Anda di halaman 1dari 12

YOSAFAT BELMIRO 16111546

PWG 2: Pdt. DR. Purim Marbun

A. Pengertian dan Tujuan PWG

1. Sejarah Singkat Pembinaan Warga Gereja


Belajar dari Pembinaan Warga Gereja 1 bersama dengan dosen bapa Andreas Agus,
saya banyak memperoleh pembaharuan dimana, seluruh Gereja yang ada di muka bumi ini
pada dasarnya haruslah merupakan pembinaan bagi seluruh warganya (jemaatnya). Joseph
Oldham lahir di Bombay, India pada 20 Oktober 1874. Pembinaan ini tentunya sudah di mulai
sejak tahun (1892-1969) oleh Joseph Oldham, dia adalah seorang pelayan gereja Anglikan dan
missionaris berkebangsaan Skotlandia dan juga dia aktif dalam gerakan ekumenis seperti
Dewan Misi Internasional (IMC) Life and Work. Aktivitasnya dalam gerakan ekumenis telah
terlihat sejak Konferensi Misi se-Dunia yang diadakan di Edinburgh 19101.
Ia juga diangkat sebagai sekretaris dari Dewan Misi Internasional (IMC) sejak 1921
sampai 19382. Oldham memberi sumbangan besar bagi berdirinya Dewan Gereja-gereja se-
Dunia dengan visinya mengenai satu badan yang global yang berakar pada gereja-gereja dan
menyatukan berbagai elemen yang mengembangkan gerakan ekumenis. Sebuah badan yang
menjadi instrumen bagi gereja-gereja. Ia bersama beberapa tokoh ekumenis seperti William
Temple, W.A. Visser 't Hooft, dan Nathan Söderblom, berniat untuk membentuk suatu
organisasi yang menaungi gerakan ekumenis sedunia3. Pada tahun 1838 dibentuklah panitia
persiapan Dewan Gereja-gereja se-Dunia yang berhasil diresmikan sepuluh tahun kemudian
dalam Sidang Raya-nya yang pertama di Amsterdam 1948. Pembinaannya ini dimulai dari
kekhawatiran akan pemerintah yang semakin otoriter sehingga kebenaran atau esensi dari
Gereja mulai berkurang. Dimana hipokritas gereja pada Perang Dunia II (1945) yang
membawa kemunafikan, Rezim Nazi Jerman yang membantai bangsa/ keturunan Yahudi
(Genocide/Holocaust). Bahkan gereja pada saat itu menyetujui tindakan tersebut. Oldham
meniggal pada 16 Mei 1969 di London4.
Setelah itu muncul tokoh Ebenhard Miller dimana dia membangun Akademi
Evangelische sebagai pusat dari pembinaan warga gereja. Setelah Perang Dunia II, baru di

