Anda di halaman 1dari 10

Nama : Tania Jesika Tarigan

Tingkat/Jurusan : IV-A/Teologi

Mata Kuliah : Misiologi II

Dosen Pengampu : Dr. Mehamed Wijaya Tarigan

Misi di GBKP

Pelajaran misiologi II telah banyak memberikan pemahaman baru mengenai misiologi


yang harus dipelajari lebih dalam lagi melalui judul-judul presentasi yang telah ditetapkan oleh
dosen. Melalui judul presentasi yang telah dipelajari selama proses perkuliahan misiologi akan
dilihat apakah pokok-pokok pembahasan tersebut sudah direalisasikan di gereja GBKP secara
sinode dan juga gereja-gereja daerah seperti gereja GBKP Saribujandi berdasarkan hasil
wawancara dengan pendeta dan juga berdasarkan pengamatan yang selama ini dirasakan saat
mengikuti peribadahan dan juga mengikuti aktivitas gereja serta pengamatan yang sering dilihat
dalam kehidupan sehari-hari para jemaat. Adapun yang menjadi misi, tujuan dan sasaran GBKP
adalah sebagai berikut:

Misi GBKP 2016-2020

1. Menumbuhkembangkan spiritualitas jemaat berbasis Alkitab


2. Menegakkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan Allah
3. Memperkuat semangat gotong royong antar sesama jemaat dan masyarakat
4. Menggali dan menumbuhkankembangkan potensi jemaat untuk bersekutu dan bersinergi

Tujuan GBKP

Meningkatnya panggilan dan komitmen warga dalam melakukan pelayanan (berteologi,


pendidikan dan kesehatan, berpolitik dan kegiatan ekonomi, pelestarian lingkungan, budaya dan
pemanfaatan teknologi informasi).

Sasaran GBKP

Sasaran GBKP untuk tahun 2019 dan tahun 2020:


Tahun 2019 : meningkatkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship)

