Anda di halaman 1dari 12

MANTIQ DAN HUKUM MEMPELAJARINYA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Logika Bahasa

Dosen Pengampu:
Dr. Faedurrohman, M.PD.I

Disusun Oleh:

Dwi Putri Lestari

NIM.1988204029

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMAMDIYAH TANGERANG

2020 - 2021
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT, yang mengusai sekalian alam. Sholawat dan salam semoga
tercurah pada baginda kita Nabi Muhammad SAW. Dan segenap keluarganya, sahabatnya, dan
segenap para umatnya.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ilahi yang telah memberikan nikmat dan
kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Mantiq dan
Hukum Mempelajarinya“. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Logika
Bahasa. Selain itu, penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah
pengetahuan tentang Logika Bahasa.

Meskipun Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik
untuk makalah ini, namun penulis sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan maupun
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik, serta masukan yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan.

Tangerang, 27 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3


A. Pengertian Ilmu Mantiq ................................................................................................. 3
B.Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq .................................................................................. 4

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 7


A. Kesimpulan ................................................................................................................... 7
B. Saran ............................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi akal pikiran benar-benar
menganjurkan umatnya untuk melakukan apapun dengan landasan ilmiah yang memiliki
akurasi data yang baik dan benar. Sehingga ditemukan pemahaman “BAL” dalam
bertindak; Benar-Akurat-Lengkap. Filsafat melalui salah satu cabangnya, memberikan
jalan keluarnya dengan istilah logika yang juga banyak dikenal di dunia Islam dengan
istilah mantiq, yang juga memiliki cabang alat berfikir runtut yang dikenal dengan
silogisme.
Kaidah-kaidah logika merupakan aturan-aturan berfikir yang terpatri dalam hati
manusia untuk menjaga dari kesalahan dalam menyimpulkan sesuatu (istidlal).
Dikarenakan fungsinya yang menjaga fikiran dari kesesatan inilah Ibn Khaldun (w. 808 H)
dalam Muqaddimah menyebutnya dengan istilah “pembatas pemikiran” (al-dlabithah al-
fikriyah). Menurut Ibn Khaldun manthiq adalah sesuatu yang menjaga dan meluruskan
naluri berfikir sehingga sesuai antara substansi dengan bentuknya.1
Ilmu Mantiq atau ilmu logika tidak dikenal dunia Islam sampai dengan abad kedua
hijriyah, tepatnya di masa Daulah Abbasiyah. Hal ini tidak begitu mengherankan. Dalam
sebuah kuliah umum di Universitas San-Yat Sun, Guangzhou, Republik Rakyat China,
Prof. Aref Al-Attari memaparkan tentang penyebab hal tersebut. Pada masa Rasulullah
SAW dan Khulafa Ar-Rasyidun umat Islam masih disibukkan dengan berbagai agenda
pembangunan negara dan peletakan dasar-dasar ajaran Islam. Di masa kenabian dan awal
Islam, masyarakat Muslim juga belum banyak terpengaruh budaya dan peradaban negara-
negara di luar wilayah mereka. Dalam keadaan yang seperti itu, bisa dikatakan filsafat
belum dibutuhkan oleh kaum Muslimin.
Saat ajaran-ajaran tauhid Islam mulai berbenturan dengan berbagai ajaran-ajaran
lain di luar Islam. Maka umat Islam merasakan kebutuhan mendesak akan ilmu mantiq
untuk membangun rasionalitas ajaran Islam agar bisa bertahan dari berbagai serangan
pemahaman-pemahaman dari luar Islam. Ilmu mantiq pada saat itu menjadi sangat penting

1
Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, 535

1
untuk membentuk satu disiplin ilmu yang berkonsentrasi pada kaidah-kaidah keyakinan
dan tauhid, yaitu ilmu kalam.
Pada makalah yang sudah saya susun ini akan membahas sedikit banyak nya
mengenai definisi ilmu Mantiq dan hukum mempelajarinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mantiq?
2. Apa hukum mempelajari Ilmu Mantiq?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Mantiq.
2. Mengetahui hukum mempelajari Ilmu Mantiq.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mantiq


