Anda di halaman 1dari 26

1

Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat


di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang.
Ditujukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Rezkie Zulkarnaen, M.Pd

Disusun Oleh
Deri : 19101032

PRODI PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI


PEKERTI
SEKOLAH TINGGI AGAMA KATOLIK NEGERI PONTIANAK
2022
2

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal
Maha Kudus terentang tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk mempelajari cara
pembuatan skripsi pada Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak dan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan .

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan moral maupun material sehingga proposal penelitian ini dapat
selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:

1. Ibu Rizky Zulkarnain M.Pd., selaku Dosen yang telah mendidik dan memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan.
2. Papa dan mama serta kakakku yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat
selama penyusunan skripsi ini.
3. Teman-temanku satu bimbingan penelitian proposal yang telah berjuang bersama-
sama penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan
segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Kubu Raya, 28 Agustus 2022


3

Daftar isi
Kata Pengantar........................................................................................................................2
A. Latar Belakang Penelitian................................................................................................4
B. Masalah Penelitian..............................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian................................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................................6
E. Teoritis................................................................................................................................6
E. Kajian Pustaka....................................................................................................................7
F. Metode penelitiaan............................................................................................................20
G. Lokasi Penelitian............................................................................................................23
H. Sistematika penelitian....................................................................................................23
I. Daftar pustaka................................................................................................................24
J. Lampiran........................................................................................................................24

A. Latar Belakang Penelitian


4

Pada umumnya seorang disebut katekis karena ia mempunyai pekerjaan yang khas, yaitu
mengajar agama walaupun ia bekerja di bidang pastoral lainnya. Pelayanan Katekis
mempunyai satu tujuan utama yaitu agar hidup gereja sebagai himpunan umat beriman
semakin dewasa dalam penghayatan imannya, sehingga benar-benar Gereja merupakan tanda
dan sarana persatuan umat Allah dengan Bapa di dalam masyarakat. Pelayanan katekis
memang tidak didasarkan atas tahbisan, namun pelayanannya satu dan sama yaitu:
membangun iman umat.
Pelayanannya sebagai umat Allah memang dikehendaki oleh Yesus Kristus “Karena
itu pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Putera dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Dan di lain pihak pelayanan katekis tumbuh dan
berkembang berdasarkan kebutuhan umat. Berdasarkan imamat umum kaum beriman kita
tahu bahwa merupakan tugas umat Allah seluruhnya untuk mewartakan sabda Allah kepada
umat manusia. Tetapi bagi Katekis tugas pewartaan itu harus diartikan secara lebih luas.
lingkup tugas katekis tidak terbatas pada bidang pewartaan (mengajar agama), melainkan
meliputi seluruh bidang pastoral dan usaha peningkatan penghayatan kehidupan religius di
wilayah atau paroki. Jadi fungsinya tidak hanya sebagai Nabi, tetapi juga sebagai Gembala
yaitu sebagai penjiwa, penggerak, “pembimbing teknis” dalam usaha membangun dan
menghidupkan iman seluruh umat.
Memperhatikan semua itu, maka sedapat-dapatnya seorang katekis ditarik dari antara
umat, karena katekis sendiri bukan seorang yang asing melainkan seorang yang memang
sudah diterima umat, sehingga umat sendirilah yang harus memberi legitimasi terhadap
pelayanannya.
Dalam tangan katekis Roh Allah menyerahkan seluruh tugas Gereja yang pokok
dengan cara yang khas, yaitu membimbing umat beriman untuk dapat menghayati dan
mendalami serta mengartikan hidup pribadi sebagai umat Allah dalam hubungannya dengan
sesama umat melalui dan di dalam realitas hidup “berimannya”.
Guru agama Katolik seharusnya memiliki peranan yang besar dalam pastoral umat,
namun hal ini masih jauh dari yang diharapkan, karena pada kenyataannya di tempat
penelitian ini, ditemukan ketika diangkat menjadi seorang pegawai negeri sipil, guru agama
Katolik mulai melupakan tugasnya sebagai seorang katekis, yang tidak hanya sebagai
pengajar melainkan lebih kepada penggembalaan.
Hal ini dapat dilihat dari kehidupan menggerejanya, guru agama Katolik tidak aktif
dalam kegiatan-kegiatan di gereja misalnya tidak mengikuti ibadat sabda, doa lingkungan,
pembinaan sekolah minggu, dan kurang memberikan pembinaan untuk katekumen. Guru
5

agama Katolik juga kurang memberi pemahaman kepada umat tentang simbol-simbol dan
sikap dalam mengikuti perayaan ibadat sabda. Dan dalam lingkungan masyarakat terlihat
juga bahwa guru agama Katolik kurang bersosaialisasi.
Kurangnya perhatian guru agama dalam setiap kegiatan Gereja membawa pengaruh
yang tidak baik bagi umat, karena dengan melihat perilaku guru agama Katolik yang tidak
aktif secara tidak langsung membuat umat juga malas dalam mengikuti kegiatan Gereja.
Penyebab kurang aktif guru agama Katolik dalam kehidupan menggereja karena
diantara katekis di Stasi Santo Paulus tidak terjalin komunikasi yang baik, ini dapat dilihat
dalam menjalankan program atau mengadakan kegiatan pembinaan iman mereka saling
melimpahkan tugas pada salah seorang yang mau bekerja, tetapi dia sendiri tidak mau ikut
terlibat.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:


Bagaimana Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang. Secara terperinci, penulis merumuskan masalah penelitian
dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa langkah guru agama Katolik berkaitan dengan pastoral umat di Stasi Santa Elisabet
paroki Tritunggal Maha Kudus terentang?
2. Apa peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang?
3. Apa upaya guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui langkah guru agama Katolik berkaitan dengan pastoral umat di
Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang.
2. Mendeskripsikan peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santa
Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang.
3. Untuk menemukan bagaimana partisipasi guru agama Katolik dalam pastoral umat di
Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang.
6

