Anda di halaman 1dari 21

HAKIKAT ILMU DAN PENGETAHUAN ILMIAH

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Etika Keilmuan
Yang di ampu oleh Ibu Prof. Cholis Sa’dijah, M.Pd, M.A

Disusun Oleh :

Feti Eka Ratna Sari (210311825606)


Rianti Hidaiyah (210311825658)
Sri Indah Dwirahmasari (210311825619)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
2021

1
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................5
A. Pengetahuan............................................................................................5
1. Pengertian Pengetahuan......................................................................5
2. Jenis-jenis Pengetahuan......................................................................5
3. Sumber Pengetahuan..........................................................................6
B. Ilmu Pengetahuan....................................................................................8
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan............................................................8
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan................................................................9
3. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan................................................................10
4. Objek Ilmu Pengetahuan...................................................................11
5. Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan............................................................12
6. Kriteria Kebenaran Ilmu Pengetahuan..............................................14
C. Pengetahuan Ilmiah.................................................................................15
1. Pengertian Pengetahuan Ilmiah..........................................................15
2. Metode Ilmiah.....................................................................................17
KESIMPULAN...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

Pada pertemuan sebelumnya, kita telah mempelajari terkait konsep dasar filsafat
ilmu. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan secara spesifik yang mengkaji
hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan, atau
epistimolgi yang mencoba menjelaskan rahasia alam semesta, agar gejala alamiah tersebut
tidak lagi menjadi misteri. Secara umum pengelompokan pengetahuan menjadi tiga yaitu;
1. Pengetahuan yang baik dan yang buruk, atau yang disebut etika. 2. Pengetahuan yang
indah dan tidak indah atau estetika. 3. Pengetahuan yang benar atau tidak benar atau logika
(Susanto, 2011: 35). Pada hakikatnya filsafat ilmu dapat ditelusuri dari empat hal sebagai
berikut:
1. Asal sumber ilmu pengetahuan
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan darimana ilmu pengetahuan diperoleh.
Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan akal (ratio). Akhirnya
timbul paham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme
yaitu paham yang menyusun teorinya berdasarkan pengalaman dengan tokoh -
tokohnya antara lain David Hume dan Jhon Locke. Sedangkan aliran rasionalisme
menyusun teorinya berdasarkan rasio. Tokoh tokoh liran ini seperti, Spinoza, Rene
Descartes. Aliran empirisme menggunakan metode induksi sedangkan rasionalisme
menggunakan metode deduksi. Sedangkan ada juga yang mensitesakan deduksi dan
induksi yaitu Immanuel Kant. (Imam Gunawan, 2016: 4).
2. Batas-batas Ilmu Pengetahuan
Menurut Kant apa yang kita tangkap dengan panca indera itu hanya sebatas gejala
fenomena, sedangkan substansi yang didalamnya tidak dapat kita tangkap dengan
panca indra disebut neomenon. Apa yang dapat ditangkap dengan panca indra memang
penting namun tidak hanya sebatas sampai disitu saja. Sesuatu yang dapat kita tangkap
dengan panca indra adalah hal-hal yang berada di dalam ruang, waktu dan sesuatu yang

3
berada di luar ruang waktu di luar panca indra kita. Itu terdiri dari tiga ide regulatif
yakni: a. Ide kosmologis, yaitu tentang alam semesta yang tidak dapat dijangkau
dengan panca indra, b. Ide tentang jiwa manusia, c. Ide Teologis yaitu tentang Tuhan
sang pencipta alam semesta. (Imam Gunawan, 2016: 4).
3. Strukturnya
Sesuatu yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Sesuatu yang
ingin kita ketahui adalah objek. Diantara dua hal tersebut seolah olah terdapat garis
demarkasi. Sebenarnya garis tersebut dijembatani dengan mengadakan dialektika
(Imam Gunawan, 2016: 5).
4. Keabsahan
Berfikir adalah kreativitas manusia untuk menemukan kebenaran. Apa yang disebut
seseorang benar belum tentu benar bagi orang lain. Olehnya itu ada beberapa teori
untuk menentukan kriteria ukuran sebuah kebenaran. Dalam hal ini, tiga teori untuk
mengungkapkan kebenaran yaitu; teori korespondensi, teori koherensi dan teori
pragmatisme (Imam Gunawan, 2016: 5).

