Anda di halaman 1dari 52

Undang Berpikir Rakyat Berjuang

Ibnu Parna (1950)

Sumber: Undang Berpikir Rakjat Berdjuang, Ibnu Parna. Djakarta:


Widjaja, 1950. Scan PDF Booklet

ISI RISALAH

1. Pengantar kalam cetakan pertama tahun 1950 (Menghadapi


kemenangan Amerika di Indonesia)

2. Pendahuluan(Materialisme – dialektika – logika)

3. Komunisme kuno (Oer-communisme)

4. Dari komunisme kuno ke feodalisme

5. Feodalisme

6. Dari feodalisme ke kapitalisme

7. Kapitalisme

8. Dari kapitalisme ke sosialisme

9. Sosialisme

10. Dari sosialisme ke komunisme modern

11. Alasan-alasan penjajah dan tangkisan proletar berjuang

12. Keadaan Nasionalisme Islamisme dan Komunisme sebelum dan


sesudah KMB

-----------------------------------------------

PENGANTAR KALAM CETAKAN PERTAMA TAHUN 1950

Tidak hanya golongan kontra perundingan dengan (Hindia)-Belanda


saja yang melaporkan, bahwa Amerika sudah langsung mencampuri soal
Indonesia. Golongan pembela dan penganjur perundingan tsb. pun
sudah lama mengetahui dan mengakui, bahwa dari mulai perundingan
Renville sampai Bangka hingga KMB Den Haag baru-baru ini, Amerika
sudah mencampuri gerak-gerik dalam negeri di TANAH AIR kita yang
INDAH DAN MAKMUR ini.

Betapa kemajuan Amerika dalam memaksakan kehendaknya di daerah


kepulauan kita dapatlah kita lihat dalam hasil-hasil KMB.

Ekonomis: Amerika telah berhasil mengembalikan dasar-dasar


monopoli modal asing di Indonesia. (Sesudah perang dunia II, bacalah
modal asing tersebut sebagai (bagian dari pada) modal raksasa Amerika).

Militer: Amerika berhasil menempatkan Indonesia dalam lingkaran


pertahanan Amerika anti-komunis.

Perhatikanlah garis pertahanan Amerika anti-komunis:

a. Jepang-Filipina-Surabaya.

b. Hawai-Irian-Australia.

Politis: Amerika telah berhasil memaksa pemerintah nasional di


Indonesia untuk membela kepentingan dan kebutuhan modal asing,
(hingga praktis memisahkan pemerintah nasional di Indonesia dari pada
kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia yang melarat ini) melalui
birokrasi mahkota Belanda.

Perhatikan:

a. Permufakatan pemerintah RIS dan Nederland mengenai sikap


terhadap pemerintah Mao Tse Tung.

b. Permufakatan pemerintah RIS dan Nederland terhadap kaum


komunis dan nasionalis-revolusioner.

Keadaan kita sekarang sebenarnya tiada jauh berbeda dengan keadaan


kita sebelum perang dunia II. Bila dicari perbedaannya antara keadaan
kita sebelum dan sesudah perang dunia II maka didapatlah:

a. Kita sekarang berhadapan dengan pembesar-pembesar bangsa


Indonesia sendiri. Kita sekarang berenang di bawah bendera kebangsaan
Indonesia. Bahasa Indonesia sekarang menjadi bahasa resmi.

b. Pemimpin-pemimpin kita yang di jaman penjajahan berjuang di


bawah panji-panji rakyat, sekarang sebagian besar sudah membuka kartu
mereka yang sebetulnya. Sebagian besar dari pada pemimpin-pemimpin
itu berterus-terang sudah meninggalkan ajarannya dan berterus-terang
pula berdiri “on the other side of the barricade”, menyeberang untuk
selanjutnya memusuhi murid-muridnya sendiri.

Kalam ini aslinya berkepala “Undang Berpikir Proletar Berjuang”.


Atas permintaan penerbit, risalah dicetak dengan kepala “Undang
Berpikir Rakyat Berjuang”. Risalah ditulis kurang-lebih tiga tahun yang
lalu. Guna cetakan pertama tahun 1950, dibubuhi tambahan dua bab yang
kami pasang sebagai dua bab yang terakhir. Sebagaimana halnya dengan
kalam saya yang lain-lain, risalah ini selama itu dironeo dan ditipe oleh
organisasi kami Angkatan Communis Muda (ACOMA) untuk
disampaikan kepada masyarakat yang berkepentingan secara terbatas.

Suara dan bahan tertera dalam risalah ini bukanlah suara dan bahan
baru. Lama sebelumnya sudah banyak kawan yang mencoba ke jurusan
ini. Kurang-lebih tiga tahun yang lalu saya merasa beroleh giliran
menghimpun bahan lama dalam bentuk sekarang ini. Sudahlah menjadi
kewajiban saya untuk “mengeraskan” dan “menjelaskan” seruan lama itu.
Suara dan bahan lama, tetapi masih dibutuhkan, sebagai daya penggerak,
laju menuju pantai yang dituju.

Tabuh mesjid berkumandang, tanda kaum Muslimin untuk segera


menjalankan ibadahnya. Berduyun-duyun kaum muttaqien bergerak
menuju ke tempat suci. Tabuh mesjid berkumandang... suara lama, tetapi
tetap nyaring dan berpengaruh, berlaku sebagai penggerak sukma...
amin...

Tiada obahnya dengan seruan dalam kitab ini. Lama... tetapi tetap
baru, karena masih dibutuhkan... masih perlu diperiksa kembali... perlu
dikoreksi... perlu dicapai. Memang justru dalam tingkatan sekarang ini
dimana kaum rakyat terbanyak tidak mungkin dipuaskan dengan
demagogi selalu, maka sudahlah tiba saatnya bagi rakyat terbanyak untuk
memeriksa kembali dan menukar semboyannya “rakyat minta bukti”
dengan “rakyat bikin bukti”.

Rakyat Indonesia, kamulah sekarang langsung berhadapan dengan


modal raksasa Amerika. Adalah hakmu, wahai rakyat untuk membela
diri! Kalam ini ialah kalam bagimu, kalam untukmu, ditulis oleh
putramu!

Menjelang kemenangan kita, marilah kita lagukan gubahan kawan:

“Sengsara hidup di dunia,


Berikhlaslah kita bersama,

Menderita duka lahir dan batin,

Terkenang tujuan yang satu!

Membela segenap rakyat yang miskin,

Selalu bangga, selalu maju,

Terdengar lagu bagai genderang,

Majulah... kita pasti menang”.

Di tempat, 21 Januari 1950

IBNU PARNA

---------------------------------------------------

PENDAHULUAN

Sudah menjadi kelebihan manusia dari pada binatang, bahwa manusia


dapat berpikir. Berpikir itu tidak mudah. Untuk berpikir, kita
membutuhkan latihan berpikir. Kurang latihan berpikir kerap kali hanya
menghasilkan pandangan yang kabur, kekacauan semata-mata.
Menghadapi macam-macam soal, kita terutama harus belajar mengetahui
mana yang penting mana yang harus ditinggalkan. Kita tidak boleh main
rabu (aduk), kita harus belajar memisah-misahkan satu soal dengan yang
lain. Kita pun harus mencari hubungannya satu soal dengan yang lain.
Begitu dapat disimpulkan mana sebab mana akibat. Alhasil berpikir itu
pada dasarnya adalah belajar antara dua titik, sebab dan akibat.
Demikianlah undang berpikir itu. Undang berpikir yang berlayar antara
sebab dan akibat itu lazim disebut logica. Perkataan logika berasal dari
pada logos yang berarti pikiran.

Pada jaman purbakala pengetahuan manusia kalau dibandingkan


dengan sekarang amat terbatas sekali. Hampir semua rahasia alam belum
diketahuinya. Begitulah manusia berdiri, merasa berdiri, di tengah alam
“tidak tahu”, alam gaib, alam mystica. Di tengah alam mystica itu,
manusia mencoba mencari tempat berpegang. Manusia membutuhkan
tongkat berjuang penolak (penawar) kebimbangan antara “titik-titik tidak
tahu” itu. “Titik-titik tidak tahu” itu diberi nama untuk memisah-
misahkan titik tersebut satu dengan yang lain. Begitu didapat titik-titik
yang pasti tempat berpegang. Titik-titik tersebut mulai disusun
berdasarkan kepercayaan semata-mata. Maka logika pada tingkatan yang
pertama masih merupakan logica mystica yang berdasarkan kepercayaan
gaib itu.

Buah hasil berpikir ialah pengetahuan hasil yang didapat berturut-turut


itu perlu disusun. Begitulah didapat pengetahuan yang tersusun. Logica
mystica menghasilkan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepercayaan
gaib semata-mata. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepercayaan gaib
semata-mata lazim disebut keagamaan (religie). Pisau pengupas dalam
keagamaan ialah logica mystica semata-mata.

Contoh: Diajarkan bahwa alam semesta dan seisinya ini diciptakan


oleh yang Maha Kuasa dalam seminggu. Pada hari Senin diciptakan ini,
pada hari Selasa diciptakan bagian itu, pada hari Rabu bagian lain,
begitulah seterusnya dan pada hari ketujuh, hari Minggu, Tuhan Yang
Maha Kuasa mengaso. Oleh karena itu, kaum buruh pun harus mengaso
sehari dalam seminggu. Terkutuklah oleh Tuhan, barang siapa yang
melalaikan tauladan Tuhan itu.

Yang Maha Kuasa ialah sebab, sekalian ialah akibat. Untuk


mendapatkan waktu beristirahat sehari dalam seminggu, kaum buruh
menyusun dalil oposisinya yang diringkaskan dan disesuaikan dengan
kisah Yang Maha Kuasa pencipta alam. Kisah tsb. ialah bayangan dari
pada pengalaman kaum buruh bahwa orang bekerja terus-menerus itu
juga membutuhkan mengaso.

Semoga dengan kisah Tuhan Yang Maha Kuasa itu tuntutan kaum
buruh dapat diterima.

Kebutuhan manusia berangsur-angsur meningkat. Pengalaman


manusia bertambah juga. Dalam perjuangan memenuhi kebutuhan
perlahan terbukti bahwa kepercayaan melulu tidaklah boleh dibuat
pegangan selalu. Di samping kepercayaan gaib kemudian manusia
membutuhkan bukti berdasarkan kenyataan. Bila tadinya logika hanya
mulai berlayar di atas alam bukti berdasarkan kenyataan. Dengan ramuan
bukti berdasarkan kenyataan di samping ilmu berdasarkan kepercayaan
gaib pun tumbuh ilmu bukti berdasarkan kenyataan.
Contoh: Penggalian tambang dengan maksud mencari logam yang
berkilometer jauh ke dalam tanah, didapatlah bekas-bekas hewan,
tumbuh-tumbuhan, dll. Dari jaman berabad-abad yang lalu. Dalam
penggalian itu dapatlah diketahui susunan tanah dari jaman yang lalu.

Sekalian yang didapat itu disimpanlah dalam museum sebagai bukti.


Dengan memperbandingkan pengalaman dan pendapatan dari penggalian
di berbagai tempat, kemudian diperbandingkan dengan hewan, tumbuh-
tumbuhan, susunan tanah sekarang, maka didapatlah kesimpulan dari
ramuan bukti-bukti itu bahwa bumi dan seisinya ini bukanlah diciptakan
dalam beberapa hari belaka, melainkan bumi dan seisinya didorong oleh
kodratnya dalam proses ribuan abad lamanya. Evolusi dunia yang ribuan
abad itu dapatlah dipelajari, diuji dengan bukti-bukti yang tertentu.

Logika berlantai kepercayaan gaib mengajarkan ciptaan sekali jadi,


logika berlantai bukti kenyataan memperlihatkan proses evolusi yang
berangsur-angsur. Logika berdasarkan kepercayaan gaib berpegangan
kepada sebab di luar alam dan sekalian soal disesuaikan
dan diringkaskan ke sebab di luar alam itu. Maka keadilan pun
dipandanglah sebagai sinar sebab di luar alam yang tiba di bumi
sebagai kemurahan.

Logika berdasarkan bukti kenyataan berpegangan pada bukti (yang


hanya didapat dalam alam) dan membawa sekalian soal ke-bukti-
bukti (yang terlebih dulu diketemukan) di dalam alam itu. Demikianlah
berangsur-angsur didapat sebab dan akibat di dalam alam. Demikian pun
keadilan disesuaikan dengan sebab dan akibat di dalam alam, di kodrat
alam, pelahan diajukan keadilan sebagai hasil perjuangan. (Lawan
keadilan yang tiba sebagai kemurahan).

Maka bila hendak disusun dalil untuk membenarkan tuntutan kaum


buruh tidaklah dicari kisah sebab di luar alam, maka dikemukakan sebab
langsung di dalam alam. Demikianlah, logika bukti berdasarkan
kenyataan. Maka tenaga buruh ialah sebab. Pemeliharaan tenaga ialah
akibat. Maka dengan sendirinya di dalam alam beristirahat sementara
adalah menjadi keharusan. Menolak kenyataan itu berarti menolak kodrat
alam yang pelahan membawa kehancuran.

Ilmu bukti berdasarkan kenyataan (selanjutnya kita sebut ilmu bukti)


tidak royal dengan rahasia. Ilmu bukti tidak royal dengan main gaib.
Ilmu bukti menjadi cambuk penyelidikan. Penyelidikan mendekatkan
kita kepada kenyataan. Ilmu bukti lebih praktis dari pada ilmu
berdasarkan kepercayaan gaib (selanjutnya kita sebut ilmu
kepercayaan). Sekali pun ilmu bukti masih terbatas daerah
kekuasaannya, tetapi ilmu bukti lebih banyak memberikan kemungkinan
dari pada ilmu kepercayaan untuk menyelidiki barang sesuatu.
Penyelidikan ialah pintu gerbang kemajuan.

Yang tadinya rahasia kemudian bukan rahasia lagi, yang tadinya gaib
terbukti bukan gaib lagi, yang tadinya benar kemudian tidak menjadi
benar lagi. Demikianlah logica mystica (gaib) dijatuhkan oleh logika
bukti (kenyataan) dan selanjutnya bukti-bukti berdasarkan kenyataan
bertarung dan saling membatalkan adanya.

Kebenaran yang satu dirobohkan dengan yang lain, disusullah dengan


kebenaran yang baru yang akhirnya pun dirombak oleh kebenaran yang
terbaru. Manusia mulai dengan kebenaran, berjalan dengan kebenaran,
menuju kebenaran, Masyarakat maju, maju selalu. Sudah menjadi
pengalaman sejarah, bahwa kemajuan berlantai pertentangan: Undang
kemajuan yang berlantai pertentangan lazim disebut dialektika.
Dialektika berasal dari dialego yang berarti soal jawab.

Di catur dialektika lazim dipakai istilah-istilah tesis (kebenaran), anti-


tesis (kebenaran lawan), dan sintesis (kebenaran baru). Demikianlah
sintesis ialah isi kemajuan. Ada pun pangkal kemajuan ialah benda
(matter = materi) dan pikiran (idea). Timbal baliknya benda dan pikiran
dalam proses kemajuan melahirkan filsafat materialisme dan idealisme.
Begitu pula didapat dialektika idealisme (dengan pujangganya Hegel)
dan dialektika materialisme (dengan pujangganya Marx).

Filsafat yang menaruh titik beratnya kemajuan kepada pikiran (idea)


ialah filsafat idealisme. Idealisme mengajarkan, bahwa kehendak yang
Maha Kuasa membayang kepada pikiran. Dan pikiran sebagai bayangan
kehendak Yang Maha Kuasa itulah yang menjalankan takdir yang Maha
Kuasa dengan mencipta keadaan. Pikiran mencipta keadaan, tetapi
kepada tingkatan terakhir keadaan pun mempengaruhi pikiran. Filsafat
materialisme mengajarkan sebaliknya. Materialisme menaruh titik-berat
kemajuan kepada keadaan. Keadaan membayang kepada pikiran,
keadaan mencipta, pikiran dan pada tingkatan terakhir pikiran pun
mempengaruhi keadaan.

Menurut filsafat idealisme kejahatan dunia ini terutama karena


kejahatan pikiran. Kehendak Tuhan harus membayang kepada pikiran
itu... barulah kejahatan dunia dapat dihapuskan. Pikiran itu haruslah
disucikan. Di jaman purbakala, filsafat idealisme ini melahirkan
perjuangan para Nabi pencinta rakyat tertindas dengan bentuk sosial-
etika ialah pembangunan rohani untuk perbaikan masyarakat. Pada si
kaya dianjurkan untuk mencintai si miskin dengan ancaman neraka di
Akhirat. Begitulah para Nabi pencinta rakyat tertindas hendak menolong
dunia. Pada pokoknya, para Nabi bukan membasmi kemelaratan
melainkan hanya mencoba meringankan nasib rakyat tertindas dengan
pengasih kaum kaya. Di jaman kapitalisme, idealisme
melahirkan perjuangan reformisme yang mengejar perubahan-perubahan
kecil sedikit demi sedikit dari tangan kapitalis dengan jalan perundingan
(merubah pikiran kapitalis).

Menurut filsafat materialisme; kejahatan dunia ini terutama


dibangkitkan karena keadaan. Keadaan yang susah payah dari rakyat
tertindas yang kurang makan, kurang pakaian, sungguh amat
menyulitkan rakyat tertindas untuk menerima pelajaran yang suci muluk.
Keadaan rakyat tertindas itulah harus dirubah dengan sesungguhnya,
barulah boleh diharap kemungkinan dari rakyat tertindas untuk dengan
mudah mengunyah ajaran yang suci muluk itu.

Sebaliknya, menurut filsafat materialisme, si kaya yang hidup serba


mulia, senang, dan mewah itu amatlah sukar untuk diajak ikut serta
merasakan nasib rakyat tertindas. Kekuasaan dan keuntungan, baik
moril, maupun material yang diperoleh kaum kaya di masyarakat itu
tidaklah akan menjadi penghalang, malahan menjadi pemupuk si kaya
untuk mempertahankan dan menambah kekayaannya.