D. Manfaat Penelitian

1. Praktis
a. Bagi Penulis.
Sebagai pedoman untuk mempelajari peranan guru agama Katolik dalam pastoral
umat, melihat potensi-potensi umat, yang menjadi pedoman guna menerapkan
pastoral umat sebagai perwujudan peran guru agama. Sebagai tanggapan dari
panggilan sebagai misioner.
b. Bagi guru agama Katolik
Dapat menjadi pedoman dalam pastoral umat, sehingga dalam setiap pengajaran,
guru agama memiliki program kerja yang lebih baik lagi serta perutusan dan wujud
nyata tugas melayani.
c. Kaum awam
Kaum awam menyadari pentingnya pastoral umat demi menggali potensi-potensi
yang ada melalui pastoral umat dalam meningkatkan nilai religius dan perilaku hidup
sehari-hari.
d. Bagi Pastor Paroki dan Dewan Pastoral Paroki
Menjadi bahan pertimbangan dan menjadi program kerja Pastor Paroki dan Dewan
Pastoral Paroki dalam memperhatikan wilayah-wilayah dan lingkungan-lingkungan,
Sehingga perutusan misioner dapat terwujud Karena dengan adanya peranan guru
agama Katolik diharapkan dapat membangun Gereja terutama menyebarkan ajaran
Cinta kasih.

E. Teoritis
Secara teori penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan khusus tentang
peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal
Maha Kudus terentang.

A. Penjelasan Istilah
Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang.
7

1. Arti kata “peranan” adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, 2007:854).
2. Guru agama Katolik adalah istilah Gu-ru pada masyarakat Jawa berarti di Gu-gu dan
ditiru. Di Gugu berarti bahwa seorang guru bisa dipercayakan kata-katanya, dan bisa
dituruti oleh peserta didiknya, kemudian maksud dari ditiru bahwa sosok dalam
pribadi guru menjadi teladan yang baik bagi para siswa di sekolah, dalam kehidupan
bermasyarakat. (Sebastian, 1988;138).
3. Pastoral umat adalah suatu usaha untuk membangun atau membina umat bagi mereka
yang sudah beriman. Mengajak manusia tumbuh dalam iman atau menumbuhkan
iman. Bagi orang beriman percaya bahwa baik dalam usaha membina iman itu
bukanlah merupakan usaha manusia melulu, tetapi itu merupakan karya Roh Kudus
sendiri. (John Tondowidjojo, 1988:128).

E. Kajian Pustaka
1. Tugas Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat
Guru agama Katolik merupakan pendamping dan sebagai teladan dalam meningkatkan
hidup menggereja, idealnya seorang guru agama Katolik memiliki tugas dalam pastoral
umat. Ada tiga bidang, yaitu: pembentukan persekutuan hidup, tugas-tugas khas gerejawi
dan tugas pembangunan masyarakat. (Janssen, 1983:46-54).
1.1 Tugas guru agama dalam bidang pembentukan persekutuan hidup kristiani.
Tujuannya yakni dengan persekutuan hidup, dimaksudkan kelompok umat pada
tingkat yang paling dasar, yang membentuk kelompok sebagai persekutuan hidup;
yang secara bersama-sama dan atas dasar kerja sama mewujudkan seluruh bidang
hidup Katolik sesuai dengan pola kristiani. Guru agama sebagai tenaga profesional
yang mempunyai keahlian di bidang pewartaan dan pastoral, harus menjadi daya
pendorong untuk umat bagi terwujudnya pembentukan dan pengembangan
persekutuan hidup kristiani di wilayah. Pekerja pastoral pewilayah terdiri dari
beberapa tenaga pelaksana dan salah satu diantaranya ialah guru agama. Mereka
mempunyai tugas yang satu sama lain berbeda, namun yang satu dengan yang lainnya
saling membantu dan melengkapi. Guru agama sebagai salah satu tenaga pelaksana
bukan orang yang berdiri sendiri dan bekerja sendiri, melainkan dengan
kemampuannya dia bekerjasama dengan mereka dan berusaha menciptakan kerjasama
8

diantara pelaksana-pelaksana pekerja pastoral pewilayahan dalam pengembangan


wilayah sebagai persekutuan hidup yang berdasarkan iman.
Guru agama sebagai tenaga yang kompoten dalam bidang pastoral, berada di
tengah-tengah umat sebagai pendorong, penjiwa, pembimbing dalam arti yang seluas-
luasnya dalam mencapai cita-cita tersebut.
1.2 Tugas guru agama Katolik dalam tugas khas gereja.
Tugas guru agama Katolik dalam tugas khas gereja dalam tugas perwartaan tujuan
utama dari pewartaan ialah membangkitkan iman umat kemudian membinanya,
membimbing serta membantu mereka untuk semakin dewasa imannya. Dalam usaha
pewartaan guru agama harus membantu menyiapkan lingkungan agar memudahkan
bagi umat untuk dapat berkembang menjadi umat Kristen yang dewasa. Guru agama
harus membantu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi umat untuk
menjawab panggilan Tuhan dalam sikap iman yang dibuktikan dalam tindakan konkrit
hidupnya.
Tugas guru agama dalam pengudusan, guru agama Katolik membimbing umatnya
agar mereka bersikap terbuka terhadap kehendak Allah. Keterbukaan dan
ketergantungan manusia yang merindukan pertemuan atau persahabatan yang lebih
erat dengan Kristus dan Bapa-Nya menyebabkan manusia lebih dekat dengan Allah.
Guru agama harus mendorong manusia untuk bersyukur dan berterima kasih kepada
Tuhan bahwa Dialah yang selalu membimbing kita dengan berkat-Nya yang melimpah
menuju kesucian dan keselamatan manusia.
Tugas guru agama Katolik dalam pembinaan bertujuan untuk mengembangkan
iman umat dengan menggali dan menilai pengalaman-pengalaman imannya. Dengan
demikian umat akan dapat memahami potensi-potensi dasar yang ada pada dirinya
yang berguna bagi pembentukan pribadi dalam arti yang luas yaitu menjadi manusia
yang dewasa dan bertanggung jawab untuk melibatkan dirinya dalam tugas-tugas
gereja dan masyarakat. Perwartaan dan pengudusan tak dapat tercapai secara intensif
tanpa adanya pembinaan. Dengan kata lain pembinaan merupakan tindak lanjut dari
usaha pewartaan dan pengudusan, yaitu membina umat dalam penghayatan sabda ke
dalam kehidupan sehari-hari.
1.3 Tugas guru agama dalam pembangunan masyarakat.
Guru agama sebagai pembimbing umat, dalam tugas pembangunan masyarakat ini
bertindak sebagai animator, artinya bahwa selain ikut melibatkan diri secara langsung,
dengan keyakinannya ia menjiwai seluruh kehidupan umat untuk partisipasi dalam
9

