Dosen Pengampu :
Dr. Amin Fauzi, M.A.
Disusun Oleh :
Adinda Amarsya Putri 2107015168
Putri Syahidah 2107015018
Putri Oqtaviani 2107015156
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk terus belajar dan
berkarya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, dan sahabat-sahabatnya yang telah memberikan
inspirasi dan teladan bagi kehidupan kita.
Mantiq, atau yang sering disebut juga sebagai ilmu logika, adalah cabang ilmu
dalam filsafat yang memiliki peran penting dalam membentuk dasar berpikir yang
sistematis dan kritis. Dalam makalah ini, kita akan menjelajahi berbagai azas-azas
pemikiran mantiq yang menjadi landasan dalam membangun argumen yang kuat
dan valid.
Penulis,.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
yang beragam, beberapa mengapresiasinya dan mengembangkannya lebih
jauh melalui interpretasi dan penyempurnaan, tetapi yang lain menolaknya
sebagai bid'ah.
Ada banyak istilah untuk mantiq atau ilmu logika. al-Farabi dalam
bukunya al-awsath al-kabir memiliki “rasionalitas terukur” (Mi’yar al-aql),
yang oleh Ibnu Sina disebut “ilmu instrumental” al-ilm al-Ali, kata al-
Ghazali Mengukur pengetahuan (mi' yar al-ilm), Sahrawardi dalam
bukunya Hikmah al-Isyraq menyebutnya dengan istilah “aturan berpikir”
(dlawabith al-fikr), al-Syirazi dalam bukunya al-lam’at Dalam al-
masyriqiyyah disebut timbangan ilmu (al-mizan), ukuran (al-qisthas), dan
alat penemuan (al-idraki). Banyak sarjana juga menyebut mantiq sebagai
“cabang pemikiran” dan “ilmu dalam mencari prinsip-prinsip pembuktian”.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan azas-azas pemikiran mantiq
yang merupakan dasar-dasar dalam berpikir logis dan rasional. Dalam
makalah ini, akan dibahas berbagai azas pemikiran mantiq yang meliputi
pengertian-pengertian logika dan pikiran, definisi kebenaran, macam-
macam kebenaran, sampai pembahasan azas azas primer dan
pembagiannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika dan Kebenaran
Hal ini ditulis sebagai Yunani Logikos, yang berasal dari kata Benda,
logo adalah sesuatu yang dilambangkan dengan huruf, kata, frase atau
bagian lain dari bahasa lisan, fokus logika, sebaliknya, adalah pada topik-
topik seperti yang sedang dibahas, yang melibatkan waktu acal atau yang
melibatkan bahasa berdasarkan ketidakmampuan, Uraian ini dapat diartikan
bahwa logika adalah seperangkat aturan atau keyakinan Yang dapat
diungkapkan dalam kata-kata dan frasa dalam bahasa apa pun Pertama kali
logika jenis ini digunakan adalah oleh Zeno dari citium 334 262 SM yang
juga mendirikan Stoicisme sebagai logika pengetahuan sering disamakan
dengan logika epistemik atau logika ilmiah yang juga merupakan bentuk
logika. Banyak jalan pikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir
kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan, dan sugesti.
Logika tidak mempelajari cara berpikir semua ragamnya, tetapi
pemikiran dalam bentuk yang paling benar. Logika merumuskan serta
menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar
manusia dapat berpikir benar, efisien, dan teratur.
Ada beberapa definisi yang diabaikan saat berbicara secara umum. oleh
seorang para-ahli tentang logika. Pasti ada kemiripan satu per satu.
