Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN MENJADI ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Berpikir Kritis


Dosen Pengampu: Bd. Lola Noviani Fadilah SST., M.Keb

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Ananda Ageng Siti F P17324120508


Astrid Labibah P17324120509
Cantika Siti P17324120510
Fanny N P17324120511
Feranisa Ramdania P17324120512
Fitri Faridah P14324120513
Hana Febrina P14324120514

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN KEBIDANAN PRODI PROFESI KEBIDANAN

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Perkembangan Ilmu Menjadi Pegetahuan ”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Berpikir Kritis

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih terutama kepada Bd. Lola
Novani Fadilah SST., M.Keb sebagai dosen pengampu, juga kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi,
bermanfaat maupun inpirasi untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan terhadap pembaca.

Bandung, 15 Januari 2021

Penyususun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan ……….....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ………....................................................................................3
2.1 Konsep Logika...................................................................................................3
2.2 Konsep Penalaran ………………………………………………………….. .8
2.3 Berfikir Deduktif dan Induktif ……………………………………………….. 9
BAB III KESIMPULAN....…………............................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bila ditinjau dari jenis katanya 'pengetahuan' termasuk dalam kata
benda, yaitu kata benda jadian yang tersusun dari kata dasar 'tahu' dan
memperoleh imbuhan 'pe - an', yang secara singkat memiliki arti 'segala
hal yang berkenaan dengan kegiatan tahu atau mengetahui. Pengertian
pengetahuan mencakup segala kegiatan dengan cara dan sarana yang
digunakan maupun segala hasil yang diperolehnya. Untuk memahami lebih
mendalam tentang pengertian 'pengetahuan', kita perlu memamahi
tindakan 'mengetahui'. Sebagaimana kegiatan yang dilakukan oleh
manusia memiliki akibat atau hasil, demikian pula tindakan 'mengetahui'
tentu saja juga menghasilkan sesuatu, yaitu 'pengetahuan'.(Asy’ari, 1999)

Pada dasarnya pengetahuan manusia sebagai hasil kegiatan


mengetahui merupakan khasanah kekayaan mental yang tersimpan dalam
benak pikiran dan benak hati manusia. Pengetahuan yang telah dimiliki
oleh setiap orang tersebut kemudian diungkapkan dan dikomunikasikan
satu sama lain dalam kehidupan bersama, baik melalui bahasa maupun
kegiatan; dan dengan cara demikian orang akan semakin diperkaya
pengetahuannya satu sama lain. Selain tersimpan dalam benak pikir dan
atau benak hati setiap orang, hasil pengetahuan yang diperoleh manusia
dapat tersimpan dalam berbagai sarana, misalnya: buku, kaset, disket,
maupun berbagai hasil karya serta kebiasaan hidup manusia yang dapat
diwariskan dan dikembangkan dari generasi ke generasi berikutnya. Dari
usaha manusia secara langsung maupun hasil komunikasinya satu sama
lain, pengetahuan setiap orang diharap semakin lama semakin
berkembang. Pengetahuan manusia berkembang dari lingkup sempit dan
berjumlah sedikit ke lingkup yang semakin luas dan semakin banyak, dari
tingkat sederhana ke tingkat yang semakin kompleks dan semakin
terperinci, dari pengetahuan yang samar-samar dan kabur ke tingkat
pengetahuan yang semakin terang dan jelas. (Asy’ari, 1999)

Kini perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin terang dan jelas


berkembang menjadi logika. Logika pada saat sekarang ini sangat pesat
sekali dan hampir setiap saat ada teori-teori baru logika yang tidak dapat