1
Keith Clements. 1999. Faith on the frontier: a life of J.H. Oldham. Edinburgh: T&T Clark.
2
Keith Clements. 1999. Faith on the frontier: a life of J.H. Oldham. Edinburgh: T&T Clark.
3
Thomas E. FitzGerald. 2004. The ecumenical movement: An introductory history. Westport, CT: Praeger Publishers.
4
Keith Clements. 1999. Faith on the frontier: a life of J.H. Oldham. Edinburgh: T&T Clark.
bangun Institut Kerk en Wereld di Driebergen, Belanda yang di prakarsai oleh Hendrik Kramer
“peace train”5.
Kalau Pembinaan Warga Gereja di tanah air sudah di mulai dilakukan sejak tahun
1950an dimana banyak gereja yang melaksanakan program-program PWG. Tahun 1960an,
religius dan politik di Indonesia sudah banyak mengalami pergolakan diantaranya ada
peristiwa Gestapu atau G30S PKI, maka gereja-gereja merasakan bahwa begitu membutuhkan
bentuk pembinaan. Sidang DGI tahun 1957 membentuk “Komisi Pendidikan Awam”. Dan di
tahun 1971, DGI membentuk Institut Okumene Indonesia (IOI). Barulah ada tahun 1976, DGI
melaksanakan konferensi nasional PWG di Malang.
2. Pengertian Pembinaan Warga Gereja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata Pembinaan berasal dari kata
‘bina’ yang memiliki arti “mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna, dan
sebagainya)”. Sedangkan arti dari kata “pembinaan” adalah “proses, cara, usaha, dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik”. Pengertian
ini tidak jauh berbeda dengan yang diberikan oleh Poerwadarmita (1987). Menurut beliau
pembinaan adalah “suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna
berhasil, untuk memperoleh hasil yang lebih baik”6. Pembinaan bukan hanya bersifat jasmani
saja, tetapi juga bersifat hal yang rohani sebagaimana dikatakan dalam UUD 1945, P4, GBHN,
Tap MPR 1988, yaitu: “Pembinaan itu merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas
Indonesia, baik jasmani maupun rohani atas seluruh masyarakat”7.
Istilah “warga gereja” dalam bahasa Yunani ialah “laikoi”, yang berarti “semua
anggota dalam tubuh Kristus, yaitu gereja secara rohaniah, yang telah menerima Kristus
sebagai Juruselamat, terdaftar sebagai anggota dalam sebuah gereja lokal, dan juga yang
turut mengambil bagian dalam pelayanan gerejawi”. Dengan demikian semua orang yang
telah dibaptis adalah warga gereja, termasuk pendeta dan semua pelayan Tuhan lainnya yang
ada dalam gereja8.
Berdasarkan pengertian dari kedua istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
“pembinaan warga gereja” adalah “suatu usaha pembinaan yang berpusat pada Kristus,
berdasarkan pengajaran Alkitab, dan merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan
warga jemaat dengan Firman Tuhan, melalui membimbing dan mendewasakannya dalam

5
Disampaikan pada persentasi materi PWG yang di presentasikan oleh DR.Andreas Agus selaku dosen PWG di STT Bethel
Indonesia pada bulan Agustus.
6
Oliver Mc Mahan, Gembala Jemaat yang Sukses, Sinode GBI, Jakarta, 2002, hlm 5.
7
UUD 1945, P4, GBHN, Tap MPR 1988, hal.109
8
Pengantar Pembinaan Warga Gereja 1 yang di jelaskan oleh DR. Andreas Agus pada bulan Agustus pertemuan pertama.
Kristus melalui kuasa Roh Kudus”. Sederhananya Pembinaan Warga Gereja adalah usaha yang
dilakukan gereja untuk mendewasakan Jemaat9.
Pembinaan juga merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencapai perubahan
hidup, yang meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku yang
dapat digambarkan sebagai kedewasaan dalam Kristus10. Sasaran yang hendak dicapai dalam
pembinaan meliputi dua segi baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif berarti setiap
orang percaya dapat berbuah banyak dalam kehidupannya (Yohanes 15:8), hidup oleh dan
dipimpin Roh Kudus sehingga menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Secara kuantitatif
berarti seorang murid harus berlipat ganda atau bermultiplikasi (Matius 28:19-20; 2 Timotius
2:2). Hasil dari multiplikasi seorang murid Kristus adalah cara yang sangat efektif untuk
menyelesaikan Amanat Agung Tuhan Yesus.

