Anda di halaman 1dari 14

Nama : Agus Hansen P Purba

Primen Syahputra Panjaitan

Tingkat/Jurusan : III-A/Teologia

Mata Kuliah : Pengantar Filsafat

Dosen : Dr. Jadiaman Perangin-angin

INDUKTIF

(Penyimpulan dari Hal-hal Khusus Menjadi Kebebnaran )

I. Pendahuluan

Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir. Pengetahuan yang manusia dapatkan tidak
hanya mengenai baik dan buruk suatu keadaan. Pengetahuan yang manusia miliki biasanya
berasal dari akal pikiran atau menurut permasalahan hidupnya atau apa yang ia alamai dalam
hidupnya. Manusia memiliki pengatahuan untuk perkembngan hidupnya. Amnesia dapat
mengembangkan pengetahuannya karena manusia memiliki bahasa atau mampu untuk
berkomunikasi. Bahasa ini berguna untuk manusia berinteraksi atau berkomunikasi dengan yang
lain untuk mendapat informasi dan jalan pikiran yang melandasi informasi tersebut. Hal ini lah
merupakan kemampuan manusia dalam berfikir berdasarkan suatu alur nalar dalam berfikir.

II. Pembahasan
2.1. Pengertian Penalaran

Menurut KBBI, Penalaran adalah cara menggunakan nalar; pemikiran atau cara berfikir
logis; hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan
atau pengalaman. Penalaran juga merupakan suatu proses berfikir yang menggunkan argumen-
argumen, pertanyaan, premis atau aksioma untuk menentukan benar salahnya suatu kesimpulan.
Penalaran dapat bersifat logis, jika kesimpulan yang dihasilkan oleh argumen, pertanyaan, atau
premis yang benar. Begitu pula sebaliknya kesimpulan yang dihasilkan dari argumen atau premis
yang salah akan mengasilkan penalaran yang tidak logis.1

1
Mukhtar Latif, Buku Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), 259

1
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan atau merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran. Penalaran adalah sebuah proses berfikir secara logis untuk meneliti dan
memahami suatu kejadian yang akan berakhir pada sebuah penarikan kesimpulan dan konsep.
Menurut Tokoh Penalaran adalah

1. J.S. Suriasumantri menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses berfikir


dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan dan mempunyai
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Adanya penggunaan penalaran
merupakan proses berfikir yang perlu diajarkan untuk membantu menyelesaikan
masalah.
2. R.G. Soekadjio bahwa penalaran adalah suatu bentuk pemikiran.2
3. Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi memberikan definisi penalaran
adalah proses dari budi manusia yang berusaha tiba pada suatu keterangan baru dari
sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah diketahui dan keterangan yang baru
itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa keterangan yang
semula itu. Mereka juga menyatakan bahwa penalaran menjadi salah satu
kejadian  dari proses berfikir. Pengertian mengenai berpikir yaitu, “Berpikir atau
thinking adalah serangkaian proses mental yang banyak macamnya seperti
mengingat-ingat kembali sesuatu hal, berkhayal, menghafal, menghitung dalam
kepala, menghubungkan beberapa pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau
mengira-ngira berbagai kemungkinan
2.2. Kegunaan dari Penalaran
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus,
tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir,
kekeliruan serta kesesatan.
2
R.G. Soekadijo, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik, dan Induktif (Jakarta: Gramedia, 1985 ), 3

2
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis ,lurus, metodis dan analitis
sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Dapat disimpulkan bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses
berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan.3

2.3. Penalaran dan Logika

Manusia berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis dan analistis,
dan diakhiri dengan kesimpulan.4 Setiap kepala memiliki pemikirannya masing-masing, begitu
pula dengan para ilmuan, setiap individu merujuk pada filsafat yang sama, yaitu penggunaan
metode Ilmiah dalam menyelesaikan sebuah problematika keilmuan yang mereka hadapi. 5
Karena penggunaan metode ilmiah dalam sebuah wacana keilmuan dapat meringankan ilmuan
dan pengikutnya dalam melacak kebenaran wacana mereka tersebut. Sehingga akhirnya lahirlah
sebuah asumsi bahwa dalam pengetahuan ilmiah semua kebenaran dapat dipertanggung
jawabkan, meskipun hanya atas nama logika. Karena pada hakekatnya setiap kebenaran ilmiah
selalu diperkuat dengan adanya bukti-bukti empiris maupun indrawi yang mengikutinya. 6 Logika
sendiri menurut Aristoteles tidak lepas dari istilah silogistik. Ia merupakan sebuah penjelasan
yang dalam prosesnya mengandung unsur “abstraksi/premis mayor” dan “difinisi/premis minor”
keduanya diperlukan untuk membangun sebuah konsep yang benar sebelum melangkah menjadi
proposisi.7

