Dosen Pengampu :
Dr. NURDIN, M.Pd
Oleh:
Kelompok 2
IMAM GHOZALI : NPM. 20227179040
HERIYANSAH : NPM. 20227179056
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Nurdin, M.Pd sebagai dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Umum yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR ……...……………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 1
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………................ 1
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Penalaran …………………………………..................................................... 2
2.2 Logika ……………………………………..…………………………....... 3
2.3 Sumber Pengetahuan ……….…………………………………………………… 4
2.4 Kriteria Kebenaran ……………………………………………………………. 5
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………............. 8
3.2 Saran ……………………………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan – kekuasaan, manusia adalah satu –
satu nya makhluk yang mengembangkan secara sungguh – sungguh, manusia
mengembangkan pengetahuan nya dalam mengatasi kebutuhan dalam kelangsungan
hidup nya, manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberikan makna
kehidupan, manusia “ memanusiakan “ diri dalam hidupnya, pada hakikat nya
menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang
lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya, pengetahuan jugalah yang mendorong
manusia menjadi makhluk yang bersifat khas dimuka bumi ini.
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni,
pertama; manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan piker yang melatarbelakangi informasi tersebut, kedua; yang menyebabkan
manusia dapat mengembangkan pengetahuan nya dengan cepat dan mantap adalah
kemampuan berfikir menurut suatu alurkerangka berfikir tertentu, secara garis besar
berfikir dengan car aini disebut penalaran. Dua kelebihan inilah yang memungkinkan
manusia mengembangkan pengetahuan nya, yakni bahasa yang bersifat komunikatif
dan pikiran yang mampu menalar, tentu saja tidak semua pengetahuan berdasarkan
penalaran, manusia bukan semata – mata makhluk yang berfikir sekedar Homo sapiens
yang steril, manusia adalah makhluk yang berfikir, merasa mengindera, dan totalitas
pengetahuan nya berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu yang
merupakan komunikasi sang pencipta dengan makhluk nya.
Hakikat Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang
berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak, sikap dan tindakannya bersumber pada
pengetahuan yang didapatkan pada kegiatan berfikir dan bukan dengan perasaan,
Menurut Pascal berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
yang benar. Penalaran merupaka suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap – tiap
jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing – masing.
Ciri – ciri berfikir nalar ialah adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat
disebut logika atau suatu proses berfikir logis diartikan sebagai kegiatan berfikir
2
menurut suatu pola tertentu atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu. Berfikir
logis memiliki konotasi yang bersifat jamak ( plural ) dan bukan tunggal ( singular ).
Ciri kedua adalah sifat analitik merupakan suatu kegiatan berfikir yang menyadarkan
diri terhadap situasi analisis dan kerangka berfikir yang dipergunakan untuk
menganalisis logika penalaran yang bersangkutan. Perasaan merupakan suatu
penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Penalaran umpamanya adalah
intuisi, intuisi merupakan suatu kegiatan berfikir yang non analitik.
Bentuk lain usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yakni wahyu,
ditinjau dari hakikatnya dalam rangka menemukan kebenaran dapat dibedakan menjadi
dua jenis pengetahuan, yang pertama pengetahuan didapatkan dari hasil usaha aktif dari
manusia untuk menemukan kebenaran, baik melalui penalaran, perasaan maupun
intuisi. Yang kedua berupa pengetahuan yang ditawarkan atau diberikan, manusia
menemukan kebernaran yang bersifat pasif yang kemudian dipercayai atau tidak
dipercayai berdasarkan masing – masing keyakinan nya. Pengetahuan dipergunakan
dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta, rasio adalah sumber
kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut sebagai rasionalisme,
sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman
manusia merupakan sumber kebenaran yang dikembangkan sebagai paham empirisme.
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan
induktif, dimana deduktif terkait dengan rasionalisme, dan penalaran induktif dengan
empirisme.
2.2 Logika
Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran
maka proses berfikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan yang dianggap sahih ( valid ), cara penarikan kesimpulan disebut logika,
dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “ pengkaji untuk berfikir secara
sahih “, ada dua cara penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat kaitan nya dengan penarikan kesimpulan dari kasus – kasus
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum, sedangkan Logika deduktif
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum khusus yang bersifat individual (
khusus ). Kesimpulan yang bersifat umum ini mempunyai dua keuntungan, keuntungan
yang pertama ialah pernyataan bersifat ekortomis, pengetahuan yang dikumpulkan
bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta – fakta
tersebut yang menekankan pada struktur dasar yang menyangga wujud fakta tersebut.
3
Keuntungan yang kedua penarikan kesimpulan dimungkinkan secara induktif dan
deduktif, secara induktif pernyataan yang dismpulkan lebih umum lagi, artinya
pernyataan nalar yang memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang
mengarah kepada pernyataan – pernyataan yang makin lama makin bersifat
fundamental. Sedangkan penalaran deduktif merupakan kegiatan berfikir dari
pernyataan umum ditarik menjadi kesimpulan yang bersifat khusus dengan
menggunakan pola berfikir silogismus atau dua buah pernyataan yang dijadikan sebuah
kesimpulan. Silogius didukung dengan premis mayor dan premis minor.
4
aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi,
seandainya akal digunakan.
c. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran
dan kebebasannya. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan
yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat
personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan
secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia lewat
perantaraan atau secara pasif. Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini
bahwa wahyu merupakan sumber ilmu, karena diyakini bahwa wakyu itu bukanlah
buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa
4 Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau
teori saling berhubungan. Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa
kebenaran tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide-ide
yang sebelumnya telah diakui kebenarannya. The Consistence theory of
truth/Coherence theory of truth mengatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita
ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa
kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan
pikiran atau idea. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan
yang bersifat konsisten secara timbal balik, dan tiap-tiap pernyataan memperoleh
kebenaran dari sistem tersebut secara keseluruhan”. Jadi suatu pernyataan
cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling berhubungan) dengan
pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh pernyataan tersebut
koheren dengan pengalaman kita.
5
Misalnya :
a. Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan
tentang hujan (air yang turun dari
5 langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca
yang mendung, gelap dan temperatur dingin dan fakta-fakta yang menunjang.
b. Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan yang
benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan pasti mati
adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan
pertama.
Kesimpulan Teori :
a. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.
b. Teori ini dinamakan juga teori justifikasi atau penyaksian tentang kebenaran,
karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian-penyaksian atau justifikasi oleh putusan-putusan lainnya yang
terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui kebenarannya.
c. Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi
6
Kesimpulan Teori ini :
a. Menurut teori ini kita mengenal 26(dua) hal yaitu : Pernyataan dan Kenyataan.
b. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan
kenyataan sesuatu itu sendiri.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan melainkan mempunyai
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Agar pengetahuan yang dihasilkan mempunyai dasar kebenaran, maka
proses berpikir harus didasarkan pada logika. Untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar dilakukan dua cara yaitu: pengetahuan itu harus berdasarkan kepada rasio
(rasionalisme/ idealisme) dan berdasarkan pengalaman (empirisme). Selain itu,
pengetahuan juga bisa didapatkan dari sumber lain yaitu intuisi dan wahyu.
Ada tiga paham tentang cara memandang kebenaran yaitu teori koherensi,
teori korespondensi dan teori pragmatis.
3.2 Saran
Sebagai kaum intelektual yang berupaya untuk berpartisipasi dalam
mengambangkan pengetahuan, kita hendaknya memahami dasar-dasar pengetahuan
dengan baik.
8
DAFTAR PUSTAKA
Suria Sumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Noor Syam, Mohammad. 1986. Filsafat kependidikan dan Dasar Filsafat Kepandidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.