Dari berbagai penjelasan tersebut maka penyusun menyimpulkan bahwa filsafat ilmu
merupakan bagian dari filsafat yang mengkaji secara mendalam sitematika, prosedur,
metodelogi untuk memformulasikan sistem yang benar dalam memperoleh kebenaran
ilmiah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan berarti segala sesuatu
yang diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal
(mata pelajaran). Menurut Pudjawidjana (dalam Suriasumantri, 2001), pengetahuan adalah
reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan objek
dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan sebuah objek tertentu. Sedangkan menurut Notoatmodjo yang dikutip oleh
Suriasumantri (2001), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera
terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat,
mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia bersikap dan bertindak.

2. Jenis-Jenis Pengetahuan

Secara umum, ada beberapa jenis pengetahuan menurut (Salam, 1997: 28) yang
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia ada empat, yaitu:
1. Pengetahuan Biasa (Common Sense)
Pada pengetahuan ini diartikan bahwa seseorang memiliki sesuatu dimana seorang
tersebut dapat menerimanya secara baik. Dengan common sense, semua orang sampai
pada keyakinan secara umum tentang sesuatu, dimana meraka akan berpendapat yang

5
sama dari pengalaman sehari-hari yang diperolehnya. Contohnya air dapat dipakai
untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, dan sebagainya.
2. Pengetahuan Ilmiah (Science)
Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistemasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan
pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran
secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode, diperoleh melalui
observasi, eksperimen, dan klasifikasi.
3. Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan Filsafat lebih menekan pada universalitas dan kajian yang dalam tentang
sesuatu. Misalnya, kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan
rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya
memberikan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung
tertutup menjadi longgar sekali.
4. Pengetahuan Agama
Pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya yang bersifat
mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung
beberapa hal pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan atau
hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia atau hubungan
horizontal.

3. Sumber Pengetahuan

Menurut Louis O. Kattsoff (2004) menunjukkan ada lima aliran metodis untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan, yaitu: Empirisme, Rasionalisme, Fenomenalisme,
Intusionisme, dan Metode ilmiah.
1. Empirisme
Penganut aliran ini mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh dengan
melalui pengalaman. Hal ini berangkat dari pertanyaan tentang bagaimanakah orang

6
mengetahui es membeku ? dan rata-rata jawaban yang dikemukakan adalah “karena
saya melihat yang demikian itu adanya”, atau karena ilmuan mengetahui
kenyataannya memang demikian. Sehingga Jhon Locke, bapak empiris mengatakan
bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan
kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalam
indrawi. Dan seluruh pengetahuan itu diperoleh dengan jalan menggunakan serta
membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan dan dan refleksi sederhana
tersebut.
2. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu terletak pada akal.
Rasionalisme tidak menyangkal adanya pengalaman, akan tetapi pengalaman hanya
dilihat sebagai perangsang bagi pikiran asionalisme meyakini bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak dalam ide bukan di dalam barang/sesuatu. Sehingga rasionalisme
mengatakan bahwa sumber pengetahuan itu terletak pada akal. Bukan rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, tetapi ia dipandang tidak lebih dari hanya sekedar
perangsang akal.
3. Fenomenalisme
Fenomenalisme merupakan suatu pengetahuan yang mensintesakan antara apriori
dengan aposteriori. Kant sebagai bapak perintis metode ini menyatakan bahwa
sesuatu itu dapat merangsang inderawi, kemudian diterima oleh akal dalam bentuk
pengalaman, dan dihubungkan sesuai dengan kategori-kategori pengalaman, dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Dengan demikian, setiap orang
tidak dapat memiliki pengetahuan tentang sesuatu sesuai dengan keadaannya sendiri,
melainkan hanya seperti sesuatu seperti yang nampak kepadanya, yang disebut
dengan pengetahuan yang menggejala (phenomenom).
4. Intuisionisme
Dalam hal ini ada ungkapan komparasi tentang pengetahuan yaitu pengetahuan
mengenai (knowing about) dan “pengetahuan tentang” (knowledge of) ”pengetahuan
mengenai”. Pengetahuan ini dinamakan pengetahuan diskursif atau pengetahuan
simbolis dan pengetahuan ini ada perantaranya. Pengetahuan tentang, disebut dengan

7
pengetahuan langsung atau pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut diperoleh
secara langsung. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi tidak dapat dibuktikan
seketika melalui kenyataan, karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengalaman
terlebih dahulu. Pemakaian metode intuitif secara tunggal dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan yang tidak masuk akal. Hal ini dapat dikendalikan dan dihindari apabila
dicek dengan akal dan indera
5. Metode Ilmiah
Metode ini mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti yang sudah
digunakan dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi
oleh seorang ilmuan. Unsur pertama dalam metode ini, sejumlah pengamatan yang
dipakai dasar untuk merumuskan masalah. Bila ada suatu masalah dan sudah diajukan
satu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan itu
dinamakan “hipotesa. Jika hipotesa telah diusulkan, maka perlu diverifikasi atau perlu
bahan-bahan bukti. kajian terhadap hipotesa dimulai dengan pengamatan yang
dilakukan secara hati-hati, sistematis, dan secara sengaja terhadap ramalan-ramalan
yang disimpulkan dari hipotesa tertentu.