2.4. Hubungan Logika dan Filsafat

Adapun logika sering diartikan sebagai suatu cara bernalar secara sistematis, atau
tepatnya cara untuk mencari jalan, guna tercapainya ilmu yang benar. 8 Karena kedua hal tersebut

3
Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi, Pengantar Logika Modern Jilid I.( Yogyakarta:
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.1979), 10

4
Noor Ms Bakry, Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 2001), 55.
5
Noeng Muhadjir, Metodolog i Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006), edisi 3, 13-15
6
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2013),
49
7
Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), cet.4, 45-46.
8
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran Sistematis (Yogyakarta: Kanisius, t.th.), 18.

3
tidaklah mungkin dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi satu sama lainnya. Jadi
logika, ialah jalan untuk mencapai pengetahuan yang benar, dan ilmu yang benar membutuhkan
logika. Dalam hidup, panca indra manusia pastilah akan sering terbentur dengan banyak hal,
terlebih lagi apa yang belum ia ketahui. Karenanya ia sangatlah memerlukan bantuan dari akal,
ilmu, serta cara bernalar yang benar. Sehingga dengan alat tersebut, maka akhirnya sesuatu yang
tadinya tidak mungkin diketahui manusia, menjadi bukan lagi sebuah kemustahilan untuk dicapai
olehnya. Sehingga sesuatu yang tadinya asing, akan dapat di mengerti dan dipahami dengan
segala sifat dan karakteristiknnya.9 Dalam perkembangannya filsafat sering dikatakan sebagai
kakak kandung dari logika, maka dari itu ia harus lebih “pintar” dari logika itu sendiri. Hal ini
dikarenakan bahwa inti dari filsafat adalah membentuk sebuah pola pikir, bukan sekedar mengisi
kepada dengan fakta-fakta. Sehingga kelebihan filsafat itu sendiri dapat dikatakan mampu
melengkapi manusia dalam banyak bidang non akademis, bahkan mampu membawa perubahan
kemandirian intelektual, dan dogmatis.10

2.5. Pengertian Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan
terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan
khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek dan umum.11 Generalisasi adalah
salah satu ciri yang paling khas dalam metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak
berarti dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk
digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas. Justru, melalui metode ini, diberikan
suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian, bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu
benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar, sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas. 12
Penalaran model ini dipublikasikan oleh Francis Bacon (1561-1626), Bacon yang merasa tidak
puas dengan penalaran deduktif, merasa kecewa kenapa, misalnya masalah jumlah gigi kuda saja

9
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu (T.t.: Mizan, 2005), 108.
10
Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 49.
11
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika:, 86.
12
Maksud probabilitas disini adalah Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau “ramalan” dengan
suatu tingkat keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian dimasa yang akan datang. Lihat: Mundiri,
Logika, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, 183

4
harus berdebat habis-habisan, bukannya dengan menggunakan logika induktif pemecahannya
sangat mudah? bukan saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya.13

Aristoteles mengenal induksi sebagai proses penalaran dalam rangka memperoleh kebenaran
general dari hal-hal partikular. Francis Bacon (1516-1626) adalah orang yang meletakkan dasar-
dasar bagi metode induksi yang modern, dan juga merupakan orang yang pertama kali membuat
rincian dari jenis penalaran ini untuk dijasikan aturan penelitian ilmiah. Bacon mendorong
ilmuan meneliti alam semesta dengan menstabulasi baik lingkungan dimana suatu fenomena
hadti ataupun tidak hadir. Ciri dari penjelasan induktif adalah lingkungan dapat menjadi tema
penelitian dan semakin menyeluruh maka generalisasi semakin mungkin mencapai kepastian.
Induksi yang dipaparkan Bacon adalah suatu metode atau suatu proses penyisihan atau
pelenyaoan, dengan semua sifat yang tidak termasuk sifat tunggal ditiadakan. Tujuannya ialah
untuk memiliki sebagai sisanya sifat-sofat yang menonjol dalam fakta-fakta yang diamati.14

2.6. Prinsip-prinsip Penalaran Induktif

Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus
untuk menentukan hukum yang umum.15 Prinsip dasar dalam penyimpulan dalam penalaran
induksi adalah objek empiris, tidak perlu mencapai kebenaran yang mutlak atau permanen,
cukup dengan memiliki peluang (probabilitas) untuk benar atau tepat. Tingkat-tingkat kebenaran
dalam pola penalaran induksi ditentukan oleh sejumlah faktor probabilitas yang terdiri dari
jumlah fakta, jumlah faktor analogi, jumlah faktor dis-analogi, dan luas sempitnya kesimpulan