Tahun 2020 : meningkatkan kemampuan warga GBKP dalam pengelolaan informasi


dan keterampilan dalam penggunaan teknologi informasi

1. Sajian pertama misiologi yaitu reformator dan misi dimana reformator yang menjadi pelopor
yang menjadikan munculnya aliran gereja protestan reformator yang menjadi pelopor yang
menjadikan munculnya aliran gereja protestan yang sampai saat ini terus berkembang. Tokoh
reformator yang sangat terkenal adalah Martin Luther dan Yohanes Calvin. Namun menurut
saya gereja kurang menjalankan atau mengajarkan hal yang berhubungan dengan reformator
dan misi. Dalam menjalankan misinya para reformator sangat memiliki peran penting dalam
berdirinya gereja GBKP yang ada pada saat ini. Namun, gereja kurang menjelaskan hal ini
kepada para jemaat, hal ini juga dikarenakan oleh karena penatua dan diaken yang kurang
memahami latar belakang sejarah hubungan antara para reformator dan misi. Penatua yang
kurang memahami sejarah tentang para reformator pasti akan kesulitan untuk menyampaikan
bagaimana misi dan reformator tersebut kepada jemaat. Padahal hal ini sangat penting untuk
di ketahui oleh jemaat sehingga jemaat dapat mengerti dan memahami apa perbedaan gereja
protestan yang merupakan buah dari misi para reformator dengan gereja katolik. Jemaat
bahkan kurang memahami apa perbedaan dari gereja yang beraliran Luteran dengan gereja
yang beraliran Calvinis. Jemaat GBKP yang berada di Saribu Jandi sebagian besar tidak
memahami bahwa gereja GBKP punya beberapa perbedaan dengan gereja GKPS misalnya,
mereka beranggapan bahwa semuanya hampir sama saja hanya saja bahasanya yang menjadi
perbedaan. Jemaat tidak mengetahui apa perbedaan teologis antara pemikiran Calvinis dan
Lutheran. Bahkan, jemaat terkadang tidak mengetahui perbedaan yang menyebabkan GBKP
tidak sama dengan gereja katolik, penatua yang kurang memahami ini menyebabkan
penjelasan akan hal ini sangat kurang maka seharusnya penatua harus mengetahui latar
belakang mengapa para reformator tersebut melakukan reformasi di gereja katolik sehingga
jemaat mengetahui apa-apa saja hal yng sudah di perbaharui oleh reformator, kesalahan-
kesalahan apa saja yang sudah dilakukan oleh gereja katolik roma sehingga jemaat gereja
GBKP Saribu Jandi tidak akan melakukan hal yang sama seperti itu.
2. Misi dan Pietisme, di gereja GBKP sudah melakukan beberapa kegiatan-kegiatan untuk
menekankan kesalehan seperti Pietisme. Misi yang dilakukan oleh pietisme membawa
dampak yang sangat berpengaruh bagi gereja misalnya melalui usaha-usaha penerjemahan
Alkitab yang dulu di lakukan, pengiriman-pengiriman para misionaris ke daerah-daerah untuk
melakukan penginjilan serta menciptakan lagu-lagu yang sangat bermanfaat dalam
peribadahan. Pietisme yang lahir dari keprihatianan yang terjadi pada saat itu dimana para
reformator lebih berfokus kepada persoalan-persolan dogmatis. Pietisme yang menekankan
kesalehan ini juga memberikan sumbangan penting bagi GBKP. Di gereja GBKP Saribu Jandi
misalnya Misi dan Pietisme ini sudah ada dijalankan dimana gereja sudah banyak membuat
kegiatan-kegiatan yang membangun kesalehan seperti perpulungan jabu-jabu (persekutuan
rumah tangga), PA Mamre (kaum bapak), PA Moria (kaum ibu), PA KAKR (kaumm anak
dan remaja) dan juga PA Permata (kaum muda), PA Saitun (kaum lansia). Dalam kegiatan
pendalaman Alkitab ini jemaat diajarkan untuk melakukan kegiatan yang menjaga
kesalehannya, menekankan hidup yang harus saleh sesuai dengan firman Tuhan. Melihat dari
presentase jumlah kehadiran memang jumlah yang mengikuti kaum PA kaum ibu jauh lebih
banyak dari kaum bapak. Ini adalah hal yang sangat disayangkan karena kaum bapak tidak
memandang pola hidup yang menjaga kesalehan adalah hal yang penting bahkan terkadang
kaum bapak yang malas mengikuti PA Mamre beranggapan bahwa bapak-bapak yang
mengikuti ibadah PA Mamre setiap minggunya adalah orang yang sok suci dan mereka
merasa tidak ada yang salah ketika mereka lebih memilih pergi ke warung untuk meminum
tuak dan berbincang-bicang dengan temannya ketimbang harus duduk diam mendengarkan
kotbah yang ada di PA Mamre. Namun, gereja GBKP Saribu Jandi tidak menyerah begitu saja
dengan tetap melakukan PA ini secara rutin dan para penatua, pendeta, diaken, bahkan jemaat
yang aktif saling mengingatkan dan terus menerus mengajak jemaat yang malas untuk
