “Talitakum” Lidung Payau, Pos Pelkes “Marantha” Nawang Baru dan
Pos Pelkes “Petutui” Long Betaoh dan Pos Pelkes Meanda Metun. Diantara ke
empat Pos Pelkes yang dimiliki oleh GPIB Immanuel Apau Kayan, Pospelkes
Marantha Nawang Baru yang paling terdekat dan Pospelkes Meanda Metun
merupakan jarak yang paling jauh untuk ditempuh.

3. 2. Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru


Pospelkes Maranatha Nawang Baru berada di desa Nawang Baru,
Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Jemaat
yang berjumlah enampuluhenam (66) keluarga dan rata-rata memiliki pekerjaan
petani ladang. Jemaat dari tahun 1970 bergereja dirumah panjang yang merupakan
rumah salah satu jemaat. Pada tahun 1997 membangun gedung gereja yang baru
dengan terbuat dari kayu atau sering disebut oleh jemaat gereja kayu yang
digunakan hingga pada saat ini.43 GPIB Pos Pelkes Marantha Nawang Baru
memiliki 13 Majelis Jemaat yang terdiri dari 7 Penatua (6 orang laki-laki dan 1
orang perempuan) dan 6 Diaken (3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan). Dari

43
Data Jemaat Pospelkes GPIB Maranatha Nawang Baru

17
13 orang Majelis Jemaat ini, ditunjuk dua orang untuk menjadi Koordinator
jemaat dan Bendahara jemaat GPIB Pos Pelkes Nawang Baru.
Secara umum sinode GPIB menetapkan 6 Pelayanan Kategorial (Pelkat)
yaitu Pelalayan Kategorial Persekutuan Anak (Pelkat PA), Pelayanan Kategorial
Persekutuan Teruna (Pelkat PT), Pelayanan Kategorial Gerakan Pemuda (Pelkat
GP), Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Perempuan (Pelkat PKP),
Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Bapak (Pelkat PKB), Pelayanana
Kategorial Persekutuan Kaum Lanjut Usia (Pelkat PKLU). Begitu juga yang
diterapkan oleh GPIB Posp Pelkes Marantha Nawang Baru.
Mempunyai 6 Pelayanan Kategorial, namun ada yang dijadikan satu atau
bersamaan yaitu Pelkat GP dan PT jadi satu pengurus yang beribadah setiap sabtu
dan minggu pukul 20:00 WITA dan 14:00 WITA, sedangkan Pelkat PKLU
beribadah bersama dengan jemaat GKII atau biasanya mereka menyebutnya
dengan ibadah oikumene yang diadakan setiap jumat pada pukul 14:00 WITA.
Ibadah Umum GPIB Pos Pelkes Marantha Nawang Baru pada pukul 09:00 WITA.
Pelkat PA beribadah pada pukul 07:00 WITA. Pelkat PKP dan PKB dihari yang
sama yaitu Minggu jam 14:00 WITA ditempat sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Ibadah Keluarga berlangsung setiap minggu jam 16:00 WITA.

3. 3. Apa Pembinaan Itu ?


Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh gereja untuk jemaat
dalam melihat perkembangan yang terjadi dalam kehidupan jemaatnya.44
Biasanya dilakukan ketika melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
jemaat dan disitu gereja hadir untuk bersama-sama mencari jalan keluar dari
permasalahan-permasalahan tersebut.45 Disetiap ada persoalan yang terjadi dalam
jemaat, jemaat melaporkan kepada majelis dan akan dirapatkan bersama pendeta
dan mejelis sehingga didapatkan keputusan bersama.46 Pembinaan bukan hanya
teori-teori saja melainkan atas keterlibatan langsung antara gereja dengan

44
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Ajan Ngrung, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
45
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Bilung Laing, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
46
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Thomas Bilung, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.