Prinsip-prinsip penalaran induksi. Misalnya, terdapat penalaran sebagai berikut:


Apel 1 keras dan hijau adalah masam.
Apel 2 keras dan hijau adalah masam.
Apel 3 adalah keras dan hijau.
Apel 4 adalah masam.
Premis-premis dari induksi ialah proposisi empiris yang langsung kembali kepada suatu
observasi indra atau proposisi dasar (basic statement). Proposisi dasar menunjuk kepada
fakta, yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkanpan indra. Pikiran tidak
13
Saleh Iskandar Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern (Jakarta:
Girimukti Pasaka, 1981), 99
14
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (PT Kanisus (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 1980), 78
15
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006), 444

5
dapat mempersoalkan benar tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya. Bahwa apel
itu keras, hijau, dan masam, hanya indralah yang dapat menangkapnya. Sekali indra mengatakan
demikian, pikiran tinggal menerimanya.
Konklusi penalaran induktif itu lebih luas dari pada apa yang dinyatakan didalam premis-
premisnya. Premis-Premisnya hanya mengarahkan bahwa apel yang keras, hijau dan masam itu
hanya dua, apel 1 dan 2. Itulah yang diobservasi dan itulah yang dirumuskan didalam premis-
premis itu. Kalau dikatakan, bahwa juga apel 3 itu masam, hal itu tidak di dukung oleh premis-
premis penalaran. Menurut kaidah-kaidah logika, penalaran itu tidak salah. Pikiran tidak terikat
untuk menerima kebenaran konklusinya.
Meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan
menerimanya, kecuali kalau ada alasan untuk menolaknya. Jadi konklusi penalaran induktif itu
oleh pikiran dapat di percaya kebenarnnya atau  dengan perkataan lain: konklusi induksi itu
memiliki kredibilitasi rasional. Kredibilitas rasional di sebut Probabilitas itu di dukung oleh
pengalaman, artinya konklusi induksi itu menurut pengalaman biasanya cocok dengan observasi
indra, tidak mesti harus cocok.16

2.7. Jenis-Jenis Penalaran Induktif


2.7.1. Generalisasi

Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan Umum. Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari fenomena
individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua
fenomena tadi. Tetapi sebagai proses berpikir yang induktif tidak ada banyak artinya kalau tidak
diikuti proses berpikir yang deduktif. Sebab itu generalisasi hanya akan mempunyai makna yang
penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup
semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena – fenomena lain yang sejenis yang
belum diselidiki.
Bila kita berbicara mengenai data atau fakta dalam pengertian fenomena individual tadi,
pikiran kita selalu terarah kepada pengertian mengenai sesuatu hal yang individual. Dalam
kenyataannya data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya merupakan generalisasi juga,

16
H. Muhammad Adib, Filsafat Ilmu Ontology, Epistemology, Aksiologi, Dan Logika Ilmu Pengetahuan. :
(Pustaka pelajar. 2010), 78

6
yang tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang induktif. Bila seorang berkata bahwa mobil
adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut
merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam – macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri
tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam – macam
alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi (= generalisasi lagi) mengenai
kendaraan pengangkut. Contoh – contoh diatas menunjukan bahwa bila pada suatu waktu kita
menghadapi suatu fenomena individual, kita segera menghubungkannya dengan pengalaman –
pengalaman kita pada masa lampau.Semua pengalaman itu secara alamiah menciptakan dalam
pikiran kita suatu generalisasi yang coba menghubungkan semua peristiwa itu melalui cirri –
cirri yang menonjol.
Macam-macam Generalisasi :

 Generalisasi Sempurna
Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan
diselidiki.
 Generalisasi tidak sempurna
Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang
diselidiki, diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.17
2.6.2. Analogi

Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang
sama. Analogi adalah membandingkan dua hal yang banyak persamaanya. Kesimpulan yang
diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat
khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan yang sebelumnya.
Dalam berfikir Analogis, kita meletakan suatu hubungan baru berdasarkan hubungan-
hubungan baru itu. Dan kita juga dapat menarik kesimpulan bahwa jika sudah ada persamaan
dalam berbagai segi, ada persamaan pula dalam bidang yang lain. Pada pembentukan kesimpulan
dengan jalan analogi, jalan pikiran kita didasarkan atas persamaan suatu keadaan yang khusus
lainnya. Karena pada dasarnya hanya membandingkan persamaan – persamaan dankemudian
dicari hubungannya.Maka sering kesimpulan yang diambil tidak logis.

