PENDAHULUAN
umat yang terdiri dari umat beriman dan diketuai oleh pastor paroki. (Adi, skripsi, 2017). Selain
itu, Dewan Pastoral Paroki (DPP) adalah suatu badan Gerejawi, yang terdiri dari utusan umat dan
kebijakan dan Program Pastoral di Paroki (Ruteng, 2021) .Dewan Pastoral Paroki dibentuk oleh
Uskup berdasarkan Surat Keputusan. DPP sebagai wakil umat berpartisipasi dalam semangat
melaksanakan dan mengevaluasi apa yang perlu atau bermanfaat untuk mewartakan Sabda Allah
(Wicaksono, 2012). Dewan Pastoral Paroki merupakan orgnisasi bagi kaum awam untuk
mewujudkan partisipasi dan tanggungjawab dalam karya perutusan Gereja. Dewan pastoral
paroki juga sekaligus menjadi sarana mewujudkan perutusan Gereja sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas. Dewan Pastoral Paroki dipilih dari umat beriman yang berada dan berdomisili
dalam wilayah paroki serta memiliki iman dan moral yang baik. Selain itu, DPP juga dalam
menjalankan tugasnya perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan tugas-
tugas pastoral.
Dewan Pastoral Paroki (DPP) didirikan sebagai sebuah organ baik yang memiliki landasan
teologis, maupun yuridis, di mana melalui organisasi ini terealisasi partisipasi dan kerjasama
para imam, religius dan terutama kaum awam dalam karya pastoral Gereja. Dengan demikian,
melalui representasi Dewan Pastoral Paroki, semua kaum beriman mewujudkan kehadiran
Gereja sebagai Persekutuan(Communio). Terlaksananya perutusan umat Allah dan panggilan
untuk ikut serta secara aktif dalam hidup dan karya pastoral paroki adalah tujuan dari
terbentuknya Dewan Pastoral Paroki (Jehaut, 2023). Dewan Pastoral Paroki hanya memiliki
suara yang bersifat konsultatif. Dengan kata lain, keputusan utama tetap dipegang oleh pastor
paroki namun dalam pengambilan keputusan pastor paroki dapat berkonsultasi dengan dewan
Tujuan pembentukan Dewan Pastoral Paroki adalah untuk membantu reksa pastoral pastor
paroki sekaligus juga untuk mengembangkan kegiatan pastoral paroki. Tugas ini merupakan
bagian dari partisipasi umat (Kan. 228). Selain itu, fungsi utama dari Dewan Pastoral Paroki
adalah pelayanan. Pelayanan pastoral ini bertujuan untuk memajukan perkembangan hidup
Gereja. Fungsi pelayanan DPP sebenarnya mencerminkan fungsi pelayanan Gereja dalam
Salah satu tugas pelayanan untuk mewartakan sabda Allah yang dilakukan oleh Dewan
Pastoral Paroki adalah katekese. Katekese ialah kegiatan pembinaan iman untuk anak-anak ,
kaum muda, dan orang-orang dewasa. Kegiatan katekese mencakup penyampaian ajaran kristen,
yang diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar
memasuki kepenuhan hidup kristen. Dengan kata lain, katekese adalah usaha Gereja untuk
menolong umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam
Tujuan akhir katekese adalah menempatkan seseorang bukan hanya dalam hubungan dengan
sesama, melainkan dalam Persekutuan dan keintiman dengan Yesus Kristus. Yesus sendiri
dapat mengantar kaum beriman kepada cinta kasih Bapa dalam Roh dan dapat membuat kkaum
pertobatan awal dan membantu orang-orang kristiani untuk memaknai sepenuhnya keberadaan
mereka, dengan mendidiknya menuju mentalitas iman yang selaras dengan injil,hingga secara
Dalam kegiatan katekese Dewan Pastoral Paroki bertugas sebagai fasilitataor. Tugas
pelayanan dalam bidang kerygma ini biasanya dilaksanakan oleh seksi katekese yang dibawa
naungan Dewan Pastoral Paroki. Tugas katekis adalah mengembangkan iman umat dalam hidup
menggereja melalui pengajaran, pendampingan dan kesaksian hidup kristiani, sehingga iman
umat menjadi hidup, disadari dan penuh daya (Kan.773). Dalam hal ini, Dewan Pastoral Paroki
mempunyai peran penting dalam meningkatkan partisipasi umat dalam pelaksanaan katekese.
Penerapan kegiatan katekese di paroki St. Klaus Werang sudah terbilang baik.
Antusiasme umat terbilang positif dalam kegiatan katekese. Tetapi dalam pelaksanaan kegiatan
katekese, belum sepenuhnya dijalankan secara maksimal karena fasilitator kurang memiliki
pemahaman dan kertrampilan dalam bidang kateketik. Hal ini menyebabkan umat kurang
berminat dalam katekese (Sumber Bpk Fransiskus Bin). Bertolak dari kenyataan semaca ini,
maka Dewan Pastoral Paroki hendaknya benar-benar mempersiapkan diri, baik pemahaman
akan materi katekese dan ketrampilan memandu kegiatan katekese, agar umat terdrong dna
Pastoral Paroki Dalam Meningkatan Partisipasi Umat Dalam Kegiatan Katekese Di Paroki St.
Klaus Werang”
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas, maka batasan masalah dari penelitian ini
adalah kurangnya minat umat untuk mengikuti kegiatan katekese. Berdasarkan Batasan
masalah ini, maka rumusan permasalahan yang mau diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
2. Apa dampak dan pengaruh partisipasi umat kegiatan katekese bagi kehidupannya?
3. Bagaimana upaya dari Dewan Pastoral Paroki dalam meningkatkan partisipasi umat dalam
kegiatan katekese?
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi partisispasi umat dalam kegiatan katekese.
2. Untuk mengetahui dampak dan pengaruh partisipasi umat dalam kegiatan katekese.
3. Untuk mengetahui upaya dari Dewan Pastoral Paroki dalam meningkatkan partisipasi
Penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak
Lembaga pendidikan STIPAS St. Sirilus Ruteng dapat meningkatkan keterampilan para
mahasiswa sebagai calon katekis untuk menanggapi dan memecahkan masalah di tengah
umat sehingga mahasiswa memiliki bekal yang cukup saat menerapkan ilmu pendidikan
yang mereka terima di kampus dengan situasi konkret yang dialami di lapangan.
2. Bagi Dewan Pastoral Paroki St. Klaus Werang. Para Dewan Pastoral Paroki semakin
3. Bagi Penulis
Sebagai calon Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK), tulisan ini akan menjadi bekal
bagi penulis guna menambah wawasan dan pengetahuan untuk dipergunakan dalam tugas
pelayanan sebagai katekis dan Guru Pendidikan Agama Katolik. Tulisan ini juga menjadi
salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di Stipas St. Sirilus Ruteng dan
Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
Bab II. Kajian Pustaka. Bab ini diuraikan beberapa gagasan pokok tentang Dewan Pastoral
Paroki, Partisipasi Umat dan Katekese. Dalam pembahasan tentang Dewan Pastoral Paroki
dijelaskan beberapa hal berkaitan penegrtian, tujuan dan fungsi Dewan Pastoral Paroki.