1
2

diuraikan keseluruhan. Logis atau logika berasal dari kata Yunani kuno
“logos” yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat
kata dan dinyatakan lewat bahasa (Poespoprodjo, 2011). Logika adalah
ilmu berpikir (Solso, 2007). Sedangkan menurut Maran (2007), logika
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus
(tepat). Logika sebagai ilmu pengetahuan merupakan kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga membentuk suatu
kesatuan serta memberikan penjelasan tentang metode-metode dan
prinsip-prinsip pemikiran yang tepat. Sedangkan logika sebagai kecakapan
merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum
pemikiran yang tepat dalam praktik. Berdasarkan beberapa pendapat yang
telah diuraikan mengenai definisi logis, maka logis dapat diartikan sebagai
hasil pemikiran dari seseorang yang dapat diutarakan melalui kata dan
dinyatakan melalui bahasa. Logika pada dasarnya dibedakan antara logika
deduktif dan logika induktif, adapun yang akan diuraikan dalam kesatuan
beberapa modul ini hanya logika deduktif, dan yang berlaku pada saat
sekarang ini bukan logika selogistik atau juga bukan logika tradisional,
yang sering disebut dengan logika modern atau logika simbolik (Mustofa,
2016). Logika modern menggunakan teori himpunan sebagai pangkal dan
sekaligus sebagai bentuk penalarannya. (Bakri Noor Muhsin, 2007)

Dalam pembahasan ini kita mencoba memperoleh gambaran


perkembangan ilmu pengetahuan yang terdiri dari konsep logika dan
konsep penalaran. Selanjutnya kita mencoba menjelaskan materi tersebut
sebagai perkembangan ilmu pengetahuan yang terus berjalan.

1.2. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Logika


2. Untuk Mengetahui Konsep Penalaran
3. Untuk Mengetahui Pola Pikir Deduktif dan Induktif
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Logika


2.1.1 Pengertian Logika
Logika adalah suatu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang
aturan-aturan, asas-asas, hukum-hukum dan metode atau prosedur
dalam mencapai pengetahuan secara rasional dan benar, juga
merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan dengan
menggunakan akal pikiran, kata dan bahasa yang dilakukan secara
sistematis. (Sobur, 2015)
Menurut K. Prent C.M.T Adisubrata dalam Mundiri mengatakan
bahwa logika adalah berasal dari bahasa Latin “logos” yang berarti
perkataan atau sabda (Mundiri, 2008). Kemudian menurutnya juga
istilah lain sering juga disebut mantiq, berasal dari kata Arab yang
diambil dari kata nataqa yang berarti berkata atau berucap.
Kemudian George F. Kneller dalam buku Logic of Lenguage
Education, dalam Susanto mendefinisikan logika disebut sebagai
penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode berpikir benar (correct
reason) (Susanto, 2011). Sedangkan menurut Irving M. Copi dalam
Mundiri memaknai kata logika adalah ilmu yang mempelajari metode
dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang
betul dan penalaran yang salah (Mundiri, 2008). Selanjutnya hampir
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Irving W. Poespoprodjo dalam
Susanto memberikan definisi logika yakni, “Logika menunjukkan,,
meletakkan, menguraikan dan membuktikan hukum-hukum dan aturan-
aturan yang akan menjaga kita agar tidak terjerumus dalam kekeliruan.
(Susanto, 2011).
Bahasa dan pemikiran tidak dapat dipisahkan dari hasil bernalar
seseorang. Penggunaan bahasa diyakini dapat memanisfestasikan
pemikiran abstrak kita yang dapat tertuang dalam karya ilmiah. Bisa
atau tidaknya pemikiran yang tertuang dalam bahasa tergantung orang
tersebut. Penalaran yang baik mampu membuat rangkaian kata-kata
yang mudah pembaca pahami. Penalaran disini mampu berfikir kritis,
logis, serta ajeg.
Hubungan pikiran dengan bahasa dikenal dengan inner speech dan
external speech. Inner speech merupakan suatu ujaran, yakni pikiran
4