Misalnya, ada orang-orang yang percaya bahwa logika adalah cabang
pengetahuan dalam bidang agama yang menekankan prinsip dan sistem
hukuman yang adil dan legal. Ilmu Pengetahuan adalah hal lain yang
menentang logika; Namun, itu juga berfungsi sebagai pengingat untuk jujur,
beradab, dan objektif. Dalam hal ini, pengetahuan didasarkan pada kapasitas
rasional untuk pemahaman sementara dukungan diberikan oleh akal budi
kesanggupan untuk memastikan bahwa pengetahuan diterapkan pada situasi
sekarang. Orang lain lain menggunakan logika sebagai alat atau metode
untuk menyelesaikan berpikir ketepatan. Ada juga banyak yang memandang
logika sebagai teori yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang baik dan
6
standar hukuman hukum. Kita tidak perlu khawatir tentang banyak definisi
di sini karena masing-masing saling berhubungan dengan yang lain. Namun,
dapat ditunjukkan dengan jelas bahwa logika, dalam bentuk
fundamentalnya, adalah cabang iman yang mendidik penganutnya dalam
etiket, formalitas, prosa, dan standar yang tepat untuk memungkinkan
mereka memenuhi harapan rasional. 1 (Tumanggor et al., 2019).
"Melamun" tidak sepenuhnya identik dengan "berpikir", sama halnya
dengan "merasakan", "panca indera" bekerja (melihat, mendengar, dan
tugas-tugas terkait lainnya), "memori dan imajinasi", meskipun semua ini
sangat penting untuk dapat berpikir. Namun, memiliki pikir juga dapat
merujuk pada kampanye realitas yang mendorong pikiran.
"Berbicara kepada diri sendiri di dalam hati" adalah frasa yang dapat
dikatakan dengan lebih berwibawa. Mengapa atau mengapa sesuatu terjadi,
mencari hal-hal yang berhubungan satu sama lain, membuktikan sesuatu,
menunjukkan alasan, menarik kesimpulan, memeriksa alur pemikiran,
mencari hal-hal yang berhubungan satu sama lain.2
B. Definisi Benar
Pengertian benar dalam ilmu mantiq atau logika adalah kesesuaian antara
pernyataan atau keyakinan dengan fakta atau kenyataan yang ada di dunia
nyata. Ilmu mantiq atau logika adalah ilmu yang memahami metode dan
hukum yang digunakan untuk membedakan antara penalaran yang benar
dan yang salah. Selain itu, ilmu mantiq juga dapat diartikan sebagai teori
akademis yang mengajak untuk berhati-hati dalam menempuh jalan yang
terhalang oleh kebenaran. Misalnya, Bumi bergerak mengelilingi matahari.
Serta adanya kesesuaian atau tidak adanya pertentangan dalam dirinya.
Misalnya, Ia adalah seorang jujur yang suka menipu (tidak sesuai). (Hj.
Fatmawati, 2010).3
1
Tumanggor et al., 2019 LOGIKA%20PENGANTAR%20BERPIKIR%20KRITIS.pdf
2
Dr. W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph. Logika Ilmu Menalar (Bandung: Pustaka Grafika,
1999) hal 13
3
Hj. Fatmawati, 2010.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14645/Ilmu%20Mantiq.pdf?isAllowed=y&s
equence=1
7
Ada tiga jenis kebenaran yang berbeda: agama, filsafat, dan ilmu.
Kebenaran agama bersifat absolut berdasarkan keyakinan, Kebenaran
filsafat bersifat a posteriori (rasional-empirik), Kebenaran ilmu bersifat
apriori, Logico-Hipotetis-Verifiable. Setiap orang sangat berhubungan4.
Beberapa macam kebenaran dalam ilmu mantiq atau logika :
1. Kebenaran agama sifatnya mutak
2. Kebenaran ilmu pengetahuan sifatnya relatif
3. Kebenaran filsafat sifatnya spekulatif dan relatif
C. Pengetahuan Manusia
4
https://uin-malang.ac.id/r/131101/logika-mantiq.html
5
Machendrawaty, 2019. https://etheses.uinsgd.ac.id/40192/1/Ilmu%20Mantik%20-
%20Nanih%20Machendrawaty.pdf
8
D. Azas-azas Pemikiran
Azas merupakan titik pangkal dari mana sesuatu mucul dan dimengerti.
Azas adalah sesuatu yang menyebabkan ketidak nyamanan. Selain itu, dapat
juga dikatakan: titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan berkembang.
