Anda di halaman 1dari 39

PERTEMUAN KOMISI MISI

RUMAH MISI DEO SOLI

PAROKI ANTONIUS PADUA


PASURUAN

1. Model Pastoral:
Kondisi Paroki kami ada di kota. Umatnya sangat komplek latar belakangnya,
kebanyakan orang Jawa, Cina dan beberapa pendatang dari luar jawa dari NTT. Latar
belakang pendidikn juga beragam dan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMA,
Sarjana (S1, S2 dan S3). Latarbelakang ekonominya sebagian besar menengah
(hamper sama yang menengah ke bawah dan menengah ke bawah). Kebanyakan
mereka adalah karyawan perusahaan, pedagang dan PNS. SDM-nya rata-rata bagus,
anggota pengurus DPP (Dewan Pstoral Paroki) dan BPGDA (Badan Pengurus Gereja
dan Karya Amal) pada umumnya memahami tugas dan sebagian besar aktif.
Pertemuan rutin untuk membahas program mereka sebagian berjalan dengan baik.
Dengan kondisi seperti ini kami para imam sebagian besar tinggal mengikuti irama

1
mereka. Romo tidak terlalu banyak mengejar aktivitas para seksi maupun pengurus
yang lain. Pertemuan-pertemuan kebanyakan atas ide mereka, umat Allah. Setiap
pertemuan para romo tinggal meluruskan, sedikit mengevaluasi dan melontarkan
beberapa ide.

1. Tantangan:
a) Secara umum menghadapi pada masa pandemic covid 19 di mana kita dituntut
mengadakan pembatasan dalam berkumpul dan membuat berbagai aktivitas
terhenti.
b) Katolik termasuk minoritas di tengah masyarakat muslim
c) Lahan atau tanah paroki sangat sempit, merupakan paroki yang paling sempit
lahanya dari paroki yang lain dalam keuskupan.
d) Letak bangunan gereja, patoran, kantor memang dalam satu komplek tetapi
terlalu dicemari oleh asap dan bunyi kendaraan.
e) Cuaca panas sehingga pengeluaran listrik sangat besar untuk AC atau
pendingin
f) Umat pada umumnya ada dalam kota pasuruan dan sekitarnya tetapi jarak
tempat tinggal umat berjauhan satu sama lain, terlebih umat di stasi.
g) Sekolah Katolik yang dahulu menjadi jurus pamungkas dalam
mengembangkan iman orang muda semakin sedikit mendapatkan murid.
h) Pemberdayaan ekonomi atau ketrampilan lain sangat lemah
i) Tidak menemukan budaya lokal yang khas Pasuruan
j) Banyak Gereja atau denominasi Gereja dan bahkan ada Gereja tertentu sedang
giat mencari jemaat.
k) Banyak sekali program keuskupan (dari berbagai komisi) yang menuntut
paroki untuk mendaklanjuti.

2. Terobosan:
a) Pelayanan pastoral (pelajaran katekumen dan mendoakan orang dalam sakrat
maut) dan pertemuan secara daring (dalam jaringan internet)
b) Ketiga covid gelombang pertama mereda pernah dicoba menyapa umat
dengan kunjungan keliling tetapi berhenti lagi karena covid gelombang ke-2
muncul.
c) Menjalin persahabatan dengan warga agama atau Gereja lain melalui
kunjungan idul fitri, membagi takjil saat umat Muslim berpuasa)
d) Membantu umat yang terdampat ekonominya akibat covid dengan memberi
pinjaman untuk modal usaha kecil.
e) Mempromosikan produk UMKM dalam rangka perayaan HUT paroki.
f) Dalam waktu dekat akan melakukan kunjungan dan pelayanan komuni bagi
lansia dan orang sakit 2x dalam sebulan.
g) Menyediakan fasilitas olah raga dan musik supaya orang muda tertarik serta
dapat menyalurkan kreativitas.
h) Ibadat pagi secara daring (zoom) sehingga ada cukup banyak orang bergabung
dalam doa tersebut.

2
3. Unsur-unsur Spiritualitas yang kami pandang sudah ada dalam karya pastoral Paroki
St Antonius Padua Pasuruan adalah sebagai berikut:
 Di Paroki, kami duduk bersama untuk membicarakan strategi pastoral: Pastor
Paroki, Pastor Rekan, Dewan Pastoral Paroki, BPGDA (Badan Pengurus
Gereja dan Dana Amal) guna mempersiapkan perencanaan maupun evaluasi
kerja. Sehingga, karya pastoral bukan sekedar berasal dari atas ke bawah atau
pastorsentris. Sehingga, umat juga terlibat dalam keprihatinan, kepedulian dan
kepekaan terhadap karya pastoral. Meskipun ada banyak kekurangan di sana-
sini, kami bisa belajar bersama untuk menghadapinya. Di sinilah nilai-nilai
spiritualitas dihayati bersama: kesiap-sediaan, kebersamaan.
 Dalam kegiatan-kegiatan rohani/doa bersama, para Montfortan juga
mempromosikan doa-doa Marial yang khas, seperti doa Mahkota kecil kepada
umat. Doa Mahkota Kecil diikuti secara langsung maupun daring setiap sabtu
pagi dalam pekan maupun ketika bulan Mei tiba. Dalam ibadat pagi juga,
kami mendoakan pembaktian diri yang secara tidak langsung membuat umat
menyatakan keingintahuan tentang doa yang khas ini.
 Pembinaan katekumen/calon baptis sebagai persiapan menjadi orang Katolik
juga adalah sarana katekese yang tepat untuk memperkenalkan kekhasan
ajaran tentang Maria, Salib, Yesus Kristus.
 Kami merasa bahwa pelayanan dari para Montfortan baru saja dimulai di
paroki ini. Namun kami mendukung umat yang berkeinginan menjadi anggota
PMRSH.
 Perayaan istimewa bagi para Montfortan tanggal 28 April 2022, para imam
Montfortan merayakan ekaristi bersama beberapa umat dan karyawan paroki
sebagai ungkapan syukur bersama kepada Tuhan.

SHARING KARYA MISI DI PAROKI


ST. MONTFORT POCO

I.Model karya misi di Paroki Poco:


Mengikuti arah dasar keuskupan Ruteng dengan tema per tahunan. Kita memadukan dan
mengimplementasikan Visi misi keuskupan Ruteng maupun kogregasi dan Visi misi
komunitas SMM Poco, dipadatkan dalam tema “Pelayanan dan Pemberdayaan”.
Sinode III Keuskupan Ruteng
A. 2013-2015 Arah dasar nya :
PERSEKUTUAN UMAT ALLAH KEUSKUPAN RUTENG YANG
BERIMAN UTUH, DINAMIS DAN TRANSFORMATIF

B. 2016-2020 : Mengintegrasikan hidup beriman dan pengembangan bidang


pastoral Gereja.

3
Fokus Pengembangan memiliki beberapa tema : (2016 Liturgi), (2017 Pewartaan),
(2018 Persekutuan ), (2019 Pelayanan), (2020 Penggembalaan),

C. 2021 – 2025 : Mendorong perubahan sosial ; kesejahteraan, sesuai semangat


injil.
( 2021 tata layanan Pastoral kasih), (2022 Tahun Pastoral Pariwisata Holistik),
(2023 TP Ekonomi), (2024 TP.Ekologi), (2025 TP.Ekaristi Transformatif)

Visi Komunitas SMM Poco:


MENJADI KOMUNITAS PASTORAL - PAROKIAL MONTFORTAN YANG SEHATI
MELAYANI DAN MEMBERDAYAKAN.
Pelayanan dan Pemberdayaan menjadi tema umum, sebab menyangkut beberapa bidang.
1. Pelayanan menjadi bagian utama dalam karya pastoral :
Sakramen, sakramentali dan pelayanan pastoral lainnya. Salah satu kegiatannya,
mengunjungi orang sakit/ Komuni orang sakit secara rutin, ke seluruh paroki dan stasi
oleh tim pastoral paroki, suster DW, seksi pelayanan sosial di KBG/lingkungan.
Pelayanan sosial lain berupa distribusi sembako beras kepada keluarga miskin.
2. Dalam bidang rohani kita berusaha menanamkan semangat kedekatan dengan Tuhan
dan aktif dalam kegiatan Gereja. Melalui kunjungan ke 75 KBG/ lingkungan dua kali
setahun, banyak hal disampaikan. Juga katekese dari keuskupan dijalankan, juga
pelayanan lain
3. Dalam bidang Persekutuan : Membangkitkan kembali semangat kebersamaan sbg
stasi, KBG, OMK, Misdinar (Montfort Youth), DPP, dan Stasi .
4. Dalam bidang ekonomi kita juga mengembangkan ekonomi kreatif komunitas dan
paroki, mengadakan kebun sayur, ternak babi, dan penjualan bakso. Maksudnya
adalah dalam rangka Pemberdayaan umat melalui keteladanan dan semangat serta
kreatif mengembangkan ekonomi. Sebab umat di wilayah ini belum terbiasa kreatif
memanfaatkan potensi dan peluang.
5. Dalam bidang Pembinaan mental dan kreativitas kaum muda :
Penggalangan dana untuk kegiatan (kunjungan & Pengadaaan kaos omk ) ditempuh
dengan cara menjual kue setelah misa di gereja paroki-paroki kota dan sekitar. Paroki
tidak langsung memberikan uang tetapi dengan melatih mereka mencari dan
menghasilkan sendiri uang. Dalam kegiatan ini, ada nilai tambah, selain memperoleh
dana, juga terbentuk mental baru dan kesadaran bahwa perlu perjuangan untuk
mendapatkan uang, juga belajar mengolah sendiri kuliner, yakni berwirausaha. OMK
berpotensi : menghasilkan seni /kreativitas dan membantu paroki menyelesaikan
banyak hal (kegiatan sensus umat Poco dengan metode baru dari keuskupan – Poco
menjadi paroki tercepat dan menjadi contoh bagi seluruh paroki di keuskupan.

II. Tantangan yang Dihadapi:


Tantangan internal: Kesibukan dan kelelahan, godaan untuk terlarut dalam banyak hal.

4
Tantangan eksternal: keberagaman (karakter umat, latar belakang pendidikan, budaya Pesta,
Judi dan kenikmatan kelekatan pada alkohol, Budaya dan adat istiadat yang memeras secara
ekonomi, karakter umat lambat mau berubah, 75 % umat misa hanya pada hari raya (jarak
yang jauh, malas). Beberapa kaum muda susah diajak berkumpul dalam organisasi dan
kegiatan rohani, dan malas berdoa, tidak berpikir mempersiapkan perkawinannya sehingga
terkesan mendadak jika menikah dan banyak pasangan menunda pernikahan bertahun-tahun
bahkan bisa 10 tahun lebih. (tren baru di flores: menganggap hal lumrah jika kumpul kebo
bertahun-tahun), biasa saja jika tidak komuni sepuluh tahun.

III. Terobosan:
1.Ekonomi: ternak babi, Kegiatan kuliner OMK dan Bakso komunitas,
2.Menguatkan persekutuan: Kunjungan rutin ke KBG/ Lingkungan, pengadaan grup WA
separoki, stasi dan kelompok kategorial lainnya (misdinar, DPP, KBG) atau kelompok
apapun, memudahkan koordinasi dan memperlancar kegiatan rohani dan jasmani. Koor
KBG tiap minggu menjadi pendorong utama semangat berkumpul dan aktif dii Gereja
(muncul banyak dirigen baru). Salah satu Kunci keberhasilan karya : Persekutuan. Dengan
berkumpul baru ada kegiatan, bisa ada pembinaan (Grup WA juga penting).
3. Sudah dimulai misa setiap kamis untuk kaum muda, mulai dari Sekami, remaja, OMK.
Setiap kelompok ini mulai ditanamkan kreativitas dalam banyak hal; kesenian dan
ketrampilan lainnya. Dalam perkumpulan atau persekutuan, berbagai bentuk pembinaan dan
segala hal berguna dapat kita sampaikan. Tidak dapat membina jika tidak ada perkumpulan.
Mendorong pula agar organisasi Legio Maria tetap dijalankan dengan bimbingan
pastor/diakon/ frater.
III. Unsur spiritualitas yang meresapi seluruh karya pastoral:
Seluruh pewartaan tentu memiliki dasar yang penting yaitu pewartaan Injil Yesus Kristus.
Kami sadar bahwa kami sendiri juga perlu diinjili sebelum mewartakan injil. Karena itu kami
juga kadang mengadakan sharing, atau peresapan Sabda sebelum perayaan lbadah. Doa
rosario tidak menjadi doa rutin bersama pada jam yang sama namun dengan mengisi
kekosongan setiap waktu pribadi. Berusaha mengajak umat agar juga tekun mendoakan doa
rosario. Segala aktivitas apapun di dalam komunitas merupakan hasil kesepakatan,
pembicaraan bersama. Demikian juga setiap keputusan diambil selalu dalam dialog bersama
dan pertimbangan yang matang dan berusaha bersama untuk ikut mengeksekusi dan
menyukseskannya baik secara komunitas maupun paroki. Permenungan dan penghayatan
model hidup menurut semangat Marial, Pembaktian Diri dan Salib dihayati selalu dalam
karya, dalam komunitas, dalam hidup bersama umat. Contohnya, dalam karya tidak menolak
setiap permintaan pelayanan umat meskipun terkadang berat secara nyata.
Kami melakukan segalanya sesuai dengan kemampuan kami dan berupaya mengerahkan
segala potensi untuk kerajaan Allah dan sukacita keselamatan bagi umat. Kami juga tidak
sempurna dan banyak kelemahan sana-sini, namun Kekurangan kami menjadi bahan
pelajaran untuk karya selanjutnya yang lebih baik.

5
Sekian sharing singkat dari paroki Poco. Terima kasih.
Dari kami Team Poco
P. Kosmas Ambo Patan, SMM (Pastor Paroki St. Montfort Poco)
P. Robertus Ludok Kelore, SMM (Kapelan)
Paroki Poco
4 stasi 4 wilayah
80 Lingkungan/ KBG (rata-rata 18-35 kk/KBG)
Umat : 1810 KK, 7842 jiwa. (sensus terakhir 2021)
PAROKI ST. MONTFORT
PIR BUTONG

1. MODEL PASTORAL/MISI APA YANG DIJALANKAN DI PAROKI


ATAU RUMAH MISI? MOHON MENYERTAKAN URAIAN
YANG SECUKUPNYA
Model Pastoral: Partisipatif dan Berkelanjutan
Pada awal saya menjadi pastor paroki, saya membuka file-file hasil
rapat dewan pleno selama paroki ini ada, rapat dewan paroki bulanan yang ada dan
yang sempat terdokumentasi. Setelah itu saya merangkum dan merefleksikan posisi
paroki pada saat ini. Saya memaparkan kekuatan dan tantangan yang sudah dilewati
oleh paroki selama ini. Kemudian saya mengundang umat untuk melihat posisi
parokinya sampai saat ini. Ini adalah langkah penyadaran diri secara kolektif.
Mengapa harus kolektif karena mereka sendirilah yang sudah mengalami dinamikan
perjalanan paroki sampai saat ini. Mereka yang mengetahui sisi lemah dan sisi positif
dari kepemimpinan setiap pastor paroki.
Refleksi kolektif ini mengantar umat untuk sampai pada apa yang perlu
untuk kehidupan paroki selanjutnya. Langkah-langkah konkrit dan sederhana yang
bisa menjawabi tantangan yang dialami oleh umat paroki saat ini. Sehingga program
yang dijalankan sangat konkrit dan sesuai dengan pengalaman mereka. Program itu
yang dituangkan dalam vademecum pastoral yang berlaku di paroki.