Selanjautnya dijelasakan tentang Partisipasi Umat dan pengertian katekese, dasar dan tujuan
Bab III. Metodologi Penelitian. Bagian ini berisikan penjelasan tentang metode penelitian yang
meliputi jenis dan pendekatan penelitian, lokasi, waktu dan sumber data, sistematika penulisan.
Bab IV. Laporan Hasil Peneleitian. Bagian ini berisikan laporan hasil penelitian, analisis dan
1.6.1. Dewan Pastoral Paroki. Dewan Pastoral Paroki (DPP) adalah suatu badan Gerejawi,
yang terdiri dari utusan umat dan Klerus dan bertugas untuk merencanakan,
Paroki
1.6.2. Katekese. Katekese ialah pembinaan anak-anak , kaum muda, dan orang-orang dewasa
dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada
umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para
1.6.3. Partisipasi.
CATATAN:
Bagian pendahuluan, khususnya latar belakang, anda perlu masukan pandangan ahli
atau hasil penelitian tentang kurangnya minat umat terhadap katekese sebelum anda
gambarkan situasi di paroki werang.
Dalam sistematikan pembahasan, anda harus tambahkan unsur-unsur yang mau dibahas
berkaitan dengan DPP, Katekese dan Peran DPP dalam katekese
Penjelasan istialah: anda harus tambahkan penjelasan tentang partisipasi.
Perhatikan penggunaan tanda baca, huruf besar dan huruf kecil, Bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
Minta bantuan orang untuk membaca tulisan anda sebelum diserahkan kepada pembimbing.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dewan Pastoral Paroki (DPP) dalam bahasa Latin disebut “Consilium Pastorale”.
Kata “consilium” memiliki arti yang berbeda dengan kata “Concilium”. Consilium
berarti dewan atau nasehat, sedangkan concilium diartikan sebagai konsili atau sinode.
Consilium sebagai dewan atau nasehat, selalu mengandung pada sifat konsultatif. Kata
konsultatif sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “consulere” yang berarti memberi
saran, menasehati, berunding, dan musyawarah. Maka secara harifiah, DPP merupakan
dewan konsultatif yang bertugas memberi saran dan nasehat demi pengembangan
himpunan atau badan konsultatif yang dibentuk atas dasar keputusan uskup, yang di
dalamnya berkumpul para wakil umat Allah dengan Pastor Paroki sebagai kepala, yang
bersangkutan. Singkatnya, DPP adalah badan konsultatif yang bertugas membantu pastor
paroki untuk membuat kebijakan dalam reksa pelayanan pastoral. Oleh karena itu, Dewan
Pastoral Paroki sangatlah berbeda dengan Dewan Pastoral Keuskupan sebagaimana di
bahwa Dewan Pastoral Paroki adalah dewan penasehat yang memiliki suara konsultatif
membantu Pastor Paroki sebagai gembala spiritual umat (bdk. CD 30;Kan.519). Tugas
Dewan Pastoral Paroki adalah mempelajari, memeriksa semua yang berkaitan dengan
mendorong kesesuaian hidup dan tindakan Umat Allah dengan Injil (Paus Paulus
VI,PPKP, 110). Kedua, Dewan Pastoral Paroki (DPP) bertugas dan bertanggung jawab
program dan kegiatan umat (Kontekstual) dan berjejaring satu sama lain (integral).
Ketiga, Dewan Pastoral paroki (DPP) bertugas dan bertanggungjawab dalam karya
pewartaan Gerja untuk mewartakan Injil seperti katekese sakremental dan ketekese umat
pembaharuan hidup rohani, pewartaan melalui media komunikasi sosial, serta mendorong
agar kehidupan keluarga dan umat beriman diinspirasi oleh Sabda Allah. Keempat,
Dewan pastoral Paroki (DPP) bertugas dan bertanggung jawab untuk mengordinasi
seluruh organisasi katolik dan lembaga katolik yang ada di paroki dengan menghargai
otonomi masing-masing, mendorong dialog dan kerja sama antara mereka untuk
membangun kehidupan pastoral paroki yang integral. Kelima, Dewan Pastoral Paroki
(DPP) bertugas dan bertanggung jawab untuk mendorong berkembangnya persekutuan
hidup kelompok terirorial (KBG) dan ketegorial (Kelompok anak remaja, orang muda,
keluarga, komunitas rohani) di paroki (Ruteng P. p., 2021). SUMBER APA INI….
berpikir bagi para anggota menjadi sangat penting. Selain aktivitas berpikir,
kesanggupan dan kecerdasan dalam membuat keputusan juga merupakan suatu keharusan
yang mesti dimiliki oleh para anggota Dewan Pastoral Paroki. Dalam proses pengambilan
setiap keputusan juga perlu diperhatikan perwujudan cita rasa menggereja yang sejati,
sehingga keputusan yang diambil sungguh merupakan buah pemikiran bersama yang bisa
dijadikan milik serta komitmen seluruh umat (Pandoyoputro, 58). Setelah membuat
Keputusan, Dewan Pastoral Paroki memiliki tugas untuk melaksanakan apa yang
menjadi hasil kesepakatan atau musyawarah bersama. Hal yang perlu diperhatikan oleh
Dewan Pastoral Paroki adalah memastikan keberlangsungan dan pelaksanaan apa yang
telah menjadi kesepakatan bersama itu. Hal itu dilakukan demi tercapainya tujuan.
secara matang, serta membuat Keputusan atas nama umat dan untuk seluruh umat, serta
mengupayakan pelaksanaan keputusan dan kebijakan bersama seluruh umat (Yulius Defri
pastoral umat kristiani, untuk mengajar, untuk menguduskan, dan untuk memerintah agar
dapat memahami tempatnya dalam Gereja Universal. Konsili Vatikan II memuat seruan
yang kuat untuk berkolaborasi antara umat awam dengan mereka yang bertanggung
jawab atas kepemimpinan pastoral di semua tingkatan Gereja. Setiap paroki hendaknya
mempunyai Dewan Pastoral Paroki untuk membantu pastor dalam melayani umat.
Dewan Pastoral Paroki adalah badan penasehat yang membantu pastor untuk memahami
paroki. Dewan Pastoral Paroki membantu pastor paroki untuk membimbing paroki
menuju pemenuhan misi Gereja dalam panggilannya untuk pelayanan dan evangelisasi.
Meskipun otoritas tertinggi dan akuntabilitas berada di tangan Pastor Paroki berdasarkan
Hukum Kanonik, keputusan harus dibuat dengan cara kolaboratif dan kolegial (Calgary,
2013).
dan perutusan Umat Allah dengan berpartisipasi secara aktif dalam hidup dan kegiatan
pastoral paroki. Maksudnya ialah umat dipanggil tidak hanya untuk berkarya, sibuk serta
tenggelam dalam aneka kegiatan (bahaya aktivisme), melainkan juga dan pertama-tama
untuk menghayati imannya sebagai umat paroki, bukan hanya sebagai serikat kerja,
melainkan umat Allah yang hidup. Sulit dibayangkan partisipasi semua warga paroki
dalam semua kegiatan paroki berupa tugas-tugas khusus yang terbatas jumlahnya. Karena
itu, secara organisatoris dan kelembagaan partisipasi umat dijalankan melalui perwakilan
Dewan Pastoral Paroki. Hendaknya dibedakan antara hidup dan karya, semua umat
dipanggil untuk berpartisipasi dalam hidup paroki yang sangat bersifat operasional, yakni
terlaksananya panggilan dan perutusan umat Allah (Yulius Defri Sudi, dkk, 2022).