Keadaan yang pahit itu melahirkan perjuangan sosial-politika yang


mempergunakan pertentangan-pertentangan politik, sosial, dan ekonomi
(pertentangan mana yang disingkiri sebagai kejahatan oleh penganjur-
penganjur sosial-etika) untuk merebut kekuasaan negara dan
mempergunakan kekuasaan tersebut untuk menguasai dan
mengendalikan produksi dan distribusi begitu rupa sehingga tumbuh
keadaan yang menguntungkan rakyat tertindas sampai mudahlah rakyat
tertindas itu untuk menerima ajaran yang suci muluk. Materialisme ialah
obor pemberontakan rakyat tertindas umumnya, proletar berjuang
khususnya.

Maka dialektika-idealisme terutama menunjukkan pertentangan


pikiran. Dialektika-materialisme terutama memperlihatkan pertentangan
keadaan. Borjuis kapitalis yang berkuasa dalam masyarakat
sekarang mencoba menutupi keadaan dengan pikiran. Begitulah pembela
borjuis tulen dimana borjuis sudah berkuasa selalulah menganut filsafat
dialektika idealisme dan menyebarkan filsafat tersebut untuk menutupi
pertentangan kasta. Sebaliknya rakyat tertindas umumnya, proletar
berjuang khususnya menganut filsafat dialektika-materialisme untuk
menyusun kekuatan guna merombak kekuasaan kaum modal dan para
pembantunya.
Dialektika-materialisme memperlihatkan pertumbukan antara dua
kodrat yang mati-matian berlawanan. Dengan sendirinya dalam
pertumbukan itu masing-masing kodrat membawa sebab dan akibatnya,
artinya sebab yang satu bukanlah sebab yang lain, akibat yang satu
bukanlah akibat yang lain, sebab dan akibat yang satu berlawanan dengan
sebab dan akibat yang lain. Di sini, logika tidak berdaya karena logika
hanya berlayar di antara sebab dan akibat di atas satu dataran, di dalam
satu ruang, dalam alam dengan satu kodrat. Di mana dua kodrat
bertumbuk, dua ruang bertarung, dua dataran berpalang, dua alam
bergelut di sanalah logika kehilangan tempat berenang, di sanalah
dialektika berlaku.

Contoh: si miskin mencuri ayam si kaya. Benarkah perbuatan si miskin


itu? Bagi si kaya, hak milik ialah sebab dan perlindungan hak milik ialah
akibat. Logika yang berlayar di antara sebab dan akibat di atas satu alam
dengan satu kodrat, maka perbuatan si miskin melanggar sebab dan
akibat, dus perbuatan si miskin tidak benar.

Bagi si miskin hidup dengan anak-istri ialah sebab. Makan


(memperpanjang hidup) ialah akibat. Menurut logika yang berlayar di
antara sebab dan akibat di atas satu alam dengan satu kodrat, maka
perbuatan si miskin sesuai dengan sebab dan akibat, dus perbuatan si
miskin itu benar.

Maka nyatalah di sini; logika tidak mampu mengambil keputusan.


Logika selalu menghendaki jawaban satu “ya” atau “tidak”, sedangkan di
sini didapat jawaban “ya benar” dan “tidak benar” alias “ya” dan “tidak”.
Di sini, dipaksa orang memihak. Di sini, berlaku dialektika yang
berlantai pertentangan kepentingan dan kebutuhan yang berlawanan
mati-matian. Pembela (rakyat proletar) secara dialektik tidak
mempermasalahkan perbuatan si miskin.

Dialektika-materialisme yang dilaksanakan dalam tumbuh-runtuh dan


bergeraknya masyarakat, dialektika materialisme sebagai pisau pengupas
sejarah (histori) lazim disebut historis-materialisme. Di sini keadaan
berarti ekonomi. Dan ekonomi ialah produksi (penghasilan) dan
distribusi (pembagian). Akhirul kalam undang berpikir rakyat tertindas
umumnya, proletar berjuang khususnya ialah materialisme, dialektika
dan logika berdasarkan ilmu bukti.

Untuk melatih diri dalam cara berpikir tersebut diminta kawan


bersama mengupas masyarakat dari komunisme kuno ke komunisme
modern. Sudah banyak kejadian-kejadian dalam sejarah itu yang
diketahui kawan. Yang menjadi soal dalam risalah ini bukannya
kejadian-kejadian yang sudah banyak diketahui itu, melainkan cara
berpikir meneropong segala kejadian itu dari lantai pokok ekonomi. Cara
berpikir itu yang patut dimiliki oleh seorang kader proletar. Berguna kita
melatih diri dalam cara berpikir tersebut.

Di tempat, 1 Mei 1947.

IBNU PARNA.

------------------------------------------------------------------

KOMUNISME KUNO (OER-COMMUNISME)

Di tengah alam yang kaya raya, lagi murah, manusia sederhana yang
belum banyak kebutuhan kecuali makan-minum dan tidur, maka
bahagialah ia beserta kawan-kawannya hidup damai dalam beberapa
gerombolan. Demikianlah hidup manusia dalam masyarakatnya dalam
tingkatan pertama. Masyarakat manusia sederhana itu merupakan
masyarakat bahagia dan persaudaraan yang sederhana pula. Masyarakat
tersebut adalah masyarakat Bapak Adam dan Ibu Hawa yang hidup
senang dalam surganya sebagai terlukis dalam cerita warisan kuno dari
kakek moyang. Dikatakan surga, karena manusia tahu beres, alamlah
yang menghasilkan, manusia tinggal memetik dan memungutnya buah
alam yang dimiliki bersama. Masyarakat dalam tingkatan pertama itu
lazim disebut masyarakat oer-communisme atau komunisme kuno.

Masyarakat manusia kian hari kian tambah besarnya, dari gerombolan


menjadi suku dan dalam antara itu tambah pula rangkaian kebutuhan
manusia. Persediaan alam di sekelilingnya pelahan tidak mencukupi
lagi. Keadaan itu memaksa manusia sederhana meninggalkan
lingkungannya yang terbatas untuk mengembara mencari surga yang
lain. Manusia yang bergerak dari satu surga ke lain surga bertambah
pengalamannya. Menghadapi bahaya dibutuhkan kawan yang kuat dan
berani. Dalam perjalanan dibutuhkan pandu, penunjuk jalan yang cakap.
Demikianlah masyarakat manusia perlahan maju meningkat ke
organisasi, satu ikatan yang teratur. Kawan yang tercakap, terkuat, dan
terberani dipilihlah sebagai pemimpin.

Pengalaman membuktikan bahwa surga itu terbatas lagi bertingkat-


tingkat. Ada yang makmur, ada lebih, ada pula yang kurang
makmur. Kepahitan dan kesedihan sepanjang pengembaraan
dan pengalaman yang sering pula menghancurkan
harapan, kenyataan bahwa daerah makmur tidaklah selalu dijumpainya
dan kenyataan bahwa satu daerah makmur kerap kali menjadi sasaran
beberapa suku, perlahan mempengaruhi pikiran beberapa suku untuk
merubah sikap hidupnya, menghentikan pengembaraan untuk bertinggal
tetap dalam satu daerah yang dianggapnya sudah cukup makmur. Sampai
di sini, berhentilah hak milik bersama dalam arti seluas-luasnya seperti di
tingkatan pertama dari masyarakat komunisme kuno.

Keadaan kian hari kian sempit karena tambahnya manusia sehingga


kemurahan alam kurang lagi dapat dijagakan. Akibatnya, suku merubah
sikap hidupnya dari pengembara jadi pendiam yang akhirnya
menumbuhkan hak milik suku dan pemeliharaan kemakmuran di atas
milik suku. Demikianlah, lahir ilmu perang, pertanian, dan peternakan
dan mulai saat itu, Bapak Adam dan Ibu Hawa selanjutnya menempuh
penghidupan susah payah dengan bekerja ikut serta dalam penghasilan
(produksi) untuk mempertahankan dan memelihara kemakmuran di atas
satu daerah milik suku. Kemurahan alam tinggal kenang-kenangan
belaka, kebesaran alam yang harus diatasi tinggal menjadi bukti.

DARI KOMUNISME KUNO KE FEODALISME

Pertanian, peternakan, dan pertahanan pada tingkatan pertama


dijadikan usaha bersama. Hak milik perseorangan belum dikenal. Yang
dikenal hanya satu ialah hak milik suku. Bila daerah suku kurang lagi
tidak cukup menjamin kemakmuran suku, maka daerah itu bukan lagi
ditinggalkan untuk mencari daerah tempat tinggal baru, melainkan daerah
tersebut diperluas, ditambah dengan daerah baru. Begitu kerap kali
terjadi pertikaian antara suku dan suku karena pelanggaran atas hak
milik suku oleh yang lain. Suku-suku yang menang menjadi suku yang
dipertuan dan suku yang kalah menjadi suku yang diperbudak. Pemenang
menuntut hak-hak istimewa atas pundaknya yang kalah, sedangkan yang
kalah diwajibkan melakukan kewajiban istimewa untuk yang menang.
Kasarnya si kalah menjadi taklukan yang tidak berhak seratus persen lagi
atas hasil pekerjaannya. Demikianlah
terjadi accumulatie (penggundukan) dan konsentrasi (pemusatan) alat-
alat produksi di tangan satu suku yang terkuat.

Dalam perhubungan antara suku yang kuat dan suku yang lemah di
dalam perebutan kemakmuran lahirlah perbudakan dalam bentuk yang
pertama. Sebaliknya, antara suku yang kuat dengan lain suku
yang kuat pula dalam perebutan kemakmuran terjadilah saling mengerti
dan di sanalah lahir pertukaran hasil pekerjaan sebagai bentuk pertama
dari pada perdagangan. Dalam tingkatan pertama, baik perbudakan
maupun perdagangan terjadi tidak di antara orang dan orang dalam suku,
melainkan antara suku dan suku.

Suku yang terkuat yang berhasil penggundukan kemakmuran berbagai


suku di sekelilingnya di tangan sukunya, menjadi pusat satu lingkaran
ekonomi. Lingkaran ekonomi semacam ini berhadapan dengan lingkaran
ekonomi yang lain yang berpusat kepada suku lain yang terkuat pula.
Dalam perebutan atau pertukaran kemakmuran antara satu lingkaran
ekonomi dengan yang lain, maka perlahan tumbuh kesadaran persamaan
kepentingan dan kebutuhan. Demikianlah keadaan itu
melahirkan koordinator satu lingkaran ekonomi. Begitulah dapat
dimengerti pula yang kedudukan koordinator itu jatuh kepada suku yang
terkuat dengan pusatnya pemimpin suku.

Pemimpin suku yang terkuat yang menjadi koordinator satu lingkaran


ekonomi itu berdiri atas pembagian rezeki yang tidak sama. Bukanlah
dalam lingkaran ekonomi itu terdapat suku yang dipertuan dan suku yang
diperbudak? Keadaan yang pincang itu membayang kepada pikiran
saudara koordinator itu dan perlahan saudara koordinator itu pun
mendapatkan pikiran yang pincang pula untuk mengumpulkan
kemakmuran tidak pada sukunya melainkan pada dirinya. Bukankah
kedaulatan (kekuasaan) dipercayakan kepada dia? Bukankah dia yang
mengatur dan memimpin pertanian, peternakan, dan pertahanan? Dia
bukan orang biasa.

Buktinya tidak semua orang dapat menjalankan pekerjaannya. Dia


pemimpin, dia maha pemimpin, dia luar biasa, dia lain dari pada yang
lain, dia kuasa, dia turunan yang Maha Kuasa, dia ditakdirkan untuk
menguasai dunia, dia adalah wakilnya Dia, atas nama Dia, dia harus
bertakhta di atas dunia.

Pertama milik taklukan dan hasil perbudakan disitanya, bukan lagi


menjadi milik suku, melainkan menjadi milik dia sebagai orang, dia
sebagai wakil yang Maha Kuasa. Demikianlah pemimpin menjadi tuan
tanah. Dengan modal penyitaan milik suku-suku taklukan. Perlahan,
disitanya pula milik sukunya sendiri; begitulah pemimpin menjadi raja
yang berkuasa atas semua hambanya. Tanah dan seisinya dan hasilnya
semuanya menjadi milik raja. Pertanian pun dilakukan atas nama raja.
Rakyat sebagai hambanya berhak menumpang di atas milik Raja yang
Maha Kuasa itu. Batur yang tadinya berarti kawan, sekarang merosot
menjadi budak.
Pertentangan suku yang dipertuan dan diperbudak kini
telah berganti corak menjadi pertentangan kasta tuan tanah dengan kasta
pekerja tanah (sebagian besar tani melarat dan buruh (proletar) tanah).
Dengan ini, dimulailah periode (masa) baru yang lazim disebut
feodalisme. Perkataan feodalisme berasal dari feodum yang berarti
peminjaman tanah.

FEODALISME

Dengan kekuasaan material (Monopoli hak milik tanah) dan moril


(penghargaan karena kecakapan di mata rakyat bodoh dan lemah) maka
amatlah mudah bagi si pemimpin yang sudah menjadi raja untuk
memaksakan kepada rakyat agar kedudukan yang mulia dan nikmat
dapat tetap berada di tangan dia dan turunannya. Demikian kedudukan
raja menjadi turunan.

Untuk menjamin monopoli hak milik tanah yang menjadi sumber


pokok kekuasaan raja maka disebarkanlah keluarga raja dan orang-orang
yang berjasa kepada raja di seluruh negeri serta diberi kekuasaan atas
daerah-daerah yang tertentu dengan gelar Pangeran atau gelar apa lagi
yang indah muluk.

Untuk memelihara ketaatan hamba rakyat maka perlulah raja dan


pangeran-pangeran itu dimandikan dengan seribu satu kehormatan,
keistimewaan, kesaktian, dan keramat. Rakyat (biar buta akan
kemunafikan si raja) diperbodoh, ditipu dengan cerita-cerita yang aneh
isapan jempol, karangan pujangga penjilat. Segala dongeng, takhyul-
takhyul yang aneh isapan jempol, dan cerita diborong, disusun begitu
rupa dengan pusatnya kemegahan, kemuliaan, ketinggian, dan kejayaan
raja. Ketuhanan dipalsu, dipulas, diputarbalikkan sehingga rajalah
sebenarnya yang menjadi makelar Tuhan Yang Maha Esa. Malahan tak
segan-segan si raja serakah dan bajingan kurang ajar itu untuk
mempermaklumkan dirinya sebagai Tuhan. Demikian raja dipertuan dan
dipertuhan. Inilah yang lazim disebut theocratish feodalisme. (Theo =
Tuhan) (Seperti Pharao di Mesir – Tenno di Jepang).

Feodalisme pada dasarnya ialah stelsel masyarakat tuan-tuan tanah


yang bergelar aneka warna (karang saja titel yang hebat). Kemakmuran
menggunduk kepada tuan-tuan tanah, tukang mindring tanah, singkek-
singkek tanah. Tuan tanah alias tukang mindring tanah, alias singkek-
singkek tanah itu lazim disebut kaum ningrat.

Rakyat hanya diperkenankan menumpang kepada tuan tanah itu,


meminjam tanah dengan selalu berkewajiban menyetor bakti sebagian
besar dari pada hasil pekerjaannya. Di satu pihak kita jumpai kasta tuan-
tuan tanah yang hidup megah kaya raya dan di lain pihak kita saksikan
pekerja tanah yang terhisap dan tertindas yang tiada berhak atas hasil
tanahnya, kecuali sebagian hasil sekadar guna menyambung umurnya
agar dapat terus mengabdi kepada tuan tanah.

Ada lagi terdapat golongan manusia yang mentah-mentah


diperdagangkan sebagai lazim orang memperdagangkan kuda; golongan
ini nasibnya lebih celaka lagi dari pada pekerja melarat tersebut. Mereka
ialah budak yang menjadi perlengkapan isi rumah sebagai orang
memelihara anjing. Senista-nistanya pekerja melarat ialah masih menjadi
tuan atas dirinya. Budak dapat dipukul, dapat dipotong, dapat berpindah
tangan, dan tiada undang yang dapat melindunginya. Anjing lazim
dipukul, kuda lazim dianiaya, begitulah halnya dengan budak
itu. (budak-budak tadinya berasal dari suku-suku taklukan).

Di antara kepincangan masyarakat itu berdirilah penghulu-penghulu


agama yang berkewajiban selalu mencari imbangan dalam masyarakat
dengan pusat raja dan keluarganya (bacalah singkek-singkek tanah). Dari
raja-raja serta keluarganya, penghulu-penghulu agama tersebut diberi
hak-hak istimewa dan kian hari kian menjadi kuat kedudukan penghulu-
penghulu agama itu, merekalah menjadi singkek-singkek tanah nomor
dua. Dengan suapan hak-hak istimewa penghulu agama tersebut bersama
raja secara tahu sama tahu menipu dan memeras pekerja tanah.

Penindasan tuan-tuan tanah atas pekerja tanah itu menyebabkan


perlahan-lahan penggerutuan di kalangan pekerja tanah yang tidak puas
itu. Pertentangan antara kasta tuan tanah dan kasta pekerja tanah karena
kepentingan dan kebutuhan yang berlawanan itu perlahan membayang
kepada pikiran orang yang sudi dan dapat berpikir. Pertentangan
keadaan perlahan mempengaruhi logica mystica dalam agama.