beribadah untuk mengikuti peribadahan.
3. Dalam Perjumpaan dengan umat Islam, GBKP kurang menjelaskan bagaimana mulanya
perjumpaan antara kristen dan islam. Hal ini dikarenakan topik bahasan yang demikian
dianggap terlalu sensitif untuk dibahas. Gereja GBKP kurang memanfaatkan perbedaan yang
ada diantara islam dan kristen untuk saling memperkaya satu sama lain tanpa
harusmeninggalkan imannya. Dalam hal ini seharusnya gereja GBKP perlu memberikan
pemahaman kepada jemaat bagaimana harus menyikapi perbedaan yang ada di agama Kristen
dan juga muslim. Namun, demikian gereja GBKP selalu menghimbau jemaatnya untuk tetap
tenang disaat ada isu-isu tentang pertentangan agama yang sedang terjadi di Indonesia. Gereja
GBKP di Saribu Jandi sebagai contoh merupakan gereja yang memiliki jemaat paling banyak
di desa tersebut. Gereja yang ada di Saribu Jandi hanya ada tida yaitu GBKP, GBI dan GPDI,
nayoritas penduduk di Saribu Jandi adalah Kristen. Pada masa lampau orang yang beragama
muslim di Saribu Jandi hanyalah satu atau dua keluarga saja mereka adalah minoritas yang
bekerja sebagai pedagang atau bekerja ke ladang orang lain. Namun, sekarang penduduk
muslim sudah bertambah bila dibandingkan dengan masa lampau tetapi agama Kristen tetap
menjadi mayoritas. Di dalam perjumpaannya dengan agama muslim di Saribu Jandi jemaat
GBKP memiliki respon yang cukup positif dimana mereka mau bergaul dengan masyarakat
muslim yang kini tinggal di Saribu Jandi. Hal ini di karenakan sebagian besar penganut agama
muslim yang kini ada di Saribu Jandi di bawa oleh penduduk Saribu Jandi sendiri untuk
menjadi pekerja mereka di ladang, para petani yang kekurangan tenaga kerja seringkali
mencari orang-orang dari luar daerah yang mayoritas orang jawa dan beragama muslim untuk
membantu pekerjaan mereka sehingga kaum muslim yang tinggal di Saribujandi adalah
pekerja yang membantu jemaat ke ladang dan sebagian kecil sebagai penjual makanan. Dalam
membahas perjumpaan dengan islam, memang tidak di bahas secara serius di gereja karena
mayoritas di Saribu Jandi adalah Kristen sehingga masalah ini kurang di perhatikan, gereja
tidak pernah menjelaskan bagaimana sejarah awalnya perjumpaan anatara muslim an Kristen
di Indonesia. Namun demikian melalui pengajaran gereja tentang kasih, maka jemaat tidak
pernah bersikap merendahkan kaum muslim yang ada disana.
4. Hubungan Islam Kristen dalam panggung dialog, gereja GBKP tidak terlalu berfokus untuk
melakukan dialog antar umat beragama untuk membangun satu sama lain, gereja GBKP
masih berfokus kepada urusan-urusan internal gerejawi. Namun demikian GBKP sudah
melkukan usaha-usaha untuk melakukan dialog agama dengan agama lain seperti muslim
dengan membentuk unit pelaynanan yakni dialog antar iman yang menjadi salah satu bagian
dari bidang marturia (pelayanan), yang mengadakan dialog dengan kelompok non Kristen dan
menjalin serta memelihara hubungan dengan non Kristen, saling mengucapkan selamat pada
perayaan tertentu dalam konteks nasional, klasis, maupunn runggun. Seperti di GBKP Saribu
Jandi tidak pernah melakukan dialog yang serius dengan penduduk muslim yang ada di Saribu
Jandi, namun jemaat diajarkan untuk memiliki kasih dan menghargai setiap orang walaupun
untuk duduk bersama dan melakukan dialog bersama anatara islam dan kristen tidak pernah di
lakukan. jemaat juga bersikap baik dalam bermasyarakat dengan masyarakat muslim tetapi
tidak suka membahas hal-hal yang berbau keagamaan dengan umat muslim dikarenakan
jemaat merasa bahwa di Indonesia mayoritas adalah muslim, muslim yang terlihat selama ini
seringkali menjadi penguasa yang menginginkan pendapatnya selalu diterima. Oleh karena itu
jemaat juga merasa hal in tidak perlu, karena hanya akan menimbulkan sebuah perkelahian.
Selain itu gereja juga tidak pernah melakukan usaha untuk melakukan hubungan antara
kristen dan islam dalam panggung dialog karena hal ini di pandang sebagai suatu hal yang
sangat sensitif dan bisa memicu munculnya sebuah ketegangan atau bahkan perkelahian.
5. Panggilan bersama antar iman, dalam hal ini gereja seringkali menyatakan panggilan iman
Kristen untuk melakukan kasih kepada setiap orang yang harus mengusahakan kebaikan dan
keadilan bagi setiap orang. Jemaat memang memahami bahwa orang Kristen harus memiliki