Sebaliknya, azas pemikiran adalah pengetahuan yang berasal dari sumber
pengetahuan lain, dimengerti dan tergantung. Juga dibahas pemahaman
yang menjelaskan mengapa, biasanya, kita mampu menghasilkan
kesimpulan tertentu. Sejauh yang kami ketahui, azas adalah pangkal atau
berasal dari asal mula sesuatu yang memulai semuanya. Dengan kata lain,
"azas pemikiran" adalah pemahaman di mana pemahaman lain muncul dan
diliputi. Bagi mereka yang tahu, kapasitas asas ini adalah mutlak, dan jelas
dari pemikiran khusus ini bahwa asas-asas ini bukan. Azas adalah pilar
pengetahuan dan doktrin. Tiga bagian dari kalimat ini adalah sebagai
berikut:6
Azas pemikiran, meliputi azas-azas primer dan sekunder.
a. Azas primer mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak
tergantung pada azas-azas lain. Azas primer berlaku untuk segala
sesuatu yang ada. Azas ini dibedakan menjadi:
1. Azas identitas, atau azas identitas. Azas ini berfungsi sebagai dasar
dari semua kepercayaan. Azas dalam hal ini menyatakan bahwa
tikungan yang sekarang adalah tikungan yang sekarang dan bukan
tikungan yang berbeda, atau tikungan yang sekarang adalah
tikungan yang sekarang dan bukan tikungan yang berbeda. Menurut
logika pernyataan ini, itu berarti bahwa begitu sesuatu diakui, segala
hal terkait yang diangkat selama pernyataan awal juga harus diakui.
Ketika sesuatu diakui, diikuti dengan kesimpulan yang sesuai yang
diajukan sebagai lawannya, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan
asli masih diperdebatkan. Tidak ada yang bisa dikatakan dan juga
tidak diamati.
6
Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 10
9
Misal:
Cabai itu pedas.
Ahmad itu pandai.
Ihsan itu mahasiswa Ilmu Sejarah.
Pak Ajat dari Ciamis.
2. Azas kontradiksi adalah Azas kontradiksi. Azas ini adalah ekspresi
negatif dari azas identitas. Dalam istilah logika, ini berarti "menaati
azas identitas dengan melindungi diri Anda dari kontradiksi." Atau,
tidak mungkin mengulangi atau menegaskan apa yang telah
dikatakan.
Misal ;
Mahasiswa yang kuliah di ruang G01.107 pukul 11.30 WIB bukan
mahasiswa Ilmu Sejarah angkatan 2017. (Jika kita mengakui sesuatu
itu bukan A, maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A )
3. Azas penyisihan-kemungkinan-yang ketiga (tertiary exclusive
principle). Pepatah ini menyiratkan bahwa kemungkinan keempat
tidak ada. Menurut pepatah, "jika ada dua pandangan tradisional,
yang salah adalah yang pertama." Karena keputusan pertama
melemahkan keputusan kedua. Tidak mungkin masing-masing dari
keduanya secara identik benar atau secara identik salah.
Misal:
Mahasiswa yang ada di ruang G01.107 pada saat kuliah logika
semuanya wanita, tidak ada pria.
4. (Principium rationis sefficientis) Azas-alasan-yang mencukupi.
Azas dalam ayat ini menunjukkan bahwa apa pun yang ada memiliki
alasan yang memadai untuk setiap klaim yang diberikan. Bukan
hanya satu hal; setiap hal memiliki alasan yang cukup kuat untuk
mendukungnya. Hal ini memungkinkan untuk dikembangkan.
Namun, hindari menerapkan penerapan azas yang dimaksud kepada
setiap orang yang hadir. Juga tidak mungkin menerapkan azas ini
pada sesuatu yang hanya satu hal saja. Mengapa? Karena tidak
10
semua ide dapat diungkapkan dengan cara yang rasional. Kondisi
manusia sangat labil.
Misal:
Cabai itu pedas.
Ahmad itu pandai.
Ihsan itu mahassiswa Ilmu Sejarah.
Pak Ajat dari Ciamis.
b. Azas sekunder, merupakan pengkhususan dari azas primer di atas. Azas-
azas ini dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.
1. Ada beberapa informasi berikut ini dari bagian ini:
• Azas Kesesuaian (principium Conveniens). Azas ini
menyiratkan bahwa ada dua hal yang saling berkaitan. Satu
hal tertentu di antara keduanya identik dengan hal lainnya.