Metode: Refleksi-Perencanaan-Aksi-Evaluasi
Misi yang dijalankan di Paroki Santo Montfort tidak terlepas pada garis pedoman
pastoral Keuskupan Palangka Raya. Keuskupan Palangka Raya berpedoman pada
hasil Sinode tahun 2018. Tema: “Mendewasakan Iman dan Meningkatkan Martabat
Manusia”.

1. Memaksimalkan peran dan fungsi Dewan Paroki dan pewarta awam


2. Mencintai Kitab Suci dan liturgi yang inkulturatif
3. Pengembangan ekonomi umat
4. Pendampingan kaum muda
5. Dialog antar umat beragama dan pelestarian lingkungan hidup

6
Disimpulkan dalam 3 gerakan kata:
a. Gereja Yang Mandiri
b. Gereja yang Misioner
c. Gereja yang peduli pada Lingkungan
Di awal tugas sebagai pastor paroki; saya melihat lagi segala pedoman pastoral
keuskupan baik dalam Sinode, raker, perpas dan juga hasil rapat pleno, notulensi
rapat dewan yang sempat terdokumentasi dengan baik. Saya mencoba membuat
sintesa pastoral. Sintesa itu saya ungkapkan dalam rapat dewan paroki. Pertama-tama
saya mengajak umat dan terutama anggota dewan untuk kembali pada pedoman
keuskupan terutama hasil sinode. Paroki satu gerak dan satu nada dengan keuskupan.
Kemudian saya memberikan benang merah refleksi paroki sejak berdiri sampai
sekarang ini. Umat disadarkan akan perjalanan paroki sampai saat ini. Saya mengajak
mereka untuk mengenali potensi-potensi, tantangan-tantangan dan peluang pastoral
yang ada dalam paroki.
Akhirnya saya mengajak mereka untuk membuat pogram pastoral yang konkret,
aktual dan menjawabi realitas paroki. Itulah yang kemudian ada dalam pedoman
pastoral yang ada di paroki.
Apa yang perlu untuk Gereja yang mandiri?
Apa yang perlu sehingga tercipta Gereja yang Misioner?
Apa yang perlu untuk menjadi Gereja yang peduli lingkungan?

Metode RPAE ini: terus saya pakai dalam setiap program; dalam rapat dewan selalu
diawali dengan evaluasi buat perencanaan.
1. REFLEKSI : Kita sudah sampai dimana? Menyadari diri sebagai pribadi dan
paroki.
2. PERENCANAAN : Bagaimana kita merencanakan sesuatu? Perencanaan itu
masuk dalam matriks program keuskupan.
3. AKSI : Apa yang perlu kita buat? Konkret dan sederhana
4. EVALUASI : Apa yang saya timba dari kegiatan atau program itu? Mana bukti
laporannya yang transparan dan akuntabel (nota-foto dll).

2. TANTANGAN-TANTANGAN REAL, INTERNAL (PERSONAL DAN


KOMUNAL) DAN EKSTERNAL YANG DIHADAPI?
a. Medan pastoral yang menantang
b. Lemahnya pemahaman iman dan kehidupan menggereja
c. Kesibukan umat yang lebih mengutamakan pekerjaan daripada kehidupan rohani
d. Mentalitas umat selalu menganggap gampang dan mudah
e. Lebih responsif pada adat atau kebiasaan daripada kepada Tuhan atau Gereja
f. Komunikasi yang tidak jalan dengan baik-sulit dihubungi
g. Tidak ada keterbukaan dengan umat-Transparansi
h. Kemampuan kerja lambat/lambat menanggapi

7
i. Hidup yang digerakan oleh mood
j. Kurang bisa mengendalikan konflik baik dalam diri maupun di tengah umat
k. Ekonomi umat yang belum memadai.

3. APA SAJA TEROBOSAN YANG SUDAH DIJALANKAN DAN YANG AKAN


DIJALANKAN SEHUBUNGAN DENGAN TANTANGAN YANG
DIHADAPI?
1. Lebih transparan baik dalam hal program maupun keuangan
2. Buka Wa Grup wadah komunikasi dan informasi
3. Terus diberi kesadaran akan pentingnya kehidupan menggereja melalui katekese
4. Diberi kepercayaan, tanggung jawab dan dievaluasi
5. Membuat pedoman yang jelas dan konkrit pelaksaaan sebuah kegiatan atau
program
6. Membangun dialog yang terbuka dari hati ke hati.
7. Mendahulukan urusan Gereja daripada urusan adat atau budaya.
8. Pemberdayaan ekonomi umat; bekerja sama dengan pemerintah desa dalam
memaju ekonomi umat.

4. BAGAIMANA UNSUR-UNSUR PENTING: EVANGELISASI, MARIA,


SIAP SEDIA DAN BERTINDAK BERSAMA DIHAYATI DALAM
PERUTUSAN DAN SEJAUH MANA PERHATIAN KEPADA TEMA-TEMA
SEPERTI KRISTUS SANG KEBIJAKSANAAN, PEMBAKTIAN DIRI, MARIA,
BAPTIS, SALIB, DAN KATEKESE KAUM MUDA MENDAPAT TEMPAT
DALAM PROGRAM KERJA, KHOTBAH/HOMILI, DAN PELAYANAN
KEPADA UMAT? URAIKANLAH SECARA TERPERINCI DAN JELAS!

a. Evangelisasasi: dibentuk tim fasilitator katekese yang secara rutin memberi


katekese. Ada pembekalan bersama dan pembahan tema katekese yang kiranya
sesuai dengan tantangan umat.
b. Maria: ada doa Rosario dan devosi-devosi marial yang dilakukan di lingkungan,
stasi, camp maupun secara paroki.
c. Baptis: pembaptisan yang terjadwal. Sebelum pembatisan, orang tua diberi
pembinaan akan makna baptis dan tanggung jawab orang tua.
d. Orang Muda: kegiatan TOMM (temu orang muda Montfort); sarapan evangelisasi
kepada kaum muda.
e. Perhatian terhadap orang miskin: pelayanan rutin, pemberian bantuan kepada
orang miskin, difabel, janda, yatim piatu dan ODGJ bekerja sama dengan
Puskesmas setempat, pengobatan gratis kepada seluruh umat bekerja sama dengan
para suster SJMJ.
f. Novena dan Triduum Santo Montfort: memperkenalkan dan mendalami hidup
Santo Montfort dan tema-tema tertentu dari Santo Montfort.
g. Terus menggalakan misa votif Maria setiap hari Sabtu.
h. Katekese tematis dari spiritualitas Santo Montfort.

8
SHARING MISI
(PAROKI ST. PETRUS KANISIUS KANDUI-KALTENG)

Gambaran umum Paroki St. Petrus Kanisius Kandui resmi menjadi paroki dan di
kelolah oleh SMM pada tahun 2013. Paroki ini memiliki 17 stasi. Perkembangan paroki ini
sangat terlihat dengan pembangunan rumah ibadat (kapel) dan penambahan jumlah umat
(baptisan baru). Jumlah umat keseluruhan 1. 031 jiwa. Dan latar belakang umat adalah
petani. Dalam situasi yang tidak menentu di tiga tahun terakhir ini disebabkan oleh covid 19,
tetap kegiatan pastoral dilakukan secara teratur dan kehidupan komunitas pun teratur.
Selama tiga tahun terakhir ini, kami mencoba berpastoral dengan model pastoral
keluarga. Awalnya, model pastoral ini hanya dilakukan oleh pastor paroki dimana di salah
satu stasi, pastor paroki mengunjungi setiap keluarga. Dalam kunjungan itu, ada doa keluarga
dan sharing. Kemudian model ini dimasukan dalam program kerja hingga saat ini. Dan ini
dilakukan secara teratur (selalu bersama-sama dengan DPP, tim pendalaman iman juga
kelompok kategorial;wanita katolik dan legio maria) , sehingga lebih banyak lagi umat mau
ikut ibadat atau misa atau kegiatan lainnya. Salah satu contoh, ketika kami mendengar
laporan dari lingkungan atau stasi ada keluarga katolik yang tidak aktif. Kami akan
mengutus orang atau pasangan pasutri yang hidup menggerajanya cukup baik untuk berbagi
pengalaman. Hal lain, ketika ada seorang ibu yang barusan melahirkan, kelompok wanita
katolik akan mengunjunginya. Selain Kunjungan itu (doa dan sharing), kami tetap
melakukan katekese secara teratur juga. Dari model ini, kami melihat ada perkembangan ke
arah yang baik.
Selain bersama, kami dari komunitas pastoran juga melakukan hal yang sama. Ketika
ada kunjungan ke stasi kami tidak hanya nginap di rumah ketua umat, tapi kami nginap di
rumah-rumah umat. Ini kesempatan kami untuk berbagi pengalaman. Hal ini juga
berkembang ke arah yang baik. Hampir semua keluarga mendapat kunjungan dari kami.
Dalam pertemuan rutin komunitas, kami akan mengevaluasinya. Juga dalam berbagai
kegiatan umat, kami dari komunitas pastoral berusaha untuk selalu hadir. Untuk mendukung
model pastoral keluarga ini, dua tahun terakhir ini kami melakukan kegiatan kreatif bekerja
sama dengan tim PSE, untuk menerima bantuan pengembangan umat. Ada ikan dan bebek
petelur. Bagi umat yang membelinya, kami memberi harga di bawah harga pasar.
Dalam menjalankan perutusan tiga tahun terakhir ini, tentu kami juga mengalami
tantangan dan pengalaman yang tidak baik. Baik itu dari komunitas maupun dari lingkungan
umat. Dari komunitas hal yang menjadi kesulitan adalah soal keterbukaan. Sedangkan dari
lingkungan umat, tantangan yang kami alami adalah pemahaman tentang hidup menggerja

9
belum maksimal, juga mental umat yang maunya menerima dan rasa memiliki sangat kurang.
Terhadap tantangan ini, hal yang kami lakukan adalah ketekese mimbar, juga secara bersama
melakukan katekese sesuai jadwal yang sudah terprogram.
Hidup komunitas memang terasa sangat hidup dengan kehadiran konfrater karena
semua hal dilakukan berdasarkan kesepakatan dan di lakukan bersama-sama. Dalam
komunitas, kami tetap memperhatikan unsur-unsur penting itu (Evangelisasi, Maria, Siap
sedia dan Bertindak bersama), sehingga komunitas dan karya pastoralnya sangat hidup.
Karena setiap bulan kami ada pertemuan rutin, dan salah satu hal yang menjadi bahan
permenungan dan evaluasi adalah ke empat unsur ini. Sehingga dalam perutusan dan karya
pastoral kami juga memperhatikan beberapa tema. Misalnya, tema kaum mudah dan maria,
kami masukan dalam program kerja paroki. Untuk kaum mudah, sekali dalam seminggu ada
pertemuan rutin, juga ada tema-tema yang dibahas, ada kegiatan rekoleksi bersama, juga ada
pertemuan antar paroki dan dekenat. Sedangkan untuk tema Maria, kami berikan dalam
bentuk rekoleksi kepada kelompok kategorial dan pengurus gereja. Juga kepada umat, dan itu
kami lakukan saat bulan rosario dan bulan Maria. Untuk tema-tema yang lain, kami tidak
masukan dalam program kerja paroki, tapi mendapat tempat dalam kotbah atau ibadat.

Sharing Pastoral

Komunitas Monterado

Sharing pastoral dari Paroki St. Montfort Monterado lebih difokuskan pada pengalaman 1
tahun terakhir sesuai dengan usia paroki. Tim pastoral memberikan fokus pada hal-hal yang
dialami dan dijalani – sebagai terobosan baru pastoral – di dalam konteks reksa pastoral
selama ini.
1. Model Pastoral:

Pelaksanaan kegiatan Pastoral yang dijalani selama ini sangatlah bervariasi sebab sangat
tergantung pada subyek pembinaan.
▪ Untuk pelayanan sakramental, model pelayanan yang dilakukan ialah kunjungan dari
stasi ke stasi berdasarkan pada jadwal yang dibuat oleh tim pastoral dan permintaan
umat.
▪ Untuk Kaum Muda: Pelayanan dilakukan lewat Ekaristi Kaum Muda
▪ Untuk anak-anak: pelaksanaan sekolah Minggu dan juga kelompok Putra-Putri Altar
▪ Untuk orang sakit dan usia lanjut: Pelayanan Komuni orang Sakit 2. Tantangan-
Tantangan Real
a. Internal

▪ Tim Pastoral belum menentukan prioritas reksa pastoral sebab yang dijalani selama
ini terbatas pada pelayanan Misa keliling

10
▪ Kalender kegiatan yang dibentuk di dalam rapat pleno DPP pun belum membantu
untuk menentukan fokus pelaksanaan kegiatan pastoral
▪ Bidang-bidang inti DPP: Liturgia, Diakonia, Koinonia, Kerygma dan Martiria sedang
dalam usaha mencari bentuk pelaksanaan reksa pastoral sesuai dengan konteks
Monterado.
▪ Pembinaan para pengurus Stasi, Lingkungan dan Bidang-bidang inti DPP belum
dijalani
b. Eksternal

▪ Monterado baru berusia 1 tahun sebagai Paroki artinya ada banyak hal yang belum
dipahami oleh kebanyakan umat seperti: Tata Peraayan Ekaristi dengan segala aneka
bentuk pertisipasi di dalamnya, keterlibatan dan karya pastoral
▪ Permasalahan hidup perkawinan yang menuntut perhatian khusus dari tim pastoral
▪ Pembinaan persiapan baptis, komuni dan perkawinan belum dijadikan sebagai agenda
pastoral selama ini.
3. Terobosan

▪ Pengumatan TPE yang baru dengan cara menjelaskan kepada umat saat sebelum Misa
di mulai
▪ Pelatihan dan penjelasan tata gerak liturgi dalam Misa
▪ Kunjungan Keluarga
▪ Pembuatan modul dan Pembinaan khusus untuk calon Baptis dan Komuni I
▪ Pembentukan Lingkungan Sebagai Kelompok Basis Gerejawi