kasih dan menjadi terang dan garam di tengah-tengah dunia sehingga mereka harus
melakukan kebaikan sebagai buah dari iman mereka. Jemaat mengetahui bahwa apa yang
mereka lakukan kepada orang lain harus sesuai dengan kehendak Allah dan tidak
bertentangan dengan iman mereka. Gereja juga mengajarkan bahwa semua agaa mengajarkan
kebaikan kepada setiap jemaatnya namun yang menjadi pembeda Kristen adalah bahwa kita
percaya kepada Yesus Kristus yang merupakan jalan keselamatan bagi setiap manusia. Gereja
GBKP juga mengajarkan kepada jemaatnya untuk menolong siapapun tanpa memandang
agama atau kepercayaan orang yang akan ditolongnya. GBKP sudah melakukan hal ini
dengan memberikan bantuan kepada korban bencana alam seperti korban gunung sinabung
tanpa memandang agama dari orang yang akan diberikan bantuan. Dalam hal ini gereja secara
tidak langsung sudah mengajarkan bahwa pangilan bersama antar iman di dalam setiap agama
memiliki kebaikan dan kewajiaban untuk menjalankan kedamaian di tengah-tengah dunia ini.
Oleh, karena itu jemaat harus saling menghargai dan bisa saling bekerja sama untuk
melakukan kegiatan-kegiatan bersama dengan setiap manusia yang ada di muka bumi ini
untuk mewujudkan dunia yang damai. Jemaat dan umat muslim mau saling bekerja sama
untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama untuk kebaikan bersama misalnya untuk gotong
royong bersama, saling menjenguk ketika ada yang sakit, saling mengunjungi ketika ada yang
berpesta atau yang meninggal saling membantu ketika ada yang membutuhkan pertolongan.
Namun, gereja kurang menekankan nilai-nilai Pancasila sebagai pemersatu dan perekat di
antara berbagai agama yang ada di Indonesia untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
memiliki tujuan yang sama kearah yang lebih baik lagi.
6. Gereja yang terbuka lintas agama, dalam hal ini gereja kurang terbuka terhadap agama-agama
lain yang ada disekitarnya. Misalnya dengan agama hindu, Islam atau Buddha. Kalaupun ada
perjumpaan lintas agama itu terkadang hanya seatas seminar tanpa terlihat sebagai sebuah aksi
nyata dalam kegiatan-kegiatan konkret yang dapat terlihat. Beberapa daerah GBKP pasti
berhubungan dengan pemeluk agama lain seperti misalnya GBKP runggun Saribu Jandi,
dalam melakukan keterbukaan lintas agama, yang paling dimungkinkan di praktekkan oleh
gereja Saribu Jandi adalah dengan agama muslim dikarenakan di daerah gereja tersebut agama
lain yang ada hanyalah agama muslim. Memang dimungkinkan apablan gereja melakukan
misi dengan agama-agama lain selain muslim namun hal ini dirasa sangat sulit untuk
dilakukan, kerena untuk melakukan keterbukaan dengan agama muslim yang sudah hidup
berdampingan dengan jemaat gereja masih dianggap tabu apalagi dengan agama lain yang
tidak hidup secara berdampingan dalam kehidupan sehari-hari. Gereja jarang sekali
membahas hal-hal mengenai hubungan dengan lintas agama, memang di dalam kehidupan
sehari-hari jemaat berhubungan dan bergaul dengan baik dengan umat muslim, namun hal
mengenai pengajaran agama bukanlah hal yang perlu dibicaraan karena ada anggapan bahwa
urusan agama adalah urusan pribadi masing-masing yang tidak perlu di ganggu gugat dan
tidak perlu untuk di bahas. Karna ada rasa tidak mau campur tangan dengan kepercayaan
orang lain dan tidak ingin orang lain mencampuri urusan gerejanya maka gereja sulit untuk
menjadi gereja yang terbuka lintas agama. Anggapan yang sering terjadi jemaat adalah selama
jemaat bisa hidup rukun dan saling menghargai maka tidak ada yang perlu di permasalahkan,
gereja adalah gereja bagi umat kristen dan jemaat seringkali merasa terganggu apabila
membahas tentang iman agama lain namun walaupun demikian gereja tidak pernah
menghalangi apabila di saat peryaan natal ada umat muslim yang ingin datang untuk ikut serta
menonton pertunjukan yang dilakukan pada saat natal dan paud yang di dirikan gereja juga
menerima murid yang beragama muslim untuk belajar di paud yang didirikan dan dikelola
oleh GBKP.
7. Pendidikan multikultural di era digital, mengenai hal ini gereja sudah melakukan usaha-usaha
untuk mengusahakan pendidikan multikultural yang menghargai setiap perbedaan yang
dimiiki oleh orang lain. GBKP telah mendirikan sekolah-sekolah seperti Paud dan juga SMP
dan juga SMA untuk meningkatkan pendidikan yang mengarah kepada multikultural. Melalui