yang berkaitan dengan kata. Kata-kata itu lenyap pada saat fikiran itu
terbentuk. sedangkan external speech menerangkan bahwa pikiran itu
terwujud dalam kaa kata. (Dardjowidjojo 2003:284).
Menurut piaget, beliau telah melakukan peneliti mengenai
hubungan pikiran dan bahas. Menurutnya ada dua macan modus
pikirian terarah (directed) atau pikiran intelegen (intelligent) dan pikiran
tak terarah atau pikiran austitik (austitic).
Peneliti lain dari abad 18 dan abad 19 oleh seorang Jermanis yang
akhirnya dikembangkan lagi oleh Franz Boas dkk di Amerika. Boas
melihat bahwa cara berfikir seseorang dipengaruhi oleh struktur bahasa
yang menereka pakai (Dardjowidjojo 2003:284).
Berdasarkan peryataan diatas bahwa jalan pikiran seseorang dapat
dilihat dari bagaimana seseorang menggunakan bahasannya. Bahasa yang
digunakan juga menunjukkan bagaiamana seseorang bernalar.
Bahasa adalah sarana bernalar. Bagaimana seseorang
berbahasan, termasuk menulis, akan mencerminkan jalan pikirannya
(Akhidah 2001). Sehubungan dengan pembahasa bernalar, keraf
(1982) dan Moeliono (1989) menegaskan bahwa penalaran adalah
proses berfikir dengan menghubung hubungkan bukti, fakta, petunjuk,
eviden, atau hal lainnya yang bisa dapat dijadikan bahan bukti untuk
menarik kesimpulan. Umumnya, penalaran bisa dilakukan dengan dua
cara, yaitu induktif dan deduktif.
Tidak semua penalaran itu bersifat ilmiah. Hal ini dikarenakan pikiran
manusia tidak harus selalu dapat dibutikan kebenarannya. Hal ini
biasannya dikarenakan dari pengalaman yang tidak bisa dibuktikan benar
atau salah. Lebih kepada budaya yang dianggap benar atau salah
sehingga tidak memungkinkan dilakukan uji kebenaran (Ahlisna, 2019).

2.1.2 Sejarah Perkembangan Logika


Berdasarkan sumber yang ada, awal munculnya logika tidak dapat
ditetapkan kepastiannya. Namun menurut Betrand Russel dalam bukunya,
“History of Western Philosophy” menjelaskan bahwa kata logika untuk
pertama kali dipergunakan oleh Zeno dari Citium. Russel juga menjelaskan
bahwa Socrates, Plato dan Aristoteles merupakan perintis lahirnya ilmu
logika. Kemudian berbeda dengan K. Bertens menyatakan bahwa logika
pertama muncul pada masa Cicero (abad ke-1 SM) yang dimaknai sebagai
seni berdebat, kemudian setelah itu pada
5

masa Aristoteles baru dikenal dengan kata ‘analitika’ yang bertugas


menyelidiki argument-argumen yang bertolak dari keputusan-keputusan
yang benar (Susanto, 2011).
Aristoteles membagi ilmu pengetahan atas tiga golongan, yaitu
ilmu pengetahuan praktis yang meliputi etika dan politika, produktif yang
menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya
(Teknik dan kesenian) dan teoretis yang mencakup bidan fisika,
matematika dan filsafat pertama. Logika tidak termasuk ilmu
pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai
persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah.
Setelah Aristoteles meninggal, Aristoteles meninggalkan naskah-
naskah ajarannya mengenai penalaran, yang oleh muridnya dihimpun
menjadi satu dan diberi nama Organon. Enam naskah tersebut adalah
categorie, mengenai pengertian-pengertian, de interpretatiae mengenai
keputusan-keputusan, Analitica Priora tentang silogisme, Analitica
posterior mengenai pembuktian, topica mengenai berdebat dan De
Sophisticis Elenchis mengenai kesalahan-kesalahan berpikir.
Theoprostus mengembangkan logika Aristoteles ini, sedangkan kaum
STOA mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis. Buku-buku
inilah yang menjadi dasar logika tradisional.
Di abad II Hijriyah, pada masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani ke
dalam dunia Arab, logika merupakan bagian yang amat menarik minat
kaum muslimin, dan kemudian secara meriah dipelajari di kalangan
luas. Filsuf al-Kindi, mempelajari dan menyelidiki Logika Yunani secara
khusus dan studi ini dilakukan lebih mendnalam oleh al-Farabi. Ia
mengadakan penyelidikan mendalam atas lafal dan menguji kaidah-
kaidah Mantiq dalam preposisi-preposisi kehidupan sehari-hari untuk
membuktikan benar salahnya. Selanjutnya logika mengalami masa
dekadensinya yang panjang. Logika menjadi sangat dangkal dan
sederhana sekali. Masa itu dipergunakan buku-buku logika seperti
Isagoge dari Porphirius, Fons Scientie dari John Damascenus, buku-
buku komentar logika dari Bothius, buku sistematisasi logika dari
Thomas Aquinas, kesemuanya mengembangkan Logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai abad XV, munculah Petrus Hispanus, Roger
Bacon, Raymundus Lullus dan Wilhelm Ocham mengetengahkan Logika
yang berbeda sekali dengan metode Aristoteles yang kemudian kita kenal
dengan Logika Moderen. Raymundus Lullus mengemukakan
6