yang sudah dibuat bisa dilaksanakan, dan selanjutnya perlu dibuat evaluasi atas apa
yang terjadi di paroki serta kesesuaiannya dengan Injil. Perencanaan yang hanya
Fungsi utama Dewan Pastoral Paroki adalah pelayanan. Dalam konteks ini, pelayanan ini
berciri pastoral karena bertujuan memajukan perkembangan Gereja. Hal ini berarti
Dewan Pastoral Paroki melayani segala kebutuhan umat dalam bidang pastoral, seperti
malayani dalam bidang pewartaan dan katekese. Fungsi pelayanan Dewan Pastoral
Fungsi Dewan Pastoral Paroki adalah menunjukkan jalan untuk mencapai tujuan yang
sudah dirumuskan dengan jelas. Ada beberapaa fungsi terbentuknya Dewan Pastoral
Paroki, antara lain sebagai wadah perwakilan umat. Fungsi ini hendak menekankan
bahwa tanggung jawab umat dengan ribuan warga sulit dilaksanakan tanpa perwakilan
oleh kelompok kecil, yang dipilih untuk membawakan suara umat kepada dewan dan
menyampaikan rencana dan keputusan dewan kepada umat. Dari fungsi representatif ini
jelas bahwa para anggota Dewan Pastoral Paroki hendaknya bersikap merakyat,
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi Dewan Pastoral Paroki secara singkat
dapat dikatakan sebagai berikut: Pertama, sebagai wadah struktural dan fungsional dalam
menggereja; Kedua, sebagai dewan musyawarah dan kerjasama, di mana pastor paroki
dan wakil umat memberikan pertimbangan, penilaian, pendapat dan usulan, dalam rangka
pertimbangan terhadap situasi dan kebijakan pastoral. Kedua, Dewan Pastoral Paroki (DPP)
, dalam kesatuan dengan pastor paroki berwenang untuk mengambil keputusan mengenai
kepada Uskup Diosesan dan/atau ordinaris wilayah yang mewakilinya (Vikep). Ketiga,
Dewan Pastoral Paroki (DPP) dalam kesatuan dengan pastor paroki berwenang
Selain itu, Dewan Pastoral Paroki berwenang mengambil keputusan reksa pastoral
paroki sesuai dengan Arah Dasar Pastoral Keuskupan. Dewan Pastoral Paroki
bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan reksa pastoral paroki kepada Uskup
Diosesan. Wewenang Dewan Pastoral Paroki pada dasarnya bercorak konsultatif. Fungsi
mufakat, berdasarkan jabatan dan fungsinya yang khas pastor paroki menjadi penentu
keputusan terakhir berdasarkan masukan dan pendapat yang sah dalam forum tersebut.
Hal ini berarti Dewan Pastoral Paroki tidak bisa membuat keputusan atau kebijakan
pastoral dalam suatu rapat tertentu tanpa diketahui oleh pastor paroki. Keputusan
semacam itu dengan sendirinya tidak sah. Wewenang konsultatif berlaku pertama-tama
dan terutama dalam hal-hal yang menyangkut kerja struktural dan organisatoris (Yulius
perihal berperan serta dalam suatu kegiatan (Pritiani, 2021). Selain itu, menurut Amirin
(2005: 80) istilah partisipasi diambil dari bahasa Inggris “participation”. Dalam
diterjemahkan sebagai ikut serta (keikutsertaan), peran serta (berperan serta), ambil
bagian, dan terlibat (keterlibatan). Sementara itu, menurut Koten (2020: 22) partisipasi
adalah keikutsertaan atau keterlibatan seorang individu dalam melakukan suatu kegiatan
keterlibatan seorang individu tidak hanya sebatas pada kehidupan soaial kemasyarakatan
saja, tetapi juga dalam kehidupan rohani tergantung pada iman dan kepercayaan yang
dianutnya. Salah satu bentuk keterlibatan dalam kehidupan rohani tersebut ialah
partisipasi umat dalam kegiatan menggereja sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Dapat
dipahami bahwa partisipasi berarti bentuk keterlibatan emosi, mental dan fisik seseorang
atau kelompok dalam suatu kegiatan tertentu. Dalam arti ini, bukan hanya imannya saja
Istilah umat berasal dari kata Arab yang berarti bangsa, rakyat, kaum yang hidup
bersatu padu atas dasar iman kepada Allah (Maryanto, 2004: 78). Secara lebih konkret
Gereja diartikan sebagai umat yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh
Kudus menuju kerajaan Bapa, dan telah menerima warta gembira yang wajib mereka
siarkan kepada sesama (hal. 80). Konsili Vatikan II memilih istilah biblis “Umat Allah”
untuk menyebut para pengikut Yesus Kristus, yaitu semua anggota gereja yang telah
dibaptis. Umat katolik bersekutu sepenuhnya dengan Gereja Kristus melalui rahmat,
sakramen-sakramen, pengakuan iman, serta persekutuan dengan para Uskup Gereja yang
bersatu dengan Paus. Umat adalah kaum beriman Kristiani yang memiliki dasar iman
kepada Allah.
Berdasarkan penjelasan kedua istilah diatas, yakni partisipasi dan umat, maka
dapat disimpulkan bahwa partisipasi umat merupakan suatu bentuk keterlibatan umat atas
dasar iman kepada Allah untuk melaksanakan berbagai tugas perutusan Gereja.
selalu menjalin persekutuan dengan Kristus dan senantiasa mau ditebus oleh Kristus.
Dalam bidang pewartaan partisipasi umat sangat dibutuhkan karena tugas menjadi
seorang pewarta bukan hanya diemban oleh para imam, ataupun katekis melainkan juga
telah menjadi murid-murid yang diutus (bdk. Mat. 28:29). Semua orang yang dibaptis,
apapun kedudukannya dalam Gereja, dan tingkatan pendidikannya dalam iman, adalah
terjadi tanpa pelaku berkualitas dan menuntut umat beriman untuk terlibat dan bukan
hanya menjadi penerima pasif (Ruteng P. S., 2013-2015). Dalam Gereja semua orang
beriman berdasarkan sakramen baptis, mengambil bagian dalam tugas Yesus Kristus
sebagai nabi, imam dan raja sehingga perutusan dan karya Kristus diteruskan dan
seseorang yang telah dibaptis. Maka untuk melaksankan kesaksian, orang beriman harus
peka dengan penghayatan imannya sendiri. Konsekuensinya setiap orang beriman harus
lebih dahulu membaharui diri, agar dapat menemukan wajah Allah yang baru. Orang
beriman perlu menggali imannya untuk disuburkan, karena selama hidup ia mengalami
Setiap orang beriman dipanggil untuk hidup semakin bertanggung jawab dalam
beriman. Orang beriman sadar bahwa Tuhanlah yang memanggil dan membuat mereka
mampu untuk sungguh hidup beriman karena satu-satunya jawaban terhadap panggilan
Allah adalah hidup beriman yang mantap. Hidup beriman yang mantap itu berarti selalu
terlibat pada hidup yang penuh pengabdian kepada Allah dan sesama. Beriman itu berarti
selalu mengalami kehadiran dan intervensi Allah dalam hidup. Beriman bukanlah
menghayati kesaksian hidup secara otonom dan bertanggung jawab sesuai bisikan hati
nurani (Lalu, 2010). Iman adalah sebuah anugerah atau rahmat Allah kepada manusia.