Dengan cara yang sama, situasi saat ini mirip dengan situasi
sebelumnya. Sebagai contoh, jika S = M dan M = P, maka S
= P (dengan notasi bahwa S dan P dalam kalimat ini
terhubung satu sama lain dan dengan satu M).
Misalnya: Jika S = M, dan M = P, maka S = P (dengan catatan
bahwa S dan P di sini dihubungkan satu sama lain dengan
satu M). Amin (S) adalah mahasiswa yang pandai (M)
Mahasiswa yang pandai (M) itu hebat (P) Amin (S) itu hebat
(P)
• (Principium inconvenientiae) Azas ketidaksesuaian. Azas ini
juga menyatakan bahwa ada dua hal yang serupa. Tetapi
siswa terbaik di antara mereka tidak sama dengan hal yang
paling penting. Dengan cara yang sama, situasi yang lain
tidak sama dengan situasi sebelumnya. Misalnya, jika A = B
tetapi B C, maka A C.
Misalnya: Jika A = B, tetapi B ≠ C, maka A ≠ C. Mahasiswa
(A) adalah kaum yang terdidik (B) Kaum yang terdidik (B)
bukan kriminal (C) Mahasiswa (A) bukan criminal (C)
11
2. Dari sudut luasnya, tertulis:
• "Azas dikatakan tentang semua orang" (principium dictum
de omni). Apa yang secara umum dikatakan di setiap
lingkungan suatu pengertian (subyek), dapat juga dinyatakan
di setiap bawahannya.
• Azas tidak menyebutkan siapa pun secara khusus
(principium dictum de nullo). Suatu kebenaran universal
yang tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subyek)
tertentu, tidak dapat pula diterapkan pada semua
konsekuensinya.
Azas-azas yang disebutkan di atas tidak dapat digunakan dan tidak
memiliki konsekuensi apa pun. Konsekuensi dari hal ini mencakup
penyatuan tradisional dan juga penyatuan 'modal'.
1) Untuk penyimpulan standar:
a) Sesuai dengan antesedennya (selama penyimpulan lurus), begitu
juga dengan konsekuensinya (kesimpulan). Namun demikian, hal ini
tidak pasti. Karena itu, kesimpulan yang benar dari premis yang
menonjol dapat diperoleh.
b) Tidak sesuai dengan preseden, dan tidak sesuai dengan konsekuen
(kesimpulan). Demikian pula, tidak ada masa lalu.
2) Untuk modal penyimpulan:
a) Premis-premis yang lemah juga menghasilkan kesimpulan yang
lemah. Namun, premis-premis yang mutlak atau yang bersifat
'kebetulan' dapat menjadi sumber kesimpulan yang mutlak.
b) Premis-premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang
asli dan berharga.
c) Dari kata "ada", seseorang dapat menarik kesimpulan tentang kata
"mungkin". Dengan kata lain, tidak mungkin (dari 'mungkin' ke
'ada');
12
d) Dari 'tidak mungkin' dapat ditarik kesimpulan tentang 'tidak ada'.
Dengan demikian, tidak mungkin (dari 'tidak ada'nya ke 'tidak
mungkin'nya)(Sudrajat, 2017). 7
7
Sudrajat, 2017. https://eprints.uny.ac.id/52643/1/DIKTAT%20LOGIKA%202017.pdf
8
Dr. W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka Grafika: Bandung,
1999, hal186
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Hj. Fatmawati. (2010). Kriteria Kebenaran. Pilar, 1(2), 29–35. Retrieved from
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/view/5035
Machendrawaty, N. (2019). Ilmu Mantik Pintu Utama Berpikir Logis. In Angewandte
Chemie International Edition, 6(11), 951–952.
Sudrajat, A. (2017). LOGIKA Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. 2, 1–13.
Tumanggor, R. O., & Suharyanto, C. (2019). Logika Ilmu Berpikir Kritis. In ISSN 2502-
3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online Internasional & Nasional
Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (Vol. 53,
Issue 9). Retrieved from www.journal.uta45jakarta.ac.id
15