18
jemaat.47 Permasalahan-permasalahan yang dimaksudkan adalah permasalahan
yang bersifat individu dan sama seperti Konseling Pastoral.
Peran gereja selama adanya pembinaan berlangsung ketika adanya
masalah yang terjadi. Ketika ada laporan yang masuk ke salah satu Majelis Jemaat
pada itu juga gereja akan berperan dalam menghadapi permasalahan tersebut.48
Jadi gereja itu bisa diam saja dikarenakan jika tidak adanya permasalahan yang
terjadi dalam jemaat. Pembinaan akan dilakukan jika ada permasalahan yang
terjadi dalam jemaat. Gereja ibaratnya menunggu bola dan tidak menjemput bola,
sehingga jarang sekali terjadi pembinaan.
Peran gereja dalam membina jemaat sudah sangat membantu pada jemaat
yang ada disini. Namun ketika adanya perpindahan pendeta dan lambatnya gereja
(Sinode) untuk mengisi kekosongan membuat jemaat kecewa dengan gereja. Hal
ini dikarena banyaknya jemaat yang tidak datang gereja dan bahkan pergi menuju
gereja yang memiliki pendeta.49

3. 4. Bentuk-bentuk Pembinaan
Secara umum bentuk-bentuk pembinaan yang terjadi dalam Pos Pelkes
GPIB Maranatha Nawang Baru melalui peribadahan semata. Peribadah yang
dilakukan setiap malam minggu dan minggu dengan mencangkup segala aspek
usia mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Adanya pembinaan lain seperti
konseling pastoral dan apabila adanya kelas katekisasi. Pembinaan dilakukan
dengan khotbah-khotbah disaat peribadahan berlangsung.50 Bentuk-bentuk
pembinaan yang lain tidak ada seperti adanya lokakarya dan kerajinan tangan,
atau pelatihan-pelatihan yang melatih jemaat guna bertujuan untuk mendapatkan
penghasilan dari usaha-usaha yang telah mereka buat.

47
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Ding Usat, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
48
Hasil Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Ibu Dkn.
Elvi Surang, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
49
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Din Usat, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
50
Hasil wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing, 13
Januari 2017, pukul 17:25 WITA.

19
3. 5. Masalah-masalah dalam melakukan Pembinaan
Permasalahan yang terjadi dalam melakukan pembinaan adalah waktu.
Waktu selalu menyesuaikan dengan jemaat karena melihat konteks yang terjadi
pada jemaat. Jemaat yang hanya memiliki waktu luang pada hari minggu saja hal
ini disebabkan karena selain dari pada hari itu jemaat berada di ladang mereka.
Tentunya pembinaan yang hanya dilakukan satu kali tatap muka dengan jemaat
sangatlah tidak relevan karena pembinaan tersebut seharusnya terjadi berulang-
ulang.51
Masalah pendidikan dengan rata-rata hanya lulusan SMA bahkan ada yang
tidak lulus sekolah merupakan permasalahan serius dalam melakukan pembinaan
yang terjadi di Pso Pelkes GPIB Maranatha Nawang Baru. Butuh pembinaan yang
ekstra dalam menyadarkan mereka ketika melakukan pembinaan warga jemaat.
Nilai-nilai yang mereka dapatkan dalam pembinaan harus mudah dimengerti
sehingga bisa mereka terapkan dalam kehidupan mereka. Keberhasilan dalam
melakukan pembinaan jemaat dalam konteks Pospelkes Nawang Baru adalah
melihat kesadaran dan inisiatif mereka dalam kepanitiaan (organisasi). Itulah
ukuran yang digunakan oleh gereja untuk melihat perkembangan yang terjadi
pada warga jemaat Pos Pelkes .52
Jemaat tidak bisa mendapatkan pembinaan yang maksimalkan dikarenakan
tempat ini yang masih terisolir. Hal ini menyebabkan segala materi-materi
pembinaan terkadang datang terlambat diakibatkan akses pesawat yang jarag
sekali ada atau terbang menuju bandara Long Ampung (Apau kayan). 53 Materi
pembinaan seperti Sabda Bina Umat dan Sabda Gunda Dharma Krida masih sulit
dipahami. Terkadang susah untuk dimengerti dari setiap kata-kata, sehingga
membuat pembaca untuk sudah menyampaikannya kepada jemaat.54

51
Hasil wawancara dengan pendeta jemaat yaitu Pdt Uleh , 20 Januari 2017, pukul 19:37
WITA.
52
Hasil wawancara dengan pendeta jemaat yaitu Pdt. Uleh, 20 Januari 2017, pukul 19:37
WITA.
53
Hasil wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing, 13
Januari 2017, pukul 17:25 WITA.
54
Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru Ibu Dkn.
Iyong Apoy, 13 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.