Monopoli kemakmuran di tangan tuan-tuan tanah (raja dan penghulu


agama) melahirkan agama negara (agama resmi) sebagai satu-satunya
gama yang harus dipeluk oleh sekalian hamba rakyat. Sudah barang tentu
agama resmi tersebut dimaksudkan sebagai alat pendidik pekerja tanah
dan sekalian hamba rakyat untuk tetap setia dan patuh kepada
raja. Seribu satu dalil diajarkan, pokoknya “jangan melanggar hak milik
raja keningratan dan pengikutnya” (bacalah jangan melanggar hak milik
tuan tanah). Perlahan-lahan pertentangan kepentingan dan kebutuhan
antara tuan tanah dan pekerja tanah membayang kepada agama, meletus
keluar sebagai pertentangan agama. Perlahan-lahan tidak semua
penghulu agama menjadi pembela tuan-tuan tanah. Ada pul di antara
mereka yang mulai memihak kepada pekerja tanah. Mereka menuntut
keadilan. Mereka mulai menawarkan kebenaran baru, mereka memberi
tafsiran-tafsiran lain kepada dalil resmi. Bersenjatakan logica
mystica mereka mengadakan oposisi dalam agama negara yang
bersenjatakan logica mystica pula. Seribu satu tafsiran dikemukakan,
pokoknya kepentingan dan kebutuhan pekerja tanah harus diperhatikan.
Demikianlah pertentangan agama berlaku sebagai bayangan pertentangan
benda (matter – materie – keadaan – economie). Penghulu agama yang
tampil ke muka sebagai juru bahasa pekerja tanah dituduh sebagai
pengacau keamanan dan ketertiban, penghulu agama yang menjadi
oposan itu kemudian menjadi buruan. Mereka lalu mengundurkan diri
dari masyarakat ramai dan dari tempat persembunyiannya mereka
melanjutkan usahanya berseru dan memanggil sekalian umat untuk
membela dan mencintai keadilan. Bersenjatakan logica mystica penghulu
agama menyusun ajarannya. Bila ia menghendaki keadilan, maka
diajarkan bahwa Tuhan itu ialah keadilan. Menyembah Dia berkelanjutan
memihak keadilan; sesungguhnya raja yang patut dipertuan dan
dipertuhan sebagai pusat keadilan pasti memperkenankan keadilan yang
dimaksudkan.

Begitulah di sana-sini penghulu agama mendapat pengakuan dan


dialah diangkat oleh rakyat menjadi raja. Penghulu agama yang budiman
itu dicintai oleh rakyatnya, tetapi sebagai raja dia tidak mampu
mengadakan perubahan dasar masyarakat. Tuan tanah yang keji
kejam diganti dengan tuan tanah ramah-tamah lagi budiman, tetapi
rakyat tetap menjadi penumpang dan satu tempo rakyat digembirakan
dengan pengasih sekadar keluar dari hati suci dari bekas penghulu agama
yang amat dicintai itu. Pokoknya, rakyat tetap terhisap, nasib rakyat
tidak berubah karena dasar masyarakat tidak berubah. Semua itu akibat
keadilan yang belum terkupas dengan jelas.

Ada pula penghulu agama yang mengajarkan sebaliknya. Yang


dijadikan bahan berpikir ialah penghidupan si kaya yang hanya bersuka
ria, bermadu, minum, dll. Perbuatan-perbuatan sekaliannya itu ialah
perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan oleh Tuhan. Sebaliknya, si
miskin hidup melarat, sederhana, tidak berpesta, tidak bermadu, tidak
minum, dll. Itulah yang diinginkan oleh Tuhan. Bersenjatakan logica
mystica ia mendapat kesimpulan bahwa hidup miskin adalah lebih dekat
kepada Tuhan dari pada kemewahan yang dihukum sebagai intip neraka.
Begitulah ia menganjurkan untuk menjauhi kekayaan itu, mendekati
kesempurnaan dengan jalan hidup melarat.

Di sana-sini penghulu agama pemuji kemelaratan itu mendapat


pengaruh. Beberapa orang kaya menjual kekayaannya dan hasil
penjualannya dibikin habis dibagikan kepada rakyat untuk dimakan
bersama-sama. Begitulah si kaya jatuh melarat hidup bersama si melarat
mempertahankan kemelaratan. Langkah demikian itu sudah barang tentu
usaha yang tersia-sia belaka karena hal itu hanya berarti memperkuat
tuan tanah yang lain, karena bukanlah kekayaan yang dijual itu jatuh
kepada tuan tanah yang lain? Dengan begitu stelsel masyarakat tidak
berubah, kasta tuan tanah tetap berkuasa, kemiskinan tetap merajalela.
Demikianlah hasil berpikir yang menghukum akibat tidak menyinggung
sebab.

Pertentangan kepentingan dan kebutuhan antara tuan tanah dan pekerja


tanah yang kemudian melahirkan pertentangan agama perlahan pula
membayang kepada keluarga raja. Di antara keluarga raja pun terdapat
perselisihan. Di antara mereka, ada yang memberanikan diri ikut bersama
rakyat menghukum raja yang zalim. Raja zalim dirobohkan, pangeran
pemberontak menjadi raja. Raja baru bekas pemberontak dapat berkuasa
karena ia mempermaklumkan dirinya sebagai pencinta rakyat, pembela
rakyat, pembela keadilan, matanya si buta, kakinya si pincang.
Kemudian, raja baru terbukti setali tiga uang belaka dengan raja lama. Ia
memihak kepada rakyat bukan karena ia cinta kepada rakyat, melainkan
ia merasa dendam hatinya dengan raja tua sebab gadis kenang-
kenangannya dirampas oleh raja tua tersebut. Luka hati pangeran dan
luka hati rakyat bersetubuh dalam satu titik pemberontakan.
Selanjutnya, si pangeran tetap si pangeran, si rakyat tetap si rakyat. Di
sini rakyat masih membutuhkan latihan untuk memilih pemimpin
perjuangannya.

Seorang anak rakyat bangun. Ia membenci kepada raja. Ia mengajak


kawannya berontak. Pemberontakan menjalar, pemberontakan menang,
anak rakyat menjadi raja. Ia cinta kepada rakyat karena ia memang
berasal dari rakyat, tetapi ia berontak bukan karena mempunyai program
yang tertentu, program yang lain dari pada program si raja, ia berontak
karena kebencian semata-mata, atau sebaliknya karena kecintaan buta
belaka, lebih dari pada itu ia tidak tahu. Anak rakyat menjadi
raja, zonder program. Demikianlah anak yang jujur itu perlahan mengerti
betapa nikmatnya menjadi raja dan anak raja yang jujur itu akhirnya pun
tidak dapat menolong nasib rakyat karena ia pun tidak membawa
perubahan dasar masyarakat. Inilah akibatnya berjuang tidak berdasarkan
teori berjuang.

Ada lagi anak rakyat yang bangun. Ia jauh lebih maju dari pada
pemberontak-pemberontak yang sudah. Ia membawa
semboyan “hancurkan bukti-bukti hutan dan bagilah tanah”. Semboyan
pemberontak muda ini sungguh amat menakutkan tuan-tuan tanah dan
para pengikutnya. Pemberontakan langsung mengenai sasarannya. Di
sana-sini rakyat berhasil merebut kekuasaan untuk menghancurkan
semua bukti-bukti hutan dan segera membagi tanah. Tetapi organisasi
rakyat belum cukup tersusun untuk dapat mempertahankan
kekuasaannya. Menghancurkan bukti-bukti hutang dan membagi tanah
saja ternyata belum cukup untuk menjamin kemakmuran rakyat.
Organisasi dari tuan-tuan tanah dan para pengikutnya beserta
pengaruhnya harus pula disapu, dihancurkan, dibinasakan. Lagi pula
tidak cukup rakyat bergembira berkuasa dalam satu daerah karena
selamanya tuan tanah masih berkuasa di lain-lain daerah maka kekuasaan
mereka tetap akan merupakan ancaman dan bahaya bagi daerah itu.
Bekas tuan tanah dan pengikutnya beserta pengaruhnya tidak akan segan-
segan untuk minta pertolongan, tuan-tuan tanah dari lain daerah dengan
perjanjian seribu satu untuk berkhianat, mengacaukan dan merobohkan
kekuasaan rakyat pekerja tanah. Rakyat tidak cukup belajar merebut
kekuasaan, tetapi ia pun harus belajar membertahankan kekuasaan.
Rakyat tidak cukup berkuasa di satu daerah, melainkan rakyat harus
berkuasa di atas satu daerah yang cukup luas dan cukup kuat (ekonomis,
politis, dan sosial).

Demikian antaranya pengalaman pemberontakan-pemberontakan


pekerja tanah yang berturut-turut dalam perjuangannya melawan tuan-
tuan tanah dan kekuasaannya. Belum lagi pekerja tanah berhasil
merobohkan kekuasaan tuan-tuan tanah itu maka sudahlah keburu
lahirnya kasta baru yang ada kepentingan pula untuk merobohkan
kekuasaan tuan-tuan tanah itu.

Di atas sudahlah dikemukakan bahwa perdagangan dalam tingkatan


pertama merupakan perdagangan antara suku dan suku. Timbulnya hak
milik perseorangan dalam masyarakat feodal yang merubah pertentangan
dan perhubungan hak milik perseorangan itu pun perlahan menjadi dasar
perdagangan dan mulai itulah lahir kasta baru ialah kasta pedagang
(borjuis pertama). Bila dulu perdagangan hanya merupakan pertukaran
kebutuhan semata-mata, maka sekarang perdagangan menjadi sumber
keuntungan sebagai jasa perantaraan.

Juara-juara perantaraan inilah yang berkepentingan sekali adanya alat


penukar dan pengukur harga yang meringankan pekerjaan perantara, alat
yang praktis, mempunyai ketetapan harga, penghargaan dan kepercayaan
cukup. Pertama, didapat alat penukar dan pengukur harga seperti kuli,
dll. Kemudian, dipakailah uang logam, seperti emas, perak, dll. Ketika
uang sudah menjadi kebutuhan yang mutlak maka lahirlah perdagangan
uang karena tiap-tiap daerah mempunyai uangnya sendiri sehingga
masing-masing uang itu perlu ditukarkan. Dengan inilah,
lahir “bank” dalam bentuk pertama.

Pedagang-pedagang ini mengembara dari sudut tempat ke lain tempat


mengadakan sambungan dengan pedagang-pedagang dari lain daerah.
Mereka mempunyai tempat-tempat yang tertentu dimana mereka dapat
saling bertemu untuk berjual-beli. Dengan ini, lahirlah pasar-pasar
pertama. Mondar-mandir membawa uang amatlah berbahaya maka di
tempat yang tertentu dihampiri di sanalah pedagang-pedagang itu
menyimpan uangnya. Demikian “bank-bank” yang tadinya hanya badan
penukar uang mendapat jalan untuk menjadi badan penyimpan uang.
Dari penukaran dan penyimpanan itu “bank” tadi mendapat upah. Dari
bayi “bank-bank” sederhana ini kelak berdiri bank-bank besar
yang menyebar modal dan menguasai pertanian, industri, dan
perdagangan.

Untuk membelanjai pesta dan kemuliaannya di istana, kecuali


pemerasan dari pekerja (tani melarat, buruh tanah, dan budak) menilik
tumbuhnya kasta pedagang yang makmur maka raja pun mulai
bikin peraturan aneka warna, sumber cukai, pokoknya pedagang-
pedagang pun harus menyerahkan sebagian untungnya kepada dia. Tak
segan-segan pula raja mengacaukan jalan-jalan perhubungan dan
mengadakan perampasan atas milik juara-juara perantaraan. Demikianlah
pedagang-pedagang itu amat membutuhkan perlindungan raja sehingga
pedagang-pedagang pun merasa betapa perlunya menyuap raja.
Peraturan-peraturan raja yang hanya berarti bayar cukai ditaati.
Selamanya pembayaran cukai masih dapat dilemparkan kepada bahu
pembeli tidaklah terjadi perselisihan antara pedagang dengan raja, tetapi
perlahan cukai-cukai tadi amat memberatkan perdagangan. Demikianlah
kerap kali terjadi pergeseran-pergeseran antara raja keningratan dan para
pedagang itu.

Pertentangan kepentingan dan kebutuhan raja (tuan tanah) dan


pedagang perlahan pun membayang kepada agama. Pertentangan tani
melarat dan tuan tanah telah menjelma menjadi pertentangan agama.
Demikianlah pula pertentangan pedagang dan raja menjelma menjadi
pertentangan agama. Demikianlah didapat agama pembela tuan tanah,
agama pembela pekerja melarat dan agama pembela pedagang.

Di Palestina, agama Kristen lahir sebagai pembela proletar tanah.


Tetapi, Kristen di Eropa pada jaman tengah menjadi pembela tuan
tanah dan selanjutnya Kristen berpecah-belah dalam beberapa aliran anti-
katolik yang pada umumnya menjadi pembela borjuis. Kristen di
U.S.S.R. sekarang menjadi pembela proletar.

Di Hindustan, agama Brahma ialah pembela tuan tanah; kemudian


lahir agama Budha sebagai pembela tani melarat. Brahmanisme dan
Budhisme datang di Indonesia sebagai agama penjajah, pembela
kepentingan Hindu yang merajalela di Indonesia sebagai pedagang
akhirnya untuk bertinggal sebagai tuan tanah. Itulah sebabnya
Brahmanisme dan Budhisme yang di India bertentangan di Indonesia
rukun bersatu menjajah Indonesia yang masih dalam tingkatan oer-
communisme. Mereka tidak mendapat perlawanan dari Indonesia karena
suku-suku bangsa Indonesia hidup aman tenteram dan makmur di atas
milik sukunya masing-masing dan tanah dan alam Indonesia masih cukup
lebar dan makmur untuk menerima datangnya suku-suku lain dari rantau.
Akhirnya, perantau-perantau itulah dengan pengalaman dari tanah-airnya
berhasil menjadi koordinator ekonomi kemudian untuk
mempermaklumkan dirinya sebagai raja dari satu negara baru yang
makmur.

Islam di negeri Arab lahir sebagai pembasmi pertentangan suku dan


suku, pembentuk pertentangan kasta dalam koordinasi suku-suku Arab
dalam satu lingkaran ekonomi persatuan Spanyol Islam menjadi pembela
tuan tanah asing (Moor) sedangkan Spanyol sendiri telah mengenal tuan-
tuan tanah sendiri (berbeda dengan Indonesia pada waktu datangnya
Brahmanisme dan Budhisme). Itulah sebabnya Islam akhirnya diusir dari
Spanyol (Tuan tanah asing diusir oleh tuan tanah nasional). Di Indonesia,
Islam datang pada waktu pedagang-pedagang pesisir memberatkan
pedagang-pedagang itu dengan cukai aneka warna. Pertentangan antara
raja (tuan tanah) dan pedagang-pedagang pesisir menjelma menjadi
pertentangan agama. Demikianlah agama Islam dipinjam oleh pedagang-
pedagang pesisir sebagai bahan oposisi terhadap raja di
pedalaman. Dengan dalil Hinduisme, raja pedalaman ingin
mempertahankan kedudukannya. Dengan dalil Islam, pedagang-
pedagang di pesisir ingin memboikot raja di pedalaman. Begitulah
dengan bendera Islam, seorang peranakan Cina pedagang besar yang
menamakan diri sebagai Raden Fatah mempermaklumkan kerajaan Islam
baru, lepas dari Majapahit. Begitulah selanjutnya dalam Islam sendiri
tumbuh macam-macam aliran sebagai bayangan pertentangan kasta yang
bergulat di dalam masyarakat. Di U.S.S.R. misalnya, didapat
Islam pembela proletar.

Dengan undang berpikir dialectica-idealisme yang berlantai logica


mystica maka dibawalah orang ke pokok pertentangan agama maka
dengan uraian di atas diperlihatkan bahwa pokok pertentangan kasta yang
membayang pada agama, tumbuh menjadi pertentangan agama.
Perbedaan Kristen di Palestina pada permulaan dengan Kristen di Eropa
zaman tengah dan zaman kemajuan dan di U.S.S.R. sekarang, antara
Brahmanisme dan Budhisme di Hindhustan dan di Indonesia, antara
Islam di Arab pada permulaannya, di Spanyol, di Indonesia pada waktu
pendaratannya dan Islam di U.S.S.R. sekarang cukuplah menjadi bukti.

Pertentangan keadaan dan pikiran perlahan pun mempengaruhi budah-


budak yang senista dan sebodoh-bodohnya. Di antara mereka pun mulai
tumbuh tuntutan kemerdekaan dirinya. Di sana-sini budak tersebut
mendapatkan juru bicaranya di kalangan guru-guru agama yang
penyayang dan pengasih umat yang tertindas. Dan, tiap kesempatan
dipergunakan oleh kasta budak untuk kemerdekaan dirinya. Kesetiaan
buta para budak kepada tuannya menjadi kurang. Rasa AKU sebagai
getaran hak milik perseorangan pun mulai membayang dalam pikiran
kasta budak.

Pertentangan antara tuan tanah dengan tani melarat dan pertentangan


antara tuan tanah dan pedagang yang berwujud pertentangan agama
yang berturut-turut meletus sebagai perang agama memberi kesempatan
kepada kasta budak untuk berturut-turut memerdekakan dirinya. Dengan
jaminan kemerdekaan atas dirinya, si budak tak segan-segan memihak
kepada kasta mana pun juga. Si budak berjuang atas pengakuan
kemerdekaan dirinya, misalnya dengan menunjukkan jasanya dalam
perang agama terhadap tuannya, baik ia berdagang maupun tuan tanah.
Dengan bersambung dengan tani melarat, beserta tani melarat si budak
pun tak segan-segan berontak melawan tuannya. Demikianlah berangsur-
angsur kasta budak menjadi merdeka dengan mempergunakan
pertentangan yang ada (politik, sosial, dan ekonomi).

Sebagai orang merdeka yang tiada bertanah dan beruang, tetapi


mendapat modal rampasan sekadar dari pertempuran, maka bekas budak
tersebut mulai bekerja dengan kecakapannya masing-masing yang sudah
dipusakai dari zaman perbudakan. Begitu bekas-bekas budak mulai
penghidupan baru sebagai tukang merdeka. Sebagai tukang merdeka,
mereka berhak atas hasil-hasil pekerjaannya. Pada permulaan, mereka
hanya bekerja menurut pesanan. Mereka bekerja bila ada pesanan.

Menghadapi tuan-tuan tanah dan pengikutnya yang selalu hendak


membeli semurah-murahnya, lebih-lebih pandangan tuan-tuan tanah dan
pengikutnya itu tidak sekaligus berubah dan masih menganggap tukang-
tukang merdeka itu sebagai budak seperti sediakala dan di lain pihak
budak-budak baru merdeka itu perlu memperkuat diri terhadap
pedagang-pedagang penjual bahan-bahan karena pedagang-pedagang
penjual itu pun belum bebas dari purba-sangka bahwa sebenarnya mereka
masih menganggap dirinya sebagai tuan yang berhak memeras si budak
sekehendak hatinya. Boikot halu yang mengelilingi budak baru merdeka
itu mempercepat persatuan di antara mereka. Begitulah lahir persatuan-
persatuan pertukangan yang mengumpulkan tukang-tukang sepekerja
dalam satu ikatan (gilden).