Iman itu ibarat benih yang ditaburkan Allah ke dalam diri manusia. Memiliki iman yang
dewasa itu tidak mudah karena iman yang dewasa bukan hanya diwujudkan dengan
kegiatan tugas perutusan Gereja, khususnya dalam kegiatan katekese. Faktor-faktor itu
Dalam kegiatan katekese umat, fasilitator menjadi salah satu faktor yang sangat
penting untuk mempengaruhi partisipasi umat dalam mengikuti kegiatan katekese umat.
Hal pokok yang dibutuhkan dari seorang fasilitator, antara lain: Pertama, berkaitan
sebuah partisipasi ada apabila komunikasi antara pembina dan peserta terjalin dengan
berdampak pada partisipasi umat. Kedua, kepribadian yang baik dari seorang fasilitator.
Kepribadian yang baik merupakan modal dasar bagi pembina katekese umat dalam
mengikuti kegiatan katekese juga menjadi salah satu factor penting yang mempengaruhi
partisipasi umat dalam mengikuti kegiatan katekese. Apabila dari dalam diri umat itu
sendiri tidak ada dorongan untuk mengikuti kegiatan katekese maka tidak ada juga
Dalam kegiatan katekese umat, waktu menjadi hal yang sangat penting untuk
orang berkumpul dan waktu bebas di mana semua peserta dapat berkumpul. Namun
dalam kenyataan, banyak orang atau umat lebih memilih bekerja untuk menambah
Tema katekese ialah pokok pembicaraan dalam sebuah pertemuan katekese. Ada
berbagai tema yang disiapkan dalam katekese. Namun sering terjadi, banyak umat tidak
mengikuti kegiatan katekese hanya karena temanya kurang menarik. Tak hanya itu,
tema yang dibawakan yang tidak sesuai dengan konteks dan kebutuhan umat (ibid (hal.
92). Tema yang tidak sesuai dengan konteks akan menyebabkan umat enggan mengikuti
bentuk antara lain: Pertama, Kehadiran. Kehadiran umat merupakan salah satu bentuk
partisipasi yang dapat melancarkan kegiatan katekese. Kehadiran ini didorong oleh
panggilannya sebagai umat beriman dengan tujuan untuk mendengarkan sabda Allah
serta menjadi pelaku utama dalam kegiatan tersebut (ibid (hal. 92) Kedua, Keterlibatan
dalam proses. Peserta katekese umat dikatakan mendukung pelaksanaan katekese umat
apabila peserta terlibat secara penuh dalam proses katekese. Di sini yang dimaksudkan
dengan keterlibatan adalah umat turut mengambil bagian aktif dalam kegiatan katekese,
Umat
katekese, maka ada berbagai usaha dan upaya yang dilakukan untuk mendorong dan
meningkatkan partisipasi umat dalam kegiatan katekese. Adapun usaha-usaha itu adalah
sebagai berikut:
katekese. Untuk mengajak peserta katekese berlatih berpikir tentang sesuatu, berdiskusi
dibutuhkan seorang fasilitator (Seran, 2007). Fasilitator yang baik hendaknya menguasai
berbagai ragam cara atau metode untuk memandu kegiatan katekeses sesuai dengan tema.
Hal ini hanya dapat dicapai melalui pelatihan-pelatihan. Fasilitator adalah orang yang
berperan sebagai perantara antara sesama peserta dalam kegiatan katekese untuk
bersama-sama mengikuti proses katekese dan merumuskan hasil yang dicapai dalam
proses katekese.
pergulatan hidup manusia. Tema katekeses yang kontekstual biasanya diambil dari
pengalaman hidup sehari-hari dan menyapa secara konkret kerinduan dan kebutuhan
manusia (Papo, 1987). Pemilihan tema yang kontekstual akan membantu pewartaan
sungguh meresap ke dalam lingkungan dan kenyataan sosial hidup umat serta membantu
mereka menghayati dan mengembangkan imannya dalam kenyataan sosial yang sedang
2.3. KATEKESE
Kata katekese berasal dari kata kerja bahasa Yunani “Katechein”. Kata kerja ini
berasal dari akar Yunani “Kat” artinya keluar atau ke arah luar dan “ecco” artinya gema,
bergaung. Suatu gema yang disampaikan keluar atau kearah luas. Gema dapat terjadi jika
ada suara yang penuh keyakinan menyuarakaan sesuatu, dan gema itu tidak pernah
berhenti pada satu arah. Maka katekese juga perlu dilakukan dengan penuh keyakinan
Gereja masa kini menempatkan katekese dalam pengertian yang lebih luas. Dalam
katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman
khususnya mencakup pengajaran kristen yang umunya diberikan secara organis dan
Kristen (Catechese Tradendae No. 18, (Mali, 2013). Dengan kata lain katekese adalah
usaha-usaha ari pihak gereja, untuk menolong umat agar semakin menghayati,
dicarikan agar katekese dalam berbagai bentukya bergema dalam hati para pendengarnya.
sakramen baptis dan penyebaran iman atau kegiatan misioner. Oleh karena itu peserta
katekese adalah orang-orang dewasa. Materi atau obyek dari katekese sangatlah beragam
dan tergantung kepada umat yang diberi pelajaran katekese. Para rasul mewartakan Yesus
Kristus kepada masyarakat Yahudi di Yerusalem, sebagai Mesias yang telah dinantikan
kedatangan-Nya dan yang telah diramalkan oleh para nabi. Mereka memperlakukan
orang Yahudi sebagai orang yang sudah disiapkan dengan hukum taurat, merupakan
Yesus Kristus di atas Musa dan Yesus Kristus juga mengajarkan agama yang terpisah
dari rirus dan ajaran-ajaran Musa. Dan kepada masyarakat Yunani dalam pidatonya di
Areopagus, Paulus menekankan beberapa hal antara lain: keberadaan satu Allah sebagai
pencipta surga dan bumi, penolakan pada penyembahan berhala, dan pentingnya
Buku pegangan paling awal tentang instruksi iman dan moral kristiani adalah
Didache atau ajaran dari dua belas rasul yang berisi 17 bab. Didache ini ditulis oleh
banyak pengarang yang berasal dari Mesir, Syria atau Palestina pada tahun 60. s.d 90.
Diakhir abad ke-2, Clemens dari Alexandria menulis “pedagogue” yang berisi
tentang hal-hal yang terkait dengan filsafat dan pemikira apologetic. Pada tahun 202
Uskup Lyon yakni Irenaeus menulis “Proof of the Apostolic Preaching”, untuk melawan
Gnostisisme. Abad ke-2 dan ke-3 sampai dengan masa Konstantinus, bahan pengajaran
katekese lain berisi aturan yang lengkap tentang katekumenat yang terdapat dalam
“Tradisi Para Rasul” yang ditulis oleh Hypolitus dari Roma, sekitar tahun 215.