metode baru logika yang disebut Ars Magna, semacam aljabar


pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran-kebenaran
tertinggi. Kemudian pada adad XVII dan XVIII, W. Leibnitz menyusun
logika aljabar untuk membuat sederhana pekerjaan serta memberi
kepastian, dan Emanuel Kant menemukan Logika Transdental yang
menyelidiki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas
pengalaman. Pada abad XIX Logika dipandang sebagai sekedar
peristiwa psikologis dan metodis seperti yang diajarkan oleh W. Wund,
J. Dewey dan M. Baldwin.

2.1.3 Ruang Lingkup Logika


Lapangan penyelidikan logika adalah manusia itu sendiri, karena
hanya manusialah yang mampu melakukan aktivitas berpikir. Aspek
berpikir dari manusia inilah yang kemudian disebut dengan istilah objek
material logika. Kepentingan, peranan dan manfaat logika akan terasa
bagi orang-orang yang ingin menyempurnakan proses berpikirnya, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam rangka mempelajari suatu
ilmu tertentu. Dalam bidang keilmuan, sangat jelas tidak ada satupun
ilmu yang tidak menggunakan atau menempuh suatu proses pemikiran,
proses menalar, atau suatu proses logika (Kadir, 2015).
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek
materialnya adalah berpikir, dan obyek formal logika adalah berpikir/
penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Obyek logika menurut
Muhammad Zainuddin dalam Kadir (2015), terdiri dari:
1. Obyek materiil: penalaran/ cara berpikir
2. Obyek formal: hukum, prinsip, asas
3. Produk: produk berfikir (konsep, proposisi yang diekspresikan dalam
bentuk ungkapan lisan atau tulisan)

2.1.4 Kegunaan Logika


Ilmu Mantiq yang bertujuan membimbing manusia ke arah berfikir
benar, logis dan sistematis mempunyai manfaat yang banyak.
Diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Membuat daya fikir menjadi lebih tajam dan berkembang melalui
latihan-latihan berpikir. Oleh karenanyay akan mampu menganalisis
serta mengungkap permasalahan secara runtut dan ilmiah
7

2. Membuat seseorang berpikir tepat sehingga mampu meletakkan


sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu tepat pada
waktunya (berpikir efektif dan efisien)
3. Membuat seseorang mampu membedakan alur piker yang benar
dan alur piker yang keliru, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan
yang benar dan terhindar dari menarik kesimpulan yang keliru
4. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir
secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
5. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan
objektif
6. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir
secara tajam dan mandiri
7. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas sitematis
8. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-
kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan
9. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian

2.1.5 Pembagian Logika


Menurut The Liang Gie (1980) Logika digolongkan menjadi lima
macam, yaitu sebagai berikut:
1. Logika makna luas dan logika makna sempit
Dalam arti sempit, istilah logika dipakai searti dengan logika deduktif
atau logika formal, yaitu mempelajari asas-asas penaran. Sedangkan
dalam arti yang lebih luas pemakaiannya mencakup kesimpulan-
kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem
penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pembahasan
mengenai logika itu sendiri.
2. Logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah logika yang mempelajari asas-asas penalaran
yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurnkan suatu
keismpulan sebagai kepastian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat
betul menurut bentuknya. Logika induktif merupakan logika yang
mempelajari asas penalaran yang benar dari sejumlah hal khusus
sampai pada suatu kesimpulan umum.
3. Logika formal dan logika material
8

Logika formal mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berpikir


yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan
mencapai kebenaran. Logika material mempelajari lansgung
pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan menguji
kenyataan praktik yang sesungguhnya. Logika formal disebut juga
logika minor, sedangkan logika material disebut logika mayor.
4. Logika murni dan logika terapan
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan
aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari
penyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam suatu cabang ilmu dari istirlah yang dipakai. Logika terapan
adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang
ilmu, bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang
mempergunakan bahasa sehari-hari.
5. Logika filsafati dan logika matematik
Logika filsafat dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian
logika yang berhubungan dengan bidang filsafat. Logika matematik
merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar
dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang
khusus dan cermat untuk menghindari makna ganda.

2.2 Konsep Penalaran


2.2.1 Pengertian Penalaran
Menurut Depdiknas, penalaran adalah “cara (perihal)
menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis, proses mental
dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip”.
(Depdiknas, 2008) Sedangkan, Ilmiah berpendapat bahwa penalaran
merupakan cara berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan dari
premis-premis yang ada. Sehingga tidak semua berpikir adalah
bernalar. Kegiatan berpikir yang bukan bernalar misalnya mengingat-
ingat sesuatu dan melamun (Ilmiah 2010)

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran


adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan landasan logika
untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta (premis) yang telah
dianggap benar.
9

2.2.2 Ciri-Ciri Penalaran


Ciri-ciri dari penalaran menurut Rahma 2006 adalah sebagai berikut :
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika
Logika adalah sistem berpikir formal yang di dalamnya terdapat
seperangkat aturan untuk menarik kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa
tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga
disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis, sedangkan berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu.

2. Sifat analitik pada proses berpikirnya.


Logika adalah sistem berpikir formal yang di dalamnya terdapat
seperangkat aturan untuk menarik kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa
tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga
disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis, sedangkan berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu.
a) Penalaran Induktif
Penalaran induktif diartikan sebagai proses berpikir untuk
menarik kesimpulan dari hal-hal spesifik menuju ke hal-hal umum.
b) Penalarab Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses berpikir untuk menarik
kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati atau hal-hal umum
menuju ke hal-hal spesifik

2.2.3 Macam-Macam Penalaran


1. Penalaran Matematika
Selain penalaran deduktif dan induktif, terdapat beberapa jenis
penalaran yang lain. Piaget mengidentifikasi beberapa penalaran
dalam tingkat operasional formal yaitu: penalaran konservasi,
penalaran proporsional, penalaran pengontrolan variabel, penalaran
probabilistik, penalaran korelasional, dan penalaran kombinatorial.

a. Penalaran konservasi
Siswa memahami bahwa kuantitas sesuatu itu tidak berubah
karena mengalami perubahan bentuk
b. Penalaran proporsional
10

Penalaran proporsional adalah aktivitas mental yang mampu


memahami relasi perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas
yang lain melalui hubungan multiplikatif
c. Pengontrolan variabel
Siswa dapat menetapkan dan mengontrol variabel – variabel
tertentu dari suatu masalah. Jika anak operasi konkret pada
umumnya mengubah secara serentak dua variabel yang berbeda,
maka anak operasi formal dapat mengisolasi satu variabel pada
suatu saat tertentu, misal pada saat eksperimen anak dapat
mengontrol variabel yang dapat mempengaruhi variabel respon
dan hanya mengubah satu variabel sebagai variabel manipulasi
untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel manipulasi
terhadap variabel respon.
d. Penalaran probabilistik