3. Tujuan Pembinaan Warga Gereja


Dalam Pembinaan Warga Gereja juga tentunya di samping memiliki definisi juga
memiliki tujuan, yang secara garis besar di bagi menjadi dua tujuan pokok; pertumbuhan
ekstensif (pertumbuhan yang sifatnya keluar) dan pertumbuhan intensif (pertumbuhan yang
sifatnya ke dalam). Tentunya tujuannya ini memiliki landasan Alkitabnya.
Pertumbuhan Ekstensif mengandaikan adanya perluasan gereja karena adanya
pertambahan anggota gereja baru. Pengandaian ini diinspirasi oleh pengalaman gereja pada
zaman Para Rasul, dalam memberitakan Injil kepada bangsanya dan bangsa-bangsa lain. Usaha
itu mengakibatkan munculnya gereja-gereja baru yang menggembirakan, karena ada banyak
orang-orang baru yang menggembirakan, karena ada banyak orang-orang baru dibaptiskan
(Kisah 2:41). Namun kegembiraan karena munculnya gereja-gereja baru itu segera disusul oleh
adanya keprihatinan baru, yaitu keprihatinan akan kelangsungan, kesinambungan, dan
pendalaman penghayatan iman akan Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya pertumbuhan
ekstensif itu segera ditindak-lanjuti dengan pertumbuhan intensif. Pertumbuhan Intensif
mengandaikan perlunya warga gereja baru itu semakin mendalami penghayatan imannya akan
Yesus Kristus (Kisah 2:42). Namun tujuan Pembangunan Jemaat itu pertama-tama dan
terutama bukan demi pertumbuhan ke luar dan ke dalam itu semata. Tujuan Pembangunan
Jemaat adalah agar Gereja dalam hidup dan karyanya di dunia ini sungguh-sungguh menjadi
Gereja Tuhan Yesus sebab, gereja adalah buah karya penyelamatan Allah yang difungsikan

9
Review materi Pembinaan Warga Gereja di jelaskan oleh DR Purim Marbun, pada hari Senin 14 Januari 2019 jam 07:00-
09:00 WIB.
10
oleh Allah untuk ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah atas seluruh umat manusia
(Kisah 13:2, 17:18; Matius 4:18-22; 2 Timotius 1:7-9, 2:3), dan artinya hal ini sejalan dengan
penjelasan dari DR Andreas Agus.
Oleh karena itu, tujuan Pembangunan jemaat bukan semata-mata demi dan untuk gereja
itu sendiri. Tujuan Pembangunan Jemaat lebih luas dari Gereja, yaitu mengusahakan agar
tindakan yang dilakukan di dalam dan oleh Gereja, senantiasa mengacu pada tujuan karya
Penyelamatan Allah dalam relasi dinamis dengan konteks kehidupannya, yaitu kedatangan
Kerajaan-Nya di dunia ini. Pembinaan Jemaat merupakan pelayanan yang penting di gereja,
bahkan hal ini sangat esensi karena merupakan tugas gereja yang di amanatkan oleh Yesus
Kristus, dalam tugas amanat agung berdasarkan Matius 28:19-20, dan ini harus dijadikan
prinsip yang harus di jalankan oleh gereja-gereja11.

Gereja harus berbasis Firman Tuhan; gereja hadir untuk menggenapi Amanat Agung; gereja
yang bertumbuh adalah bukan perpindahan jemaat; gereja memiliki banyak faktor, bukan
faktor tunggal; gereja yang sehat akan menghasilkan multiplikasi
-Pdt. DR. Japarlin Marbun12