B. ILMU PENGETAHUAN
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan kamus besar Oxford Dictionary bahwa ilmu didefinisikan sebagai


aktivitas intelektual dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku
dari dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan”. The Liang Gie (dalam
Cecep, 2007) mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari
penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai
dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Lorens Bagus (1996)
mengutip pendapat Arthur Thomson yang mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-
fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang
sangat sederhana. Bahan yang dikutip oleh Kunto Wibisono (1997) mendefinisikan ilmu

8
pengetahuan memiliki enam komponen yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas,
kesimpulan, dan pengaruh.
Menurut Notoatmodjo (2003), ilmu pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Secara garis besar
menurut domain tingkat ilmu pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi:
mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi.
Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik
melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat simpulkan bahwa, ilmu pengetahuan
merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan
konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengamalan.

2. Hakikat Ilmu Pengetahuan

Ilmu adalah pengetahuan. “Pengetahuan Ilmu” yang dimaksud yaitu pengetahuan


yang pasti, eksak, dan betul-betul terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berdasakan
kenyataan dan tersusun baik. Apa isi pengetahuan ilmu itu? Ilmu mengandung tiga
kategori, yaitu hipotesis, teori, dan dalil hukum.
Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha mencapai
generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit atau belum
cukup, ilmuwan membina hipotesis. Hipotesis ialah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah
data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan pada hipotesis. Apabila data itu
mensahihkan (valid) atau menerima hipotesisi, hipotesisi menjadi tesis atau hipotesis
menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang umum maka ia menjadi dalil dan bila
teori memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap maka ia menjadi hukum.
Menurut Swantara (2015), Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diolah
kembali dan disusun secara metodis, sistematis, konsisten dan koheren. Agar pengetahuan
menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi harus dipilah dan disusun secara metodis, sistematis
serta konsisten. Tujuannya agar bisa diungkapkan kembali secara lebih jelas, rinci dan

9
setepat-tepatnya. Metodis, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan
menggunakan metode tertentu, tidak serampangan. Sistematis, berarti dalam usaha
menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan
langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang
terpadu. Koheren, berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan
rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).
Sering ditemukan kerancuan antara pengertian pengetahuan dan ilmu. Keduanya
dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum
menjadi kata majemuk yang mengandung arti sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Dari asal
katanya kita dapat ketahui bahwa pengethuan diambil dari kata Bahasa Inggris yaitu
knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari kata Bahasan Arab
alima (ilm). Untuk memperjelas pemahaman perlu dibedakan antara pengetahuan yang
bersifat pra ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang bersifat pra ilmiah ialah
pengetahuan yang belum memenuhi syarat ilmiah pada umumnya. Sebaliknya pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah. Pengetahuan
pertama disebut pengetahuan biasa dan pengetahuan kedua disebut pengetahuan ilmiah.
Perbedaan pengetahuan dan ilmu terlihat dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya.
Jika ilmu adalah bagian dari pengetahuan tentang sesuatu bidang tertentu yang disusun
secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, sedangkan pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui (KBBI, 2008). Jadi ilmu sifatnya lebih luas dan
mempunyai fondasi yang kuat dalam segala aspeknya

3. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan

Menurut The Liang Gie dalam Surajiyo (2008), ilmu pengetahuan mempunyai lima
ciri pokok, yaitu:
1) Empiris; pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.

10
2) Sistematis; berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan
itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3) Objektif; ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan
pribadi.
4) Analitis; pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam
bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari
bagian-bagian itu.
5) Verifikatif; dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.

Van Melsen mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu, yaitu sebagai
berikut:
1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis
koheren.
2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab
ilmuwan.
3) Universalitas ilmu pengetahuan.
4) Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif.
5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu, ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6) Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung
pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
7) Kritis, artinya tidak ada teori yang difinitif; setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan
kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori
dengan praktis.