Pada abad ke-4 dan ke-5 banyak orang yang meminta pembaptisannya ditunda
hingga dewasa. Salah satu alasannya adalah sesudah menerima sakramen baptis, seorang
kristen yang jatuh dalam dosa berat akan terkena disiplin sakramen tobat yang keras
yakni setelah ia baru mendapat pengampunan setelah menjalani penitensi umum. Bahan
katekese tentang keselamatan di mana katekis mengajar seluruh ajaran Kristen dalam
bentuk ceritra, mulai Adam dan Hawa sampai kitab Wahyu. Selanjutnya pengajaran iman
pada abad ke-6 ditandai pembaptisan dan pendidikan anak-anak. Dalam masa persiapan
akhir, para katekumenat mendoakan Bapa Kami dan mengucapkan Credo, tanya jawab
iman dengan diwakili oleh wali baptis. Pada abad 7-11 buku yang digunakan sebagai
pegangan katekismus karangan Santo Agustinus dari Hippo yakni “De Catechizandis
Rudibus”.
Abad ke-12 dan abad ke-15 ditandai dengan peningkatan kegiatan perdaganagan
Aquinas menulis buku “Summa Teologia” yang berisikan pengajaran moral yang didasari
Dalam abad pertengahan tidak terdapat suatu bentuk katekese gerejani yang
bersifat teratur untuk anak-anak, terutama setelah kelas menengah masuk didalam
gereja. Kendati demikian orang tua dan juga para wali baptis tetap berkewajiban untuk
memberikan bimbingan untuk anak-anak mereka. Wali baptis juga harus menjalankan
pemeriksaan tentang pemahamannya tentang Credo dan hafal doa Bapa Kami. Dalam
katekese yang dibuat langsung oleh para Klerus dan oleh mereka yang dipercayakan
untuk memajukan katekese. Konsili Trente mewajibkan para Uskup agar katekese
untuk anak-anak disemua gereja paroki, sekurang-kurangnya pada hari minggu dan
kristiani, membimbing untuk pengenalan akan kitab suci dan tradisi Gereja yang
hidup, Credo (aku percaya) dan penciptaan visi doktrinal yang koheren, yang menjadi
acuan dalam hidup (KWI, 2022) . Pentinglah untuk tidak meremehkan dimensi
kognitif tentang iman dan berhati-hati untuk mengintegrasikannya ke dalam proses
bertentangan dengan isi dan pengalaman iman akan terbukti gagal. Katekese tanpa isi
akan menghambat pematangan iman, yang mampu membawa kepada makna Gereja
Katekese, selain membantu pengenalan yang hidup akan misteri Kristus, juga
Melalui tugas ini, katekese membantu memahami pentingnya liturgi dalam hidup
khususnya sakramen ekaristi, sumber dan puncak kehidupan dan misi Gereja (KWI,
2022). Melalui partisipasi yang sadar dan aktif pada perayaan-perayaan liturgis,
katekese mendidik pemahaman tentang tahun liturgis, guru sejati iman, dan arti hari
panggilan untuk menghayati hidup baru, selaras dengan martabat anak-anak Allah
yang diterima dalam pembaptisan dan dengan hidup Dia yang bangkit yang
bahwa panggilan kepada kekudusan (yang sesuai dengan jawaban atas cara hidup
sebagai anak, mampu mengarahkan kembali setiap situasi pada jalan kebenaran dan
Doa itu terutama merupakan anugerah Allah; sesungguhnya di dalam diri setiap
orang yang dibaptis “Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-
keluhan yang tak terucapkan” (Rm 8:6). Katekese mempunyai tugas mendidik untuk
Kristiani (Ibid. (hal. 72)Tugas ini melibatkan pendidikan, baik untuk doa pribadi
maupun doa liturgis dan komunitas, dan mulai dengan bentuk-bentuk doa yang tepat:
doa berkat dan sembah sujud, permohonan, doa bagi orang lain, ucapan syukur dan
pujian.
2.3.4.1. Sabda Allah dalam Kitab Suci dan dalam Tradisi Suci
utamanya. Karena itu, penting bahwa sabda yang diwahyukan secara radikal
memperkaya katekese dan seluruh daya upaya untuk meneruskan iman. Kitab Suci
itu diilhami oleh Allah dan menjangkau jiwa manusia lebih dalam dari perkataan lain
apa pun (KWI, 2022). Sabda Allah tidak hanya berakhir pada tulisan Kitab Suci,
karena sabda itu adalah realitas yang hidup, bekerja dan berdaya (Yes. 55:10-11; Ibr
4:12-13). Allah berbicara dan sabda-Nya dinyatakan dalam ciptaan (bdk. Kej 1:3 dst,;
2.3.4.2. Magisterium
mereka untuk mewartakan injil sampai ke ujung bumi sambil menjanjikan kepada
mereka bantuan Roh Kudus yang telah menjadikan mereka guru-guru kemanusian
dalam kaita dengan keselamatan, dengan meneruskan sabda Allah secara lisan
(Tradisi) dan melalui tulisan (Kitab Suci). Magisterium mendapat tugas dan mandat
untuk memilihara, menafsirkan dan meneruskan warisan iman, yakni isi wahyu. Pada
dasarnya, seluruh umat Allah berkewajiban untuk menjaga dan menyebarkan warisan
iman. Menjaga dan mewariskan iman merupakan tugas seluruh Gereja untuk
mewartakan injil kepada segala bangsa. Kebenaran yang menyelamatkan selalu tetap
sama dalam dirinya dan tidak berubah. Meskipun begitu, Gereja dari waktu ke waktu
semakin mengenal dengan lebih baik warisan wahyu. Oleh karena itu, terdapat
Allah yang sama. Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium, dengan demikian, bersatu erat
dan tak satu pun diantara mereka ada tanpa yang lain. Katekese, merupakan salah satu
2.3.4.3. Liturgi
diperlukan untuk katekese Gereja. Hal ini tidak hanya berarti melalui liturgi, katekese
bagian satu sama lain dalam kegiatan beriman. Liturgi dan katekese, yang dimengerti
sendiri, tidak boleh disejajarkan, tetapi keduanya harus dipahami dalam konteks
kehidupan kristiani dan Gerejawi dan ditunjukkan untuk menghayati pengalaman kasih
Allah. Liturgi merupakan tempat yang paling istimewa untuk kegiatan katekese bagi
umat Allah.
kudus dan para martir merupakan bagian integral dan efektif dalam katekese. Kisah-
dinding dalam gereja dan ikon-ikon dan cerita-cerita sudah digunakan dalam katekese
untuk mendidik anak-anak dan orang-orang yang buta huruf. Gereja memandang para
martir sebagai guru-guru iman yang amat terkenal, yang dengan daya upaya dan
memiliki dan menyampaikan pewartaan yang secara utuh. Pusat dan dasar pewartaan
dari kehidupan Yesus dan menghubungkannya dengan pengalaman dari setiap pewarta
(Mali, 2013).