Mereka hidup di dalam gerombolan dan merupakan masyarakat baru


yang tersendiri. Dengan persatuan itu, mereka jauh menjadi lebih kuat
dan kian hari kian majulah usaha mereka. Tahu-tahu, kumpulan rumah-
rumah tukang yang mujur itu telah merupakan kota-kota yang teratur.
Untuk menjaga harga, kuantitas dan kualitas hasil pekerja diadakan
peraturan-peraturan khusus. Perlahan dengan perbaikan dan
perlengkapan alat-alat penghasilan, lagi adanya tambahan tenaga
manusia kerap kali lebih banyak dihasilkan dari pada pesanan.
Kelebihan itu jatuh kepada tengkulak-tengkulak yang mencari barang-
barang penghasilan untuk pasar. Perlahan dengan ramainya pasar
menjadilah kebiasaan orang bekerja untuk pasar (dengan tiada
menantikan pesanan).

Penghasilan untuk itu menyebabkan perlombaan-perlombaan di antara


persatuan-persatuan tukang Perlombaan itu menyebabkan jatuhnya harga.
Koordinasi pertama antara persatuan-persatuan pertukangan dalam satu
kota mulai menjadi soal. Demikianlah, satu kota keluar merupakan satu
kesatuan ekonomi, dan dengan menyuap raja, kota memperoleh hak-hak
istimewa dan monopoli atas pembikinan beberapa barang dan sumber
bahan mentah. Demikianlah lahir beberapa industri dengan perlindungan
raja. Dengan membagi hak-hak istimewa dan monopoli dengan
menerima suap kanan-kiri raja yang tadinya sudah lemah kedudukannya
menjadi kuat kembali.

Industri karena hak-hak istimewa dan monopoli tersebut menjadi


industri khusus, pasar menjadi lebar; produksi harus diperbanyak.
Industri yang lemah modalnya terpaksa menyesuaikan diri dengan yang
lebih kuat. Kekurangan modal mulai menjadi soal. Demikianlah
berangsur-angsur industri dan perdagangan bertali dalam beberapa
tangan kaum yang punya (borjuis). Akibat infiltrasi modal borjuis maka
hilanglah rasa persaudaraan dalam persatuan pertukangan tersebut.

Dengan kemajuan teknik alat-alat produksi kian hari kian dipusatkan,


dan bila tadinya tukang merdeka mempunyai alat produksi sederhana
masing-masing untuk membikin barang seutuhnya dengan kepastian
bahwa ia menjadi tuan atas hasil pekerjaannya, maka perlahan pekerjaan
si tukang merdeka hanya menjadi sebuah ranting dari pekerjaan
seluruhnya yang dipusatkan itu dan dengan menghasilkan sebagian dari
barang seutuhnya, akhirnya si tukang merdeka terpaksa melemparkan
alat-alatnya yang serba sederhana itu untuk bekerja sebagai pelayan
mesin besar yang bukan lagi menjadi miliknya.

Dengan berbenteng birokrasi di dalam persatuan pertukangan dengan


infiltrasi modal borjuis maka pemimpin-pemimpin persatuan
pertukangan berhasil memperkuat diri sebagai majikan.

Sebagian besar tukang merdeka jatuh menjadi budak kembali dalam


bentuk baru yang lazim disebut buruh (proletar). Demikianlah lahir kasta
baru, kasta proletar, kasta yang tidak mempunyai alat-alat produksi.
Proletar tidak mempunyai barang sesuatu untuk menghasilkan kecuali
tubuh dirinya. Oleh karena proletar tidak menjadi tuan atas alat-alat
produksi, maka proletar pun hanya bekerja dengan menjual tenaganya
dan ia tidak berhak atas hasil pekerjaannya. Sebenarnya, kasta proletar
bukan kasta baru karena kita sudah mengenal proletar tanah. Maka kasta
proletar yang baru tumbuh tersebut ialah kasta proletar kota (industri).

DARI FEODALISME KE KAPITALISME

Titik berat ekonomi dengan majunya industri di kota perlahan pindah


ke kota. Desa dengan alamnya kepastian tanaman yang sudah dikerjakan
lazim melihat ke belakang, yang sudah. Kota yang bergantung kepada
usahanya besok pagi, biasa melihat ke depan. Begitulah kota jauh lebih
dinamis dari pada desa. Demikian dapat dimengerti pesatnya kemajuan
kota. Dengan pindahnya pusat ekonomi dari desa ke kota yang dibawa
oleh alamnya yang dinamis, tumbuhlah di samping ilmu kepercayaan
ilmu bukti. Ilmu bukti amat dibutuhkan untuk menyempurnakan
perlengkapan industri untuk mencari pendapatan baru. Kedudukan raja
dan keluarga sekarang terombang-ambing antara kota dan desa. Malahan
organisasi raja sudahlah tenggelam dalam hutang pada borjuis. Bukankah
raja hanya memikirkan pesta-pesta belaka? Perlahan diketahui bahwa
raja beserta pengikutnya amat tergantung kepada borjuis. Modal borjuis
yang sudah cukup kuat tersusun hendak meluaskan sayapnya. Borjuis
yang kuat tidak membutuhkan lagi hak-hak istimewa dan monopoli dari
raja. Kekuatannya sudah cukup menjadi jaminan monopoli. Kelemahan
raja dipergunakan oleh borjuis untuk menghapuskan segala peraturan,
perintang, dan pembatasan industri dan perdagangan. Borjuis dari
golongan yang terkuat menuntut kemerdekaan usaha dan perdagangan.
Sudah barang tentu tuntutan kemerdekaan usaha dan berdagang itu
kurang mendapat sambutan dari borjuis yang masih tipis modalnya.
Golongan yang masih lemah ini masih membutuhkan perlindungan dan
hak-hak istimewa. Kemerdekaan usaha dan perdagangan berarti
menyerah kepada kekuasaan modal yang terkuat.

Penghulu-penghulu agama yang hidup “alim” dalam asrama-


asramanya di atas tanah milik gereja yang makmur dan luas pun merasa
terancam kedudukannya; milik-milik gereja yang makmur itu pun akan
menjadi sasaran kemerdekaan usaha dan perdagangan. Penghulu-
penghulu agama itu ingin mempertahankan kedudukannya dengan
mempertahankan hak-hak istimewa dan monopoli yang sudah didapat
dari raja. Melepaskan hak-hak tersebut berarti pula melepaskan
kemakmuran kepada borjuis yang sedang berkembang.

Penghulu-penghulu agama dari gereja Katolik organisatoris terikat


dalam satu disiplin di bawah satu pucuk pimpinan yang bermarkas di
Roma. KETUA organisasi disebut PAUS. Paus dipandang sebagai
pemegang kunci pintu-gerbang surga, perantaraan Tuhan yang dapat
memuji, memberi ampun, dan menghukum atas nama Tuhan. Terkutuk
oleh Paus adalah hukuman yang amat beratnya bagi orang yang sudi
percaya. Untuk mempertahankan keramatnya yang dapat menguasai
dunia itu, maka musuh yang terbesar dari pada Paus ialah ilmu bukti
(berdasarkan kenyataan). Agama Katolik oleh Paus dianggap sudah
meliputi segala. Semua kebenaran sudah dianggap ada di dalam kitab
sucinya. Maka semua ajaran yang dianggap menyimpang dari pada kitab
yang suci, yang sudah memuat segala itu dituduhlah sebagai pengkhianat,
pengacau, membikin gereja dalam gereja. Begitu hebat sampai GALILEI
perlu disiksa dan dianiaya habis-habisan karena GALILEI berani
mengatakan bahwa dunia itu bulat, padahal gereja yang berkitab suci itu
sudah mengajarkan bahwa dunia itu rata.

Untuk mempertahankan kedudukannya, hak-hak istimewa dan


monopoli, maka penghulu agama bertindak menghalang-halangi
kehendak raja yang hendak memperkenankan tuntutan kemerdekaan
usaha dan perdagangan. Maka raja yang sudah menjadi boneka borjuis
menjawab: “Urusan dunia adalah menjadi tanggungan raja. Baiklah
tuan-tuan penghulu agama tinggal dalam lapangannya sendiri ialah
gereja dan akhirat”. Pemisahan antara gereja dan negara mula menjadi
soal.

Bureaucratie Paus dan pengikutnya menghalang-halangi kemerdekaan


usaha dan berdagang dan bertindak atas nama Tuhan Yang Maha Kuasa.
Begitulah timbul perjuangan anti buraucratie Paus dan
pengikutnya dalam bentuk agama. Tuntutan kemerdekaan usaha dan
perdagangan melahirkan tuntutan kemerdekaan agama. Dogma bahwa
Paus adalah perantaraan Tuhan kepada manusia dan sebaliknya dibantah
dengan dogma baru yang sesuai dengan keadaan (kemerdekaan usaha
dan perdagangan) ialah “tiap-tiap orang mampu dan berhak
berhubungan dengan Tuhan. Tidaklah dibutuhkan makelar Paus
dengan bureaucratie-nya”. (Dogma ialah ajaran yang tidak boleh
didebat).

Hak-hak istimewa dan monopoli itu berasal dari pemerintah, dari


tangan raja. Maka dengan sendirinya pertentangan untuk
mempertahankan dan menghapuskan hak istimewa dan monopoli itu
langsung menyinggung pemerintahan negara. Demikian pertentangan
tersebut menjadi pertentangan politik antara raja, penghulu agama, dan
borjuis. Raja sekarang berdiri antara dua kekuatan:

1. Penghulu agama Katolik sebagai anasir pembela ekonomi yang


bertitik berat pada pertanian (desa) dengan pusat hak milik tuan tanah
beserta hak-hak istimewa dan monopoli agama dan sekalian ilmu yang
memberi kekuasaan dan keuntungan material dan moril atas pundaknya
tani melarat (yang diperbodoh dan diperbudak) ditambah dengan cukai
dan suap sana-sini dari industri dan perdagangan yang baru tumbuh di
bawah perlindungan raja dan gereja.

2. Kasta borjuis dari golongan yang terkuat sebagai anasir pembela


ekonomi yang bertitik berat pada industri dan perdagangan (kota) dengan
tuntutan kemerdekaan usaha dan perdagangan, anti segala peraturan
feodal yang menjadi perintang kemajuan industri dan perdagangan yang
sedang berkembang dan yang amat membutuhkan daerah luas tempat
berkembang.

Beberapa raja sebagai boneka borjuis (yang sudah tahu betapa royal
dan sedapnya suapan borjuis) melawan reaksi penghulu agama berhasil
memutuskan oposisi penghulu agama dengan membatasi kekuasaan
penghulu-penghulu agama hanya kepada gereja dan akhirat yang tidak
berhak sedikit pun ikut campur dalam urusan negara (dunia) (Jerman).

Beberapa raja yang kurang bijaksana bersatu dengan gereja melawan


borjuis, akhirnya hancurlah kekuasaan raja dan gereja itu (Revolusi
Prancis).

Di Inggris, tuan tanah dan gereja pandai menyesuaikan diri dengan


haluan baru ikut serta mengambil bagian dalam industri dan perdagangan
maka di sanalah terjadi kompromi (akur-akuran) antara raja, gereja, dan
borjuis.
Maka selesailah sudah masa (periode) feodalisme yang lazim pula
disebut “Jaman Tengah” untuk kemudian meningkat ke jaman kemajuan,
jaman kapitalisme.

KAPITALISME

Kembangnya modal borjuis yang terkuat melahirkan tuntutan


kemerdekaan usaha dan perdagangan, kemerdekaan agama, dan
kemerdekaan ilmu bukti. Bahwa ada sangkut-pautnya antara semua
tuntutan itu sudahlah kita kupas secara materialistis, dialektis, dan logis.
Tuntutan-tuntutan tersebut di atas sudahlah dikemukakan melahirkan
perjuangan politik. Borjuis mencari sambungan dengan tani melarat
menggerutu yang tertindas oleh tuan-tuan tanah (penghulu agama dan
raja sekeluarga). Begitulah lahir satu front rakyat borjuis dan tani melarat
lawan kaum bangsawan ningrat serta penghulu agama. Dalam
perhubungan borjuis dan tani melarat itu lahir asas kerakyatan
(democratie) dengan semboyannya yang terkenal: “kemerdekaan,
persamaan, dan persaudaraan”. Demikianlah Revolusi Prancis.

Rakyat berhasil merebut kekuasaan. Kekuasaan gereja dan raja


dirobohkan, republik rakyat didirikan. Pemerintah rakyat
diumumkan. Terbukti yang dimaksud dengan rakyat ialah borjuis belaka.
Begitulah lahir pemerintah rakyat borjuis. Di mana raja masih berdiri
karena bersedia untuk berkompromi dengan borjuis atau bersedia
menjadi boneka borjuis, di sanalah bukan lagi ujung lidah raja yang
berkuasa, melainkan undang-undang (dasar). Sudah barang tentu yang
berlaku ialah undang-undang (dasar) borjuis yang melindungi
kepentingan dan kebutuhan borjuis.

Kekuasaan politik yang diperoleh segera dipergunakan borjuis untuk


melaksanakan tuntutannya ialah kemerdekaan usaha dan perdagangan.
Dengan ini, proses modal berkembang menjadi lebih pesat kemajuannya.
Proses yang didapat dari pertentangan suku dan suku yang melahirkan
satu lingkaran ekonomi dengan pusat suku yang terkuat, didapatlah pula
dalam pergeseran industri dan perdagangan yang satu dengan yang lain.
Begitu terbentuk satu lingkaran ekonomi nasional berpusat pada modal
yang terkuat. Kemajuan teknik sebagai kekuatan uap menjadi cambuk
industri. (Watt mendapatkan mesin stoom). Hanya modal yang terkuat
sanggup melayani dan mempergunakan hasil-hasil pendapatan baru.

Koordinasi industri-industri rumah dan perusahaan kecil di tangan


modal yang terkuat dengan sekali pukul menjadi pabrik-pabrik yang
besar dan modern. Perdagangan pun beroleh alat pengakut yang cepat
dan praktis. Kian hari kian dibutuhkan perkumpulan modal. Dari modal
seorang dibutuhkan modal-modal beberapa orang sampai akhirnya
didirikan sebuah badan N.V. yang berhak berlaku dan bertindak sebagai
orang. Oleh karena borjuis bekuasa, maka dengan mudah kedudukan
N.V. diputuskan dan disahkan dalam sebuah undang yang harus
dihargakan dan dipercayai sekalian umat. N.V. mengeluarkan surat andil
(saham), maka surat tersebut diperjualbelikan di pasar (beurs). Begitulah
persatuan yang tak bernama (N.V.) mendapatkan modal dari hartawan-
hartawan yang tidak bernama pula. Demikianlah disusun dasar-dasar
baru bagi pembentukan badan-badan besar industri dan perdagangan.
Kemajuan industri dan perdagangan membawa kemajuan pula dalam
organisasi keuangan. Tukang-tukang uang berkumpul; demikianlah bank-
bank sederhana yang hanya menjadi pembantu penukaran dan keamanan
uang berganti rupa menjadi bank-bank besar yang membelanjai
pertanian, industri, dan perdagangan. Pelatihan jual-beli hanya berlaku
antara ujung telepon dan telegram, dengan tidak mempergunakan uang.
Cukup segala perhitungan dicatat dalam satu buku. Bank-bank besar di
berbagai tempat itu dijadikan tempat perhitungan (rekening-courant).

Dengan lahirnya badan-badan yang serba besar, maka dalam


perlombaan perebutan pasar dan pertarungan harga terpaksalah
perusahaan-perusahaan kecil gulung tikar. Lingkaran ekonomi borjuis
kian hari kian melebar, dari satu kota ke daerah, dari daerah ke satu
negeri. Lebih dari itu, kekuatan produksi sudah meningkat; bahan dalam
negeri tidak cukup, pasar dalam negeri sudahlah sempit, modal terus
berkembang dan mencari lapangan daerah berkembang, modal
melompati batas negeri menyeberangi lautan.

Modal disediakan untuk merampok bahan-bahan penting di luar negeri


untuk pulang ke tanah air dengan membawa hasil rampasan. Modal
disebar untuk membeli bahan-bahan penting di luar negeri dan menjual
barang-barang tanah air di luar. Modal dipinjamkan kepada negeri yang
membutuhkan dengan ganti konsesi-konsesi yang menguntungkan.
Modal ditanam di tanah jajahan untuk membentuk pasar dan sumber-
sumber bahan yang tetap lagi menguntungkan. Dengan keluarnya modal
melintasi pagar tanah air, merebut pasar dan sumber-sumber bahan,
lahirlah imperialisme. Dan, perlombaan perebutan pasar dan sumber-
sumber bahan, serta dalam pertandingan harga dan kekuatan, maka
modal dunia yang mengalir di bank-bank pertanian, industri, dan
perdagangan dikuasai oleh modal yang terkuat di tangan beberapa
gelintir orang. Begitulah perlahan dunia terbagi di dalam beberapa blok
ekonomi. Tiap-tiap blok berpusat kepada modal yang terkuat dalam blok
tersebut, berkiblat kepada negeri dimana modal yang terkuat itu
menggunduk. Ka’bah dalam blok ekonomi tersebut bukan lagi batu hitam
nun di Mekkah, melainkan beberapa kapitalis yang memiliki semua alat
produksi, beberapa kapitalis yang dapat berbuat sesuka hatinya sekeliling
produksi dan distribusi.

