Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dita Paulina Br Siregar

Npm : 19-02-692

M. Kuliah : Homiletika

Ting/ Jur : III /PAK

Dosen : Pardomuan Munthe M.Th

PELAKSANAAN KOTBAH

a. Sikap Pengkotbah ( Penampilan)


b. Teknik Berkotbah (Gaya, Metode, Cara Penyampaian)
1). Doa
2). Pembacaan Nats
3). Menjelaskan Nats

I. PENDAHULUAN
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai, pelaksanaan kotbah
yang dimana, Khotbah adalah unsur paling utama dalam ibadah jemaat, walaupun
ada yang menganggapnya sebagai salah satu unsur saja dalam ibadah. Kelompok
yang menganggap khotbah sebagai unsur paling utama, mengukur dan menilai
ibadah dari khotbah, sehingga: doa, nyanyian, persekutuan, pengucapan syukur
dianggap sebagai pelengkap saja. Sementara kelompok yang melihat khotbah
sebagai satu kesatuan dengan aspek-aspek lain menganggap khotbah penting,
tetapi ia tidak berdiri sendiri. Khotbah itu adalah salah satu unsur penting dalam
ibadah jemaat.

II. PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Pengkhotbah
Pengkhotbah adalah yang dikhususkan oleh Allah untuk pemberitaan
Injil, adalah orang yang menerima kebenaran daripada Allah dan
menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain. Tugas utama pengkhotbah
adalah menjelaskan Alkitab, yaitu Wahyu yang diberikan Allah. Pengkhotbah
adalah orang yang bersikap terbuka terhadap Allah dan terhadap sesamanya.1

II.2. Pengertian Sikap


Sikap adalah segala perbuatan dan tindakan yang berdasarkan pada
pendirian dan keyakinan yang dimiliki. Sikap adalah pernyataan evaluatif
terhadap segala sesuatu, bisa berupa objek, orang atau peristiwa. Sikap
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mempunyai tiga
komponen utama, yaitu kesadaran, perasaan, dan perilaku.

II.3. Sikap Pengkhotbah


Pengkhotbah yang berjalan dengan tenang, rendah hati, sopan dan
yang serius pasti memberikan kesan yang lebih baik kepada pendengar.
Janganlah tampil dengan sikap yang pura-pura atau dibuat-buat. Semua yang
pura-pura tidak akan tahan lama. Dengan berpura-pura, yang bersangkutan
sendiri pasti merasa tertekan, dan orang-orang yang dilayaninya pun akan
mencibir si pengkhotbah. Lebih baik pengkhotbah maju ke depan umum
dengan seadanya sesuai dengan hati dan kehidupannya. Sikap yang tidak baik
dapat mengganggu konsentrasi pengkhotbah, oleh sebab itu kita harus
waspada dengan sikap kita dalam berkhotbah. Pengkhotbah hendaklah
menghampiri mimbar dengan tenang dan penuh kesungguhan, janganlah
berlagak, jangan pula merasa canggung, lebih-lebih jangan dengan sembarang
saja naik mimbar, misalnya dengan sekali lompat saja, seolah-olah hendak
menunjukkan sikap begini: “Ah, sudah biasa saya naik turun di sini!”. Orang
yang mempunyai angan seperti ini, sebenarnya melampaui batas kerendahan
hati.
Terdapat tiga macam sikap yang patut dicontoh oleh pengkhotbah di
atas mimbar. Pertama; hendaklah pengkhotbah berdiri dengan tegap. Tegap
berarti tegak. Berdiri tegak atinya tidak membungkuk, tidak bersandar. Kedua;
hendaklah pengkhotbah menyaringkan suaranya. Menyaringkan suara bukan
berteriak atau menjerit, melainkan bersuara dengan jelas dan tegas dalam
mengucapkan setiap suku kata. Ketiga; hendaklah pengkhotbah memandang

1
E.P. Ginting, Homiletika Pengkhotbah & Khotbahnya, (Yogyakarta: ANDI, 2003), 235
jemaat, supaya diketahui bahwa Kabar Baik itu sesungguhnya diperuntukkan
bagi jemaat yang hadir2