20
Keadaan sosial masyarakat yang tidak mau berkembang dan sangat
nyaman pada dirinya sampai pada saat ini. Hal ini merupakan masalah besar bagi
GPIB Pos Pelkes Marantha Nawang Baru dikarenakan kurangnya sumber daya
manusia yang memotivasi jemaat. Hidup yang selalu ikut-ikutan kepada sesama
dan masih belum bisa berelasi dengan baik kepada pendatang, tidak mau belajar
dan tidak ada rasa keingintahuan yang timbul dari mereka.55
Dilihat dari pemahaman majelis jemaat tentang pembinaan, penulis
menemukan bahwa pembinaan yang mereka mengerti hanya sebatas pembinaan
rohani saja yang berarti meningkatkan spiritualitas dan keimanan mereka kepada
Tuhan. Pospelkes Maranatha Nawang Baru telah melakukan semua bentuk-bentuk
pembinaan yang telah ditetapkan bersama dalam sinode GPIB yang mencangkup
segala usia didalamnya, namun masih ada kendala yaitu kurikulum pembinaan
yang telah dibuat oleh sinode, sehingga materi-materi tersebut dapat diberikan
oleh gereja (pelayana setiap Pelkat).

4. ANALISA
Bagian ini akan menganalisa pemahaman tentang pembinaa, bentuk-
bentuk pembinaan dan masalah-masalah dalam melakukan pembinaan di Pos
Pelkes Maranatha Nawang Baru.

4. 1. Pemahaman Pembinaan
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan, majelis jemaat
mempunyai definisi pembinaan sebagai suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh
gereja untuk meningkatkan keimanan mereka kepada Tuhan. Hal ini menanamkan
nilai-nilai Kristiani kepada jemaat sehingga jemaat dapat hidup dalam ajaran
Kristus dan tidak menyimpang. Berharap pula jemaat menghidupi ajaran Kristiani
ini dengan tindakan mereka sehingga dapat memancarkan Injil kebenaran Kristus.
Hasil wawancara pembinaan lebih bertujuan untuk menjawab setiap
permasalahan-permasalahan yang ada. Adanya pembinaan yang dilakukan berarti
membantu jemaat agar keluar dari setiap permasalahan-permasalahan yang
dimiliki. Kehidupan sehari-hari menyangkut hidup pribadi, masyarakat, keluarga,
peribadahan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan aneka segi kehidupan yang lain

55
Hasil wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing, 13
Januari 2017, pukul 17:25 WITA.

21
merupakan kegiatan atau permasalahan yang sering kali jemaat hadapi. Alkitab
menampakkan kaitannya dengan setiap segi kehidupan yang kongkret, baik yang
menyangkut batin maupun yang kena mengena dengan hidup bersama dan hasil
usaha.56 Namun jika permasalahan itu tidak ada maka pembinaan juga tidak akan
dilakukan.
Gereja memang perlu berperan dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan tiap individu jemaat. Perlu diingat bahwa gereja hadir bukan hanya
menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dalam jemaat, namun gereja bisa
melihat kebutuhan jemaat untuk kedepannya. Kebutuhan tidak hanya memuaskan
dalam perut saja, melainkan otak juga, sehingga semua bisa terjawab dan gereja
sukses dalam menjalankan misinya di bumi ini yaitu melayani.

4. 2. Bentuk-bentuk Pembinaan
Dilihat dari bentuk-bentuk pembinaan yang telah dilakukan oleh Pos
Pelkes Maranatha, perlu adanya pemimpin yang berperan dalam melakukan
semua pembinaan tersebut. Namun yang menjadi persoalan apabila pendetanya
tidak ada, sehinga gereja tidak bisa melakukan apa-apa kepada jemaatnya. Perlu
diingat bahwa ada suatu prinsip yang sangat menentukan dalam membina jemaat
adalah Gereja membangun, membina dan bertumbuh karena dan melalui
warganya dan tidak karena atau melalui pemimpinnya dalam hal ini pendeta.57
Pembinaan yang dilakukan oleh Pos Pelkes Maranatha seharusnya
dikombinasikan, maksudnya bertindak dengan cara iman dan bertindak dengan
cara rasional. Bertindak secara iman berarti mengimani Roh Kudus berkarya
dalam Gereja dan bertindak secara rasional memngatur jemaat dengan membina
jemaat serta mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan disamping
itu merancang dan menguji metode serta sara untuk mencapai hasil yang lebih
memungkinkan.58

56
Pdt. O.E.CH. Wuwungan, D.Th, Bina Warga : Bunga Rampai Pembinaan Warag Gereja
(Jakarta : Gunung Mulia, 1997), 203.
57
Pdt. D.R. Maitimoe, Membina Jemaat Misioner (Jakarta : BPK GUnung Mulia, 1984), 44
58
Dr. P.G van Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup (Yogyakarta : Kanisius dan BPK Gunung
Mulia, 1996), 69.