Penalaran probabilistik terjadi pada saat seseorang


menggunakan informasi untuk memutuskan apakah suatu
kesimpulan benar atau tidak. Indikator dari penalaran ini adalah
anak dapat membedakan hal–hal yang pasti dan hal-hal yang
mungkin terjadi dari perhitungan peluang.

e. Penalaran koresional
Didefinisikan sebagai pola pikir yang digunakan seseorang
anak untuk menentukan hubungan timbal balik antarvariabel.
Indikator dari penalaran ini adalah anak dapat mengidentifikasikan
apakah terdapat hubungan antar variabel yang ditinjau dengan
variabel lainnya. Penalaran koresional melibatkan
pengidentifikasian dan pemverifikasian hubungan antarvariabel
f. Penalaran kombinatorial

Kemampuan untuk mempertimbangkan seluruh alternatif yang


mungkin pada suatu situasi tertentu. Anak saat memecahkan suatu
masalah akan menggunakan seluruh kombinasi atau faktor yang
ada kaitannya dengan masalah tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa macam


penalaran dalam matematika, namun yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah penalaran proporsional karena sebagian besar
11

masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari


membutuhkan penalaran proporsional.
g. Penalaran Proporsional
Penalaran proporsional adalah penalaran tentang pemahaman
keserupaan struktur dua relasi dalam masalah proporsional.
Kemudian Lamon memberikan pendapat yaitu “proportional
reasoning involves the deliberate use of multiplicative relationships
to compare quantities and to predict the value of one quantity
based on the values of another”, yang dapat diartikan sebagai
penalaran proporsional melibatkan kegunaan pertimbangan dari
hubungan multiplikatif untuk membandingkan kuantitas dan untuk
memprediksi nilai dari suatu kuantitas berdasarkan kuantitas yang
lain. Sedangkan dalam penelitian ini, penalaran proporsional
adalah aktivitas mental yang mampu memahami relasi perubahan
suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain melalui hubungan
multiplikatif.
h. Gaya Berpikir Field Dependent dan Field Independent
Setiap individu berbeda antara satu dengan yang lain. Baik
berbeda dalam hal fisik maupun cara berpikir. Perbedaan-
perbedaan cara berpikir antarindividu yang menetap dalam
menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman
ini dikenal dengan gaya berpikir. Gaya berpikir adalah cara yang
khas terhadap pemfungsian kegiatan perseptual yaitu: kebiasaan
memberikan perhatian, menerima, menangkap, merasakan,
menyeleksi, mengorganisasikan stimulus atau informasi; dan
memfungsikan kegiatan intelektual yaitu: menginterpretasi,
mengklasifikasi, mengubah bentuk informasi intelektual.
Macam-macam dari gaya kognitif atau gaya berpikir cukup
banyak, diantaranya gaya refleksif-impulsif, field dependent-field

independent, preseptif-reseptif, dan intuitif-sistematis.25 Namun,


dalam penelitian ini menggunakan gaya kognitif atau gaya berpikir
field dependent dan field independent dengan pertimbangan
adanya tes psikologi khusus (GEFT) yang dapat membedakan
secara jelas antara siswa field dependent-field independet

Adapun perbedaan antara gaya berpikir field dependent dan field


independent adalah sebagai berikut:
12

Perbedaan Gaya Berpikir Field Dependent dan Field Independent

Gaya Berpikir Field Dependent Gaya Berpikir Field Independent

Denga
Sangat terpengaruh n Tidak terpengaruh (dapat

adanya kelompok Atau memisahkan diri) dari kelompok atau

lingkungan. lingkungan.