II.4. Penampilan Kotbah


Hal selanjutnya yang tidak kalah pentingnya ialah mengenai
penampilan dan cara berpakaian. Sebagai seorang pembicara Allah,
pengkhotbah harus menjaga penampilannya sehingga tidak menjadi batu
sandungan bagi pendengar. Penampilan ini akan memberikan kesan yang
baik dan membangkitkan minat pendengar untuk mendengarkan berita
dariNya. Ketika tampil di mimbar, pengkhotbah juga harus mampu
menunjukkan penguasaannya terhadap mimbar. Ia tidak terkunci di
mimbar atau berkeliaran dari mimbar, tetapi mampu menempatkan
dengan baik. Waktu/ moment yang tepat untuk bergerak atau harus
berada di mimbar. Gerakan-gerakan yang ditampilkan sebaiknya
merupakan gerakan spontan yang seirama dengan berita yang disampaikan.
Dalam penyampaian beritanya, juga harus dikemas dengan suara/ intonasi
yang menarik. Mengerti saat-saat menyuarakan dengan keras, lembut,
tempo, dan pemberhentian dari satu kalimat ke kalimat lainnya. Dengan
penguasaan diri seperti penampilan, gerak tubuh dan suara yang baik,
maka akan semakin melengkapi pemberitaan yang efektif dan maksimal.3
II.5. Teknik Menyampaikan khotbah
Persiapan dan susunan khotbah yang baik sangat menentukan
penyampaian
khotbah yang baik pula. Untuk maksud tersebut, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dalam menyampaikan khotbah, antara lain:
1. Sapalah warga jemaat di mana mereka ada.
2. Sambutlah mereka dengan ramah dalam posisi mereka masing-masing.
3. Peliharalah komunikasi atau relasi yang hidup dan hangat dengan warga
jemaat. Berkhotbah bukan seperti ayam minum air, atau orang membaca
koran. Jangan hanya memperhatikan satu orang atau sesuatu yang tertentu
saja.

2
P.H. Pouw, Uraian Singkat Tentang Homiletik, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006), 64
3
William Evans, Cara Mempersiapkan Khotbah, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 18
4. Kembangkan ekspresi wajah, mimik, dan gerakan anggota tubuh secara
wajar sesuai dengan jiwa dan isi berita.
5. Suara dan pandangan mata serta gerakan badan atau anggota tubuh seperti
tangan, harus mendukung menjelaskan berita yang disampaikan.
6. Intonasi suara yang jelas (jangan berteriak-teriak tetapi juga jangan
berbisik) jangan di buat-buat. Jangan menampilkan gaya yang aneh-aneh yang
tidak sesuai dengan kebiasaan kita.
7. Jangan terlalu cepat juga tidak terlalu lamban. Agar khotba itu dapat
disajikan dengan baik, menarik, dengan gaya yang asli, kita harus menghayati
dan menjiwai kebenaran atau Injil yang kita sampaikan.
8. Usahakan khotbah tidak lebih dari 20 menit. Berhentilah pada saat tujuan
khotbah sudah tercapai atau pada saat orang belum merasa bosan

II.6. Doa
Pengkhotbah adalah seorang percaya yang gemar berdoa. Baginya,
berdoa bukan sebagai beban atau kewajiban, tetapi suatu kebutuhan rohani
utama, yang dilakukannya dengan penuh gairah. Nasihat bagi pengkhotbah
adalah menjadi pendoa sebelum menjadi penyampai Firman. Pengkhotbah
hendaknya gemar berdoa pertama-tama tentang pelebaran Kerajaan Kristus di
bumi (lihat dalam pembuka Doa Bapa Kami, Mat. 6:9-10). Maka, langkah
pertama yang harus dilakukan oleh pengkhotbah adalah berdoa. Hidupnya
adalah hidup dalam doa. Menyiapkan khotbahnya dalam sikap doa.
Menyampaikan khotbahnya dalam doa, dalam pimpinan Roh.