Untuk menjamin monopoli kapitalis atas kemakmuran dalam blok


ekonomi, maka kapitalis menentukan corak pemerintahan dalam tiap-
tiap negeri dalam lingkungan blok tersebut. Ialah yang menetapkan siapa
yang menjadi kepala Negara, ialah yang menentukan partai mana yang
harus disokong dan partai mana yang harus diboikot dan diburu. Dalam
semua negeri dalam blok itu, ia membentuk pemerintahan serta alat-
alatnya yang melindungi kepentingan dan kebutuhannya. Semua
pertentangan politik, ekonomi, dan sosial dari satu negeri dengan lain
negeri dipergunakan untuk membentuk blok ekonomi itu. Demikianlah
pembentukan satu blok ekonomi melalui beberapa
peperangan. Kemudian daerah satu blok ekonomi tidaklah cukup luasnya
lagi untuk melayani kekuatan produksi. Produksi terus meningkat, terus
membutuhkan bahan, terus membutuhkan pasar, kian hari kian banyak,
kian hari kian luas. Begitulah lahir konkurensi antara satu blok ekonomi
dengan lain blok ekonomi yang berkelanjutan peperangan antara dua
blok yang dipergunakan oleh lain blok lagi untuk memperkuat diri, yang
berakibat kekeruhan perimbangan kekuatan dalam tubuh blok ekonomi
yang lemah.

Perebutan pasar dan sumber-sumber bahan ialah hakikat tiap-tiap


peperangan dalam masyarakat kapitalis. Setelah organisasi modal
menjadi internasional, maka peperangan antara modal dan modal itu
menyeret seluruh dunia dalam peperangan dan seluruh dunialah
menanggung akibat peperangan itu. Dengan ini, dapat dimengerti apa
artinya perang dunia I antara Jerman – Austria Hongaria di satu pihak
dengan Amerika-Inggris-Prancis-Italia di lain pihak.

Alat-alat produksi tanah, pabrik, mesin tambang, dll. ialah modal


(kapital). Monopoli produksi ialah di tangan borjuis besar alias kaum
modal atau kapitalis. Kaum kapitalis yang memiliki alat-alat produksi itu
tak dapat bekerja sendiri. Kapitalis membutuhkan tenaga. Maka proletar
sebagai makhluk yang selain dari pada tenaganya tidak mempunyai alat-
alat produksi untuk mengerjakan barang sesuatu datang menjual tenaga
itu. Tenaga dibeli oleh kapitalis. Proletar bekerja dan ia tidak berhak atas
hasil pekerjaannya. Tenaga manusia dalam masyarakat kapitalis
diperjual-belikan sebagai orang memperjual-belikan barang. Kapitalis
membutuhkan barang yang berupa tenaga itu buat waktu yang lama.
Untuk membentuk barang yang berupa tenaga itu diperlukan makan-
minum minimum. Kapitalis berusaha membeli barang yang berupa
tenaga itu sesuai dengan harga makan-minum minimum. Begitulah
proletar penjual tenaga itu tidak dibayar atas hasil pekerjaannya,
melainkan proletar tadi dibayar sesuai dengan harga tenaganya (harga
makan-minum minimum). Oleh karena hasil pekerjaan proletar menjadi
milik kapitalis, maka hasil pekerjaan dipotong upah yang diterima itu
jatuh di tangan kapitalis dengan tidak terbayar. Kapitalis mencuri tenaga
proletar. Hasil pekerjaan yang tidak terbayar, jadi dicuri oleh kapitalis itu
lazim disebut nilai-lebih. Nilai-lebih ini ialah buah perbudakan kapitalis
atas proletar. Nilai-lebih ini dikemukakan oleh: KARL MARX.

Kapitalis berusaha untuk memperbanyak nilai-lebih dengan


memperpanjang waktu bekerja. Siasat memperpanjang waktu bekerja
mendapat perlawanan dari proletar (buruh). Pada permulaan perlawanan
kaum buruh tidak tumbuh karena ia tidak mengerti nilai-lebih, melainkan
semata-mata karena tenaga manusia itu terbatas. Perlahan-lahan
diketahui oleh kapitalis bahwa tenaga yang dipelihara itu lebih banyak
dapat menghasilkan dari pada tenaga yang diperas sekali pukul. Siasat
memperpanjang waktu bekerja adalah terbatas, pertama karena mendapat
perlawanan dari buru, kedua karena memang tenaga manusia adalah
terbatas.

Kapitalis kemudian berusaha memperbanyak nilai-lebih dengan


perbaikan alat-alat produksi. Dua tiga jam yang hilang yang terpaksa
dilepaskan kepada buruh sebagai hasil pemogokan, buruh hendak dikejar
oleh kapitalis dengan perbaikan alat-alat produksi yang jauh lebih besar
kekuatannya dari alat-alat yang sudah. Begitulah didapat mesin-mesin
baru.

Dengan adanya mesin-mesin itu, barang yang tadinya perlu dikerjakan


oleh banyak orang kemudian dapat dikerjakan oleh tenaga manusia yang
jauh lebih kurang. Dengan ini, banyak kaum buruh terusir dari pabrik,
dilepas dari pekerjaannya. Begitulah lahir pengangguran. Di kalangan
kaum buruh perlahan tumbuh pendapat anti mesin yang akhirnya sampai
melahirkan gerakan anti mesin. Berduyun-duyun buruh berarak masuk
pabrik menghancurkan mesin-mesin besar yang dianggap sebagai
lawannya. Polisi dan tentara dikerahkan untuk menahan marah buruh.
Mesin baru didatangkan. Mesin yang sebenarnya menjadi pembantu
tenaga manusia di jaman kapitalis membikin manusia menjadi pembantu
mesin.

Produksi masyarakat kapitalis tidak menurut rencana. Produksi


masyarakat kapitalis bekerja tidak untuk kebutuhan, melainkan untuk
pasar. Maka bila sebuah barang amat laku di pasar, maka kapitalis
berlomba-lomba menghasilkan barang tersebut, akhirnya barang yang
laku bertumpuk-tumpuk melebihi kebutuhan pasar. Untuk
mempertahankan harga, barang yang berkelebihan itu dihancurkan.

Kelebihan produksi ialah akibat produksi yang tidak teratur, produksi


yang anarkistis. Begitulah kerap kali jagung, kopi, susu dibuang di lautan
hanya untuk mempertahankan harga barang, padahal berjuta rakyat lapar
membutuhkan barang-barang tersebut. Sekali pun menurut kebutuhan
rakyat barang itu dibutuhkan, namun simpanan melebihi kebutuhan
pasar, maka kapitalis berkata bahwa itulah produksi lebih yang tidak
berguna, malahan membahayakan (harga).

Muslihat main hancur dan main buang itu pun terbatas. Harga barang
yang dihancurkan/dibuang itu dilemparkan kepada pembeli dengan
menaikkan harga barang yang dijual. Akhirnya, kekuatan pembeli pun
sampai pada batasnya, hingga “permainan hancur dan buang” itu tak
dapat dilanjutkan.

Bila barang produksi lebih tidak dihancurkan, melainkan disimpan,


maka untuk menyesuaikan dengan pasar, pabrik lalu ditutup, buruh diusir
keluar dari pabrik, buruh diberhentikan dari pekerjaannya, pengangguran
merajalela. Kapitalis terus makan tidur dan berpesta di atas barang-
barang yang bertumpuk itu, tetapi buruh bergelandangan lapar di
sepanjang jalan.

Banyaknya pengangguran menyebabkan tenaga buruh menjadi murah.


Gaji buruh dikurangkan; tenaga pembeli menjadi kurang. Industri-
industri lain pun menjadi terpukul. Pengangguran bertambah; tenaga
pembeli berkurang. Mesin-mesin baru didapat yang dapat menghasilkan
barang lebih bagus dan lebih murah. Tenaga pembeli sudah terlanjur
merosot. Barang melimpah, pembeli tidak terdapat. Pemogokan buruh
meluas. Kerusuhan merata. Roda kapitalis terganggu (krisis). Bila dalam
kekeruhan ini organisasi proletar belum cukup kuat untuk merebut
kekuasaan, maka kapitalis dapat menolong diri dengan membuka
lapangan pencarian baru bagi pengangguran dalam satu industri
darurat, kalau tidak dibelokkan perhatian proletar pengangguran itu
dalam polisi tentara dan industri perang, guna persiapan perang yang
sedang dipersiapkan.

Urat produksi kapitalis ialah perlombaan memburu untung sebesar-


besarnya oleh beberapa orang kapitalis, dengan memperpanjang waktu
bekerja, mempertinggi teknik alat-alat produksi, mengurangkan
banyaknya buruh, mengurangkan gaji buruh, yang berakibat
pengangguran dan pemogokan. Demikianlah krisis (masa antara roboh
dan bangun) selalulah mengintil (mengikuti) masyarakat kapitalis yang
berdasarkan sistem yang anarkistis, sistem produksi yang tidak mampu
mencari imbangannya antara produksi dan distribusi.

Pertentangan antara kapitalis dan buruh perlahan pun membayang


kepada pikiran orang yang berpikir. Maka di sana-sini bangkit pencinta
umat tertindas, seperti Saint Simon, Fourier, dan Robert Owen. Mereka
sekalian ini datang bukan untuk membela kepentingan satu kasat,
melainkan mereka datang untuk menolong seluruh umat manusia. Ada
pun pada dasarnya mereka melamunkan masyarakat keadilan dalam
masyarakat kapitalis. Mereka mencela dan menolak masyarakat
kapitalis, tetapi mereka belum meneropong masyarakat kapitalis pada
dasarnya. Mereka melamunkan keadilan diambil dari atas langit,
dimasak dalam otak kepalanya, ditawarkan kepada khalayak, hasilnya
mereka menawarkan keadilan dalam lingkungan masyarakat kapitalis.
Dan, bila keadilan yang digambarkan itu satu isme, maka mereka itu
mengajarkan adil-isme. Adil-isme dari pada budiman pencinta umat
tertindas ini lazim disebut sosialisme-utopi (socius = kawan, uotpi =
impian) (masyarakat persaudaraan dalam lamunan) (adilisme).

DARI KAPITALISME KE SOSIALISME

Karl Marx datang dengan mengajak orang meneropong kejadian-


kejadian dalam masyarakat ke lantai pokok ekonomi. Ia tidak mulai
dengan melamunkan keadilan diambil dari atas langit, dimasak dalam
otak kepalanya untuk ditawarkan kepada khalayak, melainkan ia mulai
menerima kejadian-kejadian itu sebagai kenyataan dalam sejarah yang
tidak jatuh dari atas langit, melainkan sebagai benda yang bergerak
menurut hukum-hukum yang tertentu. Ia tidak menyesalkan keadaan,
sebaliknya menyambut keadaan itu dengan gembira sebagai lantai
sejarah. Demikianlah, dari lantai keadaan itu dicari hukum-hukum yang
tertentu dalam pergerakan tumbuh runtuhnya masyarakat dalam
kemajuannya. Maka dengan bukti-bukti ramuan sejarah berhasillah Karl
Marx menyusun ajarannya ialah: Historich Materialisme.

Dengan filsafat Historisch Materialisme itu, ia menemukan


tumbuhnya Kasta Baru, Kasta Buruh, Kasta Proletar Kota (Industri).
Karl Marx meneropong umat manusia tidak sebagai umat seutuhnya,
melainkan membagi umat manusia dalam beberapa kasta. Tiap-tiap
kasta mempunyai kepentingan dan kebutuhan yang berlainan mati-matian
dengan lain Kasta. Pertentangan kasta berlantai kepentingan dan
kebutuhan yang mati-matian berlawanan itu ialah undang kemajuan
sejarah.
Begitulah Karl Marx menerima pertentangan kasta kapitalis dan
buruh sebagai pertentangan historisch, dan dari pertentangan ini
diperhitungkan datangnya masyarakat baru, masyarakat sosialis. “Kaum
Adilis” menawarkan keadilan dengan tidak melihat pertentangan kasta,
melainkan hanya melihat kejahatan seutuhnya, kemudian untuk
menawarkan keadilan seutuhnya, berpegangan kepada purba sangka
umat manusia yang satu, yang utuh, akhirnya menghukum pertentangan
sebagai kejahatan yang harus disingkiri, yang harus diperdamaikan atas
nama manusia sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa, atas nama
keadilan. Karl Marx berlaku sebaliknya menyambut yang ada, mulai
dengan yang ada begitulah secara ilmu ia menyambut pertentangan
benda sebagai lantai undang kemajuan. Dengan filsafat yang menghukum
pertentangan “Kaum Adilis” melamunkan keadilan dalam masyarakat
kapitalis. Dengan filsafat yang menerima pertentangan sebagai
kenyataan sejarah, Marx meramalkan secara ilmu robohnya masyarakat
Kapitalis, berdirinya masyarakat Sosialis di atas runtuhan masyarakat
kapitalis. Sistem produksi kapitalis yang tidak mampu yang mencari
imbangannya antara produksi dan distribusi yang mengakibatkan
pengangguran, pemogokan, kerusuhan, dll itu akan membawa runtuhnya
masyarakat kapitalis. Dari kandungan masyarakat kapitalis itu lahir kasta
buruh, dan dalam pengangguran, pemogokan, perusuhan, dll itu kaum
buruh kian meningkat kesadaran katanya. Begitulah buruh sesuai dengan
pengalamannya akan menemukan jalan yang jitu dan tepat untuk
merobohkan masyarakat kapitalis dan mendirikan masyarakat baru di
atas runtuhan masyarakat kapitalis.

Sebelum Marx, sosialisme ialah soal keadilan, soal kemanusiaan, soal


kemurahan. Sesudah Marx, sosialisme ialah panggilan sejarah yang
lahir dari kandungan masyarakat kapitalis sebagai hasil kemenangan
perjuangan buruh atas kapitalis. Selanjutnya Marx mengajarkan pokok
penyakit masyarakat ialah dalam hak milik perseorangan atas alat-alat
produksi yang berkelanjutan sistem produksi dan distribusi menurut
kepentingan dan kebutuhan beberapa biji kapitalis (yang menjadi pemilik
alat-alat produksi tersebut) dalam perlombaannya memburu untung di
pasar dunia. Produksi harus dikembalikan menurut rencana yang tertentu
menurut kepentingan dan kebutuhan masyarakat, barulah didapat
imbangan antara produksi dan distribusi. Hal itu hanya mungkin
dikerjakan bila alat-alat produksi itu dijadikan milik masyarakat. Maka
perjuangan buruh harus ditujukan ke arah penghapusan hak milik
perseorangan atas alat-alat produksi. Di atas rontokan masyarakat
kapitalis buruh harus menyusun masyarakat, dimana alat-alat produksi
dijadikan milik masyarakat. Sebagaimana borjuis merebut kekuasaan dan
menghancurkan kekuasaan borjuis kapitalis. Dalam beberapa revolusi
kaum borjuis berhasil merebut kekuasaan dunia, dalam beberapa revolusi
pun kaum buruh akan menghancurkan kekuasaan borjuis kapitalis di
seluruh dunia.

Marx mengajarkan bahwa negara ialah alat di tangan kasta yang


berkuasa untuk menindas kasta yang tidak berkuasa. Negara feodal ialah
alat kasta tuan tanah untuk menindas kasta tani melarat dan budak.
Negara kapitalis ialah alat kasta borjuis kapitalis untuk menindas kasta
buruh. Negara ialah alat pelindung kepentingan dan kebutuhan kasta.
Dimana masyarakat persaudaraan sejati sudah tercipta, di sana
masyarakat sudah tidak mengenal kasta, di sanalah sudah tidak
dibutuhkan lagi negara, di sanalah akan lahir masyarakat yang tidak
bernegara.

Marx mengajarkan negara kapitalis tidak dapat dioper begitu saja


menjadi negara buruh. Negara kapitalis harus dihancurkan, sisa-sisa
pengaruh kapitalis harus dibinasakan, barulah dapat disusun negara yang
dapat melindungi kepentingan dan kebutuhan kasta buruh. Negara buruh
ialah negara proletar yang menindas kasta kapitalis, pengaruh, dan
komplotannya Negara proletar melindungi kepentingan dan kebutuhan
proletar sampai tercipta benar-benar masyarakat pekerja dimana sekalian
menjadi pekerja, bekerja menurut kecakapannya, dan mendapat menurut
kebutuhannya. Sebelum sisa-sisa masyarakat kapitalis yang berupa
kepentingan dan kebutuhan perseorangan lenyap sama sekali maka
masihlah selalu dibutuhkan negara buruh, negara proletar. Yang
dimaksud dengan negara ialah: Polisi, tentara, dan birokrasi.

Kaum Anarkis menganggap negara sebagai sumber segala kejahatan.


(archie = peraturan, anarchie – tidak mengakui peraturan, tidak
beraturan). Mereka ingin merobohkan masyarakat kapitalis dengan
menghancurkan negara. Mereka meramalkan segera datangnya
masyarakat persaudaraan dengan hilangnya segala peraturan negara.
Mereka tidak membutuhkan masa peralihan (menurut Marx, masa
peralihan itu masih membutuhkan Negara). Penganjur Anarchis yang
terkemuka ialah: Bakunin.

Marx mengajarkan bahwa sosialisme akan lahir terlebih dulu di


negeri-negeri kapitalis yang sudah maju. Di negeri-negeri kapitalis yang
sudah maju di sanalah sudah tersedia proletariat yang sudah maju pula.
Mahir dalam administrasi dan organisasi modern yang dengan mudah
menjadi tulang punggung masyarakat sosialis. Juga di sanalah sudah
tersedia proletariat yang sudah cukup terlatih dalam pengangguran,
pemogokan, demonstrasi, kerusuhan, dll. Proletariat dari negeri kapitalis
yang sudah maju jauh lebih banyak mempunyai syarat-syarat kecerdasan
dan kecakapan dari pada proletariat dari negeri-negeri yang masih
terbelakang. Ajaran Marx dikemukakan dengan mempergunakan bahan-
bahan pada jamannya di waktu hidupnya, dimana organisasi kapitalis
belum berurat internasional. Maka Lenin yang hidup di jaman
imperialisme, di jaman ekspor modal, dimana modal dan modal itu
bertumbuk di luar pagar tanah-air memperbaiki dalil Marx dengan
mengemukakan dalil baru ialah “bahwa sosialisme dapat dilaksanakan
di negeri mana pun juga di antara rakyat paling tertindas dan dimana
mata rantai organisasi kapitalis itu paling lemah. Kader administrasi dan
organisasi modern dapatlah dilatih dengan modal kekuatan dan
kekuasaan negara proletar”. Revolusi proletar yang bergelora dengan
kodratnya dan dengan kecakapannya partai proletar dapatlah
mempergunakan keadaan baru untuk mendidik, menimpuk kader-kader
administrasi dan organisasi modern guna menutup kekurangannya.