Inti dari katekese adalah kasaksian para rasul tentang kebangkitan Kristus,
yang diakui sebagai Mesias yang menebus umat manusia dengan sengsara, wafat,
dan kebangkitan-Nya. Pewartaan para rasul diberikan dalam bentuk “kerygma” yang
menyelamatkan umat manusia dalam diri putra-Nya yang tunggal. Kedua, rencana
keselamatan Allah yang terlaksana dan terpenuhi dalam Yesus Kristus yang
disalibkan dan bangkit. Yesus adalah satu-satunya penyelamat umat manusia dan
merupakan kpusat kerygma (bdk Kis 4-12). Ketiga, disamping wafat dan kebangkitan
merupakan tema utama para rasul. Keempat, motivasi pertobatan adalah misteri
paskah. Hal itu dapat dijelaskan dengan kebangkitan dan kemenagan Kristus atas
kekuasaan dosa. Dalam diri Yesus terlaksana rencana keselamatan Allah secara
Pertama, usaha katekese merupakan tanggung jawab seluruh umat sebagai gereja,
bukan hanya para katekis, atau para iman. Kedua, usaha katekese mementingkan
proses, bukan hasil yang langsung atau instan. Dalam kegiatan katekese, proses itu
penting, namun yang utama bukan hasil tetapi proses menuju hasil. Ketiga, peserta
adalah subyek atau pelaku yang berperan dalam proses, sementara fasilitator hanya
membangun relasi yang harmonis dengan Tuhan, sesama maupun lingkungan. Dalam
hal ini, proses katekese umat bertujuan mematangkan dan mendewasakan iman, yang
harus dilaksanakan secara sadar dan terencana dengan penuh tanggung jawab, bukan
Dalam proses katekese setiap pribadi dihargai martabatnya, di mana semua orang
bebas mengungkapkan imannya tanpa rasa takut. Dalam hal ini, setiap pengalaman
iman dari masing-masing pribadi harus dilihat sebagai pengalaman yang dapat
kenyataan hidup sehari-hari Ketiga, Dengan demikian umat semakin sempurna dalam
beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan hidup beriman kristiani semakin
dikukuhkan. Keempat, Umat sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup di
Pada intinya tujuan khas dari katekese adalah mengembangkan iman. Melalui
katekese umat diharapakan untuk semakin mengerti dan menghayati misteri Kristus
dalam cahaya firman Allah, sehingga seluruh pribadi manusia diresapi oleh firman itu.
Berdasarkan tujuan ini jelas bahwa katekese bertujuan untuk mengembangkan iman
semua orang, termasuk didalamnya juga kaum muda. Kaum muda memerlukan katekese
karena jumlah kaum muda dalam Gereja sangat dominan. Kaum muda sebagai harapan
dan masa depan Gereja, dalam kenyataan memiliki pemahaman yang minim tentang
imannya. Merujuk pada kenyataan semacam ini, maka diperlukan katekese untuk semua
orang muda untuk meningkatkan iman dan partisipasi mereka dalam kehidupan Gereja.
2.3.7. Proses Katekese Umat
Dalam hal ini, proses katekese yang bertujuan mematangkan dan mendewasakan iman
harus dilaksanakan secara sadar dan terencana dengan penuh tanggung jawab (tidak
2.3.7.1. Gagasan pokok. Gagasan pokok merupakan gagasan utama yang mendasari
proses dan selanjutnya akan diolah dalam proses. Gagasan pokok dapat pula dikatakan
sebagai intisari dari keseluruhan proses katekese. Sebuah gagasan pokok hendaknya
memuat tiga aspek, yakni: Pertama, Antropologis. Aspek manusiawi dari pokok yang
dibahas dalam tema, yang ditampilkan dan disajikan dalam proses, dengan tujuan
membuat tema sungguh riil, konkret dan aktual, serta tepat sasar menyentuh kebutuhan
peserta katekese umat. Kedua, Biblis-Teologis. Ulasan Kitab Suci dan/atau ajaran Gereja
yang menyentuh peserta untuk menemukan nilai iman dalam kenyataan konkret yang
iman dan nilai moral kristiani yang diharapkan tertanam dan terwujud dalam diri peserta
katekese sebagai suatu dasar pembangunan sikap baru, setelah peserta katekese bergelut
2.3.7.2. Tujuan. Tujuan merupakan sesuatu yang akan dicapai melalui sebuah proses
katekese atau tema tertentu. Fungsi dari ditetapkannya tujuan adalah agar pokok bahasan
yang akan dibahas terfokus pada maksud tertentu, sehingga terhindar dari pembahasan
2.3.7.3. Sumber bahan. Sumber bahan merupakan sumber-sumber (biasanya tertulis) yang
digunakan untuk mengembangkan tema tertentu, sehingga isi pembahasan sungguh kaya,
mendalam, konkret dan aktual. Sumber utama dalam proses katekese adalah kitab suci.
2.3.7.4. Metode merupakan cara yang sistematis dan terencana untuk dilaksanakan dalam
proses demi mencapai tujuan. Pemilihan metode hendaknya memperhtikan tujuan, usia
peserta, waktu, tempat dan kondisi-kondisi lain. Sarana, merupakan segala maca
perangkat yang digunakan untuk mendukung metode yang dipilih dalam proses katekese.
2.3.7.5. Proses katekese. Merupakan rincian dari langkah-langkah kegiatan yang semakin
terputus. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam proses merupakan pengembangan dari
rincian kegiatan dari gagasan pokok. Maka langkah-langkah yang harus diperhatikan
Amos adalah nabi keadilan sosial. Dia mewartakan bahwa Allah adalah pembela
hak-hak orang miskin. Allah mengambilnya dari kawanan dan mengutusnya ke daerah
tetangga dibagian utara yakni Kerajaan Israel. Dengan demikian ia memulai kegiatan
kenabiannya di kota-kota Israel, mencela ketidakadilan sosial dan kehidupan keagamaan
mempringatkan Israel bahwa akan ada hukuman dan mereka akan dibuang dan semuanya
kristen dan membantu mereka untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah yang
Sabda itu dapat dialami dan dirasakan umat dalam kehidupannya. Untuk membuat Sabda
itu bisa dialami dan dirasakan oleh umat maka Gereja melakukannya melalui kotbah dan
katekese. Kotbah dan katekese yang dilaksanakan dalam Gereja sebaiknya berhubungan
(Yohanes, 2013). Prinsip dari metode menggali pengalaman ini juga dapat
membangkitkan partisipasi umat dalam mengambil bagian pada kegiatan katekese yaitu
mensharingkan pengalaman imannya. Karena itu harus bertitik tolak dari kehidupan
konkret umat atau sesuai dengan situasi sosial pada saat itu.
Pengalaman termasuk pengetahuan, namun bukan berkat daya nalar namun karena
kontak langsung dan efektif dengan dunia. Kontak itu membuat orang tersentuh. Seperti
yang hidup antara pribadi seseorang dengan imannya. Berkat pengalaman religius inilah,
Metode diskusi ialah cara membentuk dan menghayati iman dengan saling
menukar pikiran dan pendapat dalam pembicaraan bersama. Peserta katekese dididik
untuk menghargai pendapat orang lain, barani mengungkapkan pendapat dan saling
tenggang rasa dengan orang lain. Diskusi harus dijalankan dalam kelompok kecil dengan
arahan yang baik agar tidak terjadi perdebatan yang sengit dan tidak seorangpun yang
Katekese dengan metode bercerita dalah salah satu metode katekese untuk
mendidik dan membentuk serta menghayati iman dengan mengisahkan suatu kebenaran,
pengalaman atau kejadian. Cerita yang disampaikan dalam metode ini menarik perhatian
semua peserta katekese karena melalui cerita hidup dan pengalaman manusia
memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya (Papo, 1987). Metode ini
digunakan bila peserta sudah memiliki dasar pengetahuan yang memadai, dan
berdasarkan ini peserta dihantar kepada pengetahuan dan penghayatan iman yang lebih
mendasar.