17
H. Muhammad adib, Filsafat Ilmu Ontology, 79

7
Dari penjabaran diatas, dapat dikatakan bahwa penalaran analogi adalah proses
penyimpulan berdasarkan fakta atau kesamaan data. Analogi juga dapat dikatakan sebagai proses
membandingkana dari dua hal yang berlainan berdasarkan kesamaannya kemudian berdasarkan
kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan.18

Analogi mempunyai 4 fungsi, antara lain :


 Membandingkan beberapa orang yang memiliki sifat kesamaan
 Meramalkan kesamaan
 Menyingkapkan kekeliruan
 Klasifikasi

 Contoh Analogi:
Kita banyak tertarik dengan planel mars, karena banyak persamaannya dengan bumi
kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang sama. Mars mempunyai atsmosfir
seperti bumi. Temperaturnya hampir sama dengan bumi. Unsur air dan oksigennya juga
ada.Caranya mengelilingi matahari menyebabkan pula timbulanya musim seperti
bumi.Jika bumi ada mahluk. Tidaklah mungkin ada mahluk hidup diplanet Mars

Jenis-jenis Analogi:

1. Analogi induktif :
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada
pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena
pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode
yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan.
Contoh analogi induktif :
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka
tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.

18
H. Muhammad adib, Filsafat Ilmu Ontology,80

8
2. Analogi deklaratif :
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan
sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara
ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
contoh analogi deklaratif : deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik
diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana
manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan
hati.

2.6.3. Hubungan Kausal

Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. penalaran yang
diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Hubungan kausal (kausalitas) merupakan
perinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian
memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu
atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan
tidak memerlukan sanggahan.Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-
ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.

Macam-macam hubungan Kausal :


 Sebab-Akibat
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
 Akibat-Sebab
Seorang Mahasiswa tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan tidak belajar
dengan baik.
 Akibat-Akibat
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan
jemuran dirumah basah.19

19
H. Muhammad adib, Filsafat Ilmu Ontology, Epistemology, Aksiologi, Dan Logika Ilmu Pengetahuan. :
pustaka pelajar. 2010

9
2.6.4. Hipotesa Teori

Hipotesa (hypo“di bawah“, tithenai“menempatkan“) adalah semacam teori atau


kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai
penentu dalam peneliti fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain
secara lebih lanjut. Sebaliknya teori sebenarnya merupakan hipotesa yang secara relatif lebih
kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotesa
Contoh:
Rika dan Davo membuktikan bahwa dampak korupsi pada pertumbuhan ekonomi dapat
dijelaskan melalui empat hipotesis (semua dalam kondisi ceteris paribus):
Hipotesis pertama:
Tingginya tingkat korupsi memiliki hubungan dengan tingginya investasi publik. Politisi
yang korup akan meningkatkan anggaran untuk investasi publik. Sayangnya mereka melakukan
itu bukan untuk memenuhi kepentingan publik, melainkan demi mencari kesempatan mengambil
keuntungan dari proyek-proyek investasi tersebut. Oleh karena itu, walau dapat meningkatkan
investasi publik, korupsi akan menurunkan produktivitas investasi publik tersebut. Dengan jalan
ini korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Hipotesis kedua:
Tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya penerimaan negara. Hal ini
terjadi bila korupsi berkontribusi pada penggelapan pajak, pembebasan pajak yang tidak sesuai
aturan yang berlaku, dan lemahnya administrasi pajak.Akibatnya adalah penerimaan negara
menjadi rendah dan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
Hipotesis ketiga:
Tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya pengeluaran pemerintah untuk
operasional dan maintenance. Seperti yang diuraikan pada hipotesis pertama, politisi yang korup
akan memperjuangkan proyek-proyek investasi publik yang baru. Namun, karena yang
diperjuangkan hanya proyek-proyek yang baru (demi mendapat kesempatan mencari keuntungan
demi kepentingan pribadi) maka proyek-proyek lama yang sudah berjalan menjadi
terbengkalai.Sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
Hipotesis keempat:

10
Tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan kualitas investasi publik. Masih seperti
yang terdapat dalam hipotesis pertama, bahwa dengan adanya niat politisi untuk korupsi maka
investasi publik akan meningkat, namun perlu digarisbawahi bahwa yang meningkat adalah
kuantitasnya, bukan kualitas. Politisi yang korup hanya peduli pada apa-apa yang mudah dilihat,
bahwa telah berdiri proyek-proyek publik yang baru, akan tetapi bukan pada kualitasnya.
Sebagai contoh adalah pada proyek pembangunan jalan yang dana pembangunannya telah
dikorupsi. Jalan-jalan tersebut akan dibangun secara tidak memenuhi persyaratan jalan yang
baik. Infrastruktur yang buruk akan menurunkan produktivitas yang berakibat pada rendahnya
pertumbuhan ekonomi.

