Npm : 19-02-692
M. Kuliah : Homiletika
PELAKSANAAN KOTBAH
I. PENDAHULUAN
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai, pelaksanaan kotbah
yang dimana, Khotbah adalah unsur paling utama dalam ibadah jemaat, walaupun
ada yang menganggapnya sebagai salah satu unsur saja dalam ibadah. Kelompok
yang menganggap khotbah sebagai unsur paling utama, mengukur dan menilai
ibadah dari khotbah, sehingga: doa, nyanyian, persekutuan, pengucapan syukur
dianggap sebagai pelengkap saja. Sementara kelompok yang melihat khotbah
sebagai satu kesatuan dengan aspek-aspek lain menganggap khotbah penting,
tetapi ia tidak berdiri sendiri. Khotbah itu adalah salah satu unsur penting dalam
ibadah jemaat.
II. PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Pengkhotbah
Pengkhotbah adalah yang dikhususkan oleh Allah untuk pemberitaan
Injil, adalah orang yang menerima kebenaran daripada Allah dan
menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain. Tugas utama pengkhotbah
adalah menjelaskan Alkitab, yaitu Wahyu yang diberikan Allah. Pengkhotbah
adalah orang yang bersikap terbuka terhadap Allah dan terhadap sesamanya.1
1
E.P. Ginting, Homiletika Pengkhotbah & Khotbahnya, (Yogyakarta: ANDI, 2003), 235
jemaat, supaya diketahui bahwa Kabar Baik itu sesungguhnya diperuntukkan
bagi jemaat yang hadir2
2
P.H. Pouw, Uraian Singkat Tentang Homiletik, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006), 64
3
William Evans, Cara Mempersiapkan Khotbah, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 18
4. Kembangkan ekspresi wajah, mimik, dan gerakan anggota tubuh secara
wajar sesuai dengan jiwa dan isi berita.
5. Suara dan pandangan mata serta gerakan badan atau anggota tubuh seperti
tangan, harus mendukung menjelaskan berita yang disampaikan.
6. Intonasi suara yang jelas (jangan berteriak-teriak tetapi juga jangan
berbisik) jangan di buat-buat. Jangan menampilkan gaya yang aneh-aneh yang
tidak sesuai dengan kebiasaan kita.
7. Jangan terlalu cepat juga tidak terlalu lamban. Agar khotba itu dapat
disajikan dengan baik, menarik, dengan gaya yang asli, kita harus menghayati
dan menjiwai kebenaran atau Injil yang kita sampaikan.
8. Usahakan khotbah tidak lebih dari 20 menit. Berhentilah pada saat tujuan
khotbah sudah tercapai atau pada saat orang belum merasa bosan
II.6. Doa
Pengkhotbah adalah seorang percaya yang gemar berdoa. Baginya,
berdoa bukan sebagai beban atau kewajiban, tetapi suatu kebutuhan rohani
utama, yang dilakukannya dengan penuh gairah. Nasihat bagi pengkhotbah
adalah menjadi pendoa sebelum menjadi penyampai Firman. Pengkhotbah
hendaknya gemar berdoa pertama-tama tentang pelebaran Kerajaan Kristus di
bumi (lihat dalam pembuka Doa Bapa Kami, Mat. 6:9-10). Maka, langkah
pertama yang harus dilakukan oleh pengkhotbah adalah berdoa. Hidupnya
adalah hidup dalam doa. Menyiapkan khotbahnya dalam sikap doa.
Menyampaikan khotbahnya dalam doa, dalam pimpinan Roh.
Jika kita membaca Alkitab dengan serius, di bawah pimpinan Roh Kudus, kita
akan mengenal secara umum bahwa dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan
diri-Nya dalam YHWH atau Yahweh, yang dalam terjemahan Indonesia biasa
ditulis dengan Tuhan. Sedangkan dalam kitab-kitab Injil, Ia menyatakan diri
dalam Yesus Kristus, dan dalam kitab Kisah Para Rasul Ia menyatakan diiri-Nya
secara leluasa melalui Roh Kudus yang dicurahkan kepada orang-orang percaya
atau gereja-Nya.4 Dan manfaat terpenting dari membaca seluruh Alkitab, kita akan
mengenali perkembangan atau sejarah karya anugerah Allah, dalam kehidupan
hamba-hamba yang dipilih-Nya dan manusia pada umumnya. Penciptaan sendiri
merupakan anugerah Allah, tetapi anugerah penebusan dinyatakan pertama kali
sejak kejatuhan manusia dalam dosa dan sebelum pengusiran mereka dari taman
Eden. Anugerah penyelamatan itu berupa janji yang tertulis dalam Kej. 3:15, Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan
engkau akan meremukkan tumitnya.
4
S. de Jong, KHOTBAH Persiapan, Isinya, Bentuknya, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 18
Jadi, syarat mendasar kedua bagi pengkhotbah adalah membaca Alkitab secara
keseluruhan. Syarat atau langkah ini tidak boleh dilewati atau diabaikan. Jika kita
terpanggil untuk berkhotbah, niscaya kita akan terpanggil juga untuk gemar dan
tekun membaca Kitab Suci.