11
Purim Marbun, 2018,Pembinaan Jemaat:Petunjuk Pemahaman Praktis Membina Jemaat Menuju Kedewasaan
Iman,Yogyakarta:ANDI, hlm 3.
12
Kesimpulan dari hasil acara Revival & Prophetic Fire yang mengusung tema “Pertumbuhan Gereja” yang peneliti hadiri
Sabtu 22 Oktober 2015, di Gereja City Blessing, Depok Lama, Jawa Barat. Dan kegiatan ini diselengarakan bersama
BAMAG (Badan Musyawarah Antar Gereja) Depok.
B. Landasan Alkitab Pembinaan Warga Gereja
1. Landasan PL Pembinaan Warga Gereja
Ketika peneliti baca didalam Alkitab dan dibantu dengan sumber-sumber buku yang
mencoba menjelaskan pembinaan warga gereja ini dalam konsep Perjanjian Lama, ternyata
jauh sebelum Allah ber-inkarnasi menjadi manusia, ternyata sudah ada bentuk pembinaan.
Salah satunya dalam di lihat dalam kitab Exodus bangsa Israel dari Mesir menuju tanah yang
di janjikan oleh Elohim YHWH.
Di dalam Keluaran 18:20, dikatakan: ”Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada
mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka
jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan13”. Dari ayat ini dapat
dikatakan bahwa pemuda harus diajarkan segala ketetapan dan segala keputusan dan mereka
diajarkan apa yang harus mereka lakukan. Kata diajarkan atau mengajar ini berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Katekhein.
Menurut G. Riemer dalam bukunya Ajarlah Mereka, mengatakan14:
”Katekhein (Kathcein) berasal dari kata katekese, kateketik dan katekisasi. Istilah ini
mempunyai beberapa makna dalam Alkitab. Makna utama yang peneliti temukan adalah
memberi tekanan kepada otoritas (wewenang, kekuasaan yang sah) dalam hal pendidikan,
karena katekhein berarti mengajar dari atas ke bawah”.
Dari kutipan di atas berarti dapat dikatakan bahwa mengajar itu mempunyai otoritas
yang penting dalam hal mendidik seseorang. Dan kata engkau di situ menunjukkan kepada
koordinator atau seorang gembala yang dipercayakan memimpin anggota Jemaat atau pemuda
agar mereka terbina dengan baik. Jika pembinaan telah dilakukan dengan baik, maka Jemaat
atau pemuda akan bertumbuh dalam kerohanian, sebab pembinaan yang dilakukan harus
berdasarkan Firman Allah atau dari Tuhan. Sama halnya yang dikatakan Salomo, yang
mengatakan: “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau
bosan akan peringatan-Nya” (Amsal 3:11).
Selanjutnya Salomo mengatakan: ”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal
22:6). Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Jemaat dan terlebih khusus kepada orang-
orang muda sangat perlu dibina, supaya ketika anak-anak muda itu di didik dan di bina dan
ketika menjelang masa tuanya, mereka tetap hidup di dalam Tuhan dan tetap berjalan pada
jalan kebenaran.

13
Alkitab TB LAI
14
G. Riemer. Ajarlah Mereka. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1998), hal. 21
2. Landasan PB Pembinaan Warga Gereja
Dalam Injil kita menemukan suatu pernyataan Tuhan Yesus yang tertulis dalam Matius
16:18-19; “[18] Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan Jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.[19]
Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat
di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga”.

Penjelasan peneliti;
a. Petrus dalam kata Yunani “petros”dalam kata Aram yang searti “kefa” (padas) ternyata tidak
di pakai sebagai nama diri sebelum Yesus menamai kepala para rasul itu. Nama itu,
melambangkan peranan Petrus sebagai dasar jemaat. Bisa jadi Yesus sudah merobah nama
Petrus sebelum kejadian di Kaisarea Filipi (bdk Yoh 1:42; Mark 3:16; Luk 6:14)15.
b. Jemaat-Ku, kata Aram yang di terjemahkan ke dalam bahasa Yunani di terjemahkan dengan
menggunakan kata “Ekklesia” (jemaat,gereja), kerap kali di temukan dalam Perjanjian Lama.
Artinya adalah; bangsa yang terpilih, khususnya waktu mengembara di padang gurun (bdk
Ulangan 4:10; Kisah 7:38). Ada beberapa kelompok orang Yahudi yang menganggap dirinya
sebagai “sisa Israel” (Yesaya 4:3) di zaman terakhir, misalnya jemaat kaum Eseni di Qumran16.
Yesus mengambil alih istilah itu untuk menyebut jemaat Mesias. Perjanjian Baru dari jemaat
itu akan diikat oleh Yesus dengan menumpahkan darah-Nya sendiri (referensi peneliti Matius
26:28 dan Efesus 5:25). Dengan memakai istilah itu sejalan dengan ungkapan “Kerajaan
Sorga” (Matius 4:17). Yesus juga mau menekankan bahwa jemaat di zaman terakhir itu sudah
mulai di bumi melalui sebuah masyarakat yang tersusun dan yang kepalanya di angkat oleh
Yesus sendiri (referensi peneliti Kisah 5:11 dan 1 Kolose 1:2)
c. alam maut. Jika kata ini di terjemahkan secara harafiah, mungkin bisa jadi saja alam maut
ini adalah pintu-pintu gerbang Hades. Kata Yunani “Hades” ini menterjemahkan kata Ibrani
“syeol”, yang berarti tempat tinggal orang mati17 (Bilangan 16:33). Pintu gerbangnya di
gambarkan sebagai perseorangan yang melambangkan kekuasaan si jahat. Setelah ia (iblis)
menyeret manusia kedalam kematian dosa, lalu memenjarakannya dalam maut kekal. Dengan
mengikuti Pendirinya yang “turun ke alam maut” (1 Petrus 3:19) lalu di bangkitkan (Kisah