2.8. Ciri-ciri Model Induktif

Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan
dengan dua metode yang berbeda.

1. Induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular
yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam
kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa, kemudian
digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di desa memiliki pohon
kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula
ragukan.20
2. Dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah
hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak lengkap.21
Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan
menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi
tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis
awalnya telah diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis
itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu
kesimpulan umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap22

20
Protasius Hardono Hadi, dan Kenneth T. Gallagher, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta:
Kanisius, 1994), 135.
21
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, 86.
22
Protasius Hardono Hadi, dan Kenneth T. Gallagher Epistemologi, 135.

11
2.9. Kelebihan Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan cara berfikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dan berbagai kasus yang bersifat individual yan bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Misalnya, kita memiliki fakta bahwa kambing punya mata, kucing punya
mata, demikian juga kelinci dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat
ditarik kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Keuntungan dari logika
induktif adalah

1. Dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas berpikir seseorang karena


selalu dipancing dengan pertanyaan.
2. Dapat menguasai secara tuntas topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar
pendapat antar individu sehingga didapatkan suatu kesimpulan akhir.
3. Mengajarkan seseorang berpikir kritis karena selalu dipancing untuk
mengeluarkan ide-ide.
4. Ekonomis
Dengan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai
corak dan segi dapat direduksi atau dikurangi menjadi beberapa pernyataan.
Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/kumpulan
dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga
pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan
menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud fakta tersebut.
5. Penalaran Lanjut
Secara induktif dari berabagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan
pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Menlajutkan contoh tentang
kesimpulan bahwa semua binatang mempunyai mata (induksi binatang), dan
semua manusia mempunyai mata (induksi manusia) maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini
memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada
pernyataan-pernyataan yang makin lama semakin bersifat fundamental. 23

23
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilamu, sebuah Pengantar Populer, 49

12
2.10. Kelemahan Pola Pikir Deduktif
1. Pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat
diandalkan karena kelemahan pancaindera.
2. Fakta yang ada sebagai drinya tidak mampu menjelaskan apa-apa
3. Fakta masih memerlukan tafsiran yang dilakukan manusia
4. Memerlukan banyak waktu.
5. Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap individu mempunyai
gagasan yang berbeda-beda.
III. Kesimpulan

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan atau merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karateristik tertentu dalam
menemukan kebenaran. Berpikir adalah proses yang banyak macamnya seperti mengingat-ingat
kembali sesuatu hal, berkhayal, menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa
pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira berbagai kemungkinan. Induksi
merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-
pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang
mencakup semua fenomena tadi. Tetapi sebagai sudah dikatakan diatas, proses berpikir yang
induktif tidak ada banyak artinya kalau tidak diikuti proses berpikir yang deduktif. Sebab itu
generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari
sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku
pada fenomena – fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki. Analogi adalah
membandingkan dua hal yang banyak persamaanya. Kesimpulan yang diambil dengan jalan
analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain,
dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan yang sebelumnya.
IV. Daftar Pustaka

Adib, H. Muhammad, Filsafat Ilmu Ontology, Epistemology, Aksiologi, Dan Logika Ilmu

Pengetahuan. : Pustaka Pelajar. 2010.

13
Bagir, Zainal Abidin, Integrasi Ilmu, T.t.: Mizan, 2005.

Bakry, Noor Ms, Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 2001.

Hadi, Protasius Hardono, dan Gallagher, Kenneth T., Epistemologi, Filsafat Pengetahuan,

Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, PT Kanisus (Anggota IKAPI), Yogyakarta,

1980.

Hardjosatoto, Suhartoyo dan Asdi, Endang Daruni, Pengantar Logika Modern Jilid I

Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.1979.

Latif, Mukhtar, Buku Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana, 2014.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006.

Mundiri, Logika , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000..

Poeradisastra, Saleh Iskandar, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern, Jakarta:

Girimukti Pasaka, 1981.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2006.

Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis, Yogyakarta: Kanisius,

t.th.

Soekadijo, R.G., Logika Dasar, Tradisional, Simbolik, dan Induktif , Jakarta: Gramedia, 1985.

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilamu, sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2013.

Woodhouse, Mark B., Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal, Yogyakarta: Kanisius, 2000.

14

Anda mungkin juga menyukai