sarana-saran pendidikan yang telah didirikan oleh gereja GBKP maka terlihat usaha dari
GBKPuntuk meningkatkan pendidikan yang multikultural. Jika dilihat di daerah seperti
Saribu Jandi, Sekolah paud di Saribu Jandi hanya ada dua yaitu paud yang didirikan dan di
kelola oleh GBKP dan paud yang dikelola dan didirikan oleh GPDI. Dalam hal ini mayoritas
di Saribu Jandi adalah suku batak karo, namun sekolah paud GBKP menghargai perbedaan
yang ada dan tetap menerima suku jawa yang beragama muslim. Gereja GBKP menghargai
hak asasi manusia dan melakuan keadilan karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan
di era digital ini. Namun, gereja GBKP Saribu Jandi kurang memperhatikan pendidikan
multikultural di era globalisasi kepada jemaat yang sudah dewasa. Pendidikan multikultural
hanya di fokuskan kepada sekolah paud, sedangkan yang lainnya diajarkan oleh gereja hanya
kepada jemaat saja di dalam peribadahan tanpa memperhatikan pendidikan yang harusnya
juga dilakukan secara multikultural. Misalnya, seminar mengenai narkoba, kanker dan
HIV/AIDS hanya mendatangkan pembicara ke gereja yang akan menyampaikan bahan
seminarnya setelah peribadahan selesai kepada jemaat saja tanpa memperhatikan pendidikan
yang multikultural di era globalisasi ini.
8. Memberitakan injil di masyarakat pluralis, ini juga sangat jarang dilakukan oleh gereja.
Kembali lagi bahwa jemaat merasa kepercayaan itu adalah urusan pribadi masing-masing
orang dan tidak perlu untuk di ganggu gugat karena hal itu adalah hal yang sensitif yang
hanya akan membuat sebuah ketegangan atau bahkan perkelahian. Namun, sebenarnya
melalui perbuatan yang kita lakukan kepada orang lain kita juga sudah memberitakan injil
tersebut. jemaat yang memberikan bantuan kepada umat muslim, jemaat yang bersahabat
degan umat muslim, jemaat yang menunjukkan kasih kepada umat muslim atau agama lain
sudah termasuk memberitkan injil di masyarakat pluralis secara tidak langsung karena melalui
perbuatan jemaat tercermin kasih Kristus yang selalu mengajarkan tentang tentang kebaikan.
Melalui perbuatan baik yang dilakukan oleh jemaat Kristen maka orang lain yang menganut
kepercayaan lain akan merasakan kasih kristus dan injil secara tidak langsung sudah
terberitakan.
9. Inkulturasi di tanah batak, untuk hal ini GBKP di Saribu Jandi sudah melakukannya dengan
sangat baik. Gereja tidak menghilangkan unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat batak karo tetapi melakukan adaptasi terhadap kebudayaan yang ada sehigga
kebudayaan tersebut tidak dihilangkan namun di terima oleh gereja selama tidak bertentangan
dengan ajaran kristiani. Seperti misalnya penggunaan alat musik karo yang pada awalnya
tidak diterima untuk masuk ke dalam peribadahan karena mengandung unsur okultisme sering
digunakan untuk memanggil roh-roh nenek moyang namun setelah penggunaan alat musik
tersebut ditujukan untuk memuliakan Tuhan maka alat musik karo di perbolehkan masuk ke
dalam peribadahan gereja. Selain itu inkulturasi juga dapat dilihat dari adanya tarian karo
yang dilakukan pada saat ada acara besar di dalam gereja, adanya penggunaan tudung bagi
perempuan, bulang bagi kaum laki-laki, penggunaan kain tradisional batak karo seperti beka
buluh dan uis nipes oleh jemaat pada saat beribadah juga menunjukkan bagaimana
inkulturasasi itu dapat berjalan dengan baik di GBKP Saribu Jandi dimana hasil-hasil dari
kebudayaan yang ada dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan. Kebudayaan itu diizinkan masuk
ke dalam gereja tetapi harus diterangi dengan firman Tuhan sehingga maknanya dapat
bergeser dari hal-hal yang berbau okultisme menjadi bagian ibadah yang memuji Tuhan saja.
10. Misi sebagai perjuangan keadilan, dalam hal ini gereja juga melakukan perjuangan keadilan
untuk menghadapi persoalan yang ada di jemaat. Ketika ada jemaat yang bermasalah di dalam
gereja maka gereja akan membahas hal tersebut dan berusaha untuk memberikan keadilan atas
permasalahan yang sedang terjadi di antara jemaat tersebut. gereja memiliki rasa taggung
jawab untuk ikut memberikan saran yang akan memberikan keputusan yang adil bagi kedua
belah pihak. Misalnya sebagai contoh di GBKP Saribu Jandi ketika ada permasalahan jemaat
karena anak mereka yang pergi ke sekolah menggunakan angkot di pukuli oleh pemuda
kampung tetangga dikarenakan salah satu pemuda Saribu Jandi menabrak pemudah kampung
