Anda di halaman 1dari 19

PENGETAHUAN : DASAR-DASAR PENGETAHUAN,

PENALARAN, LOGIKA, SUMBER PENGETAHUAN DAN


KRITERIA KEBENARAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Rizki Muhammad Haris, M.Ag

Disusun Oleh:

MUA-IID / Semester 2

Nama kelompok 3 :

Arie Maulana Syahputra (0204212099)

Dewi Lestari (0204212075)

Sri Uli Reski Berutu (0204212113)

Vira Nur Fadillah Lubis (0204212121)

HUKUM EKONOMI SYARIAH/MUAMALAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ushul Fiqh yang
berjudul “PENGETAHUAN : DASAR-DASAR PENGETAHUAN, PENALARAN, LOGIKA,
SUMBERPENGET AHUAN DAN KRITERIA KEBENARAN ”.
Makalah Filsafat Ilmu ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah
bahasa Indonesia ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Medan, 19 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i


Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... A-4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................C-5
BAB II............................................................................................................... C-6
PEMBAHASAN ............................................................................................... C-6
1. Dasar – Dasar Pengetahuan .......................................................................C-6
2. Penalaran ...................................................................................................C-6
3. Logika .......................................................................................................C-9
4. Sumber Pengetahuan ...............................................................................C-11
5. Kriteria Kebenaran ..................................................................................C-14
BAB III ........................................................................................................... C-17
PENUTUP ...................................................................................................... C-18
A. KESIMPULAN .......................................................................................C-18
B. SARAN ...................................................................................................C-18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang berpikir, dan merasakan semua pengetahuannya berasal
dari ketiga sumber ini. Yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah rasa ingin
tahu yang tinggi, yang semakin hari semakin meningkat. Oleh karena itu, manusia dianggap
sebagai makhluk yang bersungguh-sungguh mengembangkan ilmu pengetahuan. Hewan juga
memiliki pengetahuan, tetapi pengetahuan mereka terbatas pada kelangsungan hidup mereka.
Pada saat yang sama, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi tuntutan
hidupnya dan mengembangkan hal-hal baru. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak hanya
harus mengatasi kebutuhan hidup dalam hidup, tetapi juga memiliki tujuan yang lebih tinggi dari
itu. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui sebuah pengamatan.
Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh sesuatu dari pengamatannya, maka bisa
disebut orang tersebut memperoleh sebuah pengetahuan.

Sebagai suatu ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk
membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah, logika lahir dari pemikir-pemikir
Yunani yaitu Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa. Dalam perkembangannya, logika telah
menarik minat dan dipelajari secara luas oleh para filosof. Logika juga menarik minat filosof-
filosof muslim sehingga menjadi pembahasan yang menarik dalam masalah agama.

Penalaran adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan.


Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang berpikir, merasa, dan bertindak. Sikap dan
perilaku mereka didasarkan pada pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan perasaan atau
berpikir.

1
Pengetahuan yang dihasilkan oleh penalaran berkaitan dengan aktivitas berpikir, bukan
dengan perasaan, meskipun seperti yang dikatakan Pascal, pikiran juga memiliki logikanya
sendiri. Namun perlu disadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir bergantung pada penalaran.
Oleh karena itu, penalaran adalah sejenis kegiatan berpikir yang memiliki ciri-ciri tertentu dalam
menemukan kebenaran.

Agar pengetahuan yang dihasilkan oleh penalaran memiliki landasan kebenaran, proses
berpikir harus berjalan dengan cara tertentu. Suatu kesimpulan dianggap benar jika ditarik
menurut metode tertentu. Cara menarik kesimpulan ini disebut logika. Logika adalah cabang
filsafat yang didasarkan pada penalaran dan sekaligus merupakan dasar filsafat dan sarana ilmu
pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam makalah ini
adalah:

1. Jelaskan apa yang dimaksud penalaran?


2. Jelaskan apa yang dimaksud logika?
3. Jelaskan apa yang dimaksud sumber pengetahuan?
4. Jelaskan apa yang dimaksud kriteria kebenaran?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah yang bertema tentang Dasar-Dasar Pengetahuan ini adalah:

1. Mengetahui apa yang dimaksud Penalaran.


2. Mengetahui apa yang dimaksud Logika.
3. Mengetahui apa yang dimaksud Sumber Pengetahuan.
4. Mengetahui apa yang dimaksud Kriteria kebenaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dasar – Dasar Pengetahuan

Nalar adalah mengembangkan pengetahuan indrawi yang ditransfer ke akal. Dari semua
makhluk tuhan hanya manusialah yang mempunyai Nalar dan mampu mengembangkan
pengetahuannya dengan sungguh-sungguh.

Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan karena adanya dua hal utama
yaitu

1. Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan


pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
2. Manusia mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan bagus karena
mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur tertentu.

Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut dengan penalaran binatang atau
hewan mampu berpikir namun tidak mampu berpikir secara Nalar. Manusia cara berpikirnya
lurus hanya manusialah yang mampu berbahasa secara konsisten dan koheren. Manusia
diajarkan oleh agama yaitu dengan diperintahkan untuk Iqra yang artinya bacalah atau
membaca kemudian memprediksi menganalisis barulah menulis Untuk mengetahui tingkat
kepintaran seseorang itu mudah dapat dilihat dari banyaknya bahasa yang bisa diketahuinya
manusia yang baik adalah ketika ia bisa menghasilkan cara berpikir merasa indrawi dan peran
Tuhannya.

2. Penalaran

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan
bertindak.

3
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan
dengan perasaan, meskipun seperti yang dikatakan pascal bahwa hati pun mempunyai logika
tersendiri. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu
dalam menemukan kebenaran (pengetahuan).1

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indra (observasi empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Apa yang disebut benar bagi tiap orang itu
adalah tidak sama. Maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa
yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi
proses penemuan kebenaran tersebut.

Suatu pikiran yang berbentuk pertanyaan adalah nalar. Sedangkan sesuatu yang menimbulkan
jawaban adalah logika keilmuan sangat fungsional dan pragmatis, karena menjelaskan segala kegunaan.
Semua orang akan menanyakan kegunaan, dan saat itu juga dia akan melakukannya. Seseorang tidak akan
sampai kepada nalarnya apabila pemikirannya tidak konsisten.2

Ciri-Ciri Penalaran Sebagai suatu kegiatan berpikir selaras, penalaran mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut:3
a. Adanya proses berfikir logis, selaras, sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat dan
valid.
b. Adanya proses kegiatan berpikir secara analisis, sehingga menimbulkan kesimpulan yang
tepat dan valid.
Berdasarkan kriteria penalaran dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berfikir bersifat
logis dan analitis. Jadi cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis
dan analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir
menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.
Prinsip-prinsip penalaran adalah:

1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2012), hlm. 42.
2
Muhammad Syukri Albani, Ringkasan Filsafat Ilmu, (Medan: IAIN Sumatera Utara, 2012), hlm. 7-8.
3
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian. . . hal. 18
a) Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium indentitas. Prinsip identitas berbunyi: “ sesuatu hal
adalah sama dengan halnya sendiri’’. Dengan kata lain, “sesuatu yang disebut p maka sama
dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.

b) Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)


Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal hal
itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai
benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu tidaklah mungkin secara
bersamaan merupakan p dan non p”.
c) Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii)
Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya
kemungkinan ketiga. Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu
atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah.
Dengan kata lain, “sesuatu x mestilah p atau non p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari
prinsip ini ialah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-
duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya. Sifat p atau
non p.4
Disamping ketiga prinsip yang dikemukakan Aristoteles diatas, seorang filusuf Jerman
Leibniz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi prinsip identitas,
yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang berbunyi. “suatu perubahan
yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin
tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “adanya sesuatu itu
mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan
sesuatu”.

4
Surajiyo, dkk., Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: PT Bumi aksara, 2012), hal. 35-36.
Ada dua macam penalaran, yaitu:

a. Penalaran Induktif, yaitu penalaran dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat kemungkinan. Kesimpulan yang bersifat
kemungkinan ini diperoleh dengan penalaran yag didasarkan pada pengamatan
terhadap sejumlah kecil masalah sampai pada suatu kesimpulan yang diharapkan
berlaku secara umum.5
b. Penalaran Deduktif Berlawanan dengan pemikiranan induktif adalah berpikir
deduktif. Dalam matematika sering terjadi bahwa aturan-aturan dicoba dibuktikan
kebenarannya sebelum dtetapkan sebagai aturan umum. Setelah terbukti
kebenarannya barulah aturan tersebut dinyatakan sah dan dapat diterapkan pada
persoalan-persoalan yang istimewa sekalipun. Cara berpikir dengan cara tersebut
adalah cara berpikir yang mengakui kebenaran secara umum berlaku pada halhal
khusus.6

3. Logika

1. Sejarah Logika

Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelu masehi)
Kata logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium dan Alexander Aphrodisias
(sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi). Aristoteles kemudian mengenalkan logika
sebagai ilmu yang disebut dengan logica scientica. Sebelum memakai nama logika, Ia
memakai istilah “analitika”, yang secara khusus meneliti argumentasi yang berawal dari
proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah
silogisme Kaum Sofis,Socrates dan Plato juga dicatat sebagai perintis lahirnya logika. Logika
dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab pada abad ke- 2 H.