pembangunan masyarakat. Guru agama dalam kedudukan dan fungsinya mempunyai


tanggung jawab untuk membawa umat ke arah tujuan hidup bermasyarakat, dengan
menyadarkan dan membimbing mereka untuk membangun kesejahteraan masyarakat
pada umumnya dan masyarakat disekitarnya pada khususnya.
2. Kerasulan Awam
2.1 Keikutsertaan awam dalam perutusan Gereja
Gereja diciptakan untuk menyebarluaskan Kerajaan Kristus di mana-mana
demi kemulian Allah Bapa, dan dengan demikian mengikutsertakan semua orang
dalam penebusan yang membawa keselamatan, dan supaya melalui mereka,
seluruh dunia sungguh-sungguh diarahkan kepada Kristus. Semua kegiatan Tubuh
Mistik, yang mengarah kepada tujuan itu, disebut kerasulan.
Kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus,
menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap umat Allah dalam Gereja dan
di dunia. Sesungguhnya mereka menjalankan kerasulan awam dengan kegiatan
mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, untuk meresapi dan
menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil sehingga dalam tata hidup itu
kegiatan mereka merupakan kesaksian akan Kristus yang jelas, dan mengabdi
kepada keselamatan umat manusia. Karena ciri khas stastus hidup awam, yakni
hidup di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi, maka mereka dipanggil
oleh Allah, untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan
mereka di dunia. (Konsili Vatikan II “Apostolicam Actuositatem” Art. 2).
2.2 Asas-asas Kerasulan Awam
Kaum awam menerima tugas serta hak untuk merasul berdasarkan persatuan
mereka dengan Kristus kepala. Sebab melalui baptis mereka disaturagakan dalam
tubuh mistik Kristus, melalui Penguatan mereka diteguhkan oleh kekuatan Roh
Kudus, dan demikian oleh Tuhan sendiri ditetapkan untuk merasul. Semua orang
beriman Kristiani mengemban beban mulia, yakni berjerih-payah supaya warta
keselamatan Ilahi dikenal dan diterima oleh semua orang di mana-mana. Untuk
melaksanakan kerasulan itu Roh Kudus, yang menggerjakan penyucian umat Allah
melalui pelayanan dan sakramen-sakramen, menganugerahkan karunia-karunia
khusus juga kepada umat beriman (1 Kor 12:7), dan “membagikan kepada masing-
masing menurut kehendak-Nya” (1 Kor 12:11) supaya “setiap orang menurut
rahmat yang diterimanya, melayani sesama” sehingga mereka pun menjadi
“bagaikan pengurus yang baik bagi rahmat Allah yang beraneka” (1 Ptr 4:10) dan
10

dalam persekutuan dengan sesama saudara dalam Kristus, terutama dengan para
Gembala mereka, yang tugasnya yakni memberikan penilaian tentang tulennya
karisma-karisma itu dan tentang teraturnya pengamalannya, bukan untuk
memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa
yang baik (1 Tes 5:12,19,21). (Konsili Vatikan II “Apostolicam Actuositatem” Art.
3).
3. Guru Agama Katolik atau Katekis
3.1 Pengertian Guru Agama Katolik (Katekis).

Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara khusus oleh Gereja, sesuai
dengan kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, dicintai dan diikuti
oleh mereka yang belum mengenal-Nya dan kaum beriman itu sendiri. (Komisi
Kateketik KWI, 1997:17).

Katekis sebagai “kaum awam pengikut Kristus yang mendapat pendidikan


khusus dan menonjol dalam menjalani kehidupan kristianinya. Di bawah
bimbingan misionaris, mereka harus menghadirkan ajaran Injil dan terlibat dalam
perayaan liturgis dan dalam karya karitatif.” (Komisi Kateketik KWI, 1997:16).

4. Spritualitas Guru Agama Katolik


Tugas guru agama Katolik berkisar pada pertama-tama mewartakan sabda Allah
dan pada tempat kedua mewartakan sabda Allah kepada manusia. dibawah ini
dikemukakan unsur-unsur spiritual yang patut dimiliki oleh katekis sejalan dengan
tugasnya sebagai pewarta.
Mewartakan Sabda Allah mengandaikan dalam diri guru agama Katolik ada Iman,
Pengaharapan, dan Cinta Kasih. (Marinus Telaumbanua, 1999:171-177)
4.1 Iman Seorang Katekis
Iman mencakup pengiyaan diri Allah dan kebenaran-Nya tetapi sekaligus
penaklukan diri pada kehendak Allah. Imanlah yang menjadi dasar relasi dan
persahabatan seseorang dengan Allah. Iman Katekis dinyatakan dengan cara:
a) Membiasa diri berkontemplasi
Jelaslah bahwa Katekis terpanggil, karena kebutuhan mendesak dan
khusus, untuk merenungkan misteri yang tersembunyi dalam Allah dan
yang diwahyukan dalam Yesus Kristus (di padang gurun), dalam diri
Santo Paulus (Gal 1:7) dan dalam diri Santo Yohanes (yang menulis
11