Tempo
Tempo ini adalah bagaimana kecepatan pengkhotbah berbicara. Tempo
adalah unsur penting lainnya dalam artikulasi. Ada beberapa masalah umum
yang terkait dengan tempo. Pertama, pengkhotbah berbicara terlalu cepat. Para
pendengar perlu waktu yang cukup untuk mengubah bunyi menjadi kata-kata
dan kata-kata menjadi kesatuan makna (ungkapan, kalimat), lalu kesatuan
makna menjadi pemikian dan perasaan, lalu pemikiran dan perasaan menjadi
kenangan, pengetahuan, dan rencana bertindak. Kedua, pengkhotbah berbicara
terlalu lamban. Bila ini terjadi, pikiran pendengar akan berkelana atau
pendengar bisa selesai bermain-main dengan pikirannya dengan cara yang
mungkin tidak sesuai dengan maksud pengkhotbah. Ahli teori komunikasi
mengusulkan sekitar 140-160 kata per menit. Sehingga penting juga untuk
menggunakan tempo yang berbeda-beda dalam berbicara sehingga
pembicaraan tidak terdengar monoton. Penting juga menggunakan tempo yang
berbeda-beda dalam berbicara sehingga pembicaraan tidak terdengar monoton.
Tujuannya adalah meragamkan kecepatan berbicara dengan cara menambah
penekanan alami dan keanekaragaman dalam percakapan.5
Nada
Nada adalah suasana dari sebuah khotbah secara keseluruhan. Nada ini
penting agar suasana ini sesuai ide dan tujuan pengkhotbah. Seorang
pengkhotbah tidak boleh menjadi kecanduan menggunakan satu nada saja,
tetapi harus berusaha untuk menggunakan beragam nada dalam berkhotbah
demi mencegah kebosanan. Nada meliputi perpindahan suara dengan skala
tinggi dan rendah, dalam tingkat nada yang berbeda, dengan perubahan-
perubahan nada suara yang bervariasi. Suara monoton mengucapkan semua
kata-kata ataupun ungkapan kalimat dengan nada yang sama tanpa adanya
nada tinggi atau rendah. Ini dapat melelahkan dan membosankan bagi jemaat,
sekalipun isi khotbah bagus.
Jeda
5
Michael K. Shipmann, Khotbah Alkitabiah Yang Komunikatif dan Berwibawa, (Bandung: YBI, 2004), 127
Pembicara yang terampil mengenali bahwa jeda berfungsi seperti koma,
titik koma, dan tanda seru. Jeda adalah tanda-tanda baca dalam berbiara. Jeda
lebih dari hanya sekedar berhenti berbicara, sebab jeda juga memberi para
pendengar suatu kesempatan singkat untuk berpikir, merasakan, dan
merespon.
Gerak-gerik
Hindari stereotype tertentu dalam gerak-gerik atau gerakan khotbah.
Lakukanlah gerakan-gerakan yang wajar, jangan meniru gerakan orang lain
atau bersikap berlebihan dalam berkhotbah. Gerak tubuh dapat membantu
pengkhotbah dalam memberi penjelasan dan penggambaran. Gerak tubuh juga
dapat memberi pengkhotbah dalam memberi penekanan pada ucapan serta
menjaga daya tarik dan mempertahankan perhatian. Gerak tubuh dapat
membuat pengkhotbah menjadi tenang. Ketika tubuh bekerja untuk membuat
ide-ide, maka kita akan merasa lebih yakin dan siap.6
Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah juga merupakan bagian penting dari bahasa
tubuh ketika berkhotbah. Dalam hal ini kesesuaian dengan pesan yang
disampaikan sangatlah penting. Jika seseorang menyampaikan pesan
yang berisi sukacita dan kegembiraan, wajah seharusnya idak muram.
6
Haddon W. Robinson, Cara Berkhotbah Yang Baik, (Yogyakarta: ANDI, 2011), 222
Jika pesan yang disampaikan memberikan pengharapan, wajah
seharusnya tidak menunjukkan ketakutan dan kekhawatiran.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan, yang dimana Khotbah bukan soal
keahlian atau pengetahuan semata-mata. Khotbah adalah pekerjaan yang
didalamnya Allah sendiri berkarya. Keberhasialan sebuah khotbah
tidak ditentuka oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Dalam hubungan
dengan itu maka seorang pengkhotbah pertama-tama harus membuka diri
dikendalikan oleh Roh Kudus. Kita percaya bahwa Tuhan memberi tempat bagi
mausia berperan dalam pekerjaan-Nya untuk menyampaikan sabda-Nya melalui
bahasa, dan budaya
manusia. Berkhotbah bukan pekerjaan gampang, sebab berkhotbah memerlukan
persiapan dan latihan yang baik dan terus menerus. Persiapan yang baik juga
memerlukan suasana dan tempat yang tenang, jauh dari keributan.