II.7. Bertekun dalam membaca Nats Alkitab


Kemudian, yang kedua, pengkhotbah adalah seorang percaya yang gemar
membaca Alkitab. Sebelum mempelajari bagian-bagian tertentu dari Alkitab
untuk dikhotbahkan ia harus pernah membaca seluruh Alkitab dari kitab Kejadian
sampai kitab Wahyu. Dengan membaca seluruh Alkitab, kita akan mengenali alur
kisah atau peristiwa-peristiwa dalam Alkitab. Perlu kita ketahui, bahwa Alkitab
mencatat tiga sejarah utama umat manusia. Pertama, sejarah asal-mula manusia
atau bangsa-bangsa, tercatat dalam peristiwa penciptaan sampai penyerakan
bangsa-bangsa zaman menara Babel. Kedua sejarah bangsa Israel, mulai dari
panggilan Abraham sampai pembuangan mereka yang tercatat dalam kitab Ester.
Ketiga, sejarah gereja-gereja, mulai dari kitab Kisah Para Rasul sampai kitab
Wahyu.

Jika kita membaca Alkitab dengan serius, di bawah pimpinan Roh Kudus, kita
akan mengenal secara umum bahwa dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan
diri-Nya dalam YHWH atau Yahweh, yang dalam terjemahan Indonesia biasa
ditulis dengan Tuhan. Sedangkan dalam kitab-kitab Injil, Ia menyatakan diri
dalam Yesus Kristus, dan dalam kitab Kisah Para Rasul Ia menyatakan diiri-Nya
secara leluasa melalui Roh Kudus yang dicurahkan kepada orang-orang percaya
atau gereja-Nya.4 Dan manfaat terpenting dari membaca seluruh Alkitab, kita akan
mengenali perkembangan atau sejarah karya anugerah Allah, dalam kehidupan
hamba-hamba yang dipilih-Nya dan manusia pada umumnya. Penciptaan sendiri
merupakan anugerah Allah, tetapi anugerah penebusan dinyatakan pertama kali
sejak kejatuhan manusia dalam dosa dan sebelum pengusiran mereka dari taman
Eden. Anugerah penyelamatan itu berupa janji yang tertulis dalam Kej. 3:15, Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan
engkau akan meremukkan tumitnya.

Jika belum pernah melakukannya, yakni membaca seluruh Alkitab, mulailah


dari sekarang. Jika pernah melakukannya, ulangilah dan ulangi lagi. Kita akan
mendapatkan pengertian-pengertian baru setiap kali membaca Alkitab. Tandailah
bagian-bagian yang ingin tandai, catatlah hal-hal yang merasa perlu mencatatnya.
Semua yang di baca, ingat dan catat akan berguna pada saat kita menyiapkan
khotbah kelak. Contoh mengenai pentingnya memiliki pengetahuan Alkitab
diberikan oleh Stefanus dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 7. Stefanus adalah
penginjil atau pengkhotbah yang mengenal kisah Abraham, Ishak, Yakub dan
Musa dengan sangat baik. Dan perlu dimengerti bahwa banyak ayat-ayat
Perjanjian Baru yang jika dikhotbahkan pengkhotbahnya harus membaca dan
memahami ayat-ayat terkait yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Kitab Ibrani,
misalnya pasal 11, tidak mungkin dikhotbahkan dengan baik jika pengkhotbahnya
tidak memahami kitab-kitab Musa.

4
S. de Jong, KHOTBAH Persiapan, Isinya, Bentuknya, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 18
Jadi, syarat mendasar kedua bagi pengkhotbah adalah membaca Alkitab secara
keseluruhan. Syarat atau langkah ini tidak boleh dilewati atau diabaikan. Jika kita
terpanggil untuk berkhotbah, niscaya kita akan terpanggil juga untuk gemar dan
tekun membaca Kitab Suci.

II.8. Serius Dalam Mempelajari Nats Khotbah


Dan syarat mendasar ketiga bagi pengkhotbah adalah saksama dan
serius mempelajari nas khotbah. Langkah pertama dalam mempersiapkan
khotbah adalah memilih nas, mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan
menyusun bagan khotbahnya. Alkitab dalam satu kesatuan memiliki struktur
dan tema tertentu. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, masing-masing juga
memiliki struktur dan tema tertentu. Kitab-kitab juga memiliki struktur dan
temanya masing-masing. Jadi sejatinya, nas yang Anda pilih pun memiliki
struktur dan tema tertentu. Maka, Anda harus menyiapkan khotbah Anda
dengan membuat struktur atau bagannya sesuai dengan tema dari nas tersebut.
Anda harus menemukan tema dan struktur khotbah Anda dengan menggali ke
dalam nas yang akan Anda khotbahkan. Dengan demikian, Anda akan
mengkhotbahkan khotbah yang dikendalikan oleh nas Alkitab.