4. Penghayatan Spirtualitas

Sharing penghayatan spiritualitas di dalam bagian ini mencakup juga tema tentang Kristus
Sang Kebijaksanaan, Pembaktian Diri, Baptis, Salib dan Katekese Kaum Muda. a)
Evangelisasi
• Ibadat dan Misa Harian Komunitas
• Persiapan Homili
• Pembacaan Kitab Suci
b) Marial
• Rosario Komunitas
• Pengumatan Buku Bunda Maria
• Ziarah Maria
• Mengikuti Rosario Bergilir
• Seminar Marial
c) Bertindak Bersama-sama

11
• Penyusunan Jadwal Turney Bersama
• Sharing Komunitas
• Pembagian Pelayanan Pastoral dan Turney
d) Siap Sedia
• Selalu melayani permintaan umat dalam kaitannya dengan pelayanan
sacramental
• Selalu terbuka untuk menerima kehadiran umat tanpa memberikan batas jam
pelayanan
• Tidak melakukan pembedaan pelayanan kepada umat

PAROKI MARIA RATU ROSARI


LEBANG-LANJING
1. Model pastoral misi apa yang dijalankan di paroki atau rumah misi?
Paroki Maria Ratu Rosari Lebang merupakan paroki yang memiliki 36 stasi yang
terbagi dalam 6 wilayah. Berkaitan dengan misi apa yang dipakai dalam pelayanan di
paroki ini tentu bertolak dari situasi dan kondisi umat. Dan tak kalah penting juga
tentu sebagai komunitas pastoral paroki Serikat Maria Montfortan, karya misi yang
dilakukan tentu berdasarkan semangat Bapa Pendiri (St. Louis Marie de Montfort).
Oleh karena itu, model misi kami gunakan dalam reksa pastoral di Paroki ini adalah
mengadakan kegiatan misi umat ala montfortan. Kemasan dalam misi umat yang
kami jalankan adalah mengadakan katekese bersama umat. Katekese tersebut dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil (orangtua, orang muda, remaja dan sekami). Selain
itu, diadakan kunjungan dari rumah ke rumah untuk berdoa bersama keluarga dan
memberkati rumah umat. Ini salah satu contoh model misi yang kami jalankan di
Paroki ini.
2. Tantangan-tantangan reel internal (personal dan komunal) dan eksternal yang
dihadapi?
Personal: berkaitan dengan wilayah yang cukup luas dalam paroki ini tentu mendapat
tantangan tersendiri. Baik dari pihak tenaga pastoral maupun berkaitan dengan karya

12
pelayanan dari tenaga pastoral itu sendiri. Akses jalan yang kurang baik kadang-
kadang menjadi kendala bagi tenaga pastoral (personal) untuk secara rutin
mengunjungi atau melakukan katekese bersama umat yang wilayahnya cukup jauh
dari paroki. Sedangkan, berkaitan dengan umat itu sendiri yang terjadi adalah
semangat dan kecintaan terhadap hidup menggereja belum terlalu nampak. Apalagi
setelah wabah covid 19 keaktifan umat dalam kegiatan gereja maupun mengikuti
perayaan ekaristi belum pulih.
Komunal: sebagai seorang montfortan, hidup komunitas, bersama-sama,
persaudaraan tentu menjadi perhatian utama dalam hidup harian maupun dalam karya
pelayanan. Oleh karena itu, kami (tenaga pastoral) selalu menerapkan semangat ini
dalam kehidupan harian. Namun dalam kehidupan harian terkadang mengalami
pasang surut dalam membangun kehidupan bersama sebagai komunitas kecil. Namun,
itu bukanlah suatu kebiasaan tetapi dalam situasi dan waktu tertentu. Ini menjadi
refleksi atau catatan bagi kami sendiri. Dalam lingkup atau konteks komunal parokial,
tentu menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga pastoral atau pun umat itu sendiri.
Jarak antara stasi atau wilayah satu dengan yang lain yang cukup jauh terkadang
menjadi kendala tersendiri untuk menyatukan umat teristimewa dalam memupuk rasa
cinta dan rindu antara sesama umat dalam wilayah parokial. Namun, masalah ini
bukanlah suatu hal yang berarti. Contoh: terkadang kita melakukan kegiatan parokial
bukanlah suatu hal yang mudah untuk mengumpulkan umat. Semuanya itu tidak serta
merta umat tidak mau terlibat tetapi jarak dan akses jalan yang tidak memungkin yang
menjadi penghambat utamanya. Selain itu, komunikasi juga memiliki peran penting
dalam kendala yang dihadapi. Signal untuk memudahkan komunikasi antara umat dan
tenaga pastoral atau sebaliknya tidak memadai sehingga terkadang kegiatan bersama
atau informasi penting yang layaknya tenaga pastoral dan umat untuk memperolehnya
menjadi halangan tersendiri dalam membangun suatu kerja sama atau pun dalam
menjalankan suatu kegiatan. Tetapi ini merupakan masalah kecil yang tidak
menyurutkan atau membatalkan suatu kegiatan atau pun rencana yang hendak dan
dilakukan bersama.

3. Apa saja terobosan yang sudah dijalankan dan akan dijalankan sehubungan
dengan tantangan yang akan dihadapi?
Berkaca dari kendala yang dihadapi di atas, terobosan yang sudah kami jalankan
dalam wilayah paroki ini adalah dengan melakukan misi umat sebagaimana yang
telah disampaikan di atas. Misi umat ala montfortan. Misi ini sangat efektif dalam
karya pelayanan di paroki ini. Tenaga pastoral maupun umat sendiri merasakan
adanya sentuhan dan komunikasi langsung yang kiranya kurang diperoleh baik dari
tenaga pastoral maupun umat sendiri. Selain itu, imam tidak hanya merayakan ekaristi
tetapi sungguh hadir dan merasakan apa yang dialami oleh umat. Oleh karena itu,
kegiatan ini menjadi fokus utama yang kami lakukan guna menjawab apa yang
menjadi peroblem di atas.
4. Bagaimana unsur-unsur penting: evangelisasi, siap sedia, maria, dan bertindak
bersama dihayati dalam perutusan dan sejauh mana pewartaan kepada tema-
tema seperti Kristus Sang Kebijakasanaan, pembaktian diri, maria, baptis, salib,

13
dan katekese kaum muda mendapat tempat dalam program kerja,
khotbah/homili, dan pelayanan kepada umat?
Unsur-unsur penting dalam semangat bapa pendiri tentu dihayati dan dijalankan
dalam kehidupan bersama dalam komunitas kecil dan juga dalam karya misi yang
kami jalankan. Entah itu dalam kegiatan sekala besar maupun kecil atau pun dalam
homili atau khotbah. Nilai-nilai ini sering kami terjemahkan dalam gaya hidup
sebagai montfortan maupun dalam kegiatan katekese umat, kegiatan sekami, OMK,
rekoleksi. Selain itu, kami berencana untuk membentuk kelompok montfort youth dan
OMM (Orang Muda Montfort) dan KSM. Semoga rencana ini dapat terlaksana guna
menerjemahkan spiritualitas bapa pendiri dalam kehidupan umat.

PAROKI PENAMPAKAN TUHAN


SAYUT
1. Profil Singkat
Paroki Penampakan Tuhan berdiri pada tanggal, 4 Agustus 1979. Letak
paroki berada di Jalan Lintas Timur, Kedamin Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu.
Paroki Penampakan Tuhan terdiri dari 13 stasi ditambah pusat paroki (Sayut), dengan
tenaga pelayan 2 pastor.
Paroki berada di antara paroki Ng. Kalis bagian selatan, paroki Santa Maria
Tak Bernoda, Putussibau, bagian barat, dan bagian utara Paroki St. Antonius Padua,
Mendalam, Keuskupan Sintang.
Selain letak geografis yang sangat strategis, paroki ini kaya akan kultur,
budaya, dan hasil alam. Umatnya sebagian besar berasal dari suku Taman, Dayak
Punan, dan Dayat Pukat. Mata pencaharian umat: berladang (padi musiman, sayur),
menoreh karet, menanam pisang, pohon puri, dan tambang emas (secara manual-
tradisional). Kemudian, beberapa umat bergerak di bidang wiraswasta, pegawai, dan
guru.

14
2. Metode Pastoral
1. Misi keliling-turney
Bagian hulu paroki umat semuanya tinggal di tepi aliran sungai. Kampung satu
dengan yang lainnya lumayan jauh dan dan hanya menggunakan transportasi
sungai sampai saat ini. Pastoral umat didekati dengan misi keliling-turney.
Kemudian, yang paling dominan adalah pelayanan sakramen-sakramen.
2. Pemberdayaan:
 Persiapan calon pasangan suami-isteri lewat KPP. Ini dilaksanakan dan
dengan bekerja sama dengan Rumah Misi Deo Soli.
 Pembekalan tenaga penyuluh agama, guru katolik dan guru agama katolik.
Mereka lah yang lebih dekat dengan umat.
 Pembekalan kaum muda sebagai aset Gereja dan masa depan masa depan
Gereja. Melalui pelatihan-pekatihan (berorganiasi, memimpin doa,
membawa bacaan, dll. Semua aspek pemberdaan ini telah dimasukkan
dalam rencana dan program kerja tahunan paroki.

3. Tantangan Pastoral
1. Sumber daya manusia. Sebagian besar anak-anak di wilayah kampung
pedalaman lebih banyak putus sekali. Hal ini disebabkan karena
kurangnya dorongan orang tua untuk anak bisa mengecap pendidikan
lanjutan tidak sebatas tamat SD, bahkan tidak tamat SD.
2. Bergantung penuh pada sumber alam yang tidak dapat diperbaharuan
(tambang emas).
3. Sangat mudah menjual tanah kepada orang luar dengan harga yang
menjanjikan.
4. Mempertahankan tradisi atau kebiasaan yang tentunya tidak relevan lagi
dalam hidup saat ini.
5. Organisasi (adat) yang masuk dari luar yang memiliki potensi dapat
merusak warisan nilai-nilai dan tata acara warisan leluhur. Bahkan, dalam
ritus sembah kepada para leluhur yang dipraktekkan oleh organisasi yang
bersangkutan, secara tidak bertanggungjawab menggunakan benda-benda
rohani (rosari) yang tidak pada tempatnya.
6. Tanggung jawab, peran serta dan keaktifan sebagai anggota Gereja atau
dalam kehidupan menggereja masih sangat kurang.
- Pelayan pastoral kurang tidak sebanding dengan luas wilayah pelayanan
pastoral yang cukup jauh dengan menggunakan transportasi sungai.
Akibatnya, tidak semua umat mendapat pelayanan yang sama khususnya
umat yang tinggal di hulu atau daerah pedalaman.

4. Terobosan
 SDM: mendirikan asrama untuk menampung anak-anak sekolah dari
daerah pedalaman.

15
 Memberi kesadaran kepada umat akan pentingnya menjaga hak milik
tanah sebagai aset masa depan anak-anak mereka lewat kotbah,
diskusi-diskusi informal, pertemuan keluarga, acara syukur panen.
Umat juga didorong agar tanah nganggur yang mereka miliki perlu
ditanam pohon—pohon, dll. Pendekatan kepada tokoh-tokoh adat agar
mereka memahami, menyadari betapa penting melindungi apa menjadi
hak milik masyarakat adat.
 Tokoh-tokoh adat dan tokoh umat bersama-sama didorong untuk
mencari langkah yang tepat dan harmonis untuk memadukan
pelaksanaan kegiataan adat di satu sisi dan ajaran Gereja di sisi lain
agar tidak boleh bertentangan.
 Pengadaan tenaga Penyuluh agama Katolik yang bekerja sama dengan
pemerintah daerah khususnya dengan Bimas Agama Katolik. Paroki
memiliki 3 orang tenaga penyuluh.
 Terus didorong peran serta dan keaktifan umat dalam gereja dalam
konteks kemandirian melalui iuran keluarga.
 Kesulitan pelayanan untuk umat di daerah pedalaman selama ini, untuk
waktu akan datang dapat dibantu dengan adanya program pemerintah
yang membangun infrastruktur ke pedalaman yang menghubungkan
lintas barat dan timur, dan jalurnya berada sekitar wilayah paroki.

5. Nilai-nilai atau spritualitas Montfort dalam karya parokial


 Dimensi Marial dihidupi dalam konteks inkulturasi. Pada bulan Mei (bulan
Maria) diadakan upacara syukur panen di paroki, yang tahun ini dilaksanakan
di tingkat stasi-stasi. Yang coba digali dan dihidupi dalam syukur panen itu
adalah dengan melihat sosok Maria sebagai Bunda Kehidupan. Nuansa
perayaan liturgi diwarnai dengan lagu-lagu daerah, mengenakan pakaian adat
sebagai warisan budaya yang patur dilestarikan atau dipelihara.
 Pembaharuan Janji Baptis : Pembekalan kepada para orang tua calon baptis
untuk setia, terus menjaga serta menghidupi iman kepada Kristus dalam
keluarga sebagai Gereja kecil-Gereja mini.
 Menghidupi kembali Doa Rosario bergilir dalam keluarga. Kendati pun belum
optimal, namun setidaknya sudah mulai dilakukan dalam keluarga, khususnya
pada bulan Mei dan Oktober dan juga dalam doa-doa syukur keluarga.