22
4. 3. Permasalahan-permasalahan dalam Pembinaan
Gereja dalam melakukan pembinaan tidak hanya mempersiapkan jalan
bagi jemaat untuk masuk ke surga melainkan pembinaan juga mempersiapkan
jalan bagi mereka untuk bersaing dengan sesama dalam mengubah kehidupan
warga jemaat itu sendiri. Tentunya dalam melakukan pembinaan tidak ada yang
instan. Semua membutuhkan proses yang harus dijalani, dimana didalam proses
itu pasti memiliki masalahnya masing-masing.
Jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru mempunyai masalahnya
sendiri ketika pembinaan jemaat diterapkan. Dengan keadaa jemaat yang sibuk
dalam dunia sebagai petani ladangnya tentu susah menentukan waktu selain hari
minggu, mengingat jauhnya perjalanan yang mereka tempuh. Hal ini
mengakibatkan pembinaan sangat sulit dilakukan karena terbatas dengan waktu.
Melakukan pembinaan dalam jemaat yang mempunyai kesibukan
sepanjang hari tentunya akan memakan waktu yang sangat lama. Jemaat tentunya
tidak bisa disalahkan dalam hal ini atau karena alasan waktu jemaat kurang,
mengakibatkan mereka tidak bisa dibina. Memang sulit juga bagi mereka untuk
meninggalkan ladangnya, karena itu merupakan sumber kehidupan bagi mereka.
Disisi lain keluarga menjadi dampak negatif akibat hanya fokus pada pekerjaan
saja.
Jemaat GPIB Immanuel Apau Kayan Pos Pelkes Marantha Nawang Baru
memiliki pemahaman mengenai pembinaan berbeda dengan teori yang saya
miliki. Berdasarkan hasil temuan yang penulis peroleh pembinaan yang
dimengerti oleh jemaat Pos Polkes Maranatha Nawang Baru hanya sebatas
individu saja. Maksudnya adalah pembinaan yang dimengerti oleh jemaat adalah
jika tiap-tiap anggota jemaat yang memilki permasalahan baik itu pribadi ataupun
keluarga, disitulah gereja berperan untuk membina warga jemaat agar bisa keluar
dari permasalahan.
Pembinaan yang dimaksudkan oleh jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang
Baru lebih dekat dengan konseling Pastoral, karena bersifat individu (personal)
dan memiliki masalah. Pembinaan warga jemaat harus bersifat universal bukan
tiap-tiap individu yang memiliki masalah. Pembinaan berupaya untuk
perkembangan cara-cara dan bentuk berjemaat serta pemahaman teologis yang