4. Objek Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat
dikatakan ilmu pengetahuan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Mudhofir

11
(2005) syarat -syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek formal. Setiap
bidang ilmu pengetahuan baik itu ilmu khsusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi ke
dua objek tersebut. Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran
sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu yang dipelajari. Objek material mencakup hal
konkrit misalnya manusia, tumbuhan, batu, ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide,
nilai-nilai, dan kerohanian. Objek formal adalah cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya, misalnya objek
materialnya adalah ‘’manusia’’ maka manusia ini dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya: psikologis,
antropologi, sosiologi.
Demi objektivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah ini
menurut Hartono dkk (1990) dapat diwujudkan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Ilmu harus mempunyai objek; ini berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan
dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
2) Ilmu harus mempunyai metode; ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang
objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
3) Ilmu harus mempunyai sistematis; ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman,
objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
4) Ilmu bersifat universal; ini berarti bahwa kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak
mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu berlaku umum.

5. Jenis-Jenis Ilmu Pengetahuan

Sebuah kategori penggolongan jenis ilmu yang banyak dikemukakanoleh para ahli
Penggolongan ilmu sebagaimana dikutip dari Surajiyo (2008) sebagai berikut:
a. Ilmu Formal dan Ilmu Nonformal
Suatu ilmu disebut Ilmu Formal karena ilmu ini dalam seluruh kegiatannya tidak
bermaksud menyelidiki data-data inderawi yang konkret. Misalnya matematika dan
filsafat. Suatu ilmu disebut Ilmu Nonformal karena di dalam ilmu ini pengalaman

12
inderawi memainkan peranan sentral/utama. Ilmu ini dalam seluruh kegiatannya
berusaha menyelidiki secara sistematis data-data inderawi yang konkret. Misalnya ilmu
hayat, ilmu alam, dan ilmu manusia.
b. Ilmu Murni dan Ilmu Terapan
Ilmu Murni adalah ilmu yang bertujuan meraih kebenaran demi kebenaran (teoretis).
Misalnya matematika dan metafisika. Ilmu Terapan adalah ilmu yang bertujuan untuk
diaplikasikan atau diambil manfaatnya (praktis). Misalnya ilmu kedokteran, teknik,
hukum, ekonomi, psikologi, sosiologi, administrasi, dan ekologi.
c. Ilmu Nomotetis dan Ilmu Idiografis
Ilmu Nomotetis adalah ilmu yang objek pembahasannya merupakan gejala pengalaman
yang dapat diulangi terus-menerus dan hanya merupakan kasus-kasus yang mempunyai
hubungan dengan suatu hukum alam. Termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-ilmu alam,
yang objek pembahasannya adalah benda alam atau gejala alam, yang didekati dengan
cara menerangkan. Ilmu Idiografis adalah ilmu yang objek pembahasannya merupakan
objek yang bersifat individual, unik, yang hanya terjadi satu kali dan mencoba
mengerti atau memahami objeknya menurut keunikannya itu. Termasuk dalam ilmu ini
adalah ilmu-ilmu budaya, yang objek pembahasannya adalah produk manusiawi, yang
didekati dengan cara mengerti atau memahami.
d. Ilmu Deduktif dan Ilmu Induktif
Suatu ilmu disebut Ilmu Deduktif karena semua pemecahan yang dihadapi dalam ilmu
ini tidak Misalnya matematika. Sedangkan suatu ilmu disebut Ilmu Induktif apabila
penyelesaian masalah-masalah dalam ilmu yang bersangkutan didasarkan atas
pengalaman inderawi (empiris). Misalnya ilmu alam.

Van Melsen membedakan llmu pengetahuan menjadi ilmu-ilmu empiris (ilmu alam,
ilmu sejarah, ilmu-ilmu manusia) dan ilmu-ilmu nonempiris (matematika dan filsafat).
a. Ilmu alam
Ilmu alam ini melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang dapat diinderawi
secara langsung. Data inderawi ini harus dimengerti sebagaimana tampaknya. Hal ini