Injilnya setelah menjalani hidup kontemplatif). Orang yang hendak diutus


Allah, dipanggil terutama untuk suatu hidup yang kontlempatif. Aktivitas
katekis mutlak lahir dari kontemplasi akan karya Allah yang
menyelamatkan dunia dalam sabda dan dalam kehadiran-Nya yang
misterius, dan penerimaan dalam batin kehendak Allah yang mau
berbicara dengan manusia.
Untuk memberitakan sabda Allah, katekis tidak boleh melalaikan
kontemplasi dalam keheningan dan kesediaan mendengarkan Allah.
Karena itu bila kontemplasi diabaikan, kata-kata yang diucapkan dalam
setiap pewartaannya adalah kata-kata manusiawi biasa yang tidak
berdimensi ilahi dan tidak keluar dari iman yang hidup. Dengan demikian,
tidak akan berhasil membawa Tuhan kepada umat dan membawa umat
kepada Allah.
Sebagai guru agama Katolik harus melaksanakan pengajaran yang
didaktik, doa-doanya semestinya menjadi elemen perantara. Maksudnya,
sabda Allah menjadi bahan doanya. Sekaligus bahan refleksi rasionalnya.
Tetapi tidak berarti menganjurkan kepada para katekis agar menjadi bahan
refleksinya sebagai materi pembinaan, sebab dengan begitu renungannya
bersifat pragmatis sikap ini memadamkan semangat doa.
b) Memiliki cita rasa biblis
Oleh karena sabda Tuhan terselubung dalam Kitab Suci, maka bahan
untuk meditasi dan bacaan rohani seorang katekis haruslah Kitab Suci,
khususnya Perjanjian Baru. Dari satu pihak perlu ia senantiasa harus
mengikuti dan memperhatikan perkembangan eksegese mutakhir dan dari
pihak lain tidak boleh tinggal pada taraf intelektual melulu. Ia harus
menjadikan pertemuan dengan Kitab Suci sebagai kesempatan untuk
membuka diri kepada panggilan Allah, sebagai pendorong untuk bertobat.
Injil dan Surat-surat Santo Paulus seharusnya menjadi bahan refleksi
setiap hari.
c) Memiliki cita rasa liturgis
Sabda Allah secara otentik diwartakan dalam liturgi dan pemakluman
ini serentak merupakan doa dan tindakan. Itulah sebabnya katekis perlu
memupuk kehidupan doa dan kesalehan liturgis. Katekis harus
mempunyai keleluasaan waktu untuk ikut serta bergembira dalam upacara,
12

pertemuan liturgis umat, dan dalam doa-doa liturgis di mana dia akan
menemukan kekayaan, keseimbangan serta nilai-nilai.
Doa-doa pribadinya, seraya menghormati Roh, seharusnya
membuahkan keintiman, keyakinan, dan kontak dengan berbagai macam
doa liturgi. Semua ini haruslah merupakan ungkapan hidup konkretnya
setiap hari, sejauh itu berupa ekspresi yang lebih eksplisit dan komuniter
akan sesuatu yang transenden, yakni cinta Allah dalam Kristus. Patut
diusahakan agar hidup sakramentalnya merupakan suatu ekspresi tulus
dari imannya. Seraya memadukan sabda Kristus dan ritus, ia
mengusahakan kesatuan antara ekaristi dan cinta kasih, antara sakramen
pengakuan dan semangat pertobatan.
d) Memiliki cita rasa teologis
Kesalehan teologis seorang katekis dimaksudkan untuk menjaga agar
pengetahuan yang dimiliki dan ditemukan tidak terasing dari doa-doanya;
tetapi sebaliknya menjadi alasan yang membuatnya lebih teguh dan lebih
sadar tanpa terpadamkan spontanitas dalam doa. Secara khusus doanya
haruslah bersifat kristosentris dan trinitaris: Kristus harus menjadi pusat
dalam doa-doanya, yang diarahkan kepada Bapa dalam Roh. Hanya
dengan demikian devosi-devosi mempunyai tempat: devosi kepada Maria
tidak terpisahkan dari devosi kepada Kristus dan kesalehan kepada Gereja
tidak terpisahkan dari kesalehan kepada umat Allah dan Tubuh Mistik
Kristus.
e) Memiliki cita rasa eklesial
Kesalehan guru agama Katolik seharusnya juga berakar dalam
kesalehan umat Kristen yang hidup dan aktual, seraya mengambil bagian
dalam setiap perjuangan, pencarian, kegelisahan, kegembiraan dan dalam
penderitaan Gereja. Melalui peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat
Kristen, yang sepatutnya menjadi bahan refleksinya, ia harus mengenal
realisasi rahasia penebusan Kristus. Atas acara ini, Katekis menjadi
sanggup berbicara dalam dunia seperti Kristus.
Keterbukaan terhadap spiritualitas lingkungan tempat ia hidup dan
mengabdi sangatlah perlu. Bersama mereka, katekis berusaha mengecap
kekayaan dalam doa, dan pada waktu yang sama darinya dituntut
spiritualitas untuk setia kepada hirarki Gereja yang menugaskannya.
13

Seorang guru agama Katolik bukan saja seorang beriman tetapi juga
penanggung jawab kehidupan beriman umat dalam wilayah yang
dipercayakan uskup kepadanya.
4.2 Pengharapan Seorang katekis
Pengharapan adalah suatu keutamaan yang membuat seseorang mampu
mengatasi segala rintangan. Dalam katekese kita berjuang bersama di hadapan
Allah dan serentak berjuang mengalahkan diri sendiri.
4.2.1 Berjuang dihadapan Allah

Bagaimana mungkin seorang seorang manusia (Yer 1:6) dapat


mewartakan sabda Allah dengan kata-katanya sendiri? Para nabi telah
merasakan ketidakberdayaan serta keputusasaan, yang tidak dapat diatasi
kalau tidak membiarkan diri taat pada misi yang diserahkan dan mau
setia pada janji Allah, “Aku sendiri akan menjadi kata-katamu,
kekuatan...” (Ef 4:15-16).

Mereka yang mengemban misi untuk berbicara perihal Allah harus


sungguh memahami ketidakmampuan manusiawi dalam
mengaktualisasikan apa pun, kecuali berkat iman dan dalam kepercayaan
kepada Allah. Sekalipun telah memiliki kemampuan menguasai bahan
dan kesanggupan untuk berbicara dihadapan para pendengar, katekis
membutuhkan keheningan untuk memikirkan siapa yang dia wartakan.
Katekis sejati lebih menampilkan rahasia kekayaan Allah di balik
kemampuan pribadinya. Kemiskinan roh seorang katekis terletak dalam
hal mengesampingkan ekspresi pribadi agar Allah dengan keseluruhan
kekayaan-Nya lebih dikenal.

