) Dokumen Keesaan Gereja adalah rumusan pengakuan bersama gereja-gereja di Indonesia yang
disusun dalam wadah oikumene DGI/PGI. Adapun tujuan penyusunan dokumen ini sebagai pedoman
dan alat dalam mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.
3.) Dalam hal ini, “ekumenisme dipandang bukan hanya untuk mewujudkan gereja yang esa pada
konteks global, melainkan juga pada konteks lokal maupun regional secara mandiri tanpa dibayang-
bayangi oleh negara Barat
Karena itu, menurutnya, seiring berkembangnya zaman, dari dulu sampai sekarang ancaman &
tantangan senantiasa hadir. Dengan demikian, dalam rangka mewujudkan keesaan gereja di masa
kini, maka gereja perlu menyadari keberagaman itu sendiri sebagai suatu hal yang menyatukan,
bukan menjatuhkan.
Dengan cara: memupuk solidaritas, toleransi, hormat, peduli untuk saling menghargai dan
memahami satu sama lain. Sebab, melaluinya gereja dapat bersama-sama bersatu memperjuangkan
setiap arus perubahan yang terjadi demi kemuliaan nama Tuhan.
4.) keesaan in action, dalam arti melaksanakan aksi bersama keesaan kita makin lama makin nyata.”
Aspek penting ini digarisbawahi dengan menempatkan PTPB, yang merupakan “dokumen misiologi
gereja-gereja di Indonesia”, sebagai dokumen awal yang memberi horison pada dokumen-dokumen
lain dalam DKG.
5.) Isu keesaan gereja yang beberapa waktu lalu digadang-gadang dalam seminar atau khotbah
Minggu, saat ini nampaknya sudah mulai meredup. Pertanyaannya, apakah keesaan itu sudah
tercapai, ataukah gereja atau umat Kristen sudah tiba pada titik jenuh terhadap perbincangan isu
tersebut? Faktanya, saat ini gereja nampaknya bukan makin bersatu, tetapi malah banyak
perpecahan dan saling kritik seiring memanfaatkan media sosial.
Sejak awal gereja sudah menghadapi masalah perpecahan, baik antara orang Yahudi dan non Yahudi,
maupun antara kelompok dalam satu jemaat. Nasihat Paulus kepada jemaat Korintus mengenai sikap
saling mengunggulkan satu kelompok terhadap kelompok yang lain, merupakan satu contoh tentang
hal ini (1Kor. 1). Gereja yang dibangun di atas dasar iman percaya kepada Kristus, dengan tugas
mengabarkan Injil, sudah kehilangan makna karena dipisahkan oleh aspek-aspek non-esensial. Media
sosial seringkali menambah suasana perpecahan, karena perbedaan-perbedaan disampaikan secara
gamblang, yang makin mendorong perpecahan. Alih-alih Injil yang diperdengarkan, tuduhan
keburukan-keburukan pihak lain yang lebih keras disuarakan.
Berbicara tentang gereja yang esa bukan berarti meniadakan denominasi, dan membangun satu
denominasi dan organisasi tunggal. Beragamnya denominasi merupakan kekayaan kekristenan
yang mewujudkan keesaan gereja, karena ikatan yang didasarkan pada Kristus sebagai Kepala Gereja.
Gereja yang disatukan oleh darah Kristus, dan dipanggil menjadi satu dengan Bapa (Yoh. 17)
bukanlah gereja yang mengalami peleburan budaya dan organisasi. Keesaan gereja lebih berkaitan
dengan kesatuan semangat, jiwa, dan roh yang saling mendukung, melengkapi, dan mengembangkan
karunia-karunia yang Tuhan berikan, sebagaimana yang diuraikan Rasul Paulus dalam Korintus 12.
Keesaan gereja juga diwujudkan melalui misi bersama untuk hadirnya Kerajaan Allah di dalam dunia.
Pelayanan mahasiswa adalah miniatur “gereja” dengan satu tujuan dan misi. Ia juga menyatukan
umat (mahasiswa) dari berbagai latar belakang suku, bahasa, budaya, dan organisasi gereja, yang
kemudian mengerjakan visi bersama. Pelayanan mahasiswa dalam wadah Persekutuan Mahasiswa
Kristen (PMK) mengembangkan sebuah nilai: mahasiswa dari beragam bendera gereja bersepakat
untuk bersatu dan bersekutu tanpa saling tuding, dengan satu visi menjadi berkat bagi gereja, bangsa
dan dunia.
“Apakah pelayanan mahasiswa benar-benar bisa menjadi berkat bagi gereja Tuhan?” Bukankah visi
dari pelayanan mahasiswa adalah menghasilkan alumni yang menjadi berkat bagi gereja?
Pembinaan di PMK dapat mempercepat proses hadirnya pemimpin-pemimpin gereja yang lebih siap,
tanggap dan matang dalam karakter dan pemikirannya. Selain itu, pelayanan mahasiswa juga
mempersiapkan mahasiswa untuk melihat kesatuan dalam keberagaman gereja. PMK tidak boleh
terlepas dari gereja, karena pelayanan ini hadir untuk menyiapkan mahasiswa sehingga siap diutus
terlibat kembali ke dalam pelayanan pembangunan gereja.
Di sisi lain gereja perlu melihat pentingnya pelayanan mahasiswa. Keterbukaan gereja bagi
pelayanan mahasiswa harusnya mendorong kerjasama dengan lembaga pelayanan mahasiswa agar
proses pembinaan makin efektif. Pelayanan mahasiswa adalah mitra bagi gereja, karena itu integrasi
pembinaan bersama menjadi sebuah model yang perlu dikembangkan. Duduk bersama
memperbincangkan bagaimana mempersiapkan pemimpin-pemimpin gereja di masa depan, dapat
dimulai demi pelayanan yang lebih efektif.
Melihat kepentingan yang besar ini, maka gereja dan pelayanan mahasiswa perlu dengan sengaja
bertemu dan berbincang mengenai kerjasama yang dapat dilakukan. Berikut mungkin beberapa
model pelayanan yang bisa dikerjakan bersama:
1. Pemuridan Bersama