Shering Karya Pastoral-Misi


Paroki Santo Antonius dari Padua Mendalam

1. Model pastoral/misi yang kami laksanakan di paroki


Sebelum kami membagikan pengalaman model pastoral yang kami lakukan, terlebih dahulu
kami memberikan gambaran umum tentang Paroki tempat kami berkarya. Nama paroki

16
adalah Santo Antonius dari Padua Mendalam. Paroki ini berdiri tahun 1979 (sudah memasuki
usia 43 tahun). Dari segi jumlah umat dan stasi, paroki ini terhitung sangat kecil. Hanya ada
10 stasi. Dari 10 stasi, ada tujuh stasi yang pelayanan mingguan/hari raya dipusatkan di
Gereja paroki. Sementara tiga stasi lainnya, pelayanan mingguan dilaksanakan secara
tersendiri di gereja stasi masing-masing. Namun, ada satu stasi yang cukup jauh dan tidak
bisa kami layani setiap minggu dengan berbagai alasan serta pertimbangan praktis. Paroki ini
memiliki jumlah umat yang sangat kecil. Statistik paroki per Desember 2021, jumlah Kepala
Keluarga 645 dan jumlah jiwa 2.287. Dari segi wilayah, paroki ini cukup luas. Ada 5 desa
dan umatnya tersebar di 4 suku budaya (Suruk, Taman, Kayaan dan Bukat). Suku-suku yang
ada punya ciri khas (sekurang-kurangnya bahasa) dan karakter yang berbeda dengan latar
belakang hidup termasuk ekonomi dan Pendidikan. Semuanya ini sangat berpengaruh dalam
pastoral. Petugas pastoral di paroki ini dilayani oleh seorang imam dan satu orang bruder.
Setelah melihat gambaran umum tentang paroki ini, lalu seperti apa kami berpastoral? Karya
pastoral yang kami jalankan selama berkarya di Paroki Santo Antonius dari Padua
Mendalam (2 tahun), umumnya mengikuti pola atau model pastoral kunjungan umat
(keluarga) dan keterlibatan aktif dalam pelayanan di tengah umat. Secara umum pelayanan
mingguan dilakukan di pusat paroki maupun di beberapa stasi yang mudah dijangkau. Ini
adalah pelayanan rutin mingguan dan sifatnya tetap. Kami membuat jadual pelayanan yang
cukup merata untuk 9 stasi setiap minggu dan berlaku tetap, kecuali satu stasi yang jauh.
Pola karya pastoral seperti ini tentu bukan hal baru. Pastoral seperti ini bisa dikatakan sudah
lazim dan pola lama dalam reksa pastoral umumnya. Pengalaman kami bahwa, pastoral
seperti ini sangat membantu untuk mengenal situasi umat secara lebih baik. Sekurang-
kurangnya bisa melihat dan terlibat dalam kehidupan umat secara menyeluruh.
Selain jadual pelayanan umum mingguan ada pula pelayanan khusus yang diprogramkan
bersama DPP dengan tujuan supaya menumbuh-kembangkan iman umat serta keterlibatan
aktif dalam kehidupan menggereja. Karena itu, kami membuat jadual kunjungan ke setiap
stasi, merayakan ekaristi dan shering bersama umat, sambil mendengar masukan, keluh kesah
serta harapan umat untuk kehidupan paroki secara menyeluruh.

2. Tantangan-tantangan real dalam karya pastoral


Kami menyadari bahwa setiap tugas perutusan tidak semuanya berjalan mulus atau sesuai
dengan harapan pribadi dan harapan serikat tentunya. Pasti ada kesulitan atau tantangan, baik
itu dari luar maupun dari dalam diri sendiri atau pun komunitas. Dari pengalaman selama ini,
kami juga mengalami sendiri tantangan dalam berpastoral. Namun semuanya itu bisa dilewati
dengan baik baik saja.
Tantangan Internal: Kurangnya komunikasi yang intens dalam melaksanakan tugas
pastoral. Komunikasi kadang-kadang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam
membangun perutusan dan karya bersama. Selain itu, kurang juga keterlibatan yang penuh
dari kami sebagai tim pastoral, ketika mengadakan berbagai kegiatan pembinaan iman umat,
katekese dan pertemuan-pertemuan rutin bersama DPP harian sebagai kesempatan evaluasi
bersama.
Tantangan Eksternal: Kalau berbicara mengenai tantangan eksternal, secara khusus kami
melihat situasi real kehidupan umat dengan berbagai persoalan di dalamnya. Sehingga pada
kesempatan ini kami memberikan shering beberapa tantangan nyata yang kami hadapi selama

17
berpastoral di paroki. Apa yang kami bagikan pada kesempatan ini, bukan hanya pengalaman
kami sendiri, tetapi juga dari shering kelompok bersama umat yang pernah kami buat
beberapa waktu lalu.
Pertama, menyangkut keluarga dan perkawinan.
Kami merefleksikan bahwa kehidupan menggereja secara menyeluruh (dalam sebuah paroki)
tidak bisa dipisahkan dari keluarga-keluarga sebagai gereja rumah tangga. Ketika dalam
keluarga ada persekutuan, cinta kasih, damai, saling berbagai dan sebagainya, pasti dalam
lingkup yang luas (paroki) hidup yang sama akan nampak. Demikian pula sebaliknya.
Yang kami jumpai bahwa ada beberapa pasangan yang hidup bersama seperti suami istri
tanpa adanya ikatan perkawinan katolik, bahkan tanpa ada ikatan adat (sekurang-kurangnya
ada ikatan adat). Rupanya situasi seperti ini sangat berpengaruh dalam kehidupan menggereja
secara umum. Mereka bukan hanya tidak mau mengurus perkawinan, malahan cenderung
untuk mengabaikan kehidupan bersama sebagai umat paroki. Disisi lain, kesadaran untuk
mengikuti dengan sungguh-sungguh prosedur perkawinan katolik kadang-kadang lemah
ketika sudah diputuskan dalam adat-perkawinan. Meskipun sesungguhnya sudah tahu dan
sangat sering mendengar katekese dari pelayan pastoral berkaitan dengan perkawinan.
Ada pula pengalaman yang disheringkan bahwa umat baru berusaha bertemu pastor dan
pengurus stasi, ketika membutuhkan pelayanan dari gereja, misalnya membutuhkan surat
baptis atau ketika hendak membuat akta kelahiran anak, kartu keluarga atau surat nikah
sesuai dengan tuntutan dari sekolah/Lembaga tertentu. Pada saat itulah mereka mulai aktif
dan terlibat dalam kehidupan menggereja (sekurang-kurangnya mulai datang berdoa hari
Minggu). Tetapi setelah semua urusan mereka selesai, mereka kembali lagi mengikuti
kebiasaan yang lama.
Pengalaman yang juga kami jumpai bahwa ada orang tua yang sepertinya membiarkan
dan mengijinkan anaknya untuk hidup bersama dengan pasangan tanpa diurus secara
gereja. Dalam shering yang pernah kami buat, ada umat yang mengatakan bahwa terlalu
ribet urusan perkawinan gereja, dan menghabiskan banyak waktu dengan segala persiapan
yang harus dipenuhi. Sementara di sisi lain, adat sepertinya sudah mengijinkan untuk hidup
bersama (“sah sebagai suami istri”). Sehingga, mereka lebih memilih “hidup bersama yang
diputuskan oleh adat” ketimbang mengurus perkawinan gereja.
Di samping itu, cukup banyak pasangan yang sudah cerai hidup setelah menikah sah di
gereja kemudian hidup bersama dengan pasangan baru. Persoalannya bahwa enggan
untuk datang ke gereja mengikuti misa dengan alasan mereka tidak bisa menerima komuni.
Mereka lebih menikmati hidup seperti itu dari pada mau terlibat dalam kebersamaan dengan
umat yang lain dan berharap supaya dengan mudah mereka bisa menikah lagi. Bahkan ada
yang menganjurkan dalam shering kelompok supaya tidak perlu terlalu ribet mengurus
perkawinan katolik apalagi kalau mereka sudah lama hidup bersama dan memiliki anak.
Hal Kedua, Kadang-kadang persoalan dalam keluarga bisa berdampak sangat luas di
lingkungan umat/paroki bahkan dalam masyarakat luas. Ketika ada persoalan dalam
keluarga atau persoalan pribadi, begitu cepat menyebar dan merambat kemana-mana. Mulai
dari tidak saling mengunjungi, tidak mau hadir berdoa di rumah orang tersebut. Malahan
lebih banyak menyebarkan isu saling fitnah dan menjatuhkan. Persoalan-persoalan yang
sifatnya pribadi seperti ini begitu kuat pengaruhnya dalam gereja. Termasuk pula saat-saat
masa kampanye politik. Perbedaan pilihan justru menimbulkan benturan kecil, kemudian

18
melahirkan perpecahan di tengah umat, dalam keluarga yang berdampak pada kehidupan
menggereja secara umum.
Ketiga, Kebanggaan sebagai orang Beriman Katolik belum sungguh-sungguh kuat. Dari
pengalaman kami dan juga shering bersama yang pernah kami buat terungkap bahwa
sepertinya iman katolik belum sungguh-sungguh menjadi kebanggaan pribadi atau kurang
mengakar. Hal ini terbukti bahwa beberapa anak muda di paroki kami sangat mudah tergoda
berpindah agama dengan alasan pernikahan. Pengalaman seperti ini sudah sekian kali terjadi.
Dan ini menjadi tantangan dalam karya pastoral. Sementara itu, orang tua kadang-kadang
seperti membiarkan anaknya untuk menikah dengan pasangan dari agama lain, apalagi kalau
sudah terlanjur perut besar alias hamil.
Keempat, kehidupan iman umat yang kadang-kadang pasang surut. Mulai dari
keterlibatan dalam hidup menggereja di stasi maupun di paroki, keaktifan dalam doa
bersama, termasuk rasa peduli terhadap gereja. Dari pengalaman pastoral serta shering yang
pernah kami buat, nampak bahwa kebersamaan sebagai umat kadang-kadang hanya sungguh
dirasakan ketika kegiatan hari raya (Natal dan Paskah) atau pun kegiatan yang menghadirkan
banyak orang-pesta/gawai. Dalam pengalaman selama ini, ada umat yang merasakan bahwa
menjadi umat katolik hanya musiman yang sewaktu-waktu mereka bisa abaikan atau kurang
peduli dengan imannya.
Kelima, Munculnya kelompok Kristen. Tantangan lain yang juga sedang kami alami di
paroki saat ini ialah munculnya kelompok penganut agama lain (pendeta) yang berdomisili di
sebuah stasi dengan alasan penelitian budaya. Sudah beberapa tahun ini, mereka hidup dan
menetap di sana bahkan membangun rumah pribadi. Kadang-kadang mengajak anak-anak
untuk berkumpul dan memberi pelajaran tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Kemudian,
memberi uang dan barang-barang kebutuhan untuk keluarga tertentu. Kami secara pribadi
maupun bersama DPP sudah beberapa kali berkunjung dan mengadakan pertemuan dengan
mereka bahkan dalam gereja pun kami memberikan katekese supaya mereka tidak mudah
dihasut atau berpindah keyakinan. Kami pun pernah menyampaikan hal ini ke bapak bupati
hanya belum ada tindak lanjutnya.
Keenam, Adu Ayam-Judi Sabung
Di paroki kami berkarya, hampir di setiap kampung ada ‘kelang’-tempat ayam diadu (kelang
sabung). Selama 2 tahun berkarya di paroki ini, hampir setiap bulan bahkan setiap minggu
ada judi. Dan yang hadir di sana bukan hanya umat paroki kami, tetapi dari berbagai tempat.
Situasi seperti ini kadang-kadang menyakitkan dan mengecewakan. Parahnya bahwa yang
hadir bukan hanya orang-orang kampung, tetapi juga bos yang berduit, yang punya pengaruh
dalam masyarakat. Sangat sering kami menyampaikan di gereja termasuk saat-saat persiapan
pernikahan. Dengan pemerintah desa pun (kades), kami juga sudah pernah berdiskusi
mencari solusi bersama. Bahkan ada kades yang secara diam-diam telah menyurati pihak
aparat. Tetapi, ketika aparat hendak turun, kelang sudah dibongkar dan mereka sudah pindah
ke tempat lain.

3. Terobosan dan rencana prioritas ke depan


Setelah menemukan tantangan-tantangan seperti ini dalam hidup bersama umat di paroki, ada
beberapa kegiatan yang coba kami buat.

19
Pertama, kunjungan khusus ke setiap stasi dengan melibatkan DPP harian, yang dibuka
dengan perayaan Ekaristi kemudian mendengarkan shering dari umat. Shering-shering inilah
yang akan kami bawa dalam pertemuan DPP harian, evaluasi bersama kemudian akan
menjadi prioritas dalam program kerja bersama seluruh DPP paroki. Kendalanya bahwa
kadang-kadang kunjungan khusus ke setiap stasi ini, kurang mendapatkan respon yang baik
dari umat. Dalam artian, hanya sedikit umat yang sungguh-sungguh mau hadir dan terlibat.
Kedua, Dalam program DPP, kami berusaha untuk sebanyak mungkin melaksanakan
pembinaan-pembinaan iman, khususnya untuk anak-anak dan orang muda katolik. Dan
semuanya ini sudah berjalan normal setelah covid-19 mulai menurun. Bahkan kami juga
dalam tahun misi ini, telah mengadakan kegiatan Orang Muda Katolik bekerjasama dengan
tim misi deosoli.
Ketiga, kami juga pernah bekerja sama dengan tim misi deosoli untuk jangka waktu yang
cukup lama (2 bulan), meminta tim misi supaya memberikan katekese khusus di dua stasi.
Bukan hanya katekese orang dewasa, tetapi juga orang muda dan bahkan kelompok anak-
anak. Ini semua dibuat dengan harapan bahwa umat semakin bersemangat dalam iman, rasa
memiliki terhadap gereja dan bangga dengan imannya sebagai orang katolik.
Keempat, kami bekerja sama dengan konfrater di wilayah Kapuas Hulu untuk mengadakan
misi Montfortan di salah satu stasi. Kami melibatkan DPP paroki, para petugas medis,
pembina SEKAMI paroki. Selama tiga hari kami mengadakan misi ini. Kami melakukan
katekese dan juga kunjungan ke setiap rumah dan membagi rosario serta menempatkan salib
di setiap rumah. Dengan tujuan supaya umat memahami imannya dengan baik sebagai orang
katolik dan tidak mudah tergoda untuk berpindah agama.

Yang belum sungguh-sungguh kami realisasikan dan menjadi prioritas kedepan ialah,
bagaimana menyikapi atau mencari solusi khususnya bagi pasangan suami istri yang hidup
bersama tanpa ada ikatan adat apalagi secara Sakramental. Dalam pertemuan dan evaluasi
DPP paroki, sebenarnya sudah kami diskusikan hal ini bahkan beberapa pengurus adat
diundang setiap kali rapat pleno DPP.
Rencana kami kedepan ialah, pertemuan khusus seluruh pengurus adat, pengurus desa dan
DPP, untuk menemukan solusi bersama berkaitan dengan pasangan-pasangan yang sudah
hidup bersama atau bisa dikatakan hanya kumpul kebo.

4. Bagaimana unsur-unsur penting: Evangelisasi, Maria, Siap sedia, dan bertindak


bersama dihayati dalam perutusan. Sejauh mana perhatian terhadap tema-tema
seperti Kristus Sang Kebijaksanaan, Pembaktian diri, Maria, Baptis, Salib, dan
Katekese kaum muda mendapat tempat dalam program kerja, kotbah/homili dan
pelayanan kepada umat. (Uraikan dengan rinci).

Pengalaman kami dalam hidup berkomunitas, sesungguhnya corak khas perutusan sebagai
Montfortan (Evangelisasi, Maria, Siap sedia, dan bertindak bersama) sudah kami usahakan
dan kami hayati dalam pelayanan. Tentu kami sadari bahwa, memang tidak selalu maksimal
atau tidak selalu ideal untuk menghayati kekhasan perutusan serikat. Namun sekurang-
kurangnya jiwa dan semangat Montfortan ada dalam diri kami dan terus-menerus
diperjuangkan dalam melaksanakan pelayanan pastoral kepada umat di paroki.