Mantiq berasal dari bahasa arab yang merupakan terjemahan dari kata logika. Menurut istilah
maka diartikan suatu cabang ilmu filsafat yang menentukan penelitian tentang suatu cara berfikir
atau cara mengemukakan alasan-alasan, jika fakta-fakta yang digunakan dalam cara berfikir itu
sebelumnya sudah dikatakan benar. Logika memperhatikan kebenaran suatu cara berfikir tetapi
kurang memperhatikan kondisi psikologis yang mungkin menjadi sebab dari cara berfikir itu. Oleh
karena itu, logika bukanlah suatu ilmu empirik, tetapi juga bersifat normatif.2
Ilmu mantiq adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia ke arah
berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir
secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah. Ilmu mantiq juga merupakan suatu lafadz yang
mempunyai pengertian ganda, pertama, berarti apa yang diketahui (yakni dipercaya dengan pasti
dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan suatu argumentasi yang disebut dalil).
Kedua, yang berarti gambaran yang ada di akal tentang sesuatu seperti kerbau, sapi dan
sebagainya. Dengan menyebut atau mendengar lafadz tersebut, maka dengan sendirinya akal akan
memunculkan suatu gambaran. Lafadz yang ada pada gambaran di akal inilah yang disebut
tasawur.3
Sedangkan mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu bahasa arab
nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang berarti perkataan atau sabda.
Pengertian mantiq menurut istilah ialah:4
1. Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir.
2. Sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang
menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah.
Ilmu diantara fungsinya adalah untuk menyusuri sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau
tidak. Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau tidak
itulah yang disebut mantiq. Dengan begitulah dapat diketahui ilmu tadi benar atau tidak. Jika benar

2
Muhammad Nur, Islam dan Logika Menurut Pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali, Vol. 11, No. 1 (2011), Hal. 2.
3
Abdul Munib, Dinamika Logika, Jurnal Pemikiran & Penelitian Islam, Vol. 7, No. 2 (2020), Hal. 13.
4
Purwanto, Muhammad Roy, Ilmu Mantiq, (Yogyakarta: Universitas Indonesia, 2019), Hal. 8.

3
dengan kenyataan maka dikatakan sidik atau benar. Dan sebaliknya jika salah maka dikatakan batil
walaupun demikian tetap dalam kategori ilmu. Karena mantiq merupakan alat untuk menuju ilmu
yang benar atau karena ilmu yang benar perlu adanya pengarahan mantiq. Jadi, ilmu mantiq
dikatakan ilmu segala yang benar atau sering disebut bapak dari segala ilmu.5
Rumusan Ilmu mantiq menurut Syekh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi:6
ْ‫الْمْنْطْقْْهْوْْقْانْوْنْْتْعْصْمْْمْوْاعْاتهْبتوفيقْهللاْتعالىْالذهنْمنْالخطاءْفيْفكره‬
“Ilmu mantiq adalah tatanan berfikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berfikir
dengan pertolongan Allah SWT”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Al-Quasini:
ْْ‫عْلْمْْيْبْحْثْْفْيْهْْعْنْْالْمْعْلْوْمْاتْْالْتْصْوْرْْيْاتْْوْْالْتْصْدْيْقْيْاتْْمْنْْحْيْثْْأْنْهْاْتْوْصْلْْإْلْىْمْجْهْوْلْْتْصْوْرْي‬
ْ‫أْوْتْصْدْيْقْْأْوْْيْتْوْقْفْْعْلْيْهْاْالْتْوْصْلْْإْلىْذْالْك‬
“Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk mencapai
interaksi dari keduanya, atau sesuatu pemahaman yang dapat mendeskripsikan tashawur dan
tashdiq”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Syekh Aj-Jurjani:
“Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berfikir agar tehindar dari kesalahan, selain
merupakan ilmu kecermatan praktis”.
Semantara itu adapun pengertian berfikir sebagai suatu kerja otak adalah sebagai berikut:
Menyusun berbagai persoalan objek tahu (muqoddimah shugro dan muqoddimah kubro) untuk
memperoleh suatu kesimpulan (natijah) gerakan jiwa dalam memahami objek pikir. Dari ketiga
definisi tersebut yang penuturannya bersifat fungsional dan operasional dapatlah disimpulkan
bahwa ilmu mantiq merupakan ilmu yang membahas suatu tata aturan berfikir benar berkenaan
dengan objek pikir, untuk memperoleh kebenaran. Bisa dikatakan ilmu mantiq adalah satu disiplin
ilmu untuk mengenai cara mengotak-ngatik otak untuk memahami objek pikir agar menemukan
kebenaran yang logis.

B. Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq


Model dan corak ilmu mantiq ada beberapa macam. Hukum mernpelajari cabang ilmu ini
terpilah sesuai corak dan modelnya. Secara garis besar sebagai berikut:

5
Purwanto, Muhammad Roy, Ilmu Mantiq, (Yogyakarta: Universitas Indonesia 2019), Hal. 8.
6
Purwanto, Muhammad Roy, Ilmu Mantiq,... Hal. 9.

4
1. Ilmu mantiq yang murni (tidak terkontaminasi ilmu filsafat) Hukum mempelajari ilmu mantiq
model ini ulama' sepakat memperbolehkan, bahkan masuk kategori fardhu kifayah (kewajiban
komunal). Karena dengan media ilmu mantiq, kerancuan dan keserupaan dalam akidah dapat
dipatahkan. Kecuali bagi mereka yang sudah tidak membutuhkan ilmu mantiq, karena mampu
membentengi diri dengan kemurnian hati dan watak sehat, seperti para sahabat, tabi'in, mujtahid
dan para pengikutnya.

2. Ilmu mantiq yang terkontaminasi ajaran filsafat. Mengenai hukum mempelaiari ilmu mantiq
jenis ini, ulama' terpecah menjadi tiga golongan :
1. Golongan pertama memvonis haram, pendapat ini dipeiopori oleh imam Taqiyuddin Abu
Amr Utsman bin Ash-Sholah dan imam Abu Zakariya Yahya bin Sharaf an-Nawawi.
Beliau berdua menghawatirkan mereka yang menggeluti pendalaman ilmu ini terpengaruh
hatinya dengan aqidah-aqidah yang menyimpang, seperti apa yang terjadi pada orang-
orang Mu'tazillah.
2. Golongan kedua berpendapat, hukum mempelajarinya adalah sunnah. Pendapat ini diusung
oleh sekelompok ulama', di antaranya imam Al-Ghazali dan para pengikutnya. Bahkan Al-
Ghazali memperingatkan, " Barang siapa yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu
mantiq, maka keilmuannyn belum dapat dipertanggung jawabkan". Hal ni dikerenakan
orang tersebut belum mampu membedakan antara ilmu yang benar (shahih) dengan ilmu
yang rusak (fasid). Pendapat kedua ini belum sampai menyatakan bahwa hukum
mempelajarinya mencapai taraf fardhu kifayah . Karena operasionalisasi ilmu-ilmu lain
tidak bergantung pada ilmu mantiq. Dan peran ilmu ini hanya sebatas membantu
memperoleh daya tangkap pemahaman yang sempurna, serta terkadang kesempumaan akal
dapat menggantikan peran dan manfaatnya.
3. Golongan ketiga berpendapat, hukum mempelajarinya diperbolehkan bagi orang-orang
yang memiliki akal dan daya nalar sempurna, serta membiasakan diri mengamalkan
kandungan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena orang-orang tersebut dinilai mampu
membentengi akidah mereka. Sehingga mempelajari akidah sesat dan menyimpang bagi
mereka tidak membahayakan. Berbeda halnya dengan orang-orang bodoh, mereka akan
sulit menepis kerancuan dan keserupaan akidah, hingga akhimya menjadikannya
terpengaruh. Dan resiko yang sama juga mungkin terjadi pada mereka yang berotak cerdas,