Marx pun mengajarkan kepada kaum buruh (Inggris) untuk


mempergunakan parlemen sebagai senjata perjuangannya. Ajaran Marx
pada waktu itu dapat diterima karena birokrasi kapitalis belum lagi
sempurna. Dalam masyarakat dimana birokrasi kapitalis sudah berurat,
maka jalan satu-satunya bagi proletar untuk merebut kekuasaan ialah aksi
massa (rakyat terbanyak) yang teratur. Aksi parlemen dewasa ini hanya
dapat dilakukan sebagai bagian dari pada massa aksi.

Patut dicatat sekali lagi bahwa segala ajaran Marx itu bukanlah
karangan otak kepalanya di waktu ngelamun, melainkan MARX
mengajukan pelajarannya satu demi satu melalui penyelidikannya
bertahun-tahun selama hidupnya. Sejarah dijadikan bahan, sekalian itu
terjadi di masyarakat. Marx hanya berlaku sebagai penghimpunan segala
getaran masyarakat itu. Tidak boleh dilupakan Marx pun
mempergunakan buku-buku pujangga-pujangga kuno dan pujangga-
pujangga jamannya, baik mereka itu kawan atau lawan. Nyatalah bukan
kitab yang membikin masyarakat, melainkan masyarakat itulah yang
melahirkan kitab sekali pun kitab pada tingkatannya terakhir pun
mempengaruhi masyarakat.

Marx dapat menyusun pelajarannya dalam kitab-kitabnya karena Marx


mempergunakan autoriteit otak kepalanya, tidak berjiwa budak hanya
pandai memuja dan memuji. Patutlah Marx dijadikan teladan. Proletar
banyak mengenal pujangganya maka Marx bukanlah pujangga proletar
yang terakhir. Marx ialah pujangga proletar yang pertama yang menolak
masyarakat kapitalis dengan kupasan secara ilmu bukti (berdasarkan
kenyataan), dan Marx ialah pujangga proletar yang pertama yang
memajukan sosialisme secara ilmu bukti (wetenschappelijk).
Syahdan dengan pandu pelajaran Marx maka pergerakan buruh
berkobar merata di seluruh dunia. Perang dunia pertama yang pada
dasarnya merupakan pertentangan dua blok ekonomi kapitalis yang
berkiblat kepada Jerman di satu pihak dan Inggris-Prancis di lain pihak
yang dipergunakan pula oleh lain-lain blok ekonomi untuk mencari
keuntungan, memberi kesempatan kepada proletar Rusia untuk merebut
kekuasaan. Borjuis dan ningrat beserta penghulu agama Rusia bersatu
dengan modal Inggris-Prancis untuk memukul Jerman karena di Rusia
memang kebanyakan modal Inggris-Prancis tertanam, disiplin London-
Paris memaksa Rusia terus bersatu dengan Inggris-Prancis memukul
Jerman. Rakyat Rusia pada umumnya sudah jemu berperang.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Lenin dan partainya untuk mencari
perdamaian dengan Jerman yang terkepung dari Barat dan Timur untuk
selanjutnya menyita modal Inggris-Prancis, gereja, dan raja dan tuan-tuan
tanah lainnya sebagai modal pertama lantai ekonomi tempat kaki diktator
proletariat berdiri. Lenin dan partainya mendapatkan sokongan dari
rakyat menggerutu karena pertama ia datang dengan membawa
perdamaian, kedua ia datang dengan dasar baru, begitulah Lenin dengan
sekali pukul dapat merebut kekuasaan dari kaum ningrat dan borjuis yang
berada dalam satu front. Dengan kodrat revolusi proletar yang bergelora
dengan kecerdasan, kecakapan, dan keberanian Lenin dan partainya
mempergunakan pertentangan politik ekonomi dan sosial, nasional dan
internasional, dengan persatuan buruh, tani melarat dan... borjuis kecil
(N.E.P.) berhasillah Lenin merebut kekuasaan dan mempertahankan
kekuasaan di atas daerah sebesar seperenam dunia.

Dalam antara itu pertentangan antara penjajah dan terjajah, ditambah


dengan proletarisasi akibat kapitalisme kolonial di masyarakat feodal, di
tanah jajahan perlahan melahirkan gerakan kebangsaan yang meributkan
dunia kemodalan. Di Tiongkok modal setengah terjajah berhasil
merobohkan raja untuk mendirikan pemerintah Republik setengah
terjajah. Bersenjatakan teori revolusioner yang mampu mengupas dunia
pada dasarnya, kesempatan yang baik ini dipergunakan oleh Lenin dan
partainya untuk menyokok pergerakan kebangsaan di tanah-tanah
jajahan sebagai bagian dari pada revolusi dunia proletar. Pertentangan
antara penjajah dan terjajah melemahkan masyarakat kapitalis.

Dengan kemenangan proletar Rusia ditambah pesatnya gerakan


proletar di tanah-tanah jajahan, tidaklah berhenti pertikaian antara blok
ekonomi kapitalis yang satu dengan blok ekonomi kapitalis yang lain.
Jerman, Italia, dan Jepang berteriak menuntut tanah jajahan. Jerman,
Italia, dan Jepang membutuhkan pasar dan sumber-sumber bahan. Ketiga
negeri tsb. mendapat perlawanan dari Amerika-Inggris-Prancis-Belgia
dan Belanda. Pertentangan antara negeri-negeri yang punya dan yang
tidak punya jajahan pun ikut serta melemahkan masyarakat kapitalis.

Untuk dapat bersikap tegas keluar, kapitalis di Jerman, Italia, dan


Jepang yang mempersiapkan diri untuk berperang merebut pasar dan
sumber bahan bagi industrinya perlu memperkuat diri ke dalam. Partai-
partai proletar yang terang pasti menjadi penghalang avontuur kapitalis
yang menjerumuskan rakyat ke dalam api peperangan untuk kepentingan
dan kebutuhan kapitalis itu, perlu disapu, dibinasakan. Begitulah dalam
negeri-negeri tsb. dibentuk pemerintah diktator kapitalis. Semua partai
dibubarkan, komunis-komunis didrel, pemogok dibui, demonstrasi
dimitraliur. Pemerintah semacam itu lazim disebut pemerintah fasis.
Fasisme berasal dari partai Mussolini di Italia “Fasci Dei Combattanti”
(ikatan kaum pahlawan).

Begitulah lahir perang dunia II. Kegagahan Soviet Rusia dalam


peperangan anti fasis mengagumkan dunia Sosialisme menjadi lebih
populer. Negeri-negeri fasis kalah. Menyerahnya Jepang, terlambatnya
pendaratan Sekutu di Indonesia dipergunakan oleh rakyat pencinta
kemerdekaan untuk mendirikan Republik baru yang merdeka
sebagai pembukaan revolusi tanah jajahan. U S S R sebagai tanah
proletar-proletar, U S S R dengan kekuatannya serta pengaruhnya sudah
menjadi kenyataan dunia. Pergerakan tanah jajahan yang tadinya
disokong sebagai revolusi dunia proletar, sekarang telah menjelma
kenyataan revolusi tanah jajahan berupa perang kemerdekaan. Modal
pemenang dalam perang dunia II, mempertahankan kedudukannya
dengan menentang revolusi tanah jajahan. Revolusi tanah jajahan
sebagai pasar dan sumber bahan industri mengacaukan produksi
kemodalan, lebih-lebih banyak negeri-negeri pemenang masih di dalam
keadaan rusak. Roda ekonomi kapitalis terhalang, boikot, demonstrasi,
pemogokan, dan kerusuhan merajalela. Bila revolusi tanah jajahan
beroleh pimpinan yang cerdas, berani, dan cakap maka pastilah revolusi
tanah jajahan ini melahirkan revolusi sosial di negeri-negeri kapitalis.
Konsolidasi revolusi tanah jajahan dan stabilisasi kemodalan sekarang
berburu, beracu cepat, berebut waktu. Bila konsolidasi revolusi dapat
mendahului stabilisasi kemodalan, maka dapat diramalkan berdirinya
tanah-air proletar yang kedua dalam pagar blok ekonomi kemodalan yang
terlemah. Sebenarnya, revolusi tanah jajahan memberi warna dan arah
yang tertentu kepada kekacauan dan kegaduhan akhir perang dunia
kedua. Kemungkinan terbayang, jalan terbuka, dibutuhkan sekarang para
pelopor yang cerdas, cakap, ulet, dan berani mempergunakan
pertentangan ekonomi, politik, dan sosial, nasional dan internasional.
Kedudukan proletar kian hari kian kuat. Dengan pengalaman-
pengalaman kekuatan organisasi proletar dibantu oleh kodrat dalam
tubuh masyarakat kemodalan sendiri melalui beberapa revolusi dunia
bergerak ke arah sosialisme sebagai tingkatan pertama dari pada
masyarakat komunisme.

SOSIALISME

Sosialisme lahir dari kandungan masyarakat kapitalis ibaratkan ayam


dalam telur yang memutuskan kulit yang menjadi dinding ruang yang
sudah terlampau sempit baginya. Anak ayam lahir dengan merusak,
tetapi kerusakan tersebut ternyata membawa kemajuan, dari telur yang
tak dapat bergerak lahir ayam yang dapat berlari. Begitulah sosialisme
lahir dengan jalan revolusi proletar, dengan kerusakan-kerusakan yang
membangun.

Revolusi ialah akumulasi (penggundukan) evolusi yang berturut-turut


sehingga pun tidak terhindar dari hukum evolusi. Juga revolusi
mempunyai evolusinya.

Masyarakat sosialisme lahir dari masyarakat yang lalu, dengan


sendirinya kecuali menjadi waris dari kebudayaan hasil kemajuan dari
masyarakat yang lalu masyarakat sosialis pun dalam tingkatan pertama
masih banyak mengandung penyakit dari masyarakat yang lalu. Rasa
perseorangan, penindasan, pemerasan, penipuan, suap, korupsi,
pelacuran, kebodohan, takhayul, dll. sekalian itu penyakit masyarakat
kapitalis akibat kepincangan produksi dan distribusi. Sekalian harus
diatasi, diberantas dengan mencari keseimbangan antara produksi dan
distribusi. Untuk melaksanakan kewajiban yang seberat itu, dibutuhkan
negara proletar, alat di tangan kasta proletar untuk melindungi
kepentingan dan kebutuhan proletar, alat di tangan kasta proletar untuk
menindas bangsawan ningrat dan borjuis kapitalis.

Organisasi borjuis kapitalis dan sisa-sisa tuan-tuan tanah, bangsawan,


dengan jatuhnya kekuasaan negara di tangan proletar belum serentak
dapat disapu, dibinasakan. Untuk merebut kekuasaan kembali, mereka itu
akan mempergunakan pengaruhnya serta sekalian pengikutnya dengan
beranggar kebodohan rakyat untuk melakukan sabotase, provokasi,
membikin kekeruhan dan kekacauan. Segala kelemahan masyarakat
sosialis dalam tingkatan pertama akibat kerusakan-kerusakan dalam
revolusi, seperti: kekurangan alat-alat produksi, tenaga ahli, kekalutan
keuangan, serta kesulitan merubah adat istiadat rakyat dengan sekaligus,
sekalian itu dengan cerdik pandai pasti dipergunakan oleh kontra-
revolusi sebagai bahan anti-propaganda untuk mengejek, memaki, dan
menertawakan dasar baru, pokoknya untuk merusak kepercayaan (credit)
masyarakat sosialis. Kontra-revolusi pun tidak akan segan-segan
menyebarkan orang-orangnya dalam partai proletar. Dan, dalam partai
anasir-anasir kontra-revolusi mencoba merebut kedudukan yang penting
akhirnya hanya untuk menyebar suap melakukan korupsi, pelacuran,
akal-jalang (intriges) dll. dengan merk proletar. Dan, semua kecurangan
dan kepincangan oleh kontra-revolusi dengan merk proletar itu
digambarkan sebagai kegaduhan, kepalsuan, dan tidak kesanggupan
revolusi untuk mengatur masyarakat. Demikianlah dengan hancurnya
kekuasaan birokrasi kapitalis masihlah amat dibutuhkan birokrasi baru,
birokrasi proletar untuk melindungi kepentingan dan kebutuhan
proletar. Tuntutan menghancurkan segala macam birokrasi dengan
sekali pukul dengan tidak mengingat keadaan pastilah akan diterima
oleh pimpinan revolusi proletar sebagai tuntutan kontra-revolusi.

Keseimbangan produksi dan distribusi diusahakan dengan


menghasilkan untuk kebutuhan masyarakat (bukan pasar) dengan tafsiran
menurut rencana negara. Demikianlah berangsur diikhtiarkan
untuk mempertinggi dan meratakan kemakmuran. Kemajuan teknik yang
dapat membikin barang lebih cepat, lebih bagus, dan lebih murah
tidaklah lagi mengakibatkan pengangguran, pengurangan, dan lain-
lain. Kemakmuran teknik selalulah disambut dengan gembira karena
mesin dalam masyarakat sosialis menjadi pembantu setia dari kaum
pekerja, bukanlah sebaliknya. Pendapatan baru pun tidaklah perlu
dirusak, karena menambah pengangguran, melainkan sekalian
pendapatan baru dikumpulkan dan dipergunakan secepat mungkin untuk
meringankan tenaga pekerja. Demikianlah, dalam masyarakat sosialis
pengetahuan bukan lagi budak dan alat modal untuk mengacaukan
dunia. Pengetahuan dalam masyarakat sosialis menjadi pembuka jalan
kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan dalam arti yang sebenarnya.

Masyarakat sosialis menurut susunannya yang berlantai hak milik


masyarakat atas alat-alat produksi tidak mengenal pemogokan dan
pengangguran. Bekerja dalam masyarakat sosialis ialah suatu keharusan
dan soal kehormatan, sekalian menjadi pekerja, bekerja menurut
kecakapannya dan menerima kebutuhan hidup menurut jasanya.
Perbedaan tsb. belum dapat dihapuskan seketika karena perimbangan
antara produksi dan distribusi belum lagi tercapai. Kekayaan masyarakat
harus diperbanyak, kemakmuran kaum pekerja harus dipertinggi. Dan,
bila kemakmuran (kebutuhan hidup sudah dapat diratakan maka di
sanalah masyarakat sudah matang untuk asas komunis, semua bekerja
menurut kecakapannya dan semua menerima menurut kebutuhannya. Di
sinilah baru tumbuh masyarakat sama-rata sama-rasa. Juga revolusi
mempunyai evolusinya.

Dengan hilangnya pemogokan dan pengangguran, produksi dalam


masyarakat sosialis dapat lancar berkembang. Roda ekonomi dapat
berjalan dengan tidak terganggu. Pendapatan baru segera dipergunakan,
kekayaan masyarakat tidak perlu dibuang-buang (untuk mempertahankan
harga pasar). Kemakmuran dan kebudayaan lebih lancar diratakan dan
dipertinggi. Titik berat “AKU” sudah bertukar menjadi titik berak
“MASYARAKAT”. Prestige (kehormatan) dalam perebutan untung
bertukar menjadi prestige dalam perlombaan merebut jasa terhadap
masyarakat. Sekalian ini ialah bayangan dan hasil dari pada keadaan
(ekonomi) yang bertukar.

Masyarakat sosialis dapat didirikan dimana rantai kapitalis-imperialis


patah. Begitulah dalam perebutan kekuasaan itu kesempatan tidak
terbagi rata di dunia ini. Maka negeri proletar yang baru berdiri harus
berusaha untuk menjadi negeri yang dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri, barulah negeri tsb. dapat mempertahankan kedudukannya.
Negara tsb. harus cukup luas dan kaya bahan-bahan guna membangun
negerinya untuk dapat menguasai dan mempergunakan pertentangan
politik, ekonomi, dan sosial, nasional dan internasional sehingga
menguntungkan tanah-air proletar. Daerah yang belum cukup luas perlu
mencari perhubungan dalam satu gabungan dengan lain daerah sehingga
dapat memenuhi syarat-syarat aksi.

Dalam masyarakat kapitalis perbedaan bahasa, kebangsaan, adat-


istiadat, agama, dan lain-lain selalulah dipergunakan untuk
membangkitkan pertentangan dan kekacauan, maka konsolidasi proletar
dalam perebutan kekuasaan untuk menghancurkan kapitalis dan
komplotannya patutlah membatalkan usaha kapitalis, dengan mencari
dan mengumpulkan persamaan dengan memajukan dan memberi
kemerdekaan bahasa, kebangsaan, adat-istiadat, agama, dll dalam satu
kesatuan yang bersamaan, dalam satu gabungan merdeka yang bebas
dan sederajat.

DARI SOSIALISME KE KOMUNISME MODERN

Kemajuan teknik dalam masyarakat sosialis yang tidak pernah disia-


siakan melainkan selalu segera dipergunakan untuk meringankan beban
kaum pekerja mempertinggi tenaga produksi. Masyarakat tidak akan
ragu-ragu mempergunakan tenaga atom dalam pabrik-pabrik. Masyarakat
sosialis tidak khawatir akan hantu pengangguran dan pemogokan.
Dengan hebatnya, tenaga produksi itu melimpah hasil produksi.
Ibaratkan orang mengisap hawa, begitulah manusia di jaman baru
mengambil kebutuhan hidupnya. Bagi setiap anggota masyarakat terbuka
banyak waktu dan kesempatan yang sama untuk mempertinggi
kebudayaannya. Pendidikan tidak diperjual-belikan lagi. Pendidikan
bukanlah barang monopoli suatu golongan lagi. Keadaan tersebut
ekonomis dan sosial memungkinkan terlaksananya dasar semua orang
bekerja menurut kecakapannya dan semua mengambil menurut
kebutuhannya. Keadaan demikian itu dengan sendirinya menghilangkan
arti politik dari negara, menghilangkan arti negara sebagai alat
penindas. Perlahan negara luluh, hilang lenyap dengan sendirinya. Dalam
masyarakat yang tiada berkasta tidak dibutuhkan negara lagi. Perkataan-
perkataan dari masyarakat yang lalu seperti miskin, kaya, negara, dll itu
mungkin tetap berlaku, tetapi arti dari semua perkataan itu sudahlah tentu
berubah sesuai dengan keadaan yang berubah itu.