15
Greek INT Dictionary Lexicon
16
Philip R Davies, George J Brooke, Phillip R Callaway, The Complete World of The Dead Sea Scrolls, Thames & Hudson:
New York, 2002.
17
Dogmatika 1, Doktrin Keselamatan yang di paparkan oleh Pdt. DR. Erastus Sabdono dalam kelas Dogmatika 1 di Sekolah
Tinggi Teologi Bethel Indonesia Jakarta.
2:27,31). Gereja bertugas merenggut orang pilihan dari genggaman maut, baik maut sementara
maupun maut kekal, lalu menempatkan mereka dalam Kerajaan Sorga18 (referensi peneliti,
Kolose 1:3; 1 Korintus 15:26; Wahyu 6:8; Wahyu 20:13).
Jika dilihat landasan Perjanjian Baru Pembinaan Warga Gereja khususnya Surat yang
ditulis oleh Paulus, dapat kita temukan dalam Efesus 4:11-16.
“[11] Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, [12] untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, [13] sampai kita semua
telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan
penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, [14] sehingga kita
bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, [15] tetapi dengan teguh
berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia,
Kristus, yang adalah Kepala. [16] Dari pada-Nyalah seluruh tubuh-yang rapi tersusun dan
diikat menjadi satu oleh pelayanannya semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-
tiap anggota-menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih”
Penjelasan peneliti;
a. Dalam bagian ini Paulus berturut-turut menunjuk tiga bahaya yang mengancam persatuan
gereja: Perselisihan antara orang Kristen sendiri (Efesus 4:1-3) maka dari itu pembagian tugas
tentu sangat perlu (Efesus 4:7-11); pengajaran sesat dari pihak kaum bidaah (Efesus 4:14-15).
Dari ketiga bahaya itu diperlawankan asas dan pelaksanaan persatuan di dalam Kristus (Efesus
4:4-6,12-13,16). Maka dari itu Pembinaan Warga Gereja adalah Pembangunan tubuh Kristus /
Gereja.
b. Untuk mencapai kesatuan iman dan memiliki pengetahuan yang benar mengenai Tuhan
Yesus Kristus (Efesus 4:13), sehingga mereka dapat berfungsi di tengah-tengah “umat”.
Dengan kata lain bahwa jemaat yang dibina, dilengkapi untuk kemampuan dan pengalaman
serta pemahaman tertentu dan pada gilirannya mereka dapat melayani umat Tuhan. Ketika
Jemaat mampu melayani umat Tuhan, maka hal itu sudah menjadi indikator bahwa kedewasaan
jemaat mulai terlihat dan bertumbuh19.
c. Jemaat dapat mencapai kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus (ay 13). Dan intinya yang peneliti lihat adalah untuk menghasilkan pribadi-