13
dapat dilakukan melalui observasi ilmiah yang memiliki objektivitas pada objek. Ilmu
alam menyelidiki kenyataan konkret menurut aspek-aspeknya yang dapat diulangi.
b. Ilmu sejarah
Ilmu sejarah yang dimaksud adalah ilmu yang menyangkut sejarah manusia. Ilmu
sejarah ini menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan manusiawi,
yang dapat juga diungkapkan melalui peninggalan-peninggalan fisis. Karena sejarah
meliputi semua kejadian yang pernah berlangsung, akibatnya ilmu sejarah ini tidak
bias mengadakan eksperimen.
c. Ilmu-ilmu manusia
Ilmu ini juga disebut ilmu-ilmu tingkah laku (behavioral science) atau ilmu-ilmu
sosial. Ilmu-ilmu manusia ini diberi tempat tersendiri di samping ilmu sejarah dan
ilmu alam, karena ilmu sejarah maupun ilmu manusia menyangkut perbuatan serta
tingkah laku manusia. Di samping itu, ilmu manusia juga mempunyai persamaan
dengan ilmu alam, dengan usahanya untuk menemukan secara khusus aspek-aspek
yang dapat diulangi.
d. Matematika
Matematika merupakan ilmu non-empiris dan dalam bentuk abstrak yang juga
mempunyai peranan penting dan dapat diterapkan bagi ilmu-ilmu empiris. Karena
keabstrakan matematika ini, ia menyediakan berbagai struktur formal bagi ilmu-ilmu
lain.
e. Filsafat
Filsafat juga merupakan ilmu non-empiris, yang berfungsi sebagai kerangka
sistematis yang umum, mengingat adanya pandangan bahwa filsafat sebagai induk
semua ilmu lain. Dalam keanekaragaman ilmu ini perlu diteruskan pencarian jawaban
atas pertanyaan yang pada awal mulanya dikemukakan oleh filsafat.

6. Kriteria Kebenaran Ilmu Pengetahuan

Berfikir adalah suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran. Apa yang
disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan

14
suatu kriteria atau ukuran kebenaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Kebenaran berarti keadaan yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Atau
sesuatu yang sungguh benar – benar ada. Sementara Kriteria berarti ukuran yang menjadi
dasar penilaian atau ketetapan sesuatu. Berikut penjabaran kriteria kebenaran menurut
Suriasumantri (2003).
1. Teori Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau teori
saling berhubungan. Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa kebenaran
tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide – ide yang sebelumnya
telah diakui kebenarannya.
2. Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realistis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika tidak
maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar
itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan
realitas, yang serasi dengan situasi aktual.
3. Teori Pragmatis (pragmatic theory)
Teori ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila
memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.

C. PENGETAHUAN ILMIAH
1. Pengertian Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah merupakan langkah pengembangan dari epistemologi. Menurut
Popper yang dikutip oleh Alfon Taryadi (1991), menyatakan bahwa studi terhadap
pengetahuan ilmiah merupakan studi yang paling bermanfaat dan bagus untuk mempelajari
pertumbuhan pengetahuan pada umumnya, sebab pengetahuan ilmiah adalah merupakan
pertumbuhan dari pengetahuan sehari-hari yang tertulis secara garis besar. Selain itu,
problem yang paling menarik dalam epistemologi adalah problem pertumbuhan

15
pengetahuan, terutama pertumbuhan pengetahuan ilmiah, yang akan tak terjangkau oleh
studi-studi pengetahuan biasa sehari-hari. Dengan demikian, Popper mengidentikkan
pengetahuan ilmiah dengan epistemologi.
Pengetahuan sehari-sehari itu merupakan pengatahuan yang hanya berdasarkan pada
trial and error. Ia merupaka hasil dari uji coba yang hanya dicoba-coba sehingga
pengatahuan sehari-hari itu tidak akan dapat dipahami, manakala riset dipandang secara
ekslusif lewat revolusi-revolusi yang adakalanya dihasilkan oleh riset. Adapun pernyataan
yang membuat pengetahuan itu menjadi pengetahuan ilmiah (The Liang Gie, 2007) adalah :
a. Deskripsi
Deskripsi yaitu memberikan pernyataan bersifat deskriptif dengan menjelaskan
bentuk-bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari segala fenomena.
b. Preskripsi
Pernyataan ini memberikan petunjuk-petunjuk atau ketentuan ketentuan mengenai
apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan
objek sederhana itu. Bentuk-bentuk ini banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu sosial, dan
ilmu-ilmu pendidikan yang meliputi tata cara mengajar dikelas.
c. Eskposisi pola
Bentuk ini merangkum banyak pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola
dalam sekumpulan sifat, ciri, kecendrungan, atau proses lainnya dari fenomena yang
sedang ditelaah. Misalnya dalam antropologi dapat dipaparkan pola-pola kebudayaan
berbagai suku bangsa atau dalam sosiologi dibeberkan pola-pola perubahan
masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan
d. Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merupakan pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau
menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang dibutuhkan pertumbuhan sesuatu
hal pada masa lampau yang jauh baik secara alamiah atau karena campur tangan
manusia. Cabang-cabang ilmu khusus yang banyak mengandung bentuk pernyataanm
ini misalnya adalah historiografi, ilmu purbakala, dan paleontologi.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode
ilmiah. Metode keilmuan adalah merupakan bentuk kombinasi daari pola rasionalisme dan