4.2.2 Bergulat dengan dirinya sendiri


Katekis juga berhadapan dengan perjuangan lain, yang lebih
disebabkan oleh kehinaan diri. Siapa yang lebih menderita daripada
katekis yang dihantui oleh sindiran munafik, yang menyebabkan dia
enggan berbicara? Dalam perjuangan ini pun, kemenangan akan diperoleh
melalui kerendahan hati dan berharap pada Allah, sehingga sabda yang ia
sampaikan tidak akan dinilai dari keunggulan pribadinya.
14

Memang benar bahwa pelayanan yang dijalankan adalah rahmat,


undangan dan desakan yang menetap. Berjuang untuk menanggapi rahmat
ini sungguh berat, akan tetapi dapat terlaksana berkat kerendahan hati
seraya menerima dalam iman penderitaan yang disebabkan oleh perasaan
tidak layak.
4.3 Cinta Kasih Seorang Katekis

Cinta Kasih seorang katekis terarah untuk mengusahakan kemulian bagi Allah
dengan jalan memperkenalkan Allah yang mengutusnya. Kemulian seorang yang
mencakup pengenalan orang lain atas dirinya dan bila dipuji karena kualitas
karyanya. Karya cinta yang asasi terdiri atas berkobarnya semangat untuk membuat
Allah dikenal dan dicintai. Tentu saja katekis perlu yakin bahwa memuliakan Allah
adalah intensinya yang paling dalam. Untuk itu ia jangan pernah melupakan bahwa
hukum yang pertama dan terutama adalah mengasihi Allah, yakni dengan jalan
menyembah, mengagumi, dan bersyukur karena Allah dan karena misteri Cinta-
Nya. Santo Paulus menginginkan agar umatnya mengetahui hal ini dan bersyukur
karenanya, tentu saja cinta kepada sesama tidak terpisahkan dari cinta kepada Allah,
akan tetapi urutan otentiknya tetap dihormati. Tanpa ragu, di sinilah terletak dasar
yang lebih asasi dari kesalehan ekaristi dan kerinduan untuk menuntun peserta
dalam perayaan Ekaristi, Sakramen cinta.
5. Kehidupan Rohani Guru Agama Katolik (katekis)
Menjadi seorang katekis menuntut tanggungjawab yang besar, menjadi suatu
panggilan khusus dalam mewartakan Kabar Gembira tentang kerajaan Allah.
Praktek-praktek dari katekis sebagai unsur pokok dalam kehidupan doa, yakni:
a. Menghadiri Ekaristi secara teratur, bahkan setiap hari, untuk menguatkan
hidup pribadi dengan “roti kehidupan” (Yoh 6:34), untuk membentuk “satu
tubuh” dengan umat (bdk. 1 Kor 10:17) dan mempersembahkan diri kepada
Bapa bersama tubuh dan darah Tuhan.
b. Liturgi yang dihayati dalam berbagai dimensinya demi perkembangan
pribadi dan demi menolong umat.
c. Mendaraskan bagian Ibadat Harian, terutama Ibadat Pagi dan Sore, bersama
dengan nyanyian pujian yang ditujukan Gereja kepada Bapa dari “terbitnya
matahari sampai terbenamnya (matahari)” (Mzm 113:3).
15

d. Meditasi setiap hari, terutama mengenai sabda Allah, dalam sikap


kontemplasi dan sikap tanggap. Pengalaman menunjukkan bahwa bahkan
bagi kaum awam, meditasi secara teratur dan lectio devina (membaca Kitab
Suci) membawa keteraturan bagi hidup kita dan jaminan pertumbuhan
rohani.
e. Doa pribadi, yang menjamin kontak dengan Tuhan selama menjalani
pekerjaan setiap hari, dengan perhatian khusus pada doa Rosario.
f. Sering menerima sakramen pengampunan dosa, untuk memohon ampun
atas segala kesalahan yang telah dilakukan dan untuk memperbaharui
semangat kita.
g. Ikut ambil bagian dalam ret-ret rohani, untuk pembaruan diri dan umat.
Melalui hidup doa semacam itu para katekis akan memperkayakehidupan
batinnya dan memperoleh kedewasaan rohani yang diperlukan oleh perannya.
Doa juga diperlukan agar tugas pelayanan mereka berbuah melimpah, karena
penyampaian iman kristiani tidak semata-mata tergantung pada kemampuan
katekis, melainkan lebih dari itu yaitu tergantung pada rahmat Tuhan yang
berkerja dalam hati orang yang mendengarkan pesan-Nya. (Komisi Kateketik
KWI, 1997:47)
6. Tugas Guru Agama Katolik
Guru Agama Katolik diharapkan dapat memahami kegiatan pewartaan sebagai
mewartakan Yesus Kristus yang pertama dan terutama, baik bagi orang yang belum
beriman maupun orang yang sudah beriman kepada-Nya.
Semangat Hidup Katekis yakni, Dalam upaya menyadari dan menghayati
keberadaan dan jati dirinya sebagai katekis, ia diharapkan mampu mengembangkan
aneka keutamaan dan semangat hidup yang dapat dijadikan tolok ukur tugas
perutusannya, antara lain: (Menurut L. Prasetya, 2007: 43)
6.1 Katekis adalah seorang beriman.
Katekis hendaknya terbuka terhadap kehadiran dan sapaan Allah serta mau
menanggapi atau mengamini tawaran keselamatan Allah itu, baik bagi dirinya
sendiri maupun umat beriman Katolik lainnya.
6.2 Katekis mempunyai intimitas dengan yang Ilahi.
Mengingat tugas katekis adalah mewartakan Kabar Gembira, sudah
sepantasnya ia mampu mengenal pribadi Allah dan Yesus Kristus secara personal.
6.3 Katekis terbuka pada karya Roh Kudus.
16