18
Dogmatika 1, Ekklesiologi yang dipaparkan oleh Pdt. DR. Erastus Sabdono dalam kelas Dogmatika 1 di Sekolah Tinggi
Teologi Bethel Indonesia Jakarta.
19
Purim Marbun,2018, Pembinaan Jemaat: Petunjuk Pemahaman Praktis Membina Jemaat Menuju Kedewasaan Iman.
Yogyakarta:ANDI, hlm 12.
pribadi yang memiliki pertumbuhan iman, yang ditandai dengan keharmonisan dengan sesama
orang percaya saat mereka satu dengan yang lain “terikat dan menyatu” dalam persekutuan
iman20.
d. Jemaat tentunya tidak terombang-ambing imannya, mampu membedakan mana ajaran yang
benar dan mana ajaran sesat (ay 14)
e. Semua anggota jemaat bertumbuh dalam kebenaran yang berpusat kan kepada Kristus Yesus
(ay 15)
f. Seluruh persekutuan jemaat menjadi satu bangunan yang tersusun rapih oleh pekerjaan-
pekerjaan pelayanan seluruh jemaat, sehingga jemaat bertumbuh dan membangun dirinya
dalam kasih (ay 16).

C. Bentuk-Bentuk Pembinaan Warga “Gereja”


1. Keluarga
Dasar Firman penulis dengan memakai bahasa dalam Kitab Ayub 5:18, yaitu “Karena
Dialah yang melukai, tetapi juga untuk membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-
Nya menyembuhkan pula” penulis dapat meyakini bahwa pembinaan dalam keluarga dimulai
pertama oleh Allah. Allah yang melukai dan yang membebat, Allah jugalah yang memukuli
dan yang menyembuhkan keluarga. Konteks pembentukan Allah tidak pernah jauh dari
keluarga. Empat kata kerja yang penulis temukan dalam ayat ini; ‘melukai’, ‘membebat’,
‘memukuli’ dan ‘menyembuhkan’ adalah kata yang mewakili pembinaan, pendidikan, dan
pembentukan yang dilakukan Allah untuk kita sebagai keluarga. Teks ini didahului dengan
frasa ‘berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak
didikan Yang Mahakuasa’ (Ayub 5: 17). Jadi keluarga yang siap dalam proses pembinaan
adalah keluarga yang pertama-tama rela ‘dibina’ oleh Allah. Sifat dan karakter Allah harus
juga tampak dalam kehidupan keluarga, terutama dalam hal ini adalah orangtua, ayah bunda
atau suami isteri.
Dari sisi etimologis kata gereja berasal dari bahasa Yunani yakni “Kyriake Oikia” yang
berarti keluarga Allah21. Dalam pengertian ini penulis memberi suatu kesimpulan bahwa
keluarga dapat pula dilihat sebagai keluarga Allah atau bagian dari persekutuan umat beriman
yang percaya pada Kristus atau yang lazimnya disebut gereja. Sebagai gereja mini keluarga
merupakan tanda kehadiran Kristus di dunia. Dengan demikian salah satu fungsi keluarga ialah
menghadirkan Kristus baik ditengah anggota keluarga itu sendiri maupun bagi masyarakat