5
akan tetapi tidak membiasakan diri mengamalkan kandungan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sebab itulah ulama' melarang untuk mendalami kitab-kitab tauhid yang memuat banyak
kerancuan para filosof, selain bagi mereka yang mencapai taraf mutabahhir (luas ilmu
pengetahuannya).7
Contoh kitab cabang ilmu mantiq yang disusupi ajaran-ajaran filsafat dalam kitab
“‫ي‬ َ ‫ط َوا ِل ُع ْالبَ ْي‬
ْ ‫ضا ِو‬ َ ’ dan contoh kitab mantiq yang masih murni adalah kitab "‫ص ُر السنُ ْو ِس‬
َ َ‫ " ُم ْخت‬dan
“‫”الش ْمسِية‬. 8

7
Ahmad Al-Malawy,Syarh as-Sulam, hlm. 40 - 42
8
Ad-Damanhuri, Idzhah Al-Mubham, hlm. 05

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu mantiq adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia ke arah
berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir
secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah. Ilmu mantiq juga merupakan suatu lafadz yang
mempunyai pengertian ganda, pertama, berarti apa yang diketahui (yakni dipercaya dengan pasti
dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan suatu argumentasi yang disebut dalil).
Kedua, yang berarti gambaran yang ada di akal tentang sesuatu seperti kerbau, sapi dan
sebagainya. Dengan menyebut atau mendengar lafadz tersebut, maka dengan sendirinya akal akan
memunculkan suatu gambaran. Lafadz yang ada pada gambaran di akal inilah yang disebut
tasawur.
Model dan corak ilmu mantiq ada beberapa macam. Hukum mernpelajari cabang ilmu ini
terpilah sesuai corak dan modelnya. Secara garis besar sebagai berikut:
1. Ilmu mantiq yang murni (tidak terkontaminasi ilmu filsafat) Hukum mempelajari ilmu mantiq
model ini ulama' sepakat memperbolehkan, bahkan masuk kategori t'ardhu kifuyah
(kewajiban komunal).
2. Ilmu mantiq yang terkontaminasi ajaran filsafat. Mengenai hukum mempelaiari ilmu mantiq
jenis ini, ulama' terpecah menjadi tiga golongan :
a. Golongan pertama memvonis haram, pendapat ini dipeiopori oleh imam Taqiyuddin Abu
Amr Utsman bin Ash-Sholah dan imam Abu Zakariya Yahya bin SharaI anNawawi.
b. Golongan kedua berpendapat, hukum mempelaiarinya adalah sunnah. Pendapat ini
diusung oleh sekelompok ulama', di antaranya imam Al-Ghazali dan para pengikutnya.
c. Golongan ketiga berpendapat, hukum mempelajarinya diperbolehkan bagi orang-orang
yang memiliki akal dan daya nalar sempuma, serta membiasakan diri mengamalkan
kandungan A1-Qur'an dan As-Sunnah.

7
B. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah yang kami tulis, kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami dan juga pembaca.
Aamiin.

8
DAFTAR PUSTAKA

Mahrus, Abdullah Kafabihi. Terjemahan Sulam Al-Munawraq. Kediri: Santri Salaf Press, (2012).

Munib, Abdul. Dinamika Logika, Jurnal Pemikiran & Penelitian Islam, Vol. 7, No. 2 (2020).

Nur, Muhammad. Islam dan Logika Menurut Pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali, Vol. 11, No.

1 (2011).

Purwanto, Muhammad Roy. Ilmu Mantiq, (Yogyakarta: Universitas Indonesia 2019).

Anda mungkin juga menyukai