Dalam mewartakan Kabar Gembira, katekis diharapkan menyadari sepenuhnya


bahwa dasar pertama dan utama kegiatan ini adalah Roh Kudus.
6.4 Katekis adalah anggota keluarga.
Keberadaan dan jati diri katekis tidak dapat dilepaskan dari situasi dan
perjuangan keluarganya. Suka-duka yang terjadi dan dialami keluarganya
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dirinya. Situasi keluarganya ikut
menentukan keberadaan dan jati dirinya dalam mewartakan kabar gembira.
6.5 Katekis adalah anggota umat.
Katekis hendaknya mempunyai relasi yang baik dan dekat dengan umat, mau
terlibat dengan kegiatan dan kehidupan lingkungan.
6.6 Katekis adalah pribadi yang sederhana dan rendah hati.
6.7 Katekis bersemangat melayani, mewartakan kabar gembira itu.
6.8 Katekis rela berkorban.
Katekis diharapkan mampu mengembangkan sikap dan semangat rela
berkorban demi kepentingan sesama.
6.9 Katekis tetaplah awam.
Meski mengambil bagian dalam kenabian Yesus Kristus, dengan sifat
keduniaannya, katekis tetaplah awam, bukan Hierarki.
6.10 Katekis mau belajar terus-menerus.
Mengingat keberadaan dan tugas perutusan Katekis sangat penting dan
strategis, sudah sepantasnya kalau ia mempunyai niat dan kemauan keras untuk
belajar dan belajar terus agar dirinya dapat berkembang dan karyanya dapat
dipertanggungjawabkan.
6.11 Katekis bersikap dan bersemangat tim kerja.
Katekis hendaknya mengembangkan sikap dan semangat mau berkerjasama
dengan pihak, baik pastor paroki, pengurus dewan paroki atau stasi atau
lingkungan, maupun antar katekis.
7. Peranan Guru Agama dalam Pastoral Umat
Guru agama juga harus terlibat secara penuh dalam kegiatan-kegiatan pastoral
umat. Mereka termasuk di dalam kelompok-kelompok umat yang harus menjalankan
fungsi sebagai penggerak dalam keseluruhan kegiatan pastoral.
Guru Agama Katolik mempunyai peranan dalam pastoral umat sebagai berikut:
(Menurut Janssen, 1983:38-39)
7.1 Guru Agama bisa menjadi pemimpin formal.
17

Untuk tugas inilah mereka diberi jabatan. Dengan menjadi pemimpin formal
guru agama menjadi penanggung jawab gereja maupun umat. Dalam hal ini guru
agama memiliki tanggung jawab terhadap gereja yang institusional.
a. Peranan guru agama dalam Gereja Katolik amat penting. Mereka
melaksanakan fungsinya sebagai pembantu pastor, atau hirarki yang
mempunyai tugas sakramental. Guru agama, termasuk dalam kelompok umat
yang berperanan sebagai pembantu pimpinan lokal.
b. Guru agama juga bertugas sebagai pemimpin dan penanggung jawab. Tugas-
tugas itu juga merupakan tugas umat berjabatan yang adalah sebagai penjiwa.
Dalam rangka pastoral umat, tugas dari guru agama adalah berusaha agar
umatnya mau berkerja untuk gereja. Karena itu guru agama juga menjadi
animator dan memberikan kepercayaan kepada umat. Untuk itu diperlukan
sikap menerima kenyataan bahwa tugas yang di kerjakan umat dasar mungkin
tidak berhasil secara sempurna seperti halnya jika dijalankan oleh guru agama
sendiri. Guru agama perlu berusaha supaya komunita kristiani atau koinonia
dalam bentuk apapun akan hidup dan mau menyaksikan imannya, mewartakan,
beribadat, dan hidup secara kristiani dan saling melayani. Hal ini juga menjadi
lebih penting lagi karena tiap guru agama dalam gereja katolik pada waktu
yang sama juga adalah umat.
7.2 Penggali Potensi atau Katalisator.
Dalam pastoral umat guru agama juga mempunyai fungsi sebagai penggali
potensi. Guru agama perlu mencari jalan untuk mengali potensi di dalam umat
supaya mereka menjalankan tugas. Dalam hal ini guru agama berfungsi sebagai
motivator dan katalisator. Dia membantu komunita-komunita dasar Kristiani
dengan kehadirannya dan segala kegiatan pastoral yang dijalankannya sehingga
komunita dasarnya berkembang.
7.3 Guru agama juga berusaha untuk membentuk tenaga pelatih.
Kalau komunita Kristiani sudah berjalan maka guru agama mempunyai tugas
selanjutnya adalah bertanggung jawab atas komunita dasarnya tersebut sehingga
dapat mempertahankan diri dalam usaha mewujudkan imannya sesuai dengan
situasi masyarakat konkrit dewasa ini.
7.4 Fungsionaris
Kadang-kadang tugas guru agama tidak di dasarkan atas pembagian
fungsional, melainkan atas pembagian lokal. Guru agama juga bisa memegang
18

wilayah yang lebih kecil. Di tempat lain ia juga dapat bertanggung jawab atas
pembinaan di sekolah. Selain itu juga guru agama bisa menjadi Pembina kaum
muda dan dilain pihak dia juga bisa bergerak dalam bidang pelayanan sosial.
Dengan kata lain guru agama atau pekerja pastoral adalah suatu jabatan dan yang
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan umat setempat.
Maka dari itu tugas guru agama di kota maupun di desa tidaklah sama. Perbedaan-
perbedaan itu bukan merupakan suatu yang merugikan, melainkan merupakan
sesuatu yang biasa.
7.5 Ciri atau Sikap Guru Agama Katolik atau Katekis
Ciri atau sikap itu dapat dilihat dari segi pandangan, cita-cita mereka, yang
antara lain:
a. Seorang yang beriman
Guru agama pertama-tama adalah seorang yang beriman dan mengusahakan
diri supaya menjadi semakin beriman karena beriman tidak dapat diukur dengan
ukuran-ukuran tertentu. Berkembangnya iman merupakan hasil pergumulan antara
rahmat Tuhan dengan jawaban bebas manusia.
b. Saksi warta gembira
Tujuan dasar dan pusat dari pendidikan sebagai katekis terletak disini, bahwa
orang yang dididik itu mampu dan sanggup menyatakan Warta Gembira kepada
orang lain. Warta Gembira hanya dapat dikomunikasikan jika pendidik sendiri
sudah percaya pada Warta Gembira itu.
c. Saksi dari keseluruhan jemaat beriman.
Tugas sebagai jemaat beriman bukan merupakan kegiatan yang individual dari
para pendidik iman itu sendiri tetapi merupakan keikut sertaan dalam tugas
pelayanan seluruh Gereja. Seorang pendidik iman yang professional akan terlibat
dalam jemaat beriman itu dan menjadi satu dengannya serta bergumul dengan apa
yang digumuli oleh umat beriman.
d. Yang selalu berhubungan erat dengan Allah.
Seorang katekis harus dapat mengalami hubungan yang sungguh pribadi
dengan Yesus Kristus, sebab Yesus Kristus adalah kepenuhan Wahyu Allah.
e. Katekis professional harus setia dan jujur terhadap Warta Gembira.
Warta Gembira Kristiani ditumbuhkan dan diperkembangkan didalam jemaat
beriman, yaitu Gereja. Melalui jemaat itulah Warta Gembira di sebarkan kepada
setiap orang beriman.
19

f. Katekis professional harus ikut serta dalam persaudaraan jemaat.


Seorang katekis, seorang pendidik iman adalah seorang yang beriman yang
harus memajukan iman saudara-saudarinya; sehingga ia harus ikut serta
membangun sambil sekaligus mengalami dan menghayati seperti halnya warga
umat beriman yang lainnya. Katekis professional sebagai pendidik iman
menimbulkan kesempatan kepada umat untuk saling membagikan pengalaman
imannya.
g. Katekis professional harus mampu melayani jemaat.
Kiranya kesadaran akan kenyataan bahwa “Yesus Kristus datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani”, akan sanggup menantang si katekis
professional untuk melayani sesamanya. Janssen (1983).
8. Tugas Gereja
8.1 Kitab Suci.
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala
sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20).
8.2 Dokumen Konsili Vatikan II. Dekrit “Ad Gentes”.
a. Bab II Art. I Kesaksian Kristiani.
“Gereja harus hadir ditengah golongan-golongan manusia itu melalui
Putera-puteranya, yang diam diantara mereka atau di utus kepada mereka”.
b. Art II. 18 (Pengembangan hidup religius)
Hendaknya sejak masa penanaman Gereja sungguh-sungguh diusahakan
pengembangan hidup religius, yang bukan hanya memberikan bantuan yang
berharga dan sangat diperlukan bagi kegiatan misioner. Melainkan melalui
pentadisan yang lebih mendalam kepada Allah dalam Gereja juga
menunjukkan dan melambangkan dengan jelas inti hakikat panggilan kristiani.
c. Art. II (21).
Tugas utama para awam baik pria maupun wanita, yakni memberikan
kesaksian akan Kristus. Mereka wajib bersaksi dengan kehidupan dan kata-
kata dalam keluarga, dikalangan sosial mereka, dilingkungan profesi mereka.
Sebab pada diri mereka harus tampak manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Lih Ef
4:24).
20

d. Art. II (26).
Adapun mereka yang akan diutus kepelbagai bangsa hendaknya sebagai
pelayan-pelayan Kristus yang baik menimba kekuatan dari sabda-sabda iman
dan ajaran yang sehat (1 Tim 4:6), yang terutama mereka gali dari Kitab Suci,
sambil menyelami rahasia Kristus, yang akan mereka bawakan dalam
pewartaan dan kesaksian mereka.
Oleh karena semua itu, misionaris-imam-bruder-suster dan awam perlu
disiapkan dan dibina menurut keadaan masing-masing supaya mereka jangan
ternyata tidak sanggup menghadapi tuntutan-tuntutan karya dikemudian hari.
8.3 Kitab Hukum Kanonik.
8.3.1Tugas Gereja mengajar.
Kanon. 762 § 1. “Oleh karena umat Allah dipersatukan pertama-tama oleh
sabda Allah yang hidup, yang sangat patut diperoleh dari mulut para imam,
maka hendaknya para pelayan rohani menjujung tinggi tugas mereka.
Berkotbah dan memang diantara tugas-tugas mereka yang utama adalah
mewartakan Injil Allah kepada semua orang”.
8.3.2 KHK kanon. 773.
“Menjadi tugas khusus dan berat terutama bagi para gembala rohani, untuk
mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman melalui
pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi hidup
dan disadari, dan penuh daya”.

F. Metode penelitiaan
1. Bentuk Penelitian dan Metode
1.1 Bentuk Penelitian
Design Rancangan Penelitian adalah Deskriptif Kualitatif. Bentuk yang dipakai
dalam penelitian ini yakni bentuk deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menekankan kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang
atau jasa. Hal yang terpenting dari sifat barang atau jasa berupa kejadian atau
fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat
dijadikan pelajaran berharga bagi suatu perkembangan konsep teori (Satori dan
Komariah, 2009:22).
21

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah,


dengan menafsir fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan menggunakan metode
yang ada (Satori dan komariah, 2009:23-25).

2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif,
artinya dalam prosedur pemecahan masalah yang diteliti atau melukiskan keadaan
sesuai dengan data dan fakta yang ada dilapangan. Metode deskripsi dapat diartikan
sebagai Prosedur pemecahan masalah yang ada di selidiki dengan menggambarkan/
melukiskan keadaan subyek / obyek penelitian yaitu seseorang, lembaga, masyarakat
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
(Nawawi, 1983;63).
3. Data Penelitian
Data adalah bahan informasi untuk proses berpikir atau kemungkinan-
kemungkinan pemecahan suatu persoalan serta keterangan-keterangan sementara yang
sudah disusun harus diuji melalui pengumpulan data-data yang relevan. Data-data
yang terkumpul diolah untuk memberikan kebenaran dari hipotesis itu ( Hadi dan
Haryono 1998:39-40). Data yang diteliti dalam penelitian ini yaitu “Peranan Guru
Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki ”.
a. Hasil wawancara
b. Hasil observasi
c. Hasil kutipan dari dokumen
4. Sumber Data Penelitian
Sumber data adalah personil atau kelompok, dapat juga organisasi lainnya yang
dapat memberikan informasi kepada penulis untuk memperjelas judul penulisan yang
akan dibahas secara jelas dan akurat. (Menurut Sukmadinata, 2005:5).
a. Guru Agama Katolik yang berada di Stasi Santo Paulus sebanyak 4 orang yang
menjadi informan.
b. Pemimpin atau pengurus umat yang berada di Stasi Santo Paulus sebanyak dua
orang yang menjadi informan dalam penelitian.
c. Orang Katolik yang ada di Stasi Santo Paulus sebanyak enam orang yang
bersedia menjadi informan.
d. Tokoh masyarakat yang pernah menjabat sebagai pemimpin umat sebanyak 2
orang sebagai informan.
22