20
Sementara itu, berkaitan dengan tema-tema khusus dalam Serikat Maria, sesungguhnya telah
kami upayakan dalam pewartaan kami supaya tema-tema ini juga sekurang-kurangnya
dikenal oleh umat dan berguna bagi pengetahuan iman mereka. Secara umum, tema-tema
(Kristus Sang Kebijaksanaan, Pembaktian diri, Maria, Baptis, Salib) ini, disampaikan dalam
homili dan katekese bersama umat, baik di tingkat paroki maupun di stasi-stasi.

PAROKI HATI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERNODA


PUTUSSIBAU
I. PROFIL SINGKAT PAROKI HSPMTB PUTUSSIBAU
A. Jejak dan Geografis
Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau adalah salah satu paroki di
wilayah keuskupan Sintang. Paroki ini berdiri 10 Juni 1939. Sebelum paroki ini berdiri,
wilayah paroki Putussibau termasuk dalam wilayah pelayanan paroki Bika Nazaret dan
dilayani oleh misionaris kapusin. Namun, sejak paroki ini berdiri secara resmi tahun 1939,
paroki ini dilayani oleh para biarawan Montfortan. Misionaris Montfortan asal Belanda
adalah peletak dasar berdirinya paroki ini. Dalam perjalanan waktu, paroki Hati Santa
Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau telah berganti Gereja sebanyak tiga kali dan
pastoran sebanyak dua kali. Gereja dan pastoran pertama letaknya di pantai Sibau. Tahun
1960-an, dibangun lagi sebuah Gereja dan pastoran baru yang letaknya di Jln. Utama kota
Putussibau. Gereja ketiga (gereja yang sekarang digunakan) diresmikan pada tanggal 10 Mei
2013. Gereja ini terletak di pusat kota Putussibau tepatnya di Jln. Ahmad Yani No.34
Putussibau. Gereja ini merupakan gereja yang cukup strategis karena berada di jalan utama
kota Putussibau. Di samping itu, gereja ini di bangun di antara kompleks persekolahan
Karya Budi (SD Karya Budi, SMP Kaya Budi, SMA Karya Budi), Susteran SMFA,
Bruderan MTB dan Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Wilayah Paroki HSPMTB ini
mencakup dua kecamatan, yaitu Putussibau Utara dan Putussibau Selatan. Secara geografis,
batas-batas Paroki Hari Santa Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau adalah sbb:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan paroki Bika Nazaret dan paroki Mendalam
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan paroki Peniung Bunut
3. Sebelah Barat berbatasan dengan paroki Bika Nazaret
4. Sebelah Timur berbatasan dengan paroki Penampakan Tuhan Sayut

21
Paroki HSPMTB memilik delapan stasi yang terletak di dua wilayah kecamatan,
yakni wilayah kecamatan Putussibau Selatan dan kecamatan Putussibau utara.
1. Stasi Jaras
2. Stasi Uluk Wilayah kecamatan Putussibau Selatan
3. Stasi Kedamin Drat Hilir
4. Stasi Kedamin Darat Hulu
5. Stasi Pala Pulau
6. Stasi Sibau Hilir
7. Stasi Sibau Hulu Wilayah kecamatan Putussibau Utara
8. Stasi Tanjung Lasa
Selain stasi, tetapi juga ada lingkungan. Di gereja pusat terdapat beberapa lingkungan
yaitu: lingkungan St. Stefanus, lingkungan St. Theresia, lingkungan St. Fransiskus,
lingkungan Antonius, lingkungan St. Yosep, lingkungan Ratu Rosari, lingkungan Yohanes
Rasul teluk Aur dan lingkungan St. Thomas Aquino.

B. Pelayan Pastoral
Paroki HSPMTB Putussibau dilayani para Misionaris Montfortan (SMM) sejak
berdirinya. Saat ini paroki tersebut dilayani dua pastor dan satu frater. Pastor paroki yang
bertugas adalah Pastor Yakobus Rua Bai, SMM (Pastor Jack). Pastor rekannya adalah Pastor
Bronislawa Saryono Nasredin, SMM (Pastor Roin) dan satu orang frater pastoral Frater
pastoral, yakni Fr. Egidius Agu, SMM (Fr. Egi). Selain itu, paroki juga mendapat pelayanan
pastoral dari beberapa biara yang berada di sekitar paroki, yaitu para Suster-suster Misi
Fransiskan St. Antonius (SMFA), bruder-bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Ada satu
komunitas biara lagi yang membantu pelayanan pastoral, yakni komunitas Biara Deo Soli,
walaupun letaknya berada di paroki tetangga, yakni Paroki Penampakan Tuhan Siut, tetapi
mereka ikut membantu pelayanan di paroki ini. Mereka adalah para Misionaris Montfortan
(SMM). Selain para biarawan/biarawati, ada juga prodiakon, bebarapa pengurus lingkunagn
dan guru agama katolik yang dilibatkan dalam tugas pelayanan untuk memipin ibadat sabda
di stasi-stasi pada hari Minggu dan Hari Raya.

C. Demografi Umat
Jumlah umat menurut data statistik paroki Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda
Putussibau sekitar 12.000 jiwa. Pertumbuhan umat katolik paroki Hati St. Perawan Maria
Tak Bernoda Putussibau selama ini, sebagian besar berasal dari pembabtisan anak-anak. Para
baptisan dewasa, umumnya berasal dari mereka yang pindah agama karena menikah dengan
umat katolik. Namun ada juga yang meningalkan gereja katolik dengan alasan yang sama,
yakni perkawinan. Umat paroki Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau terdiri dari
bermacam-macam suku. Sebagian besar umat didominasi oleh sub-sub suku Dayak yang ada
di Kapuas Hulu antara lain; Taman, Kantuk, Iban, Tamambaloh, Kayaan dan beberapa sub
suku Dayak lainnya. Selain itu, suku Tionghoa juga cukup banyak jumlahnya. Sejumlah
umat berasal dari suku-suku lain dari berbagai wilayah di Nusantara juga terdapat di paroki
Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau antara lain; Jawa, Batak, Flores, Timor dll.

D. Mata Pencaharian

22
Dari segi mata pencaharian, umat paroki HSPMTB sangat beragam ada yang bekerja di
Lembaga pemerintahan sebagai ASN, pengusaha, sewasta dan umumnya sebagai petani atau
peladang.

II. HASIL PELAKSANAAN SHARING


1. Model pastoral atau misi apa yang dijalankan di Paroki HSPMTB Putussibau
Model pastoral ada Empat:
 Dialogis (buah-buah: transparansi dan kepercayaan): Jenis dan bentuk dialog
yang dilakukan, yakni Dialog tanggung jawab, dialog tentang aset, dialog
tentang program kerja, dialog tentang reksa pastoral (data umat) hal-hal lain
seperti catatan dari pastor paroki sebelumnya. Membuat rencana atau
mensosialisasikan semangat dialogis dengan dasar pada kesatuan sebagai satu
paroki (komunio), lingkungan, biara, stasi, komunitas kategorial. Kelompk
kategorial misalnya ada dua jenis. Pertama yang tidak langsung di bawah
paroki (PK, PMKRI, FOX Point, WKRI) dan kedua yang langsung di bawah
Paroki (OMK, Lektor/is, misdinar, Pemamzur, PDKK, KKI, dll). Dialog yang
terarah pada Gereja sebagai persekutuan umat Allah- terarah pada semangat
komunio. Berusaha untuk menghilangkan kata “Kami” diganti dengan “Kita”.
Dialog pada tujuannya mengarah pada kesatuan. Kesatuan dalam hal keuangan
atau asset, kesatuan dalam merancang dan menjalankan program kerja. Dialog
yang melibatkan semua elemen. Misalnya 1 juni 2019 pembuatan program
untuk mengunjungi umat di seluruh wilayah reksa pastoral paroki, didialog
secara matang dan terecana.
 Sinergis: Paroki memiliki struktur yang sudah jelas. Artinya paroki merupakan
suatu organisme yang terstruktur. Baik dari tingkat lingkungan, Stasi dan
komunitas-kominitas kategorial maupun DPP itu sendiri. Ini dilihat dalam satu
kesatuan. Karenanya, semua reksa pastoral yang dijalankan tidak tumpang
tindih, tetapi seirama dan sejalan baik pengurus DPP, Stasi, Linkungan dan
komunitas kategorial. Semangat berjalan bersama. Misalnya, DPP membentuk
panitia dari lingkungan atau stasi dalam menyelenggarakan Hari Raya dalam
Gereja (Hari Raya Natal dan Paskah). Perayaan natal bersama melibatkan
linkungan untuk menyediakan makanan.
 Partisipatif: 1 Kor 12: 4, Ef 4:4 Rom 12:4-5 (satu tubuh banyak anggota).
Setiap anggota Gereja memiliki talenta dan karunia masing-masing. Dengan
bekerja sama, segala kekurangan dapat saling melengkapi satu sama lain. Gereja
bukan hanya pastor, biarawan-biarawati. Gereja adalah seluruh umat Allah.
Semua terlibat, hanya berbeda dalam fungsi. Semua umat terlibat dalam
pelayanan Liturgi, kerygma, diakonia, martiria, koinonia, (pecunia:Keuangan)
 Berbasis Data: agar pelayanan pastoral dapat berjalan efektif dan efisien, maka
melalui program Keuskupan Sintang kami sebagai tim pastoral membuat
Pastoral berbasis data. Mengenal umat dengan bai; baik dari sudut kuantitatif
maupun dari sudut kualitatif. Bukan hanya jumlah umat (angka), tetapi juga data
masalah, kebutuhan, Pendidikan, pekerjaan, keterapilan, dll. Sehingga program

23
kerja dijalankan berdasarkan situasi dan kebutuhan umat, bukan berdasarkan
selera.
Keempat model inilah yang telah dijalankan dan akan terus dijalankan di
paroki HSPMTB-Putussibau.

2. Tantangan-tantangan riil, internal (personal dan komunal) dan eksternal yang dihadapi
di paroki HSPMTB Putussibau
Tantangan internal
 Komunal:
 Data umat belum dibuat secara baik dan benar. Keuskupan telah
membuat database yang berkaitan dengan baptis, ekaristi, penguatan,
nikah, namun sampai sekarang database belum diselesaikan. Dengan
alasan: fasilitas belum memadai dan petugas mengerjakannya belum
selesai.
 Program DPP belum disosialisasikan dengan baik, oleh karena Program
kerja setiap Kordinator Pengurus DPP masih disimpan dilaptop masing-
masing dan belum disatukan dalam sebuah Buku. Namun, dalam Rapat
Pleno Bulan Februari lalu program kerja DPP sudah dibukukan.
 Belum ada sinergi antara pengurus DPP, Lingkungan, stasi, kelompok
kategorial. Hal ini dikarenakan para Anggota DPP kebanyakan Pegawai
Negri Sipil dan Kepala dinas, sehingga seringkali bertabrakan dengan
pekerjaan Ketika mengadakan rapat DPP. Kemudian program kerja yang
dijalankan sering mengalami kendala karena kurangnya komunikasi
dengan Pastor Paroki dan DPP Harian. Dengan demikian, program kerja
yang dijalankan terkesan masih berjalan sendiri-sendiri.
 Keuangan: kebijakkan dalam mengatur keuangan di Paroki mengalami
kendala karena keuangan masing-masing organisasi masih terpisah;
misalkan OMK yang memiliki Kas pribadi yang dikelola oleh OMK
Sendiri. Namun kebijakan baru sudah dijalankan, yakni dengan
mengatur keuangan melalui satu pintu. Artinya, kolekte dari Lingkungan
dan Stasi disatukan ke Paroki. Sejauh ini sudah dijalankan dengan baik
dan terstruktur, namun kendala pemahaman umat yang menganggap
bahwa kolekte dari stasi dan Lingkungan adalah uang Kas yang
dikumpulkan di Paroki.
 Partisipasi umat untuk menjadi Pengurus Stasi dan DPP masih terbatas.
Partisipasi umat juga hanya nampak ketika mengadakan perayaan-
perayaan besar bernuansa Pesta.
 Seksi yang tergabung dalam DPP kurang inisiatif, dialogis dan
Kerjasama. Memahami struktur Gereja seperti struktur pemerintahan,
sehingga dalam memilih ketua DPP atau Ketua Panitia dalam perayaan
Besar Gereja dilihat dari jabatan kepegawaiannya bukan dari kualitas
hidup rohani. Kurangnya pembinaan atau pembekalan bagi pengurus
mengenai struktur Gereja Katolik.

24
 Personal:
 Motivasi pribadi dari setiap pengurus: menolak untuk terlibat jadi
pengurus dengan berbagai alasan.
 Kurang inisiatif untuk membangun kerjasama dengan pengurus lain
 Ada juga yang terlalu nyaman Dengan posisinya dan enggan untuk
digantikan.
 Menjalankan tugas sebagai bentuk aksi sosial belaka dan bukan
merupakan perwujudan iman.
 Banyak pribadi yang kurang berani dan kurang percaya diri untuk
menerima dan menjalankan tugas pelayanan dalam gereja.
 Komunitas pastoran:
 Metode Pastoral yang dijalankan yakni; To see (Melihat), to judge
(Menilai) sudah dijalankan dengan baik. Namun, sejauh ini to act
(mewujudkan/menjalankan) kurang berjalan dengan mendalam.
 Kurang menjalankan dan mensosialisasikan jadwal komunnitas pastoran
ke DPP Harian.
 Kurangnya Kerja sama dengan Lembaga pendidikan dan juga dengan
tokoh adat.
 Tantangan komunitas parokial dengan komunitas kategorial SMM;
Tantangan wilayah geografis; Tantangan dengan para pagawai Paroki
(soal batasan dalam ruang kerja).
Tantangan eksternal
 Ekonomi: ada beberapa pengurus dan umat lebih memperhatikan nilai
ekonomis kalau melakukan pelayanan, dan mengabaikan pemberian diri
sebagai pelayan Gereja.
 Budaya: kalau ada perayaan gawai kampung, kehadiran umat di Gereja
semakin berkurang, dan juga ketika musim berladang. Umat lebih takut
melangar adat istiadat dari pada takut melanggar perintah Tuhan.
 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi: anak-anak muda lebih
condong pada perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi, sehingga lupa
membina kehidupan rohaninya.
 Pekerjaan: banyaknya tugas yang diembankan oleh pengurus membuat
mereka sulit untuk membagi waktu antara menjalankan tugas kesehariannya
dangan tugas sebagai pengurus DPP, stasi atau lingkungan.
 Politik: Perbedaan pilihan menjadi salah satu pengaruh dalam keikutsertaan
atau keaktifan dalam hidup mengereja. Partisipasi mereka dalam bidang
politik sangat menonjol. Dari apa yang kami dengar dan amati, politik
identitas sangat kuat mewarnai kehidupan politik di Kapuas Hulu. Politik
identitas yang membawa nama agama sangat kuat.
 Sosial: seorang pemimpin harus memiliki jiwa social-komunikatif. Semangat
social menjadi hal penting dalam menjalankan tugas dengan baik sebagai
pengurus,