23
relevan agar orang kristen sungguh-sungguh dapat hidup bersama dengan yang
lain dan bersama-sama membangun masyarakat dan dunia untuk kesejahteraan
bersama.59 Perbedaan pendapat antara jemaat Pos Pelkes Nawang Baru dengan
teori yang saya gunakan disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki
(pendidikan) oleh jemaat Pos Pelkes Maranatha masih kurang dan masih melihat
gereja sebagai jawaban keimanan saja.
Bentuk-bentuk pembinaan yang telah dibentuk dan harus dilakukan oleh
karena telah disepakati oleh GPIB secara sinodal sudah dilakukan oleh Pos Pelkes
Marantha Nawang Baru, seperti adanya pengurus Pelkat PA (Pelayanan Kategoria
Persekutuan Anak), Pelkat PT/GP (Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum
Teruna dan Gerakan Pemuda), Pelkat PKB (Pelayanan Kategorial Persekutuan
Kaum Bapak), Pelkat PKP (Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Perempuan),
dan Pelkat PKLU (Peayanan Kategorial Persekutuan Kaum Lanjut Usia ) sudah
berjalan dan ada yang bergabung menjadi satu pengurus yaitu GP/PT dan PKLU
bersama-sama dengan jemaat GKII untuk melaksanakan ibadah.
Pembinaan jemaat sesuai dengan usia masing-masing masih memiliki
kendala yaitu terlambatnya mendapatkan kurikulum yang dimiliki oleh setiap
pelayan Pospelkes Marantha Nawang. Keterlambatan kurikulum ini membuat
mereka menjadi kebingung untuk melakukan persipan sendiri dalam menentukan
bacaan atau aktivitas yang akan mereka lakukan. Pembacaan mereka terkadang
tidak sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh sinode. Ini dikarenakan
sulitanya akses transportasi masuk dalam daerah ini karena berada dipedalaman
dan perbatasan.
Dari hasil wawancara masalah-masalah yang dihadapi dalam melakukan
pembinaan terlihat dari warga jemaat sendiri yang pengetahuan mereka masih
rendah. Sumber daya manusia masih kurang sehingga tidak banyak orang yang
dapat diandalkan dalam melakukan pembinaan warga jemaat. Perlu diperhatikan
pendidikan warga jemaat dan diajarkan kembali secara perlahan kepada mereka
sehingga dapat melakukan pembinaan dengan baik. Pendidikan dan waktu
nampaknya menjadi tantangan yang besar dalam melakukan pembinaan terhadap
warga jemaat yang berada di Pos Pelkes Nawang Baru.

59
D.R. Maitimoe, Membina Jemaat Misioner, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984), 87.

24
5. PENUTUP
5. 1. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru
memahami bahwa pembinaan merupakan kegiatan gereja yang dapat mengatasi
setiap permasalahan yang terjadi dalam waga jemaatnya. Bentuk-bentuk
pembinaan hanya dilakukan dalam peribadahan yang diadakan setiap minggu. Ini
berarti pembinaan yang dilakukan dalam jemaat hanya menuntunnya pada
penerapan nilai-nilai Kristiani saja tidak menjawab kebutuhan mereka di era
globalisasi ini.
Jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru hanya mengetahui bentuk-
bentuk pembinaan yang dilakukan oleh GPIB Pos Pelkes Marantha Nawang Baru
hanya sebatas hubungan personal dari tiap-tiap warga jemaat yang memiliki
masalah saja. Tentu saja pembinaan tidak hanya dilakukan ketika ada masalah
yang terjadi didalam jemaat saja, namun pembinaan terus menerus haru dilakukan
bahkan memiliki program sendiri untuk menjawab semua kebutuhan yang terjadi
dalam jemaat di era globalisasi ini.
Disinilah pendeta berperan dalam membina warga jemaatnya. Pendeta
sebagai penggerak atau pemimpin tentunya bisa melihat kebutuhan dan
permasalahan yang terjadi dalam jemaat, untuk bersaing di era globalisasi ini.
Jemaat tidak hanya dibimbing untuk membangun relasi dengan Tuhan saja
melainkan bagaimana manusia itu juga dapat berelasi denga baik antar sesama
untuk mendapatkan kesejateraan bersama.
Gereja harus mengambil tindakan dengan melakukan pembinaan yang
biasanya diatas mimbar dan ruangan yang tertutup menjadi gereja bisa
mengeluarkan mimbar dari ruangannya untuk dibawa ke tempat kerja warga
jemaat sehingga jemaat tidak merasa sendiri tetapi mereka bisa merasakan
wujudnyata pembinaannya ditempat kerja mereka. Bukan saatnya lagi gereja itu
diam dan menunggu bola melainkan seharusnya dia harus menjemput bola
sehingga bisa terjadi pembinaan yang diinginkan.
Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru sangat membutuhkan pembinaan
yang kontekstual dan gereja sangat bertanggungjawab dalam melakukan
pembinaan ini supaya warga jemaat dapat bersaing ditengah-tengah era globalisasi

25
ini. Hal ini memang tdak mudah melainkan butuh waktu dan proses yang sangat
panjang dalam menghadapi jemaat yang sangat khusus dalam melakukan
pendekatan terhadap mereka.