2.3.9. Bentuk- Bentuk Katekese Umat
Pada abad pertengahan ditemukan beberapa bentuk katekese umat. Gereja secara
langsung memberi tanggung jawab kepada umatnya dalam pendidikan iman melalui para
imam, biarawan-biarawati dan para katekis. Mereka diharapkan menjadi penolong dan
penasehat dan melalui proses katekese umat secara langsung menanggapi serta meniru
apa yang diajarkan. Gereja tidak hanya mengeluarkan undang-undang atau peraturan-
menyadarkan dan memampukan umat beriman akan tugas mereka dalam pendidikan
iman (Mali, 2013) . Berdasarkan segi penyajiannya, katekese dapat dibedakan dalam tiga
bentuk, antara lain: Pertama, bentuk praktis. Katekese bentuk praktis mengarahkan
peserta katekese untuk giat dan rajin mempraktekkan kehidupan agamanya, seperti rajin
beribadat, rajin berdoa, berdevosi, bergairah menghadiri perayaan ekaristi dan perayaan
liturgi lainnya. Umat diajak untuk mengenal secara baik masa-masa liturgi dengan segala
sasaran dan peralatann. Sumber informasi utama adalah liturgi gereja itu sendiri.
pemahaman umat akan sejarah penyelamatan Allah yang diawali dengan janji mesianis
dalam Perjanjian Lama dan berpuncak dalam diri Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.
Sumber utamanya adalah Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, keterlibatan Allah dalam
menyelamatkan umat manusia digambarkan secara jelas dan nyata. Bentuk ketiga, bentuk
skematis. Katekeese skematis bertujuan menyajikan kepada umat secara dogmatis dan
teologis, yang tersusun secara sistematis, singkat dan padat. Sumbernya adalah buku
katekismus.
BAB III
METODE PENELITIAN
bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Dalam penelitian kualitatif, proses
dan makna lebih ditonjolkan dan mendapat perhatian. Landasan teori yang dipakai dimanfaatkan
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif sebab dalam penelitian ini peneliti
mendeskripsikan dan menganalisis data-data primer terutama dari para informan. Penelitian
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada suatu fenomena
sosial. Penelitian kualitatif bertujuan memudahkan peneliti dalam meneliti, serta untuk
memahami fenomena yang diangkat peneliti, sehingga dalam proses penelitian, peneliti sendiri
tidak mengalami kesulitan. Penelitian kualitatif dapat merekonstruksi pemahaman dari sumber
Penelitian ini dilakukan di Paroki St. Klaus Werang yang berlokasi di Werang Desa Golo
Mbu, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Paroki St. Klaus Werang didirikan pada tangggal 12 Desember 1999. Tokoh yang berjuang
mendirikan Paroki ini adalah Pater Melki Kisa,SVD. P. Melki adalah pastor Paroki Nunang saat
itu, dibantu oleh Pater Laurens Kuil, SVD, sebagai Pastor Kapelan di Nunang saat itu, yang
kemudian menjadi Pastor Paroki pertama St. Klaus Werang. Selain pastor paroki dan pastor
rekan, ada juga tokoh-tokoh umat yang berperan penting dalam mendirikan paroki ini, seperti
Bapak Petrus ( yang kemudian menjadi Tu’a Golo). Umat Stasi Werang sebelumnya bergabung
dengan umat Paroki Rekas, sedangkan umat Stasi Paku, Stasi Cereng, Stasi Parek dan Look
Sejak tanggal 24 Januari 1983, Stasi Werang dialihkan dari paroki Rekas dan masuk Paroki
St. Mikael Nunang berdasarkan surat keputusan Vikaris Jenderal Dioses Ruteng. Bersamaan
dengan itu pula Stasi Joneng dan Wae Wako dialihkan dari Paroki Reweng ke Paroki Wae
Nakeng. Dengan masuknya stasi Werang menjadi bagian Paroki Nunang, maka wilayah paroki
Nunang menjadi lebih luas, sementara kondisi geografisnya sangat sulit dijangkau, baik dengan
berjalan kaki maupun dengan kendaraan. Dalam perjalanan waktu, konsentrasi umat di Werang
semakin meningkat dengan cepat terutama karena posisi Werang sebagai pusat kecamatan.
Kondisi ini mendorong Pater Erwin Smutz, SVD, Pastor Paroki Nunang untuk mengupayakan
tempat ibadat sendiri, meskipun sudah ada tempat ibadat di Teong Toda. Pertimbangan serupa di
miliki oleh Pater Melkiades Kisa, SVD yang menggantikan Pater Erwin sebagai pastor Paroki
Nunang. Untuk merealisasikan harapan ini, maka pada tanggal 4 Maret 1993, didukung oleh
umat dari lima kelompok yang sudah disebutkan diatas berhasil mendapatkan sebidang tanah
yang sangat strategis. Beberapa tahun kemudian didirikan gereja Santo Klaus Werang di atas
tanah ini.
Pada tahun 1994 sesuai dengan kebijakan Keuskupan Ruteng yang memutuskan bahwa
pusat kecamatan sebaiknya sekaligus menjadi pusat paroki. Merujuk pada kebijakan ini, maka
Pater Ernest Wasser, SVD bersama dengan Pater Laurens Kuil, SVD yang menggantikan Pater
Melkiades Kisa, SVD menganjaurkan agar Teong Toda yang semula menjadi pusat stasi
dialihkan menjadi Pusat Lembaga Pendidikan. Sementara itu pusat stasi dipindahkan ke
Werang. Keputusan ini nampaknya diterima dengan berat hati oleh sebagian umat. Hal ini
selanjutnyan menjadi alasan polemic dalam waktu yang cukup lama. Polemik ini berpuncak
dengan munculnya surat penolakan pada tanggal 28 Januari 1998, yang ditandatangani oleh 8
(delpan) orang ketua kelompok dan 8 (delapan) orang tokoh umat. Alasan penolakan adalah
Teong Toda sudah menjadi tempat yang strategis dan sudah dilengkapi dengan kapela yang
memiliki nilai sejarah yang Panjang. Karena itu, kapela yang ada tidak perlu di bongkar dan
pusat stasi tidak boleh di pindahkan. Perbedaan pendapat selanjutnya mendapatkan jalan keluar
ketika umat Stasi Werang menerima Teong Toda sebai pusat lembaga pendidikan dan Werang
diterima sebagai pusat stasi. Hal yang patut di banggakan dalam proses perjuangan ini adalah
terbentuknya Paroki St. Klaus Werang. Meski terjadi polemic di antara umat, namun Pater
Ernest Wasser, SVD tetap mendanai pembangunan gereja, dan selanjutnya membangun aula
paroki.
Pemilihan St. Klaus sebagai pelindung paroki terdorong oleh spiritualitas Santo Klaus,
seorang yang suci dari Swiss, seorang yang sederhana dan sangat dekat dengan Tuhan. Beliau
adalah bapak keluarga yang kemudian membaktikan diri sepenuhnya bagi Tuhan dan bagi
perdamaian Negara Swiss. Umat paroki Werang berkomitmen ubtuk meneladani sikap dan
Setelah menjadi paroki defenitif, paroki Santo Klaus Werang berturut-turut dipimpin oleh P.
Erwin Schumutz sebagai pastor paroki pertama. Selanajutnya P. Erwin digantikan oleh P.
Laurens Kuil, SVD, Rm. Yovan Nukul, Pr, Rm. Egis Masri, Pr dan Rm. Jhon Syukur, Pr.