25
 Organisasi masyarakat: misalnya TBBR (Pasukan Merah Dayak) yang
sering kali menganggu perwujudan iman dari umat dan pengurus. Ada
praktik-praktik yang bertentangan dengan iman kristiani (sinkretisme?)
 Umat sekringkali mengabaikan dan tidak menjalankan kebijakkan yang telah
ditetapkan oleh tim pastoral dan DPP. Misalnya dalam kebijakan paroki,
kalau ada umat yang meminta pelayanan harus secara terstruktural. Misalnya
dari umat lewat pengurus stasi atau lingkungan baru kemudian pengurus
itulah yang kemudian menyampaikannya kepada pastor paroki atau pastor
rekan. Hal ini terkait dengan semangat komunio dalam hidup mengereja.
 Ada juga umat tertentu yang mengidolakan pastor tertentu, sehingga kalau
ada misa di rumah mengharuskan agar pastor tersebut yang memimpin misa.
Dengan sendirinya mengabaikan kebijakan paroki
 Pembentukan anak-anak misdirnar di Deo Soli juga menjadi tantangan
tersendiri di Paroki HSPMTB. Anak-anak itu yang nota bene umat paroki
HSPMTB “dibentuk” untuk terikat dengan rumah misi Deo Soli dan
akibatnya mereka jarang mengikuti misa dan kegiatan di Paroki. Bahkan
mungkin tidak mengenal pastor paroki atau pastor rekan.
3. Apa saja trobosan yang sudah dijalankan dan yang akan dijalankan sehubungan dengan
tantangan yang dihadapi
Pastoral satu pintu: artinya segala sesutau didialogkan, ada program bersama,
mulai dari jadwal pelayanan dan program kerja lainnya. Dari segi keuangan;
Membuat angaran belanja paroki dan mensosialisasikan ke DPP pleno.
Menetapkan keuangan untuk pelayanan ibadat dan misa hari minggu dalam
sebulan untuk komunitas Deo Soli, Bruder MTB dan Suster SMFA.
Menetapkan uang saku untuk tim pastoral (pastor paroki, pastor rekan, diakon
dan frater)
Adanya program kerja yang dibuat dalam bentuk booklet
Perayaan ekaristi pesta pelindung stasi dan lingkungan dan ulang tahun paroki
Melaksanakan perarakan patung Maria pada Bulan Mei
Perayan ekaristi pada saat ulang tahun paroki dan misa tematis lainnya
Membuat baju DPP
Ekonomi kreatif/investasi paroki (rumah wallet dan kolam ikan)
Membuat SK pengurus lingkungan dan stasi dengan masa jabatan yang berlaku 3
tahun. Jika ada umat yang sudah 2 kali dipilih wajib diganti untuk periode
berikutnya.
Memilih penasihat DPP
Membuat kebijakan-kebijakan pastoral baik ekaristi, pelayan sakramental dan
keuangan
Mewajibkan umat untuk memiliki salib dan benda rohani lainnya di dalam rumah
Pelayanan komuni Orang sakit di Rumah sakit setiap jumat pertama dalam bulan
Misa hari raya di luar hari Minggu
Bekerja sama dengan pemerintah untuk memperoleh data umat katolik di wilayah
paroki (putussibau utara dan selatan) dengan membuat surat ke DUKCAPIL

26
Membentuk tim untuk memasukan data baptis, krisma, pernikahan ke database
Misa hari ibu dan hari ayah dan untuk lansia
Terobosan yang akan dijalankan:
Misa ASN, TNI, Polri, pegawai, Guru-guru, angora DPR (sebulan sekali)
Kerja sama dengan guru-guru SD, SMP, SMA/SMK di setiap sekolah yang ada
di wilayah paroki untuk mendatakan jumlah murid katolik di sekolah masing-
masing
Mengadakan rekoleksi, pembinaan iman dan Taize di sekolah-sekolah
Akan ada penerapan aturan baru perihal para pekerja atau pegawai paroki
4. Bagaimana unsur-unsur penting: evangelisasi, marial, siap sedia dan bertindak bersama
dihayati dalam perutusan dan sejauh mana perhatian kepada tema-tema seperti kristus
sang kebijaksanaan, pembaktian diri, marial, baptis, salib dan katekese kaum muda
mendapat tempat dalam program kerja, kotbah atau homili dan pelayanan kepada umat.
Uraikan secara terperinci dan jelas!
Evangelisasi: misa dan ibadat sekurangnya sekali seminggu di stasi, mengadakan
Misa Harian di pusat Paroki bersama umat, mengadakan Misa Hari Raya di luar
Hari Minggu Bersama umat, mengadakan Misa Pesta Pelindung Stasi dan
Lingkungan, pelayanan katekese umat, dan katekumenat.
Marial: devosi maria yang dilakukan di komunnitas pastoran, misalnya doa
rosario bersama dengan berbagai model doanya, berdoa dengan menggunkan
buku “Berjalan Bersama Montfort Setiap Hari” sebelum sarapan,
menghimbaukan umat untuk terlibat aktif dalam doa rosario bulan mei dan
oktober dan devosi pribadi kepada bunda Maria, perarakan patung Maria dari
Pusat Paroki Menuju stasi, Misa pembuka dan penutup bulan Mei dan Oktober.
Siap sedia: hampir setiap permintaan umat dilayani dengan baik, baik pelayanan
misa, pemberian sakramen dan ibadat lainnya. Sejauh ini pelayanan kepada umat
yang meminta untuk dilayani dijalankan dengan baik. Juga tim pastoral selalu
hadir “tepat waktu” untuk melayani umat. Hal ini tidak lain merupakan bentuk
dari semangat siap sedia.
Bertindak bersama: kami mewujudkan corak bersama-sama dengan Menyusun dan
menetapkan jadwal pelayanan Misa dan Ibadat Hari Minggu; membagi jadwal pelayanan
pastoral dan Tourney; mengadakan sharing/ pertemuan komunitas setiap bulan; Menyusun
Kalendarium Paroki bersama DPP Harian dan DPP Pleno.

SHARING RUMAH MISI DEO SOLI


DALAM PERTEMUAN KOMISI MISI, 16 JULI 2022
I. Pengantar: Pertanggungjawaban Singkat atas Perubahan Nama Rumah
Misi Deo Soli

27
Nama Rumah Misi Deo Soli merupakan buah refleksi atas Visi dan Misi yang
dicanangkan oleh SMM Propinsi Indonesia. Meski merujuk pada Misi yang kedua,
namun sesungguhnya, nama Rumah Misi sebenarnya menjadi cerminan seluruh Visi
dan Misi, karena menyentuh langsung identitas para montfortan yang adalah
misionaris, seperti yang dirindukan oleh Bapa Pendiri, Santo Montfort (RIM 2). Dengan
demikian, perubahan nama tidak mengandung tendensi mengingkari karya misi yang
dijalankan oleh para konfrater sebelumnya. Perubahan ini, semata-mata untuk
mencuatkan ke permukaan dimensi misioner dan pada saat yang sama menegaskan,
bahkan menjadi alarm pengingat identitas, sebagai Misionaris Serikat Maria Montfortan.

Sharing ini dibagi dalam 3 bagian besar:

A. Model Misi yang sudah dan sedang dijalankan


B. Tantangan dan Terobosan Pastoral
C. Aplikasi Spiritualitas dalam Pastoral/misi
II. Model Misi yang sudah dan sedang dijalankan: Pastoral Misioner

Ketika menerima tugas menjadi Pemimpin di Rumah Misi, kami tidak menerima
catatan atau informasi perihal model misi (pelayanan) yang dijalankan oleh komunitas
ini. Secara umum, pelayanan terdiri atas 2 jenis pelayanan:

a. Pelayanan yang sifatnya sakramental


b. Pelayan non sakramental

Pelayanan sakramental dijalankan dalam bentuk bantuan tetap bagi Paroki


Putussibau dan Paroki Siut. Bantuan tetap yang dimaksud adalah bahwa komunitas
Rumah Misi dimasukan dalam jadwal pelayanan mingguan kedua paroki tersebut.
Sedangkan untuk Paroki Mendalam, pelayanan misa dilaksanakan secara tidak tetap.
Bergantung pada permohonan atau permintaan paroki. Hal yang sama berlaku dengan
beberapa paroki yang berada di wilayah Kapuas Hulu, khususnya di dekenat
Putussibau.

Pelayanan non sakramental terbagi atas:

a. Pelayanan yang bersifat formatif-spiritual, berupa retret, rekoleksi dan kegiatan-


kegiatan pembinaan. Kegiatan-kegiatan ini sifatnya permintaan, dan bukan
inisiasi atau bukan program terencana oleh Rumah Misi.
b. Pelayanan yang bersifat non formatit, seperti Kursus Persiapan Perkawinan
c. Pelayanan pengembangan spiritualitas tarekat berupa pendampingan Kerabat
Santo Montfort, yang sekarang ini kembali menggunakan nama Perserikatan
Maria Ratu Segala Hati.

Tentu saja, bentuk-bentuk pelayanan (baca misi) ini pada hakekatnya baik dan
berguna. Namun, penataan kegiatan-kegiatan ini menjadi satu identitas dan kekhasan
Rumah Misi Deo Soli belumlah tampak. Kegiatan-kegiatan ini masih menjadi kepingan-
kepingan kegiatan pada dirinya sendiri, dan pada akhirnya bersifat insidental. Artinya
belum menjadi sebuah identitas.

28
Inilah dasar bagi kami memulai penataan bentuk misi dan pastoral di tempat ini. Hal
pertama yang kami coba adalah dengan memberi sentuhan perubahan pada nama.
Seperti yang kami maksudkan di atas, perubahan pada nama bukan terutama pada
pengingkaran semua bentuk misi dan pastoral yang dijalankan oleh para konfrater
pendahulu, tetapi untuk mencuatkan ke permukaan dimensi misioner tarekat kita. Pada
saat yang sama, menjadi titik awal penataan segala bentuk pastoral dan misi yang
selama ini sudah berjalan.

Titik awal dari nama Rumah Misi ini bertujuan untuk menegaskan bahwa semua
kegiatan yang dijalankan oleh Rumah Misi Deo Soli digerakan oleh misi. Misilah yang
pertama-tama mendorong dan memanggil semua misionaris yang berkarya untuk
melayani dalam pelbagai bidang pelayanan gerejani. Dengan kata lain, bukan rumah ini
yang memiliki, tetapi misilah yang memiliki rumah ini.

Ada dua implikasi dari maksud kami mengatakan bahwa Rumah Misi ini digerakan
oleh misi. Pertama, misi pertama-tama adalah identitas yang membuat semua bentuk
pastoral dan misi tidak bisa tidak tetapi harus dan wajib dijalankan. Kedua, misi
mendorong semua misionaris membuka kerjasama dengan umat beriman untuk
bersama-sama bagi pelayanan Gerejani.

Poin tentang misi sebagai identitas, dapat dibaca demikian: misi dari Allah yang
diberikan kepada Gereja, dan diwujudkan secara nyata oleh Montfort. Gagasan ini
mendorong kesadaran baru untuk tidak terpaku pada program tetapi
mengaktualiasasikan apa yang dikatakan oleh Yesus untuk membaca tanda-tanda
zaman. Di sini bukan tidak memerlukan program. Program tetap perlu tetapi tidak
boleh mematikan daya kretivitas. Tetapi membaca tanda-tanda zaman pun tidak
dipikirkan untuk mengambil semua hal yang ada di sekitar kita.

Di sinilah penting kita menyadari bahwa tarekat kita memilik karisma dan
spiritualitas yang mengalir dari Bapa Pendiri. Tanda-tanda zaman ditanggapi dan
diterangi karisma dan spiritualitas untuk menemukan bentuk pastoral yang
kontesktual: mengindahkan konteks, situasi, lingkungan, budaya. Inilah yang kemudian
kita kenal dengan istilah ketaatan kreatif. Kita menemukan bentuk karya misioner,
sebagai hasil sintesis antara kharisma sebagai montfortan dan situasi, keadaan, realitas
yang ada di sekitar kita.

Kedua, misi membawa ke tataran baru dalam merenungkan kehadiran kaum awam
dalam segala tingkatan umur. Jika misilah yang menjadi identitas, maka keberadaan
misionaris di rumah ini adalah untuk membangun kesadaran bahwa bukan kita pemilik
hak tunggal untuk membaharui semangat hidup kristiani dan dunia. Kita dipanggil
untuk berjalan bersama Umat Allah, membuka kerjasama dan membentuk tim misi bagi
karya-karya misioner. Dalam terang inilah sebetulnya kita menemukan titik temu
amanat St. Yohanes Paulus II agar tidak menguburkan kharisma tarekat tetapi
membaginya bagi Gereja dan dunia. Artinya: kita bukan berbagi bukan karena saja Umat
Allah tidak punya, tetapi untuk bersama mereka membagi kekayaan rohani kita bagi

29
semua orang. Maka pembinaan Perserikat Maria Segala Hati bukan supaya mereka
memiliki kekayaan rohani untuk mereka, tetapi agar bersama-sama mengecap
kekayaan rohani untuk keselaman sesama. Jadi, berbagi kekayaan rohani sama artinya
mempersenjatai Umat Allah untuk karya pelayaan dalam perutusan mereka di dunia.

Berangkat dari pemikiran “misi yang mendorong kehidupan misioner di Rumah


Misi”, maka perlahan-lahan kami mencari model misi bagi rumah ini. Proses sampai
kepada model ini bukanlah sebuah proses yang mudah, dan asal memilih model misi.
Tetapi proses penemuan model ini berjalan dalam dua arah. Arah pertama adalah arah
teoritis, sesuai dengan pemahaman tentang konsep misi, visi misi Provinsi, pengalaman
pastoral sebelumnya dan tentu saja konteks di mana Rumah Misi ini berada. Pengolahan
ini mengantar kami sampai pada titik di mana kami menemukan model Pastoral
Misioner.

Titik penting dari model ini adalah cara baru memahami karya misi dan pastoral
sebagai dua realitas yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup Gereja. Konsekuensinya
membutuhkan yang namanya kolaborasi misioner. Tugas utama rumah misi adalah
memberikan pewartaan akan Yesus dengan harapan sampai pada pembaruan iman
Kristiania, sehingga semua orang kristiani menghidupi imannya dengan baik dan benar
(pastoral) dan pada saatnya mereka mewartakan juga Kristus itu lewat kesaksian hidup
mereka. Secara teoritis, ini berarti, rumah misi memerlukan kerjasama dengan paroki-
paroki. Karena jika tidak, maka Rumah Misi direduksi semata-mata sebagai ban serep
dan pelengkap. Kalau ini terjadi, maka keberadaan Rumah Misi tidak lain adalah
bayang-bayang saja alias paroki kedua yang sifatnya pelengkap dan pasif.