Berpikir secara global atau Berpikir secara


secara analitik.

garis besar.

menguasai Tentan cenderung


Lebih materi g Lebih menguasai materi

ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan tentang ilmu alam (sains) dan

sejenisnya. matematika, tetapi masih menghargai

ilmu-ilmu sosial.

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat diketahui perbedaan ciri-ciri masing-


masing individu yang memiliki gaya berpikir field dependent dan
field independent. Meskipun terdapat dua kelompok yang berbeda,
namun tidak dapat dikatakan bahwa gaya berpikir field dependent
lebih baik dari gaya berpikir field independent, atau sebaliknya.

Jadi, karakteristik individu field dependent dan field


independent dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Individu field independent mempunyai kecenderungan tidak mudah


dipengaruhi lingkungan, dan sebaliknya individu field dependent
mempunyai kecenderungan lebih mudah dipengaruhi lingkungan.
Artinya, di dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan suatu
soal, individu field independent akan bekerja lebih baik jika
diberikan kebebasan. Sebaliknya, individu
13

field dependent akan bekerja lebih baik jika diberikan petunjuk


atau bimbingan atau arahan.
2) Individu field independent lebih menguasai ilmu-ilmu eksak,
seperti: sains dan matematika. Sedangkan, individu field
dependent lebih menguasai ilmu-ilmu sosial
Proses berpikir individu field independent bersifat analitik,
artinya kegiatan berpikir yang dilakukan berdasarkan langkah-
langkah tertentu. Sedangkan individu field dependent memiliki
proses berpikir global atau secara garis besar, tidak
memperhatikan langkah-langkah tertentu dalam setiap pengerjaan.

2.3 Berpikir Induktif dan Deduktif


2.3.1 Berpikir Induktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran
dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah
kesimpulan yaitu berupa pengetahuan menurut Suriasumantri (1997)
sitasi (Sari, 2016):
1. Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang
disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir
ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah
yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah, logika
dan matematika, serta logika dan statistika (Tim Dosen Filsafat Ilmu.
1996: 68). Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang
dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari
seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan statistika
mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari
konsep-konsep yang berlaku umum.
Berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah
hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum
ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu,
1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut:
14

a. Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus. Pada


langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen.
Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen
dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
b. Langkah kedua adalah perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan
dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan
yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis
ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya,
terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar
serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
c. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi. Hipotesis
merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus
dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga
dibandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum.
Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan
bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi
juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga
hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
d. Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah
berdasarkan hasil verifikasi. Hasil akhir yang diharapkan dalam
induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang
dihadapi oleh induksi adalah untuk sampai pada suatu dasar yang
logis bagi generalisasi tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan
kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan
berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka,
untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum
ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan
dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses
penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas
fenomena yang ada. Hal ini disebut sebagai sebuah corak berpikir
yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam
penalaran induktif.
Proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan
pembentukan generalisasi. Ketepatan sebuah dugaan atau
15

pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah


tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data
yang diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan
menghasilkan sebuah dugaan atau generalisasi yang semakin
mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin sedikit data yang
diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan,
maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan
bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda.
Jadi penalaran induktif merupakan proses penyimpulan secara
umum dari hasil observasi yang terbatas. Hasil kesimpulan yang
diperoleh bisa jadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan
penafsiran apabila data yang dipergunakan kurang lengkap atau pola
yang diamati kurang spesifik. Contoh :
1) Bensin merupakan jenis bahan bakar apabila terkena api akan
mudah terbakar. Demikian juga minyak tanah, termasuk bahan bakar
yang mudah terbakar. Solar pun demikian pula halnya, bila terkena
api akan mudah terbakar. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa semua jenis bahan bakar apabila terkena
api akan mudah terbakar.
2) Dua anak kecil ditemukan tewas di pinggir Jalan Jendral
Sudirman. Seminggu kemudian, seorang anak wanita hilang ketika
pulang dari sekolah. Sehari kemudian, polisi menemukan bercak-
bercak darah dikursi belakang mobil Anwar. Polisi juga menemukan
potret dua orang anak yang tewas di Jalan Jenderal Sudirman dalam
kantung celana Anwar. Dengan demikian, Anwar adalah orang yang
dapat dimintai pertanggung jawaban tentang hilangnya tiga anak itu.