II.9. Komunikasi Verbal


 Suara
Suara alami bukan dibuat-buat. Gunakan nada suara sedang ketika
berkhotbah dan ucapkan khotbah dengan jelas. Berbicaralah dengan jelas.
Usahakan agar para pendengar yang duduk di kursi paling belakang dapat
mendengar dengan jelas.[23] Dalam hal ini pengeras suara akan sangat
membantu, asalkan pandai mengatur tempatnya. Pendeknya suara
pengkhotbah harus dapat didengarkan oleh semua jemaat, baik itu tua maupun
muda.
 Penekanan
Variai-variasi dalam kekerasan suara bisa berguna baik untuk menarik
perhatian maupun memberi penekanan. Suatu perubahan dengan tekanan
tertentu dapat mengkonsumsikan kepentingan ide-ide. Keseluruhan bagian
dari suatu khotbah dapat ditekankan bila seseorang pengkhotbah
mengungkapkannyan dengan volume suara yang lebih besar. Tujuan
penekanan adalah untuk mendapatkan suara di atas batas kebisingan suatu
ruangan.

 Tempo
Tempo ini adalah bagaimana kecepatan pengkhotbah berbicara. Tempo
adalah unsur penting lainnya dalam artikulasi. Ada beberapa masalah umum
yang terkait dengan tempo. Pertama, pengkhotbah berbicara terlalu cepat. Para
pendengar perlu waktu yang cukup untuk mengubah bunyi menjadi kata-kata
dan kata-kata menjadi kesatuan makna (ungkapan, kalimat), lalu kesatuan
makna menjadi pemikian dan perasaan, lalu pemikiran dan perasaan menjadi
kenangan, pengetahuan, dan rencana bertindak. Kedua, pengkhotbah berbicara
terlalu lamban. Bila ini terjadi, pikiran pendengar akan berkelana atau
pendengar bisa selesai bermain-main dengan pikirannya dengan cara yang
mungkin tidak sesuai dengan maksud pengkhotbah. Ahli teori komunikasi
mengusulkan sekitar 140-160 kata per menit. Sehingga penting juga untuk
menggunakan tempo yang berbeda-beda dalam berbicara sehingga
pembicaraan tidak terdengar monoton. Penting juga menggunakan tempo yang
berbeda-beda dalam berbicara sehingga pembicaraan tidak terdengar monoton.
Tujuannya adalah meragamkan kecepatan berbicara dengan cara menambah
penekanan alami dan keanekaragaman dalam percakapan.5

 Nada
Nada adalah suasana dari sebuah khotbah secara keseluruhan. Nada ini
penting agar suasana ini sesuai ide dan tujuan pengkhotbah. Seorang
pengkhotbah tidak boleh menjadi kecanduan menggunakan satu nada saja,
tetapi harus berusaha untuk menggunakan beragam nada dalam berkhotbah
demi mencegah kebosanan. Nada meliputi perpindahan suara dengan skala
tinggi dan rendah, dalam tingkat nada yang berbeda, dengan perubahan-
perubahan nada suara yang bervariasi. Suara monoton mengucapkan semua
kata-kata ataupun ungkapan kalimat dengan nada yang sama tanpa adanya
nada tinggi atau rendah. Ini dapat melelahkan dan membosankan bagi jemaat,
sekalipun isi khotbah bagus.
 Jeda
5
Michael K. Shipmann, Khotbah Alkitabiah Yang Komunikatif dan Berwibawa, (Bandung: YBI, 2004), 127
Pembicara yang terampil mengenali bahwa jeda berfungsi seperti koma,
titik koma, dan tanda seru. Jeda adalah tanda-tanda baca dalam berbiara. Jeda
lebih dari hanya sekedar berhenti berbicara, sebab jeda juga memberi para
pendengar suatu kesempatan singkat untuk berpikir, merasakan, dan
merespon.