tetangga terseut sampai meninggal. Adanya unsur dendam ini membuat pemuda kampung lain
tersebut mengganggu anak sekolah Saribu Jandi yang menggunakan angkot melewati
kampung mereka. Dalam hal ini gereja juga ikut andil untuk memperjuangkan keadilan anak-
anak sekolah yang tidak bersalah tersebut. Hal ini juga dimomokan (masuk ke dalam warta)
oleh gereja bahwa hal tersebut akan dibicarakan di kantor kepala desa kampung tetangga
tersebut. Melalui hal ini gereja juga menghimbau agar jemaat tetap tenang dan tidak
terpancing emosi terhadap isu isu yang saat itu sedang terjadi. Gereja selalu berupaya
menjalankan misi sebagai perjuangan keadilan.
11. Misi sebagai penginjilan, GBKP kurang memberikan dan mempersiapkan tenaga-tenaga kerja
untuk melakukan penginjilan ke daerah-daerah terpencil yang belum mendengar tentang kabar
baik. Hal ini seperti ini sangat jarang dilakukan oleh gereja daerah untuk menjalankan misi
sebagai penginjilan karena penginjilan yang dilakukan oleh gereja hanya penginjilan terhadap
jemaat GBKP yang memang sudah Kristen melalui peribadahan-peribadahan yang di lakukan
oleh GBKP.
12. Misi sebagai Kontekstualisasi, sudah dilakukan dengan baik oleh gereja GBKP. GBKP tidak
menghilangkan nilai-nilai dan unsur-unsur kebudayaan masyarakat Karo. Seperti misi yang
dilakukan oleh GBKP Saribu Jandi disampaian sesuai dengan konteks kebudayaan dari
jemaat tetapi tidak meninggalkan firman Tuhan. Kontekstualisasi di gereja GBKP dapta
terlihat jelas melalui nyanyian, Alkitab dan proses peribadahan yang dilakukan dengan bahasa
batak karo protestan sehingga jemaat lebih mudah memahami firman Tuhan tersebut karena
dijelaskan berdasarkan konteksnya. Selain itu dilihat juga dari konteks kebudayaan di batak
karo maka misi di GBKP tidak menghilangkan musik tradisional karo, penggunaan kain
tradisioal karo sehingga firman Tuhan itu sangat mudah diterima oleh jemaat karena
kebudayaan-kebudayaan batak karo lainnya tidak dihilangkan. Selain jemaat yang akan lebih
mudah mengerti jemaat juga akan lebih merasakan bahwa Allah itu sangat dekat dengannya.
13. Misi sebagai teologi, hal ini juga jarang di jelaskan oleh gereja kepada jemaat. Namun GBKP
memahami bahwa misi untuk memberitakan kabar baik itu adalah tugas dari setiap umat
Kristen. Namun, penyampaian yang sangat minim akan hal ini seringkali membuat jemaat
kurang memahami makna misi sebagai bagian dari teologi, bahkan sebagian jemaat besar
tidak memahami apa itu misi sebagai sebuah teoologi yang harus dijalankan kepada setiap
orang dan bagaimana cara menjalankannya. Hal ini juga terjadi di GBKP Saribu Jandi, jemaat
memang seringkali mendengarkan tentang amanat agung tetapi tidak terlalu memahami kapan
dan bagaimana misi itu harus dilakukan sebagai sebuah teologi.
14. Misi sebagai aksi di dalam pengharapan, gereja sering melakukan misi yang mejadi aksi
terhadap pengharapan. Contohnya GBKP yang mendirikan tempat untuk penyandang
disabilitas, tepat untuk orang-orang yang sudah lanjut usia, dan juga kepadaanak-anak yatim
piatu dan juga memberikan kepada korban bencana alam khususnya korban gunung sinabung.
Melalui hal ini tentunya gereja memberikan pengharapan terhadap jemaat yang sedang
merasakan masa tersulit di dalam kehidupannya. Hal ini juga terlihat di GBKP Saribu Jandi,
ketika jemaat memiliki pergumulan yang sangat berat maka gereja hadir menjalankan misinya
untuk menghadirkan sebuah pengharapan baru bagi jemaat tersebut. misalnya ketika ada
jemaat yang sakit maka gereja akan turun tangan untuk mengunjungi dan memberikan
pengharapan-pengharapan baru yang menguatkan, ketika kemalangn maka gereja akan hadir
juga memberikan pengharapan dan memberikan perhatian kepada mereka agar mereka
semakin dikuatkan atau ketika jemaat memiliki persolan keluarga maka gereja juga akan hadir
memberikan solusi sebagai sebuah pengharapan baru bagi mereka. Namun, yang seringlkali
menjadi persoalan adalah ketika jemaat tidak mau terbuaka akan masalah yang mereka miliki
sehingga gereja tidak dapat membantu mereka karena tidak tau persolan yang sedang mereka
miliki. Seringkali yang diberikan pengharapan adalah mereka yang mengaku memiliki
masalah atau kepada mereka yang memang terlihat memiliki pergumulan secara nyata
misalnya sakit atau menghadapi kematian sanak saudara.