5. 2. Saran
Bagi Gereja :

Perlu perhatian khusus bagi Gereja (Sinode) untuk membuat program-


program yang kontestual untuk bisa membina warga jemaat yang memiliki
kesibuk dari senin sampai sabtu. Pendeta yang ditempatkan ditiap-tiap Pos Pelkes
harus memiliki keahlian yang lain sehingga dapat membina warga jemaatnya. Jika
terjadi mutasi pendeta harus segera diganti dengan cepat oleh pendeta yang baru,
karena pada Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru, jika tidak ada pendeta maka
akan sia-sia persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang telah dibangun,
diakibatkan banyaknya nanti yang pindah gereja karena lebih memilih gereja yang
mempunyai pendeta dan terkadang jemaatnya tidak mau datang beribadahn jika
bukan pendeta yang pimpin.

26
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU

Artanto Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta :


Taman Pustaka Kristen, 2008.

Bartlett. L. David. Pelayanan dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung


Mulia. 2011.
Cole Neil. Gereja Organik : Menghadirkan Gay Hidup Allah. Yogyakarta : Andi,
2006
Data Jemaat Pospelkes GPIB Maranatha Nawang Baru.
Danim Sudarwan.Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.
2002.
G. Kirchberger. Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh kudus. Flores-NTT: Nusa
Indah. 1988.

Hooijdonk van P.G. Batu-Batu Yang Hidup. Yogyakarta : Kanisius dan BPK
Gunung Mulia, 1996.
Jacob Henry, Data Jemaat GPIB tahun 1948-2008. Jakarta : Majelis Sinode
GPIB.
Jenson Ron & Stevens Jim. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang : Gandum
Mas. 1996
Kessel van Rob. 6 Tempayan Air : Pokok-pokok Pembangunan Jemaat.
Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Maitimoe D.R. Pembangunan Jemaat Misioner. Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1978.
Maitimoe D.R. Membina Jemaat Misioner. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984.
Nouwen. J. M. HenriPelayanan yang Kreatif. Yogyakarta: KANISIUS. 1986.
Niftrik G.C. Van dan Boland B.J. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001.
PGI Lima dokumen Keesaan Gereja. Keputusan Sidang Raya XII PGI. 1994.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Sitompul, A.A. Di pintu gerbang pembinaan warga gereja vol.1. Jakarta : BPK
Gunung Mulia. 1979.
________, Di pintu gerbang pembinaan warga gereja vol.2. Jakarta : BPK
Gunung Mulia. 1979.
Singgih E.G. Bergereja,Berteologi, dan Bermasyarakat. TAMAN PUSTAKA
KRISTEN (Anggota IKAPI). 2007.
Suprayogo Imam & Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya. 2003.

27
Sinode Majelis. Agenda 2017. Jakarta : Majelis Sinode GPIB. 2017
Sinode Majelis, Buku III PKUPPG&GRAND DESIGN PPSDI. Jakarta Majelis
Sinode GPIB, 2015.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit CV.Alfabeta.
2005.
Silitonga Jekoi. Gereja Imitasi. Yogyakarta : Andi, 2013.
Tomasoa J.J. Geredja jang dewasa dan kesedjahteraan umat. Jakarta : BPK
Gunung Mulia. 1970.
Wuwungan O.E.Ch. Bina Warga : Bungan Rampai Pembinaan Warga Gerea.
Jakarta: Gunung Mulia, 1997.

WAWANCARA
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Ajan Ngrung, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Bilung Laing, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Thomas Bilung, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Ding Usat, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Ibu Dkn.
Elvi Surang, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Marantha Nawang Baru Bapak
Pnt. Din Usat, Minggu 15 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.
Wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing,
13 Januari 2017, pukul 17:25 WITA.
Wawancara dengan pendeta jemaat yaitu Pdt Uleh , 20 Januari 2017, pukul 19:37
WITA.
Wawancara dengan pendeta jemaat yaitu Pdt. Uleh, 20 Januari 2017, pukul 19:37
WITA.
Wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing,
13 Januari 2017, pukul 17:25 WITA.
Wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Maranatha Nawang Baru Ibu Dkn.
Iyong Apoy, 13 Januari 2017, pukul 10:27 WITA.

28
Wawancara dengan KMJ GPIB Immanuel Apau Kayan Pdt Dian Soumahu Titing,
13 Januari 2017, pukul 17:25 WITA.

29

Anda mungkin juga menyukai