II.10. Komunikasi Non-Verbal (Bahasa Tubuh)


 Pandangan Mata
Pandangan mata pengkhotbah harus tertuju kepada jemaat. Pandangan
sebaiknya diarahkan sedikit lebih tinggi dari kepala pendengar agar semua
yang hadir merasa benar-benar disapa. Pandangan hendaknya menyebar, tidak
tertuju pada satu arah atau terlalu sering memandang satu arah tersebut.
Arahkan pandangan mata ke seluruh jemaat dan bakan pandangan anda
berhenti sejenak pada beberapa orang yang berbeda. Selama penyampaian
khotbah, pertahankan terus kontak pandang.

 Gerak-gerik
Hindari stereotype tertentu dalam gerak-gerik atau gerakan khotbah.
Lakukanlah gerakan-gerakan yang wajar, jangan meniru gerakan orang lain
atau bersikap berlebihan dalam berkhotbah. Gerak tubuh dapat membantu
pengkhotbah dalam memberi penjelasan dan penggambaran. Gerak tubuh juga
dapat memberi pengkhotbah dalam memberi penekanan pada ucapan serta
menjaga daya tarik dan mempertahankan perhatian. Gerak tubuh dapat
membuat pengkhotbah menjadi tenang. Ketika tubuh bekerja untuk membuat
ide-ide, maka kita akan merasa lebih yakin dan siap.6

 Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah juga merupakan bagian penting dari bahasa
tubuh ketika berkhotbah. Dalam hal ini kesesuaian dengan pesan yang
disampaikan sangatlah penting. Jika seseorang menyampaikan pesan
yang berisi sukacita dan kegembiraan, wajah seharusnya idak muram.

6
Haddon W. Robinson, Cara Berkhotbah Yang Baik, (Yogyakarta: ANDI, 2011), 222
Jika pesan yang disampaikan memberikan pengharapan, wajah
seharusnya tidak menunjukkan ketakutan dan kekhawatiran.

III. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan, yang dimana Khotbah bukan soal
keahlian atau pengetahuan semata-mata. Khotbah adalah pekerjaan yang
didalamnya Allah sendiri berkarya. Keberhasialan sebuah khotbah
tidak ditentuka oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Dalam hubungan
dengan itu maka seorang pengkhotbah pertama-tama harus membuka diri
dikendalikan oleh Roh Kudus. Kita percaya bahwa Tuhan memberi tempat bagi
mausia berperan dalam pekerjaan-Nya untuk menyampaikan sabda-Nya melalui
bahasa, dan budaya
manusia. Berkhotbah bukan pekerjaan gampang, sebab berkhotbah memerlukan
persiapan dan latihan yang baik dan terus menerus. Persiapan yang baik juga
memerlukan suasana dan tempat yang tenang, jauh dari keributan.

IV. DAFTAR PUSTAKA


EvansWilliam, Cara Mempersiapkan Khotbah, Jakarta: BPK-GM, 2014
de Jong. S., KHOTBAH Persiapan, Isinya, Bentuknya, Jakarta: BPK-GM, 2014
SutantoHasan, Homiletika Prinsip dan Metode Berkhotbah, Jakarta:BPK-GM,
1990
PouwP.H., Uraian Singkat Tentang Homiletik, Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2006
GintingE.P., Homiletika Pengkhotbah & Khotbahnya, Yogyakarta: ANDI, 2003,
235
AnggraitoNoor, Menyiapkan Khotbah Ekspositori Secara Praktis, Yogyakarta:
ANDI, 2001
TambunanLukman, Khotbah dan Retorika, Jakarta: BPK-GM, 2011
ShipmannMichaelK., Khotbah Alkitabiah Yang Komunikatif dan Berwibawa,
Bandung: YBI, 2004
VinesJerry &Shaddix Jim, Homiletika Kuasa Dalam Berkhotbah, Malang:
Gandum Mas, 2002
RobinsonHaddon W., Cara Berkhotbah Yang Baik, Yogyakarta: ANDI, 2002

Anda mungkin juga menyukai