2.3.2 Berpikir Deduktif


Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang keberadaannya telah
ditentukan. Secara deduktif matematika menemukan pengetahuan
yang baru berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang
ditemukan ini sebenarnya hanyalah konsekuensi dari pernyataan-
pernyataan ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya.
Pengertian deduktif adalah pengambilan kesimpulan untuk suatu
atau beberapa kasus khusus yang didasarkan kepada suatu fakta
umum. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
16

operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk


memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori
tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan.
Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran deduksi adalah penalaran yang dimulai dari
peristiwaperistiwa yang umum mengarah pada kesimpulan yang
khusus. Pada dasarnya merupakan penguraian atau pembuktian
sebuah kesimpulan kedalam data-data khusus. Pola penalaran ini
diterapkan dalam penulisan paragraf deduktif, yaitu pada paragraf
yang kesimpulannya ditulis pada awal. Contoh:

Keberhasilan dunia pertanian membawa dampak pada peningkatan


kesejahteraan rakyat. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
pemuliaan tanaman. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kuantitas dan
kualitas produksi tanaman pangan. Usaha tersebut diterapkan pada
hampir semua jenis tanaman, misalnya: padi, palawija, buah, sayur dan
tanaman hias. Padi yang ditemukan sekarang mempunyai umur singkat,
batang pendek, dan butir gabah banyak. Buah-buahan yang dijual di
pasar selalu berkualitas tinggi begitu juga dengan sayur dan tanaman
hias, semua menunjukkan kondisi baik.
BAB III
KESIMPULAN

Logika adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang aturan-aturan,


asas-asas, hukum-hukum dan metode atau prosedur dalam mencapai pengetahuan
secara rasional dan benar, dan merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu
pengetahuan dengan menggunakan akal pikiran, kata dan bahasa yang sistematis.
Logika dapat disistematisasikan menjadi beberapa golongan, hal tersebut tergantung
dari perspektif mana kita melihatnya. Menurut The Liang Gie (1980) Logika dibagi
menjadi lima macam, yaitu logika makna luas dan makna sempit, logika deduktif dan
logika induktif, logika formal dan logika material, logika murni dan logika terapan, serta
logika filsafati dan logika matematik.
Penalaran merupakan cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara
berpikir logis, proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta
atau prinsip. Ciri-ciri penalaran adalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika, serta sifat analitik pada proses berpikirnya. Berpikir
merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan, dimana proses
berpikir ini dibedakan menjadi berpikir induktif dan berpikir deduktif.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sobur, H.A Kadir. (2015). “Logika dan Penalaran dalam Perspektif Ilmu
Pengetahuan”. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015. Hal 387.
Susanto. (2011). “Filsafat Ilmu Suatu Kajan dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis dan Aksiologis”. Jakarta: Bumi Aksara
Mundiri. (2008). “Logika”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ahlisna, D. (2019) “Penalaran Deduktif dan Induktif,” (April).

Asy’ari, M. (1999) “Filsafat Islam.”

Bakri Noor Muhsin (2007) “Pengenalan Logika Basic,” hal. 1–61. Tersedia pada:
http://ilmukomputer.com.

Mustofa, I. (2016) “Jenis Logika dalam Berfikir : Dedukasi dan Induksi sebagai
Dasar

Penalaran Ilmiah,” Journal of Heredity, 97(5), hal. 473–482. doi:


10.1093/jhered/esl028.

Sari, D. P. (2016) “Berpikir matematis dengan metode induktif, deduktif, analogi,


integratif, dan abstrak,” Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika, 5(1), hal.
79–89.

18

Anda mungkin juga menyukai