20
Purim Marbun, hlm 13
21
Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 207.
umum. Mengapa keluarga diidentikkan dengan gereja mini? Tentunya hal ini dilatarbelakangi
oleh realitas konkret bahwa unsur-unsur pokok yang menjadi fondasi gereja yakni kesatuan
(komunio), persekutuan (unio), cinta kasih dan komunitas merupakan dimensi-dimensi pokok
yang selalu ada dalam kehidupan berkeluarga22. Maka dari itu pembinaan dalam keluarga
memiliki peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani.
a). Menyelenggarakan Pendidikan Bagi anak-anak.
Dalam keluarga anak-anak mendapatkan pendidikan yang pertama dan utama baik
sebagai seorang Kristen maupun sebagai seorang warga masyarakat. Dalam kaitannya sebagai
seorang Kristen atau anggota gereja, betapa pendidikan dalam keluarga begitu penting bagi
kesadaran seseorang dalam membangun kehidupan meng-gereja. Melalui keluarga ditanamlah
kesadaran akan panggilannya sebagai seorang Kristen.
Dokumen Gravissimus Educationis memberi batasan yang jelas dan tegas pada tujuan
pendidikan keluarga yakni23: untuk mendalami misteri keselamatan, menyadari kurnia iman
yang diterima, belajar bersembah sujud kepada Allah dalam roh dan kebenaran. Singkatnya
untuk mencapai kedewasaan penuh dalam iman serta mencapai tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus (GE 2). Selanjutnya konsili mengatakan: mengusahakan
pendidikan keluarga merupakan kewajiban orang tua menjadi pendidik pertama dan utama (GE
3) konkretnta pendidikan keluarga dapat diejawatahkan melalui aneka macam tugas dalam
keluarga.
Dalam hal ini tentunya Pembinaan Warga Gereja terkhususnya kepada keluarga yaitu
dengan mendidik anak-anak mereka dengan tujuan menghantar para siswanya (anak dalam
keluarga itu) untuk bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman Tuhan, dan
memperoleh pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan Allah melalui Alkitab dan bacaan-
bacaan lain. Dan semuanya itu untuk memperoleh hikmat dari Allah sendiri24.
b). Gereja mengedukasi anak
Pembinaan Warga gereja dalam keluarga salah satunya adalah dengan mengedukasi
maksud penulis adalah mengajar anak agar memiliki karakter dan sifat yang sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan, serta memperoleh pengertian tentang takut akan Tuhan dan
mendapat pengenalan akan Allah hari demi hari. Seperti yang tertulis dalam Amsal 2:5 “maka
engkau kan memperoleh pengertian tentang takut akan Tuhan dan mendapat pengenalan akan

22
ibid 208.
23
http://www.katolisitas.org/gravissimus-educationis/ diakses pada hari Rabu 16 Januari 2019 di Perpustakaan Seminari
Bethel jam 19:45 WIB, sebagai penjelasan mengenai PWG dalam keluarga.
24
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) hlm 111.
Allah”. Anak harus di edukasi dan di ajar bahwa ketika takut akan Tuhan mereka akan memiliki
hikmat serta kemampuan untuk hidup mengikuti kehendak Allah, sebab sumber dari hikmat
berasal dari Tuhan.
c) Keluarga mengajarkan pentingnya beriman dan mengajarkan moral bagi anaknya.
Nilai kehidupan sederhananya dimana orang tua harus menjadi teladan serta memberi
contoh kepada anaknya dalam mengajarkan Nilai hidup. Maksudnya seperti Disiplin. Disiplin
sebenarnya berarti pemberitahuan, penjelasan, dan pelatihan dalam hal-hal kebajikan. Melalui
disiplin anak dimampukan mengenali dan memilih serta mewujudkan pilihannya dalam
kebaikan itu. Disiplin orang tua bagi anak-anaknya juga berkaitan dengan pembentukan iman
anak melalui pengajaran, percakapan, komunikasi formal, dan non formal. Alkitab
mengajarkan bahwa orang tualah yang paling bertanggung jawab mengajari anak-anaknya
dalam iman dan moral secara berulang-ulang dengan berbagai cara kreatif supaya mereka
bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan (Baca: Ulangan 6:6-9; Matius 18:5-14).
d). Gereja bersama dengan Keluarga sama-sama membina anaknya untuk selalu hidup dalam
kekudusan serta bagi anak diajarkan untuk memilih pasangan hidup yang sepadan (kelak jika
menikah nanti).
e). Ibadah Kebaktian keluarga. Dimana setiap tiga atau empat keluarga berkumpul untuk share
kebenaran Firman Tuhan, mungkin bisa disebut sebagai komsel.
f). Orang tua menjadi teladan bagi anaknya.
Dasar Firman Tuhan mengenai semangat teladan tertuang dalam Ulangan 6: 4-9,
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam
perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,
dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”
Dalam tradisi Yahudi perikop ini disebut sebagai syema Israel. Syema ini dalam bingkai
pembinaan, pendidikan dan pembentukan keluarga, sesungguhnya menawarkan program
satuan pelajaran25.