16
empirisme. Metode keilmuan muncul sebagai usaha untuk mengatasi kelemahan dari pola
rasionalis maupun pola empiris, dan dimanfaatkan sumbangan positifnya.

2. Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu metode atau cara untuk memecahkan suatu masalah
dengan langkah-langkah tertentu, sistematis, logis dan empiris. Hal ini mengandung arti
bahwa langkah-langkah yang dilakukan harus sesuai urutannya, tidak boleh dibolak balik.
tiap langkah yang dilakukan saling berkaitan atau berhubungan, bisa diterima secara logika
dan dilakukan berulang-ulang.
Metode ilmiah digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Metode ilmiah mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) Ilmuwan melakukan
pengamatan dan membuat hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam; (2)
prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis diuji dengan melakukan percobaan atau
eksperimen; (3) hipotesis yang telah lolos uji berkali-kali dapat menjadi teori ilmiah.
Menurut Swantara (2015) Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang
digunakan oleh para ilmuwanuntuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini
menggunakan langkah-langkah yangsistematis, teratur dan terkontrol. Pelaksanaan metode
ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:
1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada
pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun
berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah
pustaka.
4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk
menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang
objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan
dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).

17
6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil
percobaanperlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung
hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar
melalui persentuhan objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang
terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.Terdapat
beberapa metode dalam memperoleh ilmu pengetahuan, di antaranya adalah dengan
metode rasionaslime, empirisme, fenomenalime, intusionalisme, dan metode ilmiah.
2. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan tentang sesuatu bidang tertentu yang disusun
secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu,
3. Pengetahuan ilmiah dapat dinyatakan dengan melalui beberapa tahapan yaitu
diskripsi, priskripsi, rekonstruksi pola, dan rekonstruksi historis.
4. Metode ilmiah merupakan suatu metode atau cara untuk memecahkan suatu
masalah dengan langkah-langkah tertentu, sistematis, logis dan empiris. Unsur-
Unsur dalam metode ilmiah sebagai suatu penelitian ilmiah antara lain dengan
melalui beberapa prosedur, di antaranya aadalah perumusan masalah, mengajukan
hipotesis, menguji hipotesis dengan fakta empiris, dan mengambil kesimpulan.

19
DAFTAR RUJUKAN

Bagus, Loren. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


Burhanuddin Salam. 2000. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Cecep. Sumarna. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi
Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Gie, The Liang. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Cet. IV. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Gie, The Liang. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Gunawan Imam. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik Cet. IV. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Hatta, Mohammad. 1979. Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, Cetakan VI. Jakarta:
Mutiara.
Homby. 1984. Oxford Advanced Learner Dictionary Of Current English (p. 136). Oxford
University Press. New York.
Kasmadi, Hartono dkk. 1990. Filsafat Ilmu. Semarang: IKIP Semarang Press.
Louis O. Kattsoff. 1987. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1987.
Notostmojo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Mudhofir, A. 2005. Pengenalan Filsafat. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
Poedjawijatna. 1994. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil. Jakarta: Rineka Cipta.
S, Soejono. 1978. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Nurcahya.
Suriasumantri, J. S, Ilmu Dalam Perspektif. 2001. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Modern dan Islam. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar
Harapan
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

20
Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Swantara, I. M. D. 2015. Diktat Kuliah Filsafat Ilmu 2. Bali: universitas udayana
Taryadi, Alfon. 1991. Epitemologi Pemecahan Masalah menurut Karl. R. Popper. Jakarta:
PT Gramedia Utama
Van Melsen. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. (terj. K. Bertens).
Jakarta: Gramedia.
Van Peursen, C.A.. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, terj.
J.Drost. Jakarta: Gramedia.
Wibisono, Koento S. et.al. 1997. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan. Klaten: Intan Pariwara.

21

Anda mungkin juga menyukai