5
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian…, hal. 19
6
Ibid
2. Pengertian Logika

Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Secara singkat, logika
berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk berpikir lurus7 secara luas dapat didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berpikir secara shahih atau berpikir yang sampai pada kesimpulan maka dia
tidak boleh kembali ke asal sebagai ilmu logika disebut sebagai logika Epiteme ( Latin:
Logika scientia ) yaitu logika adalah sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional atau logika
yang mempelajari kecakapan untuk berpikir lurus tetap dan teratur. Ilmu di sini mengacu pada
kemampuan kognitif akal, dan keterampilan mengacu pada kemampuan pikiran untuk
menerapkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata-kata logis yang digunakan juga dapat
ditafsirkan secara wajar.8 Oleh karena itu, logika berkaitan erat dengan hal-hal seperti
pemahaman, penilaian, penalaran, silogisme, dll.
Logika, menurut definisi, adalah ilmu tentang prinsip (aturan) yang mampu berpegang
pada pikiran dan mengungkapkan kebenaran di bidang yang tidak dijamin. Tidak hanya pada
kenyataannya, pada kenyataannya kita sering berpikir, dalam hukum. Berpikir tidak bisa terjadi
sesuka hati. Realitas datang dalam banyak variasi, jadi berpikir membutuhkan jenis pemikiran
yang tepat. Pikiran terikat oleh sifat dan struktur tertentu yang belum terungkap sepenuhnya
sampai sekarang. Pemikiran kita diatur oleh hukum-hukum tertentu.

3. Macam-macam Logika
1) Logika Alamiah

Kinerja dari akal pikiran manusia yang berpikir secara benar dan langsung sebelum
dipengaruhi oleh dunia luar, yaitu keinginan subjektif dan kecenderungan logika ini yang sudah
ada sejak manusia lahir, dan dapat disimpulkan bahwa logika ini masih murni.

7
Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21
8
Ibid.
2) Logika Ilmiah

Logika ilmiah adalah ilmu khusus yang merumuskan asas asas yang harus ditepati
dalam setiap pemikiran ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau
tidaknya dapat diperoleh sasaran dari logika ilmiah adalah untuk memperhalus dan
mempertajam pikiran dan akal budi.9

4. Sumber Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang kita. Ada
tidak beberapa jelas yang sumber timbul untuk dari mendapatkan indra kita, ingatan
pengetahuan, atau angan-angan antara lain berikut ini.

1. Rasionalisme

Rasionalisme Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris


‘rationalisms’ Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey
menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara
itu, secara termitologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip
bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Descartes juga mengemukakan
metode baru, yaitu metode keraguraguan. Jika orang yang raguragu terhadap segala sesuatu,
dalam keraguraguan itu, jelas ia sedang berpikir. Sebab yang sedang berpikir itu tentu ada
yang dan jelas terang benderang. Cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada) rasio
merupakan sumber kebenaran.

Rasio sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang pada
kebenaran. Yang benar adalah tindakan akal yang terang benderang yang disebut Ideas
Claires el Distenctes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilih).

9
W. Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialekta dan Ilmu. Cet. I, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999),
hlm.32.
Ide yang terang benderang ini pemberian Tuhan sebelum orang dilahirkan (Idea Innatae
ide bawaan). Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar10. Jadi rasionalisme
adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan.

Menurut aliran rasionalis suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Kaum
rasionalis menggunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
digunakan dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan
dapat diterima. Seseorang hanya akan mempertahankan sesuatu karena sudah jelas
kebenarannya, maka bagi orang yang mempertahankan kebenaran yang dia ketahui maka dia
sedang menggunakan cara berpikir deduktif.

2. Sebab Timbulnya Pemikiran Rasionalisme

Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat
dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat Scholastic, namun ia
tidak menerima dasar dasar filsafat Scholastic yang dibangun oleh para pendahulu nya. Ia
berupaya keras untuk mengonstruksi kan bangunan baru filsafat. Hal ini merupakan terobosan
baru semenjak jaman Aristoteles dan hal ini merupakan sebuah neo-self confidence yang
dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang
sama sekali baru pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas
Secara umum, apakah bersifat kontiniu atau terputus.” Dalam usahanya untuk mencapai
kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mendeduksikan
prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada prinsipprinsip yang sudah ada sebelumnya
yang berasal dari definisi dasar yang jelas.

10
Hakim Abdul Atang dan Saebani Ahmad, Beni Filsafat Umum dari Metodologi sampai Teofisikolog, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2008), hlm. 57.
3. Pola Pikir Rasionalisme

Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta,
daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.

Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan
atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan
dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan
keberhasilannya. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau
dewa-dewa.

4. Empirisme

Pengertian Empirisme adalah salah satu aliran dalam filsuf yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan
peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani epeiria yang berari coba-coba atau
pengalaman. Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme
logis (logical positivism) dan filsafat Ludwig Wettegenstein. Akan tetapi, teori makna dalam
empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.

Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman
yang konkret, pengalaman yang abstrak adalah pengalaman yang ada di kepalanya.

5. Intuisi

Intuisi adalah pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi
bersifat personal dan tidak dapat diramalkan.

10
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki intuisi yang tinggi yaitu:

• Punya empati yang tinggi


• Punya firasat yang kuat
• Lebih dominan menggunakan perasaan daripada logika
• Lebih sensitif, dan
• Bisa membaca kepribadian orang lain

6. Wahyu

Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini
disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja
mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup yang bersifat
transendental seperti latar belakang manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Singkatnya,
agama dari rasa percaya, dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan. 11

5. Kriteria Kebenaran

Kebenaran adalah korespondensi antara pengetahuan dan objeknya, dan kebenaran


menurut individu berbeda, sehingga setiap jenis pengetahuan memiliki standar kebenaran yang
berbeda, yang disebabkan oleh sifat pengetahuan yang berbeda.

1. Jenis-jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni:
a. Kebenaran Epistemologis
Kebenaran Epistomologis disebut juga dengan kebenaran logis. Kebenaran
Epistomologis merupakan kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan
manusia.

11

11
Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2012), hlm.51-
52.
b. Kebenaran Ontologis
Kebenaran Ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari objek. Kebenaran
Ontologis merupakan kebenaran yang sifat dasarnya melekat pada hakikat segala
sesuatu yang ada.
c. Kebenaran Semantik
Kebenaran Semantik adalah kebenaran yang terdapat dan melekat dalam tutur kata
dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa.

2. Teori Kebenaran
a. Teori Koherensi (Coherence Theory)
Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang didasarkan
kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai
dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara
logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara
putusanputusan itu sendiri.12 Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian
antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika
proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau
pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.13 Pada teori ini berlaku tingkatan kebenaran. Disini
derajat koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran.14 Misal, Semua manusia
membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad membutuhkan air.

b. Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)


Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang kadang disebut
dengan accordance theory of truth, adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-

12

12
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 116
13
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu… hlm. 55.
14
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu… hlm. 56
pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di
alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu apabila
ada kesuaian (correspondence) antara rti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat
dengan objek yang dituju oleh pernyaan atau pendapat tersebut. 15

Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Di antara pelopor
teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, dan Ramsey. Teori ini banyak dikembangkan oleh
Bertrand Russell (1972-1970).16

Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang berada dihadapan
manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antra
pernyataan tentan sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota
Jawa Tengah. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang
ibukota propinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan.

c. Teori Pragmatisme (The Pramagtic Theory of Truth)


Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di
Amerika Serikat.17 Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti
dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi
manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.18

Amsal (2012) menyatakan, menurut teori pragmatis, kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
manusia. Dalam artian, suatu pernyataan adalah benar,

13

15
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm.
57.
16
Jujun S, Filsafat Ilmu..., hlm. 54.
17
A Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologi.....hlm. 86.
18
Jujun S. Suriasumantri, Filsfat Ilmu… hlm. 58.
jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi
kehidupan manusia.19 Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran
sebelumya, pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran,
pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori
yang terbaik dari keseluruhan teori.

14

19
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu.... hlm. 115.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa,
bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang
didapatkan melalui kegiatan merasa atau berpikir.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa
yang disebut benar bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk
menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir
mempunyai kriteria kebenaran yang digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.

Logika adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang aturan-aturan, asas-sasa,
hukum-hukum dan metode atau prosedur dalam mencapai pengetahuan secara rasional dan
benar. merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan dengan menggunakan akal
pikiran, kata dan bahasa yang dilakukan secara sistematis. Logika dapat disistematisasikan
menjadi beberapa golongan hal tersebut tergantung dari perspektif mana kita melihatnya
dilihat dari kualitasnya logika dapat dibedakan menjadi dua yakni logika naturalis (logika
alamiah) dan logika artifisialis (logika ilmiah).

B. SARAN

Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang diharapkan dapat menjadikan pedoman bagi
manusia untuk mencari sebuah kebenaran yang hakiki, dengan demikian diharapkan manusia dapat
lebih bisa berpikir kritis yang positif serta dapat menjadi manusia yang bijaksana dalam menghadapi
segala permasalahan kehidupan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan)

Bakhtiar, Amsal. 2004 Ilmu Filsafat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)

Poespoprodjo, W. 1999. Logika Scientifica. (Bandung: Pustaka Grafika)

Surajiya, dkk. 2006. Dasar-Dasar Logika. (Jakarta: PT Bumi Aksara)

http://saputradavid.blogspot.com/2013/03/dasar-dasar-pengetahuan-penalaran.html Diakses 15
Maret 2016 jam 15.39 WIB

Anda mungkin juga menyukai