Kabupaten Manggarai Barat. Batas-batas Paroki St. Kalus Werang adalah sebagai berikut:
sebalah timur Paroki Rekas, sebelah barat Paroki Sok Rutung, sebelah utara Paroki Noa, dan
Paroki St. Klaus Werang memiliki jumlah umat sebanyak 4.105 jiwa. Paroki ini terdiri
dari 4 stasi dan 50 KBG, dengan rincian sebagai berikut: Stasi Werang memiliki 33 KBG, Stasi
Parek memiliki 4 KBG, Stasi Paku memiliki 9 KBG, dan Stasi Cereng memiliki 4 KBG.
Umat Paroki St. Klaus Werang didominasi oleh orang-orag yang bekerja sebagai petani.
Selain itu, ada segelintir orang yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta.
Penghasilan utama dari bidang pertanian lahan kering adalah padi dan kemiri. Sementara
pertanian basa yakni pengolahan sawah masih sangat bergantung pada curah hujan. Oleh sebab
itu, mayoritas umat memiliki kehidupan yang sederhana. Kondisi ini membawa dampak dalam
bidang pendidikan. Rata-rata umat hanya menyelesasikan pendidikan tingkat SD dan SMP.
Sebagian penduduk memiliki ijazah sarjana tetapi mereka memilih tinggal di kota untuk
bekerja. Selain usaha pertanian, sebagian umat juga memiliki usaha alternatif, seperti membuka
kios, beternak babi, anyam dan menganyam topi dan kerajinan tangan lainnya.
Mayoritas umat Paroki Werang adalah orang Manggarai. Karena itu, bahasa yang
digunakan adalah bahasa Manggarai dengan dialek Kempo. Sebagian besar orang Manggarai di
Werang beragama katolik. Meski demikian, ada pula umat muslim pribumi yang bisa dijumpai
pada semua stasi di Paroki St. Klaus Werang. Meski berbeda agama dan keyakinan, namun
semua hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Selain suku Manggarai, ada juga etnis lain
seperti Ende, Bejawa, Larantuka, Jawa dan Bali yang hidup di Werang.
Dalam perspektif budaya, peran Tu’a Golo masih sangat penting terutama untuk
menyelesaikan masalah adat, sosial dan budaya. Sementara itu, mereka juga masih
mempertahankan ritus adat yakni ritus Kelas. Ritus Kelas merupakan ritus yang lazim dilakukan
untuk menutup rangkaian doa bagi orang yang meninggal. Sementara itu, Ritus Teing Hang
hanya dilaksanakan oleh beberapa keluarga. Sedangkan Ritus Penti hampir jarang di lakukan
di wilayah Kempo.
Dalam penelitian ini, data dan sumber data sangat dibutuhkan. Data merupakan kumpulan
informasi yang diperoleh dari hasil suatu pengamatan dan wawancara. Data yang diperoleh
dapat berupa angka atau lambang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-
sumber yang telah ada. Data tersebut biasanya diperoleh dari perpustakan atau
Teknik pengambilan data adalah teknik yang digunakan dalam suatu penelitian untuk
mengumpulkan atau memperoleh data. Pengambilan atau pengumpulan data bertujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan jenis
penelitian yakni penelitian kualitatif, maka ada beberapa teknik pengambilan data seperti
3.4.1 Observasi
Observasi dalam penelitian adalah teknik pengambilan data dengan cara membuat
pengamatan. Peneliti mengamati peran serta dari objek yang diamati. Sebagai misal, peneliti
mengamati Peran Dewan Pastoral Paroki dalam meningkatkan partisipasi umat dalam kegiatan
katekese. Hasil pengamatan dicatat dan selanjutnya dianalisis untuk menarik beberapa
kesimpulan.
3.4.2 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang paling penting dalam pengambilan data.
Dengan wawancara terhadap sumber informasi, peneliti akan dengan mudah mendapatkan data
atau sumber informasi tentang fenomena yang diteliti. Teknik wawancara dilaksanakan secara
terstruktur dengan merumuskan pertanyaan yang sesuai dengan apa yang diteliti. Dalam
dianggap mampu memberikan informasi yang valid dan benar. Wawancara dilakukan dengan
tujuan untuk mendapat informasi yang akurat dan aktual, sehingga penelitian dapat berjalan
dengan baik.
dokumen yang berhubungan dengan teman penelitian. Dokumen-dokumen ini diamati dan
dipelajari dengan saksama untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang sedang diteliti.
Analisis data di sini berarti mengatur secara sistematis bahan hasil wawancara dan
observasi, menafsirkannya dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang
baru. Inilah yang disebut hasil temuan atau findings. Findings dalam analisis kualitatif berarti
mencari dan menemukan tema, pola, konsep, insights dan understanding. Semuanya diringkas
dengan istilah ‘penegasan yang memiliki arti’ (statement of meanings) (J.R 2010). Analisis
berarti mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya dalam unit-unit yang lebih kecil,
3.5.1 MereduksiData
Reduksi data adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
Dalam reduksi data, setiap peneliti dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama
dari penelitian kualitatif adalah temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan
penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola,
maka hal-hal itu harus dijadikan sebagai fokus perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan
Penyajian data adalah penyusunan kumpulan informasi yang bisa memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan. Langkah ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi
yang tersusun dan yang memberi kemungkinan untuk penarikan kesimpulan. Hal ini dilakukan
dengan alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif biasanya disusun
secara naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa mengurangi isinya. Penyajian data
dilakukan untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari gambaran
keseluruhan.
Kesimpulan adalah tahap akhir dalam proses analisis data. Pada bagian ini peneliti
mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mencari makna data yang sudah dikumpulkan, dengan mencari hubungan, persamaan, atau
pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung di dalamnya, dengan konsep-
Dalam penelitian kualitatif, temuan dapat dinyatakan valid apabila tidak ada pembedaan
antara apa yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek
penelitian. Yang dimaksudkan di sini adalah data yang sesuai dengan apa yang dilaporkan
peneliti.
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam
penelitian ini, pemeriksaan itu dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara dan hasil
Member check adalah teknik yang dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir agar memberikan kesempatan kepada rekan/partisipan untuk menguji hasil hipotesis
Dependability adalah adalah teknik yang memperhitungkan segala sesuatu yang terjadi
Transferability adalah usaha yang dilakukan peneliti untuk mencari dan mengumpulkan
data-data empiris tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan
data tentang Peran Dewan Pastoral Paroki dalam meningkatkan partisipasi umat dalam Katekese
Penelitianz tentang Peran Dewan Pastoral dalam meningkatkan partisipasi umat dalam katekse
di Paroki St. Klaus Werang dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut:
konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai prosedur yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini, serta melakukan pendekatan kepada Dewan Pastoral Paroki di St. Klaus Werang.
dengan menyerahkan surat izin penelitian/surat rekomendasi penelitian. Pada tahap ini juga
peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data. Dalam tahap ini peneliti melakukan wawancara
langsung dengan Dewan Pastoral Paroki St. Klaus Werang serta mengajukan pertanyaan teknis
Pencatatan data yang dilakukan berupa catatan lapangan yang diperoleh dan dianalisis
kemudian dituangkan atau dideskripsikan dalam skripsi. Tahap penulisan laporan ini
dilaksanakan setelah peneliti kembali dari tempat penelitian. Kegiatan penulisan laporan ini