Sekianlah proses masyarakat dari Oer-


Communisme ke Communisme modern. Dengan pemandangan sejarah
bangun runtuhnya tiap-tiap tingkatan masyarakat itu semoga diperoleh
latihan berpikir sekadar.

----------------------------------------------------

ALASAN-ALASAN PENJAJAHAN DAN TANGKISAN


PROLETAR BERJUANG

1. Mr. Abdul Madjid memajukan teori “janganlah main sita, kita


hanya bermusuhan dengan negara Belanda, tidak dengan pengusaha-
pengusaha penanam modal di Indonesia”

Mr. Abdul Madjid datang dari negeri Belanda sesudah proklamasi


kemerdekaan 17 Agustus ’45. Di negeri Belanda, ia menjadi anggota
C.P.N. Dengan mempergunakan reputasinya di jaman penggrebegan
“Perhimpunan Indonesia” (P.I.) di negeri Belanda dimana ia ikut serta
ditahan oleh pemerintah negeri Belanda dan dengan modal keanggotaan
dari satu partai di negeri Belanda yang memakai nama komunis, Mr.
Abdul Madjid pada permulaan revolusi beroleh pengaruh, juga di
kalangan pemuda-pemuda yang pada umumnya masih kurang latihan
politik.
Bagi orang yang cukup kritis sudahlah tentu dapat memahamkan
kepincangan dari pada ajaran Mr. Abdul Madjid itu. Negara ialah alat di
tangan kelas yang berkuasa untuk menindas kelas yang tidak berkuasa.
Begitulah negara tidaklah dapat dipisahkan dari pada kelas modal yang
sedang berkuasa.

2. Ketika rakyat mulai mengerti apa yang terjadi di belakang layar


ajaran Mr. Abdul Madjid itu maka untuk dapat mempertahankan
pengaruhnya, Mr. Abdul Madjid itu lalu memajukan teori baru: “Biarlah
modal asing masuk, kita toh dapat membatasi pemasukan modal itu
dengan organisasi Sarekat Buruh kita. Oleh karena itu, perkuatlah
Sarekat Buruh”.

Pemasukan modal asing dan pengembalian kapitalisme kolonial di


Indonesia pun berkelanjutan pemasukan dan pengembalian organisasi
kapitalisme kolonial. Penyusunan Sarekat-sarekat Buruh dalam lingkaran
rencana pemasukan modal asing dan pengembalian kapitalisme-kolonial
sudah tentu beserta pengusiran anasir-anasir revolusioner dari kalangan
Sarekat Sekerja yang berarti memperkuat infiltrasi kapitalis-kolonial
dalam Sarekat-sarekat Buruh. Begitulah Sarekat-sarekat Sekerja
bentukan Abdul Madjid dibanjiri oleh anasir-anasir reaksioner dan
birokrat-birokrat (administratur-administratur pabrik yang korup).

Betapa mengecewakan Sarekat-sarekat Buruh bentukan Abdul Madjid


itu ialah terbukti bahwa Sarekat-sarekat Buruh tersebut hanya dapat
dipakai sebagai “backing” guna mengesyahkan Linggarjati pasal 14.
Sarekat-sarekat Buruh bentukan Abdul Madjid amat menyedihkan dalam
aksi-aksi yang berdasarkan kesadaran kelas. Hal ini sekali lagi terbukti
dengan SOBSI-HARJONO dalam peristiwa Madiun.

3. Ketika sudah sulit bagi Abdul Madjid untuk beroleh kepercayaan


dari pada rakyat terbanyak maka datanglah PAK ALIMIN dengan
teori: “Lebih baik merdeka 50% dengan mesin dari pada merdeka 100%
sonder mesin”

PAK ALIMIN (sebelum koreksi Musso)


mengesyahkan penanaman modal asing dengan alasan industrialisasi
Indonesia. Pendirian Alimin ini prakteknya mengorbankan dan
memusuhi massa-aksi, yang sedang meluap, yang berarti menghancurkan
tenaga subyektif yang amat dibutuhkan karena pendirian tersebut
menyokong kapitalis-kolonial dan kaki tangannya yang sibuk
membatalkan arus massa yang sedang meluap.
Pak Alimin terlalu tinggi menghargakan mesin dan terlalu
meremehkan tenaga massa. Memang industrialisasi dapat dan harus
dilakukan di atas lantai kemenangan perjuangan massa, bukan dan tidak
boleh dilakukan di atas lantai massa yang sudah dilumpuhkan gerak-
langkahnya. Hanya industrialisasi yang berdiri di atas lantai kemenangan
massa yang dapat menguntungkan massa karena massa yang berdiri di
atas lantai kemenangan perjuangannya pasti cukup mempunyai syarat-
syarat (yang digembleng dan tergembleng dalam perjuangan) guna
memiliki, menguasai, memelihara, memungut, dan mempergunakan
industri dan hasil-hasilnya. Industrialisasi di atas lantai massa yang sudah
dilumpuhkan gerak langkahnya, tidak akan dapat menguntungkan massa
karena kekuatan untuk memiliki, menguasai, memelihara, memungut,
dan mempergunakan industri dan hasil-hasilnya tidak ada pada massa
yang sudah lumpuh itu sehingga industri semacam itu hanya
menguntungkan kapitalis imperialis dan kaki-tangannya semata-mata.

4. Menjelang penyerahan kedaulatan Amsterdam Drs. Moh.


Hatta menyatakan pendiriannya: “Titik berat perjuangan kita ialah
mencapai kemakmuran rakyat sebab kemerdekaan itu tidak akan ada
artinya dengan tidak adanya kemakmuran rakyat... janganlah
menghukum pemerintah sebagai bersifat kapitalis atau condong kepada
aliran-aliran kapitalisme bila pemerintah melakukan pinjaman luar
negeri”.

Drs. Moh. Hatta hendak mencapai kemakmuran rakyat melalui KMB


dan selanjutnya hendak dicapai kemakmuran itu dengan pinjaman luar
negeri KMB dan hasilnya ialah kembalinya kapitalisme kolonial di
bawah kekuasaan modal raksasa Amerika. Sudah tentu yang dimaksud
dengan luar negeri itu ialah praktis Amerika.

Dalam KMB sebagian besar ruang hidup nasional sudahlah praktis


diserahkan kepada modal Amerika. Ruang hidup nasional yang sudah
disempitkan dalam KMB itu lalu hendak diperluas dan mencari pinjaman
dari Amerika. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Drs. Moh. Hatta
hendak membatasi (jangan dikatakan mengusir) modal Amerika yang
ditanam di Indonesia yang memakai alamat terang asing dengan modal
Amerika yang ditanam di Indonesia dengan alamat merah-putih. Sudah
tentu muslihat ini akan menimbulkan salah ukur semata-mata karena:

a. Indonesia tidak mempunyai modal partikelir nasional yang berarti.

b. Dengan pengembalian kapitalisme kolonial di Indonesia modal


negara Indonesia sudah kehilangan pangkal.
c. Dalam menghadapi oposisi revolusioner dari rakyat Indonesia,
modal Amerika baik yang beralamat terang asing, maupun yang
beralamat merah-putih itu tentulah bersatu.

5. Ir. Sukarno dan Drs. Hatta mengajarkan: “Mahkota hanyalah


simbol belaka yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Mahkota
hanya seremoni. Janganlah terlalu didaya sentimen”.

Dalam perundingan dengan delegasi Indonesia yang dikepalai oleh


Sjahrir, Schermerhorn sebagai ketua delegasi Belanda amat berkeras
kepala dan mengancam mengenai Mahkota: “Saya lebih baik pulang,
tidak perlu berunding-runding, bila memang Mahkota Belanda tidak
dapat diterima oleh pihak Indonesia”.

Mahkota bukanlah soal sentimen. Mahkota ialah soal prinsipil bagi


Belanda. Bagi Belanda, Mahkota ialah soal birokrasi dan organisasi.
Dengan birokrasi Mahkota, Belanda hendak mendisiplin pemerintah
Republik Indonesia (Serikat), janganlah pemerintah Republik
berkesempatan memihak kepada rakyatnya yang hidup melarat di tanah-
airnya yang kaya raya ini, yang sudah tentu seratus delapan puluh derajat
berlawanan kepentingan dan kebutuhannya dengan modal Belanda
(bacalah agen Amerika).

6. Sepulangnya dari pengasingan Bangka Bung-


Hatta berpendirian: “Kedaulatan Republik kian hari kian kuat. Arti
Republik tidak tergantung dari pada luas sempitnya daerah. Pemerintah
belum pernah melepaskan cita-cita kemerdekaan. Pemerintah selalu
memimpin rakyat ke arah kemerdekaan”.

Pendirian perdana menteri Moh. Hatta ini dibarengi lagu Indonesia


Raya dan berkibarnya Sang Merah-Putih di pelosok-pelosok seluruh
kepulauan Indonesia sungguh mudah menimbulkan salah ukur. Perdana
Menteri Moh. Hatta dengan pendiriannya tsb. hendak mendidik rakyat
untuk mempersiapkan diri menyambut hari tgl. 28 Desember 2949, hari
penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda. Kemerdekaan nasional yang
dipermaklumkan pada tgl. 17 Agustus ’45 yang sebenarnya hanya
menuntut pengakuan, akhirnya dilancung dengan anugerah kedaulatan
dari tangan Mahkota Belanda dalam lingkaran Mahkota Belanda.
Demikianlah didapat kedaulatan yang bukan kedaulatan.

7. Mr. Moh. Yamin oposan individualis yang sudah menyeberang


mengajarkan: “KMB tidaklah bertentangan dengan proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus ‘45”.
Mengikuti ajaran Mr. Moh. Yamin ini amatlah berbahaya karena
dengan ajaran tersebut orang lalu berpendapat bahwa pokoknya kita
beroleh kedaulatan, entah kedaulatan itu dianugerahkan atau kita rebut.
Tentang isi kedaulatan itu lalu kurang diperhatikan, kurang dipusingkan.
Sikap demikian ini amat berbahaya, lebih-lebih kedaulatan KMB semata-
mata kedaulatan dari pada monopoli modal asing di daerah kepulauan
Indonesia. Memang amatlah jauh berbeda, kedaulatan yang kita rebut
ialah kedaulatan yang penuh lagi tidak bersyarat, sedangkan kedaulatan
yang dianugerahkan ialah kedaulatan yang tidak penuh lagi bersyarat.

8. Sebelum KMB, Bung Karno-Hatta menjanjikan: “Indonesia


Merdeka yang berdaulat penuh, tidak bersyarat akan diperoleh dalam
KMB”

Sesudah KMB, Bung Karno-Hatta terutama memperingatkan bahwa


perjuangan kita belum selesai, kedaulatan kita masih perlu diisi dan
disempurnakan.

Mr. Moh. Yamin: “Irian lebih mudah kita rebut dengan RIS dari pada
sonder RIS” Teori Yamin ini lalu diolor orang menjadi: “Kemerdekaan
lebih mudah diisi dengan RIS dari sonder RIS”.

Kalau disimpulkan, maka pendirian Bung Karno-Hatta dan Yamin tak


kurang dan tak lebih dari pada harapan untuk mempergunakan RIS
sebagai batu loncatan. Timbullah pertanyaan dalam tiap-tiap dada patriot
Indonesia sekarang “siapakah yang mempergunakan dan menguasai batu
loncatan itu?” Hasil-hasil KMB sudah memberi jawaban atas pertanyaan
itu. RIS dikendalikan langsung atau tidak langsung oleh birokrasi
Mahkota Belanda (sekali pun mempergunakan istilah berunding
sebagai Unie-partners) dan dikuasai penuh oleh modal raksasa Amerika.
Demikianlah RIS menjadi batu loncatan dari pada modal raksasa
Amerika guna menghadapi perjuangan revolusioner anti-kapitalis-
imperialis.

9. Menghadapi pendaratan Sekutu Bung Karno-


Hatta berpendirian: “Kita tidak berperang dengan Sekutu, Inggris
datang sebagai wakil Sekutu semata-mata hanya untuk melucuti senjata
Jepang dan mengurus tawanan Eropa. Begitulah mereka harus diberi
daerah istimewa... dan lagi sebenarnya kita tidak atau belum mempunyai
kekuatan cukup untuk melucuti senjata Jepang dan menghadapi
angkatan perang Sekutu. Jangan mengikuti nafsu, pakailah
perhitungan”.
Republik Indonesia yang dipermaklumkan itu berdasarkan kekuatan
massa. Dengan memberi hak tentara penjajah melakukan kewajiban di
kepulauan kita yang sebenarnya menjadi tanggungan dan hak Republik
sendiri, Bung Karno-Hatta formil dan riil telah meninggalkan dasar
kekuatan massa untuk selanjutnya bersandar kepada kekuatan tentara
penjajah semata-mata. Berdiri pada kekuatan penjajah perlahan dengan
teratur Republik dibawa ke arah kepentingan dan kebutuhan penjajah,
kian hari kian jauh dan dijauhkan dari pada kepentingan dan kebutuhan
massa Indonesia, kian dalam terlibat dalam pertahanan penjajah anti
kemerdekaan.

10. Menghadapi tentara penjajah yang kian hari kian dalam dan
mendalam masuk di daerah kepulauan kita maka Sjahrir, kini ketua
Partai Sosialis Indonesia (sosialis kanan) memajukan teori: “Biarlah
tentara penjajah merajalela di tanah-air kita, asalkan kekuasaan tetap di
tangan kita”.

Cara berpikir yang nista ini akhirnya menjadi sumber sebab alasan
yang memberi kebebasan kepada tentara penjajah untuk bergerak di
daerah kepulauan Indonesia yang sudah mempermaklumkan
kemerdekaan itu. Begitulah penjajah berkesempatan mengatur persiapan
untuk membikin Indonesia sebagai benteng penjajah. Anggapan bahwa
kekuasaan dan alat kekuasaan dapat dipisahkan itu adalah anggapan yang
salah.

11. Menghadapi putarnya roda pembentukan benteng penjajah yang


amat lancarnya, Sjahrir mencari tutup luka dengan teori: “Betapa pun
hebatnya kekuatan subyektif yang ada pada kita, tetapi masih tergantung
kepada kekuatan-kekuatan obyektif di luar kita. Perimbangan antara
subjectiviteit dan objectiviteit harus ada”.

Bagi orang yang cukup kritis tentulah tidak akan memandang teori
perimbangan antara subjectiviteit dan objectiviteit itu sebagai teori,
melainkan akan melihat teori tersebut dalam hubungannya dengan
pembentukan benteng anti-kemerdekaan seperti sudah tersebut di atas.
Teori tersebut tidak diajukan oleh Sjahrir berdasarkan kekuatan massa
tempat kaki Republik berdiri, melainkan diajukan dengan bersandar
kepada kekuatan tentara penjajah hingga menjadi ilham perlucutan
rakyat berjuang. Kekuatan akhirnya bukanlah untuk menambah yang ada
dengan melemahkan kekuatan penjajah, melainkan kekuatan
dipersatukan dengan kekuatan penjajah untuk mengurangi kalau tidak
menghancurkan tenaga yang ada pada kita.
12. Pada tanggal 28 Desember ’49 Indonesia menerima “kedaulatan”
dari tangan mahkota Belanda dalam lingkaran mahkota Belanda. Bendera
Belanda diturunkan, Sang Dwi-warna dinaikkan. Berangsur-angsur
Belanda meninggalkan daerah-daerah untuk menyerahkan keamanan
daerah-daerah tersebut kepada TNI... dll. Mr. Moh. Yamin menamakan
hasil-hasil KMB ini sebagai kemenangan diplomasi.

Bagi orang yang kurang beroleh latihan politik, menilik hasil-hasil


KMB itu, lalu mudah memuji politik penyerahan sekarang dan yang lalui
itu sebagai satu kebijaksanaan yang patut dipuji. Subyektif kita
dilemahkan dan melemahkan diri dan selanjutnya politik pemerintah
bergantung dan menggantungkan diri kepada dunia internasional semata-
mata. Sikap yang bergantung dan menggantungkan diri kepada dunia
internasional ini akhirnya merosotkan Republik Indonesia dari pemain
yang dikagumi oleh dunia menjadi mata permainan yang tak berdaya,
yang 100% tergantung kepada kebutuhan pemain. Ada pun pemain
Amerika menilik kemajuan pergerakan Komunis di Tiongkok dan Asia
Tenggara membutuhkan Indonesia sebagai benteng anti-komunis.
Sebenarnya, bukan barang kebetulan adanya putusan KMB yang
memperbolehkan angrem-nya tentara penjajah di Surabaya dan
melepaskan Irian sekali pun dengan istilah sementara.

13. Insyaf akan kegelisahan rakyat mengenai kedaulatan yang


bersyarat yang dipermaklumkan sebagai kedaulatan yang tidak bersyarat
itu, maka Drs. Moh. Hatta, sekarang perdana menteri RIS, memajukan
amanat: “Peganglah dulu apa yang dapat dipegang”.

Mengingat mundurnya (tentara) Belanda yang berangsur-angsur maka


justru tampak arti dari pada angkatan perang penjajah di Surabaya dan
Irian. Angkatan perang penjajah tersebut paling sedikit menjadi
pengawas dan jaminan bagi penjajah sampai dimana Republik dapat
dilibatkan dalam pertahanan anti kemerdekaan. Surabaya dan Irian
menjadi markas tentara penjajah untuk mendisiplin TNI dalam lingkaran
pertahanan Kapitalis-Imperialis yang dipelopori oleh Amerika.

14. Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Dewan Pertimbangan Agung,


telah mendesak kepada Republik Indonesia untuk membubarkan diri.
Pembubaran tersebut dipandang sebagai jalan mutlak untuk
melaksanakan paham kesatuan (unitarisme) di seluruh daerah kepulauan
Indonesia. Agar lebih banyak menarik perhatian, maka desakan Sutardjo
disambut dengan penuh semangat oleh oposan-individualis yang sudah
menyeberang, Mr. Moh. Yamin.
Rupa-rupanya sudahlah tiba pada waktunya bagi kaum likuidator baik
yang bersembunyi di pemerintahan maupun yang pura-pura beroposisi
untuk berterus-terang maju sebagai jagal banteng Republik Indonesia

a. Kalau memang hanya unitarisme yang diributkan maka bukankah


Republik Indonesia yang dipermaklumkan tanggal 17 Agustus ’45 itu
sudah berbentuk kesatuan?

b. Negara-negara RIS seperti Pasundan, Sumatera, Timur, dll negara-


negara boneka bentukan penjajah untuk memusuhi Republik Indonesia
yang dibentuk oleh rakyat. Sudah barang tentu bila memang hanya
unitarisme yang diributkan maka sudah pada tempatnya untuk
membubarkan negara-negara boneka itu. Pembubaran negara-negara
boneka tersebut akan disambut oleh rakyat sebagai kemenangan
moril yang tiada sedikit manfaatnya guna menambah kegiatan berjuang.

c. Bagi orang-orang yang mengaku memasuki badan-badan bentukan


penjajah itu hanya sebagai taktik untuk menutupi aktivitas 17 Agustus
maka pembubaran negara-negara boneka tersebut sudah tidak dibutuhkan
lagi dengan sendirinya menjadi keharusan karena hal tersebut berarti
efisiensi. Juga dari sudut ini bukan Republik Indonesia yang perlu
dijadikan sasaran pembubaran.

d. Pembubaran Republik Indonesia yang dibentuk oleh rakyat dengan


korban-korban yang tidak sedikit yang tergurat dalam-dalam di dalam
tradisi perjuangan rakyat, pasti akan dirasakan oleh rakyat terbanyak
yang sudah berkorban itu sebagai kekalahan moril yang berkelanjutan
kelesuan semangat, jiwa lara yang tiada mudah diatasi begitu saja.

e. Memang untuk melaksanakan paham unitarisme di daerah


kepulauan kita sekarang terbuka dua jalan.

I. Melaksanakan unitarisme (paham kesatuan) berlantai kemenangan


rakyat.

II. Melaksanakan unitarisme (paham kesatuan) berlantai kekalahan


rakyat.

Kalau memang hanya unitarisme yang diributkan oleh Sutarjo dan


Yamin maka sebenarnya bagi seorang patriot hanya ada satu jalan, yaitu
jalan pertama, jalan yang hendak melaksanakan unitarisme berlantai
kemenangan rakyat.

f. Dikemukakan oleh golongan yang berkepentingan keras untuk


membubarkan Republik Indonesia, bahwa jalan pertama sudahlah
terlambat, karena Republik Indonesia formil sudah menyerahkan
kedaulatan kepada RIS:

I. Formil memang demikianlah keadaannya, tetapi riil Republik


Indonesia hingga kini masih terpandang sebagai pelopor. Dengan tiada
membuang waktu, panitia-panitia gerakan kesatuan (attantie: yang
menempuh jalan pertama) masih dapat diusahakan sebagai inisiatif
rakyat yang tiada dapat dan tidak boleh dilarang oleh undang manapun
juga.

II. Perlu pula diperhatikan bahwa penyerahan kedaulatan Republik


kepada RIS dilakukan secara paksa dengan tidak memberi kesempatan
kepada rakyat untuk berunding dan memahamkan soal tersebut dengan
seksama dalam kalang yang seluas-luasnya. (Ingat, bahwa pembatasan
bersidang dan berkumpul, dan hak-hak demokrasi lain hingga kini belum
pernah dicabut). Sekalian ini justru mengecilkan arti formalitas yang
berlaku dan membesarkan realitas yang sedang menjadi junjungan rakyat
itu.

III. Bila hanya formalitas belaka yang dijadikan alasan untuk


membatalkan jalan pertama maka berapa lamanya melakukan formalitas
pengembalian kedaulatan Republik Indonesia? Hanya formalitas yang
menjadi bayangan realitas patut dihargakan. Formalitas yang tidak
menjadi bayangan realitas tidak perlu dipusingkan.

g. Ada lagi yang mengeluh, jalan pertama terlalu lambat dan amat
sukar ditempuh. Justru keluh tersebut ialah saringan yang kaprah
(natuurlijk) untuk mengetahui siapa kawan, siapa lawan rakyat. Barang
siapa semata-mata mempertahankan kedudukan sekali pun dengan
menambah beban rakyat dan memberi pukulan moril kepada rakyat
sudah terang tidak dapat terhitung kawan rakyat.

----------------------------------------------

KEADAAN NASIONALISME, ISLAMISME, DAN KOMUNISME


SEBELUM DAN SESUDAH KMB

Tiga aliran adalah berpengaruh dalam masyarakat Indonesia. Aliran-


aliran tadi ialah Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme. Demikianlah
untuk mendapatkan kekuatan di Indonesia, baik golongan penjajah
maupun anti-penjajah tidak dapat mengabaikan adanya tiga aliran
tersebut. Penjajah tak segan-segan pula mempergunakan tiga aliran itu
guna mencari pengikut di kalangan rakyat terbanyak
sebagai backing maksud jahat penjajah di kepulauan ini. Sebaliknya,
kaum anti-penjajah merasa perlu mengkoordinir tiga aliran itu sebagai
sumber kekuatan melawan penjajah. Pertentangan antara penjajah dan
terjajah terbayang dan membayang dalam nasionalisme dan komunisme
di Indonesia ini.

1. Kita masih ingat waktu Linggarjati menjadi persoalan. PNI-


Mangoensarkoro menolak Linggarjati; PNI-Gani menerima Linggarjati;
Masyumi-Soekiman/Abikoesno menentang Linggarjati; Masyumi-
Roem/Agus Salim membela Linggarjati. ACOMA melawan Linggarjati,
sedangkan PKI membela Linggarjati.

2. PNI-Mangoensarkoro menolak Renville; PNI-Gani menerima


Renville. Masyumi-Soekiman/Abikoesno menentang Renville; Masyumi-
Roem/Agoes Salim tidak menentangnya. Malahan dengan pertimbangan
bahwa Roem dan Agoes Salim sudah kalah pengaruh dari Soekiman
dalam Masyumi maka sampai perlulah Amir Sjarifudin (Perdana Menteri
Pencipta Renville) mencari backing di kalangan Islam dengan ikhtiar
menyokong hidupnya kembali Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)
dengan Pimpinan Wondoamiseno dan Aroedji yang menyokong Politik
Renville. Selanjutnya, ACOMA melawan Renville; PKI membela
Renville.

Setelah persetujuan RR dan KMB, keadaan dengan partai-partai di atas


agak berbeda. PNI dengan penuh kebulatan berdiri di belakang
persetujuan Roem-Royen dan KMB. Mangoensarkoro/Sartono-Gani dan
Hadinoto sekaliannya sudah sama acc. Begitu pula halnya dengan
Soekiman/Abikoesno, Roem dan Agoes Salim. Empat orang pemimpin
Islam ini pun dapat bersatu. Mengenai pemimpin-pemimpin Islam ini
perlu sedikit penjelasan:

Setelah Soekiman menjadi Menteri, maka Soekiman yang anti


Linggarjati-Renville bersemboyan: “Nasi sudah menjadi bubur,
bagaimanakah sekarang supaya bubur dapat menjadi ketupat”. Dengan
semboyan ini, Soekiman bersatu kembali dengan Roem dan Agoes Salim
dalam Masyumi. Kerja bersama dengan PNI, lalu diadakan PNI-
Masyumi melaksanakan Linggarjati-Renville.

Waktu masih dalam penjara, Abikoesno memprotes keras mengapa


namanya tercantum dalam pimpinan PSII yang pro-Renville itu. Ia
menerangkan bahwa ia tidak ada sangkut-pautnya dengan PSII baru itu.
Keluar dari tahanan Abikoesno menghampiri PSII, masuk dalam PSII
dengan mengoreksi haluan PSII. Setelah koreksi Abikoesno, PSII
berhaluan revolusioner dan menuntut pembatalan Linggarjati-Renville.

1. Setelah mengalami tahanan Belanda pada waktu aksi polisioneel II,


maka Abikoesno kemudian memimpin PSII untuk membela persetujuan
RR dan KMB.

2. Bekas anggota PSII lama; Kartosoewirjo berhaluan lain. Bila


kawan-kawannya Wondoamiseno dan Aroedji membangun kembali PSII
dengan haluan Renville maka Kartosoewirjo menolak Renville dan
malahan mempermaklumkan Negara Islam Indonesia (Daroel Islam).
Setelah persetujuan RR dan KMB sampai sekarang, Kartosoewirjo masih
meneruskan kegiatannya berdasarkan DI melanjutkan gerilya.

Setelah koreksi Moeso, PKI berubah haluan. Politik Linggarjati-


Renville diakui kesalahannya. Begitulah PKI berdasarkan koreksi
tersebut lalu menolak persetujuan RR dan KMB. Setelah mengalami
pembersihan dalam rumah tangganya, sudah tentu PKI dapat bertemu
dengan ACOMA yang sesuai dengan politiknya yang anti Linggarjati-
Renville itu juga menolak persetujuan RR dan KMB.

Kebulatan kaum nasionalis yang berpusat kepada PNI untuk bekerja


berdasarkan pedoman dan hasil KMB sedikit banyak dapat dijadikan
ukuran berapa jauh Amerika telah berhasil menarik nasionalisme
Indonesia dalam pertahanan anti-Komunis. Hal itu bukan berarti bahwa
semua nasionalis sudahlah condong kepada Amerika karena tidak semua
nasionalis tergabung dalam PNI.

1. Sebagai contoh, dapatlah pula disebut misalnya BPRI; BPRI ialah


himpunan Nasionalis. Sekali pun di masa yang lalu BPRI berhaluan amat
oportunis, tetapi bagaimanapun halnya BPRI sekarang sebagai himpunan
nasionalis berpendirian lain dari pada PNI, BPRI sebagai himpunan
nasionalis menolak KMB.

2. Bila Manai Sophiaan anggota Dewan Partai PNI lebih suka menaruh
PNI dalam golongan sosialis dari pada golongan nasionalis maka
dapatlah golongan nasionalis, hanya saja bila PNI dimasukkan dalam
golongan sosialis maka PNI ialah sosialis yang paling kanan, tetapi bila
Partai Murba dimasukkan golongan nasionalis maka partai Murba masuk
golongan nasionalis revolusioner yang menolak KMB.

3. Alhasil juga sampai sekarang masih ada kaum nasionalis yang tidak
setuju dengan gerak-gerik PNI alias Amerika belum berhasil menarik
semua nasionalis Indonesia dalam lingkungan siasatnya. Sepanjang
proses sejarah lambat-laun PNI bagian bawahan, terutama dari buruh
rendahan dan tani melaratnya pasti akan mengadakan oposisi terhadap
kaum priayi yang menjadi kemudi PNI itu.

Masyumi dan PSII sudah sepaham dalam menghadapi modal raksasa


Amerika. Kedua partai Islam itu sudah sehaluan dan berdiri di belakang
modal raksasa Amerika. Sebaliknya, hingga kini Darul Islam masih
menunggu penyelesaian. Masyumi dalam kongresnya yang akhir-akhir
ini mendesak penyelesaian secara damai mengenai Darul Islam.
Dengan “backing” kongres Masyumi tersebut, pemerintah RIS pun sudah
membentuk panitia ke arah penyelesaian ini. Eratnya hubungan antara
Abikoesno serta Wondoamiseno dengan Kartosuwirjo dalam tradisi
pimpinan perjuangan PSII dimana yang lalu menjadi bahan pemerintah
RIS yang menimbulkan harapan.

Andaikan DI dapat di “RIS-kan” dan andaikan PSII Kartosuwirjo


dapat dibela oleh PSII Abikoesno mengikuti konsepsi KMB, bolehkah
dengan ini ditarik kesimpulan bahwa Amerika telah berhasil menarik
Islamisme untuk kepentingan dan kebutuhannya? Dijawab: “tidak!”
masih banyak orang Islam yang bergabung dalam Masyumi, PSII, dan
DI. Terutama buruh rendahan dan tani melarat Indonesia yang beragama
Islam pasti sepanjang penindasan modal raksasa Amerika akan
melakukan oposisi terhadap saudagar-saudagar dan tani kaya yang
beragama Islam yang telah dapat dijadikan pembantu-pembantu modal
raksasa Amerika itu. Perpecahan antara juragan-juragan batik dan kaum
pertengahan di satu pihak dan buruh rendahan dan tani melarat di lain
pihak di jaman Sarekat Islam patutlah dijadikan contoh.

Proses di kalangan kaum komunis berlaku sebaliknya. Kaum komunis


Indonesia kini sudahlah sepaham menentang modal raksasa Amerika.
Andaikan kaum komunis tidak mau bersatu, mereka toh terpaksa bersatu
karena keadaan mereka sudah payah terdesak dalam satu penjuru yang
amat sempitnya dengan kemenangan modal raksasa Amerika di
kepulauan Indonesia ini. Kemenangan modal raksasa di Indonesia
berangsur-angsur “Mendidik” kaum komunis untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan akibat perselisihan dimana yang lalu dan berangsur-angsur
pastilah tercapai tidak hanya kebulatan strategi, tetapi pula kebulatan
organisasi dalam satu partai persatuan komunis.

Pertentangan antara penjajah dan terjajah terbayang dan membayang


dalam nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme di Indonesia. Kaum anti
penjajah merasa perlu mengkoordinir tiga aliran itu sebagai sumber
kekuatan melawan penjajah. Dalam tingkatan sekarang, dimana modal
raksasa Amerika (anti-komunis) sudah langsung mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia maka koordinasi tiga aliran tersebut hanya
mungkin terjadi antara komunis, Islamis pro-komunis, dan nasionalis
pro-komunis. Islamis anti-komunis dan nasionalis anti-komunis dengan
terbuka dan tertutup langsung tidak langsung sudah menjadi pembantu-
pembantu modal Amerika, membela front kapitalis-imperialis untuk
memusuhi front kemerdekaan-rakyat.

Penjajah tak segan-segan pula mempergunakan tiga aliran tersebut


guna mencari pengikut di kalangan rakyat terbanyak sebagai “backing”
maksud jahat penjajah di kepulauan ini. Agen-agen penjajah yang
berbaju komunis dalam 4 tahun revolusi sudah cukup disinyalir. Dalam
tingkatan sekarang sudah tak mungkin bagi penjajah untuk melakukan
siasat yang berbaju komunis. Bila hal itu sekarang masih mungkin, maka
siasat tersebut hanya membawa manfaat yang amat terbatas sekali.
Begitulah dengan terang-terang penjajah melakukan anti-propaganda
terhadap komunis dan giatlah penjajah meracuni nasionalisme dan
Islamisme agar kedua aliran tersebut membenci dan mengutuki
komunisme sebagai paham yang mengacau dan munafik yang perlu
dibasmi.

Dengan berdirinya RIS sebagai hasil siasat modal raksasa Amerika


maka giatlah dilakukan anti-propaganda terhadap komunisme ini.
Sepanjang proses sejarah akhirnya sudahlah pasti pengikut-pengikut
Amerika itu akan terbatas kepada nasionalis dan Islamis yang bertingkat
saudagar dan tani kaya. Nasionalis dan Islamis dari tani melarat dan
buruh rendahan perlahan dan dengan tidak terasa didorong oleh
nasibnya tahu-tahu sudah menjadi pro-komunis. Dan, memang kandidat
(pro)-komunis didapat dari tani melarat dan buruh rendahan itu.

Mengetahui bahaya meluasnya komunisme di antara tani melarat dan


buruh rendahan maka dari sudut modal perlulah susunan komunis
dikacaukan, tidak cukup dengan anti propaganda semata-mata, melainkan
pula dengan provokasi yang hebat hingga buruh dan tani melarat
Indonesia menjadi organisasichuw, takut untuk berorganisasi. Provokasi
semacam itu bukanlah barang baru di Indonesia. Kita masih ingat
provokasi “Peristiwa 3 Juli”, “pemogokan Delanggu dan peristiwa
Madiun”. Sekarang, misalnya, terdapat organisasi Ratu Adil Persatuan
Indonesia (RAPI) dengan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang
dipimpin oleh algojo Westerling. Penggerutuan rakyat dijadikan bahan
kekeruhan begitu rupa hingga semata-mata menambah keruwetan angan-
angan buruh rendahan dan tani melarat yang sudah lama menuntut
perbaikan nasib itu. Dengan cara begitu, diharapkan supaya organisasi,
agitasi, dan cara bekerja komunis diterima oleh buruh dan tani melarat
dengan penuh keraguan. Dengan angan-angan yang sudah terlalu
dikeruhkan dan dengan banyaknya korban-korban provokasi buruh
rendahan dan tani melarat yang banyak buta huruf itu, lalu kurang dapat
memperbedakan mana emas, mana loyang. Tetapi semua itu adalah
terbatas, juga penipuan dan pemalsuan yang dilakukan oleh kapitalis
imperialis dan agen-agennya itu adalah terbatas... lagi pula, bukanlah
justru penipuan dan pemalsuan yang banyak dilakukan itu membuktikan
berharganya komunisme? Kenyataan tersebut pasti menjadi sumber
sebab bertambahnya pengaruh komunisme.

Alhasil, dengan kemenangan modal Amerika di Indonesia, perjuangan


kita menjadi lebih prinsipil, membutuhkan warna yang lebih terang.
Sekarang, tinggal orang pilih satu antara dua, pro ataukah anti-
komunisme. Putar-putar lagi makin hari makin sulit. Dilaporkan bahwa
bila di jaman pembuangan Hindia-Belanda di Bengkulu, Bung Karno
dapat berkata: “Saya nasionalis, saya Islamis, saya Marxis”, maka Bung
Karno sekarang selaku Presiden RIS dalam ikatan modal raksasa
Amerika hanya dapat berkata dan bertindak sebagai anti-komunis. Dan
sebagai penutup, saya bertanya; bagaimana dan dimanakah saudara
sekarang? Saya komunis!!

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai