Anda di halaman 1dari 5

BAB VIII

Membawakan Homili

Suatu kali, Demosthenes (384-322), demagog asal Yunani, ditanya: apa yang paling penting
dalam suatu pidato? Demosthenes menjawab:

"Hanya ada tiga syarat.

Pertama, membawakan dengan baik;

Kedua, membawakan dengan baik;

dan ketiga, membawakan dengan baik!"

Pendapat Demosthenes ini dapat dikenakan pada para pelayan Sabda. Khotbah atau homili
harus dibawakan! Maka membawakan khotbah atau homili itu penting.

1. MIMBAR SABDA, TEMPAT BERKHOTBAH


Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Kristus hadir dan sendiri bersabda, jika teks Kitab
Suci dibacakan di dalam Gereja (SC no 7), dan jika teks Kitab Suci itu dijelaskan. Oleh
sebab itu juga dituntut supaya ada tempat khusus untuk pemakluman Sabda Allah.
Peraturan perayaan liturgi yang baru, menyebutkan bahwa mimbar Sabda (Ambo),
tempat untuk membawakan homili; dan ditegaskan bahwa pada hakikatnya mimbar
Sabda itu untuk pemakluman Sabda Allah dan bukan untuk membawakan teks lain.
Homili dapat juga dibawakan dari "sedile" , tempat duduk Imam. Dengan itu menjadi
jelas bahwa homini adalah suatu tindakan liturgis dan tidak boleh dipisahkan dari liturgi
perayaan Ekaristi.
Pemakluman Sabda Allah hendaknya dibawakan pada satu tempat yang tetap di dalam
ruangan gereja, dan disebut mimbar Sabda. Mimbar Sabda ini hendaknya juga dihias
secara layak. Mimbar Sabda adalah tempat yang cocok untuk membawakan khotbah
atau homili dalam liturgi Ekaristi.
Dapat terjadi bahwa di dalam gereja, atau di tempat Perayaan Ekaristi, ada dua mimbar,
yaitu mimbar untuk membawakan bacaan-bacaan Kitab Suci, Mazmur Tanggapan, dan
homili; dan mimbar untuk komentator.
2. MEWARTAKAN INJIL SECARA LAYAK, KOMPETEN DAN BERWIBAWA
Sabda Allah itu agung dan luhur. Hal ini menuntut sikap yang cocok dari pengkhotbah.
Oleh sebab itu, pengkotbah hendaknya menyiapkan diri secara sungguh-sungguh untuk
membawakan khotbah atau homili. Yang dituntut dari pengkhotbah adalah sikap yang
hormat dan hati yang jujur, jernih dan memancarkan kewibawaan.
Dengan demikian, khotbah melangkah ke mimbar Sabda untuk mewartakan Injil, dia
hendaknya mempersiapkan dirinya dengan doa sejenak atau meminta berkat.
Pengkhotbah tidak cukup hanya mengetahui dan menjadi ahli dalam Kitab Suci. Hanya
ketika dia memohon pertolongan Allah Tritunggal, dia dapat berharap bahwa dia
sanggup mewartakan Injil secara layak dan kompeten.
3. SARANA BANTU TEKNIK BICARA
Efektivitas komunikasi homielitis juga ditentukan oleh sarana bantu teknik bicara seperti
suara, pernapasan, resonansi, artikulasi, kecepatan bicara, dan jeda.
a. Suara
Suara bagi seorang pewarta itu penting karena merupakan instrumen, dengannya
bahasa dibentuk. Dalam pewartaan homiletis, suara memegang peranan penting.
Suara adalah "instrumen musik" yang paling fleksibel, dan paling beragam. Tidak ada
satu organ modern yang dapat menyaingi keberagaman pengungkapan suara. Suara
itu juga penting untuk menciptakan kontak dengan dan menumbuhkan simpati pada
para pendengar.
Aspek penting dalam proses pewartaan adalah modulasi suara. Modulasi suara
adalah perubahan ritmis dari intonasi bahasa dalam hubungan dengan naik turunnya
suara: cepat lambat, keras-lembut, tinggi-rendah, sesuai dengan nuansa kata atau
kalimat yang diucapkan. Modulasi suara yang tepat akan menjadikan khotbah atau
memilih tidak monoton, lebih menarik, mengesankan dan meyakinkan. Dengan
bantuan modulasi suara, pengkhotbah memberi kepada pendengar kemungkinan
untuk bisa mengenal dan membedakan, entah suatu kalimat itu kalimat tanya,
kalimat seruan atau pernyataan. Supaya modulasi suara itu efektif, pengkhotbah
hendaknya memperhatikan substansi khotbah, nuansa kata atau kalimat, volume
suara dan penekanan yang tepat.
b. Pernafasan
Proses pernapasan umumnya terjadi tanpa disadari, tanpa komando. Tetapi, ketika
pengkhotbah berdiri di mimbar Sabda, suasana menjadi lain. Pengkot bahan
hendaknya menarik nafas panjang dan dalam, sambil mengembangkan dan
mengempiskan perut (pernapasan perut). Dengan itu, kecepatan pacu jantung akan
menurun secara perlahan dan pengkhotbah menjadi tenang.
c. Resonansi
Suara yang jelas dan penuh diperoleh lewat resonansi yang dimungkinkan oleh
volume udara yang ada di dalam rongga perut, rongga dada, dan rongga kepala.
Untuk mengisi rongga perut dan dada dengan volume udara yang besar, dibutuhkan
pernapasan perut atau pernapasan dalam. Dalam pernapasan perut, perutlah yang
mengembang dan mengempis ketika menarik dan menghembuskan napas. Rongga
perut, rongga dada, rongga kepala, terutama leher sangat berperan dalam proses
resonansi sehingga dapat menghasilkan suara yang jelas dan penuh.
d. Artikulasi
Artikulasi atau pengucapan turut membentuk suara. Pemahaman pendengar atas
khotbah atau hamil yang dibawakan sangat tergantung dari ucapan yang teliti atau
setiap bunyi huruf, suku kata dan kata.
Pengkhotbah yang mengalami kesulitan dalam mengucap harus berusaha sungguh-
sungguh untuk memperbaiki artikulasinya, dengan mengembangkan fleksibilitas
lebih besar pada lidah, bibir dan rahang. Suara yang terbina baik dan artikulasi yang
tepat dan jelas merupakan prasyarat yang sama pentingnya dengan keahlihan dalam
bidang teknologi dan kompetensi rohani.
Dalam proses pewartaan homielitis, dari pengkhotbah dituntut supaya
mengucapkan kata, suku kata, dan bunyi fonetis dengan jelas; menghindari salah
ucap; mengucapkan kata dan istilah-istilah asing secara tepat dan jelas; menjauhkan
gangguan, seperti bunyi: eh, em, aah, ai, dll. Dan tahu mempergunakan mikrofon.
e. Penekanan
Penekanan dan variasi dalam memberi penekanan harus diperhatikan karena
penekanan yang tepat atas kata atau kalimat akan sangat membantu pemahaman
pendengar.
f. Tempo bicara
Berbicara cepat atau lambat itu lebih berhubungan dengan pernapasan. Jika
pengkhotbah gugup akan tampak pada proses pernapasan. Oleh sebab itu, sangat
penting bahwa pengkhotbah pertama-tama menunggu, sampai para pendengar
menjadi tenang. Jeda sejenak sebelum mulai berbicara adalah penting. Hal yang
penting bagi pendengar adalah bahwa mereka harus bisa ikut berpikir karena itu
pembawa homini tidak boleh berbicara terlalu cepat. Pengkhotbah harus berbicara
sedemikian sehingga pendengar tidak sulit mengikuti jalan pikirannya, dan mereka
mempunyai waktu cukup untuk mengerti dan menangkap pesan. Pembawa homili
harus berbicara perlahan, dan tidak boleh terburu-buru. Tempo bicara juga harus
disesuaikan dengan waktu, suasana, dan daya tanggap pendengar karena semua itu
memberi efek yang khas pada para pendengar.
g. Jeda atau pause
Jeda atau pause dalam proses berbicara adalah penting. Oleh sebab itu, demi
efektivitas proses komunikasi homielitis, pengkhotbah dapat membuat jeda dalam
proses membawakan homili. jodoh yang ditempatkan secara tepat di dalam khotbah
atau homili, akan berguna untuk:
•memungkinkan variasi suara;
•membantu pengkhotbah untuk tidak berbicara terlalu cepat;
•mempertinggi daya persuasif khotbah atau homili;
• menjaga tingkat nada suara supaya tetap normal;
• menunjukkan perubahan topik atau bahan menurut isi khotbah atau homili;
• memberi penekanan yang lebih baik pada kata-kata dan frase-frase yang penting;
• menekankan bagian yang berisi pikiran utama;
• memberi kesempatan bagi pendengar untuk lebih memahami isi khotbah atau
homili;
•bantu pengkhotbah untuk mencapai konsentrasi yang lebih besar pada makna dan
masa kata-kata yang akan diucapkannya.
4. BAHASA TUBUH

Anda mungkin juga menyukai