25
Ismail, Andar, Selamat Menabur, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1997, hlm. 94- 95.
2. Gereja
Ruth Selan menyebutkan bahwa pendidikan dimulai dengan mengajarkan tentang
keselamatan, dimana semua warga jemaat percaya dan hidup dalam penyerahan diri kepada
Tuhan Yesus, kemudian menerima pembinaan dan pengajaran yang berujung pada kehidupan
yang berbuah26 . Gereja harus mengerjakan tugas-tugas pendidikan secara khusus dalam
bingkai rohani melalui pengajaran dan pemberitaan firman Tuhan. Karena itu gereja tidak
mungkinmenghilangkan fungsi dan peran pendidikan ditengah-tengah jemaat. Merujuk kepada
teks 2 Timotius 3:15-17 proses pendidikan jemaat dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan
jemaat terdiri atas beberapa hal yakni;
1). Menjadikan jemaat percaya dan mengenal Alkitab
2). Proses penemuan kebenaran firman Tuhan yang pada gilirannya jemaat mengalami
pembaharuan tingkah laku dan menghidupi kebenaran
3). Menjadikan umat Tuhan menjadi pribadi yang bijaksana dengan menghidupi iman di dalam
Kristus
4) Dengan pendidikan kepada jemaat diharapkan warga gereja diperlengkapi dan mengalami
perubahan perbuatan menuju kesempurnaan kehidupan.
Senada dengan uraian dan penjelasan di atas Ruth Selan menjelaskan bahwa tugas dan
fungsi gereja adalah melakukan pembinaan. Pembinaan yang menjadi bagian integral dari
pendidikan di jemaat dirumuskan sebagai pengajaran yang berpusat pada Alkitab, dan
merupakan proses menghubungkan kehidupan warga jemaat dengan firman Tuhan melalui
pembimbingan, menuntun, dan mendewasakan dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus Jadi
dapat disebutkan bahwa tugas pembinaan warga jemaat identik dengan tugas mendidik bagi
warga gereja.

Ada beberapa ciri Pembinaan Warga Jemaat yaitu,


a). Sikap dan tindakan yang terbuka terhadap perubahan- perubahan yang luas dan mendalam
di dalam masyarakat.
b) Menempatkan diri secara bertanggungjawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif di dalam
situasi yang baru.
c). Bersikap dewasa, maksudnya kemampuan seseorang untuk mengungkapkan sendiri, pikiran
dan pengharapannya serta memutuskan untuk dirinya sendiri jalan-jalan dalam membentuk
masa depan yang dipilihnya.

26
Ruth F. Selan, Pedoman Pembinaan Warga Jemaat (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006)
d). Mampu berpikir ekumenis, mampu bekerja sama, mampu berpikir secara lugas yang
bersifat langsung pada pokok serta adanya semangat dialogis27.
Jelaslah sudah bahwa Pembinaan Warga Jemaat memang mempunyai ciri khas, yaitu
terutama ditujukan kepada orang dewasa untuk memampukan ia bertindak secara
bertanggungjawab sebagai pengikut Tuhan. Usaha Pembinaan Warga Jemaat kategori dewasa
lebih banyak ke arah melayani orang supaya ia dimungkinkan mewujudkan tugas dan
panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat di mana ia berada, dengan segala apa
yang ada padanya28.

27
Alfred Schmidt, Kawan Sekerja Allah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983. hlm 11- 26.
28
Andar Ismail, Ajarlah mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 29.

Anda mungkin juga menyukai