Tanggapan : Melalui hasil wawancara dan juga pengamatan yang sudah saya lakukan, maka
gereja harusnya sudah dapat membenahi diri untuk melakukan misi-misi yang selama ini belum
dilakukan atau bahkan dianggap tabu untuk dilakukan. Seperti reformator dan misi, hubungan
dengan umat islam terkhusunya bagaimana gereja dapat melakukan dialog dengan mereka dan
menjadi gereja yang terbuka. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah mengenai pemahaman
jemaat tentang apa itu misi sebagai sebuah teologi yang harus dijalankan dan bagaimana jemaat
tersebut dapat menyampaikan injil kepada orang lain atau di tengah-tengah jemaat yang pluralis.
Selain itu gereja juga harus lebih memperhatikan pendidikan multikultural di era globalisasi
ditengah-tengah masyarakat dan juga panggilan bersama antar iman sehingga tercapai kehidupan
yang damai. Menurut saya gereja GBKP harus melihat masalah-masalah yang dihadapi setiap
gereja, karena setiap daerah memiliki persolan yang berbeda-beda. Misalnya di GBKP Saribu
Jandi, hal utama yang harus dilakukan oleh gereja adalah mengenai pendidikan multikultural
yang akan meningkatkan pemahaman jemaat dan juga masyarakat lainnya. Misalnya seperti di
daerah GBKP saribu Jandi, hal yang paling utama menurut saya diajarkan adalah pentingnya
pendidikan multikultural ditengah-tengah dunia yang memasuki era digital ini karena banyak
anak-aak muda di Saribu Jandi yang putus sekolah dan tidak mau melanjutkan pendidikannya
setelah tamat SMA, selain itu jumlah pernikahan sangat tinggi dikalangan anak muda yang
seharusnya belum memasuki usia untuk menikah. Hal ini tentu saja berdampak buruk kepada
kesehatan jmeaat, oleh karena itu untuk menyadarkan jemaat perlu diadakan penyluhan-
penyuluhan yang tidak hanya dihadiri oleh jemaat GBKP tetapi juga kepda seluruh masyrakat
mengenai pentingnya pendidikan dan resiko yang akan terjadi ketika menikah pada usia yang
terlalu muda. Dengan demikian gereja juga akan ikut serta dalam upaya meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia.

Anda mungkin juga menyukai