Arah kedua adalah arak praxis dari model yang kami sebut sebagai Pastoral
Misioner. Karena mengandaikan kolaborasi, maka antara rumah misi dan paroki
hendaknya dipandang satu kesatuan. Di sinilah, arah praxis ini mengalami trial dan
error karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah bahwa kami di Rumah
Misi ini diisi orang baru, sehingga belum sampai pada pemahaman yang sama dan aksi
yang sama. Pater Martin masuk ketika dimulainya wabah Covid-19 dari Paroki
Putussibau. Pater Leba baru bergabung dan berlatar belakang pengalaman paroki. Saya
sendiri sebetulnya terhitung baru keluar dari bangku kuliah dan masih pada tataran
teoritis. Sebagai dampaknya adalah bahwa kami masih mencoba-coba dengan bentuk-
bentuk misi yang sudah ada sebelumnya.

Pengalaman-pengalaman yang kami bawa masing-masing mewarnai cara kami


bermisi. Ini tidak dapat kami pungkiri. Karena itu, kecenderungan bentuk misi kami
adalah keparoki-parokian atau terlalu teoritis sehingga mengawang-awang, berhenti
pada ide dan “kandas” pada aksi. Inilah yang kemudian melahirkan error-error pada
tingkat praksis karya misi rumah ini. Hal ini misalnya tampak dalam retret dan
rekoleksi. Meskipun tema dibicarakan bersama, tetapi bahan presentasi masih bersifat
masing-masing. Sementara evaluasi kegiatan kurang mendapat perhatian.

30
Contoh lain, ketika kami memulai dengan Montfort Youth, buku pegangan dibuat,
tetapi tidak diikuti evaluasi sejauh mana buku tersebut berguna dan bermanfaat.
Sehingga pembinaan Montfort Youth belum menemukan bentuk yang ideal dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan pun kebanyakan imitasi dari program kerja di paroki
dan bentuk pembinaan rekoleksi dan retret.

Faktor eksternal adalah bahwa paroki-paroki memiliki program-program sendiri


yang sudah dibicarakan secata matang, dan memiliki perangkat kerjanya lewat komisi
atau seksi-seksi yang ada dalam perangkat paroki. Selain itu, pedoman dan arah reksa
pastoral keuskupan, tidak secara terperinci membicarakan ruang kerja sama dengan
rumah misi. Tidak mengherankan bahwa Rumah Misi Deo Soli tidak dapat begitu saja
mendapatkan peran dan ruang menjalankan misi. Di sis lain, paroki tidak serta merta
begitu saja memasukan kami dalam menjalankan program kerja, karena dapat
mematikan reksa pastoral dari masing-masing komisi. Hasil akhir, rumah misi hanya
menjadi pelengkap dan ban serep.

Tentu saja bukan kesalahan paroki. Tetapi inilah bagian dari proses pengembangan
model pastoral misioner. Ada trial dan erros, ada maju dan mundur. Tetapi kami tidak
berhenti belajar dan memperbaiki arah praksi model ini. Pada saat yang sama,
memerlukan keberanian untuk memulai bentuk-bentuk ekspresi dari model ini.
Terutama, perhatian kami saat ini terpusat pada bentuk-bentuk misi:

1. Misi Umat sebagai salah satu bentuk misi yang diharapkan menjadi bentuk misi
yang khas dalam kehadiran para montfortan.
2. Pembinaan dan pendampingan PMRSH dan Montfort Youth, dan kaum muda
3. Pastoral Inkulturatif, yaitu penelitian dan pengembangan sektor budaya, adat
istiadat untuk mendukung pelestarian budaya, yang diharapkan menjadi sarana
bagi pertumbuhan iman.
4. Pengembangan Multimedia atau pastoral multimedia
5. Pastoral Sekolah dengan titik fokus mendorong lahirnya budaya literasi
III. Tantangan dan Terobosan Pastoral/misi

Kiranya bagian ini secara tersirat sudah ditemukan dalam bagian pertama. Namun kami
ingin secara terbuka dan spesifik membagikan tantangan-tantangan real yang kami
jumpai dalam menjalankan misi di Rumah Misi Deo Soli.

III.1. Tantangan-Tantangan real

Dalam bagian ini, kami membagi dalam dua bagian besar. Pertama tantangan personal
masing-masing pribadi dan kedua, tantangan dalam tingkat komunitas.

III.1.1.Tantangan Personal

Dalam pengalaman selama ini, kami mencatat beberapa tantangan yang real.

a. Harmonisasi antara kematangan diri dan identitas sebagai montfortan. Kami


mengakui bahwa dialektika kematangan diri dan identitas sebagai seorang

31
montfortan merupakan sebuah pergulatan yang sifatnya terus-menerus. Tidak ada
parameter selesai dari proses ini. Dalam proses harmonisasi ini, kami menemukan
beberapa penyebab yang cukup mencuat dalam kematangan diri ini.
i. Egoisme. Sikap ini masih cukup mendominasi pengolahan diri kami masing-
masing. Masih cukup sering, titik pangkal miskomuniasi lahir dari sikap
egois. Dan memberi dampak dalam komunikasi fraternal di antara rekan
sekomunitas.
ii. Inkonsistensi. Inkonsistensi ini terutama terjadi dalam pelaksanaan
keputusan-keputusan bersama. Seringkali, apa yang sudah diputuskan
bersama, kerap secara pribadi tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal ini
menimbulkan ketidakstabilan dalam ritme hidup berkomunitas. Awalnya
selalu berjalan baik, namun lama kelamaaan berkurang dan jatuh dalam
inkosistensi.
iii. Gaya hidup dan hobby. Gaya hidup dan hobby kerap menjadi pangkal
lahirnya tendensi merelativir aturan hidup bersama. Contoh real misalnya,
pada saat makan bersama, kadang gaya hidup atau kebiasaan untuk
menyelesaikan tugas atau mengurus urusan pribadi membuat tidak hadir
dalam acara makan bersama. Atau misalnya memilih untuk pergi badminton
sehingga tidak hadir dalam doa dan makan bersama.
iv. Kualitas rohani. Kesadaran akan hidup rohani dalam doa pribadi menjadi
tantangan tersendiri di tengah tugas dan pelayanan. Ada kecenderungan
merelativir doa pribadi demi pastoral. Ini kemudian berdampak dalam
penghayatan pembaktian diri sebagai cara hidup sebagai seorang
montfortan. Hal ini bertalian dengan inkonsistensi dan gaya hidup.
b. Pola relasi internal dan eksternal. Relasi sebagai saudara dalam komunitas
ditandai oleh penerimaan kelebihan dan kekurangan konfrater serta
diungkapkan lewat menghargai nama baik konfrater. Ini menjadi tolok ukur
kualitas komunikasi dalam komunitas. Tantangan ini kemudian menentukan
cara berelasi dengan umat di luar komunitas. Tendensi membangun relasi yang
melekat dengan orang di luar komunitas kerap lahir dari ketidakmampuan
mengalami hidup sebagai saudara dengan konfrater.
c. Etos kerja dan kreativitas. Tantangan personal juga tersaji dalam etos kerja.
Rumah Misi Deo Soli yang tidak selalu dijejali banyak kegiatan kerap kali
menciptakan waktu luang yang cukup besar. Kadang kala, waktu-waktu kosong
ini tidak diisi dengan kerja tangan dan kreativitas.
d. Semangat mengisi diri dengan studi. Berada di luar bangku kuliah seakan
menjadi pembenaran untuk menjauhkan diri dari buku. Meskipun memiliki buku
yang banyak, kadang hanya untuk menghiasi rak buku di kamar. Hal ini
berdampak pula dalam kualitas homili atau bahan-bahan pembinaan yang terasa
kering dan bersifat repetitif.
III.1.2.Tantangan Komunitas

32
Kehidupan komunitas merupakan tanda dan sarana hidup kerasulan yang subur.
Beberapa tantangan membina hidup komunitas:

a. Senioritas dan yunioritas. Tidak dapat dipungkiri, usia dan tahun hidup
membiara turut membentuk tantangan tersendiri dalam membangun hidup
komunitas yang baik. Kesamaan sejarah di seminari turut membentuk tema-
tema pembicaraan dalam situasi non-formal. Namun, tak disadari itu juga
menyebabkan ketidaknyamanan dalam diri konfrater yang tidak memiliki
sejarah yang sama di seminari. Meski tidak mencolok dan besar, kerap ini
menimbulkan kerenggangan dalam komunikasi. Selain itu, senioritas dan
yunioritas menyebabkan kecanggungan dalam melakukan teguran atau koreksi
fraternal.
b. Membangun spirit sehati dan sejiwa dalam tim work. Tim work bukan soal
jumlah orang dan berkumpul bersama. Tim work merupakan wujud dan buah
semangat sehati dan sejiwa. Rangkaian kegiatan dari persiapan sampai evaluasi
harus dijiwai oleh semangat sehati dan sejiwa. Inilah yang menjadi tantangan
real yang dihadapi dalam komunitas Rumah Misi Deo Soli (RMDS).
c. Konsistensi dalam menjalankan aturan bersama. Kehidupan komunitas
membutuhkan aturan bersama, dengan harapan dilaksankan secara konsisten.
Tantangan terjadi ketika anggota komunitas tidak utuh (lepas dari masalah
personal yang diungkapkan di atas). Ada semacam pembenaran untuk tidak
melakukan kegiatan yang merupakan kesepakatan bersama. Ketika anggota
dalam komunitas tidak lengkap, pembiaran ini menjadi kebiasaan yang
“langgang kangkung”. Periode ini memang kami alami sejak saya dan pater
martin hanya berdua. Sekarang ini kami mencoba untuk kembali membangun
konsistensi ini. Di sisi lain, kami juga tidak ingin menjadikan aturan sebagai
belenggu, artinya berdasarkan kesepakatan bersama, aturan tertentu kami ganti
untuk kepentingan komunitas.
d. Saling memberitahu ketika hendak keluar komunitas. Salah wujud hidup
komunitas adalah memberitahu kepada konfrater ketika hendak pergi dan
pulang ke komunitas. Berdasarkan pengalaman, hal ini cukup kami pertahankan.
Meskipun hal yang khusus menjadi tantangan adalah keterbukaan mengenai
tempat tujuan kami ber”kandau”. Ini menuntut keterbukaan tetapi juga tentu
dengan tetap mengedepankan kepercayaan. Kami mencoba untuk tidak “kepo”
karena iri atau mengontrol. Tetapi mengedepankan kepercayaan sebagai
saudara.
III.1.3. Tantangan Karya Misioner

Kehadiran RMDS, seperti yang terungkap dalam kesaksian para konfrater


pendahulu kami adalah untuk menjadi tim misi yang bisa yang memberi kontribusi
yang signifikan kehadiran SMM di Keuskupan Sintang, khususnya di Kapuas Hulu. Tim
ini diharapkan secara internal memberi dukungan bagi para konfrater di Paroki, dan
secara eksternal menjadi sarana bagi tarekat memberi kontribusi bagi keuskupan

33
dengan kekhasan tarekat dan membagi kekayaan rohani sehingga memberi dampak
positif bagi kehidupan Gereja Lokal.

Bila mengacu pada model pastoral yang kami bagikan di bagian pertama,
kehadiran Rumah Misi Deo Soli seharusnya menjadi sentral. Sentral di sini bukan
berarti menggeser peran dan fungsi paroki. Tetapi sentral dalam arti Rumah Misi Deo
Soli tidak terbebani oleh polarisasi pelayanan. Dengan mengusung model Pastoral
Misioner, RMDS dapat menjadi rekan seperjalanan bagi para konfrater di paroki,
menjadi “source home”, dan bersifat inclusive dalam berkolaborasi dengan semua
elemen gerejani. Tetapi dalam pengalaman selama ini, kami menemukan beberapa
tantangan untuk mewujudkannya.

1. Polarisasi terhadap Paroki dan Biara. Cara berpikir yang mengkutub-kutuban ini
lahir dari interpretasi harafiah antara Gereja Lokal dan Biara. Seolah-olah biara
bukan bagian dari Gereja Lokal di mana dia berada dan menjadi pesaing paroki.
Sedangkan Paroki dianggap sebagai representasi Gereja Lokal sehingga berhak
mengatur segala sesuatu tanpa harus memikirkan keberadaan biara-biara yang
berkarya. Polarisasi ini yang membuat RMDS dan paroki-paroki sering terlibat
perdebatan.
Tetapi polarisasi juga lahir dari simplifikasi terhadap konfrater yang se-tarekat dan
berkarya di Paroki. Sehingga, bentuk-bentuk karya yang dikembangkan terkesan
mengabaikan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini menimbulkan kesan bahwa RMDS
melakukan “pencurian umat” atau bertindak seolah-olah pastor paroki. Salah satu
contoh konkrit saat ini adalah soal misa hari Minggu di Kapela RMDS dan pembinaan
PMRSH dan Montfort Youth. Tentang misa Hari Minggu, perspektif yang dipakai
sebagai dasar penolakan adalah bahwa RMDS adalah Biara tidak boleh mengadakan
misa dengan menghimpun umat. Karena, Pusat hidup umat adalah Paroki. Tema ini
barangkali menjadi tema yang perlu dipecahkan bersama.
2. Intensifikasi kerjasama misioner dengan Paroki. Idealnya, keberadaan Paroki
dan RMDS berjalan bersama untuk dan demi umat. Jadi, titik pangkalnya adalah
kebutuhan umat dan signifikansi peran Paroki dan RMDS untuk menjawab
kebutuhan umat. Jadi, umat paroki dan kebutuhannya yang pertama, dan itu
menuntut sebuah paradigma baru dari Paroki dan RMDS lewat kerjasama yang
intensif. Kekeliruan menurut kami ada pada paradigma bahwa pastor parokilah
satu-satunya subyek penentu yang utama. Sehingga untuk menjalankan program,
pastor paroki punya parangkatnya sendiri, dan karena itu tidak ada keharusan
untuk bekerja sama. RMDS sendiri akibatnya menjadi pasif dan hampir tanpa
program. Sebuah contoh baik sudah mulai dikembangkan soal KPPK. Tinggal
meningkatkan kerjasama sehingga bentuk KPPK dapat menjawa kebutuhan umat.
Diantisipasi untuk melihat RMDS dalam hubungan dengan pelaksanaan KPPK ini
hanya sekedar alat paroki semata. Dijaga bahwa kita semua adalah subyek
pelaksana misi Allah yang satu dan sama.
3. Kebutuhan finansial RMDS. Harus diakui bahwa bagian finansial ini penting dalam
menjalankan karya misi, meski bukan penentu. Kita memiliki spirit Penyelenggaraan