Pertimbangan penulis memilih para informan diatas yaitu lebih karena mereka semua
lebih berhubungan dengan masalah yang penulis teliti dan juga merupakan informan
kunci yang lebih mengetahui tentang bagaimana peranan guru agama Katolik dalam
pastoral umat di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang.

5. Teknik (cara) dan Alat Pengumpulan Data.


5.1 Tehnik (cara) Pengumpulan Data
a. Wawancara
wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapat
informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau
tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam
karena ingin mengeksplorasi informan secara menyeluruh dan jelas dari
informan (Satori dan Komariah, 2009:130)
b. Observasi dilakukan di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus
terentang. Observasi adalah pengujian secara intensional atau mempunyai
suatu tujuan, khususnya untuk maksud pengumpualan data yang
merupakan satu verbilisasi mengenai hal-hal yang diamati (Calpin James,
1981).
c. Dokumen adalah suatu yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai
sebagai bukti atau keterangan.
5.2 Alat Pengumpulan Data
a. Pedoman wawancara: berupa daftar pertanyaan pokok yang dijadikan
pegangan untuk ditanyakan kepada informan tentang masalah yang diteliti.
b. Pedoman observasi: berbentuk catatan dari pengamatan yang didapat dilokasi
penelitian.
c. Pengumpulan data di perpustakaan: penulis menelaah buku-buku yang memuat
referensi masalah yang diteliti.
6. Teknik (cara) menguji Keabsahan Data

Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan keabsahan data melalui: triangulasi:


berdiskusi dengan guru agama Katolik, pemimpin umat dan teman sejawat yang
mengetahui masalah penelitian ini.

7. Teknik (cara) menganalisis Data


23

Adapun tehnik menganalisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Membaca secara teliti dan berulang-ulang hasil wawancara, hasil observasi,
dan hasil dokumenter.
b. Merefleksi dan menginterpretasikan/memberikan makna hasil wawancara,
hasil observasi dan hasil dokumenter.
c. Mendeskripsikan hasil interpretasi/pemberian makna.

G. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang. Stasi Santa Elisabet terletak di Dusun Serinjuk Desa
Semoncol, kecamatan Batang Tarang Kabupaten Sanggau , Propinsi Kalimantan Barat.
Alasan dipilihnya Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang. sebagai
lokasi penelitian ini ialah:

4. Selain Karena Stasi Santa elisabet jarak wilayahnya tidak jauh dari paroki atau
mudah dijangkau, di Stasi Santa elisabet ini juga ada guru agama Katolik yang
bertugas di sekolah yang lebih banyak mengetahui masalah pewartaan Injil,
sehingga sangat membantu penulis untuk mendapat informasi yang bersedia
diwawancarai.
5. Di lokasi penelitian terdapat masalah penelitian seperti:
1. Bagaimana Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi
Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus terentang ?
2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh pewarta atau katekis?
3. Serta usaha apa yang dilakukan oleh guru agama Katolik dalam
pastoral umat di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus
terentang?.

H. Sistematika penelitian
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL
BAB V PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN
24

I. Daftar pustaka
Kitab Suci ( Deuterokanonika)
Komisi Kateketik KWI, 1997:47
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, 2007:854
Konsili Vatikan II “Apostolicam Actuositatem” Art. 2
Spritualitas Guru Agama Katoli, Marinus Telaumbanua, 1999:171-177
Tugas Guru Agama Katolik L. Prasetya, 2007: 43
Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi penelitian Kualitati. Bandung: Remaja Rosda Karya
Agnes Ika Dewi & Sugeng AP. (2006). pendidikan agama katolik. Jakarta: PT Grasindo
Tim Pegebangan pendidikan. (20017). ilmu dan implikasi pendidikan. Jakarta: PT IMTIMA
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

J. Lampiran

Instrumen wawancara

1. apakah Guru agama katolik sudah Berpastoral di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal
Maha Kudus terentang
2. bagaimana cara Guru agama katolik megambil peran dalam berpastoral?
3. bagaimana proses Guru agama katolik di Stasi Santa Elisabet paroki Tritunggal Maha Kudus
terentang dalam berpastoral berjalan dengan baik?
4. Apa langkah guru agama Katolik berkaitan dengan pastoral umat di Stasi Santa Elisabet
paroki Tritunggal Maha Kudus terentang?
5. Apa peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang?
6. Apa upaya guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus terentang ?
25

Instrumen observasi
Nama Guru :
Hari/Tanggal :
Pokok pembahasan :

kemunculan
no Aspek yang di observasi ada Tidak ada komentar
1 Guru agama katolik sudah
Berpastoral di Stasi Santa
Elisabet paroki Tritunggal
Maha Kudus terentang
2 Guru agama katolik
megambil peran dalam
berpastoral
3 Guru agama katolik di
Stasi Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus
terentang dalam
berpastoral berjalan
4 langkah guru agama
Katolik berkaitan dengan
pastoral umat di Stasi
Santa Elisabet paroki
Tritunggal Maha Kudus
terentang
5 peranan guru agama
Katolik dalam pastoral
umat Stasi Santa Elisabet
paroki Tritunggal Maha
Kudus terentang
6 upaya guru agama Katolik
dalam pastoral umat di
Stasi Santa Elisabet paroki
26

Tritunggal Maha Kudus


terentang
7 Pelaksanaan pastoral
dilakukan di Stasi Santa
Elisabet paroki Tritunggal
Maha Kudus terentang

Anda mungkin juga menyukai