34
Ilahi, yang menggantungkan kehidupan misioner kita dalam tangan Allah Semata.
Tetapi untuk menggerakan RMDS, diperlukan dana dan sejauh ini dengan sangat
baik dikelola oleh para pendahulu. Hal itu dilakukan dengan membuka
kemungkinan kegiatan-kegiatan yang bisa mendatangkan income. Di sisi lain,
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan menggunakan RMDS tidak pasti dan hanya
pada bulan-bulan tertentu saja. Tambahan, kami juga menerima keluhan dari
pengguna yang melihat bahwa standar biaya tidak sebanding dengan pelayanan
yang diterima. Di sisi lain, kebutuhan operasional tiap bulan selalu stabil dan
membutuhkan biaya yang lumayan besar. Hal ini menantang kami untuk
memikirkan bidang ini dengan serius dan pada saat yang sama membarui sarana
dan prasarana yang tersedia.
4. Menemukan bentuk Karya Misi Umat. Salah satu mandat Provinsi Indonesia
adalah menghidupkann misi umat sebagai salah satu bentuk karya yang tepat untuk
menjawab kebutuhan umat beriman. Hal ini sungguh tepat dan benar. Tetapi
pengalaman kami saat ini, tantangan terbesar datang dari poin-poin berikut:
1. Tim Misi yang solid: sejauh ini tim misi RMDS membangun kerjasama dengan
awam. Tantangannya adalah para awa mini memiliki tugas dan tanggung jawab
mereka sehingga waktu pelaksanaan menjadi singkat dan menunggu waktu
kosong. Belum lagi dengan latar belakang anggota tim yang tidak selalu dibekali
oleh ketrampilan dan pemahaman tologi yang memadai. Sedangkan kehadiran
para frater TOMM yang singkat, membuat pelaksanaan ini menjadi tidak efektif.
Sebab, misi umat bukan proyek mendirikan bangunan. Tetapi mendirikan
Kerajaan Allah dalam diri umat. Karena itu tidak mungkin untuk melaksanakan
sekali saja. Sedangkan untuk mengumpulkan para pastor paroki tidak mudah.
Demikian pun untuk membangun kerjsama dengan Menyurai karena mereka
sendiri memiliki karya misinya.
2. Sumber pendanaan. Dari tiga kali pelaksanaan misi umat sejak kami di RMDS,
dua di antaranya dibiaya bersama. Sedangkan yang ketiga dibiaya dengan
membuat proposal. Dari tiga pengalaman ini, kami menyadari bahwa Misi Umat
ini memerlukan peran serta aktif dari paroki untuk terlibat dalam pembiayaan.
Sedangkan besarnya biaya untuk menjalankan misi umat dan kenyataan bahwa
misi umat tidak hanya dilaksanakan sekali, membuat kami juga tidak bisa
memberatkan paroki. Inilah tantangan real, untuk bisa secara kreatif
menemukan sumber pendanaan.
3. Kerjasama dengan Paroki untuk melihat Karya Misi ini memerlukan waktu
dan pelaksanaan yang intensif. Harus kami akui dan secara terbuka meminta
maaf kepada Paroki Sayut dan Paroki Mendalam, karena sampai saat ini,
pelaksanaan misi umat belum ditindaklanjuti lagi dan belum diadakan evaluasi
bersama. Ini merupakan kekeliruan dan RMDS, sekaligus kesempatan untuk
membuka kerjasama lebih intensif ke depannya.
3.2. Terobosan Pastoral/misi yang sudah dan sedang dipersiapkan

Sampai saat ini, ada beberapa terobosan yang sudah dibuat oleh RMDS.

35
a. Pelaksanaan Karya Misi Umat di stasi-stasi yang sulit dalam perkembangan
iman. Sampai saat ini, sudah dilaksankan 3 x Misi Umat, dengan rincian 2x di
Paroki Penampakan Tuhan dan 1x di Paroki St. Antonius Padua, Mendalam.
b. Penyediaan teks-teks Ibadat tanpa Imam dan Teks-teks Rosario selama bulan
Mei dan Oktober. Meskipun kami mengakui bahwa terobosan ini terjadi selama
masa pandemi dan saat ini banyak paroki tidak memerlukan lagi.
c. Perayaan misa votif Marial di Gua Maria Tahta Kebijaksanaan dan mulai
tersebarnya cara-cara doa Rosario dengan cara Montfortan di beberapa
lingkungan, khususnya di lingkungan yang terdekat. Para anggota Montfort
Youth misalnya mulai terbiasa untuk memimpin doa Rosario dengan cara-cara
Montfortan.
d. Membaharui model pembinaan PMRSH, khususnya meningkatkan hubungan
dengan Pastor Paroki dalam perutusan para anggota.
e. Memulai pembinaan dan pendampingan Montfort Youth. Kami mengakui bahwa
terobosan ini masih perlu dibenahi, terutama dalam kerjasama dengan paroki.
Sejauh ini, fokus pembinaan diarahkan pada hal-hal praktis, tentang doa,
misdinar dan koster. Saat ini sedang dirintis membentuk sanggar tari untuk
anak-anak Montfort Youth.
f. Pembaruan sarana dan prasarana dan kebijakan-kebijakan penggunaan Rumah
Misi Deo Soli. Nilai pastoral dari terobosan ini adalah Rumah Misi Deo Soli tidak
membangun orientasi mendapatkan keuntungan besar dan melalaikan kualitas.
Karena itu, kami membuka diskusi dan kerjasama dengan para pengguna RMDS
untuk mendapatkan kesepatakan bersama. Dengan demikian, kami tidak lagi
memberlakukan tarif secara ketat.
g. Pengembangan pendampingan Keluarga Kristiani. Terobosan ini direncanakan
untuk mendukung kegiatan Kursus Persiapakan Katolik. Untuk itu, RMDS akan
membangun kerjasama dengan Pater Elen,SVD. Selain itu, kami akan
merencanakan pengiriman konfrater ke pusat-pusat pendampingan keluarga
untuk menimbang ilmu dan pengalaman guna mengembangkan Pastoral
keluarga ini. Tentu saja, RMDS juga akan membangun kerjasama dengan komisi
keluarga Keuskupan dan Paroki-paroki di Keuskupan Sintang.
IV. Aplikasi Spiritualitas dalam Pastoral/Misi

Spiritualitas dan hidup misioner merupakan satu kesatuan, karena semua


mengalir dan bersumber dari Misi Allah yang satu dan sama, yang diwujudkan dalam
perutusan Sang Putra dan Roh Kudus. Spiritualitas dan karisma Bapa Pendiri bukanlah
sesuatu yang ditempelkan dalam hidup dan karya misi Gereja. Sebaliknya satu kesatuan
bersamaan menunjukkan kekhasannya, sebagai cara khas Montfort menjalani misi
Gereja yang mengalir dari Misi Allah yang satu dan sama. Dalam arti ini, suatu
kewajiban dan keharusan. Aplikasinya lebih merupakan life style bukan yang kewajiban
yang dipaksakan.

A. Empat Ciri Khas Hidup Misioner Montfortan: Evangelisasi, Maria, siap sedia
dan Bertindak bersama (tim work)

36
a.1 Evangelisasi di sini dimengerti sebagai pewartaan akan Yesus Kristus, yang oleh
Montfort disebut dengan Sang Kebijaksanaan Abadi yang menjelma. Intisari dari
evangelisasi adalah pewartaan yang eksplisit tentang Yesus lewat katekese, homili dan
sarana-sarana lain. Dengan tujuan untuk membaharui iman umat akan Kristus melalui
pengetahuan dan pemahamanan sehingga mencapai kematangan iman supaya berbuah
dalam kehidupan. Pewartaan implisit terungkap dalam peri hidup yang menarik
perhatian orang yang tidak mengenal Yesus untuk membuka hati mereka kepada Iman
akan Kristus.

Sejauh ini, bentuk evangelisasi ini berjalan dengan baik dalam karya misi yang kami
lakukan. Fokus pada pembaruan umat, khususnya lewat katekese-katekese formal dan
non formal sehingga umat dapat memahami iman dan mempertanggungjawabkan
imannya. Yesus, Kebijaksanaan Abadi yang menjelma, memang belum menjadi istilah
yang akrb dimulut umat, tetapi rasa bangga beriman kepada Yesus dalam Gereja Katolik
menjadi hal yang patut disyukuri. Ini misalnya dijumpai di Tj. Lokang di mana umat
Katolik yang jumlahnya sedikit mampu melawan dan mempertahankan iman mereka
dari gempuran protestan.

a.2. Maria, Bunda Kristus dan Gereja dan Pembaktian Diri

Maria merupakan bagian hakiki penghayatan hidup para montfortan. Tetapi secara
istimewa juga menjadi kekhasan kami dalam setiap katekese dan pembinaan. Mungkin
terkesan subyektif jika melihat pada hidup kita sebagai montfortan. Tetapi kalau
melihat bagaimana para anggota PMRSH begitu menghayati siapa Maria bagi hidup
mereka, bagi kami adalah buah yang dilahirkan dari kesadaran kami untuk
menempatkan Maria dalam pembinaan kaum awam. Kehadiran umat di Gua Maria
untuk berdosa secara personal maupun bersama juga memperlihatkan devosi Marial
kian bertumbuh. Seringkali kami menjumpai anggota PMRSH yang secara konsisten
berdevosi kepada Maria di Gua Maria. Demikian pun kesaksian umat yang merasa
terbantu dengan renungan tentang Maria yang dipersiapkan dalam misa-misa votif.
Kami pun dalam kunjungan-kunjungan non formal ke rumah umat, selalu
berkesempatan memberi penjelasan tentang tempat Maria dalam hidup rohani umat
Katolik.

a.3. Siap Sedia. Semangat liberos tidak perlu diragukan. Kami selalu menjawab dengan
senang hati setiap permintaan bantuan pelayan paroki. Kami juga tidak kesulitan
menjalankan pelayanan ke pelosok-pelosok yang sulit dan jarang dikunjungi. Tidak ada
parameter yang pasti melihat semangat siap sedia dihayati secara personal. Tetapi
barangkali indikasi keterbukaan umat di tempat-tempat yang jarang dikunjungi dan
keterbukaan mereka untuk bercerita memperlihatkan kehadiran kami memberi
dampak. Dan kehadiran tersebut selalu dimengerti dan dihayati sebagai buah semangat
siap sedia.

a.4. Tim Work. Kerjasama memang kurang kami jalankan dalam arti hadir bersama-
sama dalam sebuah misi. Tetapi kerjasama tercermin dalam kesepakatan bersama

37
untuk menjalankan sebuah misi yang diambil dalam pertemuan komunitas. Tim Work
atau kerja sama ini terungkap juga dalam persiapan segala tema rekoleksi dan retret
secara bersama-sama dan kesiapan mencover tugas dari konfrater yang berhalangan.
Kami juga memiliki kesempatan formal (pertemuan komunitas) maupun non formal
yang mendiskusikan bersama masalah-masalah yang terjadi di tengah umat dan
memikirkan pembinaan secara bersama-sama. Hal yang masih perlu ditingkatkan
adalah soal tahap evaluasi yang kerap diabaikan atau dibicarakan lama setelah sebuah
kegiatan dijalankan.

B. Tema-tema besar dan khas tarekat dalam karya misi


a. Pembaktian Diri. Sejauh pengalaman kami bersama, istilah Pembaktian Diri cukup
sering muncul dalam pewartaan, khotbah/homily kami. Tetapi memang istilah ini
masih mudah dimengerti dalam kalangan anggota PMRSH. Sementara dalam hidup
umat beriman, istilah ini masih dimengerti sebatas bentuk devosi. Dalam beberapa
retret dan rekoleksi pun kami mencoba untuk memasukan tema ini ke dalam isi
pembinaan dan melakukan modifikasi pembaharuan janji baptis ke dalam janji-janji
tertentu, misalnya penghayatan Kaul, janji pernikahan dan juga dalam janji-janji
kesetiaan lainnya, seperti dalam pembinaann kaum muda di Mendalam, kami
mengajak OMK untuk membarui janji kesetiaan mereka sebagai OMK Paroki. Spirit
dasarnya mengalir dari Pembaktian Diri.
b. Salib merupakan tema yang penting dalam khazanah spiritualitas dengan
kekhasannya pada Kebijaksanaan Salib sebagai wujud Cinta dan konsekuensi
sebagai murid Kristus. Tema ini secara eksplisit tampil dalam homili dan katekese
non formal yang kami jalankan. Katekese non formal maksudnya adalah katekese
yang tidak menjadi program khusus komunitas, namun melalui tatap muka dengan
umat kami berbicara tentang Salib, menguraikan makna salib khususnya dalam
kapasitas kita sebagai minoritas yang sering mendapat ejekan dan sindiran dari
kelompok-kelompok atau orang-orang tertentu. Salib juga cukup sering muncul
dalam peristiwa-peristiwa duka yang dialami umat. Kami mengajak umat untuk
menyatukan peristiwa-peristiwa tersebut dengan salib Kristus agar mendapatkan
kekuatan dan peneguhan.
c. Tema Baptis merupakan tema yang selalu kami masukan dalam pembinaan
rekoleksi, khususnya dalam menjelaskan titik awal persatuan dengan Kristus dan
Gereja. Tema ini juga muncul dalam setiap pembaptisan dan malam Paskah.
d. Inkarnasi. Tema ini menjadi salah satu tema yang khas terutama dalam
membangun pemahaman yang tetap tentang inkulturasi. Jalan Kristus ke dunia
menjadi tipos bagi penghayatan inkulturasi dalam hubungan dengan budaya.
e. Tema Maria tercover dengan baik dalam setiap misa votif yang menjadi program
tetap selama bulan Mei dan Oktober di Gua Maria. Selain itu, tema Maria juga cukup
sering menjadi isi khotbah pada pernikahan, untuk mengajak umat mengalami dan
menjalani keluarga baru mereka bersama Maria.
V. Penutup

38
Demikian sharing dari komunitas Rumah Misi Deo Soli. Tentu saja masih banyak yang
ingin kami sampaikan, tetapi kita dibatasi waktu untuk dapat mengungkapkan semua.
Semoga sharing kami memberi manfaat bagi kita sebagai misionaris-misionaris Gereja
dalam semangat Santo Montfort. Kami pun membuka diri bagi masukan yang
membantu pengembangan Rumah Misi Deo Soli ke depannya. Salam kasih dalam Yesus
dan Maria.

Kemuliaan bagi Yesus dalam Maria, kemuliaan bagi Maria dalam Yesus. Kemuliaan
untuk Allah semata!!!!